Anda di halaman 1dari 11

ABSTRAK

Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit raenular menahun yang disebabkan oleh cacing
filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres. Cacing tersebut
hidup di saluran dan kelenjar getah bening dengan manifestasi klinik akut berupa deraam
berulang, peradangan saluran dan saluran kelenjar getah bening. Pemberantasan filariasis perlu
dilaksanakan dengan tujuan menghentikan transmisi penularan, diperlukan program
yangberkesinambungan dan memakanwaktu lamakarenamengingatmasahidup dari cacing
dewasa yang cukup lama. Dengan demikian perlu ditingkatkan surveilans epidemiologi di
tingkat Puskesmas untu penemuan dini kasus filariasis dan pelaksanaan program pencegahan dan
pemberantasan fiilariasis.Memberikan penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis
mengenai cara penularan dan cara pengendalian vektor (nyamuk). Jika penularanterjadi oleh
nyamuk yang menggigit pada malam hari di dalam rurnah maka tindakan pencegahanyang dapat
dilakukan adalah dengan penyemprotan, menggunakanpestisida residual, memasang kawat kasa,
tidur dengan menggunakan kelambu, memakai obat gosok anti nyamuk dan membersihkan
tempat perindukan nyamuk seperti kakus yang terbuka, ban-ban bekas, batok kelapa dan
mernbunuh larva dengan larvasida. Lakukan pengobatan misalnya dengan menggunakan
diethylcarbamazine citrate.
KataKunci:Filariasis,Nyamuk,Cacing

ABSTRACT
Filariasis (elephantiasis disease) is a chronic infectious disease causedby filarial worms
andtransmitted by mosquitoes Mansonia,Anopheles, Culex,Armigeres. The worms live inthe
channels and lymphnodes with acute clinical manifestations such as recurrent fever, and
gastrointestinal tract inflammation of lymph nodes. Filariasis eradication should be carried out
with the aim of stopping the transmission of infection, required a continuous program and takes
a longtime for rememberingthe life span of the adult worms longenough. Thus needs to be
improved epidemiological surveillance at health center level untu early detection of filariasis
cases andimplementationofpreventionanderadicationfiilariasis.Memberikancounselinendemic
areasofthe modeof transmission andhow to controlvector (mosquito). Ifthe
infectionistransmittedby mosquitoes that bite at night inthe house of the preventive measures that
can be done is by spraying, usingresidual pesticides, putting wire netting, sleeping by
usingmosquito nets, wear mosquito repellent ointment and cleaning the breedingplaces of
mosquitoes as an open latrine ,old tires, coconut shells and kill larvae with larvacide. Perform
such treatment usingdiethylcarbamazinecitrate.
Keywords: filariasis, mosquitoes, worm

Pendahuluan
Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua yang paling melernahkan yang dikenal di dunia.
Penyakit filariasis lymfatik merupakan penyebab kecacatan menetap dan berjangka lama terbesar
keduadiduniasetelahkecacatanmental.Di Indonesia, mereka yang terinfeksi filariasis bisa
terbaring di tempat tidur selama lebih dari lima mingggu per tahun, karena gejala klinis akut dari
filariasis yang mewakili 11% dari masa usia produktif. Untuk keluarga miskin, total kerugian
ekonomi akibat ketidakmampuan karena filariasis
adalah67%daridaritotalpengeluaranrumahtangga perbulan.1 DataWFIO,diperkirakan 120juta
orangdi 83
negara di dunia terinfeksi penyakit filariasis dan lebih dari 1,5 milyar penduduk dunia (sekitar
20% populasi dunia)berisiko terinfeksi penyakit ini. Dari keseluruhan penderita, terdapat dua
puluh limajuta penderita laki - laki yang mengalami penyakit genital (umumnya menderita
hydrcocele) dan hampir lima bclas juta orang, kebanyakan wanita, menderita lymphoedema atari
elephantiasis pada kakinya. Sekitar 90% infeksi disebabkan oleh Wucheria Bancrofti, dan
sebagian besar sisanya disebabkan BrugiaMalayi.Vektor utama Wucheria Bancrofti adalah
nyamuk Culex, Anopheles, dan Aedes. Nyamuk dari spesies Mansonia adalah vektor utama
untuk parasit Brugarian, namun di beberapa area, nyamuk Anopheles juga dapat. menjadi vektor
penularan filariasis. Parasit Brugarian banyak terdapat di daerah Asia bagian selatan dan timur
terutama India, Malaysia, Indonesia,Filipina,danChina.

