Anda di halaman 1dari 8

Upaya Edukatif Dokter Keluarga Terhadap Perkembangan

Pasien Demam Typhoid Rawat Inap di Klinik dr. Widodo,


Gemolong, Sragen
Qonita Fatikhia Syafira
Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
firaqonita08@gmail.com

Abstract. It has been done a study about the doctor’s educational efforts on the
development of typhoid fever patient which hospitalization in dr. Widodo’s clinic. Typhoid
fever is disease caused by Salmonella typhi bacteria transmission trought contaminated
food and drink. Typhoid fever represents an endemic acute infection with a high mortality,
in this case a laboratory test is needed to establish the early diagnosis. Habit hand
washing after defecation, habit hand washing before eating, short dirty fingernail,
frequent food street consumption, buy food street and buy some food with sealed packing
can decrease the risk of typhoid fever. The aim of this study is to know the impact of
doctor typhoid’s educational efforts on typhoid patients who came to the clinic and
hospitalized. Study data taken from interview and observation. The development of data
and exposure of results is qualitatively descriptive. There are four objects of observation
and interview that are a doctor, a pharmacist and two patients. My study showed three
points of typhoid fever educational efforts are to encourage sufficient rest, to monitor food
ingested and to follow doctor’s orders during hospitalization.

Keywords: typhoid fever, effort, educational, doctor

1. PENDAHULUAN

Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih di sertai
gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran yang di sebabkan infeksi Salmonella
typhi (Sodikin, 2012). Salmonella sp. adalah patogen zoonotik dan tegolong Enterobacteriaceae
yaitu bakteri basil gram negatif.Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit menular yang disebut
salmonellosis.Bakteri ini umumnya menyerang usus manusia. Bakteri Salmonella sp. merupakan
bakteri yang bersifat anaerob fakultatif.Demam disertai sakit kepala, konstipasi, malaise,
mengigil, dan sakit otot. Pada kasus ini biasanya disertai muntah tetapi tidak parah. Kejadian
yang paling parah pada kasus adalah terjadinya kematian.Penyakit ini bisa menular malalui air
minum dan makanan yang terinfeksi Salmonella thypi (Shield & Stoppler, 2010). Penyakit ini
termasuk dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini sangat sering dijumpai di Asia termasuk
di Indonesia (Widodo, 2009).Penyakit ini endemik diseluruh daerah di provinsi ini dan
merupakan penyakit infeksi terbanyak keempat yang dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten.
(Depkes RI, 2008).

Typhoid di jumpai secara luas di berbagai negara berkembang terutama terletak di daerah
tropis dan subtropis.Data World HealthOrganization (WHO) memperkirakan jumlah kasus
thypoid di seluruh dunia mencapai 17 juta kasus. Data survey saat ini memperkirakan di
Indonesia ada 600 ribu - 1,3 juta kasus dan tiap tahunnya dengan lebih dari 20.000 kematian.
Rata-rata di Indonesia orang yang berusia 3-19 tahun memberikan angka sebesar 91% terhadap
kasus typhoid (Aden, 2010). Angka kejadian demam typhoid pada tahun 2013 adalah
500/100.000 penduduk, dengan kematian 0,65%. Kejadian demam typhoid yang terjadi di
Indonesia disebabkan antara lain karena faktor kebersihan makanan, kebersihan pribadi maupun
lingkungan. (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 memperlihatkan bahwa gambaran 10 penyakit


terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit, prevalensi kasus demam thypoid sebesar 5,13%
. Penyakit ini termasuk dalam kategori penyakit dengan Case Fatality Rate tertinggi sebesar
0,67%, pada laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional Tahun 2014 memperlihatkan bahwa
prevalensi demam thypoiddi Jawa Tengah sebesar 1,61% yang tersebar di seluruh Kabupaten
dengan prevalensi yang berbeda beda di setiap tempat. Demam thypoidmenurut karakteristik
responden tersebar merata menurut umur dan merata pada umur dewasa, akan tetapi prevalensi
demam thypoid banyak ditemukan pada umur (5–19 tahun) sebesar 1,9% dan paling rendah pada
bayi sebesar 0,8%. Prevalensi demam thypoidmenurut tempat tinggal paling banyak di pedesaan
dibandingkan perkotaaan, dengan pendidikan rendah dan dengan jumlah pengeluaran rumah
tanggarendah.

