TUGAS AKHIR
Oleh:
101316103
TUGAS AKHIR
Oleh:
101316103
Universitas Pertamina - 3
LEMBAR PENGESAHAN
MENGESAHKAN
Pembimbing I, Pembimbing II,
MENGETAHUI,
Universitas Pertamina - i
LEMBAR PERNYATAAN
Apabila dikeniudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya
bersedia iiieneriina sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
e.
yr 584567
«0»Gfi
Universitas Pertamina - ii
ABSTRAK
Pada penelitian ini akan dilakukan evaluasi kinerja dan optimasi ESP pada
sumur FE-14 dan sumur FE-31 lapangan kantas yang bertujuan untuk mengetahui
efisiensi desain awal ESP yang digunakan pada masing-masing sumur tinjauan.
Metode yang digunakan adalah dengan melakukan analisis kurva IPR vs VLP serta
beberapa sensitivitas yang digunakan, seperti kedalaman pompa, jumlah stages, dan
operating frequency.
Hasil evaluasi menunjukkan jika sumur FE-14 dan sumur FE-31 memiliki
laju alir yang tidak optimal sehingga perlu dilakukan optimasi untuk mendapatkan
target laju alir yang diharapkan. Optimasi ESP yang dilakukan adalah mengganti
pompa ESP pada masing-masing sumur tinjauan dengan dilakukan analisis
sensitivitas untuk menemukan desain akhir ESP yang diinginkan. Pergantian ESP
dapat meningkatkan laju alir sumur FE-14 dan laju alir sumur FE-31 sesuai dengan
target laju alir yang diharapkan.
This research will evaluate the performance and optimization of the ESP on
the well FE-14 and well FE-31 in the kantas field to determine the efficiency of the
initial ESP design used in each review well. The method used is to analyze the IPR
vs VLP curve and some of the sensitivity used, such as pump depth, stage number,
and operating frequency.
The evaluation results show that the well FE-14 and well FE-31 has a flow
rate that is not optimal so that optimization is needed to get the expected flow rate
target. The ESP optimization is done by replacing the ESP pump in each review
wells by conducting a sensitivity analysis to find the final ESP design. The change
of ESP can increase the flow rate of well FE-14 and well FE-31 in accordance with
the expected flow rate target.
Universitas Pertamina - iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “EVALUASI KINERJA
DAN OPTIMASI ELECTRICAL SUBMERSIBLE PUMP (ESP) PADA
SUMUR FE-14 DAN SUMUR FE-31 LAPANGAN KANTAS. Laporan ini
disusun sebagai prasyarat lulus mata kuliah Tugas Akhir dan menyelesaikan
Pendidikan di Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Pertamina.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
berupa saran, kritik, bimbingan, serta dukungan dan doa dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada :
1. Orang tua dan keluarga saya yang selalu memberikan dukungan dam doa kepada
penulis demi Laporan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Bapak Drs. Astra Agus Pramana DN., S.Si., M.Sc selaku kepala program studi
Teknik Perminyakan Universitas Pertamina.
3. Ibu Osaliana Budiarto M.T. selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan
dukungan dan arahan kepada penulis hingga Laporan Tugas Akhir dapat
diselesaikan.
4. Seluruh Dosen Teknik Perminyakan Universitas Pertamina yang telah
memberikan arahan dan masukan untuk pelaksanaan tugas akhir.
5. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Perminyakan 2016 yang saling memberikan
motivasi dan dorongan semangat untuk dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir
ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan Laporan Tugas Akhir ini masih banyak
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi memperbaiki penulisan
dalam laporan ini. Penulis berharap agar Laporan Tugas Akhir ini dapat
memberikan manfaat kepada para pembaca dan berbagai pihak yang membutuhkan.
Universitas Pertamina - v
DAFTAR ISI
Universitas Pertamina - vi
3.4 Diagram Alir Penelitian ............................................................................... 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 17
4.1 Analisis Data Sumur .................................................................................... 17
4.1.1 Data Sumur FE-14 ................................................................................. 17
4.1.2 Kurva IPR Sumur FE-14 ........................................................................ 18
4.1.3 Data Sumur FE-31 ................................................................................. 18
4.1.4 Kurva IPR Sumur FE-31 ........................................................................ 19
4.2 Analisis Desain Awal ESP............................................................................ 19
4.2.1 Desain Awal ESP Sumur FE-14 ............................................................. 20
4.2.2 Desain Awal ESP Sumur FE-31 ............................................................. 20
4.2.3 Analisis Kurva IPR vs VLP Sumur FE-14 .............................................. 20
4.2.4 Analisis Kurva IPR vs VLP Sumur FE-31 .............................................. 21
4.3 Analisis Pergantian ESP Antar Sumur Tinjauan ....................................... 22
4.3.1 Analisis Desain Akhir ESP Sumur FE-14 ............................................... 22
4.3.2 Analisis Desain Akhir ESP Sumur FE-31 ............................................... 23
4.4 Analisis Sensitivitas...................................................................................... 24
4.4.1 Analisis Sensitivitas ESP Sumur FE-14 .................................................. 24
4.4.2 Analisis Sensitivitas ESP Sumur FE-31 .................................................. 29
4.5 Desain Akhir ESP ........................................................................................ 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 36
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 36
5.2 Saran ............................................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 37
Universitas Pertamina - ix
Universitas Pertamina - x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam memaksimalkan produksi minyak terdapat tiga tahapan proses yang dapat
dilakukan, yaitu dengan melakukan primary recovery, secondary recovery, dan tertiary
recovery. Primary recovery adalah metode pengangkatan hidrokarbon secara alami dengan
memanfaatkan tekanan reservoir pada sumur. Selain itu, terdapat juga metode
pengangkatan buatan (artificial lift) jika tekanan reservoir pada sumur telah mengalami
penurunan akibat sumur tersebut telah diproduksikan secara terus menerus. Metode
artificial lift dapat digolongkan menjadi 2, yaitu pengangkatan dengan menggunakan gas
(gas lift) dan pengangkatan dengan menggunakan pompa seperti pompa angguk (Sucker
Rod Pump), Electrical Submersible Pump (ESP) dan Progressive Capacity Pump (PCP).
