TUGAS SARJANA
Oleh:
TUGAS AKHIR
Oleh :
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik pada
Program Studi S1 Teknik Perminyakan
Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan
Disetujui oleh :
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Mengetahui :
Ketua Prodi S1 Teknik Perminyakan
iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI
TUGAS AKHIR
Oleh :
(Risna, ST, M.Si) (Rohima Sera Afifah, S.T.,M.T) (Aprilino Alfa Kurmasela,
NIDN. 1120088602 NIDN. 1117098601 S.Pd.,M.SC)
NIDN.
Mengetahui :
a/n Ketua STT Migas Balikpapan
Wakil Ketua 1 Bidang Akademik
STT Migas Balikpapan
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, saya panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
Tugas Akhir ini dengan baik. Dengan rasa bangga dan syukur, saya
persembahkan Tugas Akhir ini kepada :
Kedua orang tua saya tercinta, bapak Arifin dan ibu Syamsiah, saudara
saya, kakak Akbar dan kakak Sri Rahmawati, serta keluarga besar yang selalu
memberi dukungan berupa materi, moril serta do’a yang tak henti-hentinya
mereka panjatkan demi kelancaran saya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Teman-teman seperjuangan angakatan 2017 khususnya untuk seluruh
teman-teman yang ada di kelas Teknik Perminyakan B 2017 dan juga teman-
teman IATMI serta LDK AMM. Semoga kita semua diberi kemudahan dalam
menggapai kesuksesan kedepannya, Aamiin.
v
EVALUASI DAN OPTIMASI
ARTIFICIAL LIFT ELECTRICAL Andi Sri Ervina
Judul
SUBMERSIBLE PUMP (ESP) PADA
SUMUR “SF-13”
Program
TeknikPerminyakan 17.01.217
Studi
Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan
Abstrak
vi
EVALUATION AND OPTIMIZATION
OF ARTIFICIAL LIFT ELECTRICAL Andi Sri Ervina
Title
SUBMERSIBLE PUMP (ESP) "SF-
13"
Abstract
The method of lifting the fluid reservoir to the surface has three stages,
namely primary recovery, secondary recovery and tertiary recovery. When
starting production, primary recovery methods are used, namely natural flow
and artificial lift. If the reservoir pressure is no longer able to produce fluids
naturally, then the artificial lift method is used, namely the artificial lift
method which can increase the pressure on the fluid reservoir so that it can
flow to the surface.
The well "SF-13" has been installed with an Artificial Lift type of
Electric Submersible Pump (ESP).However, this well has a production flow
rate that is not yet optimum. Based on this, an evaluation was carried out on
the installed Electric Submersible Pump (ESP) and optimization by
redesigning the Electric Submersible Pump (ESP) to get the best
productivity.The first thing to do is create an IPR curve that will describe the
current condition of the well by calculating the value of the maximum flow
rate (Qmax) first using the Vogels IPR method.
The results of the IPR curve analysis using manual calculations show
that the well "SF-13" has a maximum flow rate of 652.23 BFPD.Based on
this, it can be concluded that the well "SF-13" can still be optimized by
changing the type of ESP pump installed, namely NFO 150.The results of the
redesign that were properly used in the “SF-13” well were the D460N pump
type with the REDA 375 Series motor type and the #4CU cable type.Based on
this optimization, an increase the flow rate of 392.78 BFPD was obtained,
from 129 BFPD to 521.78 BFPD with a Qoil value of 481.40 BOPD.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan oleh
pemilik ilmu yang maha luas Allah SWT kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul EVALUASI DAN OPTIMASI
ARTIFICIAL LIFT ELECTRICAL SUBMERSIBLE PUMP (ESP) PADA SUMUR
“SF-13” sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program Strata (S1) Teknik
Perminyakan Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan.
Terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah berperan
dan membantu penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini terutama kepada :
1. Bapak Dr. M., Lukman S.T., M.T. selaku Ketua STT Migas Balikpapan.
2. Bapak Bambang Sugeng, S.T., M.T. selaku Wakil Ketua 1 STT Migas
Balikpapan.
3. Bapak Abdi Suprayitno, ST., M.Eng selaku Ketua Program Studi S1
Teknik Perminyakan .
4. Bapak Amiruddin, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik
saya yang telah membimbing dan memberi arahan selama menjalani
perkuliahan di STT Migas Balikpapan.
5. Bapak Ir. Andry Halim, MM selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir 1.
6. Ibu Risna, ST, M. Si selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir 2.
7. Ibu Erni Tri Lestari selaku pembimbing Tugas Akhir saya di PT.Pertamina
EP Asset 5 Balikpapan.
8. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan.
