Anda di halaman 1dari 33

SEMINAR TREND ISSUE KEPERAWATAN

The effect of Pursed Lips Breathing Exercises on the Oxygen Saturation


Levels of Patients with pediactric asthma
RSUDPASIRIANLUMAJANG

Ditujukan untuk memenuhi tugas Trend Issue Keperawatan


Stase Keperawatan Anak

Oleh :
Kelompok Stase KeperawatanAnak
1 AbdurRakhimMahaldis 14901.08.21001
2 AmaliatulFitri Fatima 14901.08.21004
3 Ely Dewi Agustin 14901.08.21014
4 IfrohAmaliah 14901.08.21021
5 LenyRizkaJanuaristina 14901.08.21025
6 Malinda Fdlilah 14901.08.21030
7 NurAzizah Tri Umami 14901.08.21038
8 RiekeDyahAyuNugraini 14901.08.21041
9 Sofia IneFebriyanti 14901.08.21044

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN
ZAINUL HASANGENGGONG PROBOLINGGO
PERIODE 2020-2021
HALAMAN PENGESAHAN
SEMINAR TREND ISSUE KEPERAWATAN

The effect of Pursed Lips Breathing Exercises on the Oxygen Saturation


Levels of Patients with pediactric asthma
RSUDPASIRIANLUMAJANG

Untuk Memenuhi Persyaratan


Tugas Praktik KeperawatanAnak

Oleh:
Mahasiswa Kelompok Stase KeperawatanAnak
Telah disahkan pada
Hari :
Tanggal :
Dan dinyatakan sah oleh :

Lumajang, Januari 2020


Ketua Kelompok Stase Anak

NIM. 14901.07. 20039


Pembimbing Ruangan, Pembimbing Akademik,

Rizka Yunita, S.Kep.Ns.,M.Kep


KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa karena berkat rahmat-Nyalah tugas ini dapat kami
selesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam trend
issue keperawatan ini, kami membahas mengenai “The effect of
Pursed Lips Breathing Exercises on the Oxygen Saturation Levels
of Patients with pediactric asthma”.
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas Seminar Trend Issue
Keperawatan diRSUDPASIRIANLUMAJANG. Dalam proses
penyusunan tugas ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan,
arahan, koreksi, dan saran. Untuk itu rasa terima kasih yang dalam
kami kepada yang terhormat :
1. Direktur Rumah Sakit RSUDPASIRIANLUMAJANGyang telah
memberikan kesempatan untuk menerapkan praktek
ilmukeperawatan.
2. Itafebrinakurnianingrum, A.Md.Kepselaku Kepala Ruang
Noenatalogi yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan dan arahan demi terselesainya tugas
Seminar Trend Issue Keperawatanini
3. Mega putri mayang prastiwi, A.Md.Kep selaku pembimbing
Ruang Noenatalogi yang telah banyak meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan dan arahan demi terselesainya
tugas Seminar Trend Issue Keperawatanini
4. Rizka Yunita, S.Kep.Ns.,M.Kep selaku Pembimbing Akademik
Stase Anak yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan dan arahan demi terselesainya tugas
Seminar Trend Issue Keperawatanini.
5. Rekan-rekan Profesi Ners yang telah banyak memberikan
masukan dalam penyusunan tugas Trend Issue Keperawatanini.
Kami menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan maka dari itu tugas Seminar Trend Issue
Keperawatan ini, tentunya jauh dari kata sempurna. Kami juga sangat
mengaharapkan kritikan dan saran dari para pembaca sehingga kami
dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan Seminar
Trend Issue Keperawatan selanjutnya.