Pemeriksaan Penunjang
pada pemeriksaan penunjang pasien dengan menggunkan pemeriksaan sediaan apus
darah ditemukan adanya mikrofilaria dalam darah pasien.
Diferntial Diagnosis

Terdapat tiga jenis cacing filaria ketiganya merupakan cacing golongan nematoda
jaringan, yang dapat menyebabkan filariasis atau penyakit kaki gajah, yaitu:3
Wuchereria Brancofti merupakan parasit manusia yang menyebabkan filariasis brancofti
atau wukereriasis brankofti. Selain itu cacing jenis ini tergolong nematoda yang menyebabkan
filariasis limfatik di seluruh iklim berdaerah tropis di seluruh dunia. Hospes defenitifnya adalah
manusia sedangkan hospes perantaranya adalah nyamuk. Cacing ini dapat ditemukan di
Indonesia dan muangthai dengan perioditasnya nokturna sedangkan pada Daerah Pasifik cacing
tersebut memiliki perioditas diurna. Cacing ini memilikki bentuk halus seperti benang dan
berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 65-100 x 0,25 mm dan cacing jantan 40 mm x 0,1
mm. cacing betina akan mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung. Mikrofilaria akan hidup di
dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu. Pada umumnya
mikrofilaria W.bancrofti bersifat perioditas nokturna, artinya dapat ditemukan pada waktu malam
pada darah tepi. Pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam berupa paru, hati
ginjal dan sebagainya. Stadium mikrofilaria tanpa gejala klinis, stadium akut dan stadium
menahun. Ketiga stadium tersebut tumpeng tindih, tanpa ada batas yang nyata. Gejala klinis
filariasis bankrofti yang terdapat di suatu daerah mungkin berbeda dengan yang terdapat di
daerah lain. Pada penderita mikrofilaria tanpa gejala klinis, pemeriksaan dengan limfosintigrafi
menunjukan adanya kerusakan saluran limfe. Saluran limfe juga dapat mengalami dilatasi akibat
cacing dewasa yang hidup dan menyumbat yang disebut limphangiektasia. Stadium akut ditandai
dengan peradangan pada saluran dan kelenjar getah limfe, berupa limfadenitis dan limfangitis
retrograd yang disertai demam dan malaise. Gejala peradangan tersebut hilang timbul beberapa
kali dalam setahun dan berlangsung beberapa minggu lamanya. Peradangan pada sistem limfatik
alat kelamin laki-laki, seperti funiculitis, epididymitis dan orkitis sering dijumpai.pada stadium
menahun dijumpai ada hidrokel. Dapat pula dijumpai gejala limfadema dan elephantiasis yang
mengenai seluruh tungkai, seluruh lengan, testis, payudara dan vulva. Selama lebih dari 40 tahun
karbamasin sitrat (DEC) merupakan obat pilihan baik untuk pengobatan perorangan maupun
massal, dosis yang dianjurkan adalah 6 mg/kg BB/hari selama 12 hari. Program eleminasi
filariasis melalui pengobatan masal di daerah endemis (prevalensi > 1%) telah dicanangkan oleh
WHO, obat yang dianjurkan adalah kombinasi DEC 6 mg/kg BB dan albendazole 400 mg yang
diberikan setiap tahun selama 5 tahun bagi penduduk di atas usia 2 tahun.3,5,6
Brugia malayi merupakan jenis kedua dari cacing filaria yang menyebabkan filariasis.
B. malayi merupakan penyakit parasit manusia yang menyebabkan filariasis malayi. Spesies ini
dapat dibagi dalam dua varian: yang hidup pada manusia dan yang hidup pada manusia dan
hewan, misalnya kucing, kera dan lain-lain. Cacing ini dapat ditemukan di Asia, dari India
sampai ke Jepang, termasuk Indonesia. Cacing dewasanya hidup di dalam pembuluh limfe.
Bentuknya halus seperti benang dan berwarna susu. Cacing betina berukuran 55mm x 0,16 mm
dan yang jantan 22-23 mm x 0,09 mm. cacing betina akan mengeluarkan mikrofilaria yang
bersarung, sarung ini berebda dari yang lain karena memiliki warna yang khas yaitu pink.
Mikrofiaria B.malayi adalah 200-260 mikron x 7 mikron. Perioditas mikrofilaria ini adalah
nokturna. B.malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris dan
yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh nyamuk Mansonia. Untuk gejala klinis
B.malayi mirip dengan B.timori pada stadium akut ditandai serangan demam dan peradangan
saluran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai
kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradaangan ini sering timbul setelah pederita bekerja
berat di ladang atau sawah. Limfadenitis biasanya berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh tanpa
pengobatan. Kadang juga dapat menjalar kebawah dan menyebabkan limfangitis retrogard.
Peradangan ini dapat menimbulkan infiltrasi dengan tanda garis merah yang menjalar kebawah.
Pada stadium ini tungkai bawah dapat ikut membengkak dan menyebabkan limfadema.
Limfadenitis dapat pula berkembangmenjadi bisul dan kemudian pecah menjadi ulkus. Pada
filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena, apabila terjadi serangan berulang
lambat laun pembengkakan tungkai tidak berulang dapat mengakibatkan elephantiasis.
Elefantiasis pada brugia biasanya hanya terjadi pada bagian tungkai bawah atau kadang-kadang
dilengan bawah. Hingga sekarang DEC masih merupakan obat pilihan. Dosis yang dipakai di
beberapa negara Asia berbeda-beda. Di Indonesia dosis yang dianjurkan adalah 5 mg/kg BB/hari
selama 10 hari.3
Brugia timori merupakan jenis ketiga dari cacing filaria yang menyebabkan filariasis.
Spesies ini tidak jauh berbeda dengan B.malayi, banyak terdapat di Indonesia Timur di Pulau
Timor, Flores, Rote, Alor dan beberapa pulau kecil di NTT. Tempat hidup cacing dewasa sama
dengan W.brancofti dan B.malayi. Ukuran cacing betina dewasanya adalah 21-39 mm x 0,1 mm
dan yang jantan 13-23 mm x 0,08 mm. cacing betina mengeluarkan sarung yang tidak berwarna.
Ukuran mikrofilaria B.timori 280-310 mikron x 7 mikron dan mempunyai peroditas nokturna.
B.timori ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris. Untuk gejala klinis dan pengobatan
filariasis yang disebabkan oleh sepsis B.timori seperti yang telah di jelaskan sebelumnya mirip
dengan gejala klinis dan pengobatan B.malayi.3