Penulis memohon maaf atas kesalahan-kesalahan yang masih terdapat
dalam laporan Tugas Akhir ini, saran dan kritik sangat dibutuhkan untuk
membantu berkembangnya laporan ini.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR ISI
(LANJUTAN)
BAB III TEORI DASAR .............................................................................. 10
3.1. Produktivitas Formasi ............................................................................. 10
3.1.1. Productivity Index (PI) ................................................................ 10
3.2. Inflow Performance Relationship (IPR) .................................................. 11
3.2.1. Inflow Performance Relationship (IPR) 1 Fasa ............................ 12
3.2.2. Inflow Performance Relationship (IPR) 2 Fasa ............................ 13
3.2.3. Inflow Performance Relationship (IPR) 3 Fasa ............................ 14
3.3. Artificial Lift ........................................................................................... 15
3.3.1. Electrical Submersible Pump ....................................................... 15
3.3.1.1. Peralatan Electrical Submersible Pump .......................... 16
3.3.2. Karakteristik Kinerja Pompa ESP ................................................ 22
3.3.2.1. Kurva Kelakuan Electrical Submersible Pump ............... 22
3.3.3. Evaluasi dan Desain Electrical Submersible Pump (ESP) ............ 23
3.3.3.1. Penentuan Gradien Fluida .............................................. 23
3.3.3.2. Perkiraan Pump Setting Depth ....................................... 24
3.3.3.3. Perkiraan Pump Intake Pressure .................................... 25
3.3.3.4. Perkiraan Total Dynamic Head ...................................... 25
3.3.3.5. Pemilihan Ukuran Dan Tipe Pompa ............................... 26
x
DAFTAR ISI
(LANJUTAN)
DAFTAR PUSTAKA
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR TABEL
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1. Menentukan nilai laju alir maksimum (Qmax) berdasarkan model grafik
Inflow Performance Relationship (IPR) pada Sumur “SF-13” dengan
menggunakan metode IPR Vogels.
2. Melakukan evaluasi kinerja Artificial Lift Electrical Submersible Pump (ESP)
yang telah terpasang pada Sumur “SF-13” dengan menghitung nilai efisiensi
pompa yang digunakan.
3. Melakukan optimasi pada Sumur “SF-13” dengan cara melakukan desain
ulang pompa Artificial Lift Electrical Submersible Pump (ESP).
2
BAB III Teori Dasar
Dalam bab ini dijelaskan mengenai teori dasar dari ilmu terapan yang
digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini.
BAB IV Analisis dan Perhitungan
Pada bab ini, dilakukan analisis dan perhitungan terhadap semua
permasalahan yang kemudian akan dibahas dengan lebih detail.
BAB V Pembahasan
Bab ini membahas mengenai bab empat dan analisis yang akan
dilakukan terhadap hasil perhitungan serta data-data yang ada.
BAB VI Kesimpulan
Bab ini merupakan kesimpulan dari pembahasan dan perhitungan
yang telah dijelaskan sebelumnya.
3
BAB II
TINJAUAN UMUM LAPANGAN
SRV
4
Stratigrafi regional Cekungan Kutai secara berurutan dari tua ke muda
terdiri dari beberapa formasi. Formasi-formasi tersebut adalah sebagai berikut
(Satyana et all, 1999) :
1. Formasi Beriun
Formasi Beriun terdiri dari batulempung, yang di selang seling dengan
batupasir dan batugamping. Formasi Beriun memiliki umur Eosen Tengah –
Eosen Akhir dan diendapkan dalam lingkungan fluviatil hingga litoral.
2. Formasi Atan
Diatas Formasi Beriun, terdapat Formasi Atan yang terendapkan dan
merupakan hasil dari pengendapan setelah terjadi penurunan cekungan dan
pengendapan pada Formasi Beriun. Formasi Atan terdiri dari batugamping
dan batupasir kuarsa. Formasi Atan memiliki umur Oligosen Awal.
3. Formasi Marah
Formasi Marah diendapakan secara selaras diatas Formasi Atan. Formasi
Marah terdiri dari batulempung, batupasir kuarsa dan batugamping yang
berumur Oligosen Akhir.
4. Formasi Pamaluan
Diendapkan pada kala Miosen Awal hingga Miosen Akhir di lingkungan
neritik, dengan ciri litologi batulempung, serpih, batugamping, batulanau dan
sisipan batupasir kuarsa. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan delta
hingga litoral.
5. Formasi Bebulu
Diendapkan pada kala Miosen Awal hingga Miosen Tengah di lingkungan
neritik. Ciri litologi Formasi Bebulu adalah batugamping.
6. Formasi Pulubalang
Formasi Pulubalang diendapkan selaras di atas Formasi Pamaluan, terdiri dari
selang-seling pasir lanauan dengan sisipan batugamping tipis dan
batulempung. Umur dari formasi ini adalah Miosen Tengah dan diendapkan
pada lingkungan sub litoral, kadang-kadang dipengaruhi oleh marine influx.
Formasi ini mempunyai hubungan menjari dengan Formasi Bebulu yang
tersusun oleh batugamping pasiran dengan serpih.
5
7. Formasi Balikpapan
Formasi Balikpapan diendapkan secara selaras di atas Formasi Pulubalang.
Formasi ini terdiri dari selang seling antara batulempung dan batupasir
dengan sisipan batubara dan batugamping di bagian bawah. Data pemboran
yang pernah dilakukan di Cekungan Kutai membuktikan bahwa Formasi
Balikpapan diendapkan dengan sistem delta, pada delta plain hingga delta
front. Umur formasi ini Miosen Tengah – Miosen Akhir.
8. Formasi Kampungbaru
Formasi Kampung Baru ini berumur Mio-Pliosen, terletak di atas Formasi
Balikpapan, terdiri dari selang-seling batupasir, batulempung dan batubara
dengan sisipan batugamping tipis sebagai marine influx. Lingkungan
pengendapan formasi ini adalah delta.
9. Formasi Mahakam
Formasi Mahakam terbentuk pada kala Pleistosen – sekarang. Proses
pengendapannya masih berlangsung hingga saat ini, dengan ciri litologi
material lepas berukuran lempung hingga pasir halus.
6
2.3. Petroleum System
Berikut pembahasan elemen-elemen yang berperan dalam akumulasi
hidrokarbon pada Cekungan Kutai, yang meliputi batuan sumber, batuan
reservoir, batuan penutup dan pola migrasi nya.