Lumajang, 04 November 2021

Mahasiswa Kelompok Stase Anak


DAFTAR ISI
HALAMANDEPAN...............................................................................................................i
LEMBARPENGESAHAN....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................................iii
DAFTARISI..........................................................................................................................iv
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang..................................................................................................................
1.2 RumusanMasalah............................................................................................................
1.3 Tujuan...............................................................................................................................
1.4 Manfaat.............................................................................................................................
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KonsepPursed Lip Breathing( TiupanLidah).............................................................
2.1.1 Definisi................................................................................................................
2.1.2 Tujuan.................................................................................................................
2.1.3 Manfaat..............................................................................................................
2.1.4 Jenis-jenis...........................................................................................................
2.1.5 Indikator Penilaian...........................................................................................
2.2 KonsepPengetahuan.....................................................................................................
2.2.1 Definisi...............................................................................................................
2.2.2 Tingkat Pengetahuan........................................................................................
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi.................................................................
2.3 KonsepPerawat.............................................................................................................
2.3.1 Definisi...............................................................................................................
2.3.2 Fungsi.................................................................................................................
BAB 3 : TINJAUAN KASUS
3.1 HasilTinjaunKasus.........................................................................................................
BAB 4 : PENUTUP
4.1 Kesimpulan....................................................................................................................
4.2 Saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
LAMPIRAN JURNAL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit asma telah dikenal sejak berabad abad tahun yang lalu
dan sampai sekarang ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
hampir semua negara di dunia, yang sebagian besar penderita oleh anak-
anak sampai dewasa dengan derajat penyakit dari ringan sampai berat,
bahkan beberapa kasus dapat menyebabkan kematian (Hr
siad&blok,2019).
Penyakit asma,serangan umunya datang pada malam hari, tetapi
dalam keadaan berat serangan dapat terjadi setiap saat tidak terbentung
waktu. Inspirasi pendek dan dangkal mengakibatkan penderita menjadi
sianosis, wajahnya pucat dan lemas, serta kuliat banyak mengeluarkan
keringat.
Asma merpakan gangguan inflamsi kronik pada saluran nafas yang
melibatkan banyak sel-sel inflamasi seperti eosinofil,sel mast, leykotrin,
dan lain-lain. Inflamsi kronik ini berhubungan dengan hiperresponsive
jalan nafas yang menimbulkan episode berulang dari mengi (wheezing),
sesak nafas, dada trsa berat, dan batuk terutama pada malam hari dan pagi
dini hari. Kejadian ini basanya ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang
bersifat reversibel baik secara spontan ataupun pengobatan.
Menurut kementrian RI (2019) penyebab utama penyakit asma
sampai saat ini belum diketahui. Faktor resiko paling utama untuk memicu
asma adalah kombinasi dari kecenderungan genetik dengan paparan
lingkungan terhadap zat dan partikel yang dihirup yang dapat memicu
reaksi alergi atau mengiritasi saluran udara.
Salah satu cara mengontrol gejala yang timbul serta mengurangi
keparahan gejala Asma dengan memberikan latihan pernapasan. Salah satu
latihan pernapasan yang dapat digunakan pada anak dengan asma adalah
Pursed Lip Breathing (PLB). Pursed Lips Breathing ialah latihan
pernapasan yang bertujuan untuk mempermudah proses pengeluaran udara
yang terjebak di dalam paru-paru dengan cara membantu melakukan
penekanan pada proses ekspirasi (Qamila, Ulfah Azhar, Risnah, & Irwan,
2019).
Teknik ini merupakan salah satu upaya untuk membantu
mengurangi sesak napas, mengurangi kekambuhan, dan meningkatkan
fungsi kapasitas paru (Mayuni, Kamayani, & Puspita, 2015; Royani, 2017;
Kartikasari, Jenie, & Primanda, 2019). Pursed lip breathing juga
merupakan cara yang paling mudah untuk membantu pasien asma
bernapas secara efektif karena peningkatan oksigenasi di paru (Jie et al.,
2019). Pursed lip breathing merupakan teknik pernafasan yang dilakukan
perlahan dan terkontrol dengan menghirup udara dari hidung dan
menghembuskannya melalui mulut, teknik ini membantu seseorang untuk
mengontrol masuknya oksigen kedalam tubuh dan ventilasi atau
pertukaran udara. Teknik ini merupakan salah satu bagian dari program
rehabilitasi paru sehingga ummnya diajarkan pada penderita paru kronik
seperti emfisema, bronkitis kronik dan asma. Penderita penyakit paru
kronik memiliki masalah pada saluran napas yang menyebabkan saluran
napas terhambat. Sumbatan udara pada saluran napas menyebabkan udara
yang kaya akan karbondiaoksida dulit dikeluarkan sehingga hanya tersisa
sedikit ruang untuk udara segar yang kaya oksigen.
Teknik pursed lip breathing membantu meringankan gejala dan
ketidaknyamanan pada pasien dengan meningkatkan gaya yang menjaga
agar jalan nafas tetap terbuka, terbukanya jalan napas dan alveoli akan
memudahkan proses keluar –masuknya udara, baik udara kaya oksigen
maupun karbondioksida, dan memperluas area pertukaran udara sehingga
tubuh akan mendapat lebih banyak oksigen, teknik pursed lip breathing
dapat dilakukan apabila penderita melakukan aktivitas yang menyebabkan
sesak nafas mendadak seperti berolahraga, bangun dari duduk atau ketika
mengangka benda, sebaiknya , teknik pursed lip breathing hanya
dilakukan 3-5 pengulangan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti
merumuskan masalah pada penelitian ini “ pengaruh terapi tehnik pursed
lip breathing pada pasien anak dengan penyakit asma” ?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi
tehnik pursed lip breathing pada pasien anak dengan penyakit
asma.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tentang terapi teknik pursed lip breathing serta
menerapkannya
2. Mengidentifikasi pengaruh teknik pursed lip breathing terhadap
derajat saturasi oksigen pada pasien asma.
3. Mengidentifikasipengaruh teknik pursed lip breathing terhadap
status gender pada pasien asma.
1.4 MANFAAT
1.4.1 Bagi Peneliti
Hasil peneliti ini dapat meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan peneliti tentang terapi teknik pursed lip breathing
pada pasien anak denganpenyakit asma.
1.4.2 Bagi Responden
Manfaat bagi responden yaitu meningkatkan pengetahuan
dan skill perawat dalam melakukan assesment teknik pursed lip
breathing dengan baik.
1.4.3 Bagi Rumah Sakit
Sebagai intervensi terbaru bagi rumah sakit dalam
meningktkan pengetahuan dan skill perawat dalam melakukan
assesment teknik pursed lip breathing dengan baik.
1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi terbaru bagi institusi pendidikan dalam
melakukan penelitian pengetahuan dan skill perawat dalam
melakukan asessment terapi pursed lip breathing dengan baik.
BABA II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP PURSED LIP BREATHING


