Anda di halaman 1dari 14

MODUL

PROBLEM PRODUKSI

DI SUSUN OLEH
AGATHA MARIA GADI, ST

2018
MODUL 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri perminyakan merupakan salah satu bidang industri di dunia yang memerlukan teknologi
tinggi, padat modal dan memiliki resiko tinggi, sehingga sangat diperlukan suatu perencanaan yang
cermat dan matang. Inti dari industri perminyakan adalah cara mengambil hidrokarbon atau minyuak
mentah dan atau gas dari reservoir untuk diambil nilai ekonomisnya, dengan cara dijual.
Proses memproduksikan minyak bukanlah suatu proses yang mudah, namun melibatkan banyak
kegiatan yang cukup kompleks. Secara garis besar, tahapan yang dilakukan sebelum diproduksikan ke
permukaan yakni kegiatan eksplorasi, yaitu kegiatan mencari dan mengumpulkan sejumlah data statis
mengenai kondisi bawah permukaan. Data-data tersebut berupa lithology dari formasi dan data seismic.
Dalam kegiatan ini melibatkan Geologist dan Geophysics. Tahap berikutnya yang dilakukan ketika data-
data menunjukkan potensi hidrokarbon yang tersimpan cukup ekonomis maka dilakukan kegiatan
pemboran eksplorasi setelah kegiatan pemboran selesai maka dilanjutkan tahap penyelesaian sumur,
yakni mengubah sumur yang telah dibor sehingga siap untuk diproduksi. Tahap terakhir adalah tahap
produksi, yakni memproduksikan hidrokarbon yang ada di dalam reservoir menuju permukaan.
Dalam tahap produksi, menurunnya laju produksi dari suatu sumur produksi umumnya merupakan
suatu keadaan yang tidak dapat dihindarkan sehingga untuk memperoleh jumlah minyak semaksimal
mungkin, sumur harus tetap dijaga agar tetap berproduksi dengan laju produksi yang optimum. Oleh
karena itu apabila suatu sumur terjadi penurunan laju produksi, maka faktor yang menyebabkan
berkurangnya laju produksi harsu segera diketahui agar dapat dilakukan usaha untuk meningkatkan laju
produksi minyak.
Faktor yang menyebabkan berkurangnya laju produksi adalah karena adanya problem pada sumur
produksi. Dalam memproduksikan hidrokarbon dari reservoir, seringkali ada masalah yang berkaitan
dengan produksi. Dalam memproduksikan fluida reservoir, selalu diusahakan agar sumur tetap
berproduksi secara optimum. Menurunnya kapasitas produksi dan laju produksi minyak secara drastis dari
suatu sumur minyak merupakan problem produksi.
Pada prinsipnya problem produksi yang menyebabkan tidak optimumnya produksi minyak
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni :
1. Menurunnya produktivitas formasi
 Problem kepasiran
 Problem coning baik gas maupun air
2. Menurunnya laju produksi
 Problem emulsi
 Problem scale
 Problem korosi
 Problem paraffin
1.2. Penyebab Problem Produksi
Problem produksi yang terjadi bergantung pada karakteristik batuan reservoir, karakteristik fluida
reservoir, dan kondisi reservoir itu sendiri. Oleh karena itu faktor-faktor diatas menjadi acuan untuk
mengetahui penyebab terjadinya problem produksi.

1.2.1. Problem Kepasiran


Problem pasir yang timbul pada sumur-sumur yang berproduksi dari lapisan unconsolidated, sangat
menganggu produktivitas sumur serta dapat merusakkan peralatan produksi. Problem ini disebabkan oleh
butiran yang berukuran pasir di sekitar sumur terbawa oleh aliran fluida dan akan tertimbun di dasar
sumur (untuk butiran yang besar), dan terbawa terus ke permukaan untuk butiran yang kecil. Jumlah pasir
yang terbawa ini tergantung pada kecepatan aliran atau pressure drop di sekitar lubang sumur. Untuk
kecepatan aliran yang rendah atau pressure drop kecil, pasir yang terlepas sudah merupakn gumpalan-
gumpalan kecil sehingga akan mempercepat terjadinya kerusakan formasi.
Faktor penyebab terjadinya problem kepasiran
Problem kepasiran yang terjadi dalam proses produksi dapat disebabkan oleh bebrapa faktor, yaitu
antara lain :
1. Tenaga pengerukan (drag force), yaitu tenaga yang terjadi oleh aliran fluida dimana laju aliran dan
viskositasnya meningkat menjadi lebih tinggi.
2. Pengerukan kekuatan formasinya, hal ini sering dihubungkan dengan produksi air, karena
melarutkan material penyemenan atau pengurangan gaya kapiler dengan meningkatnya saturasi
air.
3. Penurunan tekanan reservoir, dengan penurunan ini akan mengganggu sifat penyemenan antar
batuan.

