Anda di halaman 1dari 63

Teknik Eksplorasi

Produksi Migas
Kamis, 25 Juni 2015

materi TA tentang artificial lift dan esp di suatu


lapangan

KONVERSI ARTIFICIAL LIFT DARI SUCKER ROAD PUMP MENJADI


ELECTRICAL SUBMERSIBLE PUMP PADA SUMUR AFL-21 LAPANGAN
AFL DI PT.PERTAMINA EP ASSET 2 FIELD PRABUMULIH
TUGAS AKHIR
Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Diploma III
Pada Program Studi Teknik Eksplorasi Produksi Migas
Politeknik Akamigas Palembang

Oleh :
ANDINI FEBRI LANTI
1103020

PROGRAM STUDI TEKNIK EKSPLORASI PRODUKSI MIGAS


POLITEKNIK AKAMIGAS PALEMBANG
2014
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR

KONVERSI ARTIFICIAL LIFT DARI SUCKER ROD PUMP


MENJADI ELECTRICAL SUBMERSIBLE PUMP PADA
SUMUR AFL-21 LAPANGAN AFL
PT.PERTAMINA EP ASSET 2 FIELD PRABUMULIH

Dibuat untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Diploma III


pada Program Studi Eksplorasi Produksi migas
Politeknik Akamigas Palembang

Oleh :
ANDINI FEBRI LANTI
1103020

Palembang, 7 Juli 2014


Pembimbing I Pembimbing II

Roni Alida, ST Ir.H.Ekariza, MM


Direktur, Ketua Program Studi
Politeknik Akamigas Palembang Teknik Eksplorasi Produksi Migas

H. Muchtar luthfie, SH., MM Azka Roby Antari, ST


HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Tugas Akhir : Konversi Artificial Lift Dari Sucker Rod Pump
Menjadi Electric Submersble Pump Pada Sumur
AFL-21 Lapangan AFL
Di PT. Pertamina EP Asset 2 Field Prabumulih

Nama Mahasiswa / Npm : Andini Febri Lanti / 1103020

Program Studi : Teknik Eksplorasi Produksi Migas

Telah diuji dan lulus pada :


Hari : Sabtu
Tanggal : 12 juli 2014

Tim penguji :
Nama Jabatan Tanda Tangan

1. Jakfar Sodi, ST Penguji I ()

2. Cahyo Tri Mulyanto, ST Penguji II ()

3. Ana Asinina, ST Penguji III ()

Palembang, 7 Juli 2014


Ketua Program Studi,
Teknik Eksplorasi Produksi Migas
Azka Roby Antari, ST

ABSTRAK

Konversi Artificial Lift Dari Sucker Rod Pump Menjadi Electric Submersible
Pump Pada Sumur AFL-21 Lapangan AFL
PT. Pertamina EP Asset 2 Field Prabumulih

Sumur AFL-21 pertma kali ditajak pada tanggal 26 april 2012 dan dilakuka perforasi pada
kedalaman 1334.7 m, pada saat sumur AFL-21 menggunakan pompa sucker rod
pump dengan production rate sebesar 462 BPD. Berdasarkan kurva IPR, sumur AFL-21
masih bisa ditingkatkan produksinya menjadi 778 BFPD, untuk mencapai potensi tersebut
diperlukan optimasi sumur dengan melakukan konversi pompa yang sesuai dengan
karekteristik sumur AFL-21 ini, yaitu pompa electrical submersible pump(ESP). Untuk
meinilih pompa yang akan digunakan harus dilakukan perencanaan terlebih dahulu dengan
menghitung tekanan air dasar sumur menggunakan metode J.V. Vogel dan perhitungan
TDH(total dynainic head), horse power dan parameter lainnya. Hal ini dilakukan untuk
memperoleh laju produksi yang optimum dari sumur tersebut. Dari hasil perhitungan potensi
sumur AFL-21 didapatkan laju alir maksimum sebesar 1036.77 BFPD (laju alir optimum
sebesar 778 BFPD). Jenis pompa ESP yang digunakan adalah pompa IND-750 60Hz/ 3500
RPM 400 series, dengan 127 stages dan motor yang dipilih series 456 sebesar 60 HP.

Kata kunci : Electrical Submersible Pump (ESP), Total Dynainic Head (TDH), Stages.

ABSTRACT

Conversion artificial lift from sucker rod pump becomes electric submersible
Pump of AFL-21 field AFL
PT.Pertamina EP Asset 2 Field Prabumulih

AFL-21s well were first drilled on april 26th, 2012 and carried out perforations at a depth of
1334.7 m, at current AFL-21 well use sucker rod pump pump with a production rate of 462
BFPD. Based on IPR curve, AFL-21 wells can still be improved its production into 778
BFPD, to achieve the necessary optiinization potential wells with pumps that convert
according to the characteristics of the well the AFL-21, i.e. the pump electrical submersible
pump (ESP). To select a pump that will be used to do advance planning by calculating
bottemhole flow pressure using the J.V. Vogel methode and calculation of TDH (total
dynainic head), horse power, and other parameters. This is done obtimum production rates
from the wells. From the results of the calculation of the potensial well of AFL-21 gained the
maximum flow rate of 1036.77 BFPD (optimum flow rate of 778 BFPD). ESP pump type used
is IND-750 pump 60Hz / 3500 RPM 400 series, with 127 stages and 456 series motors
selected by 60 HP.

Key Word : Electrical submersible pump (ESP), Total dynainic head (TDH), Stages.

Motto:
Tak ada jalan menuju kesuksesan kecuali tujuan yang jelas dan kuat, sebuah tujuan akan
menejaskan sebuah karakter, kebudayaan, dan prestasi
Bila seseorang melangkah maju dengan penuh rasa percaya untuk meraih impiannya dan
berusaha untuk menjalani hidup yang ia impikan, maka ia akan menemui keberhasilan
yang tak terduga pada saat yang tak terduga pula

Kupersembahkan kepada:
Allah SWT yang membuat Aku tetap dalam Islam dan membuat segalanya mudah untuk
Aku lalui.
Nabi muhammad SAW sebagai suri tauladan dan penuntun penerang jalanku
Abah dan Umak (M.Panhar dan Yukmarani) terima kasih atas semua perhatian, kasih
saying, materi dan juga doa. Sembah sujud bakti ananda.
Kakak-kakak ku (Andri Noviansyah, Jhon Lara Sakti, SH., Marta Widura,S,ST, Ars.,
Harya Prima, Am.Kep) dan ayunda ku (Virsa Apsari Putri, Am.Keb, Lesti Satria, Am.Kep,
Rahayu Ningsih) seta pangeran-pangeran kecil di keluarga ku (M.Reiza Faiz Theo
Ramadhan, Jhosua Dzakwan Safaraz, Radovic Al-Fairus, Justin Dzakwan Tajusa) terima
kasih atas perhatian, dukungan serta doa.
Pembimbing I dan II Ku terima kasih atas kesempatan, fasilitas, dan bimbingannnya.
Sahabatku (Ki Ammoy, KiMbab, Bunda Winda, Temok, dan Mbk Nisa) terima kasih
telah mengajarkan ku banyak hal, Insya Allah Semoga Persahabatan kita Abadi. Ainin.
Rekan-rekan seperjuangan TEPM Angkatan V terima kasih atas cinta, kasih dan sayang
yang senantiasa tercurahkan selama ini walaupun kita tidak menjadi bagian yang
seutuhnya, tetap semangat dan Istiqomah dalam mengukir prestasi.
Keluarga besar Program Studi Teknik Eksplorasi Produksi Migas dan seluruh jajarannya
terima kasih atas waktu, bimbingan, ilmu dan bantuannya.
Untuk Almamater Ku POLITEKNIK AKAMIGAS PALEMBANG.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Robbil Alainin atas berkat rahmat Allah SWT dan dengan didorong
oleh keinginan yang luhur maka Tugas Akhir yang berjudul Konversi Artificial Lift Dari
Sucker Rod Pump Menjadi Electrical Submersible Pump di PT.Pertamina EP asset 2 Field
Prabumulih dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir yang merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan program Diploma III pada Program Studi Teknik Ekplorasi Produksi
Migas Politeknik Akamigas Palembang, didalam punyusunannya mungkin masih terdapat
kekurangan. Tetapi hal ini adalah senbuah upaya mengaplikasikan ilmu yang diperoleh
selama Penulis menimba ilmu di Program Studi Teknik Eksplorasi Produksi Migas Politeknik
Akamigas Palembang.
Pada kesempatan, fasilitas, dan bimbingan yang telah diberikan, Penulis
mengucapkan terima kasih pada :

1. Bapak H. Muchtar Lutfie SH. MM, selaku Direktur Politeknik Akamigas Palembang
2. Bapak/Ibu Pembantu Direktur di lingkungan Politeknik Akamigas Palembang.
3. Bapak Azka Roby Antari. ST, selaku Ketua Program Studi Teknik Eksplorasi Produksi
Migas Politeknik Akamigas Palembang.
4. Bapak Roni Alida. ST, sebagai Pembimbing I yang telah membimbing dan membantu dalam
menyelesaikan tugas Akhir.
5. Bapak Ir. H. Ekariza, MM. sebagai Pembimbing II yang telah membimbing dan membantu
dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
6. Bapak Hasbi Asidik, selaku Pembimbing Lapangan di PT. Pertamina Asset 2 Field
Prabumulih yang telah membimbing Penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
7. Seluruh Pekerja di Workshop PT. Pertamina EP Asset 2 fielde Prabumulih.
8. Seluruh Staf dan Pegawai Politeknik Akamigas Palembang.
9. Kedua Orang Tua dan keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan dalam
menyelesaikan Tugas Akhir.
10. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Teknik Eksplorasi Produksi Migas Politeknik
Akamigas Palembang Angkatan Ke-V yang telah sama-sama berjuang dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
11. Pihak-pihak terkait lainnya yang telah memberikan sumbangsihnya kepada Penulis

Akhir kata, semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat baik bagi Penulis,
lembaga maupun pembaca. Kritik dan saran yang membangun sangat Penulis harapkan untuk
kesempurnaan laporan ini.
Fastabiqul khoirot billahi taufiq walhidayah wassallamualaikum wr.wb.

