Anda di halaman 1dari 71

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN


PENATAAN RUANG
JL. NENAS (KECICANG), Fax(0363)21007 ; 21757
AMLAPURA

LAPORAN AKHIR

Kegiatan:
Rehabilitasi / Pemeliharaan Jaringan Irigasi

Pekerjaan:
Perencanaan Rehabilitasi Bendung
Uma Kahang Dan Lumpadang

Tahun Anggaran 2019


KATA PENGANTAR

Berdasarkan ketentuan yang telah disyaratkan dalam Kerangka Acuan Kerja serta Surat
Perintah Kerja antara Pejabat Pembuat Komitmen / Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Karangasem dengan CV. MANAR
JAYA tentang Pekerjaan Perencanaan Rehabilitasi Bendung Uma Kahang Dan Lumpadang,
maka kami sampaikan Laporan Akhir untuk pekerjaaan tersebut di atas.
Kegiatan ini bermaksud untuk menghasilkan Detail Engineering Design (DED) atau
Perencanaan Rinci dengan tujuan kegiatan perencanaan yang dikerjakan agar bisa
diimplementasikan wujudnya dalam kenyataan tanpa menimbulkan kendala yang berarti, baik
dari aspek administrasi, aspek teknis, aspek biaya, aspek material dan aspek waktu yang harus
direncanakan sehingga diperoleh hasil kerja sesuai dengan harapan.
Dengan adanya laporan ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dalam
memaknai pekerjaan Perencanaan Bendung Uma Kahang Dan Lumpadang .
Akhir kata tidak lupa kami mengucapkan terimakasih, atas kerja sama yang baik dari
semua pihak yang terlibat dalam menangani kegiatan perencanaan ini.

Denpasar, Desember 2019


CV. MANAR JAYA

(I Komang Arya Dirata,ST


Team Leader

i
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Untuk menunjang keberhasilan pembangunan di bidang pertanian khususnya pertanian
tanaman pangan guna memenuhi swasembada pangan khususnya di Kabupaten Karangasem,
maka program pembangunan prasarana irigasi sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan
program tersebut harus ditangani secara maksimal.

Potensi irigasi di Kabupaten Karangasem cukup banyak tersedia sepanjang tahun.


Ketersediaan air irigasi yang cukup banyak tersebut, tidak dapat dimanfaatkan secara optimal
dimana banyak terjadi kehilangan air baik pada saluran irigasi, bendung maupun pada
bangunan irigasi lainnya. Selain itu masih banyak terdapat kondisi dimana saluran irigasi baik
primer maupun sekunder masih merupakan saluran tanah tanpa pasangan. Dengan
ketersediaan air irigasi yang terbatas tersebut maka pola tanam yang bisa dilakukan oleh
petani belum optimal.

Kondisi jaringan irigasi di Bendung Uma Kahang dan Lumpadang secara fungsional
masih terdapat beberapa bagian fasilitas irigasi yang masih sangat sederhana (non
teknis/semi teknis), dan bagian bangunan yang sudah bersifat teknis juga mengalami beberapa
kerusakan sehingga fungsi dan pelayanannya menjadi menurun. Untuk mendapatkan suatu
hasil konstruksi yang sesuai dengan kebutuhan, diperlukan perencanaan sebelum melangkah ke
konstruksi. Untuk itu dilakukan perencanaan jaringan irigasi di daerah irigasi tersebut.

2. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuna dari kegiatan ini adalah melakukan pekerjaan detail
engineering design (DED) terhadap sarana irigasi yang akan dibangun/diperbaiki, sehingga
dapat dicapai pemanfaatan air irigasi dari sumber air (mata air, sungai) yang lebih optimal.

1
3. Target/Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah meningkatkan fungsi jaringan irigasi sehingga
pemanfaatan air irigasi menjadi lebih optimal.

4. Lokasi Pekerjaan
Lokasi pekerjaan berada di Bendung Uma Kahang Dan Lumpadang Kabupaten
Karangasem yang tertuang dalam kegiatan yang terdiri dari:
a. Perencanaan Bendung Uma Kahang Dan Lumpadang

2
BAB II
METODELOGI PERENCANAAN

1. Bendung Tetap

Bangunan air ini dengan kelengkapannya dibangun melintang sungai atau sudetan, dan
sengaja dibuat untuk meninggikan muka air dengan ambang tetap sehingga air sungai dapat
disadap dan dialirkan secara gravitasi ke jaringan irigasi. Kelebihan airnya dilimpahkan ke hilir
dengan terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak dengan maksud untuk meredam energi.

Ada 2 (dua) tipe atau jenis bendung tetap dilihat dari bentuk struktur ambang
pelimpahannya, yaitu:
Ambang tetap yang lurus dari tepi kiri ke tepi kanan sungai artinya as ambang tersebut berupa
garis lurus yang menghubungkan dua titik tepi sungai. Ambang tetap yang berbelok-belok
seperti gigi gergaji. Tipe seperti ini diperlukan bila panjang ambang tidak mencukupi dan
biasanya untuk sungai dengan lebar yang kecil tetapi debit airnya besar. Maka dengan
menggunakan tipe ini akan didapat panjang ambang yang lebih besar, dengan demikian akan
didapatkan kapasitas pelimpahan debit yang besar. Mengingat bentuk fisik ambang dan karakter
hidrolisnya, disarankan bendung tipe gergaji ini dipakai pada saluran. Dalam hal diterapkan di
sungai harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Debit relatif stabil
b. Tidak membawa material terapung berupa batang-batang pohon
c. Efektivitas panjang bendung gergaji terbatas pada kedalaman air pelimpasan tertentu.

1.2. Bagian-Bagian Bangunan Utama

Bangunan utama terdiri dari berbagai bagian yang akan dijeldalam subbab berikut ini.
Pembagiannya dibuat sebagai berikut:

3
- Bangunan bendung
- Bangunan pengambilan
- Bangunan pembilas (penguras)
- Kantong lumpur
- Perkuatan sungai
- Bangunan-bangunan pelengkap

1.3.Data- Data untuk Perencanaan Bendung


Data-data yang dibutuhkan untuk perencanaan bangunan utama dalam suatu jaringan irigasi
adalah:
a) Data kebutuhan air multisektor: merupakan data kebutuhan air yang diperlukdan
meliputi jumlah air yang diperlukan untuk irigasi pertanian.
b) Data topografi: peta yang meliputi seluruh daerah aliran sungai peta situasi untuk letak
bangunan utama; gambar-gambar potongan memanjang melintang sungai di sebelah
hulu maupun hilir dari kedudukan bangunan utama.
c) Data hidrologi: data aliran sungai yang meliputi data banjir.
d) Data morfologi: kandungan sedimen, kandungan sedimen dasar (bedloadmaupun layang
(suspended load) termasuk distribusi ukuran butir, perubahan perubahan yang terjadi
pada dasar sungai, secara horisontal maupun vertikunsur kimiawi sedimen.

4
e) Data geologi: kondisi umum permukaan tanah daerah yang bersangkutan dengan
keadaan geologi lapangan, kedalaman lapisan keras, sesar, kelulu (permeabilitas) tanah,
bahaya gempa bumi, parameter yang harus dipakai.
f) Data mekanika tanah: bahan pondasi, bahan konstruksi, sumber bahan timbunan, batu
untuk pasangan batu kosong, agregat untuk beton, batu belah untuk pasangan batu,
parameter tanah yang harus digunakan.
g) Standar untuk perencanaan: peraturan dan standar yang telah ditetapkan secara nasional,
seperti PBI beton, daftar baja, konstruksi kayu Indonesia, dan sebagainya.
h) Data lingkungan dan ekologi
i) Data elevasi bendung sebagai hasil perhitungan muka air saluran dan dari luas sawah
yang diairi.

2. Analisa Hidrologi
2.1. Uji Konsistensi Data
Data yang diterima dari hasil pengukuran akan diurutkan menurut fungsi waktu
sehingga merupakan data deret berkala. Data tersebut kemudian akan dilakukan pengujian
konsistensi (consistency) dan kesamaan jenis (homogeneity). Uji konsistensi diartikan
sebagai pengujian kebenaran data di lapangan yang tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor
kesalahan, seperti faktor kesalahan akibat pengukuran dan lain sebagainya. Data yang
didapatkan harus benar – benar dapat menggambarkan fenomena hidrologi seperti
keadaan sebenarnya di lapangan. Data hidrologi dapat disebut tidak konsisten jika terdapat
perbedaan nilai pengukuran dan nilai sebenarnya.
Data hidrologi dikatakan tak sama jenis (non – homogeneous) apabila dalam setiap
sub kelompok populasi ditandai dengan perbedaan nilai rata – rata (mean) dan perbedaan
varian (variance) terhadap sub kelompok yang lain dalam populasi tersebut
(Suwarno,1995,p.26).
Banyak cara yang digunakan untuk pengujian data hidrologi diantaranya ada
pengujian data menggunakan analisis grafis, analisis kurva masa ganda dan analisis
statistik. Pada umumnya pengujian data menggunakan analisis kurva masa ganda (double
mass curve analysis ), sebagaimana disajikan pada Gambar 2.1 Dari gambar dapat dilihat
perubahan kemiringan kurva masa ganda yang terjadi karena beberapa hal, seperti :
1) Prosedur pengukuran atau pengamatan
2) Metode pengolahan
3) Perubahan lokasi pos hujan
Dari data curah hujan tahunan yang dilakukan pengujian dalam jangka waktu tertentu
pada stasiun hujan yang diuji, akan dibandingkan dengan besaran kumulatif rata – rata
hujan pada beberapa stasiun referensi sekitarnya. Ketidakkonsistenan data dapat dilihat

5
dari penyimpangan garis kurva, sehingga memerlukan koreksi dengan kemiringan
garisnya.

2.2. Analisa Curah Hujan Rerata Daerah


Hujan dikatakan sangat bervariasi terhadap tempat, sehingga satu stasiun hujan tidak
dapat menggambarkan hujan yang terjadi pada wilayah tersebut. Dalam hal ini
diperlukan hujan kawasan yang didapat dari harga rata – rata curah hujan beberapa
stasiun penakar hujan yang ada di dalam dan/ atau di sekitar kawasan tersebut
(Suripin,2004,p.26)

Pada umumnya perhitungan curah hujan rerata daerah menggunakan beberapa metode,
yaitu :
1) Metode rata – rata aljabar
2) Metode polygon thiessen
3) Metode isohyet

2.3. Analisa Curah Hujan Rancangan


Curah hujan rancangan merupakan curah hujan terbesar dengan peluang yang
mungkin terjadi pada suatu daerah, pemilihan tergantung kesesuaian parameter statistik
data yang bersangkutan. Perhitungan curah hujan rancangan menggunakan beberapa
metode distribusi peluang. Perhitungan curah hujan rancangan dapat menggunakan
beberapa metode, metode yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
1) Metode Normal
2) Metode Log Normal
3) Metode Log – Pearson III
4) Metode Gumbel
Dari keempat metode yang sering digunakan dapat dilakukan analisis data terlebih
dahulu untuk menentukan kesesuaian data yang dimiliki untuk diterapkan distribusi
peluang dengan salah satu metode. Penentuan metode yang digunakan pada suatu daerah
dapat ditentukan dengan menghitung koefisien kepencengan (skewness) atau G dan
koefisien kepuncakan (kurtosis) atau Ck.
2.3.1. Distribusi Log Pearson Tipe III
Metode Log Pearson Tipe III digunakan untuk menghitung curah hujan
rancangan karena metode ini relatif dapat dipakai untuk semua sebaran data, tanpa
harus memenuhi syarat koefisien kepencengan dan koefisien kepuncakan. Sebaran Log
Pearson III, sering digunakan pada perhitungan hujan harian maksimum untuk
menghitung besarnya banjir rencana yang terjadi pada periode ulang tertentu.
2.3.2. Uji Kesesuaian Distribusi

6
Pengujian parameter digunakan untuk menguji kecocokan (the goodness of
fittest test) metode distribusi frekuensi yang digunakan terhadap fungsi peluang yang
diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Uji
kesesuaian distribusi dilakukan untuk menguji kebenaran distribusi yang digunakan.
Uji Chi Square dan Smirnov Kolmogorov biasanya digunakan untuk pengujian
kesesuaian distribusi.

