Anda di halaman 1dari 13

Nama : Anugrah Fadhlan Kasyifi

NIM : 113120034

Plug :B

Problem Produksi dan Penanganannya

Di dalam memproduksikan fluida reservoir, selalu diusahakan agar sumur tetap berproduksi secara
optimum. Menurunnya kapasitas produksi dan laju produksi minyak secara drastis dari suatu sumur
minyak merupakan problem produksi. Problem produksi ini harus diidentifikasi secara dini untuk
dapat ditangani sebelum problem terjadi maupun setelah terjadi. Penanganan problem produksi
yang tepat akan mengembalikan sumur berproduksi dengan kapasitas yang optimum.

Pada prinsipnya problem produksi yang mengakibatkan tidak optimumnya produksi minyak di suatu
sumur dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok :

A.    Menurunnya produktivitas formasi

-          Problem kepasiran

-          Problem coning baik gas maupun air

B.     Menurunnya laju produksi

-          Problem emulsi

-          Problem scale

-          Problem korosi

-          Problem parafin

Sebab – sebab Problem Produksi

Problem produksi yang terjadi sangat bergantung pada karakteristik batuan reservoir, karakteristik
fluida reservoir, dan kondisi reservoir itu sendiri. Oleh karena itu faktor-faktor diatas manjadi acuan
untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya problem produksi.

1. Kepasiran

Sebab – sebab dari terproduksinya pasir  berhubungan dengan :

-       Tenaga pengerukan (drag force), yaitu tenaga yang terjadi oleh aliran fluida dimana laju aliran
dan visositasnya meningkat menjadi lebih tinggi.

-       Pengurangan kekuatan formasinya, hal ini sering dihubungkan dengan produksi air, karena
melarutkan material penyemen atau pengurangan gaya kapiler dengan meningkatnya saturasi air.
-       Penurunan tekanan reservoir, dengan penurunan ini akan mengganggu sifat penyemenan antar
batuan.

Ikut terproduksinya pasir pada operasi produksi menimbulkan problem produksi. Problem produksi
ini biasanya berhubungan dengan formasi dangkal berumur tersier yang umumnya batupasir
berjenis lepas-lepas (unconsolidated sand) dengan sementasi antar butiran kurang kuat. Hal ini
berarti pekerjaan komplesi sumur menjadi perhatian kritis dalam zona-zona kepasiran. Berdasarkan
kemudahan pasir ikut terproduksi maka formasi batupasir dibedakan ke dalam tiga jenis sebagai
berikut :

1. Quicksand

Pada formasi jenis ini ikatan antar butiran pasir lemah sehingga mudah bergerak bersama-sama
fluida produksi (tersuspensi oleh fluida). Pasir ini ikut terproduksi secara kontinyu dengan kapasitas
kepasiran tetap selama kapasitas produksi fluida juga tetap. Ikut terproduksinya pasir jenis ini tidak
menyebabkan terjadinya pembesaran lubang di sekitar sumur karena rongga-rongga yang semula
ditempati pasir yang ikut terproduksi selalu diisi oleh pasir yang tersuspensi fluida produksi.

2. Packed Sand

Formasi pasir jenis ini mempunyai bahan penyemen yang sangat sedikit sehingga kekuatan
sementasinya sangat lemah dan pasir mudah terproduksi bersama-sama fluida pada kapasitas
produksi yang tertentu. Ikut terproduksinya pasir ini menyebabkan rongga-rongga di sekitar lubang
perforasi yang semula ditempati oleh pasir yang ikut terproduksi. Pembentukan rongga-rongga ini
tidak berlangsung terus karena pada suatu saat terbentuknya lengkungan ketsatbilan pasir (sand
arch) di sekitar lubang perforasi yang mampu menahan terproduksinya butiran pasir. Problem
lengkungan kestabilan pasir ini dapat runtuh dalam jumlah yang besar akibat adanya lempung atau
lanau yang hampir tidak punya kekuatan rekat sama sekali terhadap butiran pasir.

3. Friable Sand

Pada formasi pasir jenis ini ikatan antar butirnya nampak cukup kuat tetapi pada kenyataannya
butiran pasair dapat tererosi oleh fluida yang terproduksi. Sama halnya packed sand, jenis friable
sand bisa menyebabkan terbentuknya rongga-rongga di sekeliling lubang perforasi. Kepasiran
berkurang dengan terbentuknya lengkungan pasir dengan kestabilan lemah. Runtuhnya lengkungan
pasir menyebabkan kepasiran dalam jumlah besar. 