Epidemiologi
Penyakit ini diperkirakan seperlima penduduk dunia atau 1.1milyar penduduk beresiko
terinfeksi, terutama di daerah tropis dan beberapa daerah subtropis. Penyakit ini dapat
menyebabkan kecacatan, stigma sosial, hambatan psikososisal, dan penurunan produktivitas
kerja penderita, keluarga dan masyarakat sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar.
Dengan demikian penderita menjadi beban keluarga dannegara. Sejak tahun 2000 hingga 2009 di
Iaporkan kasus kronis filariasis sebanyak 11.914 kasus yang tersebar di
401kabupaten/kota.Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan merupakan
masalah di daerah dataran rendah.
Etiologi

Terdapat tiga jenis cacing penyebab filariasis yaitu, Ketiga jenis cacing ini memiliki beberapa
perbedaan maupun persamaan.4 Filaria merupakan jenis nematoda jaringan. Pada manusia dapat
menyebabkan penyakit filariasis atau elefantiasis. Ada berbagai macam jenis filaria tapi yang
ditemukan pada manusia ada 3 jenis, yaitu: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia
timori.

Jenis-Jenis Filariasis

Terdapat tiga jenis cacing penyebab filariasis yaitu, Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan
Brugia timori. Ketiga jenis cacing ini memiliki beberapa perbedaan maupun persamaan.