2.4. Analisa Debit Banjir Rancangan


Untuk memperkirakan besarnya debit banjir rancangan dalam suatu Daerah
Aliran Sungai (DAS) dapat digunakan beberapa metode, seperti Metode Rasional yang
cukup sederhana dan metode matematik pengalihragaman hujan aliran yang cukup
kompleks. Dalam peramalan debit banjir ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni
under estimated atau over estimated discharge. Permasalahan tersebut menjelaskan bahwa
setiap proses pengalihragaman hujan menjadi banjir oleh sistem DAS selalu
memberikan jawaban yang berbeda. Salah satu pendekatan dalam mengatasi permasalahan
tersebut perlu disajikan dalam bentuk hidrograf banjir. Penyajian hidrograf banjir dapat
menggunakan metode penurunan hidrograf satuan dari hidrograf banjir terukur jika
tersedia data dan menggunakan rumus empiris yakni Hidrograf Satuan Sintetik
(HSS), yaitu hidrograf yang didasarkan atas sintetis parameter-parameter daerah aliran
sungai. Salah satu Hidrograf Satuan Sintetik yang sering digunakan dalam perhitungan debit
banjir di Indonesia adalah Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu.
2.4.1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu merupakan suatu cara untuk
mendapatkan hidrograf banjir rancangan dalam suatu DAS. Untuk membuat
suatu hidrograf banjir pada sungai, perlu dicari karakteristik atau parameter daerah
pengaliran tersebut. Adapun karakteristik tersebut adalah:
a. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time to
peak magnitute).
b. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time
log).
c. Tenggang waktu hidrograf ( time base of hydrograf ).
d. Luas daerah pengaliran.
e. Panjang alur sungai utama (lenght of the longest channel ).
f. Koefisien limpasan atau pengaliran (run off coefficient).

Hidrograf banjir pada daerah aliran dihitung dengan metode Unit Hidrograf Nakayasu dengan
rumus sebagai berikut:

7
Bentuk kurva dari HSS Nakayasu dapat dilihat pada Gambar 1. Persamaan Hidrograf Satuan
Sintetik Nakayasu:

dimana:
Q = debit puncak banjir (m3/det)
Ro = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak
sampai menjadi 30% dari debit puncak (jam)

3. Perhitungan Hidrolis Bendung


Perencanaan hidrolis bagian-bagian pokok bangunan utama akan dijelaskan dalam subbab-
subbab berikut ini. Perencanaan tersebut mencakup tipe-tipe bangunan yang telah
dibicarakan dalam subbab-subbab terdahulu, yakni:
- bendung pelimpah
- bendung mekanis
- bendung karet
- pengambilan bebas
- pompa dan
- bendung saringan bawah
Di sini akan diberikan kriteria hidrolis untuk bagian-bagian dari tipe bangunan yang
dipilih dan sebagai referensi tambahan dapat digunakan SNI 03-1724-1989, SNI 032401-
1991.

3.1. Lebar Bendung


Lebar bendung, yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment), sebaiknya sama
dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Di bagian ruas bawah sungai, lebar
rata-rata ini dapat diambil pada debit penuh (bankful discharge) di bagian ruas atas

8
mungkin sulit untuk menentukan debit penuh. Dalam hal ini banjir mean tahunan dapat
diambil untuk menentukan lebar rata-rata bendung. Lebar maksimum bendung
hendaknya tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai pada ruas yang stabil. Untuk
sungai-sungai yang mengangkut bahan-bahan sedimen kasar yang berat, lebar bendung
tersebut harus lebih disesuaikan lagi terhadap lebar rata-rata sungai, yakni jangan diambil
1,2 kali lebar sungai tersebut. Agar pembuatan bangunan peredam energi tidak terlalu
mahal, maka aliran per satuan lebar hendaknya dibatasi sampai sekitar 12-14 m, yang
memberikan tinggi energi maksimum sebesar 3,5 – 4,5 m. Lebar efektif mercu (Be)
dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya (B), yakni jarak antara pangkal-
pangkal bendung dan/atau tiang pancang, dengan persamaan berikut:

dimana:
n = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pangkal bendung
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi (m)
Harga koefisien Kp dan Ka dapat dilihat pada tabel 2-1.

Gambar 2-1. Lebar Efektif Mercu

Tabel 2-1. Harga-Harga Koefisien Kp dan Ka

9
Dalam memperhitungkan lebar efektif, lebar pembilas yang sebenarnya (dengan bagian
depan terbuka) sebaiknya diambil 80% dari lebar rencana untuk mengkompensasi
perbedaan koefisiensi debit dibandingkan dengan mercu bendung itu sendiri (lihat
Gambar 2-1.).

3.2 Perencanaan Mercu


Di Indonesia pada umumnya digunakan dua tipe mercu untuk bendung pelimpah: tipe
Ogee dan tipe bulat (lihat Gambar 2-2.).

Gambar 2-2. Bentuk- Bentuk Mercu

Kedua bentuk mercu tersebut dapat dipakai baik untuk konstruksi beton maupun
pasangan batu atau bentuk kombinasi dari keduanya. Kemiringan maksimum muka bendung
bagian hilir yang dibicarakan di sini berkemiringan 1 banding 1 batas bendung dengan muka hilir
vertikal mungkin menguntungkan jika bahan pondasinya dibuat dari batu keras dan tidak
diperlukan kolam olak. Dalam hal ini kavitasi dan aerasi tirai luapan harus diperhitungkan
dengan baik.
1) Mercu bulat
2) Mercu ogee
Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bendung mercu Ogee adalah:

dimana:
Q = debit, m3/dt
10
Cd = koefisien debit (Cd = C0C1C2)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
b = lebar mercu, m
H1 = tinggi energi di atas ambang, m

Gambar 2-3. Bentuk-Bentuk Bendung Mercu Ogee


(U.S.Army Corps of Engineers, Waterways Experimental Stasion)

3.3.Bangunan Pengambilan dan Pembilas


Bangunan pengambilan berfungsi untuk mengelakkan air dari sungai dalam jumlah yang
diinginkan dan bangunan pembilas berfungsi untuk mengurangi sebanyak mungkin benda-benda
terapung dan fraksi-fraksi sedimen kasar yang masuk ke jaringan saluran irigasi.
Pengambilan sebaiknya dibuat sedekat mungkin dengan pembilas dan as bendung atau
bendung gerak.
Lebih disukai jika pengambilan ditempatkan di ujung tikungan luar sungai atau pada ruas
luar guna memperkecil masuknya sedimen.
Bila dengan bendung pelimpah air harus diambil untuk irigasi di kedua sisi sungai, maka
pengambilan untuk satu sisi (Jika tidak terlalu besar) bisa dibuat pada pilar pembilas, dan airnya
dapat dialirkan melalui siphon dalam tubuh bendung ke sisi lainnya.
Dalam kasus lain, bendung dapat dibuat dengan pengambilan dan pembilas di kedua sisi.
Kadang-kadang tata letak akan dipengaruhi oleh kebutuhan akan jembatan. Dalam hal ini
mungkin kita terpaksa menyimpang dari kriteria yang telah ditetapkan.
Adalah penting untuk merencanakan dinding sayap dan dinding pengarah, sedemikian
rupa sehingga dapat sebanyak mungkin dihindari dan aliran menjadi mulus. Pada umumnya ini
berarti bahwa lengkung-lengkung dapat diterapkan dengan jari-jari minimum ½ kali kedalaman
air.
11
3.3.1. Bangunan Pengambilan
Pembilas pengambilan dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya terbuka untuk
menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir, besarnya bukaan pintu bergantung kepada
kecepatan aliran masuk yang diizinkan. Kecepatan ini bergantung kepada ukuran butir bahan
yang dapat diangkut.
Kapasitas pengambilan harus sekurang-kurangnya 120% dari kebutuhan pengambilan
(dimension requirement) guna menambah fleksibilitas dan agar dapat memenuhi kebutuhan yang
lebih tinggi selama umur proyek. Rumus dibawah ini memberikan perkiraan kecepatan yang
dimaksud:

( )

dimana:
v = kecepatan rata=rata, m/dt
h = kedalaman air, h
d = diameter butiran, m
dalam kondisi biasa rumus diatas disederhanakan menjadi:

Dengan kecepatan masuk sebesar 1,0 – 2,0 m/dt yang merupakan besaran perencanaan normal,
dapat diharapkan bahwa butir-butir berdiameter 0,01 sampai 0,04 m dapat masuk.

dimana:
Q = debit, m3/dt
μ = koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air dengan
kehilangan tinggi energi, μ = 0,80
b = lebar bukaan, m
a = tinggi bukaan, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8 m/s)
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m

12
Gambar 2-3. Tipe Pintu Pengambilan

Elevasi mercu bendung direncana 0,10 di atas elevasi pengambilan yang dibutuhkan untuk
mencegah kehilangan air pada bendung akibat gelombang.
Elevasi ambang bangunan pengambilan ditentukan dari tinggi dasar sungai. Ambang direncana
di atas dasar dengan ketentuan berikut:
- 0,50 m jika sungai hanya mengangkut lanau
- 1,00 m bila sungai juga mengangkut pasir dan kerikil
- 1,50 m Jika sungai mengangkut batu-batu bongkah.
Harga-harga itu hanya dipakai untuk pengambilan yang digabung dengan pembilas terbuka, jika
direncana pembilas bawah, maka kriteria ini tergantung pada ukuran saluran pembilas bawah.
Dalam hal ini umumnya ambang pengambilan direncanakan 0 < p < 20 cm di atas ujung penutup
saluran pembilas bawah.

3.3.2. Pembilas
Lantai pembilas merupakan kantong tempat mengendapnya bahan-bahan kasar di depan
pembilas pengambilan. Sedimen yang terkumpul dapat dibilas dengan jalan membuka pintu
pembilas secara berkala guna menciptakan aliran terkonsentrasi tepat di depan pengambilan.
Pengalaman yang diperoleh dari banyak bendung dan pembilas yang sudah dibangun,
telah menghasilkan beberapa pedoman menentukan lebar pembilas:
- lebar pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama dengan 1/6 – 1/10 dari lebar
bersih bendung (jarak antara pangkal-pangkalnya), untuk sungai-sungai yang lebarnya
kurang dari 100 m.
- lebar pembilas sebaiknya diambil 60% dari lebar total pengambilan termasuk pilar-pilarnya.
Juga untuk panjang dinding pemisah, dapat diberikan harga empiris. Dalam hal ini sudut a pada
Gambar 5-4. sebaiknya diambil sekitar 600 sampai 700.

3.3.3. Pintu
Dalam merencanakan pintu, faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan:
- berbagai beban yang bekerja pada pintu
- alat pengangkat: 1. tenaga mesin
2. tenaga manusia
- kedap air dan sekat
- bahan bangunan.
Biasanya pintu pengambilan adalah pintu sorong kayu sederhana. Bila di daerah yang
bersangkutan harga kayu mahal, maka dapat dipakai baja. Jika air di depan pintu sangat dalam,

13
maka eksploitasi pintu sorong mungkin sulit. Jika demikian halnya, pintu radial atau segmen
akan lebih baik.