Palembang, 7 Juli 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN TIM PENGUJI..................................... iv
ABSTRAK................................................................................................. v
ABSTRACT .............................................................................................. vi
MOTTO PERSEMBAHAMAN............................................................... vii
KATA PENGANTAR.............................................................................. vii
DAFTAR ISI ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang........................................................................ 1
1.2. Tujuan Tugas Akhir................................................................ 1
1.3. Manfaat Tugas Akhir.............................................................. 2
1.4. Batasan Masalah..................................................................... 2
1.5. Sistematika Tulisan................................................................. 2
BAB II TEORI DASAR.......................................................................... 3
2.1. Produktifitas Formasi........................................................... 3
2.1.1. Indeks Produktifitas..................................................... 3
2.1.2. Inflow Performance Relationship (IPR)........................ 4
2.1.2.1. Kurva IPR 1 Fasa............................................. 4
2.1.2.2. Kurva IPR 2 Fasa............................................. 5
2.1.2.3. Kurva IPR 3 Fasa Metode Pudjo Sukarno....... 6
2.2. Aliran Fluida Dalam Pipa dan Frictiton Loss....................... 9
2.2.1. Sifat Fisik Fluida.......................................................... 9

2.2.1.1. Kelarutan Gas Dalam Minyak (Rs).................. 10


2.2.1.2. Faktor Volume Formasi (FVF)......................... 10
2.2.1.3. Viskositas ........................................................ 11
2.2.1.4. Specific Gravity Fluida 12
2.2.2. Fraction Loss................................................................ 13
2.3. Electric Submersible Pump................................................... 14
2.3.1. Karakteristik Kerja Pompa......................................... 15
2.3.1.1. Prinsip Kerja ESP............................................. 15
2.3.1.2. Kelakukaan Pompa (Pump Performance)........ 15
2.3.1.3. Kavitasi dan NPSH 18
2.3.2. Peralatan Electric Submersible Pump......................... 19
2.3.2.1. Peralatan di Atas Permukaan........................... 20
2.3.2.2. Peralatan Di Bawah Permukaan....................... 23
2.3.3. Perhitungan Electric Submersible Pump........................... 30
2.3.3.1. Penentuan Laju Produksi Maksimum............... 30
2.3.3.2. Peinilihan Ukuran dan Tipe Pompa30.............. 31
2.3.3.3. Perkiraan Pump Setting Depth.......................... 31
2.3.3.3.1. Pump Setting Depth Ininimum........... 34
2.3.3.3.2. Pump Setting Depth Maksimum........ 34
2.3.3.3.3. Pump Setting Depth Optimum........... 34
2.3.3.4. Peinilihan Motor............................................... 35
2.3.3.5. Peinilihan Kabel Listrik.................................... 37
2.3.3.6. Peinilihan Switchboard dan Transformer......... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................. 39
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian........................... 39
3.2 Metode Pengumpulan Data................................................... 39
3.2.1 Studi Literatur............................................................. 39
3.2.2 Metode Kualitatif........................................................ 39
3.2.3 Pengamatan Langsung................................................ 39
3.2.4 Konsultasi.................................................................... 40

BAB IV PERENCANAAN ELECTRIC SUBMERSIBLE PUMP


PADA SUMUR X LAPANGAN Y................................. 41
4.1. Profil Sumur AFL-21........................................................... 41
4.2. Alasan Dilakukan Konversi Artificial Lift............................. 41
4.3. Perencanaan Konversi.......................................................... 43
4.3.1. Pembuatsn Kurva IPR................................................ 43
4.4. Perencanaan ESP yang Akan Digunakan di Sumur AFL-2146
4.4.1. Penentuan Laju Produksi yang Diharapkan............... 46
4.4.1.1. Peinilihan Pompa ESP, Motor, Kabel, Transformer
dan Swicthboard..................................................... 48
BAB V KESIMPULAN............................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Rs Sebagai Fungsi Tekanan......................................................................... 10
2.2 Hubungan FVF Minyak Dengan Tekanan .................................................. 11
2.3 Hubungan Viskosistas Minyak Dengan Tekanan........................................ 12
2.4 Grafik Friction Loss Berdasarkan Persamaan William-Hazen..................... 14
2.5 Tipe Pump Performance Curve................................................................... 18
2.6 Kemungkinan Posisi Impeller...................................................................... 19
2.7 Susunan Lengkap Peralatan ESP................................................................. 19
2.8 Cable Pack-Off Pada Tubing Hanger.......................................................... 20
2.9 Junction Box................................................................................................. 21
2.10 Swicthboard................................................................................................ 21
2.11Transformer................................................................................................. 23
2.12Pressure Sensing Instruments(PSI).............................................................. 24
2.13Motor electric submersible pump(ESP)........................................................ 25
2.14Protector/seal section................................................................................... 26
2.15Gas separator............................................................................................... 27
2.16Unit Pompa Electric Submersible Pump(ESP)............................................ 28
2.17 Jenis Flat Cable Dan Round Cable............................................................. 29
2.18 Static Fluid Level......................................................................................... 32
2.19 Dynamic Fluid Level................................................................................... 33
2.20 Berbagai Posisi Pompa Pada Kedalaman Sumur........................................ 35
2.21 Kurva Kecepatan Fluida Yang Melewati Motor........................................ 36
2.22 Cable Voltage Drop.................................................................................... 37
3.1 Flow Chart Design ESP........................................................................... 40
4.1 Kurva IPR Sumur Afl-21 Metode Vogel..................................................... 46
4.2 Plot Kurva Penentuan Laju Ali Harapan Sumur AFL-21............................ 47
4.3 Kurva Outflow Sumur AFL-21................................................................. 48

DAFTAR TABEL
Tabel Halaman

2-1 Konstanta Cn Untuk Masing-Masing An .............................................. 7


4-1 Trayek-trayek Pada Sumur AFL-21 41
4-2 Data Profil Sumur AFL-21 .................................................................... 43
4-3 Nilai Q Untuk Berbagai HArga Pwf....................................................... 45
4-4 Data Sumur AFL-21 ............................................................................... 48

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
A.1 : Perencanaan Perhitungan ESP...........................................................
B.1 : Grafik Friction Loss Hazen-William..................................................
B.2 : cable voltage drop chart....................................................................
B.3 : jenis-jenis kabel.................................................................................
B.4 : Transformator 3 Phase, 60 Hertz.......................................................
B.5 : Data Umum Switchboard...................................................................
C.1 : Grafik Performance Curve Pump......................................................
D.1 : Table Motor Seri 456 S......................................................................
D.2 : Protactor Hp Consumption................................................................
D.3 : Table Daya.........................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi minyak dan suatu sumur dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
Metode Sembur Alam dan Metode Pengangkatan Buatan (Artficial Lift). Pada metode sembur
alam, reservoir masih meiniliki kemampuan untuk mengalirkan fluida reservoir ke
permukaan karena tekanan reservoimya yang tinggi. Metode Pengangkatan Buatan (Artificial
Lift) digunakan apabila tekanan reservoir sudah tidak mampu lagi untuk memproduksikan
secara sembur alam. Metode pengangkatan buatan ini diantaranya yaitu Gas Lift, Sucker Rod
Pump (SRP), Electric Submersible Pump (ESP), Hydraulic Pump Unit (HPU), Progressing
Cavity Pump (PCP).
Sumur AFL-21 telah diproduksikan dengan menggunakan Artificial Liftl SRP, akan
tetapi yang menjadi permasalahan saat ini yaitu produksi minyak dan sumur ini dirasakan
kurang optimal (berdasarkan kurva performa sumurnya), oleh karena itu perlu dilakukan
upaya peningkatkan produksi minyak dengan pemasangan artificial lift ESP untuk
menggantikan artificial lift SRP yang ada.
Electrical Submersible Pump (ESP) merupakan metode lifting yang sesuai karena dapat
memproduksi minyak dengan rate yang besar, dapat diatur kecepatan putaran apabila
PT,draw down, water cut berubah.

1.2 Tujuan Tugas Akhir


Adapun pelaksanaan Tugas Akhir ini adalah sebagai benikut:
1. Menentukan laju produksi optimal pada sumur yang diteliti.
2. Dapat menentukan laju alir produksi yang optimum untuk sumur yang diteliti.
3. Dapat mengusulkan opsi pompa yang sesuai untuk laju alir yang diharapkan.
4. Dapat meinilth pompa yang paling efisien untuk digunakan.
5. Dapat menentukan spesifikasi pompa yang sesuai.

1.3 Manfaat Tugas Akhir


Adapun manfaat Tugas Akhir ini adalah:
1. Dapat menerapkan ilmu yang didapat dibangku perkuliahan dengan kondisi lapangan yang
sebenamya, khususnya dalam bidang teknologi minyak dan gas bumi.
2. Dapat mengembangkan wawasan dibidang Perminyakan sehingga akan memberikan
pengalaman kerja yang berharga bagi kaini sebagai calon tenaga ahli di bidang perminyakan
yang siap pakai.
3. Mengetahui hubungan antara aplikasi yang ada dilapangan dengan teori pelajaran yang ada di
kampus Politeknik Akamigas Palembang.
4. Mendapatkan pembelajaran secara iliniah bagi mahasiswa dalam proses pemecahan masalah.
1.4 Batasan Masalah:
Dalam pembuatan Laporan Tugas Akhir ini, penulis membatasi laporan ini pada perencanaan
pompa electrical submersible pump (ESP) di PT.Pertamina EP Asset 2 Fiel Pendopo.

1.5 Sistematika Penulisan:


Untuk memudahkan memahaini Laporan Tugas Akhir maka penulis membuat
sistematika penulisan laporan sebagai berikut:
BAB I : Merupakan bab pendahuluan mengenai latar belakang, maksud dan tujuan, manfaat, batasan
masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II : Merupakan bab dasar teori mengenai fungsi pompa ESP, bagian bagian dan kegtinaannya,
serta persamaan persamaan yang dipakai dalam perencanaan pompa ESP.
BAB III : Menjelaskan tentang metodologi penulisan dan Laporan Tugas Akhir.
BAB IV : Menjelaskan tentang pembahasan perencanaan pompa electrical submersible pump (ESP).
BAB V : Menjelaskan tentang kesimpulan dan hasil pembahasan Laporan Tugas Akhir.
BAB II
TEORI DASAR

Metode Artificial Lift ( Pengangkatan Buatan) dapat digunakan untuk memproduksikan fluida
reservoir apabila tekanan reservoir sudah tidak mampu lagi mengangkat fluida reservoir
kepermukaan. ESP merupakan salah satu metode pengangkatan buatan yang dipakai di PT
Pertamina EP Region Sumatera Prabumullh Field. Bab ini membahas prinsip-prinsip dasar
yang melatar belakangi penggunaan pompa ESP pada sumur-sumur produksi.
2.1. Produktivitas Formasi
Produktivitas Formasi adalah kemampuan suatu formasi untuk memproduksikan fluida yang
dikandungnya pada kondisi tekanan tertentu. Sumur-sumur yang baru umumnya mempunyai
tenaga pendorong alainiah yang mampu mengalirkan fluida hidrokarbon dan reservoir ke
permukaan dengan tenaganya sendiri. Penurunan kemampuan produksi terjadi dengan
berjalannya waktu produksi, dimana kemampuan dan formasi untuk mengalirkan fluida
tersebut akan mengalaini penurunan yang besarnya sangat tergantung pada penurunan
tekanan reservoir.
Parameter yang menyatakan produktivitas formasi adalah Index Produkiivity (P1) danInflow
Performance Relationship (IPR).
2.1.1. Indeks Produktivitas
Kualitas kinerja aliran fluida dan fonnasi produktif masuk ke lubang sumur dinyatakan
sebagai suatu indeks, disebut indeks produktivitas (P1), yang didefinisikan sebagai
perbandingan antara laju produksi yang dihasilkan formasi produktif pada drawdownyang
merupakan beda tekanan dasar sumur saat kondisi statis (Ps) dan saat terjadi aliran (Pwf). P1
dapat berharga konstan atau tidak, tergantung pada kondisi aliran yang terjadi. Secara
kuantitatif dinyatakan dalam grafik, yang menghubungkan antana laju aliran dengan tekanan
alir dasar sumur. P1 dituliskan dalam bentuk persamaan:

Keterangan:

q = gross liquid rate, STB/day


Ps = tekanan statik reservoir, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
Ps-Pwf = draw-down pressure, psi

2.1.2. Inflow Performance Relationship (IPR)


Tujuan menentukan potensi sumur minyak adalah untuk menghitung kemampuan reservoir
mengalirkan minyak ke dalam sumur. Kemampuan ini dinyatakan dalam hubungan antara
tekanan alir dasar sumur terhadap laju produksi (kurva Inflow Performance Relationship).