Ikut terproduksinya pasir pada operasi menimbulkan problem produksi. Problem produksi ini
biasanya berhubungan dengan formasi dangkal berumur tersier yang umumnya batupasir jenis lepas-
lepas (unconsolidated sand) dengan sementasi antar butiran kurang kuat. Hal ini berarti pekerjaan
komplesi sumur menjadi perhatian kritis dalam zona kepasiran. Berdasarkan kemudahan pasir ikut
terproduksi maka formasi batu pasir dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Quicksand
Pada formasi jenis ini ikatan antar butiran pasir lemah sehingga mudash bergerak Bersama fluida
produksi (tersuspensi oleh fluida). Pasir ini ikut terproduksi secara kontinyu dengan kapasitas
kepasiran tetap selama kapasitas produksi fluida juga tetap. Ikut terproduksinya pasir jenis ini tidak
menyebabkan terjadinya pembesaran lubang di sekitar sumur karena rongga-rongga yang semula
ditempati pasir yang ikut terproduksi selalu diiisi oleh pasir yang tersuspensi fluida produksi.
2. Packer sand
Formasi pasir jenis ini mempunyai bahan penyemen yang sangat sedikit sehingga kekuatan
sementasinya sangat lemah dan pasir mudah terproduksi Bersama fluida pada kapasitas produksi
tertentu. Ikut terproduksinya pasir ini menyebabkan rongga-rongga di sekitar lubang perforasi yang
semula ditempati oleh pasir yang ikut terproduksi. Problem lengkungan kestabilan pasir ini dapat
runtuh dalam jumlah yang besar akibat adanya lempung atau lanau yang hamper tidak punya
kekuatan rekah sama sekali terhadap butiran pasir.
3. Friable sand
Pada formasi pasir jenis ini ikatan antar butirnya nampak cukup kuat tetapi pada kenyataannya
butiran pasir dapat tererosi oleh fluida yang terproduksi. Sama halnya packed sand, jenis friable
sand bisa menyebabkan terbentuknya rongga di sekeliling lubang perforasi. Kepasiran berkurang
dengan terbentuknya pasir dengan kestabilan lemah. Runtuhnya lengkungan pasir menyebabkan
kepasiran dalam jumlah besar.

Kepasiran dapat menghambat kelangsungan operasi produksi, baik pada sumur atau di permukaan.
Kepasiran menimbulkan problem sebagai berikut :

1. Kapasitas produksi turun akibat naiknya butiran pasir tersuspensi dalam fluida produksi. Faktor
lainnya antara lain : tersumbatnya lubang perforasi dan pipa salur di permukaan.
2. Pembengkokan selubung atau liner akibat terbentuknya rongga-rongga di sekitar lubang perforasi
karena pasir terproduksi terus menerus ke permukaan.
3. Pengikisan atau erosi pada peralatan produksi di bawah permukaan dan di permukaan pada choke
atau di persimpangan pipa salur.

1.2.2. Problem Coning


Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya menurunkan produksi minyak, tetapi juga
dapat mengakibatkan sumur ditutup atau ditinggalkan sebelum waktunya. Selain itu terproduksinya air
atau gas yang berlebihan akan menyebabkan proses pengolahan selanjutnya menjadi lebih sulit.
Terproduksinya air atau gas berlebihan dapat disebabkan oleh :
1. Pergerakan air atau posisi batas air – minyak telah mencapai lubang perforasi
2. Pergerakan gas atau batas gas – minyak telah mencapai lubang perforasi
3. Terjadinya water fingering atau gas fingering

1.2.2.1. Water Coning


Water coning adalah suatu pergerakan air dari zonanya masuk ke dalam zona minyak secara vertikal
menuju lubang sumur menembus batas air – minyak dan membentuk kerucut. Pada Gambar 1.1. coning
terjadi apabila air atau gas mengalir mendahului minyak dengan arah gerakan memotong bidang
perlapisan batuan disekitarnya, karena permeabilitas vertikal batuan yang cukup tinggi sehingga
memungkinkan air atau gas bergerak cepat dan mendahului minyak sehingga mengakibatkan terjadinya
water coning pada sumur produksi.

