Anda di halaman 1dari 58

KORELASI MANAJEMEN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA

SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU


DALAM MEWUJUDKAN PRESTASI BELAJAR SISWA
DI MTS MA’ARIF NU NGABAN TANGGULANGIN SIDOARJO

PROPOSAL TESIS

Oleh
MUHAMMAD ZAKARIYA
NIM : 020.10.IV.1023

PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AL-KHOZINY
SIDOARJO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi permasalahan krusial yaitu

rendahnya prestasi belajar siswa, hal ini diketahui dari laporan PISA (Programme

For International Study Assesment) menempatkan Indonesia sebagai salah satu

negara dengan peringkat terendah dalam pencapaian mutu pendidikan, di mana

pemeringkatan tersebut dapat dilihat dari skor yang dicapai pelajar usia 15 tahun

dalam kemampuan membaca, matematika dan sains.

Selain itu hasil publikasi lembaga Internasional salah satunya UNDP yang

menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa di Indonesia masih rendah bila dibandingkan

dengan negara lain di kawasan ASEAN. Hal tersebut perlu diperhatikan mengingat

prestasi belajar siswa menggambarkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Prestasi belajar dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor internal yang

meliputi jasmaniah dan psikologis dan faktor eksternal yang meliputi sosial, budaya

dan lingkungan fisik. Faktor sosial yang dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar

siswa adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan

kelompok – kelompok Dari beberapa faktor yang mempengaruhi tersebut terdapat

dua faktor yang menurut peneliti dominan, yaitu faktor sosial dalam hal ini adalah

lingkungan sekolah dan faktor budaya.

Lingkungan sekolah adalah pelanjut dalam pendidikan di lingkungan keluarga.

Oleh karena itu lingkungan sekolah sering disebut dengan lingkungan kedua setelah

keluarga. Di Indonesia sekolah dengan kesungguhannya harus melaksanakan tugas dan

fungsinya untuk mewujudkan tujuan Nasional Pendidikan yang tercantum dalam


Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta

penjelasannya Bab II Pasal 3:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis dan bertanggung jawab.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut kepala sekolah mempunyai peranan yang

sangat penting dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan mennyelaraskan

sumber daya pendidikan yang tersedia. Kemajuan sekolah sangat tergantung pada

sosok kepemimpinannya, yakni kepala sekolah. Sebab kepala sekolahlah yang menjadi

garda depan untuk menggerakkan kegiatan dan menetapkan target sekolah.

Profesionalitas kepala sekolah menjadi syarat mutlak terwujudnya sekolah yang berdaya

saing tinggi. Selain itu kepala sekolah sebagai manager mempunyai peran yang

menentukan dalam pengelolaan sekolah, berhasil tidaknya tujuan sekolah dapat

dipengaruhi bagaimana kepala sekolah menjalankan fungsi-fungsi manajemen.

Fungsi-fungsi manajemen tersebut adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,

dan pengawasan. Dalam hal ini manajemen kepemimpinan sangat penting untuk

dilakukan demi terwujudnya tujuan yang ditentukan secara efektif dan efisien. Sejalan

dengan pendapat Ross dan Gray dalam James bahwa "Leadership has a minimal direct

impact on student achievement” maksudnya kepemimpinan memiliki dampak

langsung minimal pada prestasi siswa.

Selain itu dirasa budaya sekolah juga berpengaruh terhadap prestasi belajar

siswa. Pemahaman budaya dapat memberi pemahaman akan realitas sehari-hari struktur
dalam (tersembunyi) dari dinamika yang akan terkait pada suatu organisasi termasuk

sekolah. Pemahaman tersebut akan dapat mendorong pada upaya perbaikan sekolah

melalui keterkaitan yang bermakna antara reformasi pendidikan dengan budaya sekolah

yang ada, serta upaya mendorong budaya menerima perubahan untuk perbaikan. Dengan

demikian budaya sekolah menduduki posisi penting dan akan berkorelasi pada

keberhasilan upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Kualitas pendidikan umumnya dikaitkan dengan tinggi rendahnya prestasi yang

ditunjukkan dengan kemampuan siswa mencapai skor dalam tes dan kemampuan

lulusan mendapatkan dan melaksanakan pekerjaan.

Meskipun demikian terdapat beberapa ahli yang berpendapat bahwa

kepemimpinan dan budaya sekolah tidak berkorelasi secara langsung terdapat prestasi

belajar siswa. Sebagaimana menurut penelitian yang dikemukakan oleh Hallinger dan

Heck dalam John A. Ross dan Peter Gray menunjukkan bahwa “the direct effect of

principals on student achievement is near zero” maksudnya bahwa efek langsung

dari kepala sekolah terhadap prestasi belajar siswa adalah mendekati nol. Menurut

Hallinger dalam review penelitian empiris tentang kepemimpinan sekolah

disimpulkan bahwa “that leaders can have indirect or mediated positive effects on

student achievement by building a collaborative organizational learning culture, and

helping to develop the leadership capacities of staff and community. These stakeholders

such as parents and teachers can then assist with the creation of a positive school

climate that promotes teaching and learning, and consequently student’s achievement”

maksudnya para pemimpin dapat memiliki efek positif tidak langsung atau dimediasi

pada prestasi siswa dengan membangun budaya pembelajaran organisasi kolaboratif,

dan membantu untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinan staf dan masyarakat.

pemangku kepentingan seperti orang tua dan guru kemudian dapat membantu dengan
penciptaan iklim sekolah yang positif yang mempromosikan pengajaran dan

pembelajaran, dan akibatnya prestasi siswa.

Selain itu dalam jurnal Xiouju Duan dkk dinyatakan bahwa “Teachers play an

essential role in all school activities. In fact, school’s culture cannot affect school

outcomes directly. The influence need go through teachers’ practice. Teachers play a

substantial part in generating, transforming and diffusing school culture”.

Maksudnya adalah Guru memainkan peran penting dalam semua kegiatan sekolah.

Bahkan, budaya sekolah tidak dapat mempengaruhi hasil sekolah secara langsung.

Pengaruh perlu melalui praktek guru. Guru memainkan bagian penting dalam

menghasilkan, mengubah dan menyebarkan budaya sekolah Dalam hal ini gurulah yang

dianggap menjadi faktor dominan terhadap peningkatan prestasi siswa. Karena guru

merupakan ujung tombak untuk melakukan perubahan melalui pembelajaran yang

dikelola dan dilaksanakan di kelas. Kinerja guru merupakan kemampuan guru dalam

melaksanakan tugas dan pekerjaannya demi tercapainya tujuan pendidikan yang

telah ditentukan. Kinerja guru menjadi faktor utama yang berpengaruh terhadap prestasi

belajar siswa. Karena kinerja guru yang tinggi cukup penting dalam mewujudkan tujuan

pembangunan yang sesuai dengan pancasila, UUD 1945 serta tujuan Pendidikan

Nasional, begitu juga dengan terwujudnya siswa berprestasi diberbagai bidang, baik

akademik maupun non akademik.

Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Heynem dan Loxely terhadap 29

Negara sebagaimana dikutip Ratnawati dala jurnalnya menemukan bahwa di antara

berbagai masukan yang menentukan mutu pendidikan yang mana digambarkan

melalui prestasi belajar peserta didik sepertiganya ditentukan oleh guru. Hasil

penelitian tersebut menyatakan bahwa dari 16 Negara berkembang yang diteliti

ditemukan bahwa guru memberikan kontribusi sebesar 34% terhadap prestasi,


manajemen sebesar 22%, waktu belajar sebesar 18%, sarana fisik sebesar 26%.

Sedangkan penelitian terhadap 13 Negara menunjukkan kontribusi guru sebesar 36%,

manajemen sebesar 23%, waktu belajar sebesar 22% dan sarana prasarana sebesar

19%.

Meskipun demikian rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia saat ini juga

salah satu halnya diakibatkan karena rendahnya kualitas guru yang ada. Dari 3,9 juta

guru yang ada masih terdapat 25% guru yang belum memenuhi syarat kualifikasi

akademik dan 52% guru belum memiliki sertifikat profesi. Di sisi lain seorang guru

dalam menjalankan tugasnya harus memiliki standar kompetensi yang mencakup:

kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Kualitas guru yang baik

akan diraih bila kompetensi keguruan bisa dioptimalkan.

Berdasarkan penjajakan awal diperoleh informasi fakta menarik yang terjadi di

lembaga MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin, yaitu kurangnya inovasi

kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola lembaga pendidikan dan lemahnya

semangat dan motivasi guru dalam mengajar, serta guru belum bisa menciptakan

suasana pembelajaran yang bermakna, menyenangkan dan kreatif. Dalam

pendidikan sangat diharapkannya pemimpin dan guru yang kreatif dan inovatif demi

terciptanya tujuan pendidikan yang telah ditentukan dengan gambaran meningkatnya

prestasi siswa. Tingginya tingkat kinerja kepemimpinan dan guru di suatu lembaga

cukup penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Namun

pada kenyataannya kepala sekolah dan 30% guru MTs. Ma’arif NU Ngaban

Tanggulangin belum kreatif dalam mengelola pendidikan umumnya dan

pembelajaran khususnya. Hal ini ditunjukkan dengan kepala sekolah belum mampu

menunjukkan dan menampakkan perubahan signifikan pada lembaga yang

dipimpinnya, kurang memperhatikan aspek-aspek apa saja yang harus sigap


ditangani dalam upaya pencapaian tujuan, kurangnya perencanaan guru dalam

pembelajaran, penggunaan strategi dan metode yang tidak sesuai dengan

karakeristik siswa, kurangnya optimalisasi dalam mengajar, penyalahgunaan K13

seharusnya guru tetap mendampingi siswa untuk aktif dalam pembelajaran namun

mayoritas guru sibuk dengan gedget dan siswa hanya diberi tugas, serta kurangnya

keterampilan guru dalam menggunakan media dan bahan ajar yang mengakibatkan

pembelajaran berlangsung monoton.

Berdasarkan paparan dan permasalahan di atas maka peneliti perlu mengkaji

kembali “Korelasi Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah

Terhadap Kinerja Guru Dalam Upaya Mewujudkan Prestasi Belajar Siswa Di MTs.

Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin”.

B. Rumusan Masalah

1. Adakah korelasi yang signifikan manajemen kepemimpinan kepala sekolah terhadap

kinerja guru di MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin?

2. Adakah korelasi yang signifikan budaya sekolah terhadap kinerja guru di MTs.

Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin ?

3. Adakah korelasi yang signifikan kinerja guru terhadap prestasi belajar siswa di MTs.

Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin?

4. Adakah korelasi yang signifikan manajemen kepemimpinan kepala sekolah terhadap

prestasi belajar siswa di MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin?

5. Adakah korelasi yang signifikan budaya sekolah terhadap prestasi belajar siswa di

MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin?


6. Apakah kinerja guru dapat memediasi korelasi antara manajemen kepemimpinan

kepala sekolah dengan prestasi belajar siswa di MTs. Ma’arif NU Ngaban

Tanggulangin?

7. Apakah kinerja guru dapat memediasi korelasi budaya sekolah dengan prestasi

belajar siswa di MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin

dicapai adalah:

1. Untuk menganalisis korelasi yang signifikan manajemen kepemimpinan kepala

sekolah terhadap kinerja guru di MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin.

