Film Patch Adams adalah sebuah film yang berdasarkan kisah nyata Dr. Hunter
Amerika Serikat.
Film dimulai dengan Hunter Adams membawa dirinya masuk ke rumah sakit jiwa
karena ia melakukan percobaan bunuh diri. Psikiater di rumah sakit jiwa itu selalu sibuk
sendiri, tidak benar-benar mendengarkan pasien-pasiennya dan tidak memiliki rasa humor. Di
saat di rumah sakit jiwa inilah ia menemukan bahwa ia dapat membantu dan menghibur
penghuni-penghuni rumah sakit jiwa itu dengan humor, canda, dan tawa, dan disana jugalah
ia mendapat nama panggilan “Patch”. Ia menyadari bahwa ia ingin membantu lebih banyak
lagi orang dengan menjadi seorang dokter sehingga ia meninggalkan rumah sakit jiwa
peraih nilai tertinggi di angkatannya. Patch kerap kali diam-diam ke rumah sakit dan
belum diperbolehkan untuk bertemu langsung dengan pasien), untuk menghibur pasien-
pasien yang dirawat inap. Berkat kehadiran Patch, pasien-pasien di rumah sakit tersebut
sendiri dan salah satu dekan fakultas kedokteran universitasnya) yang menghalang-
halanginya karena mereka tidak setuju dengan cara Patch membantu menyembuhkan orang
sakit, yaitu dengan humor, canda, dan tawa. Patch juga memiliki niat yang mulia untuk
membuat sebuah tempat pengobatan gratis, terutama untuk orang kurang mampu.
Singkat cerita, walaupun banyak halangan, kehilangan, hingga hampir batal mendapat
gelar dokter, pada akhirnya Patch berhasil lulus menjadi seorang dokter dan lalu mendirikan
“Gesundheit! Institute”, sebuah rumah sakit masyarakat yang bebas biaya di Virginia Barat.
Film Patch Adams ini mengandung beberapa aspek yang sangat penting untuk
Dari aspek kemanusiaan, Patch memiliki kemampuan berpikir kritis dan terus
mempertanyakan apakah sistem pelayanan kesehatan dan pengajaran dokter yang sudah ada
masih dapat lebih baik lagi atau tidak. Patch memiliki perspektif yang fleksibel sehingga ia
dapat menemukan berbagai solusi yang kreatif untuk masalah-masalah yang dihadapinya.
Patch menerima orang sebagaimana adanya dan tidak menghakimi maupun membeda-
bedakan apakah si pasien kaya/miskin, tua/muda, dan sebagainya. Patch peka terhadap nilai-
nilai yang ada dan sadar diri serta pengertian terhadap keinginan-keinginan pasiennya. Patch
juga adalah orang sangat berempati dan memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan
manusia, bukan dengan nama penyakitnya seperti hanya sekedar sebuah objek.
Dalam aspek kepribadian/perilaku, Patch mungkin dicap sebagai orang yang “aneh”
peraturan yang ada, akan tetapi lama-kelamaan orang-orang di sekitarnya menyadari bahwa
Patch adalah orang yang sangat kompeten dan unik. Dalam hal berhubungan, Patch memiliki
hubungan interpersonal yang sangat baik dengan pasien-pasiennya, Patch menunjukkan sikap
paternalisme terhadap pasien-pasien dan kasih sayang tanpa pamrih. Patch yakin moral, etik,
norma dan sistem nilai itu ada dan baik tujuannya, namun Patch juga tidak segan untuk tidak
mengikuti norma yang ada apabila itu bertentangan dengan moralnya. Contohnya ketika
dokter pengajarnya memanggil seseorang dengan nama penyakitnya, ia bertanya nama pasien
hubungan kemanusiaan dan empati. Patch yakin memiliki hubungan yang dekat dengan
pasien, memiliki rasa empati yang tinggi, adalah sebuah keharusan. Patch selalu mencoba
memahami perasaan pasien, memberikan kasih sayang tanpa pamrih serta paternalisme,
berusaha untuk menolong dengan berbagai cara. Patch mempercayai bahwa tujuan mengobati
penyakit manusia bukanlah hanya untuk menunda kematian pada orang tersebut, melainkan
secara efektif berdasarkan empati dan simpati. Saat Patch berkomunikasi, Patch selalu
menggunakan nama pasien, memberikan perhatian penuh (tidak seperti psikiater yang sibuk
sendiri saat Patch berkonsultasi), pesan-pesan positif, semangat hidup pada pasien hingga
menghibur. Dari film ini, kita dapat pelajari bahwa komunikasi yang baik merupakan bagian
penting dari segala hal. Dengan adanya komunikasi, Patch dapat membangun hubungan yang
Dalam aspek etik profesi, Patch sudah memenuhi tanggung jawab sosial dan
profesionalnya yang berdasarkan etik dan moral dalam pelayanan kesehatan. Saat kekasihnya
meninggal akibat dibunuh oleh seorang pasien dengan penyakit jiwa, ia hampir menyerah dan
putus asa namun pada akhirnya ia tetap memegang teguh profesionalismenya dan tetap
kebaikan diri mereka, tidak menjadikan uang sebagai tujuan membantu, tidak memandang
pasien sebagai objek, tidak melakukan hal yang membahayakan atau mengancam hidup
pasien, tidak memaksakan kehendaknya, pasien bebas untuk datang dan pergi dari kliniknya
tersebut, memperlakukan pasien-pasiennya secara adil dan sebagaimana mestinya, tidak
Secara kesimpulan, setelah menonton film Patch Adams saya semakin paham aplikasi
kemanusiaan dan empati dalam komunikasi pada etik profesi dan perilaku/kepribadian. Saya
dapat melihat bahwa dalam praktek kedokteran nanti dan dalam kehidupan sehari-hari
sekarang, saya harus terus membangun hubungan dan memperlakukan sesama saya dengan
penuh empati dan kasih tanpa pamrih. Saya tidak boleh memperlakukan orang secara tidak
bahwa walaupun jalan kedepannya akan sulit dan banyak halangan, saya harus tetap percaya,
tetap teguh, tidak putus asa maupun pantang menyerah, dan menyikapi masalah-masalah