3.4.Stabilitas bendung
a. Kriteria Perencanaan
Stabilitas perlu dianalisa untuk mengetahui apakah konstruksi bangunan ini kuat atau
tidak, agar diperoleh bendung yang benar – benar stabil, kokoh dan aman dari berbagai gaya
– gaya yang bekerja pada tubuh bendung maupun oleh berat tubuh bentuh itu sendiri.
Perhitungan stabilitas bendung perlu dicari besarnya gaya – gaya yang berusaha mengakat
dan mendorong bendung dari kedudukannya, perhitungan dilakukan dengan meninjau
keamanan dari tubuh bendung terhadap adanya bahaya guling, geser dan daya dukung tanah.
Anggapan – anggapan dalam perhitungan stabilitas :
1. Titik lemah bendung terletak pada ambang ujung hilir bendung yang memungki
nka n terjadi geser dan guling.
2. Stabilitas bendung dapat dilakukan dengan berbagai kondisi seperti : kondisi
kosong, kondisi kosong dengan gempa, kondisi normal, kondisi normal sedimen,
kondisi normal gempa, kondisi banjir dll.

b. Dasar Pembebanan Bendung


Dalam perencanaan konstruksi suatu bangunan, analisa stabilitas selalu
diperhitungka n. Kontrol-kontrol stabilitas selalu diperhitungkan terhadap :
1. Stabilitas terhadap guling
2. Stabilitas terhadap geser
3. Stabilitas terhadap daya dukung tanah

Pada perhitungannya, stabilitas bendung ditinjau dalam keadaan :


▪ Kondisi air normal, tanpa sedimen, tanpa gempa
▪ Kondisi air normal, sedimen penuh, tanpa gempa
▪ Kondisi air banjir, sedimen penuh, gempa

Gaya-gaya yang bekerja pada bendung :


▪ Tekanan air
▪ Tekanan lumpur
▪ Gaya gempa
▪ Berat bangunan sendiri
14
▪ Reaksi pondasi (daya dukung)

c. Kontrol Stabilitas Terhadap Guling, Geser dan Daya Dukung Tanah


Dalam perencanaan konstruksi bendung, faktor keamanan harus diperhitungkan. Untuk
mengetahui keamanan tubuh bendung harus diadakan cek stabilitas. Di dalam analisa
stabilitas dilakukan kontrol terhadap gaya guling, geser dan daya dukung tanah.
 Stabilitas terhadap guling
 Keadaan Normal

SF = MT / MG > 1.5

 Keadaan Gempa

SF = MT / MG > 1.3

dimana : SF = angka keamanan


MT = momen tahan
MG = momen guling
 Stabilitas terhadap geser
 Keadaan Normal

Sf = (f . ∑ V) / ∑ H > 1.5

 Keadaan Gempa

Sf = (f . ∑ V) / ∑ H > 1.3

dimana : f = koefisien geser (tg ф)


∑ V = jumlah gaya vertikal
∑ H = jumlah gaya horisontal

15
 Tekanan tanah
 Tekanan Tanah Statis
Pa = Ka . ∂t . h2 + ½ . Ka . ∂t . h2
 Tekanan Tanah Dinamis
Pd = 0,5 . ∂t . ce

dimana : Pa = tekanan tanah statis (tm)


Pd = tekanan tanah dinamis (tm)
h = tinggi jatuh (m)
∂t = berat jenis tanah
ce = (1 – sin θ) / (1 + sin θ)
 Tekanan Sedimen
Ps = 0,5. (∂sat - ∂w). Cs . h2
Dimana : Cs = koefisien tekanan tanah
 Tekanan Berat Bangunan
W = V . ∂bangunan
Wt = W1 + W2 + …..+ Wn
 Koefisien Tanah Aktif (Ka)
Ka = (1 – sin θ) / (1 + sin θ), dimana θ = sudut geser tanah
 Koefisien Tanah Pasif (Kp)
Kp = 1 / Ka

d. Kondisi Air Banjir, Sedimen Penuh, Gempa


Kondisi dimana muka air tidak lagi normal (terjadi air maksimum setinggi bendung)
tapi sudah diatas bendung, yaitu setinggi Hd. Jadi perhitungan momen tahan akan ditambah
dengan gaya vertikal ke bawah yang terjadi akibat air yang mengalir dari atas bendung lalu
jatuh ke bawah ke lantai apron hilir.

Akibat adanya gempa, akan ada penambahan momen guling yang terjadi secara
Akibat adanya gempa, akan ada penambahan momen guling yang terjadi seca
horisonta l kekanan menekan bendung. Momen ini dilambangkan MPd dengan rumus :
kekanan menekan bendung. Momen ini dilambangkan MPd dengan rumus :

MPd = 7/12 x H2 x w x Kh

Jadi, momen guling keseluruhan :

16
e. Rembesan
Rembesan atau, perkolasi air melalui tanah di sekitar bangunan diakibatkan oleh beda
tinggi energi pada bangunan itu. Pada dibawah ditunjukkan dua macam jalur rembesan
yang mungk in terjadi: (A) jalur rembesan di bawah bangunan dan (B) jalur rembesan di
sepanjang sisi bangunan.

A. Perkolasi
Perkolasi dapat mengakibatkan hal-hal berikut :
(a) tekanan ke atas (statik)
(b) erosi bawah tanah/piping (konsentrasi aliran yang mengakibatkan kehilangan bahan)
(c) tekanan aliran (dinamik).
Rembesan dapat membahayakan stabilitas bangunan.

B. Gaya tekan ke atas


Gaya tekan ke atas pada tanah bawah dapat ditemukan dengan membuat jaringan aliran
(flownet), atau dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori angka
rembesan (weighted creep theory)

17
C. Jaringan aliran
Jaringan aliran dapat dibuat dengan:
(1) plot dengan tangan
(2) analog listrik atau
(3) menggunakan metode numeris (numerical method) pada komputer.

Dalam metode analog listrik, aliran air melalui tanah bawah dibandingkan dengan aliran
listrik melalui medan listrik daya-antar konstan. Besarnya voltase sesuai dengan tinggi
piesometrik, daya-antar dengan kelulusan tanah dan aliran listrik dengan kecepatan air
dibawah. Biasanya plot dengan Langan yang dilakukan dengan seksama akan cukup
memadai.

f. Teori angka rembesan Lane


Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal memiliki daya
tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang vertikal.
Ini dapat dipekai untuk menghitung gaya tekan ke atas di bawah bangunan dengan cars
membagi beds tinggi energi pada bangunan sesuai dengan panjang relatif di sepanjang
pondasi dan dapat dilihat pada gambar dibawah.
Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x di sepanjang dasar
bangunan dapat dirumuskan sebagai berikut:

18
dan di mana L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara Lane, bergantung
kepada arah bidang tersebut
Untuk bidang yang membentuk sudut 45° atau lebih terhadap bidang horisontal,
dianggap vertikal.

g. Stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping)


Bangunan-bangunan yang harus mengatasi beda tinggi muka air hendaknya
dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh akibat naiknya dasar
galian (heave) atau rekahnya pangkal hilir bangunan.
Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dicek dengan jalan membuat
jaringa n aliran/flownet dan dengan beberapa metode empiris, seperti :
- Metode Bligh
- Metode Lane, atau
- Metode Koshla
Metode Lane, yang juga disebut metode angka rembesan Lane (weighted creep
ratio method), adalah cara yang dianjurkan untuk mencek bangunan guna mengetahui
adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman dan mudah
dipakai. Untuk bangunan-bangunan yang relatif kecil, metode-metode lain
mungkin dapat memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya lebih
sulit.
Metode Lane ini membandingkan panjang jalur rembesan di bawah bangunan di sepanjang
bidang bangunan tanah bawah dengan beda tinggi muka air antara kedua sisi bangunan. Di
sepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam dari 45° dianggap vertikal dan yang
kurang dari 45° dianggap horisontal. Jalur vertikal dianggap memiliki daya tahan terhadap aliran
3 kali lebih kuat daripada jalur horisontal.
19
dimana :
CL = Angka rembesan Lane
S Lv = jumlah panjang vertikal, m
E LH = jumlah panjang horisontal, m
H = beda tinggi muka air, m.

Gambar Metode Angka Rembesan Lane

Tabel Harga – Harga Minimum Angka Rembesan Lane (C L)

20
h. Langkah – Langkah Perhitungan Stabilitas Bendung
a) Siapkan data atau informasi untuk bendung yang akan dilakukan analisa
stabilitas dan diperlukan survey lapangan guna mengetahui kondisi lokasi
studi. Pengumpulan data meliputi :
 Data desain bendung = gambar denah bendung, potongan melintang dan
potongan memanjang bendung.
 Data teknis bendung = Tipe bendung, mercu bendung, kolam olak, Q100,
lebar bendung, tinggi bendung, elevasi bendung, kolam olak dll.
 Data mekanika tanah = Angka pori (e), berat jenis tanah (𝛾), tegangan ijin (𝜎),
sudut geser dalam (∅), N-SPT.
b) Memberi notasi pada setiap titik bendung agar memudahkan dalam melakukan
analisa
c) Menghitung rembesan pada bendung dengan menggunakan kontrol keamanan
Lane’s dan Bligh’s dengan mempertimbangkan ketebalan dan panjang
pondasi/apron yang nantinya akan mempengaruhi dalam analisa jalur rembesan
pada bendung (remebsan hanya terjadi pada pondasi atau tanah tumpuan bendung
d) Dilakukan penggambaran kondisi uplift dan kontrol uplift pada bendung
berdasarkan hasil analisa rembesan Lane & Bligh
e) Pembagian pias – pias (segitiga, persegi dan persegi panjang/trapeium) pada
bendung untuk dilakukan analisa stabilitas dan cari titik pusat dari setiap pias
Menghitung luasan tiap pias yang dikalikan dengan 𝛾 (berat jenis) agar
f)
mendapatkan nilai gaya yang bekerja
21
Cari lengan/jarak dari setiap pias ke titik paling kritis bendung
g)
(ujung hilir bendung/sebelum kolam olak) dan perhatikan arah gerakan gaya
yang nanti akan berpengaruh pada nilai momen

h) Melakukan perhitungan momen dengan cara mengkallikan nilai gaya dengan


lengan/jarakpias menuju titik kritis. Apabila arah momen searah jarum jam maka
nilai momennya positif dan sebaliknya.
i) Perhitungan momen meliputi momen tahan akibat tubuh bendung & gaya vertikal,
momen guling & gaya vertikal akibat uplift, momen gulling akibat gaya
tekanan air & gaya horizontal, dan momen tahan akibat tanah pasir dan gaya
horizontal
j) Melakukan perhiutngan gaya dan momen yang bekerja pada pada bendung dan
melakukan kontrol stabiitas bendung terhadap geser dan guling

22
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN BENDUNG UMA KAHANG DAN
LUMPADANG

1. Keadaan Hidrologi
Dalam pembuatan bendung, yang pertama diperhitungkan adalah faktor-faktor
hidrologinya karena menentukan lebar dan panjang bendung serta tinggi bendung
tergantung pada debit rencana. Faktor – faktor yang diperhitungkan adalah distribusi curah
hujan, curah hujan efektif, dan debit banjir rencana.
Untuk menganalisa banjir rencana, terlebih dahulu harus dibuat hidrograf banjir pada sungai
yang bersangkutan. Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai yang perlu dicari
karakteristik atau parameter daerah pengaliran
Adapun karakteristik tersebut adalah:
a) Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time to peak
magnitude)
b) Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag)
c) Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph)
d) Luas daerah pengaliran
e) Panjang alur sungai terpanjang (length of the longest channel)
f) Koefisien limpasan atau pengaliran (run off coefficient)

1.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)


Luas DAS Uma Kahang dan Lumpadang adalah 30,5 km2. Panjang sungai utama Tukad
Buhu adalah 17,5 Km

23
Gambar 3-1. Daerah Aliran Sungai Tukad Buhu

1.2. Data Curah Hujan


Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian maksimum pada
Stasiun Hujam Amlapura selama 20 tahun dan data disajikan pada tabel 3-1.

