Anda di halaman 1dari 24

Pendekatan Klinis Pada Pasien

Ureterolithiasis Dextra
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

Abstrak
Batu saluran kencing merupakan keadaan patologis karena adanya massa keras
berbentuk seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan
nyeri, perdarahan atau infeksi pada saluran kencing. Batu ureter adalah keadaan dimana
terdapat batu saluran kencing, yang terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti
kalium, oksalat, kalium fosfat, dan asam urat meningkat. Ureterolithiasis adalah suatu
keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah
ginjal. Resiko pembentukan batu sepanjang hidup (life time risk) dilaporkan berkisar 5-10%.
Laki-laki : wanita= 3:1, sekarang 2:1. Batu kalsium dan asam urat lebih banyak diderita laki-
laki, sedangkan insidensi batu struvit tinggi dialami wanita. Manifestasi klinis  adanya  batu 
dalam  traktus  urinarius  (Batu  di  ureter) bergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan
edema. Tujuan pengelolaan batu pada ginjal adalah untuk menghilangkan obstruksi,
mengobati infeksi, menghilangkan rasa nyeri, mencegah terjadinya gagal ginjal dan
mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi.
Kata Kunci : Batu ureter, Penyebab, Gejala Klinis, Penatalaksanaan

Abstract
Urinary tract stones are pathological conditions because of the presence of hard
masses shaped like stones that form along the urinary tract and can cause pain, bleeding or
infection of the urinary tract. Ureter stones are a condition where urinary stones are present,
which form when concentrations of certain substances such as potassium, oxalate, potassium
phosphate and uric acid increase. Ureterolithiasis is a state of accumulation of oxalate,
calculi (kidney stones) in the ureter or in the kidney area. The risk of lifelong stone formation
(life time risk) is reported to range from 5-10%. Male: female = 3: 1, now 2: 1. Calcium and
uric acid are more common in men, while the incidence of high struvite stones is experienced
by women. Clinical manifestations of stones in the urinary tract (stones in the ureter) depend
on the presence of obstruction, infection and edema. The goal of managing stones in the
kidneys is to eliminate obstruction, treat infections, relieve pain, prevent kidney failure and
reduce the possibility of recurrence.

Keywords : ureteral stones, causes, clinical symptoms, management

1
Pendahuluan

Batu saluran kencing merupakan keadaan patologis karena adanya massa keras
berbentuk seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan
nyeri, perdarahan atau infeksi pada saluran kencing. Terbentuknya batu disebabkan karena air
kemih kekurangan materi-materi yang dapat menghambat terbentuknya batu. Batu saluran
kencing dapat terbentuk karena adanya peningkatan kalsium, oksalat, atau asam urat dalam
air kencing serta kurangnya bahan-bahan seperti sitrat, magnesium, tamm horsfall yang dapat
menghambat pembentukan batu, kurangnya produksi air seni, infeksi saluran kencing,
gangguan aliran air kencing dan keadaan-keadaan lain yang masih belum
terungkap/idiopatik. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam
kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan
dapat terdapat pada ginjal (nefrolithiasis), ureter (ureterolithiasis), vesica urinaria
(vesicolithiasis) dan uretra (urethrolithiasis).1

Anamnesis

Anamnesis adalah pengumpulan data status pasien yang didapat dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan pasien. Tujuan dari anamnesis
antara lain untuk mendapatkan keterangan sebanyak mungkin mengenai penyakit pasien,
membantu menegakkan diagnosa sementara dan diagnosa banding, serta membantu
menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Wawancara yang baik seringkali sudah dapat
mengarah masalah pasien dengan diagnosa penyakit tertentu.2

Keluhan pasien mengenai batu saluran kemih dapat bervariasi, mulai dari tanpa
keluhan, sakit pinggang ringan hingga berat (kolik), disuria, hematuria, retensi urine, dan
anuria. Keluhan tersebut dapat disertai dengan penyulit seperti demam dan tanda gagal ginjal.
Selain itu, perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
penyakit batu saluran kemih seperti obesitas, hiperparatiroid primer, malabsorbsi
gastrointestinal, penyakit usus atau pankreas. Riwayat pola makan juga ditanyakan sebagai
predisposisi batu pada pasien, antara lain asupan kalsium, cairan yang sedikit, garam yang
tinggi, buah dan sayur kurang, serta makanan tinggi purin yang berlebihan, jenis minuman
yang dikonsumsi, jumlah dan jenis protein yang dikonsumsi. Riwayat pengobatan dan
suplemen seperti probenesid, inhibitor protease, inhibitor lipase, kemoterapi, vitamin C,

2
vitamin D, kalsium, dan inhibitor karbonik anhidrase. Apabila pasien mengalami demam atau
ginjal tunggal dan diagnosisnya diragukan, maka perlu segera dilakukan pencitraan.2

Berdasarkan skenario, didapati hasil anamnesisnya yaitu pada seorang laki-laki


berusia 45 tahun tersebut mengalami keluhan nyeri pinggang kanan hilang timbul sejak 2 hari
yang lalu. Nyeri tersebut kadang menjalar sampai ke buah zakar, nyeri terasa seperti melilit,
dan skala intensitas nyerinya 9 dari 10. Pasien juga mengatakan saat berkemih pernah keluar
batu seperti pasir disertai kencing berwarna merah. Pasien tidak mengeluh demam. Pasien
mengatakan keluhan nyeri timbul sejak 2 bulan yang lalu, namun semakin memberat dalam
waktu sehari terakhir.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik vital sign jangan pernah lupa dilakukan. Demam juga bisa dijumpai
saat muncul kolik renalis, jika ada infeksi pada kasus hidronefrosis, pienefrosis atau abses
perinephritik. Adanya takikardia dan berkeringat juga bisa dijumpai. Pada kasus dimana
terjadi hidronephrosis yang disebabkan oleh obstruksi pada ureter ditemukan adanya flank
ternderness. Pemeriksaan abdomen dan genetalia biasanya meragukan (harus hati-hati). Bila
pasien merasakan nyeri didaerah terebut, tapi tanda-tanda kelainan tidak ada dijumpai, maka
kemungkinan nyeri berasal dari batu ginjal.2
Pemeriksaan fisik pasien dengan batu saluran kemih sangat bervariasi mulai tanpa
kelainan fisik sampai adanya tanda-tanda sakit berat, tergantung pada letak batu dan penyulit
yang ditimbulkan (komplikasi). Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan antara lain
pemeriksaan fisik umum bisa didapatkan Hipertensi, demam, anemia, syok. Selain itu
dilakukan pemeriksaan fisik urologi dapat didapatkan pada sudut kostovertebra nyeri tekan,
nyeri ketok, dan pembesaran ginjal. Supra simfisis didapatkan yeri tekan, teraba batu, buli
kesan penuh. Genitalia eksterna dapat teraba batu di uretra. Colok dubur dapat eraba batu di
buli-buli.3
Berdasarkan skenario, hasil pemeriksaan fisik yang didapati, pada pasien yaitu, tanda-
tanda vital semua dalam batas normal, kemudian didapatkan hasil ketok sudut kostovertebra
kanan (+) dan tes ballotement (+) pada bagian kanan.

Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis

3
Urinalisis hampir dilakukan pada semua penderita urologi. Untuk pemeriksaan,
sampel urin perlu dikumpul dan yang digunakan adalah urin 24 jam. Pemeriksaan urin
meliputi pemeriksaan makroskopik (warna, kekeruhan, berat jenis, pH), mikroskopik sel
(silinder (cast), kristal, bakteri, ragi, parasit) dan kimia urin yang meliputi pemeriksaan
protein dan glukosa. Urinalisis pada urin yang mengalami ureterolithiasis seringkali
menunjukkan mikroskopik atau pun gross haematuria akibat daripada pendarahan kecil pada
saluran kemih dan tidak jarang didapati kristaluria. Derajat hematuria bukan merupakan
ukuran untuk memperkirakan besar batu atau kemungkinan lewatnya suatu batu. Namun,
sekiranya tidak dijumpai hematuria secara mikroskopis pada urinalisis tidaklah
menyingkirkan adanya suatu batu saluran kemih, dan kurang lebih 10% penderita batu urin
dijumpai darah di dalam urinnya.4,5
Selain itu, temuan penting yang perlu diperhatikan adalah pH urin dan adanya kristal.
Dalam hal ini contonya batu asam urat mudah terbentuk dalam asam, sedangkan batu
magnesium amonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa. Derajat pH urin merupakan
faktor penting dalam pembentukan kristal urine. Kristal dalam urine bermanfaat untuk
diagnostik bila ditemukan pada urine segar dan dapat memberi petunjuk komposisi batu
ginjal.5

Gambar 1 dan 2. Gambaran mikroskopik kristal. 5

Foto Polos Abdomen


Pemeriksaan ini dapat menunjukkan ukuran, bentuk, dan posisi batu. Pembuatan foto
polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran
kemih. Batu-batu jenis oksalat dan kalsium fosfat bersifat radiopak dan paling sering
dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non-opak (radiolusen).
Sayangnya, kalkuli yang bersifat radiopaque sering dikaburkan oleh tinja atau gas
usus, dan batu-batu ureter yang melintang di atas processus transversus corpus vertebra
sangat sulit untuk diidentifikasi. Selanjutnya, radiopacities nonurologis, seperti kelenjar getah

4
bening yang mengalami kalsifikasi, batu empedu, tinja dan phlebolith (vena pelvis yang
mengandung kalsifikasi), dapat disalahartikan sebagai batu. Meskipun 90% kalkuli urin
secara historis dianggap radioopak, sensitivitas dan spesifisitas radiografi BNO tetap saja
buruk (sensitivitas: 45-59%; Spesifisitas: 71-77%).6

Gambar 3. Foto polos abdomen pada batu ginjal. 6

Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan ukuran, bentuk dan posisi batu. USG dikerjakan
bila pasien dalam keadaan-keadaan tertentu seperti terdapat alergi terhadap kontras radiologis
dan pada wanita yang sedang hamil. Dengan menggunakan ultrasonography, dapat diketahui
adanya batu radioluscent dan dilatasi sistem kolektikus. Keterbatasan pemeriksaan ini adalah
kesulitan untuk menunjukkan batu ureter dan tidak dapat membedakan batu kalsifikasi dan
batu radioluscent.6,7
Ultrasonografi abdomen terbatas digunakan dalam diagnosis dan pengelolaan
urolitiasis. Meskipun ultrasonografi sudah tersedia, dilakukan dengan cepat dan sensitif
terhadap kalkuli ginjal, hampir sulit mendeteksi adanya batu ureter (sensitivitas: 19 persen),
yang kemungkinan besar bersifat simtomatik daripada kalkuli ginjal. Namun, jika batu ureter
itu ada, divisualisasikan dengan ultrasound, temuannya dapat diandalkan (spesifisitas: 97
persen). Pemeriksaan ultrasonografi juga sangat sensitif terhadap hidronefrosis, yang
mungkin merupakan manifestasi obstruksi ureter, namun seringkali terbatas pada penentuan
tingkat atau sifat obstruksi.6,7

5
Gambar 4. Gambaran USG pada batu ginjal. 6

Intravenous Pielography (IVP)


Pemeriksaan ini bertujuan untuk memberikan informasi yang berguna tentang batu
(ukuran, lokasi, radiodensitas) dan lingkungannya (anatomi calyx, tingkat obstruksi), serta
unit ginjal kontralateral (fungsi, anomali). Dibandingkan dengan USG abdomen dan BNO,
IVP memiliki sensitivitas yang lebih tinggi (64-87%) dan spesifisitas (92-94%) untuk deteksi
urolitiasis. Namun, IVP dapat membingungkan dengan adanya batu radiolusen yang tidak
mengganggu, yang mungkin tidak selalu menghasilkan "defek pengisian." Selanjutnya, pada
pasien dengan obstruksi tingkat tinggi, bahkan IVP yang berkepanjangan selama 12-24 jam
mungkin tidak menunjukkan tingkat penyumbatan karena konsentrasi media kontras yang
tidak memadai.5,6

Gambar 5. Gambaran Intravenous pielography.6


Keakuratan IVP dapat dimaksimalkan dengan persiapan usus yang tepat, dan efek
buruk kontras yang merugikan. Media kontras yang digunakan dalam IVP efek samping
berupa nefrotoksik yang telah terbukti. Media dapat diminimalkan dengan memastikan
bahwa pasien terhidrasi dengan baik.5,6

6
Makroskopis ginjal dan ureter

Ren atau ginjal terletak retroperitoneal yaitu diantara peritoneum parietale dan fascia
transversa abdominis,pada sebelah kanan dan kiri columna vertebralis . Ren sinistra terletak
setinggi costa XI atau vertebra lumbal 2-3 ,sedangkan ren dextra terletak setinggi costa XII
atau vertebra lumbal 3-4. Jarak antara extremitas superior ren dextra dan sinistra adalah 7cm ,
sedangkan jarak antara extremitas inferior ren dextra dan sinistra adalah 11cm dan jarak dari
extremitas inferior ke crista iliaca adalah 3-5cm.

Lalu Ginjal memiliki capsula fibrosa sendiri dan dikelilingi oleh lemak perinefrik
yang akhirnya dilapisi oleh fascia renalis. Panjang setiap ginjal sekitar 10-12 cm dan terdiri
dari korteks diluar ginjal yang berisi glomerulus (ayaman penyaringan urine) serta pembuluh
darah dan medula yang berada di dalam serta bermuara pada pelvis renalis berisi pyramid
renalis (basi renis yang merupakan dasar pyramid dan papilla renis yaitu puncak pyramid
renis) dan columna renalis yang berada di antara pyramid renis. Pelvis renalis terbagi menjadi
calyx major dan calyx minor yang menerima urin dari piramid medula melalui papila.8

Bagian-bagiannya dimulai dari paplilla renalis menuju ke calix minor, beberapanya


digabungkan akan menjadi calix major lalu bergabung menjadi pelvis renis menuju
hilusrenalis dan ke ureter. Hilus ginjal terletak di medial dan dari depan ke belakang
merupakan tempat lewat A.V renalis, pelvis ureter dan pembuluh limfe serta nervus
vasomotor simpatis.