W. bancrofti B. malayi B.timori


Hospes definitif manusia Antropofilik : manusia manusia
Zooantropofilik : manusia,
kera, kucing
Vektor Kota : Culex quinquefasciatus Antropofilik : Anopheles Anopheles
Desa : Anopheles sp, Aedes sp barbirostis barbirostris
Zooantropofilik : Mansonia
Gambaran umum Melengkung mulus Melengkung kaku dan patah Melengkung kaku
dalam sediaan dan patah
darah
Perbandingan 1:1 1:2 1:3
lebar dan panjang
ruang kepala
Warna sarung Tidak berwarna Merah muda Tidak berwarna
Ukuran panjang 240-300 175-230 265-325
(um)
Inti badan Halus, tersusun rapi Kasar, berkelompok Kasar, berkelompok
Jumlah inti di 0 2 2
ujung ekor
Gambaran ujung Seperti pita kea rah ujung Ujung agak tumpul Ujung agak tumpul
ekor

Sumber : https://www.researchgate.net/figure/Identifi-cation-of-W-bancrofti-B-malayi-and-B-
timori-mf-based-on-measurements-of_tbl2_232921734

Cara Infeksi

Daur hidup cacing filaria dari ketiga jenis ini sama. Pertama Nyamuk pada probosis yang
mengandung larva 3 dari ketiga jenis cacing filaria yakni, Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan
Brugia timori. Jenis nyamuk pada ketiga cacing ini berbeda sesuai dengan tempat dimana dia akan
menginfeksi. Ketika nyamuk mengisap darah manusia, larva 3 yang ada pada proboscis nyamuk
tersebut ikut masuk ke dalam tubuh manusia dan akan berkembang menjadi cacing dewasa dalam
sistem limfatik. Kemudian cacing dewasa dalam sistem limfatik akan memproduksi mikrofilaria yang
dapat berimigrasi kedalam pembuluh limfa atau pembuluh darah. pada saat masa perioditasnya tepat,
maka mikrofilaria akan menuju ke perifer apabila ada nyamuk yang hinggap pada tubuh manusia dan
menghisap darah manusia yang mengandung mikrofilaria maka mikrofilaria yang dihisap akan
penetrasi kedalam tubuh nyamuk lewat probosis dari nyamuk tersebut. Mikrofilaria yang sudah ada
pada tubuh nyamuk selanjutnya akan berimigrasi ke toraks nyamuk dan berkembang menjadi larva 1,
larva 2 dan larva 3. Setelah menjadi larva 3 maka selanjutnya larva 3 akan migrasi ke kepala nyamuk
dan kemudian menuju probosis nyamuk. Setelah itu ketika nyamuk tersebut menghisap darah
seseorang maka larva 3 akan ikut masuk dalam tubuh, begitulah siklus hidup cacing filaria terjadi.

Patogenesis
Patogenesis Perkembangan klinis filariasis dipengaruhi oleh faktor kerentanan individu terhadap
parasit, seringnya mendapat gigitan nyamuk, banyaknya larva infektif yang masuk ke dalam tubuh
adanya infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur. Secara urnum perkembangan klinis filariasis dapat
dibagi menjadi fase dini dan fase lanjut. Pada fase dini timbul gejala klinis akut karena infeksi cacing
dewasa bersama-sama dengan infeksi oleh bakteri danjamur. Padafase lanjutterjadikerusakansaluran
dan kerusakan kelenjer, kerusakan katup saluran limfe,termasuk kerusakan saluran limfe kecilyang
terdapatdikulit.25 Pada dasarnyaperkembanganklinis filariasis tersebut disebabkan karena cacing
dilaria dewasa yang tinggal dalam saluran limfe bukan penyumbatan (obstruksi), sehingga terjadi
gangguanfungsi sistemlimfatik ;2" 1 Penimbunancairanlimfe. 2, Terganggunya pengangkutan bakteri
dari kuiit atau jaringan melalui saluran limfe ke kelenjer limfe. 3. Kelenjer limfe tidak dapat
menyerang bakteri yangmasukdalamkulit. 4. Infeksi bakteri benilang akan menyebabkan
seranganakutbemlang (recurrentacuteattack). 5, Kerusakan sistem limfatik, termasuk kerusakan
saluran limfe kecil yang ada di kulit, menyebabkan menurunnya kemampuan untuk
mengalirkancairanlimfedari kulit danj aringan ke kelenjer limfe sehingga dapat terjadi limfedema. 6.
Pada penderita limfedema, serangan akut berulang oleh bakteri atau jamur akan menyebabkan
penebalan dan pengerasan kulit, hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan peningkatan pembentukkan
jaringan ikat (fibrose tissue formation) sehingga terjadi penigkatanstadium limfedema, dimana
pembengkakkan yang semula terjadi hilang timbulakanmenjadipembengkakkanmenetap.