2.1.2.1. Kurva IPR Satu Fasa


Aliran fluida dalarn media berpori telah dikemukakan oleh Darcy (1856) dalam persamaan:

Persamaan 2-2 mencakup beberapa anggapan, diantaranya adalah:


1. Aliran mantap
2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Tidak terjadi reaksi antara batuan dengan fluidanya
4. Fluida bersifat incompressible
5. Viskositas fluida yang mengalir konstan
6. Kondisi aliran Isotermal
7. Formasi homogen dan arah aliran horizontal
Persamaan 2-2 selanjutnya dikembangkan untuk kondisi aliran radial, dimana dalam satuan
lapangan persamaan tersebut berbentuk:

Keterangan:

q = Laju aliran fluida, bbl/hari


qo = Laju aliran fluida dipermukaan, STB/hari
h = Ketebalan lapisan, ft
k = Permeabilitas batuan, md
uo = Viscositas minyak, cp
Bo = Faktor volume formasi minyak, bbl/STB
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi
Pe = Tekanan formasi padajarak re, psi
re = Jan-jan pengurasan sumur, ft
rw =Jari-jarisumur,ft
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menggunakan Persamaan 2-3 adalah:
1. Fluida berfasa tunggal
2. Aliran Mantap (steady state)
3. Formasi homogen, horizontal
4. Fluida incompresible
Dengan deinikian apabila variabel-vaniabel dan Persamaan 2-3 diketahui, maka laju
produksi (potensi) sumur dapat ditentukan.
2.1.2.2. Kurva IPR Dua Fasa
Untuk membuat kurva IPR dimana fluida yang mengalir dua
fasa, Vogelmengembangkan persamaan hasil regresi yang sederhana dan mudah
pemakaiannya, yaitu:

Selain itu d.alam pengembangannya dilakukan anggapan:


1. Reservoir bertenaga dorong gas terlarut
2. Harga skin disekitar lubang bor sama dengan nol
3. Tekanan reservoir di bawah tekanan saturasi (Pb)
Prosedur pembuatan kurva IPR untuk aliran dua fasa dan Vogel adalah
sebagai berikut:
Langkah 1:
Mempersiapkan data-data penunjang meliputi:
1. Tekanan Reservoir/Tekanan statis (Ps)
2. Tekanan alir dasar sumur (Pwf)
3. Laju Produksi Minyak (Qo)

Langkah2:
Menghitung harga (Pwf/Ps)

Langkah 3:
Mensubtitusikan harga (Pwf/Ps) dan langkah 1 dan harga laju produksi (Q) ke dalam
Persamaan 2-4, dan menghitung harga laju produksi maksimum (Qm), yalta:

Langkah4:
Untuk membuat kurva IPR, anggap beberapa harga Pwf dan menghitung harga Q, yaitu:
Langkah5:
Memplot Q terhadap Pwf pada kertas grafik linier. Kurva yang diperoleh adalah kunva
kinerja aliran fluida dan formasi ke lubang sumur.
2.1.2.3. Kurva IPR Tiga Fasa Metode Pudjo Sukarno
Pada umumnya fluida yang mengalir dan formasi ke lubang sumur terdiri dan tiga fasa,
yaitu gas, minyak dan air, maka dalam pengembangan kelakuan aliran tiga fasa dan formasi
ke lubang sumun dapat menggunakan analisis regresi
dan Metode Pudjo Sukarno. Pengembangan persamaan im dilakukan dengan
anggapan:
1. Faktor skin tidak ada atau sama dengan nol.
2. Gas, minyak, dan air berada dalam satu lapisan dan mengalir bersama-sama, secara radial
dan reservoir menuju lubang sumur.
3. Presentase/ kadar air dalam laju produksi total ( Watercut We) diketahui.
Untuk menyatakan kadar air dalam laju produksi total digunakan
parameterwatercut, yaitu perbandingan laju produksi air dengan laju produksi cairan total.
Hargawater cut berubah sesuai dengan perubahan tekanan alir dasar sumur, yaitu makin
rendah tekanan alir dasar sumur, makin tinggi harga water cut. Hasil analisa regresi didapat
persamaan:

keterangan:
An : konstanta persamaan (n = 0, 1 dan 2) dimana harganya berbeda untuk watercut
yang berbeda. Hubungan antara konstanta tersebut dengan watercut ditentukan pula dengan
analisis regresi:

Cn :konstanta untuk masing-masing harga A (dalam Tabel


Tabel 2-1
Konstanta Cn, Untuk Masing-Masing An
Sedangkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap water cut dapat
dinyatakan sebagai P/P terhadap WC/(WC Pwi = Pr), dimana (WC @
Pwf = Pr) telah ditentukan dengan analisis regresi dan menghasilkan persamaan berikut:

Dimana harga P1 dan P2 tergantung dan harga watercut dan dapat ditentukan dengan
persamaan berikut:

dimana water cut dinyatakan dalam persen (%) dan merupakan data uji produksi.
Prosedur pembuatan kinerja aliran tiga fasa dan Metode Pudjo Sukarno
adalah sebagai berikut:
Langkah 1:
Mempersiapkan data-data penunjang meliputi:
1. Tekanan Reservoir/Tekanan Statis Sumur
2. Tekanan Alir Dasar Sumur
3. Laju Produksi Minyak dan Air
4. Harga Water Cut (WC) berdasarkan data Uji Produksi (%)

Langkah2:
Penentuan WCc Pwf Ps
Menghitung terlebih dahulu harga Pi dan P2 yang diperoleh dan Persamaan (2-8)
dan (2-9). Kemudian hitung harga WC( Pwfz Ps dengan Persamaan (2-7).

Langkah 3:
Penentuan konstanta A0, A1 dan A2
Berdasarkan harga WC@PwfPs kemudian menghitung harga konstanta tersebut
menggunakan Persamaan (3-6) dimana konstanta C0, C1 dan C2 diperoleh dalam
Tabel 2-1.
Langkah4:
Menghitung Qt maksimum dan Persamaan (2-5) dengan konstanta A0, Al dan A2
danilangkah3.

Langkah5:
Penentuan Laju Produksi Minyak (Qo)
Berdasarkan Qt maksimum langkah 4, kemudian menghitung harga laju produksi
minyak qo untuk berbagai harga Pwf

Langkah 6:
Penentuan Laju Produksi Air (Qw)
Menghitung besarnya laju produksi air dan harga Water Cut (WC) pada tekanan
alir dasar sumur (Pwf) dengan persamaan:

Langkah7:
Membuat tabulasi harga-harga Qw, Qo dan Qt untuk berbagai harga Pwf pada Ps aktual.

Langkah8:
Membuat grafik hubugan antara Pwf terhadap Qt , dimana Pwf mewakili sumbu
Y dan Qt mewakili sumbu X.
2.2. Aliran Fluida Dalam Pipa dan Friction Loss
Aliran fluida dalam pipa dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik fluida, friction
loss sertagradient tekanan fluida, sub-bab ini akan membahas pengaruh tersebut terhadap
aliran fluida dalam pipa.
2.2.1. Sifat Fisik Fluida
Sifat fisik fluida (gas, minyak dan air) perlu diketahui karena merupakan variabel utama
aliran fluida dalam media berpori maupun dalam pipa. Sifat fisik fluida yang akan dibahas
adalah sifat fisik fluida yang mempengaruhi perencanaan Electric Submersible Pump (ESP)
yaitu kelarutan gas dalam minyak
(Rs); Faktor Volume Formasi (FVF), Viskositas (.t), serta Specc Gravity Fluida
(SG).
Sifat fisik tersebut dinyatakan sebagai fungsi tekanan, untuk suatu temperatur tertentu
dan dapat diperoleh dan hash pengukuran di laboratorium terhadap contoh fluida, baik yang
diperoleh dan permukaan maupun dan dasar sumur.
2.2.1.1. Kelarutan Gas Dalam Minyak (Rs)
Sistem minyak pada tekanan yang tinggi, gas akan terlarut dalam minyak, dengan
deinikian harga kelarutan gas meningkat dan sebaliknya apabila terjadi penurunan tekanan,
fasa gas akan terbebaskan dan larutan minyak. Jumlah gas yang terlarut akan konstan, apabila
tekanan mencapai tekanan saturasi (Bubble Point Pressure-Pb).

Gambar 2.1.
Rs Sebagai Fungsi Tekanan

2.2.1.2. Faktor Volume Formasi (FVF)


Faktor volume formasi diperlukan untuk memperkirakan volume fluida pada suatu tekanan
dan temperatur tertentu. Perubahan volume fluida yang menyertai perubahan tekanan dan
temperatur disebabkan oleh terbebaskannya gas sebagai akibat perubahan tersebut.