Gambar 1.1 Terjadinya water coning


Produksi minyak yang mengalami water coning dapat mengurangi produksi minyak, sehingga perlu
untuk meminimalkan atau paling tidak mencegah terjadinya coning terlalu dini. Gejala water-gas coning
dapat terjadi apabila :
1. Tidak terdapay adanya lapisan impermeable antara zona air dan zona fluida diatasnya sehingga
memungkinkan air dapat mengalir ke dasar sumur.
2. Terjadi penurunan tekanan di dasar sumur
3. Mobilitas air ke dasar sumur lebih besar daripada mobilitas fluida di atasnya
4. Jarak antara dasar sumur level lebih kecil daripada radius pengurasan sumur (rw)
5. Interval perforasi sumur berada di atas water level.

1.2.2.2. Gas Coning


Gas coning atau terproduksinya gas secaraberlebihan yang berasal dari gas terlarut dalam minyak,
tudung gas primer atau sekunder dan aliran gas dari zona gas di atas atau di bawah zona minyak.

Gambar 1.2 Gas Coning

Gambar 1.2 memperlihatkan kelakuan rasio gas / minyak (GOR) dari reservoir minyak berhubungan
dengan jenis mekanisme pendorong. Pada reservoir bertenaga dorong gas terlarut terjadi kenaikan
saturasi gas (Sg) akibat penurunan tekanan selama pengambilan minyak. Jika gas terlarut dalam minyak
terbebaskan, maka gas mengalir menuju sumur dan menjadi fluida yang paling mobile akibat tekanan
terus menerus.

1.2.3. Problem Emulsi


Produksi minyak umumnya mengandung air 60% - 70% dalam keadaan free water atau stable
emulsion. Air Bersama minyak membentuk cairan yang dikenal sebagai emulsion. Hal ini menjadikan
produksi minyak harus melalui proses pemisahan terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan.
Berikut adalah istilah yang sering dijumpai dalam kaitannya dengan emulsion, antara lain :
 Emulsion : dua immiscible liquid yang dalam keadaan normal tidak bisa bercampur bersama, salah
satunya akan tersebar (dispersed) di seluruh bagian liquid yang lain dalam bentuk butiran-butiran
halus, contoh : minyak dan air.
 Dispersion : campuran dua fasa dari zat yang tidak saling melarutkan, solid atau partikel sebagai
bagian yang tersebar. Biasanya dibagi dan bercampur ke dalam liquid sebagai media tempat
penyebaran, contoh : susu sebagai disperse dalam air
 Solution : campuran dua komponen atau lebih menjadi satu larutan / fasa, merupakan tipe
campuran yang paling umum dikenal. Contoh : garam atau gula terlarut dalam air.

Emulsi yang tidak dapat dipecahkan tanpa melalui proses treating disebut stable emulsion. Ada tiga
syarat yang diperlukan untuk terbentuknya stable emulsion yaitu :
 Dua macam liquid yang bersifat immiscible (tidak dapat bercampur satu dengan lainnya). Contoh :
minyak dan air
 Agitation yang cukup untuk menyebarkan satu liquid menjadi butiran-butiran halus ke dalam liquid
yang lain.
 Emulsifying agent atau emulsifier.

Fluida diproduksi dari sumur mengandung organic dan inorganic material yang bertindak sebagai
stabilizer yang akan meningkatkan kekuatan dari film (skin) pada butiran – butiran air. Emulsifying agent
akan mencegah butiran-butiran air yang bergabung satu dengan yang lainnya.

 Jenis emulsi
1. Water in Oil (W/O) emulsion atau normal type emulsion
Jenis emulsi yang umum dijumpai dan mudah untuk dipecah. Pada tipe ini, air sebagai butiran halus
tersebar di dalam minyak. Pada tipe water in oil emulsion, air dalam bentuk butiran – butiran halus
dikelilingi seluruhnya oleh minyak.