Secondary recovery adalah metode yang dapat dilakukan dengan menginjeksikan air
kedalam sumur (water flood), menginjeksikan gas (gas flood), ataupun dengan melakukan
pressure maintenance pada sumur. Sedangkan tertiary recovery adalah metode yang
dilakukan dengan menggunakan bahan kimia tambahan untuk diinjeksikan kedalam sumur
atau sering disebut dengan enhanced oil recovery (EOR).
Dalam penelitian ini akan dilakukan evaluasi kinerja produksi pada kedua sumur
tinjauan yang menggunakan artificial lift bertipe ESP. Pada masing-masing sumur tinjauan
diketahui bahwa laju alir yang didapatkan belum optimal. Sehingga kedua sumur tinjauan
akan dilakukan analisa nodal dengan beberapa sensitivitas, yaitu kedalaman pompa,
jumlah stages, dan operating frequency. Namun, sebelum dilakukan sensitivitas akan
dilakukan pergantian pompa ESP, yang disesuaikan dengan target produksi yang
diharapkan. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, diharapkan kedua sumur dapat
memiliki lajur alir yang optimal.
Universitas Pertamina - 1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka terdapat beberapa
rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu :
1. Mengetahui efisiensi kinerja ESP yang digunakan pada sumur FE-14 dan sumur
FE-31.
2. Mengevaluasi laju alir kedua sumur tinjauan.
3. Mengoptimasi produksi sumur tinjauan dengan mengganti pompa kedua sumur.
4. Mengoptimasi produksi sumur tinjauan berdasarkan sensitivitas yang
digunakan.
5. Mengetahui hasil produksi optimum yang didapatkan pada sumur tinjauan
setelah dilakukan perubahan pompa yang terbatas.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat yang bisa diambil, yaitu :
Universitas Pertamina - 2
2. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk petroleum engineer
dalam meningkatkan kinerja produksi pada sumur yang menggunakan pompa
ESP.
1.6 Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan sejak awal bulan April hingga akhir bulan Juli. Berikut
jadwal pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan :
Tabel 1.1 Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Universitas Pertamina - 3
Universitas Pertamina - 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemampuan Produktivitas Sumur
Produktivitias sumur dapat dinilai dari kemampuan suatu sumur produksi untuk
dapat mengalirkan fluida sesuai dengan kemampuan reservoir yang dimiliki berdasarkan
pada kondisi tekanan dan laju alir tertentu. Kemampuan produktivitas sumur sering disebut
dengan Productivity Index (PI). Sumur yang baru pertama kali berproduksi, umumnya
dapat mengalirkan fluida secara pengangkatan alamiah (natural flow). Namun, seiring
dengan berjalannya waktu tekanan reservoir pada suatu sumur akan mengalami penurunan
karena fluida di dalam formasi telah diproduksi secara terus menerus.
Productivity Index (PI) memberikan ukuran kapabilitas suatu reservoir untuk dapat
mengalirkan fluida dari bawah sumur menuju lubang sumur (wellbore) untuk diproduksi.
Untuk mengetahui PI pada suatu sumur dapat digunakan persamaan sebagai berikut :
𝑄
𝑃𝐼 = (2.1)
𝑃𝑟−𝑃𝑤𝑓
Dimana :
PI : Productivity Index
Q : Laju Alir, stb/day
Pr : Tekanan reservoir, psi
Pwf : Tekanan alir sumur, psi
Asumsi yang digunakan pada persamaan diatas ketika seluruh ketebalan formasi
pada reservoir dapat memproduksikan fluida.
Analisis nodal adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk mengetahui
optimasi produksi pada suatu sumur berdasarkan evaluasi yang dilakukan pada seluruh
sistem produksi sumur. Analisa yang dilakukan meliputi kemampuan reservoir pada sumur
untuk mengalirkan fluida produksi ke permukaan hingga komponen-komponen yang
digunakan dari bawah sumur sampai ke permukaan. Performa dari suatu sumur yang
berproduksi dapat dianalisa berdasarkan 2 parameter, yaitu melihat Inflow Performance
Relationship (IPR) dan tubing intake curve.
Universitas Pertamina - 4
Gambar 2.1 Kurva IPR vs tubing intake curve
Sumber : Brown, Kermit E., (1985)
Apabila kedua kurva pada gambar 2.1 tidak berpotongan, maka fluida pada sumur
tidak dapat diproduksikan menuju ke permukaan sehingga diperlukan pengangkatan buatan
(artificial lift) atau melakukan desain ulang pompa pada sumur untuk memproduksikan
kembali fluida yang tersisa.
Kurva IPR adalah kurva yang menggambarkan kemampuan suatu reservoir dalam
memproduksikan fluida. Pada kurva tersebut akan didapatkan hubungan antara tekanan alir
dasar sumur dengan laju produksi untuk dilakukan evaluasi terhadap kemampuan reservoir
dalam memproduksi fluida. Pembuatan kurva IPR dibagi berdasarkan jumlah fasa aliran,
yaitu aliran satu fasa, aliran dua fasa dan aliran tiga fasa. Kurva IPR satu fasa dapat
digunakan untuk kondisi reservoir undersaturated atau ketika tekanan reservoir berada
diatas tekanan bubble point. Kurva yang akan terbentuk berupa garis lurus dimana laju alir
sumur akan berbanding terbalik dengan tekanan alir sumur. Hal ini dikarenakan laju alir
fluida tidak mendapat pengaruh dari fluida lainnya.
Universitas Pertamina - 5
Pada aliran dua fasa, asumsi yang digunakan adalah ketika tekanan reservoir
berada dibawah tekanan bubble point. Hal ini menyebakan gas yang terkandung didalam
fluida akan terlepas. Kurva IPR dua fasa yang akan terbentuk tidak berupa garis lurus,
melainkan kurva akan melengkung sesuai dengan perubahan tekanan alir sumur.