Tabel 3-1. Data Curah Hujan Stasiun Amlapura selama 20 Tahun

No Tahun CH Maks

1 1993 76,000
2 1994 146,000
3 1995 123,000
4 1996 108,000
5 1997 32,000
6 1998 85,000
7 1999 64,000
8 2000 86,000
9 2001 154,000
10 2002 83,000
11 2003 115,000
12 2004 110,000
13 2005 119,000
14 2006 124,000
15 2007 125,000
16 2008 99,000
17 2009 72,000
18 2010 65,000
19 2011 53,000
20 2012 60,000

1.3. Uji Konsistensi


Uji konsistensi dilakukan untuk mengetahui data hujan yang digunakan bersifat
homogen dan tidak ada yang keluar dari trend data hujan yang seharusnya. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan Uji Ketidakadaan Trend, dengan hasil perhitungan dapat
dilihat pada tabel 3-2 sebagai berikut:

24
Tabel 3-2. Uji Ketidakadaan Trend
Curah
Peringkat Peringkat
No. Tahun Hujan dt dt 2
Tt Rt
(mm)
1 1993 1 76,000 14 13 169
2 1994 2 146,000 2 0 0
3 1995 3 123,000 5 2 4
4 1996 4 108,000 9 5 25
5 1997 5 32,000 20 15 225
6 1998 6 85,000 12 6 36
7 1999 7 64,000 17 10 100
8 2000 8 86,000 11 3 9
9 2001 9 154,000 1 -8 64
10 2002 10 83,000 13 3 9
11 2003 11 115,000 7 -4 16
12 2004 12 110,000 8 -4 16
13 2005 13 119,000 6 -7 49
14 2006 14 124,000 4 -10 100
15 2007 15 125,000 3 -12 144
16 2008 16 99,000 10 -6 36
17 2009 17 72,000 15 -2 4
18 2010 18 65,000 16 -2 4
19 2011 19 53,000 19 0 0
20 2012 20 60,000 18 -2 4
Jumlah 1014

Uji Ketidakadaan Trend


No. Derajat Kepercayaan (t hitung < t tabel) Hasil Uji
Nilai t hitung Nilai t tabel
1 5% 1,038 1,725 Independen
2 1% 1,038 2,528 Independen

Dari tabel 3-2 diketahui data curah hujan harian maksimum yang telah dilakukan
pengujian data dengan uji ketidakadaan trend, didapat nilai t hasil hitungan dengan nilai
t dari tabel didapatkan data curah hujan harian maksimum bersifat independen sehingga
layak digunakan untuk perhitungan hidrologi selanjutnya.

1.4. Analisis Frekuensi


Uji frekuensi bertujuan untuk menganalisis curah hujan maksimum dengan berbagai
periode ulang. Metode yang digunakan dalam analisis frekuensi adalah metode Distribusi
Log Pearson Type III. Dari hasil analisis diperoleh curah hujan maksimum dengan periode
ulang.

25
Tabel 3-3. Tabel Perhitungan Log Pearson Type III
Tinggi
No. Tahun Hujan log X (Log X - Log Xr er ata )2 (Log X - Log Xr er ata )3
(X)
1 1993 76 1,881 4,695E-03 -3,217E-04
2 1994 146 2,164 4,623E-02 9,941E-03
3 1995 123 2,090 1,976E-02 2,778E-03
4 1996 108 2,033 7,072E-03 5,947E-04
5 1997 32 1,505 1,973E-01 -8,764E-02
6 1998 85 1,929 3,965E-04 -7,895E-06
7 1999 64 1,806 2,049E-02 -2,933E-03
8 2000 86 1,934 2,200E-04 -3,263E-06
9 2001 154 2,188 5,673E-02 1,351E-02
10 2002 83 1,919 9,152E-04 -2,769E-05
11 2003 115 2,061 1,240E-02 1,381E-03
12 2004 110 2,041 8,475E-03 7,803E-04
13 2005 119 2,076 1,593E-02 2,011E-03
14 2006 124 2,093 2,076E-02 2,992E-03
15 2007 125 2,097 2,178E-02 3,214E-03
16 2008 99 1,996 2,144E-03 9,928E-05
17 2009 72 1,857 8,464E-03 -7,786E-04
18 2010 65 1,813 1,861E-02 -2,539E-03
19 2011 53 1,724 5,065E-02 -1,140E-02
20 2012 60 1,778 2,930E-02 -5,016E-03
Jumlah 38,987 5,423E-01 -7,336E-02
Rerata 1,949
Standart Deviasi (Sd) 0,169
Koef. Skewness (Cs) -0,890

Tabel 3-4. Tabel Curah Hujan Rancangan dengan Kala Ulang

Tr Pr (%) G G . Sd X r ancangan

5 20 0,854 0,144 124,07


10 10 1,149 0,194 139,14
25 4 1,411 0,238 154,09
50 2 1,555 0,263 162,94
100 1 1,668 0,282 170,25

1.5. Uji Chi Square dan Kolmogorov


Uji chi-square bertujuan untuk menguji hubungan atau pengaruh dua buah variabel
dan mengukur kuatnya hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya. Dari
hasil pengujian diperoleh kesimpulan Uji Chi Square dapat diterima/ hubungan antar
variabel dapat dikatakan kuat.

26
Tabel 3-5. Tabel Perhitungan Batas Kelas Uji Chi Square
Luasan
Sebelah Pr (%) G G. Sd Log X X (mm)
Kiri (%)
25 75 -0,619 -0,105 1,845 69,955
50 50 0,139 0,024 1,973 93,938
75 25 0,735 0,124 2,074 118,445

Tabel 3-6. Tabel Perhitungan Uji Chi Square


Tabel Perhitungan
Tabel Kisaran Kelas Chi Square Oj (Oj-Ej)2 /Ej
Kelas Distribusi Log Pearson III Ej
1 0 ~ 69,95506 5 5 0,0000
2 69,955 ~ 93,9383 5 5 0,0000
3 93,938 ~ 118,4445 5 4 0,2000
4 118,445 ~  5 6 0,2000
Jumlah (X²) 0,4000

Jadi,
- Untuk α 1% nilai x2 adalah 6,63 > dari x2hitung, distribusi diterima
- Untuk α 5% nilai x2 adalah 3,84 > dari x2hitung, distribusi diterima
Dari pengujian dengan uji chi square, hasil analisa curah hujan rancangan dapat diterima
dan dapat digunakan untuk analisa hidrologi selanjutnya.

1.6. Analisa Frekuensi


Hujan rencana bertujuan untuk mengetahui lengkung Intensitas – Durasi –
Frekuensi, metode yang digunakan untuk menganalisis IDF adalah metode Mononobe. Dari
hasil analisis diperoleh intensitas hujan dengan berbagai periode ulang seperti pada tabel
berikut ini:
Tabel 3-7. Tabel Distribusi Hujan Netto Jam-Jaman

Hujan Jam-jaman ( mm )
No Jam ke Rasio
5 10 25 50 100

1 1,000 55,032 13,655 15,314 16,960 17,934 18,738


2 2,000 14,304 3,549 3,981 4,408 4,662 4,870
3 3,000 10,034 2,490 2,792 3,092 3,270 3,416
4 4,000 7,988 1,982 2,223 2,462 2,603 2,720
5 5,000 6,746 1,674 1,877 2,079 2,198 2,297
6 6,000 5,896 1,463 1,641 1,817 1,922 2,008
HUJAN RANCANGAN (mm) 124,065 139,140 154,087 162,945 170,246
KOEFISIEN PENGALIRAN 0,200 0,200 0,200 0,200 0,200
HUJAN EFEKTIF (mm) 24,813 27,828 30,817 32,589 34,049

27
Gambar 3-2. Grafik Distribusi Hujan Jam-Jaman

1.7. Karakteristik DAS Umakahang - Lumpadang


Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Uma Kahang Lumpadang adalah 30,2 km2.
Panjang sungai utama Tukad Buhu adalah 17,5 km. Data karakteristik Daerah Aliran
Sungai (DAS) Buhu selengkapnya dapat dilihat pada tabel.
Luas DAS ( A ) = 30,5 km2
Panjang Sungai Utama ( L ) = 17,5 km
Parameter Alfa ( a ) = 2
Ro = 1
C = 0,6
1.8. Hidrograf Satuan Sintetik
Hidrograf Satuan Sintetik bertujuan untuk menganalisis debit rancangan atau
mengalihragamkan dari curah hujan menjadi limpasan, sehingga dapat diketahui debit
maksimum. Metode yang digunakan untuk menganalisis hidrograf satuan sintetik adalah
Metode Nakayasu.
Luas DAS ( A ) = 30,5 km2
Panjang Sungai Utama ( L ) = 17,5 km
Parameter Alfa (  ) = 2
Ro = 1
tg = 0,21L0,7 = 1,557
tr = 0.75*tg = 1,168
Tp = tg + (0,8 * tr) = 2,492
T0,3 = a * tg = 3,114
Qp = (A * Ro) / (3,6 * ((0,3 * Tp) + T0,3) = 2,194

Untuk t = 0 < t < 2,492


Untuk t = 2,492 < t < 5,606
Untuk t = 5,606 < t < 10,278
Untuk t = t > 10,278

28
Tabel 3-8. Ordinat Hidrograf Satuan dengan Metode Nakayasu
t (jam) Q (m3 /dt) ket
0 0,0000
1 0,2453 Qa
2 1,2947
2,492 2,1938 Qp
3 1,8023 Qd1
4 1,2245
5 0,8319
5,606 0,6581 Qd2
6 0,5946
7 0,4595
8 0,3551
9 0,2744
10 0,2121
10,278 0,1974 Qd3
11 0,1717
12 0,1415
13 0,1167
14 0,0962
15 0,0793
16 0,0653
17 0,0538
18 0,0444
19 0,0366
20 0,0302
21 0,0249
22 0,0205
23 0,0169
24 0,0139

Gambar 3-3. Ordinat Hidrograf Satuan dengan Metode Nakayasu

29
Tabel 3-9. Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu
Waktu Debit Banjir Rancangan (m3 /dt)
(jam) 5 th 10 th 25 th 50 th 100 th
0,00 0,000 1,000 1,000 1,000 1,000
1,00 4,349 4,756 5,160 5,399 5,596
2,00 19,549 21,803 24,038 25,362 26,454
2,49 36,163 40,435 44,671 47,182 49,251
3,00 37,107 41,494 45,844 48,422 50,547
4,00 32,556 36,390 40,192 42,445 44,302
5,00 28,066 31,355 34,616 36,549 38,141
6,00 24,259 27,085 29,887 31,547 32,916
7,00 20,109 22,431 24,734 26,098 27,222
8,00 15,295 17,033 18,755 19,775 20,617
9,00 11,514 12,792 14,058 14,809 15,428
10,00 8,877 9,834 10,783 11,346 11,809
11,00 7,124 7,868 8,605 9,043 9,403
12,00 5,881 6,474 7,062 7,410 7,697
13,00 4,922 5,399 5,871 6,151 6,382
14,00 4,176 4,562 4,945 5,172 5,359
15,00 3,592 3,907 4,219 4,404 4,557
16,00 3,132 3,391 3,648 3,800 3,926
17,00 2,757 2,971 3,183 3,308 3,411
18,00 2,448 2,624 2,799 2,902 2,988
19,00 2,194 2,339 2,483 2,568 2,638
20,00 1,984 2,104 2,222 2,292 2,350
21,00 1,811 1,910 2,007 2,065 2,113
22,00 1,669 1,750 1,830 1,878 1,917
23,00 1,551 1,618 1,684 1,724 1,756
24,00 1,454 1,509 1,564 1,597 1,623
Q maksimum 37,107 41,494 45,844 48,422 50,547

Gambar 3-4. Ordinat Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu

30
2. Analisis Kebutuhan Air Irigasi

2.1. Evapotranspirasi

Untuk perencanaan teknis irigasi, penilaian atas jumlah air yang dibutuhkan untuk
suatu areal irigasi tidak memisahkan antara evaporasi dan transpirasi. Dalam hal ini
proses terjadinya evaporasi dan transpirasi bisa dalam waktu yang bersamaan sehingga
dapat disebut Evapotranspirasi.
Besarnya evapotranspirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor iklim seperti
temperatur, kelembaban relatif, penyinaran matahari dan kecepatan angin. Disamping itu
evapotranspirasi juga dipengaruhi oleh faktor geografis daerah seperti elevasi dan letak
lintang daerah.
Dalam teknik irigasi nilai evapotranspirasi dianggap sebagai kebutuhan air
konsumtif tanaman (consumtif use) yang besarnya dianggap setara dengan
evapotranspirasi potensial. Doorenbos dan Pruit (1977) dalam bukunya Sudjarwadi
(1990 ; 65), mengusulkan suatu formula perhitungan besarnya evapotranspirasi tanaman
sebagai berikut :

Etc = Kc. Eto

Dengan :
Etc = evapotranspirasi (mm/hari),
Kc = koefisien tanaman,
Eto = evapotranspirasi potensial (mm/hari).