Gambar 1.3 Water in Oil Emulsion


2. Oil in Water (O/W) emulsion atau reverse type emulsion
Pada tipe ini, minyak sebagai butiran-butiran halus tersebar di air. Air sebagai continuous phase
mengelilingi butiran-butiran halus minyak

Gambar 1.4 Oil in Water Emulsion


Kedua jenis emulsi ini ditemukan pada lapangan minyak, namun W/O adalah tipe yang sangat
penting karena lebih dari 95% jenis emulsi crude oil dibentuk oleh tipe jenis ini.
3. Dual type emulsion
Tipe emulsi yang sangat jarang dijumpai. Pada tipe ini, oil in water emulsion sebagai butiran-butiran
halus tersebar dalam minyak.

Gambar 1.5 Dual type emulsion

 kestabilan emulsi
kestabilan emulsi merupakan ketahanan emulsi terhadap tenaga yang memecahkan emulsi.
Kestabilan emulsi tergantung pada faktor berikut ini :
1. Emulsifying agent yang merupakan faktor penentu kestabilan emulsi. Tanpa emulsifying agent
tidak akan terjadi emulsi yang stabil karena tenaganya berpengaruh pada kestabilan emulsi.
2. Viskositas, jika tinggi maka kecenderungan untuk mengikat butiran air lebih besar dibanding minyak
yang viskositasnya lebih rendah. Minyak yang viskositasnya besar memerlukan waktu lebih lama
untuk memecahkan emulsinya.
3. Specific gravity, bila perbedaannya besar maka akan mempercepat settling. Minyak yang berat
berkecenderungan untuk menahan butiran-butiran air dalam bentuk suspensi lebih lama
4. Prosentase air yang tinggi akan membebntuk emulsi yang kurang stabil sehingga mudah dipisahkan
dari minyaknya.
5. Umur emulsi yang mengandung emulsi bila dimasukkan ke dalam tanki, dan air yang tersisa
terpisahkan serta tidak segera dilakukan treatment, maka emulsi tersebut menjadi sangat sulit
untuk dipisahkan.

 Crude oil emulsion


Adalah emulsi yang terdapat pada crude oil. Emulsi ini distabilkan oleh bermacam-macam material,
tergantung pada sumber atau asal crude oil tersebut. Emulsifying agent yang terdapat di dalamanya
yaitu :
1. Asphalt
2. Paraffin
3. Resin
4. Oil soluble organic acid
 Bahan lain yang dapat larut (soluble), dapat basah (wettable), atau dapat menyebar (dispersable)
dalam minyak daripada di dalam air.
 Bahan – bahan chemical yang digunakan untuk treatment seperti corrosion inhibitor dan
bactericide (biocide) juga dapat meningkatkan stabilnya emulsi.
 Suspension : campuran dari partikel yang tidak dapat melekat / mengendap dengan baik dalam
cairan atau gas. Partikel sebagai bagian yang akan tersebar dalam cairan atau gas sebagai
medium penyebarannya, contoh : lumpur dimana partikel soil, clay atau slit akan melayang di
dalam air.

Di dalam emulsi, liquid yang terpecah menjadi butiran-butiran halus dikenal dengan istilah dispersed,
discontinuous, atau internal phase. Sedangkan liquid yang mengelilingi butiran-butiran halus tersebut
dinamakan continuous atau external phase.

Gambar 1.6 dispersed dan continuous phase

Emulsi dari minyak atau air bisa saja memiliki salah satu dari minyak atau air yang menjadi dispersed
phase-nya, hal ini ditentukan oleh karakteristik dari emulsifying agent yang ada. Pada kebanyakan kasus,
air akan berperan sebagai dispersed phase di dalam minyak.

1.2.4. Problem paraffin


Parafin atau asphaltin adalah unsur-unsur pokok yang banyak terkandung dalam minyak mentah.
Jenis kerusakan akibat endapan organik ini umumnya disebabkan oleh perubahan komposisi hidrokarbon
, kandungan wax (lilin) di dalam crude oil , turunnya temperatur dan tekanan, sehingga minyak makin
mengental (pengendapan parafinik) dan menutup pori-pori batuan. Secara umum rumus parafin adalah
CnH2n+2.
Endapan parafin yang terbentuk merupakan suatu pesenyawaan hidrokarbon dan hidrogen antara
C18H38 hingga C38H78 yang bercampur dengan material organik dan inorganik lain
Kelarutan parafin dalam crude oil tergantung pada komposisi kimia minyak dan temperatur.
Pengendapan akan terjadi jika permukaan temperaturnya lebih rendah daripada crude oil. Viskositas
crude oil akan meningkat dengan adanya kristal parafin dan jika temperatur terus turun crude oil akan
menjadi sangat kental. Temperatur terendah dimana minyak masih dapat mengalir disebut titik tuang
(pour point).
Penyebab utama problem paraffin :
1. Turunnya tekanan reservoir
2. Hilangnya fraksi ringan minyak
3. Pemindahan panas dari minyak ke diniding pipa dan diteruskan ke tempat sekitarnya
4. Aliran cairan yang tidak tetap dan tidak merata
5. Adanya partikel lain yang menjadi inti pengendapan.
6. Kecepatan aliran dan kekasaran dinding pipa
7. Terhentinya aliran fluida.