Selain kekuatan formasi (kemampuan formasi untuk menahan butiran pasir untuk tetap pada
tempatnya) maka faktor lain yang menyebabkan kepasiran adalahsebagai berikut :

1. Tingginya kapasitas produksi fluida gaya seret fluida yang bekerja pada lengkungan kestabilan
pasir juga tinggi. Jika penurunan tekanan telah melewati batas kestabilan  lengkungan pasir, maka
lengkungan kestabilan menjadi runtuh. Lengkungan kestabilan yang lebih kecil umumnya lebih kuat

2. Pertambahan saturasi air menyebabkan gaya kapileritas yang menahan butiran pasir pada
lengkungan kestabilan menjadi berkurang atau hilang sama sekali, sehingga lengkungan kestabilan
pasir mudah runtuh.
Faktor –faktor yang mempengaruhi rusaknya kestabilan formasi pasir tercakup dalam sifat batuan
itu sendiri disamping pengaruh fluida, faktor – faktor tersebut adalah:

1. Kecepatan aliran;  adalah fungsi penurunan tekanan aliran formasi. Semakin besar aliran fluda,
semakin besar pula gaya seret fluida yang bekerja pada busur kestabilan. Dengan membesarnya
kecepatan fluida, kestabilan formasi semakin berkurang dan dapat menyebabkan runtuhnya formasi

2. Sementasi batuan;  faktor sementasi tergantung pada tingkat konsolidasi batuan. Formasi


dengan faktor sementasi lebih kecil dari 1,8 merupakan formasi yang tidak stabil dan sering terjadi
problem kepasiran pada formasi ini.

3. Kandungan lempung formasi;  Pada umumnya formasi pasir mengandung lempung sebagai


matrik atau semen batuan dan kadar clay lining  akan bertambah besar jika diameter pori – pori
mengecil. Biasanya lempung mempunyai sifat yang basah air atau water wet, sehingga apabila air
bebas melewati formasi yang mengandung lempung akan menimbulkan dua akibat; lempung
menjadi lembek dan gaya adhesi dari fluida yang mengalir terhadap material yang dilaluinya akan
naik. Akibatnya , butiran pasir cenderung bergerak ke lubang sumur, apabila air formasi mulai
terproduksi. Pembengkakan (swelling)  lempung menyebabkan ruang pori semakin mengecil,
sehingga porositas batuan berkurang. Dengan begitu, permeabilitas akan mengalami penurunan
pula.

4. Migrasi butir – butir halus; butir – butir halus formasi didefinisikan oleh Muecke adalah butir –
butir halus yang dapat melewati saringan mesh terkecil, yaitu 400 mesh atau 37 m, diendapkan
sewaktu terbentuknya batuan dan masuk ke dalam formasi pada waktu operasi pemboran dan
komplesi sumur. Material padat yang sangat halus ini terdapat di dalam ruang pori – pori sebagai
indiidu partikel yang bebas bermigrasi bersama aliran fluida. Dengan ikut terproduksinya partikel ke
lubang sumur kemudian ke permukaan dan dianggap sebagai pasir, sedangkan sisanya akan
menyumbat pori – pori disekitar lubang sumur. Karena tertutupnya pori – pori akan menyebabkan
penurunan permeabilitas dan naiknya gradien tekanan pada busur kestabilan, sehingga gaya akibat
aliran semakin tinggi. Penambahan gaya ini menjadi penyebab runtuhnya kestabilan formasi..

Kepasiran dapat menghambat kelangsungan operasi produksi, baik pada sumur atau di permukaan.
Kepasiran menimbulkan problem sebagai berikut :

1. Kapasitas produksi turun dratis akibat naiknya butiran pasir tersuspensi dalam fluida produksi.
Faktor lainnya antara lain : tersumbatnya lubang perforasi dan pipa salur di permukaan.

2. Pembengkokan selubung atau liner akibat terbentuknya rongga-rongga di sekitar lubang perforasi
karena pasir terproduksi terus-menerus ke permukaan.

3. Pengikisan atau erosi pada peralatan produksi di bawah permukaan dan di permukaan pada choke
atau di persimpangan pipa salur.

- Penanggulangan problem kepasiran

1. Sand Clean Up
Dikerjakan dan dilaksanakan untuk sumur-sumur yang mengalami problem kepasiran dengan “Field
Up Rate” (kecepatan pasir menutupi lubang sumur) yang paling rendah dan hanya mengganggu laju
produksi secara berkala, karena lubang perforasi tertutup oleh pasir atau lempung.