2.1.1 Definisi
Pursed lips breathing adalah latihan pernafasan dengan
menghisap udara melalui hidung dan mengkeluarkan denfan cara bibir
lebih dirapatkan atau dimonyongkan dengan waktu ekslasi lebih
diperpanjang. Pursed lips breathing adalah suatu pola pernafasan yang
dilakukan seseorang dimana pada saat mengambil udara dengan cara
meniupkan melalui mulut dengan bibir dirapatkan dan dilakukan secara
perlahan-lahan (smeltzer &bare, 2016).
Latihan pursed lips breathing merupakan metode pernapasan
dengan memperpanjang fase ekspirasi. Hal ini bertujuan untuk
memberikan waktu bagi bronkus untuk mengembang sehingga sesak
napas dapat berkurang. Sementara itu, pernapasan diafragma dilakukan
dengan memaksimalkan fungsi paru-paru di bagian bawah paru-paru,
sehingga dapat meningkatkan kapasitas paru-paru untuk bernapas, atau
dengan mengangkat perut ke depan dan menghembuskan napas
perlahan. Tujuan dari latihan ini adalah untuk mengajarkan pernapasan
perut, mengatur pernapasan saat sesak napas.
Pada pursed lips breathing pasien dilatih agar selalu bernapas
dengan santai dan perlahan-lahan, inspirasi selalu melalui hidung dan
ekspirasi melalui mulut. Ekspirasi diupayakan perlahan-lahan, tanpa
paksaan dan agak lama, sedapat mungkin 2x lebih lama dari inspirasi.
Tujuannya adalah untuk mengurangi air trapping dan mobilisasi dahak
kearah tenggorokan sehingga mudah dikeluarkan (Danususanto, halim,
2018)
2.1.2 Tujuan
Pursed lips breathing adalah latihan pernafasan yang bertujuan
untuk memperbaiki dan mengatur frekuensi pola nafas sehingga
penumpukan udara atau air tapping dapat berkurang, dengan
mengurangi sesak nafas serta mengatur frekuensi nafas dengan
mengatur ventilasi alveoli dsn pertukaran gas dalam paru-paru (qamila,
azhar, risnah, 2019).
Selain itu juga bisa membantu klien memperbaiki transpot
oksigen, menginduksi pola nafas lambat dalam. Membantu pasien
untuk mengontrol pernafasan, mencegah kolaps dan melatih otot
ekspirasi dalam memperpanjang ekshalasi, peningkatan tekanan jalan
nafas selama ekspirasi dan mengurangi terjebaknya udara dalam saluran
nafas(smelzer et, al.,2016) .
PEB dapat meningkatakan efisiensi ventilasi dan mengurangi
laju pernafasan (RR). PLB dapat mengurangi tekanan ekspirasi akhir
instrinsic (PEEP) dengan cara menghasilkan tekanan positif pada mulut
dan berfungsi sebagai EE ekstrinsisk fisiologi. Dengan memperlambat
kadaluarsa ini menurunkan kecenderungan saluran udara untuk runtuh
dengan mengurangi efek bernoulli yang tercipta oleh aliran udara.
Dypsnea pada aktivitas berhubungan dengan tingkat dann tingkat
kontras otot pernafasan.
2.1.3 Manfaat
Manfaat pursed lips breathing yaitu memperbaiki transport
oksigen, menginduksi nafas lambat dan dalam, mengontrol pernafasan,
mencegah kolaps dan melatih otot-otot ekspirasi dalam memperpanjang
ekshalasi. Selain itu pursed lips breating juga mempunyai manfaat
diantaranya:
a. Mengurangi dypsnea pada saat istirahat
b. Meningkatkan alveolar ventilasi
c. Meningkatkan tolleransi aktivitas
d. Mengurangi keterbatasan aktivitas
2.1.4 PrinsipKerjaPursed Lips Breathing
Pursed lips breathing merupakan terapi rehabilitas yang dapat
diberikan pada pasien dengan gangguan slauran pernafasan. Pursed
lips breathing mampu meningkatkan tekanan pada rongga mulut yang
akan diteruskan pada cabang-cabang bronkus sehingga mampu
mencegah air trapping. Pursed lips breathing mampu meningaktakan
ventilasi inspirasi yang akan meningkatkan asupan oksigen karena
adanya peningkatan instrinsik PEEP (tekanan akhir Ekspirasi positif)
yaitu tekanan di paru-paru atau ( tekana alveolar) diatas tekanan
atmosfer, (tekan dari luar tubuh) yang ada pada diakhir ekspirasi,
PEEP juga berperan terhadap munculnya hiperventilasi dan akan
meningkatkan terjadi hiperinvasi dinamis yang mengakibatkan
dypsnea. Ekstrinsik PEEP merupakan kondisi yang berhubungan
dengan tekanan udara yang akan dipertukarkan dalam alveoli,
sehingga dengan teknik pernafasan PLB mampu mengontrol nafas
yang akan mengakibatkan pertukaran udara yang akan dipertukarkan
dalam alveoli, sehingga dengan teknik pernafasan PLB mampu
mengontrol nafas yang akan mengakibatkan pertukaran udara di
atsmosfer dan paru menjadi lebih optimal dan meningkatkan frekuensi
pernafasan yang mengakibatkan air trapping didalam alveoli paru-
paru. Sehingga akan meningkatakan pao2 dan penurunan PaCo2 yang
akan meningkatkan peak respiratory flow(shine, G. Dan Saad, 2017).
2.1.5 Teknik Pursed Lips Breathing
Pursed lips breathing merupakan latihan yang bertujan
meningkatkan kemampuan otot-otot pernafasan berguna untuk
meningkatkan ventilasi fungsi paru dan memperbaiki oksigenasi.
Teknik pursed lips breathing diantaranya meliputi:
1. Mengatur posisi pasien dengan duduk ditempat tidur atau
dikursi
2. Meletakkan satu tangan pasien diabdomen (tepat dibawah
prcecus sipoideus) dan tangan yang lainya ditengah dada untuk
merasakan gerakan dada dan abdomen saat bernafas
3. Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai
dada dan abdomen terasa terangkat maksimal lalu jaga mulut
tetap tertutup selama inspirasi dan tahan nafas selama 2 detik
4. Hembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit
terbuka sambil mengkontraksikan otot-otot abdomen selama 4
detik (smeltzer and bare, 2016 dalam Suryantoro, eko. Dkk.
2017) .
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), langkah langkah pursed lip breathing adalah
sebagai berikut:

1. Atur posisi pasien duduk di kursi/ tempat


tidier atau posisikan tempat tidur dalam posisi
fowler tinggi,lipat tangan di atas abdomen.