Problem endapan organik ini dapat terjadi pada daerah :


1. Sepanjang zona perforasi
2. Pada tubing
3. Flowline
4. Separator
5. Stock tank

 Perilaku fasa wax


Komponen fasa wax dapat terlarut di crude oil dan di kondensat dalam bentuk fasa liquid. Kelarutan
paraffin wax ini sangat sensitive terhadap perubahan temperature. Perubahan temperature adalah faktor
yang mempengaruhi proses pembentukan kristal-kristal wax. Paraffin wax tetap terlarut di crude oil pada
saat di reservoir dan mengalami kesetimbangan dengan crude oil secara termodinamika. Sama halnya
dengan peristiwa pengendapan asphaltene, saat kesetimbangan termodinamika mulai terganggu seperti
terjadinya perubahan temperature atau tekanan, maka paraffin akan mengkristal atau mulai mengendap.

 Cara mengatasi problem paraffin


1. Mekanik (direservoir : hydraulic fracturing, di tubing dengan alat scraper dan cutter dan di flowline
dengan alat pigging )
2. Kombinasi dengan pemakaian solvent (kerosen, kondensate, dan minyak diesel) dengan cara
pemanasan (pemakaian heater treater, steam stimulation atau thermal recovery seperti injeksi uap)
3. Pemakaian larutan air + calcium carbide atau acethylene
4. Acidizing

Kedua faktor (endapan inorganik dan organik) ini akan menghambat aliran fluida reservoir ke
sumur produksi dan membentuk daerah kerusakan atau “zona damage”. Penurunan produksi dari sumur
minyak tergantung dari banyaknya dan tempat di mana endapan tersebut.

1.2.5. Problem Korosi


Korosi adalah kerusakan logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, dimana besi (Fe)
bereaksi membentuk senyawa hidroksida, karbonat atau sulfide yang rapuh dan mudah tererosi oleh alira.
Sebagai akibatnya adalah penipisan dinidng pipa, alat-alat produksi yang akhirnya dapat menimbulkan
kebocoran atau kerusakan.
Penyebab korosi yang sering dijumpai di lapangan adalah CO2, H2S, asam-asam organik, HCl dan
oksigen yang terlarutkan di dalam air.
 Dua jenis korosi
1. Korosi internal
Korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2 dan H2S pada minyak bumi, sehingga apabila
terjadi kontak dengan air akan membentuk asam yang merupakan penyebab korosi.
2. Korosi eksternal
Korosi yang terjadi pada bagian permukaan system pemipaan dan peralatan, baik yang kontak
dengan udara bebas dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara dari
tanah.

 Masalah korosi yang terjadi di Lapangan Minyak


1. Down hole corrosion
High fluid level pada jenis pompa angguk di sumur minyak dapat menyebabkan terjadinya stress
pada rod. Pemilihan material untuk peralatan bottom hole pumpa sangat penting karena pompa
harus dapat tahan terhadap sifat-sifat korosi dari fluida yang diproduksi dan tahan pula terhadap
sifat abrasi.
2. Flowing well
Peralatan dari well head, terutama pada wellhead gas bertekanan tinggi, sering mengalami korosi
yang disebabkan oleh kecepatan tinggi dan adanya turbulensi dari gas.
3. Flowline
Adanya deposit di dalam flowline dapat menyebabkan korosi yang akhirnya menyebabkan
kebocoran. Internal corrosion di dalam flowline dapat dicegah dengan inhibitor.