Teknik dan peralatan yang dapat diaplikasikan untuk Sand Clean Up adalah :

a. Sand Bailer / Sand Pump

Dimana alat ini berbentuk barrel yang dirangkai dengan tubing dan dimasukkan ke dalam lubang
sumur dengan rangkaian tubing atau wire line dan sampai kedalaman yang diinginkan dan setelah
barrel penuh berisi pasir, rangkaian tubing / wire line diangkat ke permukaan, selanjutnya pasir
dibersihkan di permukaan, begitu seterusnya sampai tinggi pasir dibawah lubang perforasi. Semua
operasi cabut masuk rangkaian tubing dan wire line menggunakan work over rig.

b. Clean Up Sand

Membersihkan pasir dengan menggunakan rangkaian tubing atau coil tubing, dimana water gel di
pompakan / disirkulasikan ke dalam lubang sumur sampai tinggi pasir dibawah tinggi lubang
perforasi. Operasi tersebut menggunakan work over rig atau tubing unit.

c. Vacum Clean Sand

Dikerjakan dengan menggunakan Coil Tubing Unit (CTU) yang diujung coil tubing dipasang “Vacum
Tool” yang dikoneksikan dengan Dual String Coil Tubing (diameter 2.375” dan 1.25”), dimasukkan
kedalam sumur dan dipompakan fluida water gel / fresh water melalui coil tubing menghasilkan efek
jetting di “Vacum Tool” yang menghisap pasir dan mengalir ke permukaan melalui anmulus CT – CT.

2. Sand Consolidation

Dikerjakan untuk sumur-sumur yang mengalami kepasiran dengan “Fill Up Rate” yang cepat / tinggi
dan dapat merusak peralatan produksi (obrasive). Seperti pompa, tubing, drifice dll, sehingga laju
produksi tidak optimum bahkan sumur tersebut tidak dapat berproduksi lagi.

Peralatan yang digunakan untuk sand consolidation adalah :

a. Screen / Slotted Liner, menggunakan screen yang ditempatkan I depan perforasi untuk
mencegah dan manyaring pasir dari lubang perforasi. Ukuran lubang dari screen ditentukan oleh
analisa butiran (sleve analisis) dari pasir produksi.

b. Gravel Pack, menggunakan gravel (pasir) yang ditempatkan di anmulus antara screen dan
perforated casing, dengan cara dicampur dengan water gel dan dipompakan melalui gravel pack
tool. Ukuran butiran dari butiran gravel tersebut ditentukan oleh analisa butiran (Sieve Analisis) dari
pasir yang terproduksi.

c. Sand Resin Coated, menggunakan pasir / gravel yang ditempatkan di formasi dengan cara
dicampur dengan water gel dan dipompakan masuk ke dalam formasi dan di aktifkan resinnya
dengan menggunakan activator.
3. Sand Fracturing

Dilakukan untuk mengatasi sumur-sumur yang mengalami problem selain kepasiran juga mengalami
problem kerusakan formasi (Formastion Damage) mis scale, filtrate lumpur/bonding semen jelek
atau dikarenakan permeabilitas batuan yang rendah. Teknik dan peralatan yang dibutuhkan untuk
sand frac adalah :

a. Frac Pack

Menggunakan fracturing unit yang digunakan untuk menempatkan pasir / gravel di formasi dan di
screen-screen casing perforated anmulus, dengan cara memompakan pasir yang dicampur dengan
water gel melewati gravel pack tool (Square Position) pada tekanan diatas tekanan rekam formasi,
setelah jumlah pasir sesuai dengan fracturing program atau mengalami screen out. Gravel Pack Tool
di set pada posisi (Circulated) dan di lanjutkan dengan memompakan pasir sampai kondisi pack di
anmulus screen-casing tercapai.

b. Damage Frac

Menggunakan pasir / gravel yang ditempatkan di formasi dengan cara dicampur dengan water gel
dan dipompakan dengan fracturing unit pada tekanan diatas tekanan formasi. Dengan terisinya
formasi dengan pasir yang butirannya lebih homogen dan permeabilitasnya diharapkan formasi
mengalami kenaikan permeabilitas dan mengalami stabilitas formasi yang lebih baik sehingga pasir
tidak terproduksi ke lubang sumur.

2. Coning

Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya menurunkan produksi minyak, tetapi juga
dapat mengakibatkan sumur ditutup atau ditinggalkan sebelum waktunya. Selain itu terproduksinya
air atau gas yang berlebihan akan menyebabkan proses pengolahan selanjutnya menjadi lebih sulit.
Terproduksinya air atau gas berlebihan dapat disebabkan karena:

1. Pergerakan air atau posisi batas air – minyak telah mencapai lubang perforasi.

2. Pergerakan gas atau batas gas – minyak telah mencapai lubang perforasi.

3. Terjadinya water fingering  atau gas fingering

1.      Water Coning

Water coning didefinisikan sebagi gerakan vertikal dari air yang memotong bidang perlapisan
formasi produktif seperti terlihat dalam Gambar 3.2. Water coning tidak akan memotong
penghalang permeabilitas vertikal kecuali pada rekahan alami atau buatan.

