Menurut Ghillyer (2008), teori etika dibagi menjadi Teori etika berbudi luhur
(virtuous etchics) dan Teori etika untuk perbuatan yang lebih baik (ethics for the greater
good). Namun secara umum, teori etika dibagi menjadi :
a. Teori dan prinsip etika deontologi
b. Teori dan prinsip etika teleologi
Kedua teori tersebut memberikan pembenaran terhadap suatu tindakan beretika. Dari
keduanya tersebut, muncul teori-teori dan prinsip-prinsip etika lanjutan seperti teori dan
prinsip etika egoisme, dan teori dan prinsip etika utilitarianisme. Proses pembenaran secara
etika dapat digambarkan menjadi :
Teori-teori Etika
- Teleologi
- Deontologi
Pembuatan
Dilema Etika Keputusan Perilaku
Beretika
Hambatan-hambatan
- Karakter pribadi
- Keberadaan organisasi
- Kondisi lingkungan
3
yang dimaksud adalah kebahagiaan yang ditujukan bagi orang lain, bukan diri sendiri. Saat
ini utilitarianisme diartikan sebagai mengerjakan perbuatan yang akan membawa kebaikan
yang paling baik untuk sejumlah besar masyarakat.
Jhon Rawls, 1995 menjelaskan bahwa utilitarianisme secara umum terbagi menjadi dua,
yaitu Utilitarianisme tindakan (act utilitarianism)
Merupakan teori prinsip etika konsekuensi. Seseorang dianggap melakukan perbuatan
yang beretika bila memilih untuk melaksanakan suatu tindakan tertentu yanga akan
bermanfaat dan membahagiakan sebagian besar masyarakat.
Utilitarianisme aturan (rule utilitarianisme)
Prinsip utilitarianisme aturan menyatakan bahwa seseorang dianggap melakukan
perbuatan yang beretika bila melakukan suatu perbuatan yang bermanfaat dan
membahagiakan sebagian besar masyarakat sesuai dengan ketentuan tertentu.
5
KASUS
KORUPSI DI INDONESIA
ACFE (Association of Certified Fraud Examiners) dalam Report to the Nations 2014
menjelaskan bahwa kejahatan kerah putih (fraud) di dunia semakin meningkat. Menurut
ACFE kejahatan kerah putih ini terdiri dari dan berbentuk:
1. Korupsi (dengan rata-rata kerugian US$250,000 per kasus)
2. Penyalahgunaan asset/kekayaan organisasi-negara (dengan rata-rata kerugian
US$135,000).
3. Pembuatan Laporan Keuangan yang curang (dengan rata-rata kerugian US$ 4,100,000
per kasus)
Laporan ACFE 2014 tersebut menyebutkan bahwa sebagian besar kejahatan kerah
putih tersebut terungkap karena adanya laporan (46,6%). Artinya terungkapnya kejahatan
kerah putih ini sebagian besar bukan dari hasil pemeriksaan dokumen, pengendalian internal,
pemeriksaan auditor maupun pemeriksaan atau review oleh manajemen. Pada 50,9% laporan
yang mengungkap kejahatan kerah putih ini berasal dari laporan para karyawan (internal
organisasi).
Menurut Laporan dari Tranparency International (TI), 2013 Indonesia berada pada
peringkat indeks korupsi yang tetap buruk. Capaian pada tahun 2013 adalah skor 3.0 pada
peringkat 100 (seratus) dari 182 negara yang diperingkat. Artinya upaya yang secara
sungguh-sungguh dilakukan pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk memberantas
Korupsi tampaknya belum banyak berhasil. Kuantitas dan kualitas dari kejahatan kerah putih
semakin meningkat serta melibatkan hampir seluruh unsur pemerintahan, lembaga legislatif,
yudikatif, penegak hukum, partai politik serta berbagai unsur masyarakat yang lain.
Pada kejahatan kerah putih di dunia, khususnya untuk pembuatan laporan keuangan
yang curang, maka tindakan tersebut langsung atau tidak langsung melibatkan profesi
akuntan. Berbagai tindak kejahatan perpajakan terjadi dikarenakan adanya perekayasaan
laporan keuangan. Para pelakunya adalah para petugas pajak yang mengerti atau bahkan
berpendidikan akuntan (Gayus Tambunan, Dhana Widyamika, dan lain-lain).
6
7