Faktor volume formasi minyak (B0) didefinisikan sebagai volume minyak dalam
barrel pada kondisi standar yang ditempati oleh satu stock tank barrel minyak termasuk gas
yang terlarut. Dengan kata lain sebagai perbandingan antara volume minyak termasuk gas
yang terlarut pada kondisi reservoir dengan volume minyak pada kondisi standard (14,7 psi,
60 F). Satuan yang digunakan adalah bbl/stb.
Gambar 2.2.
Hubungan Faktor Volume Formasi Minyak dengan Tekanan

Gambar 2.2. dapat dijelaskan sebagai berikut:


1. Apabila kondisi reservoir berada di atas tekanan gelembung (Pb) maka faktor volume
formasi (Bo) akan naik dan Boi sampai Bob sesuai dengan turunnya tekanan sampai
mencapai Pb, sehingga volume sistem cairan bertambah, akibat pengembangan minyak.
2. Setelah tekanan Pb dicapai maka harga Bo akan turun dengan berkurangnya tekanan,
selama proses produksi berlangsung. Hal ini disebabkan makin
banyaknya gas yang terbebaskan selama proses penurunan tekanan.
2.2.1.3. Viskositas (u)
Viskositas merupakan keengganan suatu fluida untuk mengalir. Harga viskositas ini
dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan, pada temperatur yang tinggi harga viskositas fluida
akan mengecil dan sebaliknya pada temperatur rendah harga viskositas akan semakin besar.
Viskositas minyak (t0) didefinisikan sebagai ukuran ketahanan minyak terhadap
aliran, atau dengan kata lain viskositas minyak adalah suatu ukuran tentang besarnya
keengganan minyak untuk mengalir, dengan satuan centi poise (ep) atau grIl 00 detikll cm.
Viskositas minyak dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan jumlah gas yang terlarut
dalam minyak tersebut. Kenaikan temperatur akan menurunkan viskositas minyak, dan
dengan bertambahnya gas yang terlarut dalam minyak maka viskositas minyak juga akan
turun.
Gambar 2.3.
Hubungan Viskositas Minyak Dengan Tekanan Reservoir

Gambar 2.3. menunjukkan bahwa tekanan mula-mula berada di atas tekanan


gelembung (Pb), dengan penurunan tekanan sampai (Pb), mengakibatkan viskositas minyak
berkurang, hal ini akibat adanya pengembangan volume minyak. Kemudian bila tekanan
turun dan Pb sampai pada harga tekanan tertentu, maka akan menaikkan viskositas minyak,
karena pada kondisi tersebut terjadi pembebasan gas dan larutan minyak.
2.2.1.4. Specfic Gravity Fluida (SG)
SpecIc Gravity Fluida (SG) adalah perbandingan antara densitas fluicla
tersebut dengan fluida yang lain pada kondisi stanclart (14.7 psi, 60F). Untuk

menghitung besarnya SO fluida tertentu, biasanya air diambil sebagai patokan densitas
sebesar 62.40 ib/cuft.
Spesjfic gravity fluida (SGf) dapat dihitung apabila harga spesjfIc gravity air (SG)
dan spesific gravity minyak (SO0) serta watercut (WC) diketahui, yaitu dengan menggunakan
persamaan berikut:

Keterangan:
SGf : Spesc gravity fluida
SG0 : Spesc gravity minyak
SG : Spesc gravity air
WC : Water cut, fraksi
2.2.2. Friction Loss
Persamaan gradien tekanan path umumnya digunakan untuk setiap fluida yang
mengalir pada sudut keiniringan pipa tertentu dinyatakan dengan tiga komponen, yaitu
adanya perubahan energi potensial (elevasi), adanya gesekan pada dinding pipa dan adanya
perubahan energi kinetik.
Fluida yang mengalir di dalam pipa akan mengalaini tegangan geser (shear stress)
pada dinding pipa, sehingga terjadi kehilangan sebagian tenaganya yang sering di sebut
dengan friction loss.
Darcy dan Weisbah s menghitung kehilangan energi karena gesekan dengan
persamaan:
Keterangan:
h = Frictionloss,ft
f = Friction factor
L =Panjangpipa,ft
v = Kecepatan aliran rata-rata dalam pipa, ftJs2
d = Diameter pipa, inchi
g = Percepatan gravitasi

Gambar 2.4
Grafik Fraction Loss Berdasarkan Persamaan William Hazen
Berdasarkan persamaan diatas, William-Hazen membuat suatu persamaan empiris
untuk friction loss (hf), yaitu:

Keterangan:
hf = Friction loss, psi per 1000 ft
C = Konstanta dan bahan yang digunakan dalam pembuatan pipa
Q = Laju produksi, gallon/menit
ID = Diameter dalam pipa, inchi
Berdasarkan persamaan tersebut, William-Hazen membuat Grafik friction
loss seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.4.
2.3. Electric Submersible Pump (ESP)
Electric Submersible Pump merupakan pompa sentrifugal bertingkat
banyak (multi stage) dan masing-masing tingkat terdiri dan impeller dan diffuser
yang dimasukkan ke dalam rumah pompa. Setiap tingkat pompa terdiri dan satu impeller dan
sam dffuser yang terbuat dan nikel sedangkan poros pompa terbuat dan monel. Impeller
dipasang pada poros tegak dan pompa yang berputar pada bushing. Hubungan antana poros
pompa dan poros protektor dilakukan dengan perantara coupling. Jumlah tingkat pompa
tergantung pada head pengangkatan. Kapasitas pompa selain ditentukan oleh RPM-nya juga
dipengaruhi oleh besar diameter impeller, hal ini dibatasi oleh ukuran casing maka
diperlukan tingkat pompa yang banyak.

2.3.1. Karakteristik Kerja Pompa


2.3.1.1. Prinsip Kerja ESP
Electrical submersible pump mempunyai sifat seperti pompa sentrifugal yang lain.
Setiap stage terdini dan impeller dan diffuser, yang dalam operasi fluida diarahkan ke dasan
impeller dengan arah tegak. Gerak putar diberikan pada cairan oleh sudu-sudu impeller. Gaya
sentrifugal fluida menyebabkan aliran radial dan cairan meninggalkan impeller dengan
kecepatan tinggi dan diarahkan kembali ke impeller berikutnya oleh diffuser. Cairan yang
ditampung di rumah pompa kemudian dievakuasikan melalui pipa keluar dimana sebagian
tenaga kinetis diubah menjadi tenaga potensial berupa tekanan. Oleh karena dilempar keluar
maka tei:jadilah proses penghisapan.
2.3.1.2. Kelakuan Pompa (Pump Performance)
Kelakuan keija atau sifat karakteristik kerja pompa ditentukan berdasarkan test pabrik
dengan air tawar. Penyajiannya secara grafis dan hasil tes tersebut dibuat grafik kanakteristik
(performance curve). Pada grafik ini akan digambankan head yang dihasilkan, effisiensi
pompa dan brake horse power terhadap rate (Gambar 2.5).
1. Head Capacity Curve
Grafik ini menunjukkan hubungan antana TDH dengan laju produksi pada kecepatan
(RPM) konstan. Dengan naiknya TDH maka rate akan turun dan sebaliknya. Gambar 2.5.
menunjukkan grafik 1 stage dengan kecepatan 3500 RPM. Untuk 100stages hampir sama
bentuknya. Pompa yang baru atau yang
masih baik akan berkarakteristik kerja sepanjang grafik ini. Penyimpangan dapat disebabkan
oleh rusaknya pompa, interferensi gas atau tubing bocor.
Grafik head suatu ESP akan melalui laju nol, dimana shut-off atau head bila ESP
bekerja dan flowline valve ditutup. Dalam mencari shut-off head ini maka impeller akan
berputar pada cairan yang berputar-putar di situ saja dan daya yang diperlukan untuk
melawan friksi di cairan dan bearing akan berubah menjadi panas (karena itu menutup tidak
boleh lebih dari sath menit). Besarnya shut-off head tergantung dari diameter impeller dan
RPM-nya. untuk multi stage maka rumusnya:

Keterangan:
H = Shut-off cairan yang dipompakan, ft
D = Diameter impeller, inch
N = RPM
S = Jumlah stage (tingkat)
Shut-off yang sebenarnya tergantung dari aliran fluida dalam pompa dan kemungkinan
bocor. Perbedaan antara rumus ini dengan keadaan sebenarnya bisa
20%.
Bentuk grafik head tergantung dan lebar impeller, jumlah sudu-sudu impeller,
bentuknya dan friksi dalam pompanya. Head capacity suatu pompa digunakan untuk
menghitung jumlah stage pompanya dengan rasionya terhadap TDH. Pompa dengan head
yang lebih curam lebih disukai karena dapat lebih toleran terhadap kesalahan data-data sumur
( API, GOR, SG dan lain-lain).
2. Grafik Efisiensi
Efisiensi pada ESP bukannya efisiensi volume pompanya melainkan rasio dan outputHP
pompa dibagi dengan input brake horse power.

Keterangan:
Qt = Laju produksi total fluida, BPD
TDH = Total Dynainic head, ft -
P1 = Input brake HP
SG = Spesjfic gravity cairan (SG air=1)
Effisiensi ini sebenarnya adalah gabungan antara hidraulis, volumetris dan mekanis.
Seperti terlihat pada Gambar 2.5, effisiensi naik dan nol pada laju produksi no! ke maksimum
lalu turun kembali pada laju produksi maksimum.
Di sebelah kiri titik maksimum ini, kehilangan karena kebocoran, friksi
padabearing (leher) karena terjadinya down-thrust (gerak impeller menggesek ke bawah) dan
friksi antara impeller dan fluida produksi terjadi.
Di sebelah kanan dan maksimum tersebut akan terjadi friksi dalam cairan sendiri dan
dinding impeller, tetapi juga up-thrust (gerak mendorong impeller menggesek ke atas). Untuk
menerangkan adanya up-thrust dan down-thrust dapat dilthat pada Gambar 2.6. Pada gambar
tersebut impeller akan menekan ke atas (up-thrust) pada laju produksi tinggi (RPM tinggi)
dan akan menekan ke bawah (down-thrust) pada laju produksi rendah (RPM rendah). Pada
daerah effisiensi tertinggi impeller seakan-akan melayang bebas (floating).
ESP didesain agar bekerja path daerah dekat effisiensi maksimum untuk mengurangi
kerusakan bearing dan washer (tatakan) pompa akibat terjadinya upthrustatau down-thrust.
Temyata dalam prakteknya up-thrust Iebth merusak daripada down-thrust karena washer di
bagian atas lebih luas bidang kontaknya daripada bagian bawahnya. Walaupun deinikian,
perlu dipertahankan agar pompa bekeija path maksimum effisiensi agar tahan lama. Harga
effisiensi maksimum ini biasannya sekitar 55-75 %.
3. Grafik Brake Horse Power
Grafik brake horse power pada Gambar 2.5. menunjukkan input yang diperlukan per-
stage pada tes pabrik. Grafik ini mula-mula naik sedikit demi sedikit dengan naiknya laju
produksi kemudian turun. Hal ini dikarenakan terjadinya efek laju produksi lebih besar dan
turunnya head dan path laju produksi besar turunnya head yang lebih berpengaruh karena
bentuknya lebih curam. Tes pabrik dilakukan dengan air tawar yang viskositasnya 1 cp (32
SSU) dan SG = 1.

Gambar 2.5.
Tipe Pump Performance Curve

2.3.1.3. Kavitasi dan NPSH (Net Positif Suction Head)


Apabila tekanan absolut dan cairan pada titik di dalam pompa berada di bawah
tekanan bubble point (Pb), path temperatur cairannya, maka gas yang semula terlarut di
dalam cairan akan terbebaskan. Gelembung-gelembung gas ini akan mengalir bersama-sama
dengan cairan sampai pada daerah yang mempunyai tekanan lebih tinggi dicapai, dimana
gelembung akan mengecil lagi secara tibatiba yang mengakibatkan shock yang besar pada
dinding di dekatnya. Fenomena ini disebut dengan kavitasi. Hal ini akan menurunkan
efisiensi pompa.
Kejadian ini berhubungan dengan kondisi penghisapan. Apabila kondisi penghisapan
berada di atas tekanan bubble point, maka tidak akan terjadi kavitasi. kondisi suction
ininimum yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kavitasi pada suatu pompa disebut
NPSH (Net Positive Suction head).
NPSH adalah tekanan absolut di atas tekanan bubble point dan fluida yang
dipompakan di depan casing atau di depan impeller stage pertama yang
diperlukan untuk menggerakkan fluida masuk ke dalam impeller.