2. Intruksikan pasien menarik nafas melalui


hidung dengan mulut tertutup secara lambat
sebanyak tiga hitungan.

1-2-3

3. Intruksikan pasien menghembuskan nafas


secara perlahan sebanyak tujuh hitungan
melalui bibir yang dirapatkan / dipipihkan
sambil mengencangkan otot – otot abdomen
1-2-3-4-5-6-7
(memipihkan bibir meningkatkan tekanan
intratrakheal ; menghembuskan melalui mulut
memberikan tahanan lebih sedikit pada udara
yang dihembuskan.

4. Intruksikan pasien menghembuskan


nafas secara perlahan sebanyak tujuh
hitungan melalui bibir yang dirapatkan /
dipipihkan sambil mengencangkan otot –
otot abdomen ( memipihkan bibir
meningkatkan tekanan intratrakheal ;
menghembuskan melalui mulut
memberikan tahanan lebih sedikit pada
udara yang dihembuskan.
2.1.6 Perbedaan Tehnik Pursed Lip Breathing Dengan Tehnik Nafas Dalam
Pursed Lips Breathing ialah latihan pernapasan yang bertujuan untuk
mempermudah proses pengeluaran udara yang terjebak di dalam paru-paru
dengan cara membantu melakukan penekanan pada proses ekspirasi
(Qamila, Ulfah Azhar, Risnah, & Irwan, 2019).Teknik ini merupakan salah
satu upaya untuk membantu mengurangi sesak napas, mengurangi
kekambuhan, dan meningkatkan fungsi kapasitas paru, Pursed lip
breathing juga merupakan cara yang paling mudah untuk membantu pasien
asma bernapas secara efektif karena peningkatan oksigenasi di paru (Jie et
al., 2019). Tujuan dari pursed lip breathing antara lain :
1. Untuk membantu memperbaiki perpindahan oksigen, menginduksi
pola napas yang lambat dan dalam
2. Membantu pasien untuk mengontrol pernapasan dan mencegah
kolaps paru
3. Melatih otot-otot pernapasan untuk memperpanjang ekshalasi /
penegluaran udara
4. Meningkatkan tekanan jalan napas selama ekspirasi dan mengurangi
jumlah udara yang terjebak

Latihan nafas dalam adalah bernapas dengan perlahan dan


menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat
perlahan dan dada mengembang penuh. Tujuan Teknik nafas dalam
1. Meningkatkan distribusi ventilasi.
2. Meningkatkan volume paru
3. Memfasilitasi pembersihan saluran napas

Tehnik nafas dalam


1. Menarik napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung
(bukan menarik napas dalam) dengan mulut tertutup
2. Keluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan posisi
seperti bersiul
3. Dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi
tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung
akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan
ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat
mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil pada waktu
ekspirasi