Dalam pembuatan kurva IPR dua fasa digunakan persamaan Vogel (1968) sebagai
berikut :
𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
𝑞 = 1 − 0.2 ( ) − 0.8 ( ) (2.2)
𝑞𝑚𝑎𝑥 𝑃𝑟 𝑃𝑟
Pada aliran tiga fasa diasumsikan bahwa minyak, air dan gas dapat mengalir secara
bersama-sama dalam satu lapisan yang sama serta skin factor dianggap tidak ada atau nol
(Brown, Kermit E., 1984). Persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan IPR
minyak dan IPR air untuk aliran 3 fasa, yaitu persamaan Wiggins (1984) :
𝑃 𝑤𝑓 𝑃 𝑤𝑓 2
Untuk menentukan IPR minyak : 𝑞𝑜 = 1 − 0.52 ( ) − 0.48 ( ) (2.3)
𝑞𝑜, 𝑚𝑎𝑥 𝑃𝑟 𝑃𝑟
𝑃 𝑤𝑓 𝑃 𝑤𝑓 2
Untuk menentukan IPR air : 𝑞𝑤 = 1 − 0.72 ( ) − 0.28 ( ) (2.4)
𝑞𝑤, 𝑚𝑎𝑥 𝑃𝑟 𝑃𝑟
Pada tahapan awal produksi, umumnya sumur minyak dapat diproduksikan secara
alamiah. Hal ini disebabkan karena tekanan reservoir pada sumur masih tinggi sehingga
dapat mengatasi berbagai pressure loss yang terjadi untuk mengalirkan fluida produksi ke
permukaan. Ketika sumur minyak diproduksi secara terus-menerus akan terjadi penurunan
tekanan reservoir didalam sumur, sehingga kehilangan tekanan yang terjadi selama proses
mengalirkan fluida ke permukaan akan semakin besar. Apabila hal itu terjadi, sumur tidak
dapat memproduksikan fluida kembali dan dibutuhkan pengangkatan buatan (artificial lift)
agar sisa cadangan fluida pada sumur dapat diproduksikan kembali. Artificial lift juga dapat
digunakan untuk meningkatkan laju produksi sumur dari berbagai tipe mekanisme artificial
lift yang telah digunakan (Takacs, 2009).
Universitas Pertamina - 6
Berdasarkan tipe pengangkatan yang digunakan, artificial lift dapat digolongkan
menjadi 2, yaitu pengangkatan dengan menggunakan gas (gas lift) dan pengangkatan
dengan menggunakan pompa. Artificial lift dengan menggunakan pengangkatan pompa
terbagi menjadi 3 tipe utama, yaitu sucker rod pump (SRP), electrical submersible pump
(ESP), dan progressive capacity pump (PCP).
Universitas Pertamina - 7
Gambar 2.5 Perbandingan laju alir pada beberapa metode artificial lift
Sumber : Takacs, Gabor, Electrical Submersible Pumps Manual, (2009)
Universitas Pertamina - 8
Gambar 2.6 Sistem peralatan ESP
Sumber : Gou et al., Petroleum Production Engineering (2007)
Prinsip kerja pada ESP berdasarkan pada prinsip kerja pompa sentrifugal, dimana
fluida produksi dimasukkan kedalam pompa melalui intake yang terdapat pada bagian
bawah pompa, Terdapat dua komponen utama yang terpasang pada setiap tingkat pompa
sentrifugal, yaitu impeller dan difusser. Impeller yang berputar pada pompa akan
mendorong fluida untuk masuk menuju poros pompa. Kemudian fluida dikumpulkan oleh
diffuser dan akan diteruskan ke tingkatan selanjutnya hingga fluida dapat dialirkan ke
permukaan. Proses ini dilakukan secara terus menerus berdasarkan tingkatan stages yang
terpasang pada satu rangkaian ESP. Ketika stages yang digunakan semakin banyak, maka
kemampuan pompa untuk dapat mengalirkan fluida produksi yang dihasilkan akan semakin
besar.
Pompa ESP dapat mengangkat fluida yang sangat tinggi dari reservoir dan cara
instalasi serta operasinya sangat mudah. ESP dapat dipasang pada sumur lepas pantai
(offshore) ataupun pada sumur di daratan (onshore) yang memiliki laju alir yang sangat
tinggi. ESP dapat dioperasikan pada berbagai parameter kedalaman hingga lebih dari
12.00 ft dan laju aliran volumetrik hingga 45.000 bbl/day.
Kelebihan :
1. Dapat digunakan untuk memproduksi aliran fluida yang sangat tinggi hingga
45.000 bbl/day.
2. Dapat digunakan pada sumur deviasi tanpa menyebabkan berbagai masalah.
3. Efisiensi energi relative hingga sekitar 50%..
Universitas Pertamina - 9
4. Biaya perawatan yang dibutuhkan rendah.
5. Peralatan permukaan yang dibutuhkan dapat digunakan pada tempat yang
memiliki area terbatas.
6. Relatif mudah untuk melakukan perawatan pada permasalahan pompa seperti
terjadi korosi dan scale.
Kekurangan :
1. ESP tidak efektif untuk digunakan pada sumur yang memiliki permasalahan
utama kepasiran.
2. ESP tidak cocok digunakan pada volume sumur yang rendah (<150 bpd).
3. Instalasi awal (OPEX) ESP relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan
berbagai jenis artificial lift lainnya.
4. GOR yang tinggi dapa menimbulkan permasalahan penanganan gas pada ESP.
5. Viskositas minyak yang tinggi dapat mengurangi efisiensi pompa.
6. Temperatur yang tinggi dapat merusak electric motor.
Permasalahan yang terjadi pada ESP dapat mempengaruhi kinerja ESP dalam
memproduksikan fluida. Secara garis besar terdapat 3 faktor utama yang dapat
mempengaruhi kinerja dari ESP, yaitu permasalahan dari segi kelistrikan, permasalahan
dari segi komponen ESP yang disebabkan oleh beberapa faktor, dan permasalahan dari
reservoir pada suatu sumur.