2. Untuk menganalisis korelasi yang signifikan budaya sekolah terhadap kinerja guru

di MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin.

3. Untuk menganalisis korelasi yang signifikan kinerja guru terhadap prestasi belajar

siswa di MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin.

4. Untuk menganalisis korelasi yang signifikan manajemen kepemimpinan kepala

sekolah terhadap prestasi belajar siswa di MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin.

5. Untuk menganalisis korelasi yang signifikan budaya sekolah terhadap prestasi

belajar siswa di MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin.

6. Untuk menganalisis korelasi secara tidak langsung manajemen kepemimpinan

kepala sekolah terhadap prestasi belajar siswa dengan kinerja guru sebagai variabel

intervening di MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin.

7. Untuk menganalisis korelasi secara tidak langsung budaya sekolah terhadap

prestasi belajar siswa dengan kinerja guru sebagai variabel intervening di MTs.

Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin.


D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat memberi manfaat, antara

lain:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk memperluas dan

mengembangkan kajian disiplin Ilmu Manajemen Pendidikan, terutama mengenai

manajemen kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah, kinerja guru, dan

prestasi belajar siswa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi

terhadap pengembagan konsep ilmu pengetahuan serta wawasan mengenai

kepala sekolah sebagai seorang manajer yang memiliki tugas mengelola

pendidikan dalam sebuah lembaga untuk meningkatkan kinerja guru sehingga

siswa mencapai prestasi belajar yang baik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Kepala MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dan informasi bagi pengelola lembaga pendidikan untuk

pengambilan keputusan oleh kepala sekolah dalam mewujudkan budaya sekolah

yang baik dan mewujudkan kinerja guru yang optimal baik dalam segi pengelolaan

pembelajaran dan pelaksanaan proses pembelajaran sehingga prestasi belajar

siswa meningkat.

b. Bagi Guru MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dan informasi tambahan bagi guru MTs. Ma’arif NU Ngaban


Tanggulangin untuk senantiasa melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung

jawabnya semaksimal mungkin sehingga siswa termotivasi untuk belajar dan

prestasi belajarnya akan meningkat.

c. Bagi SMP baik Negeri/Swasta di Kabupaten Sidoarjo

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dan informasi tambahan bagi Sekolah Dasar baik Negeri/Swasta

di Kabupaten Sidoarjo untuk senantiasa menciptakan budaya sekolah yang baik

dan mampu meningkatkan kinerja guru baik dalam segi pengelolaan

pembelajaran dan pelaksanaan proses pembelajaran sehingga prestasi belajar

siswa meningkat. Dengan demikian sekolah akan mampu bersaing dengan

lembaga lain serta menghasilkan lulusan yang unggul dan berkualitas.

E. Sistematika Pembahasan

Untuk memperoleh kesimpulan yang utuh dan terpadu maka pembahasan yang

diberikan terbagi ke dalam beberapa bab. Setiap bab terdiri dari beberapa sub bab,

dengan rincian sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan adalah bab pertama dari tesis yang mengantarkan pembaca

untuk dapat menjawab pertanyaan apa yang diteliti, untuk apa dan mengapa penelitian

dilakukan. Oleh karena itu dalam pendahuluan memuat: Latar Belakang Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Sistematika Pembahasan.

Bab II: Landasan Teori, bagian tesis yang menekankan pada aspek elaborasi

teori dan riset terdahulu. Bagian ini amat penting untuk menunjukkan bahwa

mahasiswa memiliki landasan ilmiah dalam melakukan penelitian. Masing-masing

bab terdiri dari beberapa sub bab, dengan rincian sebagai berikut: kajian terdahulu yang

relevan, landasan teori, kerangka berfikir dan hipotesis penelitian.


Bab III: Metode Penelitian. Dalam bab ini dijelaskan secara rinci tentang metode

dan teknik yang digunakan dalam melakukan penelitian di lapangan. Sebisa mungkin

untuk menghindari pembahasan yang terlalu teoritis, seperti yang biasa tertulis di

buku teks atau diktat metodologi penelitian. Karena itu, pembahasan bab ini harus lebih

operasional “siap pakai”, dengan menggunakan bahasa sendiri yang selaras dengan fokus

penelitian. Adapun urutannya sebagai berikut: rancangan penelitian, variabel penelitian

dan definisi operasional variabel, lokasi, populasi, sampel, teknik pengumpulan

data,instrumen penelitian, tahap-tahap penelitian dan analisis data.

Bab IV: Hasil Penelitian. Bab ini sebenarnya bisa dikatakan sebagai intidari

penelitian di sinilah kondisi riil di lapangan dan hasil penelitian dipaparkan. Adapun

urutan sub babnya adalah sebagai berikut: deskripsi data umum, deskripsi data khusus,

uji prasyarat analisis data dan uji hipotesis.

Bab V: Pembahasan. Bab ini merupakan analisis data dari hasil penelitian,

terdapat sub bab pembahasan hasil penelitian.

Bab VI: Penutup adalah bab terakhir yang ada di dalam tesis. Bab ini

merumuskan ulang dan menyimpulkan dari jawaban rumusan masalah penelitian. Selain

itu perlu juga dibuatkan saran atau rekomendasi praktis terkait dengan rumusan

penelitian dan juga pembahasan singkat tentang keterbatasan penelitian. Adapun detail

pembahasan tentang masing-masing sub babnya adalah kesimpulan dan saran.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terkait manajemen kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah,

kinerja guru dan prestasi belajar memang sudah pernah dilakukan sebelumnya.

Diantaranya adalah tesis oleh Muslikah Noer Handayani, jurusan Manajemen

Pendidikan Islam IAIN Ponorogo Tahun 2019 dengan judul “Aktualisasi Fungsi

Manajemen Kepemimpinan Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru di MI

Ma’arif Purwantoro”. Adapun hasil penelitian tersebut adalah aktualisasi fungsi

manajemen dalam kepemimpinan Kepala Sekolah untuk peningkatan kinerja guru

di MI Ma’arif Purwantoro terwujud dalam berbagai aktivitas: 1). Kepala sekolah

sebagai pemimpin pendidikan dalam perencanaannya melibatkan semua pihak

sehingga seluruh program berjalan secara efektif; 2) Aktualisasi fungsi manajemen

organizing dilakukan dengan pembagian tugas sesuai dengankemampuannya; 3)

Aktualisasi fungsi actuating dilakukan dengan penerbitan Surat Keputusan dan

pemberian kompensasi yang berbeda sesuai masa kerja; 4) Aktualisasi fungsi

manajemen pengawasan dilakukan dengan penilaian, baik secara langsung maupun

secara tidak langsung. Selain itu, kepala madrasah melakukan penilaian kinerja guru

serta mencari informasi dari guru lain. Dengan adanya aktualisasi fungsi manajemen

kepala sekolah di MI Ma’arif Purwantoro dapat meningkatakan kinerja guru yang

berefek pada prestasi dan peningkatan kualitas bagi madrasah. Persamaan penelitian

tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji variabel terkait

manajemen kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru. Sedangkan

perbedaannya adalah penelitian tersebut menggunakan jenis metode penelitian


kualitatif dan penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian kuantitatif dengan

analisis data menggunakan path analysis.

Penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh La Siteni, Jurnal

Santiaji Pendidikan, Volume 6, Nomor 2, Juli 2016 dengan judul “Pengaruh

KepemimpinanSekolah dan Kinerja Mengajar Guru Terhadap Prestasi Belajar

Siswa”. Adapun hasil penelitian tersebut adalah (1) Kepemimpinan Kepala Sekolah

memiliki pengaruh yang signifikan yaitu 46 % terhadap prestasi belajar siswa

kelas VII semester ganjil di SMP Negeri Kecamatan Nusaniw kota Ambon. (2) Kinerja

mengajar guru memiliki pengaruh yang signifikan yaitu 53 % terhadap prestasi belajar

siswa. (3) Kepemimpinan Kepala Sekolah dan kinerja mengajar guru bersama-sma

memiliki pengaruh yang kuat yaitu 67 % terhadap prestasi belajar siswa kelas VII

tahun ajaran 2014-2015. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah

sama-sama menggunakan variabel kepemimpinan, kinerja guru, dan prestasi belajar

siswa dan sama-sama menggunakan jenis metode penelitian kuantitatif.

Perbedaannya adalah penelitian tersebut menggunakan analisis data berupa regresi

linier sederhana dan regresi linier ganda, karena menguji pengaruh variabel X ₁ , X ₂

, dan Y secara langsung. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan analisis

data berupa analisis jalur (path analysis), di mana dalam penelitian ini menguji

baik pengaruh secara langsung maupun pengaruh tidak langsung.

Penelitian ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Muhammad

Khusnuddin, program Pascasarjana Program Studi Manajemen Pendidikan Islam IAIN

Ponorogo Tahun 2016 dengan judul “Pengaruh Efektivitas Kepemimpinan Kepala

Madrasah dan Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Kinerja Guru di MA Darul Huda

Mayak Ponorogo Tahun Akademi 2015/2016”. Adapun hasil penelitian tersebut

adalah 1) ada pengaruh yang signifikan antara efektivitas kepemmpinan kepala


madrasah terhadap kinerja guru MA Darul Huda Mayak Ponorogo Tahun Akademi

2015/2016 dengan besar pengaruh 31,47%. 2) ada pengaruh yang signifikan antara

lingkungan kerja fisik terhadap kinerja guru MA Darul Huda Mayak Ponorogo

Tahun Akademi 2015/2016 dengan besar pengaruh 34,14%. 3) ada pengaruh yang

signifikan antara efektivitas kepemimpinan kepala madrasah dan lingkungan kerja

fisik terhadap kinerja guru MA Darul Huda Mayak Ponorogo Tahun Akademi

2015/2016 dengan besar pengaruh 59,94% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan

jenis metode penelitian kuantitatif dengan 3 variabel, selain ini sama-sama membahan

kepemimpinan dan kinerja guru. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian tersebut

meneliti pengaruh langsung antar variabel dengan menggunakan analisis regresi

sederhana dan regresi ganda. Sedangkan penelitian ini menguji pengaruh secara

langsung dan tidak langsung dengan menggunakan analisis data berupa analisis jalur

(path analysis).

Penelitian keempat adalah penelitian yang dilakukan oleh Edi Cahyana,

Pascasarjana Program Studi Manajemen Pendidikan Islam IAIN Ponorogo Tahun 2018

dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja

Guru di SMK Muhammadiyah 5 Purwantoro Kabupaten Wonogiri”. Adapun hasil

penelitian tersebut adalah 1) Terdapat pengaruh yang signifikan budaya organisasi

terhadap kinerja guru di SMK Muhammadiyah 5 Purwantoro dengan sumbangsih

efektifnya sebesar 48,3%. 2) Terdapat pengaruh yang signifikan motivasi kerja terhadap

kinerja guru SMK Muhammadiyah 5 Purwantara dengan sumbangsih efektifnya

sebesar 69,2%. 3) Terapat pengruh yang signifikan budaya organisasi dan motivasi

kerja terhadap kinerja guru SMK Muhammadiyah 5 Purwantara dengan sumbangan

efektifnya sebesar 70,5%. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini


adalah sama membahas tentang budaya dan kinerja guru, selain itu keduanya

merupakan penelitian yang menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Adapun

perbedaannya adalah penelitian tersebut menggunakan analisis data berupa regresi

linier sederhana dan ganda dan penelitian ini analisis datanya menggunakan analisis

jalur.