Water coning yang tinggi sering terjadi pada reservoir  terumbu karang atau reservoir lain yang
memiliki permeabilitas relatif air yang tinggi. Water coning terjadi karena produksi sumur melebihi
kondisi aliran kritis sehingga air yang berada di aquifer terikut aliran fluida produksi dan
menghambat aliran hidrokarbon ke permukaan.

2.      Gas Coning
Gas coning atau terproduksinya gas secara berlebihan yang berasal dari gas terlarut dalam minyak,
tudung gas primer atau sekunder dan aliran gas dari zona gas di atas atau di bawah zona minyak.
Gambar 3.3. memperlihatkan kelakuan rasio gas/minyak (GOR) dari reservoir minyak berhubungan
dengan jenis mekanisme pendorong. Pada reservoir bertenaga dorong gas terlarut terjadi kenaikkan
saturasi gas (Sg) akibat penurunan tekanan selama pengambilan minyak. Jika gas terlarut dalam
minyak terbebaskan, maka gas mengalir menuju sumur dan menjadi fluida yang paling mobil karena
tekanan yang terus-menerus.

Jika tidak ada penghalang permeabilitas vertikal, maka gas mengembang ke dalam interval produktif.
Adanya beda tekanan yang tinggi di sumur, maka gas coning terjadi pada sumur yang memiliki
perubahan permeabilitas vertikal secara kontinyu. Dalam reservoir berlapis-lapis, aliran gas di atas
atau di bawah zona minyak terjadi karena adanya selubung yang pecah, pecahnya semen dan
rekahan-rekahan yang berhubungan dengan zona gas.

3. Emulsi

            Emulsi adalah campuran dua jenis cairan yang tidak dapat campur. Dalam emulsi salah satu
cairan dihamburkan dalam cairan lain berupa butiran-butiran yang sangat kecil. Kondisi-kondisi yang
menyebabkan terbentuknya emulsi adalah sebagai berikut :

1.      Adanya dua macam zat cair yang tidak saling campur pada kondisi tertentu.

2.      Adanya zat koloid yang membantu terbentuknya emulsi (emulsifying agent).

3.      Adanya agitasi (pengadukan) yang mampu menghamburkan salah satu cairan menjadi tetes-
tetes (droplet) dalam cairan yang lainnya.

Emulsi kental memiliki jumlah oksigen droplet yang dihamburkan dalam cairan lebih banyak dan
emulsi encer adalah sebaliknya. Emulsi semacam itu ditinjau dari viskositasnya. Sedang berdasarkan
fasanya maka emulsi dibagi menjadi dua yaitu :

1.      Air dalam emulsi minyak (water in oil emulsion) jika minyak sebagai fasa eksternal dan air
menjadi fasa internal.

2.      Minyak dalam emulsi air (oil in water emulsion) jika sebaliknya.

Kestabilan emulsi merupakan ketahanan emulsi terhadap tenaga yang memecahkan emulsi.
Kestabilan emulsi tergantung pada faktor-faktor berikut ini :

1.      Emulsifying agent yang merupakan faktor penentu kestabilan emulsi. Tanpa emulsifying agent
tidak akan terjadi emulsi yang stabil karena tenaga emulsifying agent berpengaruh pada kestabilan
emulsi.

2.      Viskositas yang merupakan sifat keengganan fluida untuk mengalir. Minyak bervikositas tinggi
cenderung menahan butiran air dalam jumlah besar. Minyak bervikositas tinggi membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk melepaskan droplet air.
3.      Specific gravity (SG) yang merupakan berat zat dalam cairan per satuan volume tertentu.
Perbedaan SG yang besar menyebabkan waktu pemisahan emulsi lebih cepat sehingga minyak berat
(SG besar, 0API kecil) cenderung menyimpan droplet air lebih lama.

4.      Prosentase air yang besar cenderung membentuk emulsi tidak stabil karena droplet per satuan
volumenya lebih besar sehingga bisa bergabung menjadi droplet yang lebih besar dan mudah
terpisah dari minyak dengan gaya berat sendiri.

Umur emulsi sejalan dengan waktu dimana masih terdapat prosentase air dalam minyak maka
emulsi lebih stabil dan sukar diperlakukan.