Permasalahan pada komponen ESP yang umumnya terjadi seperti, shaft yang patah
dan tubing yang bocor. Shaft yang patah biasanya terjadi dikarenakan pompa menerima
beban yang terlalu besar. Tubing bocor menyebabkan fluida produksi tidak dapat dialirkan
ke permukaan, sehingga fluida akan jatuh kembali ke perforasi.
Universitas Pertamina - 10
Gambar 2.7 Shaft patah pada pompa
Sumber : Sunandrio, Hadi dan Sutarjo, (2014)
Selain permasalahan yang telah dijelaskan diatas, terdapat juga permasalahan yang
disebabkan oleh tidak tepatnya desain ESP yang digunakan pada suatu sumur. Desain ESP
yang tidak tepat dapat menyebabkan suatu sumur tidak dapat mengalirkan fluida secara
optimal sehingga perlu dilakukan evaluasi ulang pada kinerja pompa yang digunakan.
Desain ESP yang sesuai dengan kondisi suatu sumur dapat menyebabkan
terproduksinya fluida secara optimum. Untuk dapat melakukan desain ESP yang sesuai
dibutuhkan data aktual reservoir pada suatu sumur agar dapat diketahui nilai Productivity
Index (PI). Desain ESP yang telah digunakan dapat dilakukan evaluasi ulang dan
dioptimasi. Dalam melakukan optimasi pada ESP dapat digunakan beberapa parameter
sensitivitas, yaitu kedalaman pompa, jumlah stages dan operating frequency.
Universitas Pertamina - 11
kedalaman yang optimum karena ketika pompa dipasang terlalu tinggi maka laju alir
produksi yang didapatkan akan semakin kecil dan jika pompa dipasang terlalu rendah maka
akan menimbulkan kenaikan tekanan intake pada pompa. Jumlah stages harus disesuaikan
dengan total dynamic head (TDH) yang dibutuhkan pada pompa serta sesuai dengan
kapasitas head yang dibutuhkan. Sedangkan operating frequency harus disesuaikan secara
optimal agar fluida dapat dialirkan. Apabila nilai operating frequency terlalu rendah maka
fluida tidak dapat dialirkan ke permukaan dan apabila nilai operating frequency terlalu
tinggi maka dapat menyebabkan terjadinya kavitasi yang dapat menimbulkan kerusakan
pada bagian impeller pompa.
Dalam melakukan desain perencanaan ESP pada suatu sumur dilakukan beberapa
Langkah yang harus dilakukan, yaitu :
𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑐
DFL = Mid Perfo − ( + ) (2.6)
𝐺𝑓 𝐺𝑓
Dimana :
4. Menentukan pump setting depth pada sumur. Terdapat 3 hal yang harus
diperhatikan dalam menentukan pump setting depth yang sesuai pada sumur, yaitu
menentukan pump setting depth minimum, menentukan pump setting depth
maximum, dan menentukan pump setting depth optimum. Dalam mendesain ESP
pompa harus berada pada kedudukan yang optimum (diantaran PSD minimum dan
PSD optimum) sehingga didapatkan laju alir produksi yang diinginkan dan tidak
terjadi permasalahan pada pompa. Semakin tinggi ataupun semakin dalam
Universitas Pertamina - 12
kedudukan pompa maka laju produksi yang didapatkan akan semakin kecil,
sedangkan ketika kedudukan pompa terlalu rendah dapat menyebabkan
penambahan tekanan di intake serta mengurangi volume gas yang terproduksi.
Berikut adalah perhitungan untuk menentukan masing-masing PSD :
𝑃𝑏 𝑃
𝑃𝑆𝐷 = DFL + + (2.7)
𝑚𝑖𝑛 𝐺𝑓 𝐺𝑓
𝑃𝑏 𝑃
𝑃𝑆𝐷 = Mid Perfo − + (2.8)
𝑚𝑎𝑥 𝐺𝑓 𝐺𝑓
5. Selanjutnya menentukan nilai Total Dynamic Head (TDH). TDH merupakan total
jarak dari wellhead hingga pump intake, yang terdiri dari jarak beberapa bagian
yaitu wellhead ke head, head ke tubing, dan tubing ke pump intake. Nilai TDH
dapat diketahui ketika telah diketahui masing-masing nilai vertical lift (HD),
friction loss dan head friction (HF) dan wellhead tubing head (HT). Vertical lift
adalah jarak yang harus ditempuh dari dynamic fluid level menuju ke permukaan.