Berikutnya terdapat selaput-selaput yang mengelilingi atau membungkus ginjal yaitu


capsula fibrosa yang melekat pada ren dan mudah dikupas, capsula fibrosa hanya
menyelubungi ginjal dan tidak membungkus gl.supra renalis.8 Selanjutnya terdapat capsula
adiposa yang mengandung banyak lemak dan membungkus ginjal dan glandula suprarenalis.
Capsula adiposa di bagian depan lebih tipis dibandingkan dengan bagian belakang.Ginjal
dipertahankan pada tempatnya oleh fascia adiposa . Pada keadaan tertentu capsula adiposa
sangat tipis sehingga jaringan ikat yang menghubungkan capsula fibrosa dan capsula renalis
menjadi kendor sehingga ginjal turun yang disebut nephroptosis. Nephroptosis sering terjadi
pada ibu yang sering melahirkan (grande multipara). Yang terakhir terdapat fascia renalis
2

berada diluar capsula fibrosa dan terdiri dari 2 lembar yaitu fascia prerenalis di bagian depan
ginjal dan fascia retrorenalis di bagian belakang ginjal. Kedua lembar fascia renalis ke caudal
tetap terpisah, ke cranial bersatu,sehingga kantong ginjal terbuka ke bawah, oleh karena itu
sering terjadi ascending infection.

7
Ureter merupakan saluran muskular dengan lumen yang sempit yang membawa urin
dari ginjal menju vesica urinaria. Bagian superior dari ureter yaitu pelvis renalis dibentuk
oleh 2-3 calyc major dan masing-masing calyc major dibentuk oleh 2-3 calyc minor. Apex
dari pyramidum renalis yaitu paila renalis akan masuk menekuk ke dalam calyc minor. Pars 3

abdominalis dari ureter menempel peritoneum parietalis dan secara tofografi letaknya adalah
retroperitoenal. Ureter bejalan secara inferomedial menuju anterior dari psoas major dan
ujung dari processus transversus vertebrae lumbalis dan menyilang arteri iliaca externa tepat
di luar percabangan arteri iliaca commonis. Kemudian berjalan di dinding lateral dari pelvis
untuk memasuki vesica urinaria secara oblique. Ureter secara normal mengalami kontriksi
dengan derajat yang bervariasi pada tiga tempat, yaitu: 1). Junctura ureteropelvicum, 2). Saat
ureter melwati tepi dari aditus pelvicum, dan 3). Saat melewati dinding vesica urinaria. Area-
area yang menyempit ini merupakan lokasi yang potensial untuk terjadinya obstruksi yang
disebabkan oleh batu (kalkuli) ginjal. Pada saat kedua ureter memasuki vesica urinaria
mereka berjarak sekitar 5 cm. Dan saat vesica urinaria terisi penuh, muara dari kedua ureter
ini berjarak sama sekitar 5 cm, tetapi saat vesica urinaria dalam keadaan kosong muara dari
kedua ureter berjarak sekitar 2,5 cm. Diameter lumen dari ureter di junctura ureteropelvicum
sekitar 2 mm, di bagian tengah sekitar 10 mm, saat menyilang arteri iliaca externa sekitar 4
mm, dan di junctura ureterovesicalis sekitar 3-4 mm Reseptor nyeri pada traktus urinarius
bagian atas berperan dalam persepsi nyeri dari kolik renalis. Reseptor ini terletak pada bagian
sub mukosa dari pelvis renalis, calyx, capsula renalis, dan ureter pars superior. Terjadinya
distensi yang akut merupakan faktor penting dalam perkembangan nyeri kolik renalis
daripada spasme, iritasi lokal, atau hiperperistaltik ureter. Rangsangan pada peripelvis
capsula renalis menyebabkan nyeri pada regio flank, sedangkan rangsangan pada pelvis
renalis dan calyx menyebabkan nyeri berupa kolik renalis. Iritasi pada mukosa juga dapat
dirasakan oleh kemoreseptor pada pelvis renalis dengan derajat yang bervariasi, tetapi iritasi
ini berperan sangat kecil dalam terjadinya nyeri kolik renalis atau kolik ureteral. Serat-serat
nyeri dari ginjal terutama saraf-saraf simpatis preganglion mencapai medula spinalis setinggi
T11-L2 melalui nervus dorsalis. Ganglion aortorenal, celiac, dan mesenterika inferior juga
terlibat. Sinyal transmisi dari nyeri ginjal muncul terutama melalui traktus spinothalamikus.
Pada ureter bagian bawah, sinyal nyeri juga didistribusikan melalui saraf genitofemoral dan
ilioinguinal. Nervi erigentes, yang menginervasi ureter intramural dan kandung kemih,
bertanggung jawab atas beberapa gejala kandung kemih yang sering menyertai kalkulus
ureter intramural.

8
Mikroskopis ginjal dan ureter

Secara mikroskopis, satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang merupakan
unit pembentuk urine. Setiap nefron memiliki satu komponen vaskular (kapilar) dan satu
komponen tubular. Glomerulus adalah gulungan kapilar yang dikelilingi kapsul epitel
berdinding ganda disebut kapsul Bowman. Glomerulus dan kapsul Bowman bersama-sama
membentuk sebuah kompleks ginjal. Kapsul Bowman terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan
viseral dan parietal.8

Lapisan viseral kapsul Bowman adalah lapisan internal epitelium. Sel-sel lapisan
viseral dimodifikasi menjadi podosit (sel seperti kaki), yaitu sel-sel epitel khusus di sekitar
kapilar glomerular. Setiap sel podosit melekat pada permukaan luar kapilar glomerular
melalui beberapa prosesus primer panjang yang mengandung prosesus sekunder yang disebut
prosesus kaki atau pedikel. Pedikel berinterdigitasi (saling mengunci) dengan prosesus yang
sama dari podosit tetangga. Ruang sempit antar pedikel-pedikel yang berinterdigitasi disebut
filtration slits (pori- pori dari celah) yang lebarnya sekitar 25 nm. Setiap pori dilapisi selapis
membran tipis yang memungkinkan aliran beberapa molekul dan menahan aliran molekul
lainnya. Barier filtrasi glomerular adalah barier jaringan yang memisahkan darah dalam
kapilar glomerular dari ruang dalam kapsul Bowman. Barier ini terdiri dari endotelium
kapilar, membran dasar (lamina basalis) kapilar, dan filtration slit. Lapisan parietal kapsul
Bowman membentuk tepi terluar korpuskel ginjal. Pada kutub vaskular korpuskel ginjal,
arteriola aferen masuk ke glomerulus dan arteriol eferen keluar dari glomerulus. Pada kutub
urinarius korpuskel ginjal, glomerulus memfiltrasi aliran yang masuk ke tubulus kontortus
proksimal.8

