Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/306012718

Perkembangan Desain Fashion Batik Perkembangan Desain Fashion Batik


Jawa Barat Berbasis Ekonomi Kreatif

Raw Data · March 2013


DOI: 10.13140/RG.2.1.3200.2802

CITATIONS READS

0 1,913

1 author:

Yan Yan Sunarya


Bandung Institute of Technology
84 PUBLICATIONS   22 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Master Sertifikasi Batik (Pembatik) View project

Study of the development of textile fiber characteristics in undergarment View project

All content following this page was uploaded by Yan Yan Sunarya on 09 August 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Perkembangan Desain Fashion Batik Jawa Barat
Berbasis Ekonomi Kreatif

Oleh : Yan Yan Sunarya

Chapter buku :
“Branding Strategy Jawa Barat Berbasis Ekonomi Kreatif Potensi Pusat Pariwisata”
Penelitian Hibah Dikti 2013 UNPAD skema Penelitian Prioritas Nasional Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (PENPRINAS MP3EI)
Fokus / Koridor : Tekstil / Jawa

I. Pendahuluan
Perkembangan desain fashion batik dalam dasawarsa terakhir ini tidak dapat dilepaskan
dari perkembangan budaya rupa (visual culture), sebagai upaya pengembangan
artifak berbasis kearifan lokal khususnya yang memacu sektor ekonomi kreatif.
Begitu pula, perkembangan teknologi dan pengetahuan desain saat ini, sangat
mendukung lahirnya karya-karya fashion baru dengan menggunakan teknik batik.
Produk fashion tersebut memakai ornamen tradisional Indonesia (termasuk ornamen
Jawa Barat) sebagai sumber inspirasi melalui proses inovasi kreatif, maka dihasilkan
ornamen-ornamen baru yang bersifat kontemporer, sehingga batik dan fashion
mendapat posisi penting dalam perkembangan budaya rupa.

Muara akhirnya, dalam upaya mengembangkan desain fashion batik yang berbasis
ekonomi kreatif yang merupakan hasil eksplorasi kreatif dari desainer batik dan
desainer fashion yang berpotensi besar untuk dikembangkan, maka inovasi desain
fashion batik mengarah kepada inovasi desain dalam konteks kreatifitas yang didasari
atas kegiatan eksplorasi terhadap keunggulan dan keunikan ornamen untuk
dikembangkan menjadi produk fashion batik yang memiliki originalitas dan nilai fungsi
yang baru.

II. Kreatifitas sebagai Ujung Tombak Kekuatan Desain


Kreatifitas sebagai ujung tombak kekuatan desain, secara substantif tidak bisa
dilepaskan dari dunia gagas manusia, yaitu : unsur akal dan unsur rasa. Kreatifitas dan
desain menjalin hubungan mutualistik, yakni sebagai suatu tatanan karya budaya fisik,
yang lahir dari berbagai pertimbangan pikir, gagas, rasa, dan jiwa perancangnya, yang
didukung oleh faktor luar menyangkut penemuan di bidang ipteks, lingkungan sosial,
tatanilai, dan budaya, kaidah estetika, kondisi ekonomi dan politik, hingga proyeksi
terhadap perkembangan yang terjadi di masa depan. Perannya semakin penting dalam
tatanan karya budaya fisik, terutama guna menunjang pertumbuhan ekonomi kreatif dan
peningkatan kualitas hidup manusia (Sachari, dkk., 2000).

Dunia kreatifitas mengindikasikan adanya konvergensi konsep dan praktek dari karya-
karya desain yang kreatif, berasal dari bakat-bakat individu desainer yang berkolaborasi
dengan industri budaya dalam skala besar. Berbicara mengenai kreatifitas dalam dunia

Perkembangan Desain Fashion Batik Jawa Barat Berbasis Ekonomi Kreatif, Yan Yan Sunarya --- 61
desain, maka tidak terlepas dari wilayah industri kreatif di negara kita yang kini
merupakan salah satu andalan yang diharapkan menjadi penopang perekonomian
nasional dalam kerangka ekonomi kreatif. Dalam menyusun strategi pengembangan
produk yang jitu, semua unsur harus dikaji atas dasar tujuan dan sasaran yang akan
dicapai. Kemudian terdapat fungsi kontrol yang mengintai gejala-gejala perubahan dan
perkembangan global. Fungsi ini harus bisa tanggap dan cepat untuk menginformasikan
sebagai data olahan dalam evaluasi strateginya. Maka sebagai desainer perlu
mensiasatinya untuk mengadopsi sebagai suatu konsep desain dengan metode
pendekatan secara interaktif-partisipatif.