Penman (1977) dalam bukunya Sudjarwadi (1990 ; 50), telah membuat


pendekatan teoritis yang paling lengkap, dimana dinyatakan bahwa evapotranspirasi
potensial tidak dapat dipisahkan dengan radiasi sinar matahari yang baru masuk.
Rumusan ini sangat dikenal dengan “Metode Penman Modifikasi” dengan rumus
sebagai berikut :

Eto = C.[W.Rn + (1 – W).f(U).(ea – ed)]

Dengan :
Eto = evapotranspirasi potensial (mm/hari),
C = faktor penyesuaian yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca siang dan malam.
W= faktor penimbang (weighting factor) tergantung dari temperatur rata-rata
dan ketinggian tempat.

31
Rn = radiasi netto matahari yang sampai ke bumi (mm/hari)
= Rns – Rnl
Rns = radiasi netto gelombang pendek (mm/hari).
= Ra.B (1 - )
Ra = radiasi matahari ekstra terresterial (mm/hari).
B = faktor konversi dari Ra menjadi Rs.
= 0,25 + 0,5.n/N
n/N = rasio keawanan (%).
Rs = radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi (mm/hari).
Rnl = radiasi netto gelombang panjang (mm/hari)
= f(T).f(ed).f(n/N)
f(T) = efek temperatur = 117,4 x 10-8,4
T = temperatur absolut (o K).
f(ed) = efek tekanan uap pada gelombang panjang
= 0,34 – 0,044  ed
ed = tekanan uap jenuh pada suhu udara rata-rata (mbar)
= ea . RH
ea = tekanan uap jenuh pada suhu udara rata-rata (mbar).
RH = kelembaban relatif (%).
f(n/N) = efek keawanan pada gelombang panjang
= 0,27 (1 + U2/100)
U2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 m dari permukaan air laut (m/dt).

Tabel 3-10 Harga Weighting Factor (1-W) Sebagai Pengaruh Angin dan Kelembaban
T (o C) 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Altitude (m)
0 0.57 0.54 0.51 0.48 0.45 0.42 0.39 0.36 0.34 0.32
500 0.56 0.52 0.49 0.46 0.43 0.40 0.38 0.35 0.33 0.30
1000 0.54 0.51 0.48 0.45 0.42 0.39 0.36 0.34 0.31 0.29
2000 0.51 0.48 0.45 0.42 0.39 0.36 0.34 0.31 0.29 0.27
3000 0.48 0.45 O.42 0.39 0.36 0.34 0.31 0.29 0.27 0.25

T (o C) 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
Altitude (m)
0 0.29 0.27 0.25 0.23 0.22 0.20 0.19 0.17 0.16 0.15
500 0.28 0.26 0.24 0.22 0.21 0.19 0.17 0.16 0.15 0.14
1000 0.27 0.25 0.23 0.21 0.20 0.18 0.16 0.15 0.14 0.13
2000 0.26 0.23 0.21 0.19 0.18 0.16 0.15 0.14 0.13 0.12
3000 0.23 0.21 0.19 0.18 0.16 0.15 0.14 0.13 0.12 0.11

Sumber : FAO, 1977; 21.

32
Tabel 3-11 Harga Weighting Factor (W) sebagai Pengaruh Radiasi
T (o C) 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Altitude m)

0 0.43 0.46 0.49 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69
500 0.44 0.48 0.51 0.54 0.57 0.60 0.62 0.65 0.67 0.70
1000 0.46 0.49 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71
2000 0.49 0.52 0.55 0.8 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73
3000 0.52 0.55 O.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73 0.75
4000 0.54 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73 0.75 0.77

T (o C) 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
Altitude m)

0 0.71 0.73 0.75 0.77 0.78 0.80 0.82 0.83 0.84 0.85
500 0.72 0.74 0.76 0.78 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86
1000 0.73 0.75 0.77 0.79 0.80 0.82 0.83 0.85 0.86 0.87
2000 0.75 0.77 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86 0.87 0.88
3000 0.77 0.78 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86 0.87 0.88 0.89
4000 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86 0.87 0.89 0.90 0.90
Sumber : FAO, 1977 ; 21.

Tabel 3-12 Faktor Konversi Dari Radiasi Maksimum Teoritis (RA) Menjadi Radiasi
Netto (Rn)

n/N 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30


(1-W)(0,25+0,50.n/N) 0.19 0.21 0.22 0.24 0.26 0.28 0.30
n/N 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65
(1-W)(0,25+0,50.n/N) 0.32 0.34 0.36 0.37 0.39 0.41 0.43
n/N 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
(1-W)(0,25+0,50.n/N) 0.45 0.47 0.49 0.51 0.52 0.54 0.56
Sumber : FAO, 1977 ; 22.

Tabel 3-13 Radiasi Matahari Maksimum Terresterial (mm/hari)


Latitude Shouthern Hemisphere
( O)
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Ags Sept Okt Nov Dec
38 17.9 15.8 12.8 9.6 7.1 5.8 6.3 8.3 11.4 14.4 17.0 18.3
36 17.9 16.0 13.2 10.1 7.5 6.3 6.8 8.8 11.7 14.6 17.0 18.2
34 17.8 16.1 13.5 10.5 8.0 6.8 7.2 9.2 12.0 14.9 17.1 18.2
32 17.8 16.2 13.8 10.9 8.5 7.3 7.7 9.6 12.4 15.1 17.2 18.1
30 17.8 16.4 14.0 11.3 8.9 7.8 8.1 10.1 12.7 15.3 17.3 18.1
28 17.7 16.4 14.3 11.6 9.3 8.2 8.6 10.4 13.0 15.4 17.2 17.9
26 17.6 16.5 14.4 12.0 9.7 8.7 9.1 10.9 13.2 15.5 17.2 17.8
24 17.5 16.5 14.6 12.3 10.2 9.0 9.5 11.2 13.4 15.6 17.1 17.7
22 17.4 16.5 14.8 12.6 10.6 9.6 10.0 11.6 13.7 15.7 17.0 17.5
20 17.3 16.5 15.0 13.0 11.0 10.0 10.4 12.0 13.9 15.8 17.0 17.4
18 17.1 16.5 15.1 13.2 11.4 10.4 10.8 12.3 14.1 15.8 16.8 17.1
16 16.9 16.5 15.2 13.5 11.7 10.8 11.2 12.6 14.3 15.8 16.7 16.8
14 16.7 16.4 15.3 13.7 12.1 11.2 11.6 12.9 14.5 15.8 16.5 16.6
12 16.6 16.4 15.4 14.0 12.5 11.6 12.0 13.2 14.7 15.8 16.4 16.5
10 16.4 16.3 15.5 14.2 12.8 12.0 12.4 13.5 14.8 15.8 16.2 16.2
8 16.3 16.1 15.5 14.4 13.1 12.4 12.7 13.7 14.9 15.8 16.0 16.0
6 15.8 16.0 15.6 14.7 13.4 12.8 13.1 14.0 15.0 15.7 15.8 15.7
4 15.5 15.8 15.6 14.9 13.8 13.2 13.4 14.3 15.1 15.6 15.5 15.4
2 15.3 15.7 15.7 15.1 14.1 13.5 13.7 14.5 15.2 15.5 15.3 15.1
0 15.0 15.5 15.7 15.3 14.4 13.9 14.1 14.8 15.3 15.4 15.1 14.8

Sumber : FAO, 1977 ; 25.

33
Tabel 3-14 Harga f(T), f(ed), f(n/N) sebagai Fungsi T, ed dan n/N

a. Pengaruh Suhu f(T) pada Gelombang Panjang (Rnl)

T (o C) 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0

F(t) = Tk^4 11.0 11.4 11.7 12.0 12.4 12.7 13.1 13.5 13.8

T (o C) 18.0 20.0 22.0 24.0 26.0 28.0 30.0 32.0 34.0

F(t) = Tk^4 14.2 14.6 15.0 15.4 15.9 16.3 16.7 17.2 17.7

b. Pengaruh Tekanan Uap f(ed) pada Radiasi Gelombang Panjang (Rnl)

ed mbar 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 20.0 22.0

F(ed) = 0.34 – 0,044Ved 0.23 0.22 0.20 0.15 0.18 0.16 0.15 0.14 0.13

ed mbar 24.0 26.0 28.0 30.0 32.0 34.0 36.0 38.0 40.0

f(ed) = 0.34 – 0,044Ved 0.12 0.12 0.11 0.10 0.09 0.08 0.08 0.07 0.06

c. Pengaruh Rasio Keawanan f(n/N) pada Radiasi Gelombang Panjang (Rnl)

n/N 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50

f(n/N) = 0.10 + 0.9 0.19 0.24 0.28 0.33 0.37 0.42 0.46 0.51 0.55
n/N

n/N 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95

f(n/N) = 0.10 + 0.9 0.60 0.64 0.69 0.73 0.78 0.82 0.87 0.91 0.96
n/N
Sumber : FAO, 1977 ; 21.

Tabel 3-15 Tekanan Uap Jenuh (ea) sebagai Fungsi Suhu Udara Rata-rata

T (o C) 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0


Ea mbar 6.1 6.6 7.1 7.6 8.1 8.7 9.3 10.0 10.7
T (o C) 9.0 10.0 11.0 12.0 13.0 14.0 15.0 16.0 17.0
Ea mbar 11.5 12.3 13.1 14.1 15.0 16.1 17.0 15.2 19.4
T (o C) 18.0 19.0 20.0 21.0 22.0 23.0 24.0 25.0 26.0
Ea mbar 20.6 22.0 23.4 24.9 26.4 28.1 29.8 31.7 33.6
T (o C) 27.0 28.0 29.0 30.0 31.0 32.0 33.0 34.0 35.0
Ea mbar 35.7 37.8 40.1 42.4 44.9 47.6 50.3 53.2 56.2
Sumber : FAO, 1977 ; 23.

34
Tabel 3-16 Harga Fungsi Kecepatan Angin f(U)

U2 km/hr 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 0 0.30 0.32 0.35 0.38 0.41 0.43 0.46 0.49 0.51


100 0.54 0.57 0.59 0.62 0.65 0.67 0.70 0.73 0.76 0.75
200 0.81 0.84 0.86 0.89 0.92 0.94 0.97 1.00 1.03 1.05
300 1.08 1.11 1.13 1.16 1.19 1.21 1.24 1.27 1.30 1.32
400 1.35 1.38 1.40 1.43 1.46 1.49 1.51 1.54 1.57 1.59
500 1.62 1.65 1.67 1.70 1.73 1.76 1.79 1.81 1.84 1.90
600 1.89 1.92 1.94 1.97 2.00 2.02 2.05 2.08 2.11 2.15
700 2.16 2.19 2.21 2.24 2.27 2.29 2.32 2.35 2.38 2.40
800 2.43 2.46 2.48 2.51 2.54 2.56 2.59 2.62 2.64 2.65
Sumber : FAO, 1977 ; 23.

Tabel 3-17 Faktor Pendekatan (C) Untuk Persamaan Penman Modifikasi


RH max RH max = 30 % RH max = 60 % RH max = 90 %

Rs mm/hr 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12
Uday mm/sec U day/U night = 4.0
0 0.86 0.90 1.00 1.00 0.96 0.98 1.05 1.05 1.02 1.00 1.10 1.10
3 0.79 0.84 0.92 0.97 0.92 1.00 1.11 1.19 0.99 1.10 1.27 1.32
6 0.68 0.77 0.87 0.93 0.85 0.96 1.11 1.19 0.94 1.10 1.26 1.33
9 0.55 0.65 0.65 0.90 0.76 0.88 1.02 1.14 0.88 1.01 1.16 1.27
U day/U night = 3.0
0 0.86 0.90 1.00 1.00 0.96 0.98 1.05 1.05 1.02 1.06 1.10 1.10
3 0.76 0.81 0.88 0.94 0.87 0.96 1.06 1.12 0.94 1.04 1.18 1.28
6 0.61 0.68 0.81 0.88 0.77 0.88 1.02 1.10 0.86 1.01 1.15 1.22
9 0.46 0.56 0.72 0.82 0.67 0.79 0.88 1.05 0.78 0.92 1.06 1.18
U day/U night = 2.0
0 0.86 0.90 1.00 1.00 0.96 0.98 1.05 1.05 1.02 1.06 1.10 1.10
3 0.69 0.76 0.85 0.92 0.83 0.91 0.99 1.05 0.89 0.98 1.10 1.14
6 0.53 0.61 0.74 0.84 0.70 0.80 0.94 1.02 0.79 0.92 1.15 1.12
9 0.37 0.48 0.65 0.76 0.69 0.70 0.84 0.95 0.71 0.81 0.96 1.06
U day/U night = 1.0
0 0.86 0.90 1.00 1.00 0.96 0.98 1.05 1.05 1.02 1.06 0.87 1.10
3 0.64 0.71 0.82 0.89 0.78 0.86 0.84 0.99 0.85 0.92 0.95 1.05
6 0.43 0.53 0.68 0.79 0.62 0.70 0.84 0.93 0.72 0.82 1.01 1.00
9 0.27 0.41 0.59 0.70 0.50 0.60 0.75 0.87 0.62 0.72 0.87 0.96
Sumber : FAO, 1977 ; 24.