2.1 KONSEP PENYAKIT ASMA


2.1.1 Definisi penyakit asma
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan)
kronik saluran napasa yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik
berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada
terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat
revrsibel baik dengan atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2009)
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten,
reversibel dimana trakea dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif
terhadap stimuli tertentu (Smeltzer&Bare, 2002).
Asma Bronkial adalah penyakit pernapasan obstruktif yang
ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan
obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus (Huddak &
Gallo, 1997).
Jadi dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyakit jalan napas
obstruktif yang disebabkan oleh berbagai stimulan, yang ditandai
dengan spasme otot polos bronkiolus.
2.1.2 Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan
presipitasitimbulnya serangan asthma bronkial.
a. Faktor predisposisi
1. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asthma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain
itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti:
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan
obat-obatan.
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan
kulit, seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
2. Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus
serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan
asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab
terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia
bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
5. Olah raga/aktifitas jasmani yang berat.
6. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari
cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
2.1.3 Patofisiologi
Suatu serangan akut asma akan disertai oleh banyak perubahan
dijalan nafas yang menyebabkan penyempitan: edema dan peradangan
selaput lender, penebalan membrane basa, hipersekresi kalenjar mucus dan
yang lebih ringan kontraksi otot polos. Perubahan histology yang sama dpat
dijumpai pada keadaan tanpa serangan akut akibat pajanan kronik derajat
rendah ke satu atau lebih pemicu asma. Melalui berbagai jalur, zat-zat
pemicu tersebut merangsang degranulasi sel mast dijalan nafas yang
menyebabkan pembebasan berbagai mediator yang bertanggung jawab
untuk perubahan yang terjadi. Mediator yang terpenting mungkin adalah
leukotrien C, D dan E tetapi terdapat bukti bahwa histamine, PAF,
neuropeptida, zat-zat kemotaktik, dan berbagai protein yang berasal dari
eosinofil juga berperan penting dalam proses ini. obstruksi menyebabkan
peningkatan resistensi jala nafas (terutama pada ekspirasi karena penutupan
jalan nafas saat ekspirasi yang terlalu dini); hiperinflasi paru; penurunan
elastisitas dan frekuensi-dependent compliance paru; peningkatan usaha
bernafas dan dispneu; serta gangguan pertukaran gas oleh paru. Obstruksi
yang terjadi tiba-tiba besar kemungkinannya disebabkan oleh penyempitan
jalan nafas besar, dengan sedikit keterlibatan jalan nafas halus, dan biasanya
berespon baik terhadap terapi bronkodilator. Asma yang menetap dan terjadi
setiap hari hampir selalu memiliki komponen atau fase lambat yang
menyebabkan penyakit jalan nafas halus kronik dan kurang berespon
terhadap terapi bronkodilator saja. Eosinofil diperkirakan merupakan sel
efektor utama pada pathogenesis gejala asma kronik, dimana beberapa
mediatornya menyebabkan kerusakan luas pada stel epitel bronkus serta
perubahan-perubahan inflmatory. Walaupun banyak sel mungkin sitokin
(termasuk sel mast, sel epitel, makrofag dan eosinofil itu sendiri) yang
mempengaruhi diferensiasi, kelangsungan hidup, dan fungsi eosinofil, sel T
type TH2 dianggap berperan sentral, karena sel ini mampu mengenali
antigen secara langsung. Obstruksi pada asma biasanya tidak sama, dan
defek ventilasi-perkusi menyebabkan penurunan PaO2. Pada eksaserbasi
asma terjadi hiperventilasi yang disebabkan oleh dispneu. pada awalnya
banyak keluar dan Pa CO2 mungkin rendah namun seiring dengan
semakinparahnya obstruksi, PaCO2 meningkat karena hipoventilasi alveolus.
Efek obstruksi berat yang timbul mencakup hipertensi pulmonaris,
peregangan ventrik.
2.1.4.6 Klasifikasi
a. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi
3 tipe, yaitu:
1) Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang
disebabkan oleh faktor-faktor pencetus spesifik (alergen),
seperti  serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor
pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma ekstrinsik
biasanya sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi dalam keluarganya.
2) Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3) Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2012).
2.1.5 Tanda Dan Gejala
a. Gejala awal berupa:
- Batuk terutama pada malam atau dini hari
- Sesak napas
- Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan
napasnya
- Rasa berat di dada
- Dahak sulit keluar.
- Belum ada kelainan bentuk thorak
- Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
- BGA belum patologis
b. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa atau disebut juga stadium kronik. Yang termasuk gejala yang berat
adalah:
- Serangan batuk yang hebat
- Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
- Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
- Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
- Kesadaran menurun
- Thorak seperti barel chest
- Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
- Sianosis
- BGA Pa O2 kurang dari 80%
- Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis dari asma,
diantaranya:
- Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Serangan
asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam
dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius.
- Sianosis karena hipoksia
- Gejala retensi CO2  : diaforesis, takikardia, pelebaran tekanan nadi.

2.1.5.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dijumpai napas menjadi cepat dan
dangkal, terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada
serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena
pasien sudah lelah untuk bernapas)
b. Pemeriksaan Fungsi Paru
1) Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa
(KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1).
Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien
sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien.
Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3
nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 <
80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu
adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator
oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2
minggu.Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan.
2) Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.
Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan
perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang
berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.
Cara pemeriksaan variabilitas APE
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan malam
hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
APE malam – APE pagi
Variabilitas harian = ------------------------------------- x 100%
½ (APE malam + APE pagi)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
c. Pemeriksaan Tes Kulit (Skin Test)
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
d. Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.Pemeriksaan ini hanya
dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat atau status
asmatikus.
BAB III
ANALISAJURNAL

3.1 PengaruhTeknik Pursed Lip Breathing Terhadappasienasma


Hasilpenelitiantentangpenerapan pursed lpe breathing
padapenderitaasmaditemukanadanyapenurunanskalasesaksebelumdans
esudahdiberikantindakankeperawatanmandiri pursed lip breathing.
Hasilobservasiskalasesaknapassebelumdilakukantindakankeperawatan
mandiri pursed lip breathing exercise yaitu 5 (sesaknapasberat).
Setelahdilakukanlatihan pursed lip breathing exercise selama 5
haridengandurasi 5 menit/hari,
skalasesaknapaskliensetiapharimengalamipenurunan yang signifikan,
hinggapadaharike 5
skalasesaknapaskliensetelahdilakukantindakankeperawatanmandiri
pursed lip breathing exercise mencapaiskala 0,5
(sesaksangatringansekali).