Sementara ini, Departemen Perdagangan RI telah mencatat 15 cakupan kelompok


ekonomi kreatif, meliputi : (1) Jasa periklanan; (2) Arsitektur; (3) Seni Rupa; (4)
Kerajinan; (5) Desain; (6) Mode (fashion); (7) Film; (8) Musik; (9) Seni pertunjukan;
(10) Penerbitan; (11) Riset dan Pengembangan; (12) Piranti lunak; (13) Televisi-radio;
(14) Mainan; dan (15) Video game.

Hasil survey sementara kepada 100 responden di Jawa Barat yang dilakukan oleh Tim
Peneliti –Popy Rufaidah (ketua) dan Wa Ode Zusnita Muizu (anggota)– Penelitian
Hibah Dikti 2013 untuk skema Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (PENPRINAS MP3EI), dengan Fokus /
Koridor : Tekstil / Jawa, dengan Topik Kegiatan adalah : “Branding Strategy Jawa
Barat Berbasis Ekonomi Kreatif Potensi Pusat Pariwisata”, mengindikasikan bahwa
pembentuk ‘Brand’ Jawa Barat berbasis industri kreatif produk fashion berbahan tekstil
dari unsur desain produk adalah, sebagai berikut :

Urutan Total
Minat Responden
Prioritas %
1 Kualitas nama merek produk 89
2 Kekhasan keragaman warna 79
3 Keragaman warna sebagai nilai tambah 76
4 Keunikan nama merek 71
5 Variasi warna 69
6 Kemenarikan desain grafis iklan 64
7 Kekhasaran tatahuruf 62
8 Kekhasan logo 60
9 Keunikan tata huruf label 58
Kekhasan nama merek
10 57
Keunikan tata huruf berbeda
11 Kekhasan brand produk ciri khas produk 53
12 Tempat mudah dijangkau 51
Ke-up-to-date-an produk
13 49
Kemenarikan disain grafis brosur
Kualitas desain produk
14 48
Kekhasan produk
15 Kemudahan dikenali logo 46
16 Kemenarikan logo 40

Perkembangan Desain Fashion Batik Jawa Barat Berbasis Ekonomi Kreatif, Yan Yan Sunarya --- 62
Jelas sekali, bahwa faktor kreatifitas dan unsur-unsur desain (estetik) dalam membentuk
Brand Jawa Barat ini, sangat signifikan terutama dilihat dari urutan prioritas dari
masing-masing minat responden terhadap desain fashion.

III. Rona Desain Fashion Kini


Apabila menyimak kilas-balik rona desain fashion, maka tatkala politik terbuka yang
dijalankan Indonesia setelah masa kemerdekaan, menyebabkan masuknya pengaruh
busana Barat yang menyisihkan keberadaan busana tradisional Indonesia. Pada tahun
1950an pemakaian kebaya sebagai salahsatu busana tradisional Indonesia untuk
keperluan sehari-hari, di Indonesia masih sering dikenakan oleh generasi muda maupun
tua. Tetapi sejalan dengan perkembangan yang terjadi di Barat dan di Indonesia sendiri,
dalam mengantisipasi datangnya budaya asing tersebut menyebabkan fungsi pemakaian
busana tradisional bergeser menjadi busana adat, yang dipakai hanya untuk keperluan
khusus seperti upacara, pernikahan, dst.. Hingga tahun 1990an lambat laun pemakaian
busana di Indonesia dan negara berkembang lainnya, menjadi cenderung ke arah
internasionalisme.