Berikut adalah hasil perhitungan evapotranspirasi di lokasi studi.

35
Tabel 3-18 Hasil perhitungan evapotranspirasi di lokasi studi
Eto Eto
No Bulan (mm/hari) (mm/bln)
1 Jan 4,071 31
2 Feb 5,311 28
3 Mar 5,629 31
4 Apr 4,749 30
5 Mei 4,387 31
6 Jun 5,275 30
7 Jul 5,422 31
8 Ags 6,974 31
9 Sep 9,559 30
10 Okt 10,315 31
11 Nov 9,437 30
12 Des 8,249 31

2.2. Koefisien Tanaman

Koefisien tanaman menyatakan tingkat perbedaan kebutuhan air tanaman. Kebutuhan air
tanaman berbeda untuk setiap jenis tanaman yang berbeda. Nilai koefisien tanaman
sangat tergantung dari sifat genetis, periode tanam, laju pertumbuhan, lamanya musim
tanam, dan keadaan cuaca setempat. Besarnya koefisien tanaman sebagai hasil dari
penelitian Departemen Pekerjaan Umum disajikan seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 3-19 Koefisien Tanaman Padi

Nedeco/ Prosida FAO


Bulan Varietas Biasa Varietas Unggul Varietas Biasa Varietas Unggul
0,5 1,20 1,20 1,10 1,10
1,0 1,20 1,27 1,10 1,10
1,5 1,32 1,33 1,10 1,05
2,0 1,40 1,30 1,10 1,05
2,5 1,35 1,30 1,10 0,95
3,0 1,24 0 1,05 0
3,5 1,12 0,95
4,0 0 0

Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA. 010, 1985

36
Tabel 3-20 Koefisien Tanaman Palawija

Jangka ½ bulanan ke
Tanaman Tumbuh
(hari) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Kedelai 85 0,5 0,75 1,0 1,0 0,82 0,45*


Jagung 80 0,5 0,5 0,59 0,96 1,05 1,02 0,95*
Kc. Tanah 130 0,5 0,51 0,66 0,85 0,95 0,95 0,95 0,55 0,55*
Bawang 70 0,5 0,51 0,69 0,90 0,95
*
Buncis 75 0,5 0,64 0,89 0,95 0,88
Kapas 195
0,5 0,50 0,58 0,75 0,91 1,04 1,05 1,05 1,05 0,78 0,65 0,65 0,65

Sumber: Kriteria Perencanaan, KP-01.


Ket : * untuk sisanya kurang dari ½ bulan

2.3. Kebutuhan Air Untuk Pengolahan Tanah

Kebutuhan air untuk pengolahan tanah dapat dirinci terdiri dari kebutuhan air untuk
penjenuhan awal, kebutuhan air untuk genangan, dan kebutuhan air untuk mengganti
kehilangan air karena penguapan. Van de Goor dan Ziltra (1968) dalam bukunya
Sudjarwadi (1990) memberikan rumusan tentang kebutuhan air untuk garap tanah sebagai
berikut :

KAPLH = (M.ek)/(ek – 1)

Dengan :
KAPLH = kebutuhan air untuk garap tanah (mm/hari)
M = kebutuhan air untuk mengganti air yang hilang akibat evaporasi (Eo) dan
perkolasi (P)
Eo = evaporasi aktual (mm/hari) = 1,10. Eto
Eto = evapotranspirasi potensial (mm/hari)
P = perkolasi (mm/hari)
K = koefisien kebutuhan air = M.T/S
T = lama garap tanah (hari)
S = kebutuhan air untuk penjenuhan awal (mm)

37
Tabel 3-21 Kebutuhan Air Untuk Pengolahan Tanah
k k
Bulan E0 P M = E0 + P k=M.T/S KAPL= M . ( e / e - 1)
( mm/hari ) ( mm/hari ) ( mm/hari ) ( mm/hari )

Jan 4.206 2.000 6.206 0.745 11.818


Peb 4.654 2.000 6.654 0.799 12.099
Mar 4.699 2.000 6.699 0.804 12.127
Apr 4.027 2.000 6.027 0.723 11.707
Mei 3.929 2.000 5.929 0.712 11.647
Jun 3.167 2.000 5.167 0.620 11.182
Jul 4.614 2.000 6.614 0.794 12.074
Agst 6.071 2.000 8.071 0.969 13.010
Sep 6.573 2.000 8.573 1.029 13.342
Okt 8.079 2.000 10.079 1.209 14.365
Nov 5.984 2.000 7.984 0.958 12.953
Des 5.363 2.000 7.363 0.884 12.550

Sumber: hasil perhitungan


Keterangan :
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan 200 mm ditambah lapisan air 50 mm
= 200 + 50 = 250 mm.
T = Jangka waktu penyiapan lahan

2.4. Curah Hujan Efektif

Hujan efektif adalah curah hujan yang benar-benar dimanfaatkan untuk pertumbuhan
tanaman. Besarnya curah hujan efektif untuk studi ini disesuaikan dengan jenis tanaman
yang akan ditanam, yaitu padi dan palawija.
Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Pengairan (KP-01, 1986), memberikan
petunjuk supaya menggunakan nilai hujan efektif dengan keandalan 80 %. Tingkat
keandalan ini dianggap sudah cukup tinggi dan tingkat kegagalannya kecil yaitu 20 %,
dan pada kenyataannya kegagalan ini bukan berarti tidak panen sama sekali.
Dalam perhitungan curah hujan efektif, sedapat mungkin jumlah serial data lebih dari 10
tahun. Namun kondisi ini sulit dicapai terutama pada daerah-daerah yang memang tidak
didesain untuk diadakan pembangunan sistem manajemen irigasi. Secara praktis untuk
perhitungan curah hujan efektif digunakan rumus sebagai berikut (KP-01, 1986) :

a. Padi : Re = 0,70.R80/15
b. Palawija : Re = 0,40.R80/15

Dengan R80 adalah curah hujan periode 15 harian (mm) dengan probabilitas 80 %.
Curah hujan efektif dengan probabilitas 80 % ditentukan berdasarkan metode “tahun
dasar perencanaan” (basic year) dengan rumus sebagai berikut :

R80 = n/5 + 1

Dengan n adalah jumlah tahun pencatatan data.

38
2.5.Efisiensi Irigasi

Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara junlah air yang sampai di sawah dengan
jumlah air yang diberikan dari intake dan dinyatakan dalam %. Dalam praktek di
lapangan jumlah air yang sampai di sawah lebih kecil dari jumlah air yang diberikan dari
intake irigasi. Hal ini diakibatkan oleh adanya kehilangan air selama perjalanannya di
saluran.
Dalam praktek irigasi kehilangan air tersebut dapat berupa penguapan di saluran,
rembesan-rembesan, serta adanya pengambilan air yang tidak terkontrol. Efisiensi irigasi
dapat didekati dengan rumus sebagai berikut (Sudjarwadi, 1990).

Ef = [(Adbk – Ahl)/Adbk] x 100 %


Dengan :
Ef = efisiensi irigasi (%)
Adbk = air yang diberikan (lt/dt)
Ahl = air yang hilang (lt/dt)

2.6.Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi dapat dihitung berdasarkan pada kondisi yang terbaik, dimana
diperhitungkan adanya tinggi genangan di sawah dan berdasarkan pada neraca
(imbangan) air mingguan (Sudjarwadi, 1987 ; 17). Departemen Pekerjaan Umum (1986),
memberikan rumusan perhitungan kebutuhan air irigasi baik untuk padi maupun palawija
adalah sebagai berikut (KP-01, 1986 ; 32) :

KAT Padi = [(Kt. Eto + P – HE + GAL) / EI ]x 0,1157


KAT Pal = [(Kt.Eto – HE) / EI ] x 0,1157

Dengan :
KAT Padi = kebutuhan air tanaman padi (lt/dt/ha)
KAT Pal = kebutuhan air tanaman palawija (lt/dt/ha)
Eto. Kt = evapotranspirasi tanaman (Etc) (mm/hari)
Kt = Koefisiensi tanaman
P = perkolasi (mm/hari)
HE = hujan efektif (mm/hari)
GAL = genangan pengganti air (mm/hari)
EI = efisiensi irigasi (%)
0,1157 = angka konversi dari mm/hari menjadi l/dt/ha

39
Siddek (1988) merumuskan batasan genangan minimum dan maksimum untuk padi
umur pendek sesuai dengan pertumbuhan tanaman, seperti yang disajikan pada tabel 4.16
di bawah ini.
Tabel 3-22 Tinggi Genangan Maksimum dan Minimum Yang Diijinkan di
Sawah Untuk Padi Umur Pendek

Tingkat Pertumbuhan Waktu Genang SG Min SG Maks.


(Minggu) (mm) (mm)

Garap tanah 1 50 150


2 25 50
Vegetatif 3 25 50
4 25 100
Reproduksi 3 50 150
Pengisian Bulir 4 0 75
Masak 1 0 0
Sumber : Siddek (1988)

Dengan : SG adalah tinggi genangan (mm)

2.7.Pola Tanam

Kebutuhan air irigasi mengacu pada pola tanam yang ada di lokasi studi
berdasarkan luas areal yang diairi. Namun dalam studi ini kebutuhan air irigasi dihitung
berdasarkan pola tanam maksimal yaitu padi-padi-padi.
Berikut adalah hasil perhitungan kebutuhan air irigasi di sawah untuk daerah
irigasi pada lokasi studi.