Tubulus kontortus proksimal, panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku. Pada


permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epitelial kuboid yang kaya
akan mikrovilus (brush border) dan memperluas area permukaan lumen. Tubulus kontortus
proksimal mengarah ke tungkai descenden ansa Henle yang masuk ke dalam medula,
membentuk lengkungan jepit yang tajam (lekukan), dan membalik ke atas membentuk
tungkai ascenden ansa Henle. Ada dua jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron
jukstamedular. Nefron korteks terletak di bagian terluar korteks. Nefron ini memiliki lekukan
pendek yang memanjang ke sepertiga bagian atas medula. Nefron jukstamedular terletak di

9
dekat medula. Nefron ini memiliki lekukan panjang yang menjulur ke dalam piramida
medula.8

Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5 mm dan


membentuk segmen terakhir nefron. Di sepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan
dinding arteriol aferen. Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol mengandung sel-sel
termodifikasi yang disebut macula densa. Macula densa berfungsi sebagai suatu
kemoreseptor dan distimulasi oleh penurunan ion natrium. Dinding arteriol aferen yang
bersebelahan dengan macula densa mengandung sel-sel otot polos termodifikasi yang disebut
sel jukstaglomerular. Sel ini distimulasi melalui penurunan tekanan darah untuk
memproduksi renin. Macula densa, sel jukstaglomerular, dan sel mesangium saling bekerja
sama untuk membentuk aparatus jukstaglomerular yang penting dalam pengaturan tekanan
darah.8

Duktus koligens membentuk tuba yang lebih besar yang mengalirkan urin ke dalam
kaliks minor. Kaliks minor bermuara ke dalam pelvis ginjal melalui kaliks mayor. Dari pelvis
ginjal, urine dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung kemih.8

Pada gambaran mikroskop, lumen ureter bergelombang. Ureter tersusun pula oleh 3
lapis otot polos, yaitu otot polos longitudinal di lapisan dalam dan luar, sedangkan otot polos
sirkular di tengah.8

Diagnosis Kerja
Ureterolithiasis Dextra
Ureterolitiasis adalah batu yang terdapat di bagian ureter. Batu tersebut biasanya
berbentuk dari berbagai senyawa, misalnya kalsium oksalat, fosfat, asam urat, asam urat dan
sistin. Pada umumnya, batu ureter berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter
dapat sampai ke kandung kemih dan keluar bersama kemih, namun dapat juga menjadi batu
kandung kemih yang besar. Batu ureter juga bisa tetap berada di ureter dan menyumbat
sehingga menyebabkan obstruksi (penyumbatan) kronik. Jika disertai dengan infeksi
sekunder dapat menimbulkan urosepsis, abses ginjal, maupun pielonefritis. Dapat juga
disertai hematuria yang didahului dengan serangan kolik. Gerakan peristaltik ureter yang
mencoba untuk mendorong batu ke distal, sehingga menimbulkan kontraksi yang kuat dan
dapat menimbulkan nyeri hebat (kolik).1

Hidronefrosis Dextra

10
Hidronefrosis merupakan keadaan dimana kaliks dan pelvis renalis mengalami
dilatasi sebagai akibat adanya penumpukan urine didalam kaliks atau pelvis renalis yang
diakibatkan oleh adanya obstruksi aliran urine dibagian distalnya. Kelainan didapat yang
umumnya menyebabkan hidronefrosis adalah batu ureter, namun jika didapatkan
hidronefrosis bilateral, maka harus dipikirkan juga kemungkinan adanya striktur uretra,
hiperplasia prostat jinak atau karsinoma prostat, tumor buli-buli yang melibatkan kedua
orifisium ureter, penekanan ureter oleh tumor prostat, batu ureter bilateral, fibrosis
retroperitoneal atau kanker retroperitoneal. Hidronefrosis dapat disebabkan oleh stenosis
uretra, ureter ektopik, ureterokel, duplikasi pelvis-ureter, dan stenosis ureterovesical serta
ureteropelvic junction merupakan kelainan kongenital yang umumnya menyebabkan
hidronefrosis.
Diagnosis banding

Pielonefritis merupakan infeksi bacterial berulang yang menyebabkan peradangan di

pelvis, tubulus, dan jaringan interstitial dari satu atau dua ginjal sehingga terjadi perubahan

struktur ginjal yang salah satu contohnyaa yaitu fibrosis. Pielonefritis kronik pada pasien
dianggap sebagai hasil dari episode pielonefritis akut yang berulang akan didapatkan riwayat
demam intermiten, nyeri panggul, dan dysuria. Gejala lainnya meliputi gejala frekuensi,

nocturia, dan polyuria.9

Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana ditemukannya
batu yang mengandung komponen kristal dan matriks organik yang merupakan penyebab
terbanyak kelainan saluran kemih. Lokasi batu ginjal khas dijumpai di kaliks, atau pelvis dan
bila keluar akan terhenti dan menyumbat pada daerah ureter (batu ureter) dan kandung kemih
(batu kandung kemih). Batu ginjal dapat terbentuk dari kalsium, batu oksalat, kalsium
oksalat, atau kalsium fosfat. Namun yang paling sering terjadi pada batu ginjal adalah batu
kalsium. Penyakit ini memiliki gejala yang cukup khas dengan adanya rasa nyeri di daerah
pinggang ke bawah. Nyeri bersifat kolik atau non kolik. Nyeri dapat menetap dan terasa
sangat hebat. Mual dan muntah sering hadir, namun demam jarang dijumpai pada penderita.
Dapat juga muncul adanya bruto atau mikrohematuria.10

Infeksi saluran kemih (ISK) yang memiliki Istilah umum dipakai untuk menyatakan

adanya invasi atau masuknya mikroorganisme pada saluran kemih atau dapat juga disebut

11
suatu infeksi yang terjadi ketika bakteri masuk ke uretra yang terbuka dan berpindah ke
saluran kemih atau bladder. Infeksi ini biasanya terjadi di saluran kemih bagian bawah,
namun jika tidak segera diobati maka akan terus naik ke bagian atas dan terjadi di ginjal.
Gejala klinis ISK tidak khas bahkan pada sebagian pasien ada yang tanpa gejala. Gejala ISK
ini tidak mudah untuk dihilangkan.Gejala yang biasanya timbul misalnya pada bagian bawah,
yaitu rasa sakit atau panas di uretra atau saluran kemih sewaktu kencing dengan air kemih
sedikit-sedikit dan tidak jarang berdarah serta rasa tidak enak di daerah
suprapubik.Sedangkan pada ISK bagian atas gejalanya seperti mengigil, demam, mual,

muntah, sakit kepala, malaise atau rasa tidak enak, atau nyeri pinggang.11

Abses ginjal merupakan komplikasi ISK yang jarang ditemukan. Manifestasi klinis

abses renal sering insidious dengan gejala yang tidak spesifik. Manifestasi klinis biasanya

berupa demam, mual, muntah, nyeri abdomen, dan nyeri pinggang lokal.11

Epidemiologi

Urolithiasis merupakan masalah kesehatan yang umum sekarang ditemukan.