Dalam kenyataannya perkembangan fashion modern di negara berkembang, mempunyai


konteks internasional dan nasional sekaligus, demikian pula halnya di Indonesia.
Sehingga wujud dari hasil rancangan itu sendiri sering merupakan paduan antara
keduanya, seperti pada karya Iwan Tirta, Ghea, S. Hamy, dst. Gaya busana Barat yang
kita pakai sehari-hari, ternyata cukup kompleks proses perkembangannya. Pengambilan
ide atau pengaruh masa lampau merupakan proses terbentuknya tren mode lain yang
samasekali baru. Belum lagi pengaruh-pengaruh lain yang mampu mengubah
perkembangan gaya busana dalam satu periode tertentu.

Perkembangan desain fashion yang terjadi di Barat dari tahun 1940 – 2000an yang
sempat diantisipasi oleh para desainer fashion di Indonesia, sebagai berikut :
Periode Tren
1929-1946 Masa Glamour and Hard Times
Tren 1930an Fashion and Film
Tren 1940an Dressed for War
1946-1960 Masa Elegance Returns
Tren 1940an New Look
Tren 1950an Cocktail Dress, Petticoat, Sack Dress, Ball Gown, Bikini
Tren 1960an Mini Skirt, Pop Music, Mini Hot Pants, Pop Art, Op Art
1970-1990 Masa New Fashion Attitudes
Tren 1970an Midi Skirt, Flower Generation, Trousser & Jumpsuit, Sweater,
Retro, Empire Look, Unisex Look
Tren 1980an Street Fashion, Ethnic Look, Superior Sweater, Back to
Nature
Tren 1990an Posmodern Style, Deconstruction, Revivalism, Parodhy,
Irony, Kitsch
2000 - kini New Hi-Fashion, New Millenium
Tren 2000an Cosmopolitan, Eco-Fashion, Hi-Culture, Futuristic, Pluralism

Perkembangan Desain Fashion Batik Jawa Barat Berbasis Ekonomi Kreatif, Yan Yan Sunarya --- 63
Pada tahun 1970an hingga 1980an terjadi revolusi di Barat yang mengakibatkan
perubahan pada tingkah laku dalam pemakaian busana di seluruh dunia. Revolusi ini
lebih kompleks dibandingkan dengan revolusi yang terjadi pada pertengahan tahun
1960an (setelah Perang Dunia II). Revolusi pada periode kini mempengaruhi seluruh
sifat-sifat fashion. Revolusi ini mengakibatkan tingkah laku baru dalam pemakaian
fashion, yaitu tidak ada lagi istilah tampilan yang tunggal (single look). Tetapi dalam
satu tren bisa terdapat berbagai macam mode busana dalam tema atau tampilan yang
berbeda, dan munculnya gaya busana Retro (kembali ke gaya busana tahun tertentu di
masa lalu). Ciri dan tingkah laku baru tersebut adalah adanya kebebasan untuk memilih,
tua-muda, lelaki-perempuan, dapat memilih bebas tampilan yang mereka sukai, atau
mereka dapat membuat sendiri tampilan individunya; pada periode ini peniruan tidak
diikuti secara besar-besaran, seperti mereka yang mendapat keuntungan gengsi dengan
tampil berbeda dari yang lain.

Perubahan-perubahan yang besar tengah terjadi di dunia fashion internasional, mau tak
mau berdampak kepada perkembangan desain fashion di Indonesia. Semakin banyak
desainer fashion Indonesia yang mengangkat kembali citra tradisional Indonesia ke
permukaan dalam bentuk gaya busananya, seperti Carmanita, Ghea, S. Hamy, Denny
Wirawan, Deden Siswanto, dan masih banyak lagi, yang jika dibandingkan dengan
karya-karya desainer dari Paris, Milan, London, New York serta pusat fashion dunia
lainnya, mempunyai definisi kualitas kebudayaan yang berbeda dengan kita.