 Tipe korosi di Lapangan Minyak


1. Uniform Corrosion
Korosi yang terjadi pada permukaan logam yang berbentuk pengikisan permukaan logam secara
merata sehingga ketebalan logam berkurang sebagai akibat permukaan terkonversi oleh produk
karat yang biasanya terjadi pada peralatan – peraltan terbuka, misalnya permukaan luar pipa.
2. Pitting Corrosion
Korosi yang berbentuk lubang-lubang pada permukaan logam karena hancurnya film dari proteksi
logam yang disebabkan oleh rate korosi yang berbeda antara satu tempat dengan tempat yang
lainnya pada permukaan logam tersebut.
3. Stress Corrosion Cracking
Korosi berbentuk retak-retak yang tidak mudah dilihat, terbentuk di permukaan logam dan
berusaha merembet ke dalam. Ini terjadi pada logam yang banyak mendapat tekanan. Hal ini
disebabkan kombinasi dari tegangan tarik menarik dan lingkungan yang korosif sehingga struktur
logam melemah.
4. Erosion Corrosion
Korosi yang terjadi karena tercegahnya pembentukan film pelindung yang disebabkan oleh
kecepata alir fluida yang tinggi, misalnya abrasi pasir.
5. Galvanic Corrosion
Korosi yang terjadi karena terddapat hubungan antara dua metal yang disambung dan terdapat
perbedaan potensial antara keduanya.
 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Laju Korosi
Laju korosi maksimum yang diizinkan di lapangan minyak adalah 5 mpy (mils per year, 1 mpy = 0.001
in/year), sedangkan normalnya adalah 1 mpy atau bahkan kurang. Umumnya problem korosi disebabkan
oleh air. Tetapi ada beberapa faktor selain air yang mempengaruhi laju korosi, diantaranya :
1. Faktor gas terlarut
 Adanya gas oksigen (O2), yang terlarut akan menyebabkan korosi pada metal seperti laju korosi
akan bertambah dengan meningkatnya kandungan oksigen. Kelarutan oksigen dalam air
merupakan fungsi dari tekanan, temperature dan kandungan klorida. Untuk tekanan 1 atm dan
temperature kamar, kelarutan oksigen adalah 10 ppm dan kelarutannya akan berkurang
dengan bertambahnya temperature dan konsentrasi garam. Sedangkan kandungan oksigen
dalam minyak – air yang dapat menghambat timbulnya korosi adalah 0.05 ppm atau kurang.
 Karbondioksida (CO2), jika karbondioksida dilarutkan dalam air maka akan terbentuk asam
karbonat (H2CO2) yang dapat menurunkan pH air dan meningkatkan korosifitas.
2. Faktor temperatur
Penambahan temperature umumnya menambah laju korosi walaupun kenyataannya kelarutan
oksigen berkurang dengan meningkatnya temperature. Apabila metal pada temperature yang
tidak seragam, maka akan besar kemungkinan terbentuk korosi.
3. Faktor pH
pH netral adalah 7, sedangkan ph < 7 bersifat asam dan korosif, sedangkan untuk pH > 7 bersifat
basa juga korosif. Tetapi untuk besi, laju korosi rendah pada pH antara 7 sampai 13. Laju korosi
akan meningkat pada pH < 7 dan pada pH > 13.
4. Faktor bakteri pereduksi atau Sulfate Reducing Bacteria (SRB)
Adanya bakteri pereduksi sulfat akan mereduksi ion sulfat menjadi gas H2S, yang mana jika gas
tersebut kontak dengan besi akan menyebabkan terjadinya korosi.
5. Faktor padatan terlarut
 Klorida menyerang lapisan mild steel dan lapisan stainless steel. Padatan ini menyebabkan
terjadinya pitting, crevice corrosion, dan juga menyebabkan pecahnya alooys. Klorida biasanya
ditemukan pada campuran minyak-air dalam konsentrasi tinggi yang akan menyebabkan
proses korosi. Proses korosi juga dapat disebabkan oleh kenaikan konduktivity larutan garam,
dimana larutan garam yang lebih konduktif, laju korosinya juga akan lebih tinggi.
 Kalsium karbonat sering digunakan sebagai pengontrol korosi dimana film karbonat
diendapkan sebagai lapisan pelindung permukaan metal, tetapi dalam produksi minyak hal ini
cenderung menimbulkan masalah scale.
 Ion sulfat ini biasanya terdapat dalam minyak. Dalam air, ion sulfat juga ditemukan dalam
konsentrasi yang cukup tinggi dan bersifat kontaminan, dan oleh bakteri SRB sulfat diubah
menjadi sulfida yang korosif.