2.3.1. Batuan Induk
Batuan Induk hidrokarbon Cekungan Kutai berasal dari assosiasi serpih
dan batubara endapan delta berumur Miosen Awal-Miosen Tengah dari Formasi
Pamaluan, Pulubalang dan Balikpapan. Pada prinsipnya ada beberapa sekuen
sedimen yang dapat bertindak menjadi batuan induk untuk mensuplai hidrokarbon
di reservoar batupasir produk endapan sistem delta di daerah Sangasanga yaitu
endapan serpih karbonat, batubara sebagai produk asosiasi endapan delta plain,
delta front dan prodelta berumur Miosen-tengah dan akhir.
2.3.2. Batuan Reservoir
Tipe litologi yang bertindak sebagai batuan reservoar di Blok Sangasanga
adalah fasies-fasies batupasir yang berkembang sebagai produk endapan
regressive. Fasies-fasies batupasir endapan sistem delta tersebut lebih dikenal
sebagai Formasi Balikpapan dan Kampung Baru, dimana berdasarkan hasil
analisis biostratigrafi teridentifikasi berumur Miosen Tengah hingga Miosen akhir
/ Pliocen awal.
2.3.3. Batuan Tudung
Batuan kedap (impermeable) yang berfungsi sebagai batuan tudung yang
berkembang di blok Sangasanga adalah batuserpih yang cukup tebal dan
umumnya sebagai produk dari pengendapan pada lingkungan sistem delta
berumur Miosen akhir lebih muda dari lapisan batupasir yang bertindak sebagai
batuan reservoir. Batuan tudung umumnya merupakan endapan yang dihasilkan
oleh lingkungan berenergi rendah seperti, lingkungan laut – prodelta serta mud
flat dari suatu sedimentasi sistem delta yang menutupi batuan reservoir
dibawahnya.
7
2.3.4. Migrasi Hidrokarbon
Migrasi Hidrokarbon diperkirakan ada dua cara, yaitu migrasi vertikal dari
batuan induk yang lebih tua yang secara stratigrafi berada lebih dalam seperti
serpih formasi Pulubalang bagian atas melalui jalur-jalur patahan atau migrasi
lateral terutama yang berasal dari serpih organik yang seumur dengan batuan
reservoir yaitu dari batuan induk yang berasal dari Formasi Balikpapan itu sendiri.
2.3.5. Trapping
Sistem pemerangkapan hidrokarbon yang berkembang di Blok Sangasanga
meliputi dua tipe, berikut adalah gambaran sistem pemerangkapan tersebut :
1. Perangkap struktural yang umumnya berkembang pada tinggian anticline dan
perangkap patahan (fault trap). Sistem pemerangkapan ini umumnya
hidrokarbon terakumulasi dipuncak-puncak antiklin.
2. Perangkap kombinasi dibangun oleh pola struktur dan stratigrafi, mengingat
daerah ini merupakan daerah endapan komplek sistem delta yang sangat
dinamis dan telah terkompresi secara kuat menyebabkan berkembangnya pola
perangkap kombinasi dan banyak berkembang pada flank isolated sandstones
dan ridge.
8
2.4. Geologi Lapangan “SRV”
Secara fisiografi Lapangan “SRV” berada pada Cekungan Kutai. Secara
struktural Lapangan “SRV” merupakan bagian dari komplek antiklinorium
Samarinda tepatnya pada komplek antiklin Semberah-Pelarang yang terbentuk
karena reaktivasi sesar turun yang berarah Baratdaya – Timurlaut yang terbentuk
pada Eosen Tengah – Oligosen (Fase Ekstensional) menjadi sesar naik pada
Miosen Tengah – Kuarter (Fase Inversi) sehingga membentuk antiklin dengan
arah jurus lapisan juga berarah Baratdaya – Timurlaut seperti arah sesarnya.
Formasi utama yang menjadi reservoir produktif pada Lapangan “SRV”
adalah Formasi Balikpapan yang diendapkan secara selaras di atas Formasi
Pulubalang. Formasi ini terdiri dari selang seling antara batulempung dan
batupasir dengan sisipan batubara dan batugamping di bagian bawah. Data
pemboran yang pernah dilakukan di Cekungan Kutai membuktikan bahwa
Formasi Balikpapan diendapkan dengan sistem delta, pada delta plain hingga
delta front yang diendapkan dari Barat – Timur. Umur formasi ini Miosen Tengah
– Miosen Akhir.
