Anda di halaman 1dari 7

Analisis Determinan Investasi Mata Uang Kripto

Gigih Ganang Asyraf Rif’an


Program Studi Ekonomi, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia, 55183
Email: gigih.ganang.feb18@mail.umy.ac.id

Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang semakin canggih menyebabkan munculnya inovasi pada


berbagai bidang kehidupan. Salah satu sektor ekonomi yang terus berinovasi dalam
menggunakan teknologi terkini adalah sektor keuangan. Banyak produk keuangan yang
bermunculan pada era ekonomi digital, salah satunya adalah mata uang kripto. Mata uang
kripto merupakan mata uang digital dengan sistem terdesentralisasi dalam bentuk numerik
yang berfungsi sebagai alat tukar dan penyimpan nilai berdasarkan perhitungan matematis serta
memiliki perlindungan kriptografi (Rossikhin, et al., 2018). Kriptografi adalah metode yang
digunakan untuk mengamankan transaksi secara terenskripsi. Setiap transaksi yang dilakukan
akan dicatat dan disimpan dalam sebuah buku besar digital yang disebut blockchain
(Sukamulja and Sikora, 2018).

Penggunaan mata uang kripto sebagai alat tukar berbeda dari pembayaran pada umumnya.
Transaksi kripto tidak dilakukan melalui pihak ketiga (perbankan) sehingga biaya transaksi
akan lebih murah dan proses verifikasi akan lebih cepat tanpa batasan antar negara (Wardoyo
et al., 2020). Selain itu, karena sistemnya yang terdesentralisasi, maka mata uang kripto tidak
dapat dikontrol oleh entitas seperti pemerintah atau bank sentral. Baik itu pada harga dan
banyaknya jumlah transaksi, semuanya dijalankan sepenuhnya oleh mekanisme pasar. Hal ini
menyebabkan pemerintah tidak dapat melakukan penyitaan terhadap mata uang kripto yang
dimiliki oleh penggunanya. Beberapa mata uang kripto pun jumlahnya terbatas (Hossain et al.,
2017).

Di Indonesia, penggunaan mata uang kripto telah diatur oleh Badan Pengawasan Perdagangan
Berjangka Komoditi (Bappebti). Mata uang kripto ditetapkan sebagai aset investasi yang dapat
dimasukkan sebagai komoditi dalam pedagangan di bursa berjangka, tetapi dilarang untuk
digunakan sebagai alat pembayaran. Investor kripto di Indonesia sendiri pada 2021 telah
mencapai 6,5 juta orang dengan nilai transaksi aset kripto sebesar Rp. 370 triliun per Mei 2021.1
Jumlah ini terus mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 4 juta orang
investor yang kemudian menjadikan investor kripto lebih besar dibandingkan saham ataupun
reksadana.

Penggunaan mata uang kripto sebagai aset investasi menjadikannnya sebagai salah satu aset
paling berharga saat ini, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Jumlah investor kripto
yang besar menunjukkan minat masyarakat yang tinggi terhadap aset kripto. Tujuan investor
pun sama dengan tujuan investasi pada aset lainnya yaitu untuk memperoleh imbal hasil. Mata
uang kripto dicari bukan lagi sebagai alternatif mata uang fiat atau pembayaran, melainkan
sebagai objek spekulasi digital (Auer and Lucas, 2021). Dalam Islam, praktik spekulasi
dilarang karena mendatangkan mudharat dan merugikan orang lain. Tidak adanya underlying
asset pada mata uang kripto menjadikannya sebagai objek perdebatan hingga saat ini.