40
Tabel 3-23 Kebutuhan Air Irigasi Daerah Irigasi Uma Kahang- Lumpadang
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
PTT Alt I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
Satuan
PL BERA
1 Pola Tata Tanam PADI 1 PL PADI 2 PALAWIJA
BERA PL

2 Evapotranspirasi Potensial mm/hari 4,071 4,071 5,311 5,311 5,629 5,629 4,749 4,749 4,387 4,387 5,275 5,275 5,422 5,422 6,974 6,974 9,559 9,559 10,315 10,315 9,437 9,437 8,249 8,249
3 Keb. Air Penyiapan Lahan (KPAL) mm/hari 11,527 11,527 10,851 10,851 11,313 11,313 11,377 11,377
4 Ratio Penyiapan Lahan 0,750 0,250 0,25 0,75 0,75 0,25 0,250 0,750
5 KAPLH dengan Ratio mm/hari 8,645 2,882 2,713 8,138 8,485 2,828 2,844 8,533
6 Koefisien Tanaman 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0 0,5 0,75 1 1 0,82 0,45
1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0 0,5 0,75 1 1 0,82 0,45
7 Rerata Koefisien Tanaman 1,1 1,1 1,075 1,05 1 0,475 0 1,1 1,1 1,075 1,05 1 0,475 0,25 0,625 0,875 1 0,91 0,635 0,45
8 Kebutuhan Air Tanaman (ET) mm/hari 4,478 4,478 5,710 5,577 5,629 2,674 0,000 0,000 4,825 4,825 5,670 5,538 5,422 2,576 1,743 4,359 8,364 9,559 9,387 6,550 4,247 0,000 0,000 0,000
9 Perkolasi mm/hari 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2
10 Penggantian Lapisan Air (WLR) mm/hari 3,33 3,33 3,33 3,33
11 Ratio Luas Tanaman 0,25 0,75 1 1 1 1 0,75 0,25 0,25 0,75 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,75 0,25
12 ET + P + WLR mm/hari 2,452 4,858 11,040 7,577 7,629 4,674 1,500 0,500 2,789 5,869 12,000 8,538 8,422 5,576 4,743 7,359 10,364 11,559 11,387 8,550 4,685 0,500 0,000 0,000
13 Curah Hujan Efektif (Re) mm/harii 2,333 6,127 12,651 7,639 2,893 2,333 4,718 3,691 7,439 3,430 4,732 6,622 2,879 12,455 4,699 6,557 9,128 9,991 4,914 3,453 17,831 10,281 16,497 7,994
14 Ratio Luas Total 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 0,750 0,250 0,250 0,750
15 Re dengan Ratio mm/hari 2,333 6,127 12,651 7,639 2,893 2,333 4,718 3,691 7,439 3,430 4,732 6,622 2,879 12,455 4,699 6,557 9,128 9,991 4,914 3,453 13,374 2,570 4,124 5,996
16 Kebutuhan Air Bersih di Sawah(NFR) mm/hari 8,764 1,613 -1,612 -0,062 4,735 2,340 -0,505 4,947 3,835 5,267 7,268 1,916 5,543 -6,880 0,044 0,802 1,236 1,568 6,473 5,097 -8,688 -2,070 -1,280 2,537
17 Efisiensi Irigasi 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,55 0,55 0,55 0,55 0,55 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65
18 Keb. Air Intake mm/hari 13,483 2,481 -2,479 -0,096 7,285 3,601 -0,777 7,611 5,900 9,577 13,215 3,484 10,078 -12,508 0,068 1,234 1,902 2,412 9,959 7,842 -13,367 -3,185 -1,969 3,904
1,561 0,287 -0,287 -0,011 0,843 0,417 -0,090 0,881 0,683 1,108 1,530 0,403 1,166 -1,448 0,008 0,143 0,220 0,279 1,153 0,908 -1,547 -0,369 -0,228 0,452
19 Keb. Air Intake lt/det/ha
1,561 0,287 0,000 0,000 0,843 0,417 0,000 0,881 0,683 1,108 1,530 0,403 1,166 0,000 0,008 0,143 0,220 0,279 1,153 0,908 0,000 0,000 0,000 0,452

41
3. PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN

Debit andalan merupakan debit yang diandalkan untuk suatu probabilitas tertentu.
Probabilitas untuk debit andalan ini berbeda-beda. Untuk keperluan irigasi biasa digunakan
probabilitas 80%. Untuk keperluan air minum dan industri tentu saja dituntut probabilitas
yang lebih tinggi, yaitu 90% sampai dengan 95% (Soemarto, 1987). Makin besar
persentase andalan menunjukkan penting pemakaiannya dan menunjukkan prioritas yang
makin awal yang harus diberi air. Dengan demikian debit andalan dapat disebut juga
sebagai debit minimum pada tingkat peluang tertentu yang dapat dipakai untuk keperluan
penyediaan air. Jadi perhitungan debit andalan ini diperlukan untuk menghitung debit dari
sumber air yang dapat diandalkan untuk suatu keperluan tertentu.

Metode sederhana dan simulasi keseimbangan air bulanan untuk aliran yang meliputi data
hujan, evaporasi, dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran, metode ini diperkenalkan
Dr. F.J. Mock tahun 1973, Kriteria perhitungan dengan asumsi yang digunakan dalam
analisa ini adalah:

 (Eto) Evapotranspirasi actual dihitung dari evaporasi potensial metode Peman.


Hubungan antara Evaporasi potensial dengan

Evapotranspirasi aktual dihitung dengan rumus

Tabel 3-24 Rekap Debit Daerah Irigasi Uma Kahang- Lumpadang

No Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total Rata - Rata

1 2007 0,000 0,003 0,013 0,002 0,001 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,034 0,000 0,004

2 2008 0,000 0,000 0,000 0,010 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001

3 2009 0,035 0,012 0,003 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,051 0,004

4 2010 0,028 0,026 0,004 0,001 0,006 0,014 0,003 0,006 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,007

5 2011 0,029 0,008 0,026 0,004 0,002 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,070 0,006

6 2012 0,128 0,058 0,048 0,010 0,027 0,005 0,002 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,279 0,023

7 2013 0,056 0,023 0,005 0,002 0,001 0,000 0,010 0,001 0,001 0,000 0,007 0,028 0,134 0,011

8 2014 0,022 0,003 0,015 0,002 0,001 0,022 0,003 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,071 0,006

9 2015 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

10 2016 0,000 0,012 0,006 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,017 0,036 0,003

Rata-Rata 0,030 0,015 0,012 0,003 0,004 0,004 0,002 0,001 0,000 0,000 0,001 0,008 0,064 0,007

42
Gambar 3-5 Grafik Perhitungan Debit Andalan

Tabel 3-25 Urutan Debit Rerata Tahunan dari Besar ke Kecil

Data Debit Debit Terurut Probabilitas


No. 3 3
Tahun Q (m /dt) Tahun Q (m /dt) (%)
1 2007 0,003 2012 0,0068 9,09
2 2008 0,023 2014 0,0102 18,18
3 2009 0,006 2009 0,0121 27,27
4 2010 0,001 2015 0,0122 36,36
5 2011 0,006 2007 0,0123 45,45
6 2012 0,000 2008 0,0135 54,55
7 2013 0,004 2013 0,0142 63,64
8 2014 0,007 2016 0,0150 72,73
9 2015 0,004 2010 0,0175 81,82
10 2016 0,011 2011 0,0193 90,91

Tabel 3-26 Debit Andalan Irigasi Umaya

Q Andalan
% Q (m3/dt)
0,00% 0,019
10,00% 0,018
20,00% 0,016
30,00% 0,014
40,00% 0,014
50,00% 0,013
60,00% 0,012
70,00% 0,012
80,00% 0,012
90,00% 0,010
100,00% 0,007

4. NERACA AIR

Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat pada
periode tertentu, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan
(surplus) ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan defisit.
Perhitungan neraca air dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

43
Gambar 3-6. Grafik Hubungan Ketersediaan Air dengan Kebutuhan Air Irigasi di D.I. Lumpadang

44
5. Perencanaan Bendung
Data Perencanaan

3
Debit banjir rencana (Qd) = 45,844 m /dt
Lebar dasar sungai pada lokasi bendung (b) = 12,25 m
Elevasi dasar sungai pada dasar bendung = + 82,45 m
Elevasi muka tanah pada tepi sungai di lokasi bendung = + 89,53 m
5.2.Menentukan Tinggi Mercu Bendung
1 Elevasi muka tanah pada tepi sungai di lokasi bendung = 84,8 m
2 Kehilangan tekanan dari sungai ke saluran primer = 0,1 m
3 Kehilangan tekanan pada bangunan pengambilan = 0,2 m
4 Persediaan tekanan untuk eksploitasi 0,1 m
Elevasi rencana mercu bending = 85,20 m

5 Elevasi dasar sungai pada dasar bendung = 82,45 m


6 Tinggi Mercu Bendung (P) = 1,20 m

5.3.Menentukan Lebar Efektif Bendung


a. Menentukan Lebar Maksimum Bendung (B)
- Lebar Sungai Rata - Rata (Bn) Bn
= 10,20 m
- Lebar Maksimum Bendung (B) B
= 1,2 x 10,20 m
= 12,24 m

b. Menentukan Lebar Efektif Bendung (Be)


Lebar Total Bendung
B = 12,24 m

Lebar Pintu Pembilas


Bs = 1/10 x B
= 0,10 x 12,24
= 1,22 m

Direncanakan Lebar Pintu Pembilas 1,20 m


Tebal Pilar = 1,2 m

Jadi panjang mercu efektif bendung (B eff) adalah sebagai berikut:

Be = B - 2 (n x Kp + Ka) x H1
= 8,31 - 2,00 x ( 1,000 x 0,010 + 0,2 ) x H1
= 8,31 - 2,00 x ( 0,210 ) x H1
= 8,31 - 0,42 H1

Q = Cd x 𝑥𝑔 x Beff x 𝐻

jika g = 9,81 maka,

45
Q = 1,70 x Cd x Beff x H1^1,5
Q25 = 45,84 m3/detik ,

Dilakukan perhitungan H1 coba-coba


- H1 yang dicoba adalah = 1,2m
Maka
Q = 1,70 x Cd x Beff x H11,5
Q = 1,70 x 2,2 x (8,31 - 0,42 H1) x H11,5
45,84 = 1,70 x 2,2 x (8,31 x H11,5 - 0,420 x H12,5)
45,84 = 3,75 x (8,31 x H11,5 - 0,420 x H12,5)
45,84 = 31,17 H11,5 – 1,58 H12,5
45,84 = 31,17 x 1,31 - 0,58 x 1,557
= 40,97 - 2,48
45,84 = 38,49  Belum Sesuai

- H1 yang dicoba adalah = 1,55 m


Maka
Q = 1,70 x Cd x Beff x H11,5
Q = 1,70 x 2,2 x (8,31 - 0,42 H1) x H11,5
45,84 = 1,70 x 2,2 x (8,31 x H11,5 - 0,420 x H12,5)
1,5
45,84 = 3,75 x (8,31 x H1 - 0,420 x H12,5)
45,84 = 31,17 H11,5 – 1,58 H12,5
45,84 = 31,17 x 1,55 - 1,58 x 1,549
= 48,28 - 2,44
45,84 = 45,84  Sesuai

Jadi Be
Be = 8,31 - 0,42 H1
= 8,31 - 0,42 x 1,549
= 7,66 m  8,31 m

c. Menentukan Tinggi Muka Air Di Atas Mercu Bendung

Tinggi Muka Air Diatas Mercu

Q25 = 45,844 m/dt3


Be = 8,310 m
H1 = 1,549 m
g = 9,81 m/dt2

Perhitungan

A = Be x (Hd+H1)
= 8,310 x 3,80
= 31,570 m2

V = Q
A
= 45,844
31,569
= 1,452 m/dt
V^2 = 2,11
2.g 19,62
= 0,107

46
Ho = H1 - V^2
2.g
Ho = 1,548 - 0,107
Ho = 1,442

Jadi,
Tinggi mercu (P) = 2,85 m
Tinggi muka air diatas mercu (Ho) = 1,44 m
Tinggi muka ari diatas mercu + tinggi energi (H1) = 2,99 m
Lebar Efektif Bendung (Be) = 8,31 m

Gambar 3-5. Tampak Samping Bendung

47
d. Analisa Stabilitas Bendung

A. Data Perencanaan
PARAMETER KETERANGAN
Sudut Geser Lumpur 30
Massa Jenis Lumpur 721 Kg/m3
Massa Jenis Beton Bertulang 2400 Kg/m3
Massa Jenis Air 1000 Kg/m3
Tinggi Muka Air Banjir 2.20 m
Tinggi Muka Air Normal 1.20 m
Massa Jenis Batu Kali 2200 Kg/m3
Koefisien Gempa Horizontal 0.20

B. Analisis Pembebanan
1). Beban Sendiri
Berat Sendiri (Self Weight) merupakan berat bahan struktural utama dan berat non-
struktural yang bernilai tetap. Berat sendiri dinding penahan dihitung dengan meninjau
selebar 1 meter (tegak lurus bidang gambar) sebagai berikut :

48
0.15
0.65 1.00 2.03
W6 0.20
0.50
1.40W4
6.00
W7
0.70
2.55
W8
0.20 W2
W1
0.50 W3
0.50
W9
1.15 W5
0.50 0.50 0.15
2.16 2.03 0.20
2.34
W10
0.16
W11
3.25 0.80
W12