9
BAB III
TEORI DASAR
10
Untuk aliran fluida yang didalamnya terdapat air formasi, maka pada
persamaan (3-1) dimasukkan harga laju produksi air sehingga menghasilkan
persamaan sebagai berikut :
qo qw
PI ................................................................................... (3-3)
Ps - Pwf
Berdasarkan persamaan Darcy, maka persamaan (3-3) di atas dapat juga di
tulis kedalam bentuk persamaan sebagai berikut :
7,082 x10 -3 h k o k
PI w ................................................. (3-4)
r
ln e μ o Bo μ w B w
rw
dimana :
h = ketebalan lapisan reservoir, ft
kw = permeabilitas batuan terhadap air, D
ko = permeabilitas batuan terhadap minyak, D
µw = viskositas air, cp
µo = viskositas minyak, cp
Bw = faktor volume formasi air, bbl/STB
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
re = jari-jari pengurasan, ft
rw = jari-jari sumur, ft
11
Gambar 3.1. Kurva Inflow Performance Relationship
(Sumber : Brown, Kermit E., 1977)
Apabila tekanan alir dasar sumur lebih besar dari tekanan titik gelembung,
maka kondisi reservoir ini disebut reservoir undersaturated. Darcy (1856) telah
mengembangkan persamamaan aliran IPR satu fasa. Adapun bentuk
persamaannya adalah sebagai berikut :
𝑞 𝑘 𝑑𝑃
𝑣 = 𝐴 = − µ 𝑑𝐿 .................................................................................. (3-5)
12
𝑘𝑜 ℎ (𝑃𝑒−𝑝𝑤𝑓)
qo = 0.007082 𝑟𝑒 .............................................................. (3-6)
µ𝑜 𝐵𝑜 ln( )
𝑟𝑤
dimana :
q = laju aliran fluida, bbl/day
qo = laju aliran fluida dipermukaan, STB/day
h = ketebalan lapisan, ft
k = permeabilitas batuan, mD
μo = visikositas minyak, Cp
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
Pe = tekanan formasi pada jarak re, psi
re = jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = jari-jari sumur, ft
dimana :
qo = laju alir produksi awal minyak, BPD
qmax = laju alir produksi maksimum, BPD
Ps = tekanan reservoir, psi
Pwf = tekanan aliran di dasar sumur, psi
13
3.2.3. Inflow Performance Relationship (IPR) 3 Fasa
Wiggins (1993) mengusulkan metode untuk membuat kurva IPR aliran 3
fasa. Metode tersebut merupakan pengembangan dari metode Vogel yang dalam
pengembangannya Wiggins menyetarakan metode dua fasa dari Vogel dengan
metode tiga fasa, sehingga mendapatkan suatu metode tiga fasa yang lebih
sederhana dari metode tiga fasa yang sudah ada (Buntoro A., et al. 2007).
Adapun persamaan IPR yang di usulkan oleh Wiggins dapat ditulis sebagai
berikut :
𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
𝑄𝑜 = (𝑄𝑜)𝑚𝑎𝑥 [1 − 0,52 ( ) − 0,48 ( ) ] ............................... (3-8)
𝑃𝑟 𝑃𝑟
Dan,
𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
𝑄𝑤 = (𝑄𝑤)𝑚𝑎𝑥 [1 − 0,72 ( ) − 0,28 ( ) ] ............................. (3-9)
𝑃𝑟 𝑃𝑟
dimana :
Qo = laju alir produksi awal minyak, STB/day
Qomax = laju alir produksi maksimum minyak, STB/day
Qw = laju alir produksi awal air, STB/day
Qwmax = laju alir produksi maksimum air, STB/day
Ps = tekanan reservoir, psi
Pwf = tekanan aliran di dasar sumur, psi
Dalam penggunaan rumus empiris IPR Wiggins, diterapkan beberapa
asumsi yaitu :
1. Setiap fasa dapat diperlakukan secara terpisah sehingga dapat dihitung
masing-masing antara rate minyak (Qo) dan rate air (Qw)
2. Kurva IPR Wiggins biasa digunakan untuk meramalkan perilaku sumur
minyak yang memiliki nilai water cut dan paling cocok digunakan pada
sumur ber-water cut tinggi sekitar 90%
3. Faktor skin sama dengan nol
4. Gas, air, dan minyak mengalir bersamaan dalam satu lapisan dari reservoir
menuju lubang sumur
14
3.3. Artificial Lift
Artificial Lift adalah metode yang digunakan untuk membantu
memproduksi hidrokarbon umumnya minyak bumi dari sebuah sumur agar tetap
optimal setelah tekanan yang tersedia secara alami dalam sumur tersebut tidak
mampu lagi untuk mengangkat minyak ke permukaan.
Terdapat banyak jenis artificial lift, yaitu Gas Lift dan Pumping (Pompa).
Adapun jenis pompa banyak macamnya diantaranya adalah Sucker Rod Pump
(SRP), Electrical Submersible Pump (ESP), Hydraulic Pump, Pogressive Cavity
Pump (PCP) (Purwaka,. 2018).
15
Gambar 3.2. Instalasi Electrical Submersible Pump
(Sumber : Brown, Kermit E., 1980)
16
dengan power cable dari sumur, dan juga untuk memudahkan melakukan tes point
electric downhole equipment (Pradana A.A., et al. 2015).
c. Switchboard
Switchboard adalah panel kontrol kerja motor ESP, yang dilengkapi dengan
motor controller yang bisa bekerja secara manual ataupun otomatis. Fungsi utama
dari alat ini adalah untuk mengontrol kemungkinan terjadinya downhole problem,
auto restart dan mendeteksi unbalance voltage.
d. Transformer
Transformer merupakan alat yang digunakan untuk mengatur tegangan
listrik, bisa untuk menaikkan ataupun menurunkan tegangan. Dimana perubahan
tegangan akan sebanding dengan jumlah lilitan kawat. Alat ini terdiri dari core
yang dikelilingi oleh coil dari lilitan kawat tembaga.
17
Dipasang dibawah Motor Type Upper atau Center Tandem. Lalu
dihubungkan dengan Wye dari Electric Motor yang seolah – olah merupakan
bagian dari motor tersebut.