1.2.6. Problem Scale


Istilah scale dipergunakan secara luas untuk deposit keras yang terbentuk pada peraltan yang
kontak atau berada dalam air. Dalam operasi produksi minyak bumi sering ditemui mineral scale seperti
CaSO4, FeCO3,CaCO3 dan MgSO4. Senyawa – senyawa ini dapat larut dalam air. Scale CaCO3 paling sering
ditemui pada operasi produksi minyak bumi. Akibat dari pembentukan scale pada operasi produksi minyak
bumi adalah berkurangnya produktivitas sumur akibat tersumbatnya perforasi, pompa, valve, dan fitting
serta aliran. Penyebab terbentuknya desposit scale adalah terdapatnya senyawa tersebut dalam air
dengan jumlah yang melebihi kelarutannya pada keadaan kesetimbangan. Faktor utama yang
berpengaruh besar pada kelarutan senyawa-senyawa pembentuk scale ini adalah kondisi fisik (tekanan,
temperature, konsentrasi ion-ion lain dan gas terlarut).
Scale adalah endapan yang terbentuk pada permukaan yang kontak dengan air sebagai akibat dari
perubahan fisik atau kimia. Pembentukan scale menyebabkan berbagai masalah operasional. Apabila
scale terbentuk pada pipa maka akan terjadi pengurangan diameter pipa sehingga menurunkan debit
fluida yang melalui pipa tersebut. Scale dapat mengakibatkan penyumbatan pada system penyaring dan
valve. Karena scale merupakan penghantar panas yang buruk, pembentukan scale pada heat exchanger
menyebabkan penurunan efisiensi transfer panas. Selain itu scale dapat menginduksi korosi local dibawah
deposit sehingga struktur makin tipis dan dapat pecah karena terkena tekanan internal.

 Petunjuk dan Identifikasi Masalah Scale dan Kemungkinan Penyebabnya di Lapangan Minyak

1. Untuk warna terang atau putih


a. Bentuk fisik : Keras, padat, dan gambar halus
Penambahan HCL 15%: Tidak Larut
Komposisi : BaSO4, SrSO4, CaSO4 dalam air yang terkontaminasi
b. Bentuk fisik : Panjang, padat kristalnya seperti mutiara
Penambahan HCL 15% : Larut tanpa ada gelembung gas, larutan menunjukkan adanya SO4 dengan
BaCl2
Komposisi: Gipsum, CaSO4 ,2H20 dalam air terkontaminasi dari dalam air super saturation.
c. Bentuk fisik : Padat, halus, kristal berbentuk penambahan HCL 15%. Mudah larut dan ada gelembung
gas
Komposisi : CaCO3, campuran CaCO3 dan MgCO3 jika dilarutkan perlahan-lahan.

2. Untuk warna gelap dari coklat sampai dengan hitam


a. Bentuk fisik : Padat dan coklat
Penambahan HCL 15%: Residu berwarna putih, pada pemanasan berwarna coklat
Komposisi : Sama dengan 1a dan 1b untuk residu warna putih, yang berwarna coklat adalah besi oksida
yang merupakan produk korosi atau pengendapan yang disebabkan oleh oksigen
b. Bentuk fisik :Padat berwarna putih
Penambahan HCL 15%:Logam hitam larut perlahan-lahan dengan perubahan pada H2S, putih, residu
yang tidak larut
Komposisi :Sama dengan 1a. dan 1b. diatas untuk residunya warna hitam adalah besi sulfida yang
merupakan produk korosi.
 Pencegahan Scale dengan Scale Inhibitor
Scale inllibitor adalah bahan kimia yang menghentikan atau mencegah terbentuknya scale bila
ditambahkan pada konsentrasi yang kecil pada air. Penggunaan bahwa kimia ini sangat menarik, karena
dengan dosis yang sangat rendah dapat mencukupi untuk mencegah scale dalam periode waktu yang
lama. Mekanisme kerja scale inhibitor ada dua, yaitu :
1. Scale inhibitor dapat teradsorbsi pada permukaan kristal scale pada saat mulai terbentuk.
Inhibitor merupakan kristal yang besar yang dapat menutupi kristal yang kecil dan menghalangi
pertumbuhan selanjutnya.
2. Dalam banyak hal, bahan kimia dapat dengan mudah mencehaj menempelnya suatu partikel –
partikel pada permukaan padatan.