- Cara Mengatasi Emulsi


 Inversi
Ialah suatu peristiwa pecahnya emulsi dengan tiba-tiba dari satu tipe ke tipe yang lain.
Proses dari Inversi Emulsi dibagi menjadi 2, yaitu:
 Mekanisme Fisika
Pada mekanisme fisika ini terjadi pembentukan emulsion inversion dengan cara:
1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana yang satu mengandung
fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya bila
dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
2. Koalesen dan cracking (breaking) yaitu pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel
rusak dan butir minyak akan koalesen (menyatu). Sifatnya irreversibel (tidak bisa diperbaiki).
Hal ini dapat terjadi karena:
 Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan PH, penambahan CaO / CaCl 2

 Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan dan pengadukan.


 Inversi
Emulsion inversion atau pemecahan emulsi dapat dilakukan dengan cara: Creaming, Koalesen dan
cracking (breaking), Flokulasi atau penggumpalan.
 Mekanisme Kimia
-Demulsifikasi
Kestabilan emulsi cair dapat rusak apabila terjadi pemansan, proses sentrifugasi, pendinginan,
penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengemulsi. Krim atau creaming atau sedimentasi dapat
terbentuk pada proses ini. Pembentukan krim dapat kita jumpai pada emulsi minyak dalam air,
apabila kestabilan emulsi ini rusak,maka pertikel-partikel minyak akan naik ke atas membentuk krim.
Sedangkan sedimentasi yang terjadi pada emulsi air dalam minyak; apabila kestabilan emulsi ini
rusak, maka partikel-partikel air akan turun ke bawah. Contoh penggunaan proses ini adalah:
penggunaan proses demulsifikasi dengan penmabahan elektrolit untukmemisahkan karet dalam
lateks yang dilakukan dengan penambahan asam format (CHOOH) atau asam asetat (CH3COOH).
-Pengenceran
Dengan menambahkan sejumlah medium pendispersinya, emulsi dapat diencerkan. Sebaliknya, fase
terdispersi yang dicampurkan akan dengan spontan membentuk lapisan terpisah. Sifat ini dapat
dimanfaatkan untuk menentukan jenis emulsi.

Beberapa teknik telah dikenal untuk memecah emulsi, diantaranya menggunakan zat kimia pemecah
emulsi (demulsifier). Namun hingga saat ini pemilihan demulsifiers masih dipasarkan pada metode
trial and error. Untuk mendapatkan metode yang lebih baik diperlukan pengetahuan yang
menyeluruh tentang kestabilan emulsi (emulsion stability) minyak mentah dan pengetahuan tentang
mekanisme pemecahan emulsi secara kimia. Sehubungan dengan hal tersebut studi ini mengkaji
kestabilan emulsi secara fundamental melalui penganalisaan terhadap sejumlah sample minyak
mentah yang berbeda, dan melakukan proses pemecahan emulsi secara kimia untuk
mengembangkan metode pencirian dan pemilihan demulsifiers secara sistematik. Hasilnya
menunjukkan bahwa sifat-sifat fisik dan kimia minyak mentah sangat mempengaruhi kestabilan
emulsi, sedang beberapa karakteristik demulsifiers dan parameter unjuk kerjanya dapat digunakan
untuk penjaringan dan pemilihan demulsifier.

4. Pengendapan Scale

            Endapan scale adalah endapan mineral yang terbentuk pada bidang permukaan yang
bersentuhan dengan air formasi sewaktu minyak diproduksikan ke permukaan. Timbulnya endapan
scale tergantung dari komposisi air yang diproduksikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat reaksi
pembentukan scale di bawah ini :

1. BaCl2 + Na2SO4            BaSO4 + 2 NaCl scale barium sulfat dengan air tak kompatibel.

2. SrCl2 + MgSO4       SrSO4 + MgCl2 scale strontium sulfat dengan air tak kompatibel.

3. CaCl2 + Na2SO4          CaCO4 + 2 NaCl scale gipsum dengan air tak kompatibel dan supersaturasi.

4. 2 NaHCO3 + CaCl2         CaCO3 + 2 NaCl + CO2 + H2O scale kalsium karbonat dengan air tak
kompatibel.

5. Ca(HCO3)2        CaCO3 + CO2 + H2O scale kalsium karbonat dengan supersaturasi sampai terjadi
penurunan tekanan, panas dan adanya agitasi.

Air mempunyai kemampuan yang terbatas untuk mempertahankan komponennya yang terdiri dari
ion-ion agar tetap dalam larutan air. Jika kelarutan ion terlampaui maka komponen menjadiu
terpisah dari larutan sebagai padatan, dan membentuk endapan scale.
- Sebab-sebab terjadinya endapan scale antara lain :

1. Air tak kompatibel

Air tak kompatibel adalah bercampurnya dua jenis air yang tak dapat campur akibat adanya
kandungan dan sifat kimia ion-ion air formasi yang berbeda. Jika dua macam air ini bercampur maka
terjadi ion-ion yang berlainan sifat tersebut sehingga menyebabkan terbentuknya zat baru tersusun
atas kristal-kristal atau endapan scale.