Pevalensi demam typhoid Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,06% lebih
rendah dibanding tahun 2011 sebesar 0,09%. (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2012). Demam
typhoid merupakan salah satu penyakit terbanyak di Rumah Sakit dan Puskesmas di JawaTimur
pada tahun 2008, 2009 dan 2010. Pada data Riskesdas 2007 menyatakan bahwa
KabupatenSitubondo menempati posisi ke 2 yang mempunyai prevalensi demam typhoid
terbesar di Provinsi Jawa Timur dengan prevalensi sebesar 1,59% diagnosis dan 2,53% diagnosis
dan gejala. Untuk pengobatan penyakit demam typhoid yang digunakan adalah pemberian
antibiotik. Antibiotik sendiri merupakan zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang
mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain
(Santoso, 2009).

Unit rawat inap atau instalasi rawat inap adalah salah satu bagian pelayanan klinis yang
melayani pasien karena keadaannya harus dirawat satu hari atau lebih dengan berbagai jenis di
dalam suatu ruangan dengan kelas perawatan yang berbeda (Shofari, 2002). Jadi rawat inap
adalah pelayanan pasien yang perlu menginap dengan cara menempati tempat tidur untuk
keperluan observasi, diagnosa dan terapi bagi individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan,
penyakit kronis atau rehabilitasi medik atau pelayanan medik lainnya dan memerlukan
pengawasan dokter dan perawat serta petugas medik lainnya setiap hari (Anjaryani W, 2009).

Menurut KBBI, dokter adalah lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit
dana pengobatan. Dokter adalah salah satu tenaga medis yang kehadirannya sangat diperlukan
untuk kemajuan kesehatan di masyarakat.Bukan hanya pengobatan secara medis dengan
pemberian obat berupa pil, tablet, maupun jenis obat lainnya yang diperlukan masyarakat dari
kehadiran seorang dokter. Masyarakat juga membutuhkan edukasi dari dokter mengenai
kesehatan sebelum terserang penyakit. Selain prosedur edukasi setiap penyakit dan golongan usia
memiliki metode berbeda, setiap individu dokter juga memiliki metode tersendiri untuk
memberikan edukasi tentang kesehatan.

Dokter keluarga adalah dokter yang memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh
anggota keluarga secara berkesinambungan (KBBI).Penyelenggaraan praktik dokter keluarga
mempunyai peran yang strategis dalam reformasi pelayanan kesehatan pada tingkat primer.
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan individu dan
keluarga serta masyarakat yang bermutu namun terkendali biayanya dimana hal ini tercermin
dari tata laksana pelayanan kesehatan yang diberikannya.Penyelenggaraan pelayanan dokter
keluarga harus dilakukan dengan suatu standar kualitas pelayanan tertentu sehingga dokter
keluarga dapat berperan maksimal sebagai pintu gerbang pelayanan kedokteran dan kesehatan
(Anggraini, 2012).
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa kedokteran yang bertempat tinggal di lingkungan
sama dengan klinik dr. Widodo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya edukatif dokter
keluarga terhadap pasien demam typhoid rawat inap di salah satu klinik keluarga yaitu di klinik
dr. Widodo, Gemolong, Sragen.

2. METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif
dipengaruhi oleh paradigma naturalistik-interpretatif Weberian, perspektif post-positivistik
kelompok teori kritis serta post-modernisme seperti dikembangkan oleh Baudrillard, Lyotard,
dan Derrida (Cresswell, 1994). Secara metodologis, penelitian kuantitatif lekat dengan
penggunaan logika deduktif dimana teori dan hipotesis diuji dalam logika sebab akibat. Desain
yang bersifat statis digunakan melalui penetapan konsep-konsep, variabel penelitian serta
hipotesis. Penelitian kualitatif lebih mengutamakan penggunaan logika induktif dimana
kategorisasi dilahirkan dari perjumpaan peneliti dengan informan di lapangan atau data-data
yang ditemukan. Sehingga penelitian kualitatif bericirikan informasi yang berupa ikatan konteks
yang akan menggiring pada pola-pola atau teori yang akan menjelaskan fenomena sosial
(Creswell, 1994: 4-7).

Untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui metode kualitatif dengan
observasi dan wawancara. Menurut Drg. K.R. Soegijono, MS (1993), Wawancara adalah proses
tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka secara fisik untuk mengetahui
tanggapan, pendapat, dan motivasi seseorang terhadap suatu obyek. Hasil penelitian akan
dijabarkan secara deskiptif kualitatif mulai dari edukasi pasien dan orang-orang disekitar pasien,
hambatan selama edukasi, perbedaan pasien typhoid rawat jalan dan rawat inap, dan dampak
yang didapatkan dari edukasi yang telah dilakukan. Penulis melakukan observasi langsung
sebelum wawancara bagaimana dokter memberi edukasi dalam setiap kunjungan. Apoteker yang
memberikan edukasi pengobatan pasien demam typhoid kepada keluarga pasien juga menjadi
objek penelitian yang dilakukan.Penelitian ini melibatkan dua pasien observasi dengan dokter
yang sama. Penulis juga melakukan wawancara singkat dengan pasien demam typhoid selama
kunjungan. Setelah mengikuti kunjungan pasien dan observasi, penulis melanjutkan wawancara
di waktu yang sudah disepakati baik dengan dokter, pasien maupun apoteker. Selain observasi
dan wawancara, penulis juga melakukan studi literatur untuk memberikan data valid mengenai
demam tyhpoid.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan oleh penulis dengan informan yakni dokter
keluarga untuk pasien demam typhoid, pasien rawat inap, dan apoteker pada 22 Juni 2019,
didapatkan informasi upaya edukatif dokter keluarga pada pasien demam typhoid.

Dari wawancara dengan pasien rawat inap demam typhoid, dapat dijabarkan bahwa pasien
1 dan pasien 2 memiliki perilaku dan kebiasaan yang sama, untuk pasien 1 sudah pernah
terserang penyakit demam typhoid 4 kali karena sikap pasien yang kurang peduli dan usia yang
masih muda. Sering kelelahan, pola makan tidak baik menjadi penyebab bakteri tidak benar-
benar hilang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan pasien 1, “Dampak edukasi yang saya
dapatkan dari sini kurang baik karena saya tipe orang yang cenderung tidak peduli sehingga
saya kurang bisa memperhatikan anjuran dokter setelah sehat kembali.” Di sisi lain, pasien
2 bahkan mengalami typhoid lebih dari 4 kali sejak SMP, dari observasi yang penulis lakukan,
napsu makan yang kurang diperhatikan dan penjagaan pola hidup sehat yang kurang baik dari
keluarga menjadi sebab utama seiring bertambahnya usia.
Edukasi yang cocok diberikan kepada pasien adalah edukasi bertahap. Selain kepada
pasien typhoid, ternyata keluarga pasien juga harus diedukasi mengenai typhoid dengan tujuan
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dengan penyakit typhoid serta mengurangi faktor
risiko ikut terserang penyakit yang sama. Pemberian obat seperti obat antibiotik juga
memerlukan edukasi tepat yang diberikan oleh apoteker agar dosis yang diberikan sesuai dengan
kerja obat. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan apoteker, “Cara meminum antibiotic
harus habis sesuai resep dokter agar infeksi bisa terobati dengan baik. Antibiotic harus
diminum secara teratur agar pasien tidak resisten terhadap obat.” Sampai saat ini, upaya
edukatif yang dilakukan oleh dokter masih sama seperti umumnya. “Edukasi yang cocok
selama ini adalah memberikan anjuran tiga hal yang sebaiknya dilakukan pasien baik
rawat inap maupun rawat jalan yaitu istirahat cukup, konsumsi makanan sesuai arahan,
dan mengikuti perintah dokter selama pengobatan.” Dari pernyataan dokter keluarga
tersebut, disimpulkan ada tiga poin yang utama mengenai edukasi pasien demam typhoid. Tiga
poin tersebut antara lain istirahat cukup, konsumsi makanan sesuai arahan, dan mengikuti
perintah dokter selama pengobat "an. Untuk poin yang kedua yaitu konsumsi makanan sesuai
arahan, ada dua hal yang dimaksudkan.Pertama, konsumsi makanan bertekstur halus, tidak
mengandung santan dan tidak pedas.Kedua, diet makanan yang berarti menjaga kandungan gizi
makanan.Selain edukasi umum, dokter juga mencoba melakukan pendekatan hati ke hati dengan
pasien. Disimpulkan dari jawaban informan dokter keluarga tentang edukasi yang efektif “Ada,
yaitu pendekatan secara hati ke hati agar pasien mau mengikuti petunjuk, seperti
mengobrol dengan santai.”