Gambar 2.6.
Kemungkinan Posisi Impeller

2.3.2. Peralatan Electric Submersible Pump


Gambar 2.7
Susunan Lengkap Peralatan ESP

Peralatan Electric Submersible Pump (ESP) dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu:
1. Peralatan di atas pennukaan.
2. Peralatan di bawah permukaan.
Peralatan di atas dan di bawah permukaan dan Electric Submersible Pump
(ESP) secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.7.
3.3.2.1. Peralatan di Atas Permukaan.
1. Wellhead
Welihead atau kepala sumur dilengkapi
dengan tubing hanger khusus yang mempunyai lubang untuk cable pack off atau
penetrator. Cable pack off ini biasanya tahan sampai tekanan 3000 psi. Tubing
hanger dilengkapi juga dengan lubang untukhidraulic control line, yaitu saluran cairan
hidraulik untuk menekan subsurface ball valve agar terbuka. Welihead juga harus dilengkapi
dengan seal agar tidak bocor pada lubang kabel dan tulang. Welihead didesain untuk tahan
terhadap tekanan 500 psi sampai 3000 psi.

Gambar 2.8.
Cable Pack-Off pada Tubing Hanger

2. Junction Box
Junction Box merupakan suatu tempat yang terletak antara switchboard
dan welihead yang berfungsi untuk tempat sambungan kabel atau penghubung
kabel yang berasal dan dalam sumur dengan kabel yang berasal dan Switchboard.
Junction Box juga digunakan untuk melepaskan gas yang ikut dalam kabel agar
tidak menimbulkan kebakaran di switchboard (Gambar 2.9.).
Gambar 2.9.
Junction Box

3. Switchboard

Gambar 2.10.
Switchboard
Alat ini berfungsi sebagai pengendali atau kontrol di permukaan dan
peralatan pompa yang ditenggelamkan ke dalam sumur. Alat ini merupakan
kombinasi dan motor starter, alat pelindung dan overload/ underload, alat pencatat tegangan
serta kuat arus listrik selama dalam kondisi operasi atau ammeter recording(Gambar 2.10).

4. Variable Speed Drive (VSD)


Sistem ESP dioperasikan dengan frekuensi tetap 50 atau 60 Hz. Secara
umumVariable Speed Drive (VSD) merupakan switchboard yang mempunyai kapasitas
frekuensi yang dapat diubah. VSD digunakan untuk mengubah frekuensi yang masuk ke
dalam AC power menjadi frekuensi lainnya, biasanya berkisar antara 3 0-90 Hz.
Dengan adanya range frekuensi tersebut, akan memberikan keleluasaan dalam
penentuan laju alir produksi yang disesuaikan dengan kemampuan sumur melalui pengaturan
putaran pompa. Dengan pengaturan putaran diharapkan akan didapatkan pemompaan yang
optimum dengan tanpa harus merubah perencanaan jumlah stage. Penentuan besamya
frekuensi output dan VSD yang nantinya merupakan frekuensi putaran pompa dapat
ditentukan melalui beberapa jenis pengontrol (control mode), yaitu:
a. Speed Mode, yaitu pengaturan berdasarkan speed sebagai harga tetapan. Inisal dengan
Speed Mode pada 52 Hz, berarti motor akan tetap pada putaran 52 Hz.
b. Current Mode, yaitu pengaturan berdasarkan running ampere sebagai harga tetapan. Inisal
dengan Current Mode pada 40 Amp, berarti VSD akan mengatur putaran (frekuensi) untuk
menyesuaikan running ampere (40 Amp)
Dengan mengubah frekuensi maka pump performance akan berubah juga. Frekuensi
yang lebih tinggi menyebabkan kecepatan pompa menjadi lebih besar yang akan
memberikan rate produksi dan head lebih besar, maka horse power yang dibutuhkanjuga
menjadi lebih besar.
5. Transformer
Transformer merupakan alat untuk mengubah tegangan listrik, bisa untuk menaikkan
atau menurunkan tegangan. Mat ini terdiri dan core (inti) yang dikelilingi oleh coil dan lilitan
kawat tembaga. Keduanya, baik core maupun coil direndam dengan minyak trafo sebagai
pendingin dan isolasi. Perubahan tegangan
akan sebanding dengan jumlah lilitan kawatnya. Tegangan input transformer biasanya
diberikan tinggi agar ampere yang rendah pada jalur transinisi, sehingga tidak dibutuhkan
kabel (penghantar) yang besar. Tegangan input yang tinggi akan diturunkan dengan
menggunakan step-down transformer sampai clengan tegangan yang dibutuhkan oleh motor.
Gambar 2.11.
Transformer
2.3.2.2. Peralatan di Bawah Permukaan
Peralatan ini dalam satu kesatuan di ujung tubing produksi dan dibenamkan ke dalam fluida
sumur. Adapun peralatan untuk bawah permukaan adalah sebagai berikut:
1. PSI Unit (Pressure Sensing Instruments)
PSI (Pressure Sensing Instrument) adalah suatu alat yang mencatat tekanan dan
temperatur dalam sumur. Secara umum PSI unit mempunyai 2 komponen pokok, yaitu:
a. PSI Down Hole Unit
Dipasang di bawah Motor Type Upper atau Center Tandem, karena alat ini dihubungkan
pada Wyre dan Electric Motor yang seolah-olah merupakan bagian dan Motor tersebut.

b. PSI Surface Readout


Merupakan bagian dan sistem yang mengontrol kerja Down Hole Unit serta
menampakkan (display) informasi yang diambil dan Down Hole Unit.

Gambar 2.12.
Pressure Sensing Instruments
2. Motor Listrik
Motor ini berfungsi sebagai tenaga penggerak bagi unit pompa (prime mover).
Merupakan motor induksi tiga fasa yang terdiri dan dua kumpanan, yaitu stator (bagian yang
diam) dan rotor (bagian yang bergerak). Rotor ini dihubungkan dengan poros yang terdapat
path pompa (shaft) sehingga impeller pompa akan berputar. Karena diameter luarnya terbatas
(tergantung diameter casing), maka untuk mendapatkan horse poweryang cukup maka motor
dibuat panjang dan berganda (tandem).
Motor ini diisi dengan minyak yang mempunyai tahanan listrik (dielectric strength)
tinggi. Minyak tersebut selain berfungsi sebagai pelumas juga berfungsi sebagai tahanan
(isolasi) dan sebagai penghantan panas motor yang ditimbulkan oleh perputaran rotor ketika
motor tersebut bekerja. Panas tersebut dipindahkan dan rotor kehousing motor yang
selanjutnya dibawa ke permukaan oleh fluida sumur yang terproduksi.
Gambar 2.13.
Motor Pompa Benam Listrik

3. Seal Section (Protector)


Protector (Reda) sering juga disebut dengan Seal Section
(Centrilift) atauEqualizer (ODI). Alat ini dipasang di antara gas separator dan motor listrik
yang mempunyai 4 (empat) fungsi utama, yaitu:
a. Untuk mengimbangi tekanan motor dengan tekanan di annulus,
b. Sebagai tempat duduknya Thrust Bearing (yang mempunyai bantalan axial dan
jenismarine type),
c. Untuk meredam gaya axial yang ditimbulkan oleh pompa
d. Sebagai penyekat masuknya fluida sumur ke dalam motor listrik serta memberikan ruang
untuk pengembangan! penyusutan minyak motor sebagai
akibat dan perubahan temperatur dalarn motor listnik pada saat bekerja atau
saat dimatikan.

Gambar 2.14.
Protector
4. Intake (Gas separator)
Intake/Gas Separator dipasang di bawah pompa dengan cara menyambungkan
sumbunya (shaft) memakai coupling. Intake ada yang dirancang untuk mengurangi volume
gas yang masuk ke dalam pompa, disebut gas separator, tetapi adajuga yang tidak yang
disebut Intake atau Standart Intake. Gas separator digunakan untuk sumur yang mempunyai
GOR tinggi dan dapat disambungkan pada pompa untuk memperbaiki efisiensi pompa.

Gambar 2.15.
Gas Separator
5. Unit Pompa
Unit pompa merupakan Multistage Centrfugal Pump, yang terdiri dan:
Impeller, Diffuser, Shaft (tangkai) dan Housing (rumah pompa). Di dalam Housing pompa
terdapat sejumlah stage, dimana tiap stage terdiri dan sata impeller dan satu diffuser. Dalam
pemasangannya bisa menggunakan lebih dan sata (tandem) tergantung dari Head
Capacity yang dibutuhkan untuk menaikkan fluida dan lubang sumur ke permukaan. Impeller
merupakan bagian yang bergerak, sedangkan diffuser adalah bagian yang diam. Seluruh stage
disusun secara vertikal, dimana masing-masing stage dipasang tegak lurus pada poros pompa
yang berputar pada Housing.
Prinsip kerja pompa ini, yaitu fluida yang masuk ke dalam pompa melalui intakeakan
diterima oleh stage paling bawah dan pompa, impeller akan mendorongnya masuk, sebagai
akibat proses sentrifugal maka fluida akan terlempar keluar dan diterima diffuser.

Oleh diffuser, tenaga kinetis (velocity) fluida akan diubah menjadi tenaga potensial
(tekanan) dan diarahkan ke stage selanjutnya. Pada proses tersebut
fluida meiniliki energi yang semakin besar dibandingkan pada saat masuknya.
Kejadian tersebut terjadi terus-menerus sehingga tekanan head pompa
berbanding linier dengan jumlah stages, artinya semakin banyak stages yang
dipasangkan, maka semakin besar kemampuan pompa untuk mengangkat fluida.

Gambar 2.16.
Unit Pompa ES?
6. Unit Kabel Listrik
Power yang dibutuhkan oleh motor disalurkan dan permukaan melalui kabel listrik
yang dilapisi dengan penyekat. Kabel ini ditempatkan sepanjang tubing denganClamp. Unit
kabel ini terdiri atas tiga buah kabel tembaga yang satu sama lain dipisahkan dengan
pembalut terbuat dan karet dan keseluruhannya dibungkus dengan pelindung baja. Ada dua
jenis kabel, yaitu flat cable (pipih) dan round cable (bulat), yang penggunaannya tergantung
pada besarnya ruang (clearances) yang tersedia. Bagian dan kabel biasanya terdiri dan:

a. Konduktor (conductor)
b. Isolasi (insulation)
c. Sarung (sheath) Jaket

Gambar 2.17.
Jenis Flat dan Round Cable
7. Check Valve dan Bleeder Valve
Check Valve dipasang pada tubing (2-3 joint) diatas pompa. Bertujuan untuk menjaga
fluida tetap berada di atas pompa. Bila Check Valve tidak dipasang, maka kebocoran fluida
dan tubing (kehilangan fluida) akan melalui pompa yang dapat menyebabkan aliran balik dan
fluida yang naik ke atas, aliran balik (back flow) tersebut membuat putaran impeller berbalik
arah, dan dapat menyebabkan motor terbakar atau rusak. Check Valve umumnya digunakan
agar tubing tetap terisi penuh dengan fluida sewaktu pompa mati dan mencegah supaya fluida
tidak turun ke bawah..
Bleeder valve berada 1 joint di atas check valve digunakan untuk
mengeringkan fluida ke annulus bila suatu bar (besi) dijatuhkan dalam tubing
untuk membukanya.