Diperkirakan 10% dari semua individu dapat menderita urolitiasis selama hidupnya,

meskipun beberapa individu tidak menunjukkan gejala atau keluhan. Setiap tahunnya

berkisar 1 dari 1000 populasi yang dirawat di rumah sakit karena menderita urolitiasis. Laki-

laki lebih sering menderita urolitiasis dibandingkan perempuan, dengan rasio 3:1. Dan setiap

tahun rasio ini semakin menurun. Dari segi umur, yang memiliki risiko tinggi menderita

urolitiasis adalah umur diantara 20 dan 40 tahun.12

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari kejadian batu ginjal tahun 2002 dari
seluruh rumah sakit di Indonesia maka didapatkan hasil bahwa sebanyak 37.636 adalah kasus
baru, sebanyak 58.959 adalah jumlah kunjungan dari pasien batu ginjal, sebanyak 19.018
adalah jumlah pasien rawat inap dan sebanyak 378 kasus kematian. 32 Jika dilihat dari kasus
yang terjadi maka sebasar 80% komposisi batu yang sering ditemukan pada penderita batu
ginjal adalah kalsium, baik yang berikatan dengan fosfat maupun oksalat dan lainnya seperti
batu asam urat, sistein, magnesium amonium fosfat atau kombinasi.12

12
Etiologi
Etiologi ureterolithiasis merupakan kondisi-kondisi yang mendukung terbentuknya
batu yaitu matrik protein dan inflamasi bakteri, peningkatan konsentrasi urine, sebagai
pencetus percepatan pembentukan kristal seperti kalsium, asam urat dan posfat, level
keasaman yang abnormal (alkali) juga mempercepat pembentukan kristal dan statis urin juga
sebagai predisposisi pembentukan batu.13
Faktor resiko yang dapat mempengaruhi pembentukan batu yaitu jenis kelamin,
umur, riwayat keluarga, diet, obesitas, asupan cairan, dan penyakit komorbid seperti
hipertensi dan diabetes melitus. (1) Jenis kelamin, pasien dengan urolithiasis umumnya
terjadi pada laki-laki 70-81% dibandingkan dengan perempuan 47-60%, salah satu
penyebabnya adalah adanya peningkatan kadar hormon testosteron dan penurunan kadar
hormon estrogen pada laki-laki dalam pembentukan batu. Selain itu, perempuan memiliki
faktor inhibitor seperti sitrat secara alami dan pengeluaran kalsium dibandingkan laki-laki;
(2) Umur, penderita urolithiasis banyak terjadi pada usia dewasa dibanding usia tua, namun
bila dibandingkan dengan usia anak-anak, maka usia tua lebih sering terjadi. Rata-rata pasien
urolithiasis berumur 19-45 tahun; (3) Riwayat Keluarga, pasien yang memiliki riwayat
keluarga dengan urolithiasis ada kemungkinan membantu dalam proses pembentukan batu
saluran kemih pada pasien (25%) hal ini mungkin disebabkan karena adanya peningkatan
produksi jumlah mucoprotein pada ginjal atau kandung kemih yang dapat membentuk kristal
dan membentuk menjadi batu atau calculi. (4) Kebiasaan diet dan obesitas, intake makanan
yang tinggi sodium, oksalat yang dapat ditemukan pada teh, kopi instan, minuman soft drink,
kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam dapat menjadi
penyebab terjadinya batu. Selain itu, lemak, protein, gula, karbohidrat yang tidak bersih,
ascorbic acid (vitamin C) juga dapat memacu pembentukan batu; (5) Asupan cairan dikatakan
kurang apabila < 1 liter/ hari, kurangnya intake cairan inilah yang menjadi penyebab utama
terjadinya urolithiasis khususnya nefrolithiasis karena hal ini dapat menyebabkan
berkurangnya aliran urin/ volume urin. (6) Co-Morbiditi,hipertensi berhubungan dengan
adanya hipositraturia dan hiperoksalauria (Kim, et al., 2011). Hal ini dikuatkan oleh
Shamsuddeen, et al., (2013) yang menyatakan bahwa kalsium oksalat (34,8%), asam urat
(25%) dan magnesium (42,9%) pada pasien hipertensi dapat menjadi penyebab terjadinya
urolithiasis dan pada umumnya diderita pada perempuan (69%). Prevalensi pasien diabetes
mellitus yang mengalami urolithiasis meningkat dari tahun 1995 sebesar 4,5% menjadi 8,2%
pada tahun 2010 (Antonelli, et al, 2014). Urolithiasis yang dikarenakan diabetes mellitus
13
terjadi karena adanya resiko peningkatan asam urat dan kalsium oksalat yang membentuk
batu melalui berbagai mekanisme patofisiologi.14
Selain itu, pada klinisnya batu yang terbentuk pada saluran kemih terdapat beberapa
jenis. Jenis tersebut dibagi berdasarkan komposisinya. Pembagian ini cukup penting karena
setiap batu memiliki predisposisi yang berbeda, sifat yang berbeda dan pada akhirnya
memiliki terapi yang cukup berbeda pula. Berikut merupakan beberapa jenis batu yang
biasanya terdapat pada saluran kemih, yaitu terdiri batu kalsium, batu asam urat, batu struvit
dan batu sistin.12,14
Batu kalsium, batu jenis ini paling banyak dijumpai yaitu kurang lebih 70-80% dari
seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium
fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Faktor yang menyebabkan terjadinya batu kalsium
adalah adanya hiperkalsiuri, hiperoksaluri, hiperurikosuri, hipositraturia, dan
hipomagnesuria.12,14
Batu asam urat, batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih.
Diantara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya campuran kalsium
oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien dengan riwayat penyakit
gout, diet tinggi purin, dan hiperurikosuria. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi
protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini. Batu asam
urat memiliki sifat radiolusen sehingga tidak terlihat pada pemeriksaan foto polos
abdomen.12,14
Batu Struvit, batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman
golongan pemecah urea (Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan
Stafilokokus) atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin
menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amonia. Suasana basa ini yang
memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat, dan karbonat membentuk batu
magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit. Karena terdiri atas 3 kation, batu
jenis ini deikenal sebagai batu triple-phosphate. Batu struvit adalah jenis batu yang paling
banyak berkembang menjadi batu staghorn.12,14
Batu sistin, sangat jarang terjadi, kira-kira sekitar 1-2% dari kejadian batu saluran kemih.
Batu sistin disebabkan oleh defek genetik pada reabsorpsi asam amino sehingga
menyebabkan sistinuria. Sehingga, batu sistin biasanya terdapat pada keluarga dengan
riwayat sistinuria. Beberapa sumber mengatakan defek genetik reabsorbsi asam amino ini
merupakan autosomal resesif.12,14
14
Patofisologi