Penelitian kelima adalah penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Suminar,

Pascasarjana program studi Manajemen Pendidikan Islam IAIN Ponorogo Tahun

2017 dengan judul “Manajemen Peserta Didik Dalam Meningkatkan Prestasi Siswa

Pada MAN Pacitan”. Adapun hasil penelitian tersebut adalah 1) manajemen peserta

didik dalam meningkatkan prestasi siswa di MAN Pacitan mencakup tiga aspek,

yakni pelayanan, pembinaan dan pengawasan dengan berbagai kegiatan didalamnya

yang berupaya mengembangkan potensi, bakat dan minat peserta didik dari segi

akademis dan non akademis dengan ujian dapat meningkatkan prestasi siswa. 2)

pengembangan prestasi siswa berbasis preferensi peserta didik di MAN Pacitan

dikembangkan melalui multiple intellegence, pesera didik yang memilik kecerdasan

dan kegemaran lebih dalam hal mata pelajaran diwadahi dengan kgiatan seperti

diskusi dengan membentuk group mata pelajaran, bedah SKL dan bimbingan

belajar lainnya. Sedangkan peserta didik yang memiliki kecerdasan dan kegemaran

lebih dibidang non akademis diwadahi dengan kegiatan ekstrakurikuler seperti

pramuka, muhadhoroh, MTQ, PMR, UKS, teater, jurnalistik, KIR, seni musik dan

kaligrafi, dan olah raga. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah

sama-sama memfokuskan penelitian pada prestasi belajar siswa. Sedangkan

perbedaannya adalah dari segi jenis metode dalam penelitian tersebut digunakan metode

kualitatif dan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Dalam penelitian

tersebut lebih mengkaji bagaimana manajemen peserta didik dalam upaya peningkatan
prestasi belajar siswa. Sedangkan dalam penelitian ini lebih mengkaji apakah

prestasi belajar siswa dapat dipengaruhi oleh manajemen kepemimpinan kepala

sekolah dan kinerja guru.

B. Kajian Teoretis

1. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikemukakan bahwa yang

dimaksud prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang

dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau

angka nilai yang diberikan oleh guru. Sedangkan pengertian prestasi belajar

menurut Muhibbin Syah adalah taraf keberhasilan murid atau santri dalam

mempelajari materi pelajaran disekolah atau pondok pesantren yang dinyatakan

dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi

pelajaran tertentu

Dari pengertian di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa prestasi

belajar adalah suatu perubahan pada diri siswa setelah mengalami proses belajar

dan dapat berupa angka, huruf, simbol-simbol lain sesuai dengan tingkat

kemampuan anak.

Prestasi belajar merupakan salah satu tujuan seseorang dalam belajar

sekaligus sebagai motivasi terhadap aktifitas anak didik. Prestasi belajar

merupakan indikator untuk mengetahui kemampuan peserta didik. Dengan ini

penulis menyimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan keseluruhan hasil

perbuatan pada siswa yang membawa ke arah perubahan tingkah laku dan didapat
melalui latihan maupun pengalaman siswa pada lingkungan belajar dan dapat

diukur melalui tes dan biasanya dinyatakan dalam bentuk angka.

Pada prinsipnya pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah

psikologis yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses pembelajaran.

Kunci pokok untuk memperoleh data hasil belajar adalah mengetahui indikator

yang hendak dinilai.

b. Indikator Prestasi Belajar

Penggunaan indikator prestasi belajar sangat penting untuk mengetahui

apakah prestasi belajar siswa sudah memenuhi prinsip efisien dan efektif sehingga

tujuan yang ditentukan dapat tercapai. Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa

prestasi belajar merupakan kemampuan siswa yang meliputi tiga aspek, yaitu

kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dapat berubah sebagai akibat pengalaman

dan proses belajar peserta didik.

1) Kognitif

Hasil belajar dalam tingkatan ini merupakan hasil belajar yang tertinggi.

Dalam hal ini aspek kognitif dapat dikelompokkan menjadi 6 tingkatan, yaitu:

tingkat pengetahuan, tingkat pemahaman, tingkat penerapan, tingkat analisis,

tingkat sintesis, dan tingkat evaluasi.

2) Afektif

Aspek afektif ialah ranah berfikir yang meliputi watak perilaku seperti

perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Prestasi yang bersifat afektif yaitu

meliputi penerimaan sambutan, apresiasi (sikap menghargai), internalisasi

(pendalaman), karakterisasi (penghayatan). Misalnya seorang siswa dapat

menunjukkan sikap menerima atau menolak terhadap suatu pernyataan dari


permasalahan atau mungkin siswa menunjukkan sikap berpartisipasi dalam hal

yang dianggap baik.

3) Psikomotorik

Aspek psikomotorik merupakan aspek yang berhubungan dengan olah

gerak seperti yang berhubungan dengan otot-otot syaraf misalnya lari,

melangkah, menggambar, berbicara, membongkar peralatan atau memasang

peralatan dan lain sebagainya. Siswa yang telah mencapai dasar pada ranah ini

mampu melakukan tugas dalam bentuk keterampilan sesuai dengan standar atau

kriteria.

Prestasi belajar akan terlihat berdasarkan perubahan perilaku sebelum

dan sesudah belajar peserta didik. Hal tersebut pada dasarnya dapat dijadikan

tolak ukur berhasil atau tidaknya suatu kegiatan belajar mengajar. Menurut

Supardi indikator yang dapat digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa

adalah hasil belajar yang dicapai siswa. Hasil belajar yang dimaksudkan di sini

adalah pencapaian prestasi belajar yang dicapai siswa dengan kriteria atau nilai

yang telah ditetapkan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa indikator

prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai oleh siswa (nilai yang

diperoleh siswa).

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

penting sekali, artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi

belajar yang sebaik-baiknya. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

dibagi menjadi 3 yaitu:

1) Faktor internal, yang meliputi: a) Faktor jasmaniah, seperti pengindraan,


pendengaran, struktur tubuh dan lainnya; b) Faktor psikologis, seperti

kecerdasan, bakat, minat, motivasi dan lainnya.

2) Faktor eksternal, yang meliputi: a) Faktor sosial yang terdiri dari, lingkungan

keluarga, sekolah, masyarakat, dan kelompok; b) Faktor budaya seperti adat

istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan lainnya; c) Faktor lingkungan fisik

seperti fasilitas rumah, iklim.

3) Faktor pendekatan belajar yakni jenis upaya belajar peserta didik yang meliputi

strategi dan metode yang digunakan peserta didik dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran.

Untuk mencapai keberhasilan pendidikan terdapat dua komponen yang

mempengaruhi, yaitu :

1) Komponen yang berasal dari dalam diri individu, komponen ini

dikelompokkan menjadi dua sub komponen yaitu, komponen psikis dan fisik.

2) Komponen yang berasal dari luar diri individu, komponen ini dikelompokkan

menjadi beberapa sub komponen, yaitu: lingkungan alam, guru, metode

mengajar, kurikulum, program, sarana dan prasarana, serta kondisi sosial

ekonomi. Untuk komponen yang berasal dari luar diri individu diperlukan

pengelolaan (manajemen) untuk mengarahkan pada pencapaian tujuan

pendidikan.

2. Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah

a. Pengertian Manajemen Kepemimpinan

Manajemen kepemimpinan berasal dari dua kata, yaitu manajemen dan

kepemimpinan. Kata manajemen berasal dari bahasa Inggris yaitu “management”

dengan kata kerja “to manage” yang berarti mengemudikan, mengelola,


menjalankan, meembina atau memimpin. Terdapat pula pendapat beranggapan

bahwa manajemen berasal dari bahasa latin yang berasal dari kata “mantis” yang

berarti tangan dan “agare” yang berarti melakukan. Jika digabungkan menjadi kata

kerja “managere” yang berarti menangani. Sedangkan secara istilah manajemen

adalah proses dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan serta

pengawasan terhadap anggota organisasi dan penggunaan semua sumber daya yang

dimiliki organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Robbins dan Coulter dalam Novianty Djafari mendefinisikan

bahwa manajemen adalah kegiatan kegiatan mengelola sebuah proses lajunya

perjalanan suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang dalam mencapai

tujuan bersama.31 Sedangkan definisi menurut Stoner dalam Hani Handoko bahwa

manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan

pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya

organisasi lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.32

Sementara itu perlu diketahui bahwa manajemen merupakan serangkaian proses

yang terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

pelaksanaan (actuating), pengawasan (controling), dan penganggaran (budgeting).

Dari beberapa pendapat tentang manajemen di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa manajemen adalah serangkaian kegiatan mengatur organisasi

yang mengarah pada tercapainya suatu tujuan tertentu dengan memanfaatkan

sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.

Sedangkan kepemimpinan adalah suatu kepribadian (personality)

seseorang yang mendatangkan keinginan pada kelompok orang-orang untuk

mencotohnya atau mengikutinya, atau yang memancarkan pengaruh tertentu, suatu

kekuatan atau wibawa yang sedemikian rupa sehingga membuat sekelompok


orang-orang mau melakukan apa yang dikehendakinya. Kepemimpinan juga

didefinisikan sebagai sumber aktivitas untuk mempengaruhi orang lain agar

bertindak dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi.

Kemudian menurut Maman Ukas kepemimpinan adalah kemampuan yang

dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi orang lain, agar ia mau berbuat

sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud dan tujuan. Sedangkan

George R. Terry dalam Miftah Thoha mengartikan bahwa kepemimpinan adalah

aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan

organisasi.

Sementara itu menurut Grafin dalam Novianty Djafri menjelaskan bahwa

kepemimpinan dapat dilakukan dari dua sudut pandang, yaitu suatu proses yang

berarti maksudnya mampu mengarahkan perilaku kelompok dalam organisasi

untuk mencapai tujuan dan membantu menciptaan budaya kelompok atau

organisasi dan sudut sifat yang dimiliki, maksudnya ialah sebagai seperangkat ciri

yang menjadi atribut seseorang yang dipersiapkan sebagai pemimpin.

Pendapat tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa kepemimpinan dalam

hal ini kepala sekolah pada dasarnya memiliki dua unsur, yaitu pengaruh dan

pencapain tujuan. Proses mempengaruhi dapat di mana saja selama tujuannya ada

dan tujuan tersebut merupakan tujuan bersama. Dengan demikian kepemimpinan

itu dapat terjadi setiap saat selama kegiatan memiliki tujuan dan perilaku

manusianya diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mempangaruhi

orang lain untuk mau bekerja sama agar mau melakukan tindakan dan perbuatan

dalam mencapai tujuan bersama.


Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa manajemen kepemimpinan

adalah sebagai suatu seni untuk mengelola kemampuan seseorang dalam

memimpin, mengarahkan dan mengajak orang lain menuju tujuan dengan cara yang

efisien dan efektif. Manajemen kepemimpinan kepala sekolah juga dapat

didefinisikan sebagai proses tersistematik tentang hal spesifik, metode, struktur,

dan lain- lain, yang berisi tentang fungsi-fungsi manajemen dalam upaya

pencapaian tujuan bersama.