Gejala Klinis

Gejala klinis sangat bervariasi, mulai dari yang asimtomatis sampai yang berat. Hal ini tergantung
pada daerah geografi, spesies parasit, respons imun penderita dan intensitas infeksi.
Gejalabiasanyatampak setelah 3 bulaninfeksi,tapi umumnya masa tunasnya antara 8-12 bulan. Pada
fase akut terjadi gejala radangsaluran getah bening, sedang pada fase kronisterjadi obstruksi. Fase
akut ditandai dengan demam atau serangkaian serangan demam selama beberapa minggu. Demam
biasanya tidak terlalutinggi meskipunkadang- kadangtinggi sampai 40,6°C, disertai menggigil dan
berkeringat, nyerikepala,mual,muntah,dannyeriotot.Jikayang terkena saluran getah bening abdominal
yang terkenaterjadigejala"acuteabdomen".17

Penegakan Diagnosis

Diagnosis bagi penderita filariasis dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu sebagai berikut :
1. Diagnosis Parasitologi
Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan hidrokel atau cairan kiluria
pada pemeriksaan sediaan darah tebal dan teknik konsentrasi Knott, membrane filtrasi. Pengambilan
darah harus dilakukan pada malam hari (setelah pukul 20.00) mengingat periodisitas mikrofilaria
adalah nokturna. Pada pemeriksaan histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat
ditemukan pada saluran dan kelenjar limfe dan jaringan yang dicurigai sebagai tumor.
Teknik biologi molekuler juga dapat digunakan untuk mendeteksi parasit melalui DNA parasit
menggunakan reaksi rantai polimerase (Polymerase Chain Reaction/PCR). Teknik ini mampu
memperbanyak DNA sehingga dapat digunkan untuk mendeteksi pada infeksi yang samar.
2. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar getah bening inguinal
pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak. Pemeriksaan ini berguna terutama
untuk evaluasi hasil pengobatan. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan untuk infeksi filarial W.
bancrofti.
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang ditandai dengan
zat radioaktif menunjukan adanya abnormalitas pada sistem limfatik sekalipun pada penderita yang
asimptomatik.
3. Diagnosis Imunologi
Deteksi antigen dengan immunochromatographic (ICT) yang menggunakan antibody monoclonal
telah dikembangkan untuk mendekteksi antigen W.bancrofti dalam sirkulasi darah. Hasil tes positif
menunjukan adanya infeksi atau walaupun mikrofilaria tidak ditemukan dalam darah.
Deteksi antibodi dengan menggunakan antigen rekombinan telah dikembangkan untuk
mendeteksi antibodi subklas IgG4 pada filariasis Brugia. Kadar antibodi IgG4 meningkat pada
penderita mikrofilaremia. Kekurangan pada deteksi antibodi iakah tidak dapat membedakan infeksi
lampau dan infeksi aktif.
Diagnosis pada filarial B. malayi dan b.timori dapat dilakukan dengan menemukan filaria di
dalam darah tepi. Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dilakukan
pada filariasis malayi.