W13
1.00

2.25
Gambar - Diagram Tekan Akibat Berat Sendiri

Tabel – Perhitungan Berat Sendiri Bendung

Tabel – Perhitungan Tekanan Akibat Berat Sendiri Bendung

49
2). Tekanan Air
Tekanan akibat air merupakan beban akibat genangan air yang berada pada dinding
bendung. Tekanan akibat air dihitung dengan meninjau selebat 1 meter (tegak lurus bidang
gambar) sebagai berikut :

a. Tekanan Air Normal

Pn2
W6

Pn1 W4
W7
W2 W8
W1 W3 W9
W5

W10 W11

W12

W13

Gambar – Diagram Tekan Akibat Tekanan Air Normal

Tabel – Perhitungan Tekanan Akibat Genangan Air Normal

b. Tekanan Air Banjir


Pf4

W6

Pf1 Pf2 W4
W7
W2 W8
W1 W3 W9
W5

W10 W11

W12

W13

Gambar – Diagram Tekan Akibat Tekanan Air Banjir

50
Tabel – Perhitungan Tekanan Akibat Genangan Air Banjir

c. Tekanan Lumpur

Pl2
W6

Pl1 W4
W7
W2 W8
W1 W3 W9
W5

W10 W11

W12

W13

Gambar – Diagram Tekan Akibat Tekanan Lumpur

51
Tabel – Perhitungan Tekanan Akibat Genangan Lumpur

3). Gaya Gempa (Akibat Berat Sendiri)


a. Gaya Gempa Horizontal

b. Gaya Gempa Vertikal

4). Gaya Angkat (Uplift Pressure)


a. Gaya Angkat Akibat Air Normal
W6

W4
L W7
I W2 W8
H
W1 W3 W9
K J
W5

G F A
W10 W11

W12
E D

W13

C B

Gambar – Gaya Angkat Akibat Air Normal

Tinggi Genangan Air Normal hn = 1.20 m


ΣL= Lh + Lv
ΣL= 14.4
Ux = Hx - (Lx / 14.4 ΔH
Ux = Hx - (Lx / 14.4 1.20
Ux = Hx - 0.083333 Lx

52
Tabel – Perhitungan Tinggi Air Normal Terhadap Dasar Bendung
Segmen Hx (m) Lx (m) Ux (T/m2)
A 2.75 10.74 1.86
B 4.55 10.74 3.66
C 4.55 8.49 3.84
D 3.55 8.49 2.84
E 3.55 7.49 2.93
F 2.55 7.49 1.93
G 2.55 5.49 2.09
H 1.40 5.49 0.94
I 1.40 0.50 1.36
J 1.90 0.50 1.86
K 1.90 0.00 1.90
L 1.20 0.00 1.20

Tabel – Perhitungan Gaya Angkat Akibat Tekanan Air Normal


Tekanan Uplift Lengan terhadap titik guling
Segmen Ux (T/m2) Y
Vertikal Horizontal Vertikal Horizontal
A 1.86
4.96 0.80 1.00
B 3.66
8.44 1.12 1.13
C 3.84
3.34 0.52 0.48
D 2.84
2.88 0.50 0.50
E 2.93
1.94 0.43 0.37
F 1.93
4.02 0.99 1.01
G 2.09
2.05 0.76 0.59
H 0.94
10.05 2.58 2.91
I 1.36
0.80 0.24 0.26
J 1.86
0.94 0.25 0.25
K 1.90
1.08 0.38 0.32
L 1.20

53
Tabel – Perhitungan Momen Akibat Tekanan Air Normal
Segmen Ux (T/m2) Tekanan Uplift Lengan terhadap titik guling Momen [Tm]
Y
Vertikal Horizontal Vertikal Horizontal Mguling Mtahan
A 1.86
4.96 0.80 1.00 4.95
B 3.66
8.44 1.12 1.13 9.57
C 3.84
3.34 0.52 0.48 1.59
D 2.84
2.88 0.50 0.50 1.45
E 2.93
1.94 0.43 0.37 0.72
F 1.93
4.02 0.99 1.01 4.07
G 2.09
2.05 0.76 0.59 1.21
H 0.94
10.05 2.58 2.91 29.26
I 1.36
0.80 0.24 0.26 0.21
J 1.86
0.94 0.25 0.25 0.24
K 1.90
1.08 0.38 0.32 0.35
L 1.20
26.33 14.18 44.59 9.03
Σmomen (Kgm)
26329.92 14180.22 44585.19 9031.18

c.Gaya Angkat Akibat Air Banjir

1.00
W6

1.20
W4
W7
W2 W8
W1 W3 W9
W5
0.15
W10 W11

W12

W13

Gambar – Gaya Angkat Akibat Air Banjir

54
Tinggi Genangan Air Banjir hn = 2.20 m

ΣL= Lh + Lv
ΣL= 14.4
Ux = Hx - (Lx / 14.4 ΔH
Ux = Hx - (Lx / 14.4 2.20
Ux = Hx - 0.152777778 Lx

Tabel – Perhitungan Tinggi Air Banjir Terhadap Dasar Bendung


Segmen Hx (m) Lx (m) Ux (T/m2)
A 3.75 10.74 2.11
B 5.55 10.74 3.91
C 5.55 8.49 4.25
D 4.55 8.49 3.25
E 4.55 7.49 3.41
F 3.55 7.49 2.41
G 3.55 5.49 2.71
H 2.40 5.49 1.56
I 2.40 0.50 2.32
J 2.90 0.50 2.82
K 2.90 0.00 2.90
L 2.20 0.00 2.20

Tabel – Perhitungan Gaya Angkat Akibat Tekanan Air Banjir


Tekanan Uplift Lengan terhadap titik guling
Segmen Ux (T/m2) Y
Vertikal Horizontal Vertikal Horizontal
A 2.11
5.42 0.81 0.99
B 3.91
9.18 1.11 1.14
C 4.25
3.75 0.52 0.48
D 3.25
3.33 0.50 0.50
E 3.41
2.32 0.42 0.38
F 2.41
5.12 0.98 1.02
G 2.71
2.88 0.74 0.61
H 1.56
16.97 2.57 2.92
I 2.32
1.29 0.24 0.26
J 2.82
1.43 0.25 0.25
K 2.90
1.78 0.37 0.33
L 2.20

55
Tabel – Perhitungan Momen Akibat Tekanan Air Banjir
Segmen Ux (T/m2) Tekanan Uplift Lengan terhadap titik guling Momen [Tm]
Y
Vertikal Horizontal Vertikal Horizontal Mguling Mtahan
A 2.11
5.42 0.81 0.99 5.36
B 3.91
9.18 1.11 1.14 10.48
C 4.25
3.75 0.52 0.48 1.79
D 3.25
3.33 0.50 0.50 1.68
E 3.41
2.32 0.42 0.38 0.88
F 2.41
5.12 0.98 1.02 5.22
G 2.71
2.88 0.74 0.61 1.77
H 1.56
16.97 2.57 2.92 49.64
I 2.32
1.29 0.24 0.26 0.33
J 2.82
1.43 0.25 0.25 0.36
K 2.90
1.78 0.37 0.33 0.60
L 2.20
34.60 15.66 67.01 10.73
Σmomen (Kgm)
34600.91 15663.80 67010.53 10730.14

4) Akumulasi Gaya Angkat


a. Akumulasi Gaya Angkat Akibat Air Normal
Gaya uplift yang terjadi kemudian direduksi oleh koefisien reduksi, untuk jenis tanah keras
makan digunakan fu = 0.5

Tabel – Akumulasi Gaya Angkat Akibat Air Normal

b.Akumulasi Gaya Angkat Akibat Air Banjir


Gaya uplift yang terjadi kemudian direduksi oleh koefisien reduksi, untuk jenis tanah keras
makan digunakan fu = 0.5

Tabel – Akumulasi Gaya Angkat Akibat Air Banjir

56
c.Akumulasi Beban Yang Terjadi Pada Bendung
Tabel – Akumulasi Beban Yang Terjadi Pada Bendung

d.Kontrol Stabilitas Bendung


Ketentuan :
Overturning Safety Factor, 2.00 Dengan Gempa 1.50
Sliding Safety Factor, 2.00 Dengan Gempa 1.20

4). Kontrol Stabilitas Bendung Tanpa Gempa


a. Keadaan Air Normal Dengan Uplift Pressure

57
b. Keadaan Air Banjir Dengan Uplift Pressure

58
5. Kontrol Stabilitas Bendung Dengan Gempa Horizontal
a. Keadaan Air Normal Dengan Uplift Pressure

59
b. Keadaan Air Banjir Dengan Uplift Pressure

60
6. Kontrol Stabilitas Bendung Dengan Gempa Vertikal
a. Keadaan Air Normal Dengan Uplift Pressure

61
b. Keadaan Air Banjir Dengan Uplift Pressure

62
Tabel – Kontrol Stabilitas Bendung

e. Analisa Stabilitas Dinding Penahan Tanah


1) Dimensi Dinding Penahan Tanah - Lumpadang Umakahang
A. Keterangan Struktur

0.45
0.15 0.50

3.50

5.00

1.50

0.15 0.50
0.45 0.50
Overturning
1.60
Point

63
2) Analisa Pembebanan
- Beban Mati (DL)
Berat Sendiri (DL)
Berat Sendiri (Self Weight) merupakan berat bahan struktural utama dan berat non-struktural
yang bernilai tetap. Berat sendiri dinding penahan dihitung dengan meninjau selebar 1 meter
(tegak lurus bidang gambar) sebagai berikut :

Berat Akibat Timbunan Tanah (DL)

- Beban Hidup (LL)


Berat Akibat Tekanan Tanah Aktif (LL)
Berat akibat tekanan tanah merupakan berat yang berasal dari tekanan aktif dari timbunan
tanah yang besarnya tidak selalu tetap. Berat akibat tekanan tanah pada dinding penahan
dihitung dengan meninjau selebar 1 meter (tegak lurus bidang gambar) sebagai berikut :

2). Reaksi Tanah Akibat Berat Yang Terjadi (LL)

64
3). Menghitung Eksentrisitas

4). Menganalisis Daya Dukung

5). Menganalisis Stabilitas

65
66
6. Analisa Kapasitas Saluran
Pada bendung Uma Kahang dan Lumpadang direncanakan memiliki 2 intake dengan
mengalirkan debit menuju saluran primer lumpadang dan saluran primer uma kahang. Pada
lokasi studi untuk saluran uma kahang sudah memiliki saluran primer dengan intake yang
memadai untuk mengalirkan debit air irigasi yang dibutuhkan, namun pada saluran primer
lumpadang dibutuhkan perencanaan saluran primer untuk mengalirkan debit air irigasi.
Dimensi saluran dipilih berbentuk empat persegi panjang karena saluran tersebut
berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar,
sifat aliranya terus menerus dengan Fluktuasi yang kecil. Demensi saluran:
1. Debit saluran (Q) = 0,032 m3/det
2. Nilai kekerasn manning untuk beton (n) = 0,013
3. Kemiringan (s) = 0,004
4. Untuk b direncanakan = 0,8 m
Dilakukan perhitungan untuk mengetahui dimensi saluran yang akan digunakan sebagai berikut:
Luas Penampang Saluran:
- A = b. h
= 0,8h
- P = b + 2h

- R =

- V =

Dilakukan coba- coba didapatkan nilai h sebesar = 0,61 m, dilakukan kontrol hitungan antara
debit saluran dengan debit rencana sebagai berikut:
- Qsaluran = A x V

- 0,032 = (b. h) x ( )

0,032 = (0,8. 0,61) x ( )

0,032 = 0,032 m3/det  saluran ok!!!

67
Gambar 3-6. Desain Talang Saluran Primer Lumpadang

68
BAB IV
KESIMPULAN

Dari hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil perhitungan debit banjir rencana mengunakan metode Nakayasu, pada
kala ulang 25 tahun saluran irigasi daerah irigasi adalah 45,844 m3/det
2. Berdasarkan hasil analisa perhitungan didapatkan dimensi bendung
a. P = 1,20 m
b. Be = 8,31 m
c. H1 = 1,549 m
d. Lebar pintu pembilas = 1,20 m
e. Lebar pilar = 1,20 m
3. Dari hasil analisa stabilitas bendung, didapatkan sebagai berikut:

4. Dari hasil analisis demensi saluran didapat tinggi saluran (h) = 0,80 m, lebar saluran (b)
= 0,60 m, dan tinggi jagaan (wf) = 0,20 m

69

Anda mungkin juga menyukai