Dari observasi yang penulis lakukan, didapatkan dampak yang dirasakan oleh pasien dan
keluarga pasien dari upaya edukatif dokter cukup baik.Hal tersebut ditandai dengan perilaku
pasien selama rawat inap lebih teratur dibantu pengawasan dari perawat. Selain itu, rata-rata
rawat inap pasien typhoid di klinik dr. Widodo ini cukup singkat, antara 2-3 hari dilanjutkan
rawat jalan dan konsultasi berkala. Cara penyampaian yang ramah dan menciptakan lingkungan
yang nyaman pada pasien typhoid dapat membantu perkembangan pasien typhoid secara
signifikan. Pasien pun menyetujui hal tersebut, dilihat dari jawaban dalam wawancara yang
menyatakan poin yang sama, ramah dan nyaman. “Sudah. Mbak perawat dan dokternya tidak
galak, ada dorongan segera sembuh dengan banyak tersenyum.” Tutur pasien demam
typhoid 2. Selama penerima pasien demam typhoid, klinik dr. Widodo belum pernah
mendapatkan pasien meninggal disebabkan oleh penyakit ini.

Hambatan dalam mengedukasi pasien typhoid tidak terlalu menyulitkan menurut apoteker
yang memberikan obat. Sesuai pernyataan informan apoteker “Sejauh ini belum ada keluhan
dari keluarga pasien dalam menerima penjelasan yang diberikan.” Sementara itu, dokter
keluarga menyatakan hal yang cukup berbeda, “Ada, seperti tingkat pendidikan seperti pasien
pedesaan atau perkotaan, tingkat keparahan penyakit karena pasien cendenrung menolak
untuk mendengarkan arahan selama pengobatan, kemudian kebiasaan dan lingkungan
pasien dan keluarga, untuk pasien yang kebiasaannya buruk lebih sulit untuk diedukasi,
serta ekonomi rendah sehingga pasien tidak terlalu memikirkan makanan yang bersih itu
seperti apa.” Dari pernyataan tersebut,ternyata masih didapatkan hambatan dokter keluarga
dalam edukasi pasien demam typhoid. Faktor utama keberhasilan dari edukasi yang diberikan
adalah kepatuhan pasien typhoid selama rawat inap. Jika pasien sudah dinyatakan membaik
kondisinya dan cukup menjalani rawat jalan, kebiasaan pasien di rumah menjadi faktor penentu
dari keberhasilan pengobatan. Menjaga kebersihan makanan, menghindari makanan pedas dan
bersantan, mencuci tangan sebelum makan dan menciptakan lingkungan bersih di rumah menjadi
tugas pasien dan keluarga untuk menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi di saluran
pencernaan.

4. SIMPULAN
Setelah dilakukan pendekatan analisis isi dapat disimpulkan bahwa demam typhoid yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi dapat ditekan dengan mencuci tangan setiap saat dan
dalam berbagai kondisi, menjaga kondisi makanan tetap baik dan sehat, dan menjaga kebersihan
kuku.Untuk menangani pasien demam typhoid tahap lanjut, diperlukan rawat inap agar kondisi
pasien terpantau dan bakteri Salmonella typhi tidak berkembang semakin banyak. Adatiga poin
upaya edukatif dokter dalam perkembangan pasien demam typhoid yaitu istirahat cukup, konsumsi
makanan sesuai arahan, dan mengikuti perintah dokter selama rawat inap.

5. SARAN

Masyarakat mulai sekarang sangat diperlukan menjaga kebersihan lingkungan dengan baik
dan teratur. Ada banyak penyakit akibat kondisi lingkungan yang kotor dapat berkembang di
masyarakat, seperti demam berdarah, difteri, dan typhoid itu sendiri. Peran pemerintah sangat
diperlukan, sosialisasi pentingnya menjaga kebersihan lingkungan harus semakin digerakkan
pelaksanaanya untuk menciptakan masyarakat yang sehat.Upaya yang sinergis antara
pemerintah, tenaga medis terkhusus dokter, dan masyarakat dalam mewujudkan Indonesia lebih
sehat diperlukan untuk menunjang kebutuhan setiap individu terkait. Optimalisasi layanan rawat
inap di klinik-klinik maupun rumah sakit juga diharapkan menjadi perhatian pihak terkait baik
pemerintah, masyarakat, maupun tenaga medis untuk perkembangan pasien terutama pasien
dengan demam typhoid. Pelayanan yang edukatif dari dokter, apoteker, perawat menjadi
kebutuhan pasien dan keluarga pasien untuk kesehatan pasien kembali prima.

6. DAFTAR PUSTAKA
Buku
Kementerian Kesehatan RI. Rencana Aksi Kegiatan Pengendalian Tifod 2015-2019. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2014.