Manajemen kepemimpinan kepala sekolah sangat perlu dilakukan untuk

lebih meningkatkan kedisiplinan guru dan meningkatkan rasa tanggung jawab

dalam melaksanakan tugasnya. Semakin baik manajemen kepemimpinan kepala

sekolah maka kedisiplinan guru dalam melaksanakan tugasnya akan semakin baik,

sebaliknya apabila manajemen kepemimpinan kepala sekolah kurang baik, maka

kedisiplinan guru dalam melaksanakan tugasnya akan kurang baik pula.

b. Fungsi Manajemen Kepemimpinan

Manajer dalam melakukan melakukan pekerjaannya harus melaksanakan

kegiatan-kegiatan tertentu yaitu fungsi manajemen. Fungsi tersebut dapat

diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:

1) Perencanaan (Planning)

Perencanaan adalah proses bagaimana menentukan organisasi bisa

mencapai tujuannya. Perencanaan adalah proses menentukan dengan tepat apa

yang akan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Dalam proses perencanaan

membutuhkan data dan informasi agar keputusan yang diambil tidak lepas

kaitannya dengan masalah yang dihadapi pada masa yang akan datang.

Suatu lembaga pendidikan tentu memerlukan perencanaan pendidikan

yang merupakan keputusan yang diambil untuk melakukan kegiatan dalam


kurun waktu tertentu, dengan tujuan agar penyelenggaraan sistem pendidikan

berjalan berjalan efektif dan efisien serta menghasilkan lulusan yang bermutu

dan relevan dengan kebutuhan pembangunan. Perencanaan dilakukan untuk

menentukan tujuan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan.

Manajer mengevaluasi berbagai rencana sebelum mengambil tindakan dan

kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat dipergunakan

untuk memenuhi tujuan.

2) Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian adalah kegiatan yang mengatur dan mengelompokkan

pekerjaan ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih mudah untuk

ditangani. Pengorganisasian adalah proses mengatur, mengalokasikan dan

mendistribusikan pekerjaan, wewenang dan sumber daya di antara organisasi

untuk mencapai tujuan organisasi. Pengorganisasian disebut sebagai proses

penyusunan struktur organisasi.

Pengorganisasian mempermudah pemimpin dalam melakukan

pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas

sesuai dengan pembagiannya. Pengorganisasian adalah a) penentuan sumber

daya dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan; b)

perancangan dan pengembangan suatu organisasi yang dapat membawa hal-hal

tersebut ke arah tujuan; c) penugasan tanggung jawab tertentu; d) pendelegasian

wewenang yang diperlukan kepada individu untuk melakukan tugas-tugasnya.

3) Pelaksanaan (Actuating)

Penggerakan (actuating) adalah salah satu fungsi manajemen yang

berfungsi untuk merealisasikan hasil perencaaan dan pengorganisasian.

Actuating adalah aspek hubungan manusiawi yang mengikat para bawahan


untuk bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif dan

efisien untuk mencapai tujuan. Pergerakan adalah membuat semua anggota

kelompok agar mau bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan

sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian.

Menurut Keith Davis sebagaimana dikutip oleh Syaiful Sagala

menyatakan bahwa kemampuan pemimpin membujuk orang-orang mencapai

tujuan yang telah ditetapkan dengan semangat. Pemimpin yang menggerakkan

bawahannya dengan semangat, maka pengikut juga bekerja dengan semangat.

Menurut Hoy dan Miskel yang dikutip oleh Syaiful Sagala, pemimpin yang

efektif cenderung mempunyai hubungan dengan bawahan yang sifatnya

mendukung (suportif) dan meningkatkan rasa percaya diri menggunakan

kelompok membuat keputusan.

Dalam Actuating terdapat berbagai kegiatan, meliputi:

a) Memberikan tugas dan tanggung jawab;

b) Memotivasi anggota agarbersedia melaksanakan tugasnya;

c) Mengembangkan dan melatih untukmeningkatkan pengetahuan dan

ketrampilan setiap anggota;

d) Mendorong timbulnya pemikiran-pemikiran alternatif pemecahan masalah

yang mungkin terjadi;

e) Merangsang timbulnya kreativitas dan pembaharuan dalam uasaha-usaha

mencapai sasaran organisasi.

4) Pengawasan (Controlling)

Pengendalian atau pengawasan adalah fungsi terakhir yang harus


dilakukan dalam manajemen. Dalam pengawasan dapat diketahui dari hasil

yang dicapai. Pengawasan merupakan proses penentuan apa yang harus

dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan pelaksanaan, menilai

pelaksanaan, dan bila perlu melakukan perbaikan sehingga pelaksanaan sesuai

dengan rencana yaitu selaras dan standar. Dengan adanya pengawasan,

pemimpin dapat menjaga organisasi agar tetap berada dalam rel yang benar.49

Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang berupa kegiatan

penilaian, mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat

diarahkan kejalan yang benar dengan maksud dan tujuan yang telah digariskan

semula.

Fungsi pengawasan dasarnya mencakup empat unsur, yaitu: a)

penetapan standar pelaksanaan; b) penentuan ukuran-ukuran pelaksanaan; c)

pengukuran pelaksanaan nyata dan membandingkannya dengan standar yang

telah ditetapkan; dan d) pengambilan tindakan koreksi yang diperukan bila

pelaksanaan menyimpang dari standar.

c. Indikator Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah

Berhubungan dengan manajemen kepemimpinan kepala sekolah disini

menyangkut tentang bagaimana kegiatan yang telah dirancang seorang pemimpin

dapat diimplementasikan (digerakkan, diorganisir, dan dikontrol) guna untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi dengan melalui

dimensi manajemen. Hal tersebut dapat dianalogikan sebagai jantung dan urat

nadi yang menyalurkan darah keseluruh tubuh termasuk organ- organnya agar

dapat bergerak dan berfungsi.

Dimensi manajemen disini berkenaan dengan prinsip- prinsip manajemen


dibagi menjadi empat belas macam, yaitu:

1) Pembagian kerja (division of work), yaitu pekerjaan harus dibagi menjadi

unsur-unsur yang lebih kecil atau dispesialisasi, sehingga output (hasil kerja)

karyawan dan efektifitas akan meningkat seiring dengan peningkatan

kemampuan dan keahlian pada tugas yang diembannya,

2) Keseimbangan wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility),

yaitu para manager memiliki wewenang dalam memerintahkan bawahan

melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Setiap karyawan diberikan

wewenang untuk melakukan suatu pekerjaan. Tetapi suatu hal yang perlu

diingat, wewenang tersebut berasal dari suatu tanggung jawab. Oleh karena itu,

wewenang dan tanggung jawab harus seimbang, makin besar wewenangnya

makin besar pula pertanggungjawabannya

3) Disiplin (discipline), yaitu disiplin harus ditegakkan dalam suatu organisasi,

namun setiap organisasi memiliki cara yang berbeda-beda dalam menegakkan

kedisiplinannya. Kedisiplinan merupakan dasar dari keberhasilan suatu

organisasi dalam mencapai tujuan organisasinya

4) Kesatuan komando (unity of cummand), yaitu berdasarkan prinsip kesatuan

komando, Karyawan seharusnya hanya menerima perintah dari seorang atasan

saja dan juga bertanggung jawab kepada satu atasan saja. Jika terlalu banyak

atasan yang memberikan perintah, karyawan yang bersangkutan akan sulit

untuk membedakan prioritasnya. Hal ini juga akan menimbulkan kebingungan

dan tidak fokus pada tugas yang diberikannya.

5) Kesatuan arah (unity of direction), karyawan yang bekerja dalam suatu

organisasi harus memiliki tujuan dan arah yang sama dan bekerja berdasarkan

rencana yang sama.


6) Mengutamakan kepentingan organisasi diatas kepentingan individu

(subordination of individual interests to the general interest), yaitu

kepentingan organisasi harus didahulukan dari kepentingan individu seorang

karyawan termasuk kepentingan individu manajer itu sendiri.

7) Kompensasi yang adil (remuneration), yaitu salah satu faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah upah atau gaji yang didasarkan

pada tugas yang dibebankannya. Kompensasi yang dimaksud ini dapat berupa

finansial maupun non finansial.

8) Sentralisasi (centralization), yaitu seorang pemimpin atau manajer harus

mengadopsi prinsip sentralisasi yang seimbang (bukan sentralisasi penuh

ataupun desentralisasi penuh). Hal ini dikarenakan sentralisasi penuh (complete

centralization) akan mengurangi peranan bawahan dalam suatu organisasi,

sedangkan disentralisasi akan menimbulkan kesimpangsiuran dalam

pengambilan keputusan. Wewenang tertentu harus didelegasikan sebanding

dengan tanggung jawab yang diberikan.

9) Rantai skalar (scalar chain), yaitu rantai skalar adalah garis wewenang dari

atas sampai ke bawah. Setiap karyawan harus menyadari posisi mereka di

dalam hirarki organisasi. Garis wewenang ini akan menunjukkan apa yang

menjadi wewenang dan tanggungjawabnya.

10) Tata tertib (order), yaitu tata tertib memegang peranan yang penting dalam

bekerja karena pada dasarnya semua orang tidak dapat bekerja dengan baik

dalam kondisi yang kacau dan tegang. Selain itu, untuk meningkatkan efisien

dalam bekerja, fasilitas dan perlengkapan kerja harus disusun dengan rapi dan

bersih.

11) Keadilan (eguity), yaitu manajer harus bertindak secara adil terhadap semua
karyawan. Peraturan dan perjanjian yang telah ditetapkan harus ditegakkan

secara adil sehingga moral karyawan dapat terjaga dengan baik.

12) Stabilitas kondisi karyawan (stability tenure of personnel), yaitu

mempertahankan karyawan yang produktif merupakan prioritas yang penting

dalam manajemen. Manajer harus berusaha untuk mendorong dan

menciptakan loyalitas karyawan terhadap organisasi.

13) Inisiatif (initiative), yaitu karyawan harus diberikan kebebasan untuk

berinisiatif dalam membuat dan menjalankan perencanaan, tentunya harus

dengan batas- batas wewenang dan tanggung jawab yang diberikan.

14) Semangat kesatuan (esprits de corps), dalam prinsip ini, manajemen harus

selalu berusaha untuk mengembangkan dan meningkatkan semangat kesatuan

tim.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa indikator

manajemen kepemimpinan kepala sekolah adalah:

1) pembagian kerja; 2) keseimbangan wewenang; 3) disiplin; 4) kesatuan

komando; 5) kesatuan arah; 6) mengutamakan kepentingan organisasi; 7)

kompensasi yang adil; 8) sentralisasi; 9) rantai skalar; 10) tata tertib; 11)

keadilan; 12) stabilitas kondisi karyawan; 13) inisiatif; dan 14) semangat

kesatuan.

3. Budaya Sekolah

a. Pengertian Budaya Sekolah

Budaya atau culture merupakan istilah yang datang dari disiplin

antropologi soial. Dalam dunia pendidikan budaya dapat digunakan sebagai salah

satu transmisi pengetahuan, karena sebenarnya yang tercakup dalam budaya


sangatlah luas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya diartikan sebagai

pikiran, adat istiadat, sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu yang menajdi

kebiasaan yang sukar diubah.