- PSI Surface Readout
Merupakan bagian pengontrol kerja Down Hole Unit dan menampilkan
(display) informasi yang diambil dari Down Hole Unit.
b. Motor (Electric Motor)
Motor berfungsi sebagai tenaga dari peralatan ESP yaitu untuk memutar
impeller yang terpasang dalam pompa tersebut. Adapun jenis dari motor ESP ini
adalah motor listrik induksi dua katub dan tiga fasa yang terdiri dari dua
komponen utama, yaitu stator (bagian diam) dan rotor (bagian bergerak). Rotor
dihubungkan dengan poros yang terdapat pada pompa sehingga impeller pompa
akan berputar.
c. Protector
Protector terletak diantara motor dan gas separator. Terdapat beberapa
fujuan utama dari protector yaitu untuk mencegah masuknya fluida sumur ke
dalam motor listrik, sebagai tempat untuk menahan daya tolak yang berasal dari
pompa, dan sebagai ruang fluida untuk menampung pemuaian dan penyusutan
dari minyak motor karena pemanasan dan pendinginan yang dialami motor ketika
18
motor dioperasikan maupun dimatikan. Setiap protector dari berbagai perusahaan
mempunyai prinsip kerja dan desain mekanik yang berbeda.
19
Gambar 3.6. Gas Separator
(Sumber : Lab Simulasi Produksi PPSDM Migas Cepu, November 2020)
20
f. Kabel Listrik
Kabel listrik memiliki peran yang sangat penting yaitu sebagai media untuk
mengalirkan aliran listrik dari permukaan sampai ke motor. Kabel listrik ini terdiri
dari dua jenis yaitu Round Cable dan Flat Cable. Round cable dibungkus dengan
karet yang disebut dengan rubber jacket, sehingga mempunyai daya tahan yang
lebih lama dari flat cable. Namun, round cable memerlukan tempat yang lebih
luas dibandingkan flat cable.
g. Check Valve
Check Valve dipasang pada tubing yaitu sekitar 2 sampai dengan 3 joint
diatas pompa. Pemasangan check valve dimaksudkan untuk mencegah turunnya
fluida pada saat pompa dimatikan yang dapat mengakibatkan aliran balik pada
pompa, sehingga menyebabkan rusaknya motor dan terjadi kerusakan pada
peralatan pompa.
h. Bleeder Valve
Bleeder Valve dipasang satu joint diatas check valve, mempunyai fungsi
mencegah minyak keluar pada saat tubing di cabut. Bleeder valve juga merupakan
tempat keluarnya fluida.
i. Centralizer
Centralizer memiliki fungsi yaitu untuk menjaga kedudukan pompa agar
tidak bergeser atau selalu dalam posisi ditengah-tengah pada saat pompa
beroperasi, sehingga kerusakan kabel karena gesekan dapat dicegah.
21
3.3.2. Karakteristik Kinerja Pompa ESP
3.3.2.1. Kurva Kelakuan Electric Submersible Pump
Kurva kinerja suatu pompa ESP atau biasa disebut “Pump Performance
Curve” merupakan kurva yang menampilkan hubungan antara Head Capacity,
Rate Capacity, Horse Power, dan Efisiensi Pompa. Kapasitas tersebut berkaitan
dengan volume, laju alir fluida yang di produksikan, dimana gas yang terlarut
dalam minyak juga termasuk.
22
3. Grafik Efisiensi Pompa
Grafik effisiensi pompa merupakan perbandingan antara Hydraulic Horse
Power dengan Brake Horse Power. Pada gambar 3.9. diatas, terdapat area yang
berwarna kuning yang dimana area tersebut menggambarkan efisiensi pompa
tertinggi yang biasa disebut dengan Recommended Operating Range (ROR) atau
Best Efficiency Point (BEP). Pengoperasian ESP disebelah kiri dan disebelah
kanan ROR akan menyebabkan downthrust dan upthrust pada impeller. Upthrust
merupakan kondisi dimana impeller menekan keatas pada laju alir produkusi
tinggi. Sedangkan downthrust merupakan kondisi dimana impeller menekan
kebawah pada laju alir produkusi rendah. Maka dari itu, ESP harus didesain agar
bekerja pada ROR untuk mengurangi kerusakan bearing dan washer pompa
akibat upthrust dan downthrust tersebut. Selain itu, dengan pengoperasian ESP
pada ROR akan didapatkan efisiensi pompa tertinggi dibandingkan pengoperasian
ESP diluar ROR.
23
3.3.3.2. Perkiraan Pump Setting Depth
Pump setting depth merupakan letak kedalaman pompa di dalam fluida
sumur. Untuk menentukan pump setting depth, parameter seperti Static Fluid
Level (SFL) dan Working Fluid Level (WFL) harus diketahui terlebih dahulu.
Adapun cara untuk mencari parameter-parameter tersebut sebagai berikut :
24
suatu pompa jika working fluid level sumur tersebut sekitar 300 – 400 ft diatas
pump setting depth.
dimana :
PIP = Pump Intake Pressure, Psi
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, Psi
PSD = Pump Setting Depth, ft
Gf = Gradien Fluida
25
4. Menentukan Tubing Head
Tubing Head Pressure (HT) merupakan tekanan yang dibutuhkan pada tubing
head (HT) untuk membuat fluida mengalir sampai ke separator. Tekanan pada
tubing head (psi) dapat dikonversikan menjadi panjang (ft) dengan persamaan
sebagai berikut :
𝑇𝑢𝑏𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑠𝑢𝑟𝑒
Tubing Head (HT) = .......................................... (3-24)
𝐺𝑓
dimana :
FOP = Fluid Over Pump, ft
HD = Vertical Lift, ft
HF = Friction Loss di tubing, ft
HT = Kehilangan tekanan di wellhead, ft
TDH = Total Dynamic Head, ft
26
𝑇𝐷𝐻
Head per stage = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑡𝑎𝑔𝑒 .............................................. (3-26)
Berdasarkan nilai head per stage yang telah diperoleh, kemudian menentukan
nilai Qteoritis yang dilihat dari grafik Pump Performance Curve. Setelah itu
menghitung efisiensi volumetris menggunakan persamaan :
𝑄𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
Efisiensi Volumetris = 𝑄𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑥 100% ...................................... (3-27)
27
BAB IV
PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA
28
Kemudian dilakukan evaluasi pada pompa ESP yang terpasang agar diketahui
efisiensi dari pompa tersebut. Untuk mengetahui perlu atau tidaknya dilakukan
optimasi, dapat dilihat pada perbedaan antara laju produksi dan Qmax yang telah
dihitung sebelumnya. Apabila laju alir maksimal berada diluar daerah range
recommended pompa terpasang maka perlu dilakukan penggantian tipe pompa
agar sesuai dengan laju produksi optimum dengan cara melakukan desain ulang
jenis pompa Electrical Submersible Pump (ESP).