2. Penurunan tekanan

Selama produksi terjadi penurunan tekanan reservoir akibat fluida diproduksikan ke permukaan.
Penurunan tekanan ini terjadi pada formasi ke dasar sumur, ke permukaan dan dari kepala sumur ke
tangki penimbun. Adanya penurunan tekanan ini, maka gas CO 2 jadi terlepas dari ion-ion bikarbonat.
Pelepasan CO2menyebabkan berubahnya kelarutan ion yang terkandung dalam air formasi sehingga
mempercepat terjadinya endapan scale.

3. Perubahan temperatur

Sejalan dengan berubahnya temperatur (ada kenaikkan temperatur ) terjadi penguapan, sehingga
terjadi perubahan kelarutan ion yang menyebabkan terbentuknya endapan scale. Perubahan
temperatur ini disebabkan oleh  penurunan tekanan .

4. Faktor-faktor lainnya

Agitasi menyebabkan terjadinya turbulensi aliran, sehingga endapan scale lebih cepat terbentuk.
Semakin lama waktu kontak semakin besar pula endapan scale yang terbentuk. Semakin besar pH
larutan mempercepat terbentuknya endapan scale.

- Pencegahan Scale dengan Scale Inhibitor


Scale inhibitor adalah bahan kimia yang menghentikan atau mencegah terbentuknya scale bila
ditambahkan pada konsentrasi yang kecil pada air. Penggunaan bahwa kimia ini sangat menarik,
karena dengan dosis yang sangat rendah dapat mencukupi untuk mencegah scale dalam periode
waktu yang lama. Mekanisme kerja scale inhibitor ada dua, yaitu:
1. Scale inhibitor dapat teradsorpsi pada permukaan kristal scale pada saat mulai terbentuk.
Inhibitor merupakan kristal yang besar yang dapat menutupi kristal yang kecil dan menghalangi
pertumbuhan selanjutnya.
2. Dalam banyak hal bahan kimia dapat dengan mudah mencegah menempelnya suatu partikel-
partikel pada permukaan padatan.

-Tipe Scale Inhibitor


Kelompok scale inhibitor antara lain: inorganik poliphospat, Inhibitor organik, Phosponat, ester
phospat, dan polimer. Inorganik poliphospat adalah padatan inorganik non-kristalin. Senyawa ini
jarang digunakan dalam operasi perminyakan. Kerugiannya adalah merupakan padatan dan bahan
kimia ini mudah terdegradasi dengan cepat pada pH rendah atau pada temperatur-tinggi.
Inhibitor organik biasanya dikemas sebagai cairan konsentrat dan tidak dapat dipisahkan sebagai
bahan kimia stabil. Ester phospat merupakan scale inhibitor yang sangat efektif tetapi pada
temperatur diatas 175°C dapat menyebabkan proses hidrolisa dalam waktu singkat. Phosponat
merupakan scale inhibitor yang baik untuk penggunaan pada temperatur diatas 3500F. Sedangkan
polimer seperti akrilat dapat digunakan pada temperatur diatas 350°C.

- Beberapa Jenis Scale Inhibitor


1. Hidrokarbon
Hidrokarbon diperlukan sebagai pelarut hidrokarbon digunakan untuk menghilangkan minyak,
parafin, atau asphaltic materials yang menutupi scale yang terbentuk, karena apabila digunaka asam
sebagai penghilang scale maka asam ini tidak akan bereaksi dengan scale yang tertutupi oleh minyak
(oil coated scale), oleh sebab itu minyak harus dihilangkan terlebih dahulu dari scale dengan
menggunakan hidrokarbon.

2. Asam klorida
Asam klorida adalah bahan yang banya digunakan untuk membersihkan scale yang telah terbentuk.
Bahan ini dapat digunakan pada berbagai kondisi. Asam klorida digunakan dengan konsentrasi 5%,
10%, atau 15% Hcl. Reaksi yang terjadi:

CaCO3 + 2 HCI H2O + CO2 + CaCl2

Corrotion inhibitor harus ditambahkan dalam Hcl untuk menghindari efek keasaman pada pipa yang
dapat menyebabkan korosi.

3. Inorganic Converters
Inorganic converters biasanya merupakan suatu karbonat atau hidroksida yang akan bereaksi
dengan kalsium sulfat dan membentuk acid soluble calcium carbonate. Kemudian diikuti dengan
penambahan asam klorida untuk melarutkan karbonat atau kalsium hidroksida yang terbentuk.