Nilai kripto telah berkembang pesat dalam setahun terakhir. Potensi naiknya harga kripto di
masa depan membuatnya dinilai sebagai salah satu aset investasi yang anti inflasi dan menarik
perhatian para investor (Huda and Hambali, 2020). Contoh salah satu mata uang kripto yang
memiliki harga tertinggi saat ini adalah Bitcoin. Bitcoin memiliki tingkat imbal hasil yang
sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dari aset konvensional lainnya (Liu and Tsyvinski, 2018).
Pada 30 Maret 2020, Bitcoin menyentuh harga sebesar Rp 127.859.021/koin. Kemudian, pada
8 Maret 2021, Bitcoin mengalami kenaikan hingga enam kali lipat mencapai Rp
754.311.016/koin. Harga Bitcoin selanjutnya terus mengalami peningkatan hingga kini.

Meningkatnya harga beberapa mata uang kripto ini tidak hanya memberikan imbal hasil yang
tinggi namun juga risiko. Mata uang kripto memiliki tingkat volatilitas yang cukup tinggi.
Menurut Samputra dkk (2020), tingginya tingkat volatilitas kripto menjadikannya sulit
diterima oleh pemerintah secara luas karena dianggap dapat mengganggu stabilitas
perekonomian. Pada sisi investor, mereka cenderung lebih tertarik terhadap imbal hasil terlepas
dari risiko yang ada (Foley & Lardner LLP, 2018). Pada umumnya, investor yang mengambil
risiko lebih besar akan mengharapkan imbal hasil yang lebih tinggi dalam jangka panjang (Xi,
O’Brien and Irannezhad, 2020). Faktor risiko ini tentu tidak dapat dianggap sebelah mata oleh
para investor karena akan berdampak pada keberlangsungan investasi di masa depan.

Di samping imbal hasil dan risiko yang ada, mata uang kripto juga memiliki keunggulan berupa
fleksibilitas. Sistemnya yang terdesentralisasi menjadikan kripto tidak terikat institusi manapun

1 Bappebti, 2021.
sehingga menekan harga transaksi yang lebih rendah (Dwyer, 2015). Jaringan peer to peer
menjadikan transaksi menggunakan kripto tidak memerlukan verifikasi otoritas pusat dan
mempercepat transaksi lintas negara. Saat ini juga sudah terdapat berbagai platform penukaran
mata uang kripto. Penukaran kripto berbeda dengan saham. Transaksi ini tidak melibatkan
pihak perbankan sehingga menjadikannya lebih cepat untuk dicairkan ke mata uang lokal. Hal
ini yang kemudian memberikan kemudahan kepada para investor kripto.

Selain itu, terdapat faktor lain yang berpengaruh terhadap minat investor pada investasi mata
uang kripto yaitu profil umum mereka seperti gender, usia, tingkat pendidikan, status
pekerjaan, wilayah tempat tinggal dan pengalaman investasi (Xi, O’Brien dan Irannezhad,
2020) di Cina dan Australia. Berdasarkan literatur yang ada mengenai topik ini, penulis belum
menemukan adanya penelitian serupa di Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk
mencapai 270 juta jiwa memiliki potensi semakin bertambahnya jumlah investor mata uang
kripto. Indonesia termasuk dalam peringkat keempat negara di CSAO (Central Southern Asia
and Oceania) dengan transaksi mata uang kripto terbesar setelah Vietnam, India dan Australia,
serta menjadi negara peringkat ke-17 di dunia dengan nilai transaksi kripto sebesar $9 Billion.2
Oleh karena itu, penulis mencoba menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi minat
masyarakat Indonesia terhadap investasi mata uang kripto.

Data dan Metode

Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat Indonesia yang telah berinvestasi pada mata
uang kripto. Menurut Sekaran (2017), teknik purposive sampling merupakan teknik dalam
pengambilan sampel yang dilakukan dengan pertimbangan bahwa informasi yang diperlukan
dalam penelitian dapat diperoleh dari suatu kelompok yang telah memenuhi kriteria yang
ditentukan oleh peneliti. Teknik ini digunakan karena sampel yang didapat akan sesuai dengan
tujuan penelitian. Sampel yang dihubungi adalah sampel yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan sehingga memberikan efisiensi waktu dan tenaga dalam penelitian. Ada pun, kriteria
sampel yang ditentukan dalam penelitian ini adalah Warga Negara Indonesia berusia minimal
18 tahun yang telah berinvestasi pada mata uang kripto dan berdomisili di wilayah Indonesia.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Penyebaran
kuesioner dilakukan secara daring dalam rentan waktu Januari – Februari 2022.