8. Centralizer
Berfungsi untuk menjaga kedudukan pompa agar tidak bergeser atau selalu ditengah-
tengah pada saat pompa beroperasi, sehingga kerusakan kabel karena gesekan dapat dicegah.

2.3.3. Perhitungan Electric Submersible Pump


Pada prinsipnya pereneanaan atau desain suatu unit pompa benam listrik untuk
sumur-sumur dengan WC tinggi adalah sama seperti perencanaan unit pompa benam listrik
biasa, dimana dengan maksimalnya laju produksi yang diinginkan maka maksimal juga
produksi air yang terproduksi. Kontrolnya dengan menghitung laju kritis, dimana apabila
besarnya laju produksi minyak yang diinginkan lebih besar dan laju kritis maka terjadi water
coning. Produksi tersebut terus dilakukan karena masih bernilai ekonoinis dan
terjadinya water coning bersifat wajar untuk sumur-sumur tua yang mempunyaiwater
cut yang lebih besar dan 90%.
Perencanaan pompa Electric Submersible Pump dilakukan untuk meinilih ukuran
pompa sesuai dengan kapasitas sumur produksi, peinilihan ukuran motor (HP, Volt, Ampere),
kabel, swachboard serta transformer.
2.3.3.1. Penentuan Laju Produksi Maksimum
Laju produksi suatu sumur yang diinginkan harus sesuai dengan produktivitas sumur.
Path umumnya fluida yang mengalir dan formasi ke lubang sumur lebih dan satu fasa, maka
dalam pengembangan kelakuan aliran tiga fasa dan fonnasi ke lubang sumur dapat
menggunakan analisis dan Metode Vogel. Dengan membuat kurva IPR dan Metode Vogel,
dapat diketahui laju produksi maksimum dan sumur.
2.3.3.2. Peinifihan Ukuran dan Tipe Pompa
Pada umumnya peinilihan tipe pompa didasarkan pada besarnya rate produksi yang
diharapkan pada rate pengangkatan yang sesuai dan ulairan casing (Check clearances).
Peinilihan ukuran dan tipe pompa benam listrik untuk sumursumur dengan WC tinggi
dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:
1. Membuat kurva IPR cairan sehingga diperoleh laju produksi maksimum.
2. Menentukan laju aliran yang direkomendasikan dimana laju tersebut diperoleh dan data
lapangan. Laju produksi tersebut masih dibawah laju produksi maksimum.
3. Menentukan pompa dengan memperhatikan kapasitas produksi dan pompa, dimana pompa
tersebut meiniliki kapasitas produksi maksimum harus lebih besar dan laju produksi yang
direkomendasikan. Range kapasitas dan pompa berada diantara laju produksi yang
direkomendasikan.
4. Mengasumsikan harga laju aliran yang besarnya berada dalam range kapasitas pompa yang
direkomendasikan.
5. Menghitung stage dan harga laju aliran yang memotong kurva IPR cairan.
Secara skematis pabrik pompa telah menyediakan tabel untuk peinilihan tipe pompa
yang dikehendaki.

2.3.3.3. Perkiraan Pump Setting Depth (PSD)


1. Static Fluid Level
Static fluid level adalah posisi fluida pada saat sumur dalam keadaan mati (tidak
diprocluksikan), sehingga tidak ada aliran, maka tekanan didepan perforasi sama dengan
tekanan static sumur ditunjukkan oleh Gambar 2.18. Sehingga kedalaman permukaan fluida
di annulus (SFL, ft) adalah:

\Keterangan:
SFL = Static Fluid Level, ft
Dmjd perf = Kedalaman perforasi, ft
Ps = Tekanan Statik sumur, psi
Pc = Tekanan di casing, psi
Gf = Gradien tekanan fluida, psi/ft

Gambar 2.18
Static Fluid Level
2. Working Fluid Level
Bila sumur diproduksikan dengan rate produksi sebesar q (BPD), dan
tekanan aliran dasar sumur adalah Pwf (psi) ditunjukkan oleh Gambar 2.19, maka
ketinggian (kedalaman bila diukur dan permukaan) fluida di annulus adalah:

Keterangan:
WFL = Working Fluid Level, ft
Dmid perf = Kedalaman Perforasi, ft
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi
Pc = Casing Head Pressure, psi
Gf = Gradien tekanan fluida, psi/ft

Gambar 2.19.
Working Fluid Level

3. Suction Head (Tinggi Hisap)


Di dalam silinder atau torak yang semula berada di permukaan cairan
(dalam bak) air akan naik mengikuti torak sampai mencapai ketinggian Hs, yaitu:

Keterangan:
Hs = Suction head, ft.
P = Tekanan permukaan cairan, psi.
p = Densitas fluida, ib/cuft.

4. Kavitasi dan Net Positive Suction Head (NPHS)


Tekanan absolut pada cairan pada suatu titik di dalam pompa berada di bawah
tekanan saturasi (Pb) pada temperatur cairan, maka gas yang semula terlarut dalam cairan
akan terbebaskan. Gelembung-gelembung gas ini akan mengalir bersama-sama dengan cairan
sampal path daerah yang meiniliki tekanan

tinggi akan dicapai, dimana gelembung tadi akan mengecil. Fenomena ini disebut sebagai
kavitasi yang dapat menurunkan efisiensi dan merusak pompa.
Kejadian ini berhubungan dengan kondisi penghisapan dan apabila kondisi
penghisapan berada diatas Pb, maka kavitasi tidak terjadi. Kondisi ininimum yang
dikehendaki untuk mencegah kavitasi pada suatu pompa disebut Net Positive Suction
Head (NPHS). NPHS adalah tekanan absolut diatas tekanan saturasi yang diperlukan untuk
menggerakkan fluida masuk ke dalam pompa.

2.3.3.3.1. Pump Selling Depth (PSD) Minimum


Pump setting depth ininimum merupakan keadaan yang diperlihatkan dalam Gambar
2.20 (B). Posisi ininimum dalam waktu yang singkat akan terjadi pump-off, oleh karena
ketinggian level fluida di atas pompa relatif sangat kecil atau pendek sehingga hanya gas
yang akan dipompakan. Path kondisi ini Pump Intake Pressure (PIP) akan menjadi kecil. PIP
mencapai di bawali harga Pb, maka akan terjadi penurunan effisiensi dan pompa (disebabkan
terbebasnya gas dan larutan). PSD minimum dapat ditulis dengan persamaan:

2.3.3.3.2. Pump Setting Depth (PSD) Maximum


Merupakan keadaan yang ditunjukkan oleh Gambar 2.20 (C). Posisi maksimum juga
kedudukan yang kurang menguntungkan. Keadaan ini memungkirikan terjadinya overload,
yaitu pengangkatan beban kolom fluida yang terlalu berat. PSD maksimum dapat
didefinisikan:

2.3.3.3.3. Pump Setting Depth Optimum


Merupakan kedudukan yang diharapkan dalam perencanaan pompa benam listrik
seperti dalam Gambar 2.20 (D). Pompa dalam keadaan optimum, untuk menentukan
kedalaman yang optimum tadi (agar tidak terjadi pump-off dan overload serta sesuai dengan
kondisi rate yang dikehendaki), maka kapasitas pompa yang digunakan harus disesuaikan
dengan produktivitas sumur.
Penentuan PSD optimum ini dipengaruhi oleh terbuka dan tertutupnya casing
head yang mana akan mempengaruhi tekanan casing atau tekanan yang bekerja path
perinukaan dan fluida di annulus. Kejadian ini mempengaruhi besarnya suction headpompa.
Untuk casing head tertutup, maka:

Untuk casing head terbuka, maka :

Gambar 2.20.
Berbagai Posisi Pompa Pada Kedalaman Sumur

2.3.3.4. Peiniihan Motor


Pemilihan ukuran motor dilakukan dengan menentukan horse power yang
diperlukan pada setiap tingkat pompa yang dapat dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut:
Brake HP motor = Jumlah stage x HP/stage x SGw (2-23)
Untuk sumur dengan water cut (WC) tinggi:
Brake HP motor = Jumlah stage x HP/stage x SGf ... (2-24)
`Peinilihan motor baik single motor maupun tandem didasarkan pada tabel yang di
sediakan oleh pabrik pembuatnya. Bila besarnya horse power yang dibutuhkan motor pada
hasil perhitungan tidak tersedia dalam tabel, maka dipilih motor yang meinilikihorse
power lebih besar yang mendekati. Peinilihan ukuran motor sesuai dengan totalhorse
power yang dibutuhkan dan dengan meinilih ukuran volt yang lebih tinggi akan lebih
ekonoinis.

Gambar 2.21.
Kurva Kecepatan Fluida yang Melewati Motor

Dengan menggunakan Chart Fluid Velocity Passing a Motor (Gambar 2.2 1.) dapat
diketahui harga kecepatan cairan yang melewati housing motor dengan laju produksi yang
diketahui dan jika besarnya kecepatan cairan >1 fi/detik maka motor tidak memerlukan
shroud untuk pendingin motor tetapi
apabila kecepatan cairan <1 fildetik, maka disarankan menggunakan shroud untuk
mendinginkan motor.
2.3.3.5. Peinilihan Kabel Listrik
Peinilihan kabel listrik ditentukan oleh besarnya arus listrik yang mengalir,
penurunan voltage, serta clearance antara tubing collar dengan casing. Dianjurkan untuk
meinilih jenis kabel yang mempunyai penurunan voltage dibawah 30 voltJl000 ft. Panjang
kabel ditentukan berdasarkan kedalaman pompa ditambah 100 ft untuk keperluan di
permukaan. Penurunan voltage sepanjang kabel dapat dilihat pada grafik Gambar 2.22.
Gambar 2.22.
Cable Votage Drop
Prosedur peinilihan kabel adalah sebagai berikut:
a. Periksa clearance antara ID casing dengan OD maksimum unit pompa (yaitu OD terbesar
diantara motor, pompa, flat cable dan flat cable guard & clamp)
harus lebih besar dan 0.126 inch.
b. Pilih kabel yang sesuai dengan temperatur dasar sumur dan sesuai dengan voltagemotor.
2.3.3.6. Peinilihan Switchboard dan Transformer
Peinilihan transformer dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tentukan penurunan voltage per 1000 ft untuk tipe kabel dan gunakan grafik
cable loss chart. Tentukan faktor koreksinya.
2. Tentukan penurunan voltage untuk panjang keseluruhan
Panjang kabel = kedalaman pompa + 100 ft........................................... (2-25)
Voltage drop = panjang kabel x faktor koreksi x penurunan voltage...... (2-26)
3. Voltage yang hams disuplai oleh transformer merupakan jumlah voltage yang
dibutuhkan motor ditambah dengan penurunan voltage:
Voltage transformer = voltage motor + penurunan voltage..................... (2-27)
4. Ukuran KVA transformer dihitung dengan:
KVA = Voltage supply x Ampere Motor x 1.73.................................... (2-28)
1000
5. Berdasarkan voltage yang akan disuplai dan besamya KVA dipilih tipe
transformemya.
Switchboard dipilih berdasarkan besarnya voltage motor, horse power
serta ampere beban motor.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian tugas akhir berjudul Konversi ArtWcial Ljft Dan Sucker Rod Pump
Menjadi Electrical Submersible Pump Pada Sumur AFL-21 Lapangan AFL di PT.
Pertamina EP Asset 2 Field Prabumulih dilakukan dengan berbagai tahap kegiatan.

31. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 05 Mei 04 Juni 2014 di PT. Pertamina EP
Asset 2 Field Prabumulih.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang dilakukan penulis yaitu dengan cara mengumpulkan
data dan studi literatun dan melakukan analisa terhadap data, setelah itu melakukan
pembahasan terhadap objek tersebut.
3.2.1 Studi Literatur
Tahap studi literatur dilakukan dengan pengumpulan sumber informasi yang berasal
dan referensi maupun data perusahaan yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Studi literatur
ini dilakukan sebelum dan selama penelitian ini berlangsung.
3.2.2 Metode Kualitatif
Metode kualitatif, dengan mengadakan komunikasi langsung dengan pembimbing
lapangan, Pump Tehnical, karyawan yang bertugas di WOWS dan semua pekerja yang ada di
PT. Pertamina EP Asset 2 Field Prabumulih.
3.2.3 Pengamatan Langsung
Pengamatan ini dilakukan untuk mencani data yang berkaitan dengan permasalahan
yang akan dibahas, yaitu pengumpulan data tertulis, yaitu pengumpulan data dengan
meininta soft copy dan hard copy kepada pekerja serta literatur yang bersangkutan dengan
pembuatan laporan Tugas Akhir (TA).

3.2.4 Konsultasi
Melakukan suatu diskusi dengan pembimbing lapangan dan staf pump technical yang
ada di WOWS guna mendapatkan informasi ataupun data yang berkaitan dengan masalah
yang dibahas.

FLOW CHART DESIGN ESP


Gambar 3.1
Flow Chart Design ESP

BAB III
PERENCANAAN ELECTRICAL SUBMERSIBLE PUMP (ESP)
PADA SUMUR AFL-21 LAPANGAN AFL
4.1. Profit Sumur AFL-21
Sumur AFL-21 merupakan salah satu sumur yang terletak pada struktur AFL dan
termasuk di dalam wilayah keija Area Operasi Timur PT. Pertamina EP Asset 2 Prabumulih
Field. Sumur AFL-21 terletak path koordinat permukaan dan koordinat target E442,459 m
dan N=9,6 15,737 m, serta secara geografis terletak 5 km sebelah tenggara kota Prabumulih.
Sumur AFL-21 ditajak pada tanggal 26 April 2012, jam 00:00 WIB pada Trayek 17 V2.
hingga mencapai kedalaman akhir 1400 mMD pada pukul 18:00 WIB tanggal 27 April 2012.
Berikut trayektrayek pada Sumur AFL-21 beserta kedalamannya:

Kemudian pada kegiatan komplesi pada sumur AFL-21 dilakukan perforasi pada zona
perforasi di kedalaman 1334.7 m untuk mengalirkan fluida. Ukuran tubing yang dipakai path
sumur AFL-21 adalah 2-7/8 (2.44 1 ID) sedangkan ukuran casing yang dipakai adalah 7
(6.336 ID).

4.2. Alasan ditakukannya Konversi Artificiat Lift Dan SRP menjadi ESP
Sebelum dilakukan perencanaan Konversi ArtfIcial Lift dan SRP menjadi
ESP perlu terlebih dahulu kita ketahui dasar apa yang menjadi alasan dilakukan
Konversi tersebut. Alasan dilakukannya Konversi Artificial Ljft dan SRP menjadi
ESP path Sumur AFL-2 1 adalah Rendahnya produksi Sumur AFL-2 1 dengan
menggunakan SRP. Dalam hal ini Sumur AFL-2 1 tidak berproduksi dengan
optimal karena berdasarkan kurva performa sumur (IPR) maka diketahui bahwa sumur
tersebut masih bisa ditingkatkan produksinya (gross up).
Cara pengoptimalan produksi pada sumur AFL-2 1 tersebut sebenamya dapat
dilakukan dengan mengganti Artificial Lift yang ada (SRP) dengan metode Artificial Liftyang
lain seperti Gas Lift, Electric Submersible Pump (ESP), Progressing Cavity
Pump(PCP), Hydraulic Pump Unit (HPU) dan lain sebagainya.
Pada PT. Pertamina EP Aset 2 Prabumulih Field hanya menggunakan Gas Lift, Sucker
Rod Pump (SRP) dan Electric Submersible Pump (ESP) sebagai Artificial Lift. Hal ini
menunjukan bahwa dalam pengoptimalan produksi hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan Gas Lift ataupun ESP.
Ada beberapa alasan/faktor yang mendasari kenapa kita meinilih ESP sebagai
pengganti SRP dalam pengoptimalan produksi Sumur AFL-2 1, diantaranya adalah:
1. Production Rate : ESP didesain untuk bisa memproduksi fluida dengan rate yang tinggi,
sedangkan SRP tidak dianjurkan untuk berproduksi dengan rate yang besar I produksi yang
tinggi.
2. Kedalaman Sumur : Untuk ESP kedalaman sumur tidak menjadi masalah, yang terpenting
adalah produksi sumur yang cukup tinggi. Untuk SRP maksimum kedalamannya 14000 ft,
tetapi karena terlalu banyak rod yang dibutuhkan maka bebannya juga semakin besar
sehingga kedalamannya dibatasi, efektifhya sekitar 500 BPD@7500 ft dan 150 BPD@14000
ft.
3. Ketersediaan alat : Karena PT. Pertamina EP Asset 2 Prabumulih Field meiniliki kontrak keija
sama dengan perusahaan jasa EJP yang menyediakan ESP maka untuk ketersediaan ESP
sendiri bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Sedangkan untuk SRP ketersediaan alatnya
sangat terbatas, inisalnya saja pompa yang diiniliki hanya yang berukuran 4 inch yang hanya
bisa memproduksikan antara 1400-1700 BFPD dan juga Rod yang terbatas.

4. Life Time pompa / hambatan : Diharapkan dengan menggunakan ESP umur


produksinya lebih lama jika dibandingkan dengan SRP sehingga tidak terlalu sering
dilakukan perawatan sumur.
4.3. Perencanaan Konversi ArtflciaI Lift dan SRP Menjadi ESP
Tahapan dalam perencanaan Konversi SRP menjadi ESP path sumur
AFL-21 sebagal berikut:
1. Evaluasi potensi Sumur dengan pembuatan kurva IPR Sumur AFL-2 1
2. Perencanaan ESP yang akan digunakan pada Sumur AFL-2 1
Perencanaan Electric submersible pump (ESP) yang dimaksud disini
adalah perencanaan pompa, ukuran motor, peinilihan kabel, peinilihan transformer dan
peinilihan switchboard pada Sumur AFL-2 1 Lapangan AFL sesuai dengan laju produksi
yang diharapkan.
4.3.1 Pembuatan Kurva IPR
A. Pembuatan Kurva IPR
Metode perhitungan Inflow Performance Relationship (IPR) yang digunakan
berdasarkan metode .1 V. Vogel untuk aliran multi fasa gas dan minyak. Data-data
tekanan flowing, tekanan statis dan laju produksi yang digunakan merupakan hasil
pengukuran langsung dan Sumur AFL-2 1.
Untuk perhitungan IPR digunakan data penunjang:

Langkah-langkah perhitungan IPR:


1. Penentuan SG campuran dan gradien tekanan
a. Water phase Sp. Gravity = WC x Water SG
=0.91 x 1.02
= 0.9282
b. Oil phase Sp. Gravity = Oil cut x Oil SG
= (1 - 0.91) x 0.86
=0.774
c. Sp. Gravity Campuran = Oil phase Sp. Gravity + Water phase Sp.
Gravity
= 0.774 + 0.9282
= 1.0056
d. Gradient Fluida =Sp. Gravity Fluida Camp. x 0.433 Psi/ft
= 1.0056 x 0.433 Psi/ft
= 0.4354 Psi/ft
2. Penentuan tekanan reservoir (Ps) dan tekanan alir dasar sumur (Pwf)
a. Ps = (Dinidfer SFL) x Gf
= (4380.79 557.77) x 0.4354
= 1664.64 Psi
b. Pwf = (Dinidfer WFL) x Gf
= (4380.79 1640.50) x Gf
= 1193.19 Psi

3. Menghitung Indeks Produktifitasnya:

4. Menghitung Qt maksimum:

Sehingga untuk berbagai harga Pwf diperoleh harga harga Q sebagai berikut:

Tabel 4-3
Hasil perhitungan IPR Sumur AFL-21 metode J. V Vogel
Harga Q untuk berbagai harga Pwf

Gambar Plot kurva IPR untuk sumur AFL-21, hubungan antara q dengan berbagai
harga Pwf dapat dilthat pada Gambar 4.1.
Kurva IPR ini dibuat dengan tujuan untuk menentukan potensi sumur minyak yaitu
untuk menghitung kemampuan reservoir mengalirkan minyak ke dalam sumur. Kemampuan
ini dinyatakan dalam hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap laju produksi (kurva
Inflow Performance Relationship).
Setelah plot kurva IPR dilakukan maka langkah selanjutnya dapat ditentukanlah
laju alir yang diharapkan dan sumur AFL-2 1.

Gambar 4.1
Kurva IPR Sumur AFL-21

Dengan melihat kurva IPR Sumur AFL-21 diatas dapat disimpulkan


bahwa Sumur AFL-21 tersebut belum berproduksi secara optimal. Hal inilah yang
mendasari untuk dilakukan konversi artificial lift dan SRP menjadi ESP.