CaSO4 + (NH4)2CO3 (NH4)2S04 + CaCO3


CaCO3 + 2 HCl H2O + CO2 + CaCl2

CO2 yang terbentuk dari reaksi dengan asam ini akan membantu mengeluarkan secara mekanis scale
yang mungkin tersisa. Inorganic converters sebaiknya tidak digunakan pada scale yang keras.

4. Organic Converters
Organic converters seperti natrium sitrat, potassium asetat sering digunakan. Reaktan ini akan
bereaksi dengan scale kalsium sulfat, sehingga scale akan menjadi lebih lunak dan mudah
dibersihkan dengan melewatkan air.

5. Natrium Hidroksida
Larutan 10% natrium hidroksida dapat melarutkan hingga 12,5% berat dari scale kalsium karbonat.

5. Pengendapan Parafin dan Aspal

            Terbentuknya endapan parafin dan aspal disebabkan oleh perubahan kesetimbangan fluida
reservoir akibat menurunnya kelarutan lilin dalam minyak mentah. Pengendapan yang terjadi pada
sumur produksi dipengaruhi oleh kelarutan minyak mentah dan kandungan lilin dalam minyak.
Kristal-kristal lilin yang menjarum berhamburan dalam minyak mentah saat berbentuk kristal-kristal
tunggal. Bahan penginti (nucleating agent) yang terdapat bersama-sama dengan kristal lilin dapat
memisahkan diri dari larutan minyak mentah dan membentuk endapan dalam sumur produksi.

            Penyebab utama terbentuknya endapan parafin dan aspal adalah penurunan tekanan karena
kelarutan lilin dalam minyak mentah menurun saat menurunnya temperatur. Adanya gerakan
ekspansi gas pada lubang perforasi dan di dasar sumur dapat menyebabkan terjadinya pendinginan
atau penurunan temperatur sampai di bawah titik cair parafin, sehingga timbul parafin dan aspal.
Terlepasnya gas dan hidrokarbon ringan dari minyak mentah bisa menyebabkan penurunnan
kelarutan lilin, sehingga terbentuk endapan parafin dan aspal. GOR yang tinggi dapat mempercepat
terbentuknya endapan parafin dan aspal.

- Cara mengatasi masalah pengendapan paraffin


Umumnya dilakukan dengan empat cara yaitu mekanik, termal, kimia dan gabungan dari
ketiganya. Pada lubang sumur, cara mekanik biasanya dilakukan dengan menurunkan scrapper untuk
membersihkan endapan paraffin yang menempel pada dinding dalam tubing maupun casing. Cara
termal dilakukan dengan menaikkan temperatur minyak sehingga solubilitas minyak terhadap
paraffin meningkatkan. Semakin tinggi temperatur minyak semakin tinggi pula
solubilitasnyaterhadap paraffin. Sedangkan cara kimia dilakukan dengan mereaksikan bahan kimia
tertentu sesuai keperluannya.
Cara kimia memiliki beberapa tipe yang berbeda, secara umun dibagi menjadi empat katagori
diantaranya:
1. Solvent – Paraffin solvent umumnya digunakan untuk melarutkan endapan dan biasanya memiliki
kandungan aromatik yang tinggi. Berat tertentu dari paraffin akan terlarut berdasarkan berat
molekul dari waxnya, temperatur dan tekanan.
2. Dispersant – Dispersant tidak melarutkan endapan paraffin tetapi memutuskan partikel wax
menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga dapat kembali diserap oleh minyak.
3. Paraffin Detergents – Merupakan surfactant yang memecah endapan paraffin/ wax dan mencegah
untuk kembali mengendap
4. Crystal Modifiers – Polymer mengubah perkembangan kristal wax dan mencegah pengendapan
paraffin. Dalam hal ini, paraffin solvent sangat baik digunakan pada sumur yang memiliki ketinggian
kolom minyak di casing yang rendah diatas posisi pompa. Dengan demikian daya melarutkan
paraffinnya dapat terjaga karena konsentrasi paraffin solvent tidak banyak berubah akibat
bercampur dengan minyak yang ada dalam anulus casing

6. Korosi

            Problem korosi timbul akibat adanya air yang berasosiasi dengan minyak dan gas pada saat
diproduksikan ke permukaan. Air bersifat asam atau garam, atau keduanya dan kecenderungan
mengkorosi logam yang disentuhnya. Besi umumnya mudah bersenyawa dengan sulfida dan
oksigen, sehingga korosi yang dihasilkan berupa feri oksida. Untuk itu adanya anggapan bahwa
korosi merupakan reaksi antara besi dengan oksigen atau hidrogen sulfida sebagai berikut :

                        4 Fe+++  +  3 O2                  2 Fe2O3       (karat)

                        Fe++  +  H2S                        FeS +  H2   (karat)

Besi tidak bisa bereaksi dengan oksigen kering atau hidrogen sulfida kering pada temperatur biasa
karena korosi hanya dapat terjadi jika ada air.