Budaya sebagai totalitas perilaku, kesenian, keperayaan, kelembagaan dan

semua produk llain dari karya serta pemikiran manusia yang mendirikan suatu

masyarakat atau produk yang ditransmisikan bersama. Budaya merupakan

filsafat-filsafat, ideologi-ideologi, nilai-nilai, asumsi-asumsi, keyakinan-

keyakinan, harapan-harapan, sikap-sikap dan norma-norma bersama mengikat,

mempersatukan. Ciri yang menonjolkannya antara lain adanya nilai-nilai yang

dipersiapkan, dirasakan dan dilakukan. Hal tersebut dikuatakan oleh pendapat

tentang kandungan utama yang menjadi esensi budaya, yaitu:

1) Budaya berkaitan dengan persepsi terhadap nilai dan lingkungannya yang

melahirkan makna dan pandangan hidup yang mempengaruhi sikap dan

tingkah laku.

2) Adanya pola nilai, sikap, tingkah laku, hasil karya, termasuk segala

instrumennya, sistem kerja dan teknologi.

3) Budaya merupakan hasil pengalaman hidup, kebiasaan- kebiasaan, norma-

norma yang ada dalam cara dirinya berinteraksi sosial.

4) Dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi dan saling

ketergantungan.

Dalam pemakaian sehari-hari, biasanya definisi budaya disinonimkan

dengan tradisi. Tradisi dalam hal ini diartikan sebagai ide-ide umum, sikap dan

kebasaan dari masyarakat yang nampak dari perilaku sehari-hari yang menjalin

kebiasaan dari kelompok dalam masyarakat.

Sedangkan sekolah adalah suatu lembaga pendidikan formal yang harus


mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Potensi

tersebut meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam menjalankan

fungsinya sekolah harus mampu menyelenggarakan proses pendidikan yang

pembelajaran yang bermutu.

Budaya sekolah diartikan sebagai sistem makna yang dianut oleh warga

sekolah yang membedakannya dengan sekolah lain. Budaya sekolah adalah

suasana kehidupan yang terlibat bebas, tenang, reflektif, seiring dengan itu

melambangkan gagasan, intelektualitas, keterampilan dan keilmuan. Budaya

sekolah terdiri dari beberapa elemen kebenaran yang dapat dijadikan sandaran dan

petunjuk yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan nyata dalam sekolah.

Budaya sekolah merupakan suatu sistem nilai, norma dan aturan-aturan yang

terkait dengan sekolah.

Konsep budaya sekolah merupakan suatu konsep yang dapat

mengeksplorasi bentuk perilaku dari sekelompok individu dalam bentuk tindakan,

sikap dan perilaku yang diajarkan kepada setiap anggota. Budaya sekolah

merupakan karakteristik khas sekolah yang membedakan satu sekolah dengan

sekolah lainnya. Budaya sekolah adalah kebiasaan-kebiasaan perilaku dan

tindakan yang ditampilkan dan ditunjukkan oleh seluruh warga sekolah dalam

mencapai tujuan sekolah yang telah ditentukan.

Menurut Zamroni penting bagi sekolah memiliki budaya. Sekolah sebagai

suatu organisasi harus memiliki: 1) kemampuan untuk hidup, tumbuh berkembang

dan melakukan adaptasi dengan berbagai lingkungan yang ada dan 2) integrasi

internal yang memungkinkan sekolah menghasilkan individu atau kelompok

memiliki sifat positif. Suatu organisasi termasuk sekolah harus memiliki pola

asumsi dasar yang dipegang bersama oleh warga sekolah. Memperhatikan konsep
di atas maka dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah merupakan pola

mendalam, kepercayaan nilai dan tradisi yang terbentuk dari rangkaian kebiasaan

serta cara pandang dalam memecahkan persoalan yang ada di sekolah.

Budaya sekolah yang baik akan mendorong seluruh warga sekolah untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik mungkin dan akan

meningkatkan kinerja sekolah dlam mencapai tujuan sekolah. Setiap sekolah

menciptakan budaya sekolah sebagai identitas diri dan juga sebagai rasa

kebanggaan akan sekolahnya.

Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa budaya

sekolah merupakan kerangka kerja yang disadari dan sudah menjadi kebiasaan

terdiri dari sikap, nilai- nilai, norma-norma, perilaku-perilaku, dan harapan-

harapan di antara warga sekolah dan bila sudah terbentuk pada keyakinan

memiliki pengaruh yang kuat terhadap sekolah.

b. Unsur-Unsur Budaya Sekolah

Menurut Djemari Mardapai dalam Nuril Furkhan menyatakan bahwa

unsur-unsur budaya sekolah jika ditinjau dari usaha peningkatan kualitas

pendidikan dibagi menjadi 3, yaitu:

1) Budaya sekolah positif

Budaya sekolah positif merupakan kegiatan-kegiatan yang mendukung

peningkatan kualitas pendidikan, misal kerja sama dalam mencapai prestasi,

penghargaan terhadap prestasi, dan komitmen terhadap belajar.

2) Budaya sekolah negatif

Budaya sekolah negatif merupakan kultur yang kontra terhadap

peningkatan mutu pendidikan. Artinya resisten terhadap perubahan, misal

siswa takut salah, siswa takut bertanya, dan siswa jarang melakukan kerja sama
dalam memecahkan masalah.

3) Budaya sekolah netral

Budaya sekolah netral merupakan budaya yang tidak berfokus pada

satu sisi namun dapat memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan

peningkatan mutu pendidikan. Hal ini berupa arisan keluarga sekolah, seragam

guru, seragam siswa, dan lain-lain.

c. Indikator Budaya Sekolah

Untuk lebih mendalami masalah budaya sekolah tentu diperlukan

pengetahuan sub variabel yang terkandung dalam budaya organisasi, karena kita

ketahui sekolah juga merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang

pendidikan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins bahwa sub

variabel budaya organisasi, yaitu:

1) Inovasi dan pengambilan resiko (Innovation and risk taking), yang melputi

kebebasan mengeluarkan ide, kebebasan mengambil keputusan, berani

menanggung resiko yang diterima.

2) Perhatian pada detil (Attention of detail), yang meliputi ketelitian dalam

bekerja dan evaluasi kerja.

3) Orientasi hasil (outcome orientation), yang meliputi pemahaman dalam

bekerja, hasil kerja, dan cara kerja.

4) Orientasi kepada para individu (people orientation), yang meliputi pembagian

kerja, rekan kerja, dan pemberian reward.

5) Orientasi tim (tim orientation), yang melliputi kerjasama tim dn dukungan

rekan kerja.

6) Keagresifan (Aggressiveness), yang meliputi persaingan sehat antar personil

dan inisiatif kerja.


7) Stabilitas (stability), yang meliputi iklim komunikasi yang baik, kenyamanan

dalam bekerja, jenjang karir, dan hasil yang diterima.

Dari keterangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa indikator

budaya sekolah, yaitu: 1) inovasi dan pengambilan resiko; 2) perhatian pada detil;

3) orientasi hasil; 4) orientasi kepada para individu; 5) orientasi tim; 6)

keagresifan; dan 7) stabilitas.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Sekolah

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan budaya sekolah

merupakan suatu hal yang dapat mendukung dan menghambat pelaksanaan

pengembangan budaya sekolah. Dalam hal ini faktor-faktor tersebut dibagi

menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1) Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor budaya sekolah yang berasal dari

lingkungan sekolah, yang meliputi: a) kepala sekolah; b) guru; c) tenaga

kependidikan; d) peserta didik; e) visi sekolah; f) program sekolah; g)

peraturan sekolah; h) sarana prasarana pendidikan.

2) Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi budaya sekolah

dari luar lingkungan sekolah, yang meliputi: a) masyarakat; b) komite sekolah;

c) orang tua; d) dinas pendidikan setempat; e) letak geografis sekolah.

4. Kinerja Guru

a. Pengertian Kinerja Guru


Kata kinerja merupakan terjemah dari Bahasa Inggris yaitu kata

perfomance. Kata perfomance berasal dari kata to perfom yang berarti


menampilkan atau melaksanakan. Perfomance berarti prestasi kerja,

pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja. Kinerja

(perfomance) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan

suatu program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi

organisasi yang dituangkan dalam perencanaan strategis suatu organisasi.

Menurut oxford Dictionary sebagaimana dikutip oleh Moeheriono kinerja

merupakan suatu tindakan proses atau cara bertindak atau melakukan fungsi

organisasi

Kinerja menurut Supardi yaitu hasil kerja seseorang dalam suatu periode

tertentu yang dibandingkan dengan beberapa kemungkinan, misalnya standar

target, sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu. Sedangkan

kinerja menurut Barnawi adalah tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok

dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab dan wewenangnya

berdasarkan standar kinerja yang telah ditetapkan selama periode tertentu dalam

kerangka mencapai tujuan organisasi

Barnawi dan Mohammad Arifin mengutip beberapa pendapat ahli

tentang kinerja adalah sebagai berikut. Menurut Mangkunegara kinerja

merupakan hasil kerja baik secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan. Sejalan dengan pendapat Ilyas bahwa kinerja adalah penampilan hasil

karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi dan

merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Sedangkan

definisi kinerja menurut Fattah adalah ungkapan kemampuan yang didasari oleh

pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta motivasi dalam menghasilkan

sesuatu. Kemudian menurut Rivai kinerja merupakan tingkat keberhasilan


seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan

tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,

target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan yang telah ditentukan dan

telah disepakati. Sementara Simamora lebih tegas menyatakan bahwa kinerja

mengacu pada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk pekerjaan.

Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah

pekerjaan..

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah

tingkat keberhasilan yang telah dicapai seseorang atau kelompok dalam

melaksanakan tugas dan pekerjaannya sesuai dengan tanggung jawab yang telah

diberikan berdasarkan standar kinerja yang telah ditetapkan selama jangka waktu

tertentu dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Jika diaplikasikan dalam dunia pendidikan maka kinerja disini

merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seluruh warga di lembaga

pendidikan yang bersangkutan dengan wewenang dan tanggung jawab untuk

mencapai tujuan kelembagaan yang telah ditetapkan. Sedangkan, kinerja guru

adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan tugas pembelajaran di

sekolah dan bertanggung jawab atas peserta didik di bawah bimbingannya

dengan meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Oleh karena itu, kinerja

guru dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan

seorang guru dalam menjalankan tugasnya di sekolah serta menggambarkan

adanya suatu perbuatan yang ditampilkan guru dalam atau selama melakukan

aktivitas pembelajaran.

Sementara itu berkaitan dengan kinerja guru dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajar, terdapat tugas keprofesionalan guru menurut Undang-


Undang No 14 tahun 2005 pasal 20, tugas atau kewajiban guru, antara lain:

1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran serta menilai dan

mengevaluasi hasil pembelajaran.

2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi

secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni.

3) Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis

kelamin, latar belakang keluarga, status sosial ekonomi peserta didik.

4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik,

serta nilai-nilai agama dan etika.

5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan.

Guru merupakan orang yang bekerja pada bidang pendidikan dan

pengajaran yang ikut bertanggungjawab dalam membantu anak-anak mencapai

kedewasaan masing- masing sesuai dengan potensi dirinya.71 Guru

merupakan komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang sangat

berperan dalam mengantarkan siswa-siswanya pada

tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Gurulah yang memikul

tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan program pengajaran. Oleh

karena itu, mengajar adalah pekerjaan profesional karena menggunakan teknik

dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari

secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan orang

lain.