Head friction adalah besarnya kehilangan tenaga disepanjang tubing akibat
adanya friksi ataupun gesekan aliran di dalam tubing dari pompa hingga ke
permukaan. Sedangkan wellhead tubing head adalah jarak yang disebabkan oleh
adanya tekanan di dalam tubing. Berikut ini adalah langkah-langkah yang
dilakukan untuk menentukan nilai TDH :
• Menentukan nilai Fluid Over Pump
𝑃𝑠
FOP = (2.9)
𝐺𝑓
𝑃𝑤ℎ
HT = (2.13)
𝐺𝑓
Universitas Pertamina - 13
switchboard dan transformer. Berikut adalah perhitungan untuk menentukan
parameter-parameter diatas :
• Menentukan jumlah stages
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑦𝑛𝑎𝑚𝑖𝑐 ℎ𝑒𝑎𝑑
Jumlah 𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒𝑠 = (2.15)
ℎ𝑒𝑎𝑑 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
• Menentukan HP pompa
Total HP = HP/stage x Jumlah stages (2.16)
• Menentukan switchboard
Untuk menentukan jenis switchboard yang akan digunakan perlu diketahui
jumlah voltase yang akan digunakan. Berikut adalah persamaan untuk
menentukan jumlah voltase yang dibutuhkan :
𝑉𝑐 𝐿
=( ) 𝑋 𝑣𝑜𝑙𝑡𝑎𝑔𝑒 100 (2.17)
𝑉𝑠= 𝑉𝑚 𝑋 𝑉𝑐
(2.18)
Dimana :
Vc : kehilangan voltage, volt/100
L : panjang kabel, ft
Vs : surface voltage, volt
Vm : motor voltage, volt
• Menentukan transformer
𝑉𝑆 𝑥 Im x 1.73
T= (2.19)
1000
Dimana :
T : ukuran transformer, KVA
Im : ampere motor, ampere
Universitas Pertamina - 14
Universitas Pertamina - 15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang dilakukan adalah dengan mengolah data sumur tinjauan
untuk didapatkan kurva IPR vs VLP pada masing-masing sumur. Kurva tersebut akan
digunakan sebagai acuan untuk mengetahui efisiensi kinerja ESP yang digunakan dan
mengetahui laju alir produksi sumur tinjauan. Kemudian dilakukan evaluasi kinerja
terhadap hasil efisiensi kinerja ESP yang telah didapatkan serta melakukan analisis
optimasi produksi berdasarkan sensitivitas yang terbatas.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan berasal dari data
kuantitatif yang didapatkan oleh penulis ketika sedang melaksanakan kegiatan kerja
praktik. Data kuantitatif ini akan dilakukan simulasi dengan menggunakan software
Prosper sehingga didapatkan data tambahan yang digunakan sebagai bahan evaluasi
kinerja dan optimasi sumur tinjauan. Beberapa data yang diperoleh guna menunjang
penelitian adalah sebagai berikut :
Universitas Pertamina - 15
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian
Universitas Pertamina - 16
Universitas Pertamina - 17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Data Sumur
Pada penelitian ini terdapat dua sumur tinjauan yang akan dilakukan evaluasi
kinerja dan optimasi pompa ESP, yaitu sumur FE-14 dan sumur FE-31. Evaluasi kinerja
yang akan dilakukan adalah dengan mengetahui kemampuan reservoir pada masing-masing
sumur melalui analisis yang didapatkan dari kurva IPR vs VLP. Setelah mengetahui
kemampuan reservoir pada masing-masing sumur melalui produksi maksimum yang dapat
diproduksi, akan dilakukan evaluasi kinerja terhadap pompa ESP yang digunakan. Apabila
pompa ESP yang digunakan dinilai kurang optimum dalam memproduksikan fluida, maka
dilakukan optimasi pada masing-masing sumur dengan mempertimbangkan pergantian
pompa. Dari hasil analisis yang didapatkan dari pergantian ESP tersebut, selanjutnya akan
dilakukan optimasi berdasarkan beberapa sensitivitas agar dapat diketahui produksi
optimum yang dapat dihasilkan pada masing-masing sumur. Seluruh evaluasi kinerja dan
optimasi pompa ESP akan dianalisis menggunakan software Prosper. Hal ini dilakukan
untuk menyelesaikan penelitian yang dilakukan penulis.
Universitas Pertamina - 17
4.1.2 Kurva IPR Sumur FE-14
Berdasarkan data aktual sumur dan data fluida sumur yang telah disebutkan pada
tabel 4.1, didapatkan kurva IPR sumur FE-14 dengan menggunakan software Prosper.
Hasil kurva IPR sumur FE-14 adalah sebagai berikut :
Berdasarkan hasil kurva IPR yang telah didapatkan pada gambar 4.1, dapat
diketahui bahwa sumur FE-14 memiliki nilai Absolute Open Flow (AOF) sebesar 1525.1
STB/day dan formation PI sebesar 4.31 STB/day/psi.
Universitas Pertamina - 18
No. Parameter Nilai
Berdasarkan data aktual sumur dan data fluida sumur yang telah disebutkan pada
tabel 4.2 diatas, didapatkan kurva IPR sumur FE-31 dengan menggunakan software
Prosper. Hasil kurva IPR sumur FE-31 adalah sebagai berikut :
Berdasarkan hasil kurva IPR yang telah didapatkan pada gambar 4.2, dapat
diketahui bahwa sumur FE-31 memiliki nilai Absolute Open Flow (AOF) sebesar 2520.8
STB/day dan formation PI sebesar 9.6 STB/day/psi.
Setelah mengetahui laju alir maksimal yang dapat diproduksikan dengan melihat
hasil kurva IPR masing-masing sumur, selanjutnya akan dilakukan analisis terhadap kinerja
desain awal ESP yang digunakan sumur FE-14 dan sumur FE-31. Hal ini dikarenakan
penulis ingin mengetahui apakah ESP yang digunakan pada masing-masing sumur telah
sesuai dengan kemampuan sumur saat ini.
Universitas Pertamina - 19
4.2.1 Desain Awal ESP Sumur FE-14
Pada desain awal ESP, perlu diketahui jenis pompa yang digunakan beserta
beberapa parameter lainnya yang digunakan. Berikut adalah desain awal ESP pada sumur
FE-14 :
Tabel 2.3 Desain awal ESP sumur FE-14
4. Number of Stages 50
Seperti pada sumur FE-14, untuk mengetahui desain awal ESP perlu diketahui jenis
pompa yang digunakan beserta beberapa parameter lainnya yang digunakan. Berikut adalah
desain awal ESP pada sumur FE-31 :
Tabel 4.4 Desain awal ESP sumur FE-31
4. Number of stages 60
Berdasarkan pada data desain ESP yang telah diketahui, selanjutnya dilakukan
analisis terhadap kurva IPR vs VLP pada sumur FE-14. Analisis yang dilakukan dapat
Universitas Pertamina - 20
digunakan untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan desain awal ESP yang digunakan.
Berikut adalah kurva IPR vs VLP sumur FE-14 :
Dari hasil kurva IPR vs VLP sumur FE-14 pada gambar 4.3, dapat diketahui bahwa
fluida produksi yang didapatkan sebesar 298.1 STB/day. Dapat diketahui bahwa pada
desain awal ESP yang digunakan, efisiensi kinerja ESP yang digunakan sebesar 19.54 %.