MULAI
TIDAK
OPTIMUM ?
YA
HASIL DESAIN
SELESAI
29
4.3. Menghitung Inflow Performance Relationship Sumur “SF-13”
menggunakan Metode Vogels
1. Menghitung nilai Q max
𝑄𝑜
Q max =[ 𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
]
1−0,2( )−0,8( )
𝑃𝑟 𝑃𝑟
119
=[ 1315.62 1315.62 2
]
1−0,2( )−0,8( )
1488 1488
= 652.23 bfpd
2. Membuat tabel Q vs Pwf
Tabel 4.2. Q Vs Pwf
Pwf Q, bfpd
1488 0.00
1446.14 32.61
1403.18 65.22
1359.03 97.83
1313.58 130.45
1266.71 163.06
1218.27 195.67
1168.10 228.28
1116 260.89
1061.73 293.50
1004.98 326.12
945.39 358.73
882.49 391.34
815.64 423.95
744 456.56
666.36 489.17
580.90 521.78
484.63 554.40
372 587.01
229.91 619.62
0 652.23
30
3. Plot nilai Q vs Pwf dalam bentuk kurva IPR
Setelah menghitung nilai laju alir maksimal (Qmax) dan membuat tabel Q Vs
Pwf menggunakan metode IPR Vogels, langkah selanjutnya adalah memplot nilai
Q Vs Pwf dalam bentuk kurva IPR untuk mengetahui gambaran kemampuan
sumur “SF-13”. Adapun bentuk kurva IPR sumur “SF-13” dapat dilihat pada
gambar 4.2. berikut.
IPR Curve
1600
1400
1200
1000
Pwf, psi
800
600 Q
400
200
0
0.00 200.00 400.00 600.00 800.00
Q, bfpd
31
= 0.811 + 0.078
= 0.89
4. Gradien Fluida = SG mix x 0.433 psi/ft
= 0.89 x 0.433 psi/ft
= 0.385 psi/ft
32
100 1,85 (129/3,43)1,85
= 2,0830 [ 94 ] [ ]
2.8754,8655
= 0.159 ft / 1000 ft
4. Tubing Friction Loss (HF) = FL x PSD
= 0.159 ft / 1000 ft x 3213.02 ft
= 0.51 ft
5. Head Tubing (HT) = Ptbg / GF
= 20 psi / 0.385 psi/ft
= 51.89 ft
6. Total Dynamic Head (TDH) = HD + HF + HT
= 504.12 ft + 0.51 ft + 51.89 ft
= 556.52 ft
33
Gambar 4.3. Grafik Pompa NFO 150
34
IPR Curve
1600
1400
1200
1000
Pwf, psi
800
600 Q
400
200
0
0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00
Q, bfpd
35
4.5.5. Penentuan Pump Setting Depth
PSD = WFL + 400 ft
= 2464.76 ft + 400 ft
= 2864.76 ft
= 2.11 ft / 1000 ft
4. Tubing Friction Loss (HF) = FL x PSD
= 2.11 ft / 1000 ft x 2864.76 ft
= 6.04 ft
5. Head Tubing (HT) = Ptbg / GF
36
= 20 psi / 0.385 psi/ft
= 51.89 ft
6. Total Dynamic Head (TDH) = HD + HF + HT
= 2464.76 ft + 6.04 ft + 51.89 ft
= 2522.70 ft
37
Gambar 4.5. Pump Performance Curve D460N
Berdasarkan tabel 4.4., maka dipilih motor dengan kapasitas diatas tenaga
yang dibutuhkan, yaitu motor pada frekuensi 60 Hz dengan tenaga 21.4 HP
578 V 49.6 A.
38
Tabel 4.4. 375 Series Motor
(Sumber : Reda Catalog, Schlumberger, 2017)
39
27 𝑣
Kehilangan Tegangan = (PSD + 50 ft) x 1000 𝑓𝑡
27 𝑣
= 2914.76 ft x 1000 𝑓𝑡
= 78.69 V
4. Total Tegangan = Vmotor + Vkabel
= 578 V + 78.69 V
= 656.69 V
= 56.34 KVA
Dengan menggunakan tabel katalog transformator, maka dipilih jenis
transformator dengan kapasitas lebih besar dari nilai KVA yang telah diperoleh
40
yaitu part number 69950-4 dengan kapasitas 75 KVA, primary volts 440/480 V,
secondary volts 800/1000 V.