 Pemilihan Jenis Inhibitor


Untuk mendapatkan efektivitas kerja inhibitor yang baik, maka hal – hal yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut :
1. Jenis scale, dengan diketahui komposisi scale, dapat dilakukan pemilihan scale inhibitor yang tepat
2. Kekerasan scale
3. Temperature, secara umum, inhibitor berkurang keefektifannya apabila temperature meningkat.
4. pH, kebanyakan scale inhibitor konvensional tidak efektif pda pH rendah
5. kesesuaian bahan kimia, scale inhibitor yang digunakan harus sesuai dengan bahan kimia lain yang
juga digunakan untuk kepentingan operasi seperti corrosion inhibitor. Beberapa scale inhibitor
ada yang bereaksi dengan kalsium, magnesium atau barium membentuk scale pada konsentrasi
yang tinggi.
6. Padatan terlarut, semakin banyak padatan terlarut maka semakin tinggi konsentrasi inhibitor
yang digunakan.
7. Kesesuaian dengan kondisi air, kandungan ion -ion kalsium, barium dan magnesium yang ada
dalam air akan menyebabkan terjadinya reaksi dengan beberapa jenis inhibitor sehingga
menimbulkan masalah baru yaitu terbentuknya endapan.
8. Iklim. Setiap inhibitor mempunyai titil lebur tertentu dan cara menginjeksikan ke dalam system,
sehingga untuk menghindari terjadinya pembekuan ataupun perubahan komposisi dari inhibitor.

 Beberapa Jenis Scale Inhibitor


1. Hidrokarbon
Hidrokarbon diperlukan sebagai pelarut hidrokarbon digunakan untuk mengholangkan minyak,
paraffin, atau asphaltic materials yang menutupi scale yang terbentuk, karena apabila digunakan
asam sebagai penghilang scale maka asam ini tidak akan bereaksi dengan scale yang tertutupi oleh
minyak (oil coated scale). Oleh sebab itu, minyak harus dihilangkan terlebih dahulu dari scale
dengan menggunakan hidrokarbon.
2. Asam klorida
Asam klorida adalah bahan yang digunakan untuk membersihkan scale yang telah terbentuk.
Bahan ini dapat digunakan pada berbagai kondisi. Asam klorida digunakan dengan konsentrasi
5%, 10% atau 15% HCl.
3. Inorganic Converters
Inorganic converters biasanya merupakan suatu karbonat atau hidroksida yang akan bereaksi
dengan kalsium sulfat dan membentuk acid soluble calcium carbonate. Kemudian diikuti dengan
penambahan asalm klorida untuk melarutkan karbonat atau kalsium hidroksida yang terbentuk.
CaSO4 + (NH4)2CO3 (NH4)2S04 + CaCO3
CaCO3 + 2 Hcl H2O + CO2 + CaCl2
CO2 yang terbentuk dari reaksi dengan asam ini akan membantu mengeluarkan secara mekanis
scale yang mungkin tersisia. Inorganic converters sebaiknya tidak digunakan pada scale yang
keras.
4. Organic Converters
Organic converters seperti natrium sitrat, potassium asetat sering digunakan. Reaktan ini akan
berekasi dengan scale kalsium sulfat, sehingga scale akan menjadi lebih lunak dan mudah
dibersihkan dengan melewatkan air.
5. Natrium Hidroksida
Larutan 10% natrium hidroksida dapat melarutkan hinggan 12,5% berat dari scale kalsium
karbonat.

1.3. SOAL DAN LATIHAN


1. Apa yang anda ketahui tentang problem produksi minyak di Indonesia ?
2. Sebutkan penyebab terjadinya problem produksi !
3. Jelaskan problem kepasiran dan penyebab terjadinya kepasiran pada sumur produksi !
4. Jelaskan tentang formasi batu pasir !
5. Jelaskan pengertian coning (water dan gas) !
6. Apa yang anda ketahui tentang problem emulsi ?
 Gambar dan jelaskan tipe emulsi yang anda ketahui
7. Jelaskan pembentukan paraffin wax ! dan faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya problem
paraffin ?
8. Jelaskan pembentukan problem korosi dan tipe korosi yang terjadi di lapangan minyak !
9. Jelaskan faktor-faktor yang menyebabkan laju korosi !
10. Jelaskan penyebab scale serta jenis scale inhibitor untuk menanggulanginya !

Anda mungkin juga menyukai