Kristal batu akan terbentuk pertama kali dari proses nukleasi, yaitu proses perubahan
wujud cair ke padat dalam larutan jenuh ataularutanyang mengalami supersaturasi. Proses
ini dimulai dengan kombinasi kristal batu dengan komponen-komponen lain di dalam
larutan sehingga meningkatkan ukuran kristal tersebut. Inti batu membentuk kristal pertama
yang tidak akan larut yang biasanya terbentuk di suatu permukaan seperti sel epitel, urinary
casts, sel darah merah, ataupun kristal lain, proses ini disebut nukleasi heterogen. Kejenuhan
yang diperlukan untuk nukleasi heterogen lebih sedikit dibandingkan nukleasi homogen
sehingga inti batu lebih mudah terbentukKristal yang telah terbentuk akan mengalami
proses pertumbuhan (crystalline growth). Proses ini membutuhkan keadaan supersaturasi
urin yang cukup dan tetap untuk membentuk presipitasi hingga kristal tumbuh. Kristal akan
terus bertambah ukurannya dengan proses pembentukan suatu pola geometris dari molekul-
molekul kristal tersebut (lattice)yang akan menggulung menjadi bentuk spiral. Selain itu,
pertumbuhan ini juga bisa terjadi ketika kristal saling bertubrukan, suatu proses yang
dinamakan agregasi. Pertumbuhan dengan cara pembentukan lattice akan menghasilkan
batu yang padat, sedangkan pertumbuhan dengan cara agregasi akan menghasilkan batu
yang mudah dipecah oleh shockwavelithotrips.15
Proses perubahan kristal yaang terbentuk pada tubulus menjadi batu masih belum

sejelas proses pembuangan kristal melalui aliran air kemih yang banyak. Diperkirakan

bahwa agregasi kristal menjadi cukup besar sehingga tertinggal dan biasanya ditimbun pada

duktus kolektikus akhir . Selanjutnya


secara perlahan timbunan akan membesar.
Pengendapan ini diperkirakan timbul pada bagian sel epitel yang mengalami lesi. Kelainan
ini kemungkinan disebabkan oleh kristal sendiri.Batu yang terbentuk di ginjal terjadi akibat
adanya proses presipitasi (kristalisasi bahan- bahan yang terlarut) yang terkandung di dalam
urin. Biasanya batu ini dapat berpindah ke melalui ureter (saluran yang mengalirkan urin
dari ginjal ke kandung kemih) dan dikeluarkan lewat urin bila berukuran kecil. Namun
kadangkala, batu yang berukuran terlalu besar tidak bisa keluar begitu saja lewat urin. Bila
hal ini terjadi maka menimbulkan rasa sakit dan mungkin dapat menimbulkan obstruksi
(sumbatan) akibat terhambatnya aliran urin keluar. Batu ginjal dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti infeksi, diet tertentu, obat-obatan dan kondisi-kondisi tertentu akibat

15
meningginya zat-zat lain dalam urin, misalnya asam urat.15

Manifestasi Klinis
Urolithiasis dapat menimbulkan berbagi gejala tergantung pada letak batu, tingkat
infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran. Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul
pada pasien urolithiasis yaitu nyeri pada pinggang, gangguan miksi, hematuria, demam, mual
dan muntah.16
Nyeri, nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik dan non
kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi batu pada saluran kemih sehingga terjadi
resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar. Nyeri kolik juga karena adanya aktivitas
peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk
mengeluarkan batu pada saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan
intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan pada terminal saraf yang
memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena
terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal sehingga menyebabkan nyeri hebat dengan
peningkatan produksi prostglandin E2 ginjal. Rasa nyeri akan bertambah berat apabila batu
bergerak turun dan menyebabkan obstruksi. Pada ureter bagian distal (bawah) akan
menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria dan labia mayora pada wanita. Nyeri
kostovertebral menjadi ciri khas dari urolithiasis, khsusnya nefrolithiasis.16
Lokasi dan karakteristik dari nyeri pada urolitiasis meliputi: (1) Di ureteropelvic,
nyeri bersifat ringan sampai berat dirasakan lokasinya agak dalam dalam regio flank tanpa
penyebaran ke regio inguinal, urgensi (dorongan kuat untuk berkemih disertai dengan
kandung kemih yang tidak nyaman dan banyak berkemih), frekuensi (sering berkemih),
disuria (nyeri saat berkemih) dan stranguria (pengeluaran urin yang lambat dan nyeri akibat
spasme uretra dan kandung kemih); (2) Di ureter, nyeri yang mendadak, berat, nyeri di regio
flank dan ipsilateral dari abdomen bagian bawah, menyebar ke testes atau vulva, mual yang
terus menerus tanpa muntah; (3) Di ureter bagian proksimal, nyeri menyebar ke regio flank
atau area lumbar; (4) Di ureter di bagian medius, nyeri menyebar ke anterior dan caudal; (5)
Di uterer di bagian distal, menyebar ke inguinal atau testes atau labia majora; dan (6) Waktu
melewati vesica ruinaria: paling sering asimptomatis, retensio urin posisional.16
Gangguan miksi, adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urin (urine flow)
mengalami penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara spontan. Pada pasien
nefrolithiasis, obstruksi saluran kemih terjadi di ginjal sehingga urin yang masuk ke vesika
urinaria mengalami penurunan. Sedangkan pada pasien uretrolithiasis, obstruksi urin terjadi

16
di saluran paling akhir sehingga kekuatan untuk mengeluarkan urin ada namun hambatan
pada saluran menyebabkan urin stagnansi. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar
secara spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan ureteropelvik, saat ureter
menyilang vasa iliaka dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli.16
Hematuria, batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering mengalami
desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar. Keadaan ini akan menimbulkan
gesekan yang disebabkan oleh batu sehingga urin yang dikeluarkan bercampur dengan darah
(hematuria). Hematuria tidak selalu terjadi pada pasien urolithiasis, namun jika terjadi lesi
pada saluran kemih utamanya ginjal maka seringkali menimbulkan hematuria yang masive,
hal ini dikarenakan vaskuler pada ginjal sangat kaya dan memiliki sensitivitas yang tinggi
dan didukung jika karakteristik batu yang tajam pada sisinya.16
Mual dan muntah, Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi
ketidaknyamanan pada pasien karena nyeri yang sangat hebat sehingga pasien mengalami
stress yang tinggi dan memacu sekresi HCl pada lambung. Selain itu, hal ini juga dapat
disebabkan karena adanya stimulasi dari celiac plexus, namun gejala gastrointestinal biasanya
tidak ada.16
Demam, demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain. Tanda
demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah di kulit
merupakan tanda terjadinya urosepsis. Urosepsis merupakan kedaruratan dibidang urologi,
dalam hal ini 18 harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih
yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan
pemberian antibiotik.16