Pursed lip breathing exercise mampu meningkatkan tekanan


jalan napas sehingga jalan napas akan tetap terbuka dan udara yang
terjebak dapat dikeluarkan dengan mudah dan pemulihan kemampuan
otot pernafasan akan meningkatkan compliance paru, sehingga
ventilasi lebih adekuat dan menunjang oksigenasi jaringan Latihan
pernapasan pursed lip breathing dilakukan untuk meningkatkan
tekanan saluran pernapasan ekspirasi, memperbaiki oksigenasi darah,
dan membantu mencegah penutupan jalan nafas (Beckmann et al.,
2016). Tujuan dari Pursed lip breathing exercise adalah untuk
mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi
kerja pernapasan, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi
otot dan menghilangkan ansietas dan mencegah pola aktivitas otot
pernapasan yang tidak berguna, melambatkan frekuensi pernapasan,
mengurangi udara yang terperangkap, serta mengurangi kerja
bernafas.
Penelitian yang dilakukan oleh Adhitiya Kusuma Bakti tahun
2016, bahwa jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 30 penderita
PPOK, dimana responden dibagi menjadi dua kelompok satu
kelompok kontrol, satu kelompok perlakuan dimana prosentase
distribusi usia didapatkan hasil responden terbanyak adalah berusia 45
– 46 tahun sebanyak 11 responden. Hasil perhitungan uji statistik,
dapat disimpulkan bahwa ada Pengaruh pursed lip breathing exercise
terhadap penurunan tingkat sesak napas pada Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK) (Lolo, & Tulak, 2019). Selain itu juga hasil yang
didapat dari Widiyani tahun 2015, pasien yang dilakukan latihan
pursed lips breathing mengalami penurunan frekuensi napas,
penurunan denyut nadi, serta peningkatan saturasi oksigen (Widiyani,
2015).Begitupun hasil penelitian dari Sari, tahun 2016,
mengemukakan bahwa teknik Pursed lip breathing jika dilakukan
secara teratur dapat meningkatkan Ventilasi alveolar sehingga akan
terjadi ikatan O2 dengan hemoglobin dengan perfusi yang memadai,
ditandai dengan adanya peningkatan saturasi oksigen.