Strategi potong kompas seperti memadukan berbagai gaya desain yang telah lalu
(revivalisme, eklektikism, nostalgia, dst.) dalam sejarah perkembangan desain fashion;
adalah upaya kita melompat langsung pada era fashion baru, tanpa harus berputar-putar
pada masa fungsionalisme di era modernisme yang sudah padam. Kemudian
memadukan beberapa gaya desain fashion internasional yang sudah lalu dengan
beberapa gaya etnik dari langgam budaya Indonesia, ataupun memadukan beberapa
gaya desain internasional ini dengan beberapa gaya etnik Indonesia ditambah lagi
dengan beberapa gaya dari Asia seperti : Jepang, Cina, India, dan Arab. Semuanya itu
telah dan pernah dilakukan oleh desainer fashion di Indonesia. Strategi tersebut harus
didukung oleh pemikiran filosofis yang berdimensikan terhadap peningkatan
pengertian, penghayatan, kepekaan, serta kegairahan masyarakat terhadap desain
fashion. Agar suatu saat desain fashion Indonesia tidak dijuluki sekadar ikut-ikutan
yang berdampak pada melemahnya keberadaan desain di Indonesia.

IV. Batik Jawa Barat dalam Konstelasi Fashion


Batik di dalam konteks tradisi, apabila ditinjau dari proses pengerjaan, pengertian kata
benda, dan penggunaannya; maka batik bisa disebut sebagai kain bercorak (bermotif).
Kata batik dalam bahasa Jawa berasal dari akar kata ‘tik’. Mempunyai pengertian
berhubungan dengan suatu pekerjaan halus, lembut, dan kecil, yang mengandung unsur
keindahan. Secara etimologis, berarti menitikkan malam dengan canting sehingga
membentuk corak yang terdiri atas susunan titikan dan garisan. Batik sebagai kata
benda merupakan hasil penggambaran corak (motif) di atas kain dengan menggunakan
canting sebagai alat gambar dan malam sebagai zat perintang. Secara teknis batik adalah

Perkembangan Desain Fashion Batik Jawa Barat Berbasis Ekonomi Kreatif, Yan Yan Sunarya --- 64
suatu cara penerapan corak (motif) di atas kain melalui proses celup rintang warna
dengan malam sebagai medium perintangnya. Batik, secara umum merupakan
pengejawantahan dari kondisi yang melingkari pembatik, apa yang diungkapkan
merupakan curahan perasaan dan pemikiran terhadap kekuatan di luar dirinya, yang
berkait dengan tradisi sosial yang berlaku di masyarakat. Hal ini terlihat dari sajian
corak (motif); karena itu perkembangan batik sejalan dan mencerminkan nilai
ketradisian serta dinamika masyarakat pendukungnya. Rancangan dan motif batik
didapat dari ilham kehidupan keagamaan, kebudayaan bangsa, serta keadaan alam
Indonesia (Anas, dkk., 1997).

Akan tetapi kini batik telah meluas dan mewahana ke berbagai bentuk pengertian dalam
dimensi pemaknaan, prinsip tujuan, hingga pengaruh kebhinekaan budaya Indonesia
(demikian yang dialami Batik Jawa Barat). Keberlangsungan batik sampai masa kini
adalah berkat pergolakan yang senantiasa terjadi pada berbagai aspeknya, yaitu aspek
teknis, estetis, normatif, ikonografis, simbolis, fungsional, dan sebagainya. Dialektika
dalam kehadiran batik mengungkapkan hasrat serta upaya untuk senantiasa tanggap
terhadap perubahan (Anas, dkk., 1997).

Aktualisasi terhadap batik modern, adalah bila kita mampu mempelajari latar belakang
sejarah, filsafat, simbol, teknik, ekspresi dan segala aspek penciptaan lainnya untuk
mendapatkan secercah “wisdom” yang dimanfaatkan untuk pengembangan kreatifitas
manusia kini, dalam menciptakan bentuk artikulasi simbol baru yang sesuai dengan
waktunya (Widagdo, 1999).