Desain awal ESP ini dinilai masih kurang optimum dan perlu dilakukan optimasi agar dapat
meningkatkan laju alir produksi yang dihasilkan.
Berdasarkan pada data desain ESP yang telah diketahui, selanjutnya dilakukan
analisis terhadap kurva IPR vs VLP pada sumur FE-31. Analisis yang dilakukan dapat
digunakan untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan desain awal ESP yang digunakan.
Berikut adalah kurva IPR vs VLP sumur FE-31 :
Universitas Pertamina - 21
Gambar 4.4 Kurva IPR vs VLP sumur FE-31
Dari hasil kurva IPR vs VLP sumur FE-31 pada gambar 4.4 dapat diketahui bahwa
fluida produksi yang didapatkan sebesar 522.9 STB/day. Dapat diketahui bahwa pada
desain awal ESP yang digunakan, efisiensi kinerja ESP yang digunakan sebesar 20.74 %.
Desain awal ESP ini dinilai masih kurang optimum dan perlu dilakukan optimasi agar dapat
meningkatkan laju alir produksi yang dihasilkan.
Pada sumur FE-14 diketahui bahwa nilai AOF nya sebesar 1525.1 STB/day. Untuk
mencapai target produksi sebesar >80% AOF (lebih dari 1220 STB/day) maka penulis akan
menggunakan pergantian ESP dengan menggunakan pompa REDA DN1800. Hal ini
dikarenakan kemampuan produksi yang dimiliki oleh pompa REDA DN1800 sekitar 1200-
2400 BFPD. Sehingga pompa tersebut dinilai telah mampu untuk memenuhi target
produksi yang diinginkan. Namun untuk mengetahui lebih lanjut apakah pompa tersebut
telah sesuai dengan kondisi dari sumur FE-14, maka perlu dilakukan beberapa analisis yang
dibutuhkan.
Analisis pertama yang dilakukan adalah melihat kurva IPR vs VLP yang didapat
setelah dilakukan pergantian pompa dengan memasukkan data ESP sumur FE-14 kedalam
software Prosper. Berikut adalah kurva IPR vs VLP yang didapatkan :
Universitas Pertamina - 22
Gambar 4.5 Kurva IPR vs VLP sumur FE-14 pompa REDA DN1800
Berdasarkan hasil kurva IPR vs VLP yang didapatkan pada gambar 4.5, dapat
diketahui bahwa terjadi peningkatan produksi sumur FE-14, yaitu sebesar 314.8 STB/day.
Dari hasil peningkatan produksi yang terjadi pada sumur FE-14, maka perlu dilakukan
beberapa analisis sensitivitas tambahan agar dapat dihasilkan produksi yang jauh lebih
optimum.
Pada sumur FE-31 diketahui bahwa nilai AOF nya sebesar 2520.8 STB/day. Untuk
mencapai target produksi sebesar >80% AOF (lebih dari 2016 STB/day) maka penulis akan
menggunakan pergantian ESP dengan menggunakan pompa REDA DN3100. Hal ini
dikarenakan kemampuan produksi yang dimiliki oleh pompa REDA DN3100 sekitar 2100-
3900 BFPD. Sehingga pompa tersebut dinilai telah mampu untuk memenuhi target
produksi yang diinginkan. Namun untuk mengetahui lebih lanjut apakah pompa tersebut
telah sesuai dengan kondisi dari sumur FE-31, maka perlu dilakukan beberapa analisis yang
dibutuhkan.
Selanjutnya analisis yang dilakukan adalah melihat kurva IPR vs VLP yang didapat
setelah dilakukan pergantian pompa dengan memasukkan data ESP sumur FE-31 kedalam
software Prosper. Berikut adalah kurva IPR vs VLP yang didapatkan :
Universitas Pertamina - 23
Gambar 4.6 Kurva IPR vs VLP sumur FE-31 pompa REDA DN3100
Berdasarkan hasil kurva IPR vs VLP yang didapatkan pada gambar 4.6, pergantian
pompa ESP pada sumur FE-31 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan produksi sumur,
yaitu sebesar 695.7 STB/day. Dari hasil peningkatan produksi yang terjadi pada sumur FE-
31, maka perlu dilakukan beberapa analisis sensitivitas tambahan agar dapat dihasilkan
produksi yang jauh lebih optimum.
Pada penelitian ini sensitivitas yang digunakan terbatas pada 3 parameter, yaitu
kedalaman pompa, jumlah stages dan operating frequency. Pada masing-masing
sensitivitas akan dilihat produksi optimum yang dapat dihasilkan pada masing-masing
sumur setelah dilakukan pergantian ESP.
Universitas Pertamina - 24
Gambar 4.7 Hasil sensitivitas kedalaman pompa sumur FE-14
Dari hasil sensitivitas yang didapatkan pada gambar 4.7, diketahui bahwa setiap
rentang kedalaman dimulai dari 500 ft sampai 650 ft, ESP yang digunakan dapat
mengalirkan fluida produksi. Berikut adalah hasil produksi yang didapatkan berdasarkan
pengujian sensitivitas kedalaman pompa pada sumur FE-14.
Tabel 4.5 Sensitivitas kedalaman pompa sumur FE-14
Universitas Pertamina - 25
Gambar 4.8 Hasil sensitivitas operating frequency sumur FE-14
Dari hasil sensitivitas yang didapatkan pada gambar 4.8, dapat diketahui bahwa
setiap penambahan nilai operating frequency maka laju alir produksi akan meningkat.
Berikut adalah hasil produksi yang didapatkan berdasarkan pengujian sensitivitas
operating frequency pada sumur FE-14.