4.4 Perencanaan ESP yang akan digunakan di Sumur AFL-21.


Penentuan jenis pompa dan peralatan ESP yang akan digunakan pada
Sumur AFL-21 dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

4.4.1 Penentuan laju prodnksi yang diharapkan


Penentuan laju produksi fluida yang diharapkan dengan menggunakan pompa ESP
dilakukan dengan melihat kemampuan produksi sumur (kurva IPR). Laju produksi fluida
yang diharapkan pada perencanaan ESP dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil
harga laju produksi fluida di bawah harga laju r,roduksi maksimum Sumur AFL-21
Penentuan harga laju produksi fluida yang diharapkan pada sumur dilakukan dengan
mempertimbangkan besarnya harga tekanan alir dasar sumur yang diperlukan untuk
menghasilkan laju produksi fluida yang diharapkan.
Pada Sumur AFL-21, laju produksi fluida yang diharapkan dan perencanaan pompa
ESP adalah 75 % dan harga Qt max yaitu
Q= 75 %xQtmax
= 75%x 1036.77
= 777.58 BFPD
= 778 BFPD

Pwf pada Q = 778 BFPD adalah sebesar 747 psi. Berdasarkan hasil plot dapat ditentukan
seperti gambar dibawah ini:

Gambar 4.2
Plot Kurva Penentuan Laju Alir Harapan Sumur AFL-21
Gambar 4.3
Kurva Outflow Sumur AFL-21
4.4.1.1 Peinilihan pompa ESP, motor, kabel, transformer dan swicthboard.
1. Data
Data yang diperlukan dalam perhitungan peinilihan pompa ESP pada Sumur AFL-21
ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4-4 Data Sumur AFL-21

2. Perkiraan Kedalaman DFL pada LajuProduksi Fluida yang Diharapkan dan


Penentuan Pump Setting Depth.
a. Perkiraan Kedalaman DFL
Kedalaman DFL ditentukan berdasarkan tekanan dasar sumur dimana akan diperoleh
laju produksi yang diharapkan, dapat dihitung dengan persamaan:
b. Penentuan Pump Setting Depth
Penentuan kedalaman pompa dilakukan dengan melihat pengaruh ketinggian fluida di
atas pompa terhadap tekanan intake pompa, dan laju produksi fluida yang masuk ke dalam
pompa, dimana ketinggian fluida di atas pompa adalah sebesar 200 ft, sehingga kedalaman
pompa dapat ditentukan dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut.

3. Penentuan Pump Intake Pressure (PIP)


a. Perbedaan Kedalaman = Inid Perforasi-Pump Setting Depth (PSD)
= 1335.20873.28m
5. Penentuan Jenis Pompa, Motor, Kabel, Transformer, dan Switchboard.
Peinilihan pompa ESP yang digunakan disesuaikan dengan range
capacityberbagai pump performance curve yang tersedia. Jenis pompa yang dapat
dipergunakan sesuai dengan laju alir fluida total yang diharapkan pada sumur AFL-21
sebesar 778 BPD. Berdasarkan data laju alir desain ESP, dapat ditentukan jenis pompa yang
akan digunakan sesuai dengan spesifikasi yang tersedia, pompa yang dapat digunakan adalah
merk EJP, maka jenis-jenis pompa yang sesuai untuk sumur x adalah 1ND-750, IND-1000,
dan 1ND-1300.
Dengan pertimbangan produksi yang diharapkan maka dipilihlah pompa 1ND-i000,
50 Hz dengan range optimum 500-1500 BPD yang paling memenuhi laju alir total yang
diharapkan.
Perhitungan selanjutnya dilakukan untuk pompa ESP, yang meliputi jumlah tingkat
pompa (stage), jenis motor, jems kabel, transformer, dan switchboard.

a. Penentuan Head Capacity per stage


Head per stage didapat dan pembacaan pump performance curve untuk Qtotai = 778
BLPD. Untuk pompa tipe 1ND-1000, besarnya adalah 16.75 ftlstage.

b. Penentuan Jumlah Stage


Jumlah stage pompa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (ft/stages
didapat dan pump performance curve):

Maka jumlah stages yang dibutuhkan pada pompa 1ND-750 sebanyak 172 stage.

c. Penentuan Besar Effisiensi Pompa


Besarnya effiesiensi pompa 1ND-1000 pada laju alir produksi 778 BLPD yang
terbaca pada pump performance curve ialah 58 %.

d. Peinilihan Motor
Dalam peinilihan motor, pertama-tama ditentukan terlebih dahulu besarnya horse
power motor load per stage pada pump performance curve. Dan laju produksi yang
diharapkan sebesar 778 BFPD didapat besarnya HP motor load pompa IND-1000 sebesar
0.163 HP/stage.
Horse power total yang diperlukan adalah hasil kali antara jumlah tingkat pompa,
besarnya HP/stage dan spesific gravity fluida (spesific gravity air digunakan pada sumur-
sumur dengan water cut tinggi,> 80 %). Sehingga besamya HP yang dibutuhkan pompa
adalah:

Berdasarkan perhitungan diatas HP total adalah 26.78 HP. Setelah diketahui


kebutuhan horse power total maka dapat dipilih jenis motor yang akan digunakan (lampiran).
Berdasarkan katalog, jenis motor yang dapat digunakan untuk pompa IND-1000 adalah seri
456-S Type 50 HP 808 V/ 39
A.
Velocity offluid passing motor pada jenis motor yang terpilih dapat dihitung dengan
persamaan:

Besarnya velocity offluid passing motor sebesar 0.47 ft/sec < 1 ftlsec maka perlu
digunakan shroud (jacket) untuk cooling motor.
e. Penentuanjenis kabel dan besarnya voltase
Peinilihan kabel termasuk diantaranya ialah peinilihan ukuran kabel, tipe/jenis kabel
dan panjang kabel. Reda telah membuat grafik-grafik penurunan voltage pada kabel untuk
beberapa harga ampere motor yang berbeda.
1) Penentuan panjang kabel (L) dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Berdasarkan pembacaan harga arus listrik (A) dan tegangan listrik (Vmotor) yang
dibutuhkan untuk jenis motor yang bersangkutan, maka dapat dipilih jenis kabel pada
lampiran. Peinilihan jenis kabel sebaiknya meinilih jenis kabel yang meiniliki kehilangan
tegangan dibawah atau sekitar 30 volt tiap 1,000 ft. Maka dipilihlah jenis kabel #4AL.
Hasil pembacaan voltage loss (Volatge Drop/bOO, ft) yang didapat dan chart
berdasarkan amphere motor kemudian digunakan untuk perhitungan voltage drop kabel.
2) perhitungan voltage drop kabel dengan menggunakan persamaan berikut:

Dan hasil chart dan perhitungan didapaI harga-Voltage Drop/1000 adalah 29 sehinggaVoltage
Drop pada Kabel sebesar 85.99 volt.
Untuk ukuran casing OD 7, ID 6.366 dan pompa yang dipilih adalah ND- 1000 yang
mempunyai Outside Diameter 4 Inchi, maka kabel yang sesuai adalah:
Jadi, kabel yang dipilih harus meiniliki ukuran yang lebih kecil atau sama dengan
1.183 inch. Sesuai dengan OD kabel yang diijinkan, maka jenis kabel yang dipilih: 3KV
Parallel Redalene, cable size 4, OD 0,57 in x 1,53 in, berat 1,06 lbs/fl.
b) untuk Round cable.

Sesuai dengan OD kabel yang diijinkan, makajenis kabel yang dipilih: 3KV Round redalene,
cable size 4, OD 1,11 in, berat 1,15 lbs/fl

f. Peinilihan Transformer dan Switchboard


Menentukan jenis switchboard yang akan dipakai perlu diketahui terlebih dahulu
berapa besarnya voltage total yang akan bekerja pada switchboard tersebut.
BesarnyaVoltage total atau tegangan yang bekerja pada switchboard dapat dihitung dan
persamaan berikut ini:
1) Perhitungan Voltage Total
Vtotal = Vmotor + /Vkabe1
Vtotal = 808 + 85.99 = 893.99 volt
Perhitungan selanjutnya adalah perhitungan besarnya KVA yang dibutuhkan oleh
transformer pada saat pengoperasian nantinya.
2) Perhitungan Besar KVA

Dari hasil perhitungan didapat harga Voltage total sebesar 60.31 KVA. Pemilihan
transformer yang dapat digunakan dilihat berdasarkan lampiran. Sedangkan pemilihan
switchboard dapat ditentukan berdasarkan lampiran.
BABV.
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Berdasarkan parameter test produksi pada Sumur AFL-2 1 PT. Pertamina Asset 2 Field
Prabumuith, dapat dihitung produktivitas formasi sumur dengan menggunakan Metode
Vogel, dimana laju produksi maksimum sebesar
1036.77 BFPD.
2. Produksi sumur AFL-2 1 dapat ditingkatkan hingga produksi optimumnya sebesar 778 BFPD
(dan produksi sebelumnya menggunakan pompa SRP yaitu sebesar 462 BFPD).
3. Pompa yang tersedia yang dapat diusulkan untuk digunakan pada sumur AFL21, yaitu pompa
IND-750, 1ND-1000, dan 1ND-1300.
4. Pompa yang paling efisien untuk Sumur AFL-21 adalah pompa 1ND-1000, 50 Hz,
dengan range optimum 500-1500 BFPD. karena pompa tersebut mempunyai effisiensi pompa
tertinggi sebesar 58 %, serta meiniliki jumlah stage 172 stage.
5. Untuk ukuran casing OD 7, ID 6.366 flat cable yang dipilih adalah 3KV Parallel Redalene,
cable size 4, OD 0,57 in x 1,53 in, berat 1,06 lbs/ft. Sedangkan untukround cable jenis kabel
yang dipilih adalah 3KV Round redalene, cable size 4, OD 1,11 in, berat 1,15 lbs/ft.
Dan KVA yang dibutuhkan oleh transformer pada saat pengoperasian yaitu sebesar 60.31
KVA.

DAFTAR PUSTAKA

Centrilift, Electric Submersible Pumping System Handbook, 6th Ed, 1997.


Brown, K.E., et al, The Technology OfArtjficial Lift Method, Volume 2b, The Petroleum Publishing
Company. Tulsa. 1980.

Sucardi, B., Jecson, Pengangkatan Buatan Dengan Pompa Listrik Submersible Jurusan Teknik
Perminyakan, Fakultas Teknologi
mineral, UPN Veteran Yogyakarta, 2009.

Warso, Suyono. 2011. Metode ArtUlcial Lfi dengan Menggunakan ESP, (online),
(http://suryonowarso.blogspot.comJ2O 11/01 /ESP.html,
diakses 17 Juli 2014).

Diposting oleh Reza Apriansyah di 15.05


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

2 komentar:
1.

devi aulia firdayeni17 April 2017 09.17

assalamualaikum mas reza , sangat bermanfaat sekali postingan nya


bagi saya, mas boleh ga devi minta ta mas reza ni dalam bentuk softfile
kirim ke email mas? untuk referensi mas, kalau d blog ini rumus2 nya ga
keliatan mas , thanks mas reza apriansyah
Balas
2.

devi aulia firdayeni17 April 2017 09.18

assalamualaikum mas reza , sangat bermanfaat sekali postingan nya


bagi saya, mas boleh ga devi minta ta mas reza ni dalam bentuk softfile
kirim ke email mas? untuk referensi mas, kalau d blog ini rumus2 nya ga
keliatan mas , thanks mas reza apriansyah
Balas

Posting Lebih BaruBeranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)


Mengenai Saya

Reza Apriansyah
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog

2015 (5)
o Juni (5)
contoh tabel transkip nilai sementara
lanjutan tugas aplikom
master piece tugas aplikom
Tugas Aplikom
materi TA tentang artificial lift dan esp di suatu...
Tema Sederhana. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai