Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Menurut Ghillyer (2008), teori etika dibagi menjadi Teori etika berbudi luhur
(virtuous etchics) dan Teori etika untuk perbuatan yang lebih baik (ethics for the greater
good). Namun secara umum, teori etika dibagi menjadi :
a. Teori dan prinsip etika deontologi
b. Teori dan prinsip etika teleologi
Kedua teori tersebut memberikan pembenaran terhadap suatu tindakan beretika. Dari
keduanya tersebut, muncul teori-teori dan prinsip-prinsip etika lanjutan seperti teori dan
prinsip etika egoisme, dan teori dan prinsip etika utilitarianisme. Proses pembenaran secara
etika dapat digambarkan menjadi :

Teori-teori Etika
- Teleologi
- Deontologi

Pembuatan
Dilema Etika Keputusan Perilaku
Beretika

Hambatan-hambatan
- Karakter pribadi
- Keberadaan organisasi
- Kondisi lingkungan

TEORI DAN PRINSIP DEONTOLOGI


Deontologi berasal dari kata yunani deon yang berarti kewajiban dan logos yang
berarti ilmu atau kajian. Menurut teori ini suatu perbuatan dikatakan baik bukan karena
perbuatan tersebut membawa atau mendatangkan sesuatu yang baik melainkan karena
perbuatan tersebut memang baik dengan sendirinya demikian pula dengan perbuatan buruk
Menurut Kant, pertanyaan manusia mengenai “apa yang harus dilakukan (untuk
memenuhi suatu kewajiban)?” menyebabkan munculnya suatu kaidah atau peraturan yang
imperative. Hal ini menimbulkan adanya :
a. Kewajiban bersyarat (aturan hipotesis/hypothetical imperatives),
Merupakan kewajiban yang ditentukan oleh beberapa keinginan/kecenderungan
sebelumnya. Keputusan yang didasarkan pada kewajiban bersyarat berarti yang
menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah apakah keputusan untuk berbuat
tersebut diiringi dengan maksud agar tujuan tertentu tercapai.
b. Kewajiban tidak bersyarat (aturan kategorikal/categorical imperatives)
Keputusan untuk melakukan perbuatan berdasarkan kewajiban yang tidak bersyarat
adalah perbuatan/tindakan yang didasarkan pada motif moral
Dengan demikian menurut kant seorang manusia selalu memiliki banyak keinginan
dan kecenderungan. Manusia akan kecenderungan untuk mengejar apa yang mereka
inginkan, mempunyai kecenderungan psikologis, dan kemampuan untuk mencapai tujuan.
Dalam mencapai tujuan mereka mempunyai kebebasan memilih berbagai cara atau alternatif
untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan dan kebebasan untuk mengabaikan tujuan-
tujuan atau keinginan/ kecenderungan serta bertindak dengan motif yang lebih tinggi.
Rumusan pertama dari kewajiban tidak bersyarat
Rumusan pertama dari kewajiban tidak bersyarat adalah : bertindaklah sedemikian
sehingga kita dapat “berkehendak” memaksimalkan tindakan kita untuk menjadi hukum yang
universal. Memaksimalkan merupakan alasan untuk bertindak. Misalnya anda meminjam
uang dari teman anda. Namun disaat mengembalikan uang tersebut tiba, ternyata anda tidak
mempunyai uang. Selanjutnya anda memutuskan untuk tidak membayar, meski teman anda
membutuhkan uang tersebut, karena anda tidak ingin repot-repot meminjam uang di bank
(untuk melunasi pinjaman), dan anda tahu bahwa teman anda tidak akan menekan dan
memaksa anda untuk melunasi . Alasan anda untuk tidak membayar pinjaman tersebut adalah
bahwa susah untuk membayarnya. Jadi, memaksimalkan tindakan anda menjadi, “ tidak
membayar hutang (tetap berjanji) bila hal tersebut susah untuk dilaksanakan”.
Memaksimalkan hukum universal yaitu dapat dilakukan dengan menguniversalkan
aturan kita. Kewajiban tidak bersyarat atau categorical imperative menekankan bahwa kita
harus “ berkehendak” menjadi hukum universal. Prasayarat dari membuat janji adalah
kepercayaan. Implikasi bagi dunia usaha haruslah ada kepercayaan bila ingin dunia usaha
berjalan dengan baik, oleh karena itu bila kita ingin dipercaya maka harus menunjukkan sikap
dapat dipercaya.
Rumusan kedua dari kewajiban tidak bersyarat
Kant berpendapat bahwa act so as never to treat another being merely as a means
(Duska,2006). Menurut pandangan ini setiap orang secara moral sama serta harus
diperlakukan dengan hormat dan bermartabat. Hak-hak mereka harus dihormati dan kita
1
harus tidak menggunakan kata hanya atau sekedar sebagai suatu makna atau instrument yang
bermanfaat bagi pengguna atau pemakai.
Teori prinsip etika deontology juga memiliki kelemahan (Brooks, 2010). Kelemahan
yang mendasar adalah bahwa kewajiban yang tidak bersyarat (categorical impressive) tidak
memberikan arah yang jelas dalam memutuskan apa yang benar atau yang salah bila tedapat
pertentangan dua atau lebih hukum moral, dimana darus dipilih salah satu hukum moral.
Kewajiban tidak bersyarat juga menetukan standar yang sangat tinggi , misalnya bagaimana
dalam praktiknya memperlakukan seseorang secara terhormat dan bermartabat.
Dari uraian tentang teori dan prinsip deontologi dapat disarikan sebagai berikut :
a. Suatu perbuatan atau keputusan dianggap beretika bukan dikarenakan sebab atau akibat
dari perbuatan itu , melainkan dikarenakan perbuatan atau keputusan itu sendiri sudah
menunjukan gambaran bahwa perbuatan itu beretika atau tidak beretika.
b. Perbuatan atau keputusan yang harus diambil dan dilakukan adalah merupakan hukum
yang sifatnya universal serta memperhatikan dan menghormati keadilan, kejujuran,
martabat serta hak-hak dari para pemangku kepentingan dari dunia usaha. Namun dalam
praktiknya penerapan dari etika deontoligi ini sulit, dikarenakan standar penerapannya
yang sangat tinggi.

TEORI DAN PRINSIP ETIKA TELEOLOGI


Teleologi berasal dari kata telas yang berarti tujuan, sasaran, akibat dan hasil.
Sedangkan logos berarti ilmu atau kajian. Menurut teori ini suatu perbuatan itu baik atau
beretika bila tujuannya baik, serta membawa akibat yang baik , berguna begitu pula dengan
hal yang diangkap tidak baik akibat dari tujuan dan perbuatan tersebut tidak baik.
Teleologi mengevaluasi apakah suatu keputusan itu baik atau buruk, dapat diterima
atau tidak dapat diterima, yang maknanya adalah konsekuensi dari suatu keputusan. Bila
deontologi menitikberatkan pada benar atau tidaknya suatu perbuatan itu sendiri, maka
teleologi menetapkan moralitas dari suatu tindakan dengan mengacu pada konsekuensi dari
tindakan tersebut.
Penerapan pemikiran moral teleologis ini dapat dilakukan bila berhadapan dengan
dilemma akuntansi. Seorang direktur perusahaa dengan sengaja melakukan manipulasi
catatan akuntansinya dikarenakan adanya permasalahan likuiditas yang diyakininya akan
membaik pada satu atau dua periode akuntansi berikutnya. Sebagai seorang akuntan, apakah
kita membiarkan saja penyajian laporan keuangan yang keliru tersebut dalam upaya untuk
menyelamatkan perusahaan atau karyawan? Teori konsekuensi didasarkan pada perbedaan
2
penting antara tindakan yang baik dengan tujuan atau hasilnya. Dengan kata lain menentukan
apakah suatu tindakan itu baik atau buruk itu didasarkan pada konsekuensi atas tindakan
tersebut yang berhubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Perbedaan antara perbuatan dan tujuan pada teori dan prinsip teleologi menjadi
sumber kritikan oleh para penganut konsekuensialis atau teleologist. Kritik-kritik ini
didasarkan pada pertentangan atau kontradiksi yang muncul dari tindakan yang tidak sesuai
dengan tujuan. Adapun kritikan tersebut berupa :
a. Tidak mungkin menentukan konsekuensi dari setiap tindakan
b. Teleologi dapat digunakan untuk membenarkan beberapa tindakan yang burk atau
tidak baik.
Dari sudut pandang “untuk siapa tujuan/konsekuensi suatu perbuatan”, maka etika dan
prinsip teleologi dibagi menjadi :
 Utilitarianisme : Teori dan prinsip etika yang menyatakan bahwa suatu perbuatan atau
keputusan itu beretika atau tidak beretika tergantung atau ditentukan oleh apakah
keputusan atau tindakan tersebut membawa manfaat bagi banyak pihak atau tidak.
 Egoisme etis : Teori dan prinsip etika yang menyatakan bahwa suatu perbuatan atau
keputusan itu beretika bila memberikan manfaat untuk diri pribadi serta untuk
memajukan dirinya sendiri
Sedang bila ditinjau dari “apa tujuan/konsekuensinya” maka teori dan prinsip teleologi
dikelompokkan menjadi :
 Teleologi Hedonism : Teori dan prinsip etika yang menyatakan bahwa suatu keputusan
atau perbuatan itu beretika bila semata mata menyenangkan atau membuat nikmat
pelakunya.
 Teleologi Eudaminisme : teori dan prinsip etika yng menyatakan bahwa suatu keputusan
atau perbuatan itu beretika bila bertujuan untuk mencari dan memperoleh kebahagiaan
yang hakiki.

TEORI DAN PRINSIP UTILITARIANISME


Utilitarianisme berasal dari kata utilitas yang artinya kegunaan. Menurut teori ini,
suatu keputusan atau perbuatan dipandang beretika jika menghasilkan kegunaan atau manfaat
lebih besar bagi semua orang yang terpengaruh oleh keputusan atau perbuatan tersebut.
Menurut Jhon Stuart, suatu perbuatan dianggap benar bila memunculkan kebaikan,
sebaliknya akan dianggap salah jika memunculkan kebalikan dari kebahagiaan. Kebahagiaan

3
yang dimaksud adalah kebahagiaan yang ditujukan bagi orang lain, bukan diri sendiri. Saat
ini utilitarianisme diartikan sebagai mengerjakan perbuatan yang akan membawa kebaikan
yang paling baik untuk sejumlah besar masyarakat.
Jhon Rawls, 1995 menjelaskan bahwa utilitarianisme secara umum terbagi menjadi dua,
yaitu Utilitarianisme tindakan (act utilitarianism)
Merupakan teori prinsip etika konsekuensi. Seseorang dianggap melakukan perbuatan
yang beretika bila memilih untuk melaksanakan suatu tindakan tertentu yanga akan
bermanfaat dan membahagiakan sebagian besar masyarakat.
Utilitarianisme aturan (rule utilitarianisme)
Prinsip utilitarianisme aturan menyatakan bahwa seseorang dianggap melakukan
perbuatan yang beretika bila melakukan suatu perbuatan yang bermanfaat dan
membahagiakan sebagian besar masyarakat sesuai dengan ketentuan tertentu.

TEORI DAN PRINSIP EGOISME


Prinsip ini merupakan prinsip yang mendukung kepentingan diri sendiri (selfishness),
dan pada pandangan masyarakat, kepentingan diri sendiri atau sikap egois itu dianggap salah.
Namun, Para pendukung teori etika egoism berpendapat bahwa kepentingan diri sendiri
adalah suatu hal yang baik. Misal ada dua orang mahasiswi akuntansi yang mana sebelum
mereka ujian si A belajar dengan baik dan sungguh-sungguh dan si B tidak belajar, hanya
bermain saja. Pada saat ujian berlangsung si B meminta jawaban atau contekan kepada si A.
Namun si A tidak memberi tahu jawaban tersebut karena dia berpendapat bahwa menjadi
haknya untuk tidak memberitahu karena masing-masing mempunyai kesempatan belajar yang
sama. Menurut teori dan prinsip egoisme, sikap mahasiswa untuk tidak memberitahu
merupakan sikap egoisme yang mementingkan dirinya sendiri dapat dibenarkan. Hal ini
dilakukan karena untuk kepentingan yang lebih benar dan bermartabat, yaitu kejujuran.
Duska, 2006 menjelaskan 3 keberatan atas sikap egois semacam itu yaitu :
a. Sikap egois itu tidak sesuai dengan aktivitas kemanusiaan. Seperti sikap memberi nasihat
serta sikap bersahabat yang benar
b. Terdapat penyimpangan atau anomali yang aneh yang melekat pada sikap egois. Teori
egoisme menyatakan bawha tidak etis apabila teori ini diajarkan kepada orang lain. Hal
ini merupakan keanehan karena suatu teori dan prinsip haruslah diajarkan dan
disebarluaskan kepada orang lain.
c. Egoisme itu didasarkan pada pandangan egosentrik yang menyimpang. Pandangan
egoisme ini beranggapa bahwa seseorang menjadi pusat dari keuniversalan bila dikaitkan
4
dengan akuntan bahwa seorang akuntan harus mempertahankan objektivitasnya, maka
sikap egosentrik ini tidak tepat

TEORI DAN PRINSIP ETIKA VIRTUAL


Aristoteles, filosof Yunani yang sangat terkenal, yang meyakini karakter dan integritas
individual, menjelaskan konsep tentang bagaimana seseorang berkomitmen untuk mencapai
sesuatu yang ideal: “akan menjadi orang yang seperti apa aku nantinya dan bagaimana aku
menjadi orang seperti itu (Ghillyer, 2008).” Teori dan prinsip tersebut dinamakan dengan
etika virtual atau etika kebajikan/keutamaan.
Kebajikan yang utama yang harus dikejar dan dicapai oleh para akuntan adalah menjadi
akuntan yang dapat dipercaya (Duska, 2006). Namun seorang akuntan mungkin mempunyai
tujuan lebih dari itu yang membutuhkan beberapa kesamaan dan perbedaan sehingga akan
memunculkan konflik.
Duska, 2006 lebih lanjut menjelaskan bahwa pendekatan etis yang harus dilakukan
oleh seorang akuntan dalam mengejar keutamaan atau kebajikan adalah bahwa:
a. Seorang akuntan harus memberikan manfaat serta tidak merugikan orang lain.
b. Seorang akuntan harus hidup secara bertanggungjawab karena mereka mempunyai
komitmen terhadap orang/masyarakat.
c. Seorang akuntan harus tidak mengeksploitir orang lain.
d. Akhirnya, seorang akuntan harus mengembangkan keutamaan seperti integritas dan
kejujuran untuk menjamin praktik-praktik kehidupan profesinya.

5
KASUS

KORUPSI DI INDONESIA

ACFE (Association of Certified Fraud Examiners) dalam Report to the Nations 2014
menjelaskan bahwa kejahatan kerah putih (fraud) di dunia semakin meningkat. Menurut
ACFE kejahatan kerah putih ini terdiri dari dan berbentuk:
1. Korupsi (dengan rata-rata kerugian US$250,000 per kasus)
2. Penyalahgunaan asset/kekayaan organisasi-negara (dengan rata-rata kerugian
US$135,000).
3. Pembuatan Laporan Keuangan yang curang (dengan rata-rata kerugian US$ 4,100,000
per kasus)
Laporan ACFE 2014 tersebut menyebutkan bahwa sebagian besar kejahatan kerah
putih tersebut terungkap karena adanya laporan (46,6%). Artinya terungkapnya kejahatan
kerah putih ini sebagian besar bukan dari hasil pemeriksaan dokumen, pengendalian internal,
pemeriksaan auditor maupun pemeriksaan atau review oleh manajemen. Pada 50,9% laporan
yang mengungkap kejahatan kerah putih ini berasal dari laporan para karyawan (internal
organisasi).
Menurut Laporan dari Tranparency International (TI), 2013 Indonesia berada pada
peringkat indeks korupsi yang tetap buruk. Capaian pada tahun 2013 adalah skor 3.0 pada
peringkat 100 (seratus) dari 182 negara yang diperingkat. Artinya upaya yang secara
sungguh-sungguh dilakukan pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk memberantas
Korupsi tampaknya belum banyak berhasil. Kuantitas dan kualitas dari kejahatan kerah putih
semakin meningkat serta melibatkan hampir seluruh unsur pemerintahan, lembaga legislatif,
yudikatif, penegak hukum, partai politik serta berbagai unsur masyarakat yang lain.
Pada kejahatan kerah putih di dunia, khususnya untuk pembuatan laporan keuangan
yang curang, maka tindakan tersebut langsung atau tidak langsung melibatkan profesi
akuntan. Berbagai tindak kejahatan perpajakan terjadi dikarenakan adanya perekayasaan
laporan keuangan. Para pelakunya adalah para petugas pajak yang mengerti atau bahkan
berpendidikan akuntan (Gayus Tambunan, Dhana Widyamika, dan lain-lain).

6
7

Anda mungkin juga menyukai