2
Chain Analysis, 2020.
Dalam penentuan jumlah sampel yang digunakan, peneliti menggunakan rumus Cochrain
mengingat jumlah populasi tidak diketahui (Sugiyono, 2013). Ada pun, jumlah sampelnya
sebanyak 97 orang berdasarkan perhitungan dari rumus berikut:
Z2 pq
n= (1)
e2

Keterangan:
n = Jumlah sampel
z² = Harga dalam kurva normal untuk simpanan 5%, dengan nilai 1,96
p = Peluang benar 50% atau 0,5
q = Peluang salah 50% atau 0,5
e = Tingkat kesalahan (error) yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 10%

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Metode yang
digunakan adalah metode kuadrat terkecil (ordinary least square). Metode ini dapat digunakan
jika model regresi memenuhi asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Dalam asumsi
BLUE, model regresi antara variabel dependen dan variabel independen memiliki hubungan
yang linier. Variabel independen tidak memiliki nilai tetap. Error term memiliki taksiran nilai
0 karena asumsinya adalah taksiran nilai dari variabel dependen hanya dipengaruhi oleh
variabel independen. Kemudian, error term memiliki varian yang sama (homokedastisitas).
Asumsi berikutnya adalah tidak adanya serial korelasi antar error term dan error term memiliki
distribusi normal.

Model regresi dalam penelitian ini sebagai berikut:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5D1 + β6D2 + e (2)

Keterangan variabel :

Y = Minat investasi masyarakat terhadap mata uang kripto


X1 = Imbal hasil (standard deviasi)
X2 = Fleksibilitas (standard deviasi)
X3 = Usia (tahun)
X4 = Persepsi pengharaman (standard deviasi)
D1 = Pengalaman investasi (1 = ya, 0 = tidak)
D2 = Jenis kelamin (1 = laki-laki, 0 = perempuan)
Sebagai variabel dependen dalam penelitian ini, imbal hasil merupakan tingkat keuntungan
yang berasal dari instrumen investasi dalam jangka waktu tertentu. Variabel imbal hasil diukur
menggunakan skala likert yang terdiri dari pertanyaan mengenai pertimbangan atas imbal hasil
yang dihasilkan dan keuntungan jangka panjang dalam investasi mata uang kripto. Nilai akhir
pada variabel imbal hasil diperoleh dengan cara merata-rata seluruh komponen dalam variabel
yang kemudian ditranformasikan ke dalam angka yang memiliki rata-rata 0 dan standar deviasi
1. Satuan variabel ini adalah standar deviasi.

Terkait dengan variabel independen, variabel fleksibilitas diukur menggunakan skala likert
dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden. Variabel fleksibilitas terdiri dari
pertanyaan mengenai kemudahan bertransaksi dan biaya yang rendah dalam berinvestasi mata
uang kripto. Nilai akhir dari variabel ini diambil dengan merata-rata seluruh komponen yang
kemudian diubah ke dalam bentuk angka dengan rata-rata 0 dan standar deviasi 1. Satuan
variabel ini adalah standar deviasi. Sementara itu, persepsi pengharaman merupakan
pandangan atau tanggapan individu terhadap hukum mata uang kripto berdasarkan aturan
syariah. Variabel ini diukur menggunakan skala likert yang terdiri dari pertanyaan mengenai
persepsi hukum mata uang kripto dan pengaruh pengharaman mata uang kripto terhadap
investasi. Satuan variabel ini adalah standar deviasi. Nilai akhir variabel ini diperoleh dengan
merata-rata seluruh komponen yang kemudian ditranformasikan menjadi angka dengan rata-
rata 0 dan standar deviasi 1.