Terapi Medikamentosa
Keputusan untuk memberikan tata laksana batu pada saluran kemih bagian atas dapat
berdasarkan komposisi batu, ukuran batu, dan gejala pasien. Terapi umum untuk mengatasi
gejala batu saluran kemih adalah pemberian analgesik harus diberikan segera pada pasien
dengan nyeri kolik akut. Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) dan parasetamol
dengan memperhatikan dosis dan efek samping obat merupakan obat pilihan pertama pada
pasien dengan nyeri kolik akut dan memiliki efikasi lebih baik dibandingkan opioid.2,17

Batu kalsium
Hypercalciuria, dengan memberikan terapi diuretik thiazid kepada pasien dengan
kalsium urine tinggi atau relatif tinggi dan batu kalsium berulang. Dosis thiazid yang terkait
17
dengan efek hipokalsiurik meliputi hidroklorotiazid (25 mg oral, dua kali sehari; 50 mg oral,
sekali sehari), klortalidon (25 mg oral, sekali sehari), dan indapamid (2,5 mg oral, sekali
sehari). Pembatasan asupan natrium dapat dilanjutkan ketika pasien diberikan thiazid untuk
memaksimalkan efek hipokalsiurik dan membatasi potassium wasting. Suplementasi
potasium (baik potasium sitrat atau klorida) mungkin dipertimbangkan ketika diberikan terapi
thiazid.2,17
Hyperoxaluria, dengan membatasi intake makanan yang tinggi oksalat seperti bayam,
kacang dan lain-lain. Selain itu memperhatikan intake kalsium yang cukup karena kalsium
dapat mengikat oksalat di usus dan dibawa keluar dengan feses.2,17
Hypocitraturia, dengan memberikan terapi potasium sitrat kepada pasien dengan batu
kalsium berulang dan sitrat urine rendah atau relatif rendah. Pasien dengan batu kalsium
dengan sitrat urine yang normal namun dengan pH urine rendah juga dapat disarankan untuk
pemberian terapi sitrat. Selain itu, terapi potasium sitrat dapat ditawarkan kepada pasien
dengan batu kalsium fosfat dengan hipositraturia karena sitrat berfungsi sebagai inhibitor
kuat kristalisasi kalsium fosfat. Potasium sitrat lebih disukai daripada sodium sitrat karena
lebih dapat meningkatkan ekskresi kalsium urine2,17
Hyperuricosuria, dengan memberikan terapi allopurinol pada pasien dengan batu
kalsium oksalat rekuren dengan riwayat hiperurikosuria dan kalsium urine. Allopurinol dapat
menurunkan risiko terjadinya batu kalsium oksalat rekuren pada kondisi hiperoksaluria
(ekskresi asam urat urine >800 mg/hari) dan normokalsiuria. Pemberian allopurinol pada
pasien dengan hiperkalsiuria belum menjadi standar terapi. Hiperurisemia bukan merupakan
indikasi untuk pemberian terapi allopurinol. Selain allopurinol, disarankan juga untuk
mengurangi intake purine.2,17

Batu asam urat


Terapi pada batu asam urat mirip dengan terapi hyperuricosuria dimana membatasi
intake tinggi purin dan pemberian allopurinol. Selain itu juga memberikan terapi kalium sitrat
pada pasien dengan batu asam urat, untuk meningkatkan pH urine ke angka optimal.
Kelarutan asam urat dan sistin meningkat pada pH urine yang lebih tinggi. Terapi potasium
sitrat dapat meningkatkan pH urine, dimana pH urine harus dinaikkan menjadi 6.0 pada kasus
batu asam urat dan pH 7.0 pada batu sistin.2,17

Batu cystin

18
Lini pertama terapi pasien dengan batu sistin adalah meningkatkan asupan cairan,
restriksi konsumsi natrium dan protein, serta alkalinisasi urine. Bila terapi tersebut tidak
menunjukkan perubahan yang memuaskan, obat cystin-binding thiol merupakan obat lini
selanjutnya. Tiopronin menunjukkan efektifitas yang lebih baik dibandingkan dengan d-
penicillamine dan memiliki efek samping yang lebih sedikit, sehingga perlu dipertimbangkan
terlebih dahulu.2,17

Batu Struvit
Batu ini terjadi akibat infeksi saluran kemih karena bakteri, biasanya spesies Proteus,
yang mempunyai urease. Terapi antimikroba paling baik bila dicadangkan untuk melawan
infeksi akut dan untuk memelihara sterilitas urin setelah operasi, dengan harapan mencegah
rekurensi atau meminimalkan pembentukan batu. Pembedahan mungkin sesuai untuk
obstruksi berat, nyeri pendarahan, atau infeksi saluran kemih yang membandel.2,17

Terapi Non-Medikamentosa
ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
SWL memanfaatkan energi eksternal berupa gelombang suara untuk memecah batu
dengan invasif minimal. Pada saat SWL, batu divisualisasikan menggunakan fluoroskopi atau
USG saat pasien berada dengan anestesi umum atau sedasi. Komplikasi langsung termasuk
hematoma (<1%), ISK / sepsis, atau obstruksi (steinstrasse). Kontraindikasi meliputi beban
batu> 2 cm dan batu staghorn.2

Gambar 6. Terapi ESWL.17

Nefrolitotomi Perkutan (PNL)


Nefrolitotomi perkutan merupakan prosedur standar untuk tatalaksana batu ginjal
yang berukuran besar. Perbedaan endoskopi kaku dan fleksibel merupakan pilihan yang

19
bergantung pada preferensi operator. Ukuran standar yang digunakan adalah 24-30 F,
sedangkan untuk akses yang lebih kecil, dapat digunakan ukuran <18 F yang biasa digunakan
untuk anak-anak, namun saat ini mulai popular untuk penggunaan bagi orang dewasa.
Kontraindikasi nefrolitotomi perkutan antara lain infeksi saluran kemih yang tak terkontrol,
tumor yang dicurigai di sekitar daerah akses PNL, tumor ginjal dengan potensial ganas, dan
kehamilan.2

Gambar 7. Terapi Nefrolitotomi Perkutan.17


Ureterorenoskopi
Penggunaan ureterorenoskopi pada batu ginjal dan/atau ureter saat ini banyak
digunakan karena memiliki beberapa kelebihan antara lain endoskopi yang sangat kecil,
mekanisme defleksi, peningkatan kualitas optik, dan penggunaan alat sekali pakai
(disposable). Retrograde Intrarenal Surgery (RIRS) adalah suatu tindakan endourologi yang
menggunakan ureterorenoskopi fleksibel. RIRS atau PNL menjadi pilihan terapi pada batu
kaliks inferior berukuran 10-20 mm bila terdapat faktor penghambat SWL misalnya sudut
infundibulum-pelvis yang curam atau infundibulum yang sempit. URS dapat dilakukan pada
semua pasien tanpa kontraindikasi spesifik apapun. Pemasangan stent ureter tidak rutin
dilakukan sebelum melakukan prosedur RIRS.2

Gambar 8. Ureterorenoskopi. 17

Operasi terbuka

20
Penggunaan SWL dan operasi endourologi (URS dan PNL) secara signifikan
menurunkan indikasi untuk dilakukannya operasi terbuka. Terdapat konsensus menunjukkan
bahwa pada kasus batu yang kompleks, termasuk batu staghorn baik parsial dan komplit,
dapat dilakukan dengan PNL. Namun, apabila pendekatan secara perkutan atau berbagai
macam teknik endourologi tidak berhasil, maka operasi terbuka dapat digunakan sebagai
tatalaksana alternatif.2