Upaya-upaya meningkatkan kinerja guru sebaiknya dikelola dengan baik

untuk mewujudkan hasil yang baik pula. Peningkatan kinerja guru ini pada

dasarnya diarahkan pada peningkatan kegiatan belajar mengajar, agar guru lebih
mampu menciptakan iklim proses belajar mengajar yang kondusif, sehingga

mampu mewujudkan pendidikan yang bermutu. Kinerja guru untuk mampu

mewujudkan peningkatan kegiatan pembelajaran yang kondusif, tentunya

memerlukan berbagai pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus

dikembangkan dan ditingkatkan.

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan

bahwa kinerja guru adalah prestasi yang dicapai oleh seorang guru dalam

mengelola dan melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran sesuai dengan

ukuran yang berlaku bagi pekerjaannya.

b. Indikator Kinerja Guru

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau kegagalan suatu kinerja

maka diperlukannya penilaian terhadap kinerja. Dalam melakukan penilaian

kinerja memang memerlukan suatu teknik yang tepat, sehingga hasil pengukuran

juga menghasilkan hasil yang tepat dan benar. Untuk melakukan penilaian

tentunya membutuhkan indikator. Penggunaan indikator kinerja sangat penting

untuk mengetahui apakah suatu kinerja karyawan telah memenuhi prinsip efisien

dan efektif.

Untuk mengukur kinerja pegawai/karyawan dapat digunakan beberapa

indikator mengenai kinerja, yaitu: kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, waktu,

efektivitas biaya, kebutuhan akan pengawasan, dan hubungan antar

perseorangan. Berikut ini adalah penjelasan dari indikator tersebut, yaitu:

1) Kualitas (mutu), pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan melihat kualitas

(mutu) dari pekerjaan yang dihasilkan melalui proses tertentu. Dengan kata

lain bahwa kualitas merupakan tingkatan proses atau hasil dari penyelesaian

suatu kegiatan mendekati titik kesempurnaan.


2) Kuantitas (jumlah), kuantitas merupakan produksi yang dihasilkan oleh

seseorang. Dapat ditunjukkan dalam bentuk satuan uang, jumlah unit, atau

jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan.

3) Waktu (jangka waktu), lebih mengarah kepada ketepatan waktu dimana

kegiatan tersebut dapat diselesaikan, atau suatu hasil produksi dapat dicapai

dengan batas waktu yang telah ditetapkan sebelumnya.

4) Penekanan biaya, biaya yang dikeluarkan untuk setiap aktivitas sudah

dianggarkan sebelum aktivitas dijalankan. Artinya dengan biaya yang sudah

dianggarkan tersebut merupakan acuan agar tidak melebihi dari yang sudah

dianggarkan.

5) Pengawasan, hampir seluruh jenis pekerjaan perlu melakukan dan

memerlukan pengawasan terhadap pekerjaan yang sedang berjalan.

6) Hubungan antar karyawan, penilaian kinerja seringkali dikaitkan dengan

kerjasama atau kerukunan antar karyawan dan antar pimpinan. Hubungan ini

seringkali juga dikatakan sebagai hubungan antar perseorangan. Dalam

hubungan ini diukur apakah seorang karyawan mampu untuk

mengembangkan perasaan saling menghargai, niat baik dan kerjasama antara

karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya.

Sedangkan indikator kinerja menurut Hamzah B. Uno diklasifikasikan

menjadi lima, yaitu:

1) Kualitas kerja, meliputi perencanaan program pengajaran dengan tepat,

penilaian hasil belajar, kehati-hatian dalam penyampaian materi, penerapan

hasil penelitian dalam pembelajaran.

2) Kecepatan/ketepatan kerja, meliputi menerapkan hal-hal baru atau update

dalam pembelajaran, memberikan materi ajar sesuai dengan karakteristik


siswa, menyelesaikan program pengajaran sesuai kalender akademik.

3) Inisiatif dalam bekerja, meliputi penggunaan media pembelajaran,

menggunakan berbagai metode dalam pembelajaran, mengadmistrasikan

sekolah dengan baik, menciptakan hal-hal baru yang lebih efektif dalam

menata administrasi sekolah.

4) Kemampuan Kerja, meliputi kemampuan dalam memimpin kelas,

kemampuan mengelola KBM, mampu melakukan penilaian hasil belajar

siswa, menguasai landasan pendidikan.

5) Komunikasi, meliputi dapat melaksanakan bimbingan belajar,

mengomunikasikan hal yang baru dalam pembelajaran, menggunakan

berbagai teknik dalam pengelolaan KBM, terbuka dalam menerima masukan

untuk perbaikan pembelajaran.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa indikator

kinerja guru adalah: 1) kualitas kerja; 2) kecepatan/ketepatan kerja; 3) inisiatif

dalam bekerja; 4) kemampuan kerja; dan 5) komunikasi.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Guru

Untuk memperoleh keberhasilan atau mutu kinerja yang optimal tentu

saja terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Banyak faktor yang

mempengaruhi kinerja organisasi maupun individu. Dalam hal ini menurut

Tempe dalam Supardi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja

seseorang antara lain: lingkungan, perilaku manajemen, desain jabatan, penilaian

kinerja, umpan balik dan administrasi pengupahan.

Kinerja yang baik merupakan tujuan dari setiap perusahaan. Menurut

Lusthaus sebagaimana dikutip Susanti


Kurniawati faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai

berikut:

1) Lingkungan eksternal, dimensi kunci yang dapat mempengaruhi lingkungan

adalah lingkungan eksternal yang terdiri dari lingkungan administratif, aturan,

kebijakan, budaya sosial, ekonomi, dan teknologi.

2) Motivasi organisasi, hal yang memotivasi organisasi adalah sejarah, misi.

budaya, insentif atau imbalan.

3) Kapasitas organisasi, terdiri dari: strategi kepemimpinan, sumber daya

manusia, manajemen keuangan, proses organisasi, program manajemen,

infrastruktur, dan rantai institusional.

Supaya kinerja guru mampu mewujudkan peningkatan kegiatan belajar

mengajar yang kondusif, tentunya memerlukan berbagai pengetahuan,

ketrampilan, dan sikap yang kesemuanya harus dikembangkan dan ditingkatkan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja baik hasil maupun perilaku

kerja adalah:

1) Kemampuan dan keahlian, merupakan kemampuan atau skill yang dimiliki

seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Semakin memiliki kemampuan

dan keahlian maka akan dapat menyelesaikan pekerjaannya secara benar.

2) Pengetahuan, maksudnya adalah pengetahuan tentang pekerjaan. Seseorang

yang memiliki pengetahuan tentang pekerjaan secara baik akan memberikan

hasil pekerjaan yang baik, demikian pula sebaliknya, jika seseorang tidak atau

kurang memiliki pengetahuan tentang pekerjaannya, maka pasti akan

mengurangi hasil atau kualitas pekerjaannya yang pada akhirnya akan

mempengaruhi kinerjanya.

3) Rancangan kerja, jika suatu pekerjaan memiliki rancangan yang baik, maka
akan memudahkan untuk menjalankan pekerjaan tersebut secara tepat dan

benar.

4) Kepribadian, seseorang yang memiliki kepribadian atau karakter yang baik,

akan dapat mengerjakan pekerjaan secara sungguh-sungguh penuh tanggung

jawab sehingga hasil pekerjaannya juga baik.

5) Motivasi kerja merupakan dorongan bagi seseorang untuk melakukan

pekerjaan. Jika seseorang memiliki dorongan yang kuat dari dalam dirinya

atau dorongan dari luar dirinya, maka orang tersebut akan terangsang atau

terdorong untuk melakukan sesuatu dengan baik.

6) Kepemimpinan merupakan perilaku seorang pemimpin dalam mengatur,

mengelola dan memerintah bawahannya untuk mengerjakan sesuatu tugas

dan tanggung jawab yang diberikannya.

7) Gaya kepemimpinan, merupakan gaya atau sikap seorang pemimpin dalam

menghadapi atau memerintah bawahannya.

8) Budaya organisasi, merupakan kebiasaan-kebiasaan atau norma-norma yang

berlaku dan dimiliki oleh suatu organisasi atau perusahaan. Kebiasaan-

kebiasaan atau norma-norma ini mengatur hal-hal yang berlaku dan diterima

secara umum serta harus dipatuhi oleh segenap anggota suatu perusahaan atau

organisasi.

9) Kepuasan kerja, merupakan perasaan senang atau gembira, atau perasaan

suka seseorang sebelum dan setelah melakukan suatu pekerjaan.

10) Lingkungan kerja, merupakan suasana atau kondisi di sekitar lokasi tempat

bekerja.

11) Loyalitas, merupakan kesetiaan karyawan untuk tetap bekerja dan membela

perusahaan di mana tempatnya bekerja.


12) Komitmen, adalah kepatuhan karyawan untuk menjalankan kebijakan atau

peraturan perusahaan dalam bekerja.

13) Disiplin kerja, merupakan usaha karyawan untuk menjalankan aktivitas

kerjanya secara sungguh-sungguh.

Kinerja guru tidak terwujud dengan begitu saja, tetapi juga dipegaruhi

beberapa faktor tertentu, antara lain:

1) Faktor personal/individu, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan,

kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki.

2) Faktor kepemimpinan, meliput aspek kualitas manajer dalam memberikan

dorongan, semangat, arahan, dan dukungan kerja.

3) Faktor tim, meliputi dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan

dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota, kekompokkan, dan

keeratan anggota,

4) Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja yang diberikan oleh

pimpinan sekolah, proses organisasi sekolah dan budaya kerja dalam

organisasi sekolah.

5) Faktor kontekstual, meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan

internal.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang

mempegaruhi kinerja guru adalah sebagai berikut: 1) faktor personal; 2) faktor

kepemimpinan; 3) faktor kelompok (tim); 4) faktor sistem; dan 5) faktor

kontekstual.
5. Pengaruh Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru

Untuk memperoleh keberhasilan atau mutu kinerja yang optimal tentu saja
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Banyak faktor yang
mempengaruhi kinerja organisasi maupun individu. Dalam hal ini menurut Tempe
dalam Supardi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang antara
lain: lingkungan, perilaku manajemen, desain jabatan, penilaian kinerja, umpan balik
dan administrasi pengupahan. Dari beberapa faktor tersebut menurut peneliti yang
paling dominan adalah perilaku manajemen. Perilaku manajemen di sini
berhubungan dengan bagaimana seorang manajer mengelola lembaga yang
dipimpinnya. Dalam hal ini seorang manager mempunyai peran yang menentukan
dalam pengelolaan sekolah, berhasil tidaknya tujuan sekolah dapat mempengaruhi
bagaimana kepala sekolah menjalankan fungsi-fungsi manajemen. Fungsi-fungsi
manajemen tersebut adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan.
Sejalan dengan pendapat Jamal Ma’mur bahwa faktor penyebab rendahnya
kinerja guru adalah kepala sekolah, diantaranya pada aspek: kurangnya manajemen
kepala sekolah dalam pemberian kompensasi yang belum sesuai dengan kinerja,
penempatan kemampuan pendidik belum sesuai dengan bidangnya, dalam pemberian
semangat kinerja yang kurang serta dalam pengawasan yang dilakukan belum
maksimal.