            Korosi sebenarnya merupakan proses elektrokimia yaitu proses listrik yang terjadi setelah
reaksi kimia dan disebabkan oleh kandungan garam dan asam dalam air. Jika ada dua permukaan
logam berbeda muatan listrik maka terjadi aliran listrik melalui air.
            Korosi pada logam dapat dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

1.      Pengaruh komposisi logam, dimana setiap logam yang berbeda mempunyai kecenderungan
yang berbeda terhadap korosi.

2.      Pengaruh komposisi air, dimana pengkaratan oleh air akan meningkat dengan naiknya
konduktivitas. Disamping itu pengkaratan oleh air juga akan meningkat dengan menurunnya pH air.

3.      Kelarutan gas, dimana oksigen, karbon dioksida atau hidrogen sulfida yang terlarut didalam air
akan menaikkan korosivitas secara drastis. Gas yang terlarut adalah sebab utama problem korosi.

- Pencegahan Korosi
Dengan dasar pengetahuan tentang elektrokimia proses korosi yang dapat menjelaskan mekanisme
dari korosi, dapat dilakukan usaha-usaha untuk pencegahan terbentuknya korosi. Banyak cara sudah
ditemukan untuk pencegahan terjadinya korosi diantaranya adalah dengan cara proteksi katodik,
coating, dan pengg chemical inhibitor.

a. Proteksi Katiodik
Untuk mencegah terjadinya proses korosi atau setidak-tidaknya untuk memperlambat proses korosi
tersebut, maka dipasanglah suatu anoda buatan di luar logam yang akan diproteksi. Daerah anoda
adalah suatu bagian logam yang kehilangan elektron. Ion positifnya meninggalkan logam tersebut
dan masuk ke dalam larutan yang ada sehingga logaml tersebut berkarat. Terlihat disini karena
perbedaan potensial maka arus elektron akan mengalir dari anoda yangdipasang dan akan menahan
melawan arus elektron dari logam yang didekatnya, sehingga logam tersebut berubah menjadi
daerah katoda. Inilah yang disebut Cathodic Protection. Dalam hal diatas elektron disuplai kepada
logam yang diproteksi oleh anoda buatan sehingga elektron yang hilang dari daerah anoda tersebut
selalu diganti, sehingga akan mengurangi proses korosi dari logam yang diproteksi. Anoda buatan
tersebut ditanam dalam suatu elektrolit yang sama (dalam hal ini tanah lembab) dengan logam
(dalam hal ini pipa) yang akan diprotekasi dan antara dan pipa dihubungkan dengan kabel yang
sesuai agar proses listrik diantara anoda dan pipa tersebut dapat mengalir terus menerus.

b. Coating
Cara ini sering dilakukan dengan melapisi logam (coating) dengan suatu bahan agar logam tersebut
terhindar dari korosi.

c. Pemakaian Bahan-Bahan Kimia (Chemical Inhibitor)


Untuk memperlambat reaksi korosi digunakan bahan kimia yang disebut inhibitor corrosion yang
bekerja dengan cara membentuk lapisan pelindung pada permukaan metal. Lapisan molekul
pertama yang tebentuk mempunyai ikatan yang sangat kuat yang disebut chemis option. Corrosion
inhibitor umumnya berbentuk fluid atau cairan yang diinjeksikan pada production line. Karena
inhibitor tersebut merupakan masalah yang penting dalam menangani kororsi maka perlu dilakukan
pemilihan inhibitor yang sesuai dengan kondisinya. Material corrosion inhibitor terbagi 2, yaitu :
1. Organik Inhibitor
Inhibitor yang diperoleh dari hewan dan tumbuhan yang mengandung unsur karbon dalam
senyawanya. Material dasar dari organik inhibitor antara lain:
 Turunan asam lemak alifatik, yaitu: monoamine, diamine, amida, asetat, oleat, senyawa-
senyawa amfoter.
 Imdazolines dan derivativnya
2. Inorganik Inhibitor
Inhibitor yang diperoleh dari mineral-mineral yang tidak mengandung unsur karbon
dalamsenyawanya. Material dasar dari inorganik inhibitor antara lain kromat, nitrit, silikat, dan
pospat.

Anda mungkin juga menyukai