Operasi Laparoskopi untuk Batu Ureter


Hanya sedikit studi yang melaporkan pengeluaran batu ureter secara laparoskopik.
Prosedur tersebut biasanya dilakukan untuk beberapa kasus khusus seperti batu ureter
proksimal yang sangat besar sebagai alternatif URS atau SWL. Jika terdapat ahli urologi yang
memadai, ureterolitotomi per laparoskopi dapat dilakukan pada batu ureter proksimal besar
sebagai alternatif dari URS atau SWL. Semakin banyak prosedur invasif dapat menghasilkan
SFR
yang tinggi dan prosedur tambahan lebih sedikit.2
Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun
batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Umumnya pencegahan dapat berupa
menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine sebanyak 2-3
liter per hari, diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu, aktifitas harian
yang cukup dan pemberian medikamentosa. Beberapa diet yang dianjurkan untuk
mengurangi kekambuhan adalah diet rendah protein karena protein akan memacu ekskresi
kalsium urin dan menyebabkan suasana urin menjadi lebih asam. Diet rendah oksalat, diet
rendah garam karena natriuresis akan memicu timbulnya hiperkalsuria dan diet rendah

purin.10

Komplikasi
Apabila tidak adanya perbaikan, pasien dengan ureterolithiasis dapat terkena beberapa
komplikasi yang dapat memperparah kondisi pasien. Seperti adanya obstruksi saluran kemih
yang dapat mengakibatkan penumpukan urin dan menghasilkan hidronefrosis. Selain itu,
Kegagalan ginjal menjadi dampak lanjut dari ureterolithiasis, kegagalan ini terjadi karena
fungsi ginjal terganggu akibat adanya sumbatan oleh batu yang terbentuk di saluran
perkemihan, goresan goresan kecil yang dibentuk batu awalnya akan menyebabkan infeksi

21
lokal kemudian berlanjut menjadi sepsis sehingga berakibat kegagalan fungsi organ. Infeksi
saluran kemih juga dapat terjadi akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat
obstruksi. Melihat komplikasi yang dapat muncul pada penderita ureterolithiasis, pentingnya
penatalaksanaan medis yang tepat.18

Prognosis
Sekitar 80-85% batu keluar secara spontan. Sekitar 20% pasien memerlukan rawat
inap di rumah sakit karena rasa sakit yang tak henti-hentinya, ketidakmampuan untuk
menahan cairan enteral, ISK proksimal, atau ketidakmampuan untuk mengeluarkan batu.18
Tingkat kekambuhan yang biasanya dikutip untuk batu saluran kemih adalah 50%
dalam 5 tahun dan 70% atau lebih tinggi dalam 10 tahun, meskipun penelitian prospektif
besar yang diterbitkan pada tahun 1999 menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan mungkin
agak lebih rendah pada 25-30% selama 7,5- periode tahun. Tingkat kekambuhan setelah
episode awal ureterolitiasis juga telah dilaporkan masing-masing 14%, 35%, dan 52% pada 1,
5, dan 10 tahun.17,18

Kesimpulan
Setelah mengkaji beberapa literatur dan menganalisis masalah, kita dapat
menyimpulkan beberapa hal, yang pertama hipotesis dan diagnosis kerja bahwa nyeri
pinggang kanan hilang timbul yang dialami pasien ini disebabkan oleh ureterolithiasis
dimana ditemukan adanya batu di saluran ureter sehingga dapat menimbulkan obstruksi
kronis berupa hironefrosis. Tatalaksana yang tepat pada skenario ini adalah dengan merujuk
pasien ke dokter spesialis, terapi medika mentosa tergantung jenis batu, berikan juga obat
pereda nyeri (analgesik) dan terapi non medika mentosa dapat berupa ESWL, nefrolitotomi
perkutan, ureterorenoskopi dan tindakan bedah lainnya.

Daftar Pustaka
1. McPhee S.J., Papadakis M.A. 2010 Current medical diagnosis and treatment

24th edition. Dalam Urinary stone disease. McGraw Hill Companies; 2010;
857-860.

22
2. Noegroho BS, Daryanto B, Soebhali B, el all. Panduan penatalaksaan klinis
batu saluran kemih. Edisi ke-1. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI).
h.1-25.
3. Markum HMS, editor. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2011. h.148-149.
4. Yolanda S. What is Urolithiasis. News Medical Life Sciences.
https://www.news-medical.net/health/What-is-Urolithiasis.aspx. Accessed Oct.
17, 2021.
5. Moore, Keith L., Arthur F Dalley, and A. M. R Agur. Clinically Oriented
Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010.
6. Kim SC, Burns EK, Lingeman JE, et al. Cystine calculi: correlation of CT-
visible structure, CT number, and stone morphology with fragmentation by
shock wave lithotripsy. Urol Res 2007 Dec;35(6):319-24.
7. Türk C, Knoll T, Petrik A, Sarica K, Skolarikos A, Straub M, dkk. Guidelines
on Urolithiasis. European A. Urology. 2014. p.1-97.
8. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2014.h.290-4.
9. Setiati S, Idrus A, Sudoyo AW. Ilmu penyakit dalam. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta:
Interna Publishing; 2012. h. 789-796,2121-6.
10. Longo, Fauci, Kasper, et al. Harrison’s principle of internal medicine. 18th ed.
New york: Mc-Graw Hill; 2011. p.4764-8.
11. Goldberg B, Jantausch B. Urinary tract infection. Dalam: Kher KK, Schnaper
HM, Breenbaum LA, penyunting. Clinical pediatric nephrology. Edisi ke-3.
New York: CRC PRESS;2017;h.967-91.
12. Fauzi A, Putra MMA. Nefrolitiasis. Majority. 2016 Apr;5(2): 69-73.
13. Puspitasari LM. Gambaran deficit perawatan diri pada pasien dengan
ureterolithiasis di Ruang Cendana IRNA I RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Yogyakarta: Akper YKY; 2019.
14. Parsons J K. Eifler J B. Han M. Handbook of urology. Wiley-Blackwell:
Oxford; 2014.
15. Sjabani M. Batu saluran kemih. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 5th ed.
Interna Publishing. Jakarta: 2009. p.2115.
16. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-2. Sagung Seto: Jakarta; 2009.
h.62-66.
23
17. Reynard J. Brewster S. Biers S. Oxford handbook of urology. 3th edition.
Oxford University: United Kingdom; 2019.
18. Wahap S, Setiani O, Joko T. Hubungan kandungan mineral calcium,
magnesium, mangaan dalam sumber air dengan kejadian batu saluran
kemih pada penduduk yang tinggal di Kecamatan Songgom Kabupaten
Brebes. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 2012 Okt;11(2):166-71.

24

Anda mungkin juga menyukai