Terkait dengan karakteristik individu, variabel usia merupakan tolok ukur karakteristik dari
individu yang berinvestasi pada mata uang kripto. Variabel ini diukur dalam satuan tahun.
Karakteristik inidvidu lainnya adalah pengalaman investasi. Pengalaman investasi merupakan
pengalaman yang didapatkan seorang individu ketika melakukan investasi pada instrumen
tertentu. Pengalaman investasi menjadi tolok ukur seorang individu dalam mengenal dunia
investasi sebelum melakukan investasi pada mata uang kripto. Secara spesifik, variabel ini
diukur dari pengalaman berinvestasi pada aset pasar modal sebelum melakukan investasi pada
mata uang kripto. Pengalaman berinvestasi pada pasar modal sebelum investasi pada mata uang
kripto diubah menjadi dummy 1 jika responden menjawab ya, 0 jika tidak. Terakhir, jenis
kelamin merupakan tolok ukur untuk mengetahui karakteristik individu yang berinvestasi pada
mata uang kripto. Variabel tersebut diubah ke dalam bentuk dummy yang bernilai 1 jika laki-
laki dan 0 jika perempuan.
REFERENSI

Auer, R. dan Lucas, D. T. 2021. Distrust or speculation? the socioeconomic drivers of US


cryptocurrency investments. BIS Working Papers, (951).

Dwyer, G. P. 2015. The economics of Bitcoin and similar private digital currencies. Journal of
Financial Stability, 17, pp. 81–91. doi: 10.1016/j.jfs.2014.11.006.

Foley dan Lardner LLP. 2018. ‘2018 Cryptocurrency Survey. in. FOLEY, p. 20. Available at:
https://www.foley.com/files/uploads/Foley-Cryptocurrency-Survey.pdf.

Hossain, S. S. et al.. 2017. Bitcoin and Its Impact on Financial Markets, in Financial Markets.
Dhaka, pp. 1–17.

Huda, N. dan Hambali, R. 2020. Risiko dan Tingkat Keuntungan Investasi Cryptocurrency,
17(1), pp. 72–84.

Liu, Y. dan Tsyvinski, A. 2018. Risks and returns of cryptocurrency. NBER Working Paper,
(24877), pp. 1–68. Available at: http://www.nber.org/papers/w24877.

Rossikhin, V., Burdin, M., dan Mykhalskyi, O. 2018. Legal Regulation Issues of
Cryptocurrency Circulation in Ukraine. Baltic Journal of Economic Studies, 4(3), pp.
254–258.

Samputra, P. L. dan Putra, S. Z. 2020. Bitcoin and Blockchain to Indonesia’s Economic


Resilience: A Business Intelligence Analysis. Jejak, 13(1), pp. 188–202. doi:
10.15294/jejak.v13i1.23099.

Sekaran, U. 2017. Metode penelitian untuk bisnis. Edisi 6. Edited by R. Bougie. Jakarta:
Salemba Empat.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

Sukamulja, S. dan Sikora, C. O. 2018. The New Era of Financial Innovation: the Determinants
of Bitcoin’S Price. Journal of Indonesian Economy and Business, 33(1), p. 46. doi:
10.22146/jieb.30646.

Wardoyo, W., Nuryakin, C. dan Hambali, S. 2020. Bitcoin in Indonesia: Hedging or Investment
Instrument?. Jurnal Ekonomi Indonesia, 9(3), pp. 209–232. doi: 10.52813/jei.v9i3.62.

Xi, D., O’Brien, T. I. dan Irannezhad, E. 2020. Investigating the investment behaviors in
cryptocurrency. Journal of Alternative Investments, 23(2), pp. 141–160. doi:
10.3905/JAI.2020.1.108.

Anda mungkin juga menyukai