6. Pengaruh Budaya Sekolah Terhadap Kinerja Guru

Budaya sekolah merupakan kerangka kerja yang disadari dan sudah menjadi
kebiasaan terdiri dari sikap, nilai- nilai, norma-norma, perilaku-perilaku dan harapan-
harapan di antara warga sekolah dan bila sudah terbentuk pada keyakinan memiliki
pengaruh yang kuat terhadap sekolah. Budaya sekolah yang baik akan mendorong
seluruh warga sekolah untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik
mungkin dan akan meningkatkan kinerja dalam mencapai tujuan sekolah. Gurulah
yang memikul tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan program pengajaran.
Untuk itu perlunya memperhatikan terkait kinerja guru. Karena guru merupakan
ujung tombak dalam pencapaian tujuan pendidikan. Setiap sekolah menciptakan
budaya sekolah sebagai identitas diri dan juga sebagai rasa kebanggaan akan
sekolahnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah
berpengaruh terhadap kinerja guru.

7. Pengaruh Kinerja Guru Terhadap Prestasi Belajar

Pendidikan sebagai agen of change memiliki peranan yang sangat penting


dalam menyiapkan generasi masa depan yang tangguh dan kokoh. Guru merupakan
ujung tombak untuk melakukan perubahan melalui pembelajaran yang dikelola dan
dilaksanakan di kelas. Keberhasilan pendidikan dapat digambarkan melalui prestasi
belajar siswa yang tangguh dan kokoh. Guru merupakan ujung tombak untuk
melakukan perubahan melalui pembelajaran yang dikelola dan dilaksanakan di kelas.
Keberhasilan pendidikan dapat digambarkan melalui prestasi belajar siswa
Prestasi belajar sangat pengaruhi oleh beberapa faktor dan komponen seperti
tersedianya kurikulum yang memadai, adanya minat dan semangat peserta didik yang
tinggi dalam menuntut ilmu dan yang terpenting adalah tenaga pendidik yang
profesional. Tenaga pendidik yang profesional sangat menentukan keberhasilan
pendidikan karena adanya kinerja guru yang tidak profesional adalah sia-sia, itulah
sebabnya setiap adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam peningkatan selalu
bernuansa pada faktor guru. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya peran
guru dalam dunia pendidikan.
Kinerja guru merupakan kemampuan guru dalam melaksanakan tugas dan
pekerjaannya demi tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Kinerja
guru menjadi faktor utama yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
Karena kinerja guru yang tinggi cukup penting dalam mewujudkan tujuan
pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.

8. Pengaruh Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Prestasi

Belajar

Mengingat betapa pentingnya pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan


bangsa, maka perlu diperhatiakan terkait keberhasilan pendidikan di Indonesia.
Keberhasilan pendidikan di Indonesia dapat tergambarkan dari prestasi belajar yang
diperoleh oleh siswa. Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar siswa. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar
siswa adalah manajemen kepemimpinan kepala sekolah. Sebagaimana pendapat Ross
dan Gray dalam James bahwa “Leadership has a minimal direct impact on student
achievement” maksudnya kepemimpinan memiliki dampak langsung minimal pada
prestasi siswa.
Kita ketahui bahwa kepala sekolah merupakan garda depan untuk
menggerakkan kegiatan dan menetapkan target sekolah. Untuk itu kepala sekolah
memiliki peranan yang menentukan dalam pengelolaan sekolah, berhasil tidaknya
tujuan sekolah bergantung pada bagaimana kepala sekolah menjalankan fungsi-
fungsi manajemen. Fungsi-fungsi manajemen tersebut adalah perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Kemampuan kepala sekolah dalam
menjalankan fungsi manajemen juga dapat disebut dengan manajemen
kepemimpinan kepala sekolah. Sebagaimana pendapat Novianty Djafri bahwa
manajemen kepemimpinan kepala sekolah adalah proses tersistematik tentang hal
spesifik, metode, struktur, dan lain-lain yang berisi tentang fungsi-fungsi
manajemen dalam upaya pencapaian tujuan bersama.

9. Pengaruh Budaya Sekolah Terhadap Prestasi Belajar Siswa

Keberhasilan suatu pendidikan digambarkan dengan meningkatnya prestasi


belajar siswa dalam suatu lembaga pendidikan. Menurut Ahmadi dan Supriyono
prestasi belajar siswa dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Lingkungan internal meliputi keadaan fisik dan psikis siswa, sedangkan faktor
eksternal meliputi sosial, budaya dan lingkungan fisik. Dalam hal ini dirasa budaya
memiliki pengaruh dominan terhadap prestasi siswa. budaya sekolah juga
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Pemahaman budaya dapat memberi
pemahaman akan realitas sehari-hari struktur dalam (tersembunyi) dari dinamika
yang akan terkait pada suatu organisasi termasuk sekolah. Pemahaman tersebut akan
dapat mendorong pada upaya perbaikan sekolah melalui keterkaitan yang bermakna
antara reformasi pendidikan dengan budaya sekolah yang ada, serta upaya
mendorong budaya menerima perubahan untuk perbaikan. Dengan demikian budaya
sekolah menduduki posisi penting dan akan berpengaruh pada keberhasilan upaya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
C. Kerangka Pemikiran.

Kerangka berfikir merupakan model konseptual bagaimana teori berhubungan

dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan di atas, maka dihasilkan kerangka

berfikir yang berupa kerangka asosiatif.

X 1 : Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah

X 2 : Budaya Sekolah

Y 1 : Kinerja Guru

Y 2 : Prestasi Belajar

Berdasarkan landasan teori dan telaah pustaka di atas, maka dapat diajukan

kerangka berfikir penelitian sebagai berikut:

1) Jika manajemen kepemimpinan baik, maka kinerja guru baik.

2) Jika budaya sekolah baik, maka kinerja guru baik.

3) Jika manajemen kepemimpinan baik, maka prestasi belajar baik.

4) Jika budaya sekolah baik, maka prestasi belajar baik.

5) Jika kinerja guru baik baik, maka prestasi belajar siswa baik.

6) Jika manajemen kepemimpinan kepala sekolah dimediasi kinerja guru baik, maka

prestasi belajar siswa baik;

7) Jika budaya sekolah dimediasi kinerja guru baik, maka prestasi belajar siswa baik.

D. Hipotesis Penelitian

Untuk mengetahui gambaran jawaban yang bersifat sementara dari penelitian ini

diperoleh hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian yang harus diuji kebenarannya. Adapun hipotesis penelitian ini adalah

sebagai berikut:
Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan manajemen kepemimpinan kepala sekolah

terhadap kinerja.

Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan budaya sekolah terhadap kinerja guru di MTs.

Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin.

Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan kinerja guru terhadap prestasi belajar siswa di

MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin.

Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan manajemen kepemimpinan kepala sekolah sekolah

terhadap prestasi belajar siswa di MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin.

Ha5 : Ada pengaruh yang signifikan budaya sekolah terhadap prestasi belajar siswa di

MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin.

Ha6 : Kinerja guru dapat memediasi hubungan antara manajemen kepemimpinan

kepala sekolah dengan prestasi belajar siswa di MTs. Ma’arif NU Ngaban

Tanggulangin.

Ha7 : Kinerja guru dapat memediasi hubungan antara budaya sekolah dengan

prestasi belajar siswa di MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini, penulis menggunakan pengaruh antara satu variabel

dependen, dua variabel independen dan satu variabel intervening. Pengaruh antar

variabel tersebut dapat digambarkan seperti diagram berikut:

Gambar 3.1: Rancangan Variabel Penelitian

Keterangan:

X 1 : Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah

X 2 : Budaya Sekolah

Y 1 : Kinerja Guru

Y 2 : Prestasi Belajar

B. Variabel Penelitian

1. Variable Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat dari orang, obyek atau

kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan ditarik kesimpulannya. Penelitian ini terdiri dari variable bebas, variable terikat
dan variable mediasi (intervening), kemudian menempatkan manajemen

kepemimpinan kepala sekolah (X₁) dan budaya sekolah (X₂) sebagai variable bebas

(independent), kinerja guru (Y₁) sebagai variabel intervening, dan prestasi belajar

(Y₂) sebagai variabel terikat.

2. Definisi Operasional

Sementara definisi operasional variabel merupakan suatu definisi yang

diberikan kepada suatu variabel dengan memberi arti atau menspesifikkan kegiatan

atau membenarkan suatu operasional yang diperlukan untuk variabel dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

a. Prestasi Belajar

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan prestasi belajar merupakan

perubahan perilaku peserta didik MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin yang

mencakup 3 aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik setelah mengalami

proses pembelajaran. Hal tersebut pada dasarnya dapat dijadikan tolak ukur

berhasil atau tidaknya suatu kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar sebagai

variabel dependen (Y₂) untuk mengukurnya merujuk teori Supardi bahwa indikator

yang dapat digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa adalah hasil belajar

yang dicapai siswa. Hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai

total PAS dari keseluruhan mata pelajaran siswa MTs. Ma’arif NU Ngaban

Tanggulangin pada semester ganjil tahun ajaran 2021/2022.

b. Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah

Dalam penelitian ini manajemen kepemimpinan kepala sekolah adalah

persepsi siswa terkait kemampuan Kepala MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin

sebagai seorang pemimpin dalam mengelola suatu organisasi untuk mengajak,


mengarahkan, dan mempengaruhi orang lain guna tercapainya tujuan yang

ditentukan secara efektif dan efisien. Manajemen kepemimpinan kepala sekolah

sebagai variabel independent (X₁) untuk mengukurnya merujuk teori Daryanto

bahwa indikator yang digunakan untuk mengukur adalah sebagai berikut: 1)

pembagian kerja; 2) keseimbangan wewenang; 3) disiplin; 4) kesatuan komando;

5) kesatuan arah; 6) mengutamakan kepentingan organisasi; 7) kompensasi yang

adil; 8) sentralisasi; 9) rantai skalar; 10) tata tertib; 11) keadilan; 12) stabilitas

kondisi karyawan; 13) inisiatif; dan 14) semangat kesatuan.

c. Budaya Sekolah

Dalam penelitian ini yang di maksud budaya sekolah adalah persepsi siswa

terkait filosofi dasar MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin dan sudah menjadi

kebiasaan yang memuat sikap, nilai-nilai, norma-norma, perilaku-perilaku dan

harapan-harapan di antara warga sekolah dan bila sudah terbentuk pada keyakinan

memiliki pengaruh yang kuat terhadap keberhasilan pendidikan. Dan merupakan

sebuah prsepsi umum yang dipegang oleh warga sekolah tentang suatu sistem

keberartian bersama yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya.

Budaya sekolah sebagai variabel independen (X₂) untuk mengukurnya merujuk

teori Stephen P. Robbins dengan indikator sebagai berikut:

1) Inovasi dan pengambilan resiko (innovation and risk taking), yang melputi

kebebasan mengeluarkan ide, kebebasan mengambil keputusan, berani

menanggung resiko yang diterima.

2) Perhatian pada detil (Attention of detail), yang meliputi ketelitian dalam bekerja

dan evaluasi kerja.