Tabel 4.6. Tabulasi Hasil Evaluasi & Optimasi ESP Sumur “SF-13”
Optimasi
No Parameter Evaluasi
Qdesain 80%
1 Laju Alir, bfpd 129 521.78
2 Qo, bopd 119 481.40
3 Tipe Pompa NFO 150 D460N
4 Pump Intake Pressure, psi 1044 154.16
5 Total Dynamic Head, ft 556.52 2522.70
6 Fluid Over Pump, ft 2708.90 400
7 Friction Loss, ft 0.159 2.11
8 Head per Stages, ft/stages 19.4 33
9 Jumlah Stage 328 76
10 Efisiensi Pompa, % 33 53
11 Pump Setting Depth, ft 3213.02 2864.76
41
BAB V
PEMBAHASAN
Pada tugas akhir ini, penulis membahas mengenai evaluasi dan optimasi
pompa artificial lift jenis Electrical Submersible Pump (ESP). Adapun proses
pengolahan data yang digunakan penulis adalah metode perhitungan dengan cara
manual atau excel. Dalam penulisan tugas akhir ini terdapat beberapa tujuan yang
ingin dicapai oleh penulis, yaitu menentukan nilai laju alir optimum (Qmax)
berdasarkan model grafik Inflow Performance Relationship (IPR) yang digunakan
pada sumur “SF-13”, melakukan evaluasi kinerja Artificial Lift Electrical
Submersible Pump (ESP) yang telah terpasang pada sumur “SF-13”, melakukan
optimasi pada sumur “SF-13” dengan cara melakukan desain ulang pompa
Artificial Lift Electrical Submersible Pump (ESP).
Tahapan awal yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu melakukan
pengumpulan data. Data tersebut meliputi tekanan static sumur, tekanan alir dasar
sumur, water cut, sg air, sg oil dan data teknis pompa yang terpasang sebelumnya
serta beberapa data penunjang lainnya. Tahapan selanjutnya adalah membuat
kurva IPR (Inflow Performance Relationship) untuk mengetahui gambaran
kondisi sumur saat ini dengan mencari nilai dari laju alir maksimal (Qmax)
terlebih dahulu menggunakan metode IPR Vogels. Setelah mengetahui nilai
Qmax, kemudian dibuatlah tabel Q dan Pwf yang dimana akan diplot menjadi
kurva IPR.
Selanjutnya adalah melakukan evaluasi pompa yang terpasang pada sumur
“SF-13” untuk mengetahui apakah kinerja pompa sudah optimal atau tidak.
Evaluasi pompa dilakukan dengan cara menghitung nilai Specific Grafity dan
Gradient fluida, menghitung nilai Total Dynamic Head (TDH), dan menentukan
nilai efisiensi pompa dengan melihat pada pump performance curve. Kemudian
penulis melakukan optimasi pompa ESP dengan cara melakukan desain ulang
pompa untuk memperoleh laju alir yang optimal.
42
Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan, Sumur “SF-13”
merupakan sumur kajian yang berada pada lapangan “SRV”. Sumur “SF-13”
adalah jenis sumur yang telah berproduksi menggunakan metode lifting Electrical
Submersible Pump (ESP). Adapun jenis ESP yang terpasang pada sumur “SF-13”
yaitu NFO150 dengan banyaknya stage 328 stages. Pompa ESP ini dipasang pada
kedalaman 3213.02 ft. Untuk mengetahui pompa ESP terpasang pada sumur “SF-
13” bekerja secara optimal atau tidak, maka perlu dilakukan evaluasi terlebih
dahulu pada pompa tersebut.
Sebelum melakukan evaluasi, penulis terlebih dahulu membuat kurva IPR
untuk mengetahui kondisi sumur saat ini. Sumur “SF-13” merupakan jenis sumur
yang memproduksikan fluida sebanyak dua fasa, maka dari itu perhitungan IPR
dilakukan dengan menggunakan metode IPR Vogels. Berdasarkan hasil
perhitungan IPR pada excel, didapatkan besarnya laju produksi maksimal pada
sumur “SF-13” yaitu 652.23 BFPD. Sedangkan kondisi laju produksi aktual
sumur “SF-13” pada saat ini sebesar 129 BFPD, maka dapat disimpulkan bahwa
sumur tersebut masih layak untuk ditingkatkan laju produksinya hingga mencapai
laju alir yang optimal.
Setelah melakukan analisis kurva IPR, kemudian dilakukan evaluasi
pompa ESP terpasang pada sumur “SF-13”. Dari hasil perhitungan evaluasi
pompa, maka diperoleh harga Total Dynamic Head (TDH) sebesar 556.52 ft.
Kemudian dilihat dari pump performance curve pompa terpasang yaitu Novomet
NFO150, untuk laju alir 129 BFPD didapatkan nilai head sebesar 19.4 ft/stage,
power sebesar 0.057 HP dan nilai efisensi pompa sebesar 33%. Pompa ESP
NFO150 memiliki range recommended pompa sebesar 78 – 195 BFPD yang
menandakan bahwa pompa tersebut masih optimal apabila digunakan pada laju
alir sebelumnya. Akan tetapi, jika dilihat dari kondisi produktivitas sumur “SF-
13” saat ini maka perlu dilakukan pergantian pompa karena produktivitas pada
sumur “SF-13” berada diluar range recommended pompa. Sehingga dilakukan
optimasi dengan cara yaitu desain ulang pompa ESP yang baru.
43
Langkah pertama yang dilakukan untuk optimasi ESP dengan cara desain
ulang adalah menentukan Qdesain yaitu 80% dari nilai laju alir maksimal (Qmax),
maka didapatkan nilai Qdesain sebesar 521.78 BFPD. Setelah mengetahui nilai
dari Qdesain, kemudian menentukan nilai dari Pwf desain dengan cara memplot
pada kurva IPR yang telah dibuat sebelumnya dan didapatkan hasil yaitu 560 psi.