Di akhir abad ke-20, aspek batik sebagai pakaian tradisional tampak semakin berkurang.
Batik lebih dilihat sebagai teknik rintang warna yang memiliki kelebihan efek visual
daripada teknik langsung-warna (direct-dye). Pada batik, terdapat berbagai
kemungkinan kreatif atau inovatif yang menyangkut bahan baku kain, desain benang,
struktur anyaman, dan paduan serat. Dan kemungkinan kreatif atau inovatif pada ragam
hias, olahan malam, zat-zat kimia warna dan proses penyempurnaan lain, serta
pengembangan fungsi batik baik fungsi batik sebagai desain atau seni, masih terbentang
luas. Sejak 1970an batik yang tergeser kedudukannya sebagai bahan fashion kemudian
dicoba dalam berbagai keperluan masyarakat dalam kehidupan kesehariannya, misalnya
sebagai pelengkap interior dan rumah tangga. Ragam hias yang baku mengalami
modifikasi atau diganti dengan aneka motif baru yang lebih bebas, demikian pula
paduan warna yang mendobrak susunan warna tradisional. Melalui aneka kemajuan
penemuan zat pewarna sintetis, hal ini sangat dimungkinkan. Kain batik model baru ini
juga diproduksi dalam ukuran yang lebih bebas, sehingga membuka peluang untuk
aneka fungsi baru pula.

Perubahan dalam pendekatan tentang batik ini membawa dampak yang luar biasa.
Perhatian masyarakat perlahan-lahan mulai melihat batik sebagai alternatif bahan baku
untuk penggunaan yang lebih bebas dan luas. Ragam hias yang tidak terikat pada adat,
kombinasi warna yang lebih cerah serta ukuran bahan yang lebih besar ini mulai banyak
dimanfaatkan dalam kehidupan modern. Setelah keberhasilan batik sebagai bahan kain
pelengkap interior, para pembatik lalu mengenalkan fashion dari kain batik dengan
rancangan yang disesuaikan dengan selera modern. Selain memanfaatkan ragam hias
kreasi baru, batik dalam busana resmi juga menggabungkan aneka motif baku dengan

Perkembangan Desain Fashion Batik Jawa Barat Berbasis Ekonomi Kreatif, Yan Yan Sunarya --- 65
motif baru, sehingga citra batik tidak lagi muncul hanya sekadar sebagai teknik, tetapi
juga estetik (Anas, dkk., 1997).

Pengembangan batik secara modern sudah memasuki ranah kolaborasi dengan ilmu dan
teknologi, dengan cara menghasilkan sebuah produk baru varian batik modern. Banyak
pihak sudah mencoba untuk mengeksplorasi batas-batas terjauh yang dapat
diaplikasikan pada batik atau dimanfaatkan untuk memperkaya motif batik Indonesia,
termasuk yang dilakukan oleh para desainer batik Jawa Barat, dengan cara memainkan
unsur visual dari ikon budaya populer. Tetapi secara mendasar istilah batik kini
dikaitkan dengan tuntutan masa datang sebagai wujud pengaruh kemodernan. Kata batik
lalu menjadi acuan masyarakat terhadap jenis, bentuk pola motif dan gaya motif seperti
yang ditampilkan oleh rupa pola pada kain batik, walaupun tidak menggunakan lilin
sebagai teknik rintang warna, misalnya dengan teknik cetak saring, cetak digital,
komputerisasi, atau bordir. Adanya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan,
akan memperluas lingkup percepatan perkembangan di dunia perbatikan. Meluasnya
bidang kegunaan batik pun telah membuka kemungkinan yang banyak bagi peranan
baru batik di dalam masyarakat penggunanya dalam konstelasi desain fashion sebagai
implementasi dari ruang lingkup produk ekonomi kreatif.

Berbicara mengenai peranan desain batik dalam konstelasi fashion, maka ia penting
dalam menjawab tantangan globalisasi desain di berbagai negara. Peranan desain batik
dan fashion dalam menciptakan peluang dan iklim pembaruan menjadi penting, setara
dengan bagian pemasaran dan pengembangan teknologi. Peranan desain batik dan
fashion beserta desainernya menjadi pelopor dalam mengantisipasi perubahan dan
pembaruan. Di sini, desainer batik dan desainer fashion harus membantu untuk
mendorong perubahan dari persaingan nasional ke arah komunitas global. Bersamaan
dengan itu, para desainer tersebut harus memelihara jatidiri kebudayaan yang berbeda.
Peranan desainer lalu menjadi penerjemah antara bidang teknologi, ilmu pengetahuan,
dan seni dalam perimbangan yang tepat.