Tatalaksana

Tatalaksana pada filariasis dapat dilakukan dengan perawatan secara umum dan pengobatan spesifik.
1. Pengobatan Umum
a. Istirahat di tempat tidur, pindah tempat tinggal ke daerah yang dingin akan mengurangi
derajat serangan akut.
b. Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi sekunder dan abses.
c. Peningkatan di daerah pembendungan akan mengurangi edema.
2. Pengobatan Spesifik
Pengobatan spesifik terbagi lagi menjadi dua yaitu, pengobatan infeksi dan pengobatan penyakit.
a. Pengobatan Infeksi
Fokus pengobatan yang terbukti secara efektif adalah pengobatan komunitas. Pengobatan
masal dilakukan dengan menggunakan dosis rendah yaitu pemberian Dietilcarbamazine (DEC)
selama 9-12 bulan dalam jangka waktu 40 minggu. Dosis yang deberikan pada anak berusia <10
tahun sebanyak 10mg/minggu, sedangkan pada anak berusia >10tahun sebanyak 5mg/minggu.
Adapula usaha WHO dalam menanggulangi penderita filariasis di dalam suatu daerah adalah
dengan pemberian DEC. Dosis yang diberikan WHO adalah DEC 6mg/kgBB diiringi
Albendazole 400mg dengan pemberian setahun sekali dalam jangka waktu 5 tahun. Selain
pengobatan secara masal terdapat juga pengobatan secara perseorangan. Pada penderita filariasis
bacrofti akan diberikan DEC sebanyak 6mg/kgBB/hari selama 12 hari dan diulang sebanyak 2-3
kali. Sedangkan pada penderita filariasis timori dan filariasis malayi pemberian DEC sebanyak
5mg/kgBB/hari selama 10 hari.
Obat lain yang dapat digunakan adalah Invermektin yang sangat efektif menurunkan kadar
mikrofilaria namun tidak dapat membunuh cacing dewasa, sehingga tidak dapat menyembuhkan
secara menyeluruh. Selain itu terdapat Albendazol yang bersifat makrofilarisidal untuk
W.bancrofti dengan pemberian setiap hari selama 2-3 minggu. Pemberian Invermektin dan
Albendazol masih belum seefektif pengunaan DEC.
Efek samping penggunaan DEC terbagi menjadi dua jenis. Yang pertama bersifat
farmakologis, tergantung dosisnya, angka kejadian sama baik pada yang terinfeksi filariasis
maupun tidak. Yang kedua adalah respons dari hospes yang terinfeksi akibat kematian parasite,
sifatnya tidak tergantung pada dosis obatnya tapi pada jumlah parasite dalam tubuh hospes.
Terdapat dua jenis reaksi atau efek samping terhadap penggunaan obat filariasis :
- Reaksi sistemik dengan atau tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada berbagai bagian
tubuh, sendi-sendi, pusing, anoreksia, lemah, hematuria transien, reaksi alergi, muntah,
dan serangan asma. Reaksi ini terjadi karena kematian filaria dengan cepat dapat
menginduksi banyak antigen sehingga merangsang sistem imun dan dengan demikian
menginduksi berbagai reaksi. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa jam setalah pemberai
DEC dan berlangsung tidak lebih dari 3 hari. Demam dan reaksi sistemik jarang terjadi
dan tidak terlalu hebat pada dosis kedua dan seterusnya. Reaksi ini akan hilang dengan
sendirinya.
- Rekasi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi, transien
limfedema, hidrokel, funikulitis, dan epididimitis. Reaksi ini cenderung cenderung terjadi
kemudian dan berlangsung beberapa lama sampai beberapa bulan, tetapi akan menghilang
dengan spontan.

Reaksi lokal cenderung terjadi pada pasien dengan riwayat adenolimfangitis yang berkaitan
dengan keberadaan cacing dewasa atau larva stadium IV dalam tubuh hospes. Efek samping pada
pemberian ivermektin, patogenesisnya sama dengan pada pemberian DEC, hanya lebih rigan
pada pasien filariasis malayi dibandingkan filariasis bankrofti.

b. Pengobatan Penyakit
Hidrokel besar yang tidak mengalami regresi sponntan sesudah terapi adekuat harus dioperasi
dengan tujuan drainase cairan dan pembebasan tunika vaginalis yang terjebak untuk
melancarkan aliran limfe. Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi atau
dengan operasi. Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena angka kekambuhannya tinggi
dan sering terjadi infeksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah :
- Hidrokel yang telalu besar dan menekan pembuluh darah
- Indikasi kosmetik
- Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan menggangu pasien dalam melakukan
aktivitasnya sehari-hari.

Terapi bedah dipertimbangkan apabila terapi non bedah tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Hampir semua usaha untuk membuat saluran limfe baru mencapai keberhasilan
yang terbatas. Beberapa terapi bedah yang dapat dilakukan yaitu, limfangioplasti, prosedur
jembatan limfe, transposisi flap omentum, eksisi radikal dan tandur kulit.
Kesimpulan

Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing
filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres. Cacing tersebut
hidup di saluran dan kelenjar getahbening dengan manifestasi klinik akut bempa demam
berulang, peradangan saluran dan saluran kelenjar getah bening. Pemberantasan filariasis perlu
dilaksanakan dengan tujuan menghentikan transmisi penularan,diperlukan program yang
berkesinambungan dan mernakan waktu lama karena mengingat masa hidup dari cacing dtwasa
yang cukup lama. Dengan demikian perlu ditingkatkan surveilans epidemiologi di tingkat
Puskesmas untupenemuan dinikasus filariasis dan pelaksanaan program pencegahan dan
pemberantasanfilariasis.

Anda mungkin juga menyukai