Tabel 4.6 Sensitivitas operating frequency sumur FE-14
Berdasarkan hasil sensitivitas yang didapatkan pada tabel 4.6, dapat diketahui
bahwa operating frequency awal pada sumur sangat kecil sehingga produksi yang
didapatkan juga kecil. Dilihat dari penambahan nilai operating frequency diketahui bahwa
peningkatan produksi yang didapatkan cukup signifikan. Untuk memilih nilai operating
frequency yang sesuai untuk digunakan pada pompa perlu diperhatikan pump plot untuk
operating range yang dapat dilakukan oleh pompa REDA DN1800. Berikut adalah plot
operating range yang dihasilkan untuk rentang operating frequency diatas :
Universitas Pertamina - 26
Gambar 4.9 Operating range sensitivitas operating frequency sumur FE-14
Berdasarkan pada gambar 4.9, dapat diketahui bahwa nilai operating frequency 70
Hz berada dekat dengan best efficiency line. Sehingga nilai operating frequency yang
dipilih ada 70 Hz dengan peningkatan fluida produksi sebesar 1056.2 STB/day.
Universitas Pertamina - 27
Dari hasil sensitivitas yang didapatkan pada gambar 4.10, dapat diketahui bahwa
setiap penambahan jumlah stages laju alir produksi yang didapatkan semakin tinggi.
Berikut adalah hasil produksi yang didapatkan berdasarkan pengujian sensitivitas jumlah
stages pada sumur FE-14.
Tabel 4.7 Sensitivitas jumlah stages sumur FE-14
Berdasarkan hasil sensitivitas yang didapatkan pada tabel 4.7, dapat diketahui
bahwa penambahan jumlah stages yang dilakukan menghasilkan penambahan fluida
produksi. Untuk memilih jumlah stages yang sesuai untuk digunakan pada pompa perlu
diperhatikan pump plot untuk operating range yang dapat dilakukan oleh pompa REDA
DN1800. Berikut ini adalah plot operating range yang dihasilkan untuk jumlah stages
diatas :
Berdasarkan pada gambar 4.11, dapat diketahui bahwa rentang nilai jumlah stages
yang dipilih berada dekat dengan best efficiency line. Pada stages 100 titik plot sangat dekat
dengan best efficiency line. Sehingga jumlah stages yang dipilih ada 100 stages dengan
peningkatan fluida produksi sebesar 1248.1 STB/day.
Universitas Pertamina - 28
4.4.2 Analisis Sensitivitas ESP Sumur FE-31
Pengujian sensitivitas yang dilakukan pada sumur FE-31 didesain agar sumur dapat
mengalirkan fluida produksi secara optimum sehingga mampu memenuhi target produksi
yang diinginkan berdasarkan kemampuan reservoir yang dimiliki.
Sensitivitas pertama yang akan dilakukan adalah kedalaman pompa dengan rentang
nilai yang diberikan dimulai dari kedalaman 800 ft sampai 1100 ft. Rentang nilai tersebut
disesuaikan agar pompa tetap berada diatas top perforation pada sumur. Hasil pengujian
sensitivitas kedalaman pompa pada ESP sumur FE-31 adalah sebagai berikut :
Dari hasil sensitivitas yang didapatkan pada gambar 4.12, diketahui bahwa setiap
rentang kedalaman dimulai dari 800 ft sampai 1100 ft, ESP yang digunakan dapat
mengalirkan fluida produksi. Berikut adalah hasil produksi yang didapatkan berdasarkan
pengujian sensitivitas kedalaman pompa pada sumur FE-31.
Tabel 4.8 Sensitivitas kedalaman pompa sumur FE-31
Berdasarkan hasil pengujian sensitivitas yang telah didapat pada tabel 4.8, penulis
memilih kedalaman pompa 1100 ft dengan fluida produksi yang dihasilkan sebesar 976.2
STB/day. Hal ini dikarenakan dari sensitivitas kedalaman pompa yang dilakukan, semakin
Universitas Pertamina - 29
dalam pompa maka didapatkan fluida produksi yang lebih besar. Selanjutnya pada
kedalaman tersebut masih dalam batas yang telah ditetapkan, yaitu berada diatas top
perforation sumur.
Dari hasil sensitivitas yang didapatkan pada gambar 4.13, dapat diketahui bahwa
setiap penambahan nilai operating frequency maka laju alir produksi akan meningkat.
Berikut adalah hasil produksi yang didapatkan berdasarkan pengujian sensitivitas
operating frequency pada sumur FE-31.
Tabel 4.9 Sensitivitas operating frequency sumur FE-31
Berdasarkan hasil sensitivitas yang didapatkan pada tabel 4.9, dapat diketahui
bahwa operating frequency awal pada sumur kecil sehingga produksi yang didapatkan juga
tidak optimum. Dilihat dari penambahan nilai operating frequency diketahui bahwa
peningkatan produksi yang didapatkan cukup signifikan. Untuk memilih nilai operating
frequency yang sesuai untuk digunakan pada pompa perlu diperhatikan pump plot untuk
operating range yang dapat dilakukan oleh pompa REDA DN3100. Berikut adalah plot
operating range yang dihasilkan untuk rentang operating frequency diatas :
Universitas Pertamina - 30
Gambar 4.14 Operating range sensitivitas operating frequency sumur FE-31
Berdasarkan pada gambar 4.14, dapat diketahui bahwa nilai operating frequency
70 Hz berada dekat dengan best efficiency line. Sehingga nilai operating frequency yang
dipilih ada 70 Hz dengan peningkatan fluida produksi sebesar 2092.3 STB/day.
Universitas Pertamina - 31
Dari hasil sensitivitas yang didapatkan pada gambar 4.15, dapat diketahui bahwa
setiap penambahan jumlah stages laju alir produksi yang didapatkan semakin tinggi.
Berikut adalah hasil produksi yang didapatkan berdasarkan pengujian sensitivitas jumlah
stages pada sumur FE-31.