3) Orientasi hasil (outcome orientation), yang meliputi pemahaman dalam bekerja,

hasil kerja, dan cara kerja.


4) Orientasi kepada para individu (people orientation), yang meliputi pembagian

kerja, rekan kerja, dan pemberian reward.

5) Orientasi tim (tim orientation), yang melliputi kerjasama tim dan dukungan

rekan kerja.

6) Keagresifan (Aggressiveness), yang meliputi persaingan sehat antar personil dan

inisiatif kerja.

7) Stabilitas (stability), yang meliputi iklim komunikasi yang baik, kenyamanan

dalam bekerja, jenjang karir, dan hasil yang diterima.

d. Kinerja Guru

Dalam penelitian ini yang di maksud dengan kinerja guru adalah persepsi

siswa terkait hasil kerja yang telah dicapai oleh tenaga pendidik di MTs. Ma’arif NU

Ngaban Tanggulangin dalam tugas- tugas dan tanggung jawab yang diberikan dalam

kurun waktu tertentu. Kinerja guru sebagai variabel intervening untuk mengukurnya

merujuk pada teori Hamzah B. Uno dengan indikator sebagai berikut:

1) Kualitas kerja, meliputi perencanaan program pengajaran dengan tepat, penilaian

hasil belajar, kehati-hatian dalam penyampaian materi, penerapan hasil penelitian

dalam pembelajaran.

2) Kecepatan/ketepatan kerja, meliputi menerapkan hal-hal baru atau update dalam

pembelajaran, memberikan materi ajar sesuai dengan karakteristik siswa,

menyelesaikan program pengajaran sesuai kalender akademik.

3) Inisiatif dalam bekerja, meliputi penggunaan media pembelajaran, menggunakan

berbagai metode dalam pembelajaran, mengadmistrasikan sekolah dengan baik,

menciptakan hal-hal baru yang lebih efektif dalam menata administrasi sekolah.

4) Kemampuan Kerja, meliputi kemampuan dalam memimpin kelas, kemampuan

mengelola KBM, mampu melakukan penilaian hasil belajar siswa, dan menguasai
landasan pendidikan.

5) Komunikasi, meliputi dapat melaksanakan bimbingan belajar, mengomunikasikan

hal yang baru dalam pembelajaran, menggunakan berbagai teknik dalam

pengelolaan KBM, terbuka dalam menerima masukan untuk perbaikan

pembelajaran.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah MTs. Ma’arif NU

Ngaban Tanggulangin. MTs. Ma’arif NU Ngaban Tanggulangin merupakah salah satu

Madrasah menengah pertama yang terletak di Jl. Tangkis mewah No.01 Ngaban

Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo.

D. Populasi, dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX MTs. Ma’arif NU Ngaban

Tanggulangin yang berjumlah 212 siswa.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Arti lain dari sampel adalah kumpulan dari unsur atau individu

yang merupakan bagian dari populasi. Pengambilan sampel dilakukan karena

adanya keterbatasan dana, waktu, dan tenaga peneliti.106 Teknik pengambilan

sampel atau teknik sampling adalah suatu cara mengambil sampel yang
representatif (mewakili) dari populasi. Pengambilan sampel harus dilakukan

sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili dan

dapat menggambarkan keadaan populasi sebenarnya.

Dalam penelitian ini untuk menentukan jumlah sampel yang digunakan,

peneliti mengacu pada tabel penentuan jumlah sampel dari populasi yang

dikembangkan oleh Issac dan Michael untuk tingkat kesalahan 1%, 5%, dan

10%.108 Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 212 siswa maka dengan

mengacu tabel tersebut untuk tingkat kesalahan 5% maka sampel yang digunakan

adalah 131 siswa. Untuk mengetahui berapa sampel yang diambil dari masing-

masing sekolah.

Adapun teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah dengan

menggunakan teknik random sampling. Random sampling adalah teknik sampling

yang memberikan peluang yang sama kepada anggota populasi untuk dipilih

menjadi anggota sampel.109 Pengambilan sampel secara acak dapat dilakukan

dengan undian. Undian ini dilakukan dengan cara membuat potongan kertas kecil-

kecil sejumlah siswa dalam satu kelas kemudian kita tuliskan nomor dari 1 – 22

dan sisanya berisi angka 0. Bagi siswa yang mendapatkan undian nomor 1 – 22

maka itulah yang menjadi sampel dan siswa yang mendapatkan undian angka 0

maka siswa tersebut tidak menjadi sampel (responden penelitian).

E. Tehnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan dara. Dalam penelitian

ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan berupa angket.

1. Angket
Angket atau kuisioner merupakan salah satu teknik pengumpulan data

dalam bentuk pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar pertanyaan

yang sudah disiapkan sebelumnya dan harus diisi oleh responden.

Angket yang digunakan dalam penelitian adalah angket dengan skala

likert yang memuat 4 pilihan jawaban, yaitu: (SL) selalu, (SR) sering, (KD)

kadang-kadang dan (TP) tidak pernah. Angket ini digunakan untuk menggali

informasi tentang manajemen kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah

dan kinerja guru. Berikut ini pedoman penskoran untuk menilai jawaban angket

yang diisi oleh responden.

2. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis.

Dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian,

meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto,

film dokumenter, dan data yang relevan dengan penelitian. Dalam penelitian ini

dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mengenai hasil belajar siswa

dalam bentuk raport.

F. Analisis Data Penelitian

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk mengorganisasi data, menyajikan, dan

menganalisis data. Adapun cara untuk menggambarkan data adalah dengan melalui

teknik statistik seperti membuat tabel, distribusi frekuensi, dan diagram atau grafik.

Penelitian ini menggunakan bantuan komputer dengan program IBM SPSS Statistic

Version 16, di dalamnya dibahas mengenai harga rerata (Mean), standar deviasi (SD),
median (Me), modus (Mo), Range, nilai maksimum dan nilai minimum, yang

selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

Mean adalah nilai rata-rata yang diperoleh dengan menjumlahkan data

seluruh individu dalam kelompok itu dan membagi total nilai tersebut dengan

banyaknya sampel.

Median (Me) adalah suatu bilangan pada distribusi yang menjadi batas

tengah suatu distribusi nilai. Modus (Mo) adalah nilai atau skor yang paling sering

muncul dalam suatu distribusi

Diagram histogram dibuat untuk menyajikan data hasil penelitian. Histogram

ini dibuat berdasarkan data frekuensi yang telah ditampilkan dalam tabel

distribusi frekuensi. Diagram lingkaran dibuat berdasarkan data nilai kecenderungan

skor pada masing-masing variabel. Menurut Saefudin Azwar perhitungan untuk

mencari nilai kecenderungan skor menggunakan batasan-batasan sebagai berikut:

 Sangat rendah = X < Mi – 1,5 SDi

 Rendah = Mi – 1,5 SDi ≤ X < Mi

 Tinggi = Mi ≤ X < Mi + 1,5 SDi

 Sangat tinggi = Mi + 1,5 SDi ≤ X

Keterangan :

 X : Skor

 Mi : Mean ideal

 SDi : Simpangan baku ideal

2. Uji Prasyarat

a. Uji Normalitas

Uji normalitas ini digunakan untuk menghindari kesalahan dalam

penyebaran data yang tidak 100% normal (tidak normal sempurna) maka
dalam analisis hasil penelitian ini menggunakan rumus Kolmogorof-Smirnov. Uji

normalitas ini dihitung dengan menggunakan bantuan SPSS versi 16.0. Apabila

jumlah perhitungan > 0,05 maka dinyatakandistribusi normal, sebaliknya jika

jumlah perhitungan < 0,05 maka dinyatakan distribusi tidak normal.

b. Uji Linieritas

Uji linieritas merupakan uji kelinieran garis regresi. digunakan pada

analisis regresi linier sederhana dan analisis regresi linier ganda. Uji linieritas ini

digunakan untuk mengetahui apakah antara variabel y dan variabel x

mempunyai hubungan linier. Uji linieritas ini dihitung dengan menggunakan

bantuan SPSS versi 16.0. Apabila P-value >α maka Ho diterima sehingga

dinyatakan linier, sebaliknya jika P-value <α maka Ho ditolak sehingga

dinyatakan tidak linier.

c. Multikolinieritas

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah tiap-tiap variabel

bebas saling berhubungan secara linier. Jika seluruh variabel bebas berkorelasi

kuat berarti terjadi multikolinearitas.

Model regresi yang baik selayaknya tidak terjadi multikalinieritas.

Untuk mengetahui terjadi multikalinieritas di antara variabel bebas (independent)

dalam suatu model regresi dapat dilakukan dengan berbagai rumus,yakni uji

Klein, VIF (Variance Inflation Factor), dan CI (Condition index).

Pengujian multikalinieritas dalam penelitian ini menggunakan rumus

VIF dan dihitung dengan menggunakan bantuan SPSS versi 16.0. Apabila

nilai VIF suatu variabel lebih dari 10 maka terdapat masalah multikolinieritas
pada variabel, dan sebaliknya apabila nilai VIF kurang dari 10 maka tidak

terdapat masalah multikolinieritas pada variabel.

d. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedasitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.

Model regresi yang baik selayaknya tidak terjadi multikalinieritas. Terdapat tiga

metode yang dapat digunakan untuk uji heterokedastisitas, yaitu uji Rank

spearman, uji Park, dan uji White.

Uji heterokedastisitas ini dihitung dengan menggunakan bantuan SPSS

versi 16.0. Apabila nilai signifikansi dua sisi koefisien korelasi rank spearman >

0,05 maka Ho diterima sehingga tidak terjadi masalah heterokedastisitas,

sebaliknya apabila nilai signifikansi dua sisi koefisien korelasi rank spearman

<0,05 maka Ho ditolak artinya terjadi masalah heterokedastisitas.

Dasar analisis:

1) Ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu

yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka

mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah 0

pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi

homokedastisitas.

3. Uji Hipotesis

a. Analisis Jalur (Path Analysis)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis jalur (path analysis)

untuk mengetahui hubungan sebab akibat yang terjadi, dengan tujuan menerangkan

akibat langsung dan akibat tidak langsung seperangkat variabel, sebagai penyebab
terhadap variabel lainnya yang merupakan variabel akibat.

Analisis jalur (path analysis) merupakan pengembangan langsung dari

bentuk regresi berganda dengan tujuan memberikan estimasi tingkat

kepentingan (magnitude) dan signifikansi (significance) suatu hubungan sebab

akibat hipotekal dalam seperangkat variabel.

Hubungan langsung dalam analisis jalur terjadi jika satu variabel

mempengaruhi variabel lainnya tanpa ada variabel ketiga yang memediasi

(intervening). Hubungan tidak langsung adalah jika ada variabel ketiga yang

memediasi hubungan kedua variabel ini.

Uji analisis jalur ini dihitung menggunakan bantuan SPSS versi 16.0.

Apabila nilai sig < 0,05 maka Ho diterima sehingga terdapat pengaruh antara

variabel X terhadap Y baik secara langsung maupun tidak langsung. Apabila nilai

sig > 0,05 maka Ho ditolak sehingga tidak terdapat pengaruh antara variabel X

terhadap Y baik secara langsung maupun tidak langsung.

Anda mungkin juga menyukai