3.2 Pengaruh Tehnik Pursed Lip Breathing Terhadap Saturasi


Oksigen
mengatur posisi tidur, memenuhi kebutuhan oksigen, manajemen
sekresi bronkus, dan obat-obatan Tindakan tersebut dapat membantu
meningkatkan saturasi oksigen, terutama obat bronkodilator. dengan
penambahan pernafasan pursed lips meningkat lebih tinggi 2,24%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pursed lips breathing
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan saturasi oksigen pasien,
Selain itu, efektifitas pursed lips breathing sebesar 2,24%, artinya
pursed lips breathing dapat meningkatkan saturasi oksigen sebesar
2,24%. Pursed lips breathing merupakan strategi yang digunakan
dalam rehabilitasi paru untuk menurunkan sesak napas dengan cara
relaksasi, Selain itu pursed lips breathing juga dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien, karena setelah melakukan senam ini secara rutin.
Penelitian Bruton dan Stephen (2005) tentang asma pasien
mengakibatkan pursed lips breathing berpengaruh dalam mengatasi
masalah hipokapnia pada pasien asma (P=0,002, =0,05).
selama pernapasan pursed-lip, tidak ada aliran udara pernapasan
yang terjadi melalui hidung karena penyumbatan involunter nasofaring
oleh palatum molle. Pernapasan bibir yang mengerucut menciptakan
obstruksi aliran udara ekshalasi dan meningkatkan resistensi udara,
menurunkan gradien tekanan transmural dan mempertahankan jalan
napas yang dipatenkan yang hidup berdampingan selama ekshalasi.
Proses ini membantu mengurangi pengeluaran udara yang
terperangkap, sehingga dapat mengontrol ekspirasi dan memfasilitasi
pengosongan alveoli secara maksimal.
sebagian besar pasien mengatakan merasa nyaman saat
menggunakan teknik pursed lips breathing, hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Tiep et. Al. dalam Hoeman yang
melakukan penelitian pursed-lip breathing pada pasien PPOK
mengatakan bahwa saturasi oksigen arteri (SaO2) meningkat sekitar
15-30%, dan sesak napas yang dirasakan berkurang. Namun bagi
penderita yang tidak berolahraga seringkali kesulitan menerapkan
teknik ini saat timbul serangan sesak nafas. Penelitian ini mendukung
pasien dengan mengungkapkan manfaat rasa nyaman dan sesak napas
berkurang setelah mengikuti penelitian. Hal ini juga mendukung
penelitian tentang penerapan pursed-lip Breathing pada pasien PPOK
setelah penggunaan ventilator, pasien yang tidak dilaporkan secara
resmi mengalami penurunan frekuensi pernapasan, dan peningkatan
volume tidal.
Karena sesak nafas yang berkepanjangan dan kerja otot bantu
pernafasan menyebabkan penderita PPOK mengalami ketegangan pada
otot-otot tubuh, sehingga diperlukan relaksasi. Relaksasi otot dapat
menurunkan kontraksi, relaksasi tendon dapat merangsang tubuh dan
berdampak pada penghambatan neuron yang mengontrol otot, efek ini
dikenal dengan istilah myotatic inverse reflexs (McCance & Hueter,
2006).
Selain relaksasi otot, pursed-lip breathing, juga dilakukan latihan
pernapasan diafragma, teknik ini menitikberatkan pada penggunaan
otot diafragma sebagai pengganti otot aksesoris untuk mencapai
inspirasi maksimal dan menurunkan frekuensi pernapasan. Tujuan
pernapasan diafragma adalah; memperkuat otot diafragma,
mengkoordinasikan gerakan diafragma saat bernafas, mengurangi
usaha bernafas, dan menurunkan penggunaan energi dalam bernafas.
Hasil penelitian ini, pasien mengatakan merasa tidak nyaman
melakukan pernapasan diaprgma selama serangan sesak napas, tetapi
ketika teknik ini dilakukan setelah serangan akut berkurang pasien
mengatakan dapat mengatur/ mengendalikan kecepatan dan kedalaman
pernapasan. Kontraksi otot perut selama sesak napas akut
meningkatkan beban energi pernapasan dan sulit dikoordinasikan
selama aktivitas. Berdasarkan perkembangan pemeriksaan fungsi
ventilasi paru pasien, pada hari ketiga dan keempat baik kelompok
intervensi maupun kontrol terjadi peningkatan yang sangat kecil, hal
ini dapat disebabkan karena rata-rata kondisi pasien menurun dan
pasien belum sepenuhnya dapat melakukan latihan pernafasan pursed
lips.
3.3 Berdasarkan Karakteristik Gender Dan Usia
usia responden 3-5 tahun biasanya dalam kondisi kooperatif dan
sangat menyukai kondisi bermain menggunakan alat dan sangat menyukai
memainkan alat musik yang ditiup dan mengeluarkan suara keras.
Didukung oleh jenis kelamin para responden yang sebagian besar adalah
laki-laki yang biasanya lebih aktif dan agresif saat diminta untuk
berhembus. Bayi dan anak kecil menghirup udara yang lebih kecil, dan
menghembuskan oksigen yang relatif besar. Bayi dan anak kecil memiliki
lebih sedikit alveoli; oleh karena itu, sedikit permukaan alveolus adalah
tempat terjadinya pertukaran gas. Faktor-faktor ini, bersama dengan
tingkat metabolisme yang lebih tinggi, mempengaruhi peningkatan
frekuensi pernapasan pada bayi dan anak-anak. Melihat keterangan di atas
sebaiknya anak responden dalam kondisi pernafasan yang baik sehingga
dapat meniupsemburan lidah sampai batas tertinggi 15 cm. Rentang
responden RR sebelum intervensi adalah 20-41 dengan rata-rata 28
kali/menit. Rentang rentang setelah intervensi adalah 18-39 dengan rata-
rata 26,1 kali/menit. Perbedaan yang menunjukkan adanya perubahan
tersebut menjadi tolak ukur bahwa aktivitas terapi dengan meniup lidah
memiliki pengaruh yang signifikan (p value = 0,47). Peningkatan aktivitas
yang dilakukan oleh anak mengakibatkan peningkatan frekuensi dan
kedalaman pernafasan.
PLB merupakan bagian dari latihan pernapasan yang diperlukan bagi
pasien yang mengalami gangguan pada sistem pernapasan. sistem, karena
PLB memiliki efek yang baik pada sistem pernapasan, antara lain;
ventilasi yang sehat, membebaskan udara yang terperangkap di paru-paru,
menjaga jalan napas tetap terbuka lebih lama dan mengurangi kerja
pernapasan, memperpanjang waktu ekspirasi yang kemudian
memperlambat frekuensi pernapasan, meningkatkan pola pernapasan
dengan melepaskan udara lama dan memasukkan udara baru ke dalam
paru- paru, menghilangkan sesak nafas dan meningkatkan relaksasi.
PLB yang dilakukan dengan teknik blowing lidah dapat membantu
memperluas alveolus di semua lobus meningkat, dan tekanan di dalamnya
juga meningkat. Tekanan yang tinggi pada alveolus dan lobus dapat
mengaktifkan silia di saluran napas untuk mengevakuasi sekret keluar dari
saluran napas, yang berarti akan menurunkan resistensi saluran napas dan
meningkatkan ventilasi yang pada akhirnya berdampak pada proses perfusi
oksigen ke jaringan.
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pentingnya nafas
dalam pada anak dengan gangguan pernafasan seperti pasien Pneumonia
dan dalam hal ini latihan nafas dalam yang diajarkan dan dilakukan pada
responden adalah dengan memberikan terapi tiupan lidah berupa
permainan agar anak merasa masih bermain tanpa menyadari bahwa ia
sedang menjalani proses terapi pernafasan. Rerata saturasi oksigen pada
kelompok intervensi sebelum diberikan PLB adalah 97,39 dengan standar
deviasi 1,852 dan standar error 0,436. Sedangkan rata-rata saturasi oksigen
pada kelompok intervensi setelah diberikan PLB adalah 97,94 dengan
standar deviasi 1,862 dan standar error 0,663. Nilai rata-rata perbedaan
saturasi sebelum dan sesudah diberikan PLB pada kelompok intervensi
adalah 0,55 dan dari hasil uji statistik diperoleh p = 0,037, dapat
disimpulkan bahwa pada alpha 5% terdapat perbedaan saturasi oksigen
yang signifikan antara sebelum dan setelah PLB diberikan pada kelompok
intervensi.
Terapi pernapasan bibir mengerucut secara efektif meningkatkan
status oksigenasi pada anak prasekolah yang mengalami Pneumonia
meliputi: suhu, frekuensi pernapasan, frekuensi nadi, dan saturasi oksigen.
Gambaran karakteristik responden yaitu mayoritas berjenis kelamin laki-
laki baik pada kelompok kontrol maupun intervensi. Status oksigenasi
responden setelah dilakukan terapi pursed lips breathing mengalami
peningkatan sebesar 0,2 pada variabel suhu, 1,89 pada frekuensi
pernapasan, 4,95 pada frekuensi nadi, dan 0,55 pada saturasi oksigen.
Status oksigenasi pada kelompok intervensi memiliki rerata yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Sebagian besar jenis kelamin responden laki-laki berada di kedua kelompok.