Selanjutnya, menentukan nilai dari spesific gravity campuran dan gradient
fluida. Adapun nilai yang diperoleh yaitu Sg Oil 0.811, Sg Water 0.078 dan Sg Mix
0.89. Untuk menentukan nilai gradient fluida, maka Sg Mix dikalikan dengan nilai
gradient tekanan sebesar 0.433 psi/ft, maka diperoleh nilai dari gradient fluida yaitu
0.385 psi/ft. Kemudian mencari nilai dari working fluid level dengan menggunakan
nilai dari Dmidper, Pwf desain dan Gf, sehingga didapatkan hasil sebesar 2464.76 ft.
Setelah itu, penulis menentukan pump setting depth pada sumur “SF-13” melalui
hasil perhitungan dan dihasilkan kedalaman pompa dipasang pada 2864.76 ft.
Langkah selanjutnya adalah menentukan nilai dari pump intake pressure,
akan tetapi perlu diketahui terlebih dahulu nilai dari perbedaan kedalaman dan
perbedaan tekanan. Adapun nilai dari masing-masing perbedaan kedalaman dan
perbedaan tekanan yaitu 1053.05 ft dan 405.84 psi. Sehingga didapatkan nilai dari
pump intake pressure sebesar 154.16 psi. Kemudian menentukan nilai total dynamic
head (TDH) dengan cara menjumlahkan nilai dari vertical lift (HD), tubing
friction loss (HF), tubing head (HT) yang sudah dihitung sebelumnya dan
diperoleh besarnya TDH yaitu 2522.70 ft.
Untuk pemilihan jenis pompa, dapat disesuaikan dengan nilai Qdesain
yang telah diperoleh sebelumnya yaitu sebesar 521.78 BFPD. Maka dari itu,
penulis memilih jenis pompa REDA D460N dengan frekuensi 60 Hz karena
pompa tersebut memiliki range rekomendasi produksi sebesar 200-650 BFPD
yang berarti besarnya Qdesain masuk dalam rate yang di rekomendasikan.
Berdasarkan pump performance curve REDA D460N, didapatkan nilai head/stage
yang optimal yaitu 33 ft/stage. Adapun jumlah stage yang dibutuhkan yaitu 76
stages.
44
Selanjutnya adalah melakukan pemilihan motor dengan cara melihat pada
tabel 375 series motor. Sebelum itu, perlu diketahui tenaga yang dibutuhkan
dengan melihat pada pump performance curve. Maka didapatkan nilai HP yang
optimal untuk pompa D460N sebesar 0.25 HP/stage. Kemudian dihitung total tenaga
yang dibutuhkan motor dengan cara nilai HP dikalikan dengan jumlah stage yang
terpasang, sehingga diperoleh hasil BHP sebesar 19.11 HP. Karena pada tabel 375
series motor tidak terdapat nilai HP yang sama dengan nilai BHP yang diperoleh,
maka penulis memilih jenis motor yang memiliki tenaga diatas nilai BHP yaitu
motor pada frekuensi 60 Hz dengan tenaga 21.4 HP 578 V 49.6 A.
Setelah diketahui jenis motor, kemudian dilakukan pemilihan kabel.
Adapun jenis kabel yang dipilih adalah tipe kabel #4CU. Kemudian menentukan
besarnya kehilangan tegangan pada kabel dengan cara melihat pada grafik
voltage loss dan didapatkan hasil sebesar 27v/1000ft. Panjang kabel yang
digunakan adalah kedalaman pompa ditambah 100 ft yaitu 2964.76 ft. Selanjutnya
adalah penentuan transformator, langkah awal yang harus dilakukan adalah
menghitung nilai KVA. Setelah didapatkan nilai KVA yaitu sebesar 56.34 KVA,
maka dipilih jenis transformator melalui katalog transformator dengan kapasitas
lebih besar dari nilai KVA yang telah diperoleh yaitu part number 69950-4
dengan kapasitas 75 KVA, primary volts 440/480 V, secondary volts 800/1000 V.
45
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa evaluasi dan optimasi pompa Electric
Submersible Pump (ESP) pada sumur “SF-13” lapangan “SRV”, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Laju alir maksimum (Qmax) pada sumur “SF-13” menggunakan model IPR
Vogels adalah sebesar 652.23 BFPD.
2. Berdasarkan hasil evaluasi kinerja Electrical Submarsible Pump (ESP) yang
terpasang pada sumur “SF-13” tipe pompa NFO150 dengan frekuensi 60 Hz,
didapat jumlah stage 328 stages, Total Dynamic Head (TDH) 556.52 ft dan
nilai efisiensi pompa sebesar 33% dengan Qoil sebesar 119 BOPD.
3. Setelah melakukan optimasi pada sumur “SF-13” dengan cara desain ulang
ESP, didapatkan hasil Total Dynamic Head (TDH) sebesar 2522.70 ft, jenis
pompa yaitu D460N 60 Hz, jumlah stage 76 stages, efisiensi pompa 53% dan
Brake Horse Power Motor 19.11 hp, motor dengan dengan tenaga 21.4 HP,
tegangan 578 Volt dan arus 49.6 Ampere. Jenis kabel #4CU dengan panjang
2964.76 ft. Jenis transformator yang dipilih yaitu part number 69950-4
dengan kapasitas 75 KVA, primary volts 440/480 V, secondary volts
800/1000 V. Berdasarkan optimasi tersebut didapatkan peningkatan laju alir
sebesar 392.78 BFPD. Adapun nilai Qoil sebesar 481.40 BOPD.
46
DAFTAR PUSTAKA