Jurnal
Anggraini, M. T., Rohmani, A. (2012). Hubungan Kepuasan Pasien dengan Minat Pasien dalam
Pemanfaatan Ulang Pelayanan Kesehatan Pada Praktek Dokter Keluarga. Seminar Hasil-
Hasil Penelitian – LPPM UNIMUS, 155.

Anjaryani, W.D. (2009). Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Perawat di RSUD
Tugurejo Semarang. Tesis Magister Promosi Kesehatan Kajian Sumberdaya Manusia, 22.

Badu, S, N.,Tuloli, T. S.,Thomas,N. (2011). Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik dalam


Terapi Demam Typhoid Pada Pasien Anak Rawat Inap di RSUD dr. M.M Dunda Limboto.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo, 2.

Creswell, John W. (1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches.


California: Sage Publications, Inc.

Drg. K.R. Soegijono, MS. (1993). Wawancara Sebagai Salah Satu Metode Pengumpulan Data.
Media Litbangke,s Vol 3(1), 17-21.

Febrianto, A. (2017). Upaya Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak dengan Typhoid. Publikasi
Ilmiah Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2.

Idhayu,A. T., Chen, L. K., Suhendro, Abdullah, M.(2016).Perbedaan Kadar C-Reactive Protein
Pada Demam Akut karena Infeksi Dengue dan Demam Tifoid. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia, Vol.3 (3), 139-140

Murti, N. I. K., Budayanti, N. N. S. (2017). Prevalensi Salmonella Sp. Pada Cilok di Sekolah
Dasar di Denpasar. E-Jurnal Medika, Vol. 6 (5), 36-37.
Nugraheni, S. W., Ruslinawati, Y. (2013).Tinjauan Kelengkapan Dokumen Rekam Medis Pasien
Rawat Inap Penyakit Typhoid Fever di RSUD Banyudono Boyolali Tahun 2012. Jurnal
Ilmiah Rekam Medis Dan Informatika Kesehatan, Vol. 3(3), 51-54.

Nuruzzaman, H., Syahrul, F. (2016).Analisis Risiko Kejadian Demam Tifoid Berdasarkan


Kebersihan Diri dan Kebiasaan Jajan di Rumah. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 4(1),
74–86.

Pambudi, D. A. (2017).Upaya Peningkatan Kebutuhan Nutrisi Pada Pasien Anak dengan Demam
Thypoid. Publikasi Ilmiah Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta,
2.

Rohana, Y. (2016). Perbedaan Pengetahuan dan Pencegahan Primer Demam Tifoid Balita Antara
Orang Tua di Pedesaan dan Perkotaan. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 4 (3), 384–395.

Saputra, R. K., Majid, R., Bahar, H. (2017).Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Kebiasaan Makan
dengan Gejala Demam Thypoid Pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Vol
2(6), 2.

Supriadi. (2017). Asuhan Keperawatan Pasien Typhoid dengan Gangguan Pemenuhan


Kebutuhan Rasa Aman Nyaman : Hipertermi di Ruang Melati RSUD dr. Soedirman
Kebumen. Gombong : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong, 1.

Lampiran
Tabel 1.1 Hasil Wawancara dengan Pasien 1 dan Pasien 2
Pertanyaan Pasien 1 Pasien 2
dari Penulis (FAK, 17 tahun) (S, 47 tahun)
“Pernah, sudah tiga kali saya jatuh sakit “Pernah, penyakit saya
demam typhoid, ini sakit yang keempat. sudah sering kambuh
Pernahkah anda sakit
Terakhir saya jatuh sakit adalah saat sejak SMP, lebih dari 4
yang sama sebelumnya?
saya kelas 10 SMA. Pertama jatuh sakit kali.”
saat SMP kelas 8.”
“Baik, demam saya mulai menghilang “Pusing dan meriang
Apa yang anda rasakan pada jam tertentu, pusing berkurang pada jam-jam malam,
selama menjalani rawat dan badan mulai segar kembali hanya sekitar jam 6-8. Hanya
inap di klinik dr. saja setiap kelelahan, gejala typhoid saja gejalanya mulai
Widodo? kembali dan harus rawat inap lagi.” menghilang dan lebih
ringan.”
Adakah dampak yang “Ada, demamnya turun, tidak pusing “Ada mbak.”
anda dapatkan secara lagi.”
signifikan setelah
pengobatan?
“Dampak edukasi yang saya dapatkan “Sudah. Mbak perawat
dari sini kurang baik karena saya tipe dan dokternya tidak
Apakah edukasi yang orang yang cenderung tidak peduli galak, ada dorongan
diberikan dokter efektif? sehingga saya kurang bisa segera sembuh dengan
memperhatikan anjuran dokter setelah banyak tersenyum.”
sehat kembali.”

Tabel 1.2 Hasil Wawancara dengan Dokter Keluarga


Pertanyaan dari Penulis Jawaban Dokter Keluarga
(dr. W, 51 tahun)
Apakah edukasi yang cocok diberikan “Edukasi yang cocok selama ini adalah memberikan
kepada pasien demam typhoid? anjuran tiga hal yang sebaiknya dilakukan pasien baik
rawat inap maupun rawat jalan yaitu istirahat cukup,
konsumsi makanan sesuai arahan, dan mengikuti
perintah dokter selama pengobatan. Untuk poin yang
kedua yaitu konsumsi makanan sesuai arahan, ada dua
hal yang dimaksudkan. Pertama, konsumsi makanan
bertekstur halus, tidak mengandung santan dan tidak
pedas. Kedua, diet makanan yang berarti menjaga
kandungan gizi makanan.”
Siapa saja yang berhak di edukasi “Keluarga pasien secara spesifik untuk pendampingan
selain pasien? selama pengobatan serta masyarakat umum untuk
membantu pengobatan seperti penyajian makanan
bersih dan penjagaan lingkungan sehat. Masyarakat
disini memiliki arti yang luas seperti pelajar, pedagang
makanan, cleaning service, dll.”
Apakah ada metode lain edukasi “Ada, yaitu pendekatan secara hati ke hati agar pasien
pasien demam typhoid yang efektif mau mengikuti petunjuk, seperti mengobrol dengan
selain edukasi demam typhoid pada santai.”
umumnya?
Apakah ada hasil yang signfikan “Ada, mempercepat penyembuhan, terbukti dengan
setelah pasien dan keluarga pasien di durasi pengobatan yang cenderung singkat, antara 2-3
berikan edukasi tentang demam hari rawat inap.”
typhoid?
Apa perbedaan pasien demam typhoid “Pasien rawat inap lebih memerlukan monitoring yang
rawat jalan dan rawat inap? intensif. Pasien rawat inap biasanya mengalami
dehidrasi karena tidak makan dan minum serta ada
tanda tanda ke arah komplikasi. Rawat inap bertujuan
untuk mencegah komplikasi tersebut. Sementara,
pasien dengan rawat jalan memiliki gejala yang lebih
ringan sehingga monitoring tidak diperlukan dengan
ketat.”
Adakah hambatan dalam “Ada, seperti tingkat pendidikan seperti pasien
mengedukasi pasien demam typhoid? pedesaan atau perkotaan, tingkat keparahan penyakit
Jika iya, apa saja hambatannya? karena pasien cendenrung menolak untuk
mendengarkan arahan selama pengobatan, kemudian
kebiasaan dan lingkungan pasien dan keluarga, untuk
pasien yang kebiasaannya buruk lebih sulit untuk
diedukasi, serta ekonomi rendah sehingga pasien tidak
terlalu memikirkan makanan yang bersih itu seperti
apa.”

Tabel 1.3 Hasil Wawancara dengan Apoteker


Pertanyaan dari Penulis Jawaban Apoteker
(AR, 47 tahun)
Bagaimana cara menjelaskan “Biasanya kita memberikan penjelasan pada pasien tentang
pemberian obat pada keluarga penyakit dahulu, untuk setiap penyakit typhoid selalu
paisen demam typhoid? diberikan antibiotic sebagai drug of choice pada demam
typhoid. Cara meminum antibiotic harus habis sesuai resep
dokter agar infeksi bisa terobati dengan baik. Antibiotic harus
diminum secara teratur agar pasien tidak resisten terhadap
obat. Untuk demam typhoid diberi obat penurun demam
seperti paracetamol yang diminum hanya saat demam datang.
Hal tersebut dijelaskan bersamaan dengan edukasi anjuran
untuk tidak mengonsumsi makanan asam dan pedas.”
Adakah hambatan dalam “Sejauh ini belum ada keluhan dari keluarga pasien dalam
mengedukasi keluarga pasien menerima penjelasan yang diberikan. Keluarga cenderung
demam typhoid? Jika iya, apa hanya bertanya hal-hal yang dasar seperti pantangan makanan
saja hambatannya? dan pola tidur.”

Anda mungkin juga menyukai