Beberapa terapan desain Batik Jawa Barat dalam konstelasi fashion berbasis
ekonomi kreatif karya desainer fashion Stefanus Hamy (Hamy, dkk., 2009).

Perkembangan Desain Fashion Batik Jawa Barat Berbasis Ekonomi Kreatif, Yan Yan Sunarya --- 66
Selanjutnya apabila berhubungan dengan objek Batik Jawa Barat dalam konstelasi
dunia batik dan dunia fashion, sebagai konsekuensi logis dari persinggungan
antarbudaya dalam ranah kesenian, maka kesenian dalam hal ini dipandang sebagai
bagian yang terintegrasi secara fungsional dan kejiwaan dalam kebudayaan yang
didukung oleh masyarakat tertentu (dalam hal ini masyarakat Jawa Barat). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa setiap masyarakat, baik secara sadar maupun tidak
sadar, mengembangkan kesenian sebagai ungkapan dan pernyataan rasa estetik yang
merangsangnya sejalan dengan pandangan, aspirasi, kebutuhan, dan gagasan-gagasan
yang mendominasinya –baik dalam desain batik maupun fashionnya. Cara-cara
pemuasan terhadap kebutuhan estetik itu ditentukan secara budaya, serta terintegrasi
pula dengan aspek-aspek kebudayaan lainnya itu. Proses pemuasan kebutuhan estetik
berlangsung dan diatur oleh seperangkat nilai dan azas yang berlaku dalam masyarakat
Jawa Barat, dan oleh karena itu cenderung untuk direalisasikan dan diwariskan pada
generasi berikutnya (Rohidi, 2000).

V. Sanwacana
Perkembangan desain fashion batik Jawa Barat berbasis ekonomi kreatif, tidak terlepas
dari perkembangan kebudayaan dalam tataran budaya visual Jawa Barat pula.
Ditambah lagi dengan semakin marak saling klaim kepemilikan desain; maka
inovasi desain fashion dalam diversifikasi produk dengan terapan ragam hias /
ornamen lokal Jawa Barat sebagai langkah cultural herritage (pewarisan budaya /
artifak) adalah menjadi dasar dalam menggali, sekaligus menerapkan kearifan lokal.
Hal ini perlu dilakukan agar diperoleh gambaran kongkrit mengenai upaya
pengembangan artifak berbasis kearifan lokal, khususnya yang memacu sektor
ekonomi kreatif demi peningkatan kualitas hidup.

Ekonomi kreatif, kini merupakan salah satu andalan penopang perekonomian nasional;
terutama pada industri kecil dan menengah yang banyak memerdayakan tenaga kerja,
pemanfaatan sumber daya alam lokal, dan kekayaan budaya nasional. Oleh karena itu,
perlu strategi adopsi sebagai konsep desain fashion batik Jawa Barat berbasis ekonomi
kreatif dengan pendekatan interaktif dan partisipatif, melalui diversifikasi desain yang
inovatif kreatif. Metode ini diadopsi sebagai rujukan implementasi dari pengembangan
desain yang menjawab permasalahan diversifikasi produk dengan pertimbangan fungsi
dan keunikan performansi.

Ragam hias / ornamen lokal Batik Jawa Barat dalam ranah produk ekonomi kreatif,
berpotensi dikembangkan sebagai terapan desain pada produk konsumer seperti
fashion, karena ternyata masih banyak kendala yang masih dihadapi perajin untuk
diselesaikan, yaitu pada faktor-faktor sebagai berikut : (a) Mutu produksi, menyangkut
kurangnya daya tarik visual / desain dan kualitasnya; (b) Kurang mempunyai
kemampuan membaca