Selama pendataan, anak laki-laki lebih banyak menderita pneumonia
dibandingkan dengan anak perempuan. Temuan di lapangan sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Hockenberry dan Wilson (2009) yang menyatakan bahwa
anak laki-laki di Amerika Serikat lebih berisiko mengalami morbiditas dan
mortalitas dibandingkan dengan anak perempuan.
PPOK sering menjadi gejala pada masa dewasa awal, namun insidennya
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hudak dan Gallo mengatakan,
semakin tua seseorang maka saturasi oksigen akan semakin menurun, hal
inidisebabkan elastisitas dinding dada semakin menurun. Selama proses penuaan
terjadipenurunan elastisitas alveolus, penebalan kelenjar bronkus, penurunan
kapasitas paru dan peningkatan jumlah space loss.
Oleh karena itu semakin tua peningkatan rasio ventilasi-perfusi pasien
PPOK. Kondisi ini dapat menyebabkan sesak napas saat beraktivitas dan
penurunan aliran udara keluar masuk paru-paru yang bersifat irreversible.Terkait
kemampuan berolahraga, disebutkan bahwa usia dan kondisi berat penyakit juga
merupakan faktor yang berpengaruh dalam menentukan intensitas olahraga. Oleh
karena itu usia dan berat badan PPOK merupakan dua indikator yang secara
langsung berkontribusi terhadap kemampuan pasien untukmengerucutkan bibir
bernafas. Selain itu motivasi juga dapat mempengaruhi hasil belajar, menurut
Sullivan [16] peserta yang memiliki keinginan tinggi akan siap belajar dan proses
belajar lebih produktif sehingga hasilnya lebih efektif. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian, dimana usia berpengaruh sangat signifikan (P=0,001, =0,05) terhadap
peningkatan fungsi ventilasi paru. Usia ini memiliki pengaruh yang kuat (r=0,73)
dan berpola negatif yang artinya semakin tua usia fungsi ventilasi paru semakin
menurun.
BAB 4
4.1 Kesimpulan
Asma merpakan gangguan inflamsi kronik pada saluran nafas yang
melibatkan banyak sel-sel inflamasi seperti eosinofil,sel mast, leykotrin, dan lain-
lain. Inflamsi kronik ini berhubungan dengan hiperresponsive jalan nafas yang
menimbulkan episode berulang dari mengi (wheezing), sesak nafas, dada trsa
berat, dan batuk terutama pada malam hari dan pagi dini hari.
Latihan pursed lips breathing merupakan metode pernapasan dengan
memperpanjang fase ekspirasi. Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu bagi
bronkus untuk mengembang sehingga sesak napas dapat berkurang. Sementara
itu, pernapasan diafragma dilakukan dengan memaksimalkan fungsi paru-paru di
bagian bawah paru-paru, sehingga dapat meningkatkan kapasitas paru-paru untuk
bernapas, atau dengan mengangkat perut ke depan dan menghembuskan napas
perlahan.
Selain itu pursed lips breating juga mempunyai manfaat diantaranya:
Mengurangi dypsnea pada saat istirahat, Meningkatkan alveolar ventilasi,
Meningkatkan tolleransi aktivitas, Mengurangi keterbatasan aktivitas
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Hasil dari makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
mahasiswa, serta dapat mengaplikasikan tentang pengaruh terapi pursed lips breathing
untuk mengurangi sesak nafas terhadap anak yang menderita penyakit asma.
4.2.2 Bagi Responden
Diharapkan bagi responden yaitu dengan adanya terapi pursed lips breathing dapat
dilakukan dengan mudah sehingga dapat mengurangi sesak nafas terhadap anak yang
menderita penyakit asma.
4.2.3 Bagi Rumah Sakit
Hasil dari makalah ini hendaknya dapat diterapkan dan dijadikan managemen non
farmakologi terapi pursedlips breathing sehingga dapat mengurangi sesak pada anak yang
mengalami asma.
4.2.4 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil dari makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan atau materi pembelajaran baik
kalangan mahasiswa pendidikan sarjana maupun profesi agar dapat diterapkan dilahan
tentang terapi pursed lips breathing untuk mengurangi sesak nafas terhadap anak yang
menderita penyakit asma.
DAFTAR PUSTAKA
Suryantoro, Eko, Dkk. 2017. Perbedaan efektivitas pursed lips breathing dengan
six minutes walk tes terhadap forced expiratory. Volume 2 no 2 agustus 2017.

Qamila, Azhar, Risnah, I. 2019. Efektivitas Teknik Pursed Lipsbreathting Pada


Pasien Penyakit Obstruksi Kronik(PPOK); Study Systematic Review Data
Dinas Kesehatan Provensi Sulawesi Selatan Menyatakan PPOK. 12, 137-145

Shine, G. Shaikaji saad, S,N,R,S. 2017. Comparison of effectiveness of


diaphragmatic breathing and pursed lips expiration exercises in improving
the forced expiratory flow rate. 3 (2), 154-158

Sumedidkk. 2021. The effect of Pursed Lips Breathing Exerciseson the Oxygen
Saturation Levels of Patientswith Chronic Obstructive Pulmonary Diseasein
Persahabatan Hospital, Jakarta

YunitaMuliasari, IinIndrawati. 2018, the effectiveness of giving pursed lips


breathing therapy towards kids’ oxygenation status with pneumonia.Sekolah
Tinggi Kesehatan, Indonesia Maju, Jakarta

Dimas Ning Pangesti, Sri Suharti. 2019. Effectiveness of pursid lip breathing
excercise nursing to decrease shortness of breath in asthma:Akademi
Keperawatan Baitul Hikmah Bandar Lampung

Ika endah kurniasih dkk, 2018. Effectivity of pursed lips breathing to decrease
repiration rate (RR), nurses at the forefront in transforming care, science and
reasch. Universitas airlangga surabaya.

Anda mungkin juga menyukai