Tabel 4.10 Sensitivitas jumlah stages sumur FE-31
Berdasarkan hasil sensitivitas yang didapatkan pada tabel 4.10, dapat diketahui
bahwa penambahan jumlah stages yang dilakukan menghasilkan penambahan fluida
produksi. Untuk memilih jumlah stages yang sesuai untuk digunakan pada pompa perlu
diperhatikan pump plot untuk operating range yang dapat dilakukan oleh pompa REDA
DN3100. Berikut ini adalah plot operating range yang dihasilkan untuk jumlah stages
diatas :
Universitas Pertamina - 32
Berdasarkan pada gambar 4.16, dapat diketahui bahwa rentang nilai jumlah stages
yang dipilih berada dekat dengan best efficiency line. Pada stages 70 titik plot sangat dekat
dengan best efficiency line. Sehingga jumlah stages yang dipilih adalah 70 dengan
peningkatan fluida produksi sebesar 2146.6 STB/day.
Dari hasil yang didapatkan pada gambar 4.17, dapat diketahui bahwa konfigurasi
nilai sensitivitas yang telah dipilih hampir mendekati best efficiency line. Sehingga
penggunaan pompa DN1800 untuk sumur FE-14 dinilai telah memproduksi secara
optimum. Apabila hasil yang didapatkan kurang dari minimum operating range maka akan
menimbulkan permasalahan downthrust pada pompa. Sedangkan jika hasil yang
didapatkan lebih dari maximum operating range maka akan menimbulkan permasalahan
upthrust pada pompa. Selanjutnya adalah hasil kurva operating range yang didapatkan
pada pompa DN3100 untuk sumur FE-31 berdasarkan nilai sensitivitas yang telah dipilih
sebagai berikut :
Universitas Pertamina - 33
Gambar 4.18 Operating range pompa DN3100 sumur FE-31
Dari hasil yang didapatkan pada gambar 4.18, dapat diketahui bahwa konfigurasi
nilai sensitivitas yang telah dipilih telah mendekati best efficiency line. Sehingga
penggunaan pompa DN3100 untuk sumur FE-31 dinilai telah memproduksi secara
optimum.
Berdasarkan pada pergantian ESP dan dilakukannya uji sensitivitas pada masing-
masing sumur, didapatkan desain akhir ESP pada sumur FE-14 dan sumur FF-31 sebagai
berikut :
Tabel 4.11 Desain akhir ESP sumur FE-14 dan sumur FE-31
Universitas Pertamina - 34
Dari hasil desain akhir ESP pada tabel 4.11, terjadi peningkatan fluida produksi
pada masing-masing sumur. Target produksi yang diharapkan yaitu >80% AOF telah
tercapai setelah dilakukan pergantian pompa. Berikut adalah perbandingan peningkatan
fluida produksi yang didapatkan berdasarkan pada desain awal dan desain akhir ESP :
Tabel 4.12 Perbandingan desain awal dan akhir sumur FE-14 dan sumur FE-31
Universitas Pertamina - 35
Universitas Pertamina - 36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kinerja pompa ESP awal yang digunakan pada sumur FE-14 dan sumur FE-31
dinilai kurang optimal dikarenakan laju alir yang dihasilkan <80% AOF masing-
masing sumur.
2. Laju alir awal sumur FE-14 sebesar 298.1 STB/day dan laju alir awal sumur FE-
31 sebesar 522.9 STB/day.
4. Berdasarkan hasil sensitivitas yang telah dilakukan, didapatkan desain akhir ESP
sumur FE-14 dengan menggunakan ESP tipe DN1800, kedalaman pompa 650 ft,
operating frequency 70 Hz, dan jumlah stages sebesar 100 dan desain akhir ESP
sumur FE-31 dengan menggunakan ESP tipe DN3100, kedalaman pompa 1100 ft,
operating frequency 70 Hz, dan jumlah stages sebesar 70.
5. Hasil produksi optimum yang didapatkan pada sumur FE-14 sebesar 1248.1
STB/day dan pada sumur FE-31 sebesar 2146.6 STB/day.
5.2 Saran
Setelah melakukan penelitian ini terdapat beberapa saran yang dapat penulis
berikan, yaitu :
Universitas Pertamina - 36
Universitas Pertamina - 37
DAFTAR PUSTAKA
Beggs, H.D. (1991). “Production Optimization Using Nodal Analysis”. Oil & Gas
Consultants International Inc. Publications. Tulsa.
Brown, K.E. (1977 ). “The Technology of Artificial Method”. The Petroleum Publishing
Company, Tulsa Oklahoma, United States of America.
Brown, Kermit E., & Lea, James F. (1985). “Nodal Systems Analysis of Oil and Gas
Wells”. Society of Petroleum Engineering.
Guo, B., Lyons, W.C., & Ghalambor, A. (2007). “Petroleum Production Engineering”.
Elsevier Science & Technology Books.
Sari, B.P. (2014) “ESP Problem and Troubleshooting”. UIR. Riau.
Sunandrio, H & Sutarjo. (2014). “Analisis Kegagalan Shaft Pompa Submersible Pada Unit
Pengeboran Minyak Bumi. Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur. Tanggerang.
Takacs, Gabor. (2009). “Electrical Submersible Pumps Manual – First Edition”. Gulf
Professional Publishing Company, United Kingdom.
Universitas Pertamina - 37
Universitas Pertamina - 39
form TA-2 Bimlzingan tugas Akhir
FAHULTAS TZ¥NOLO€I SKSPLORASI DAN
PRODUKSI PRO€ItAbI
Pertamina STtIDI TE¥NIk PERMINVAKAN
Fri'.if FcmhMnbing:
Fnrnt TA-2 Biinbtngan Tugas Akhk
FAXUL7AST3XKOLOGI EKSPLORASI DAX
PRODUXSI PROGRA¥I
Pertamina 5TU0ITEKEIKPERMINYAAAN
I
I -; l*
/,;/ ”’ ”
Paraf Pemblmbing: * ” ’*“
a’ f Form TA 2 BimLlngan Tugas AkhJt
FAXULTAS TSKKOLOGI EKSPLORASE DAX
PRODUXSI PROGRA¥I
Fcr”tamina ITUDI TEKNtX PERMENVAKAK
P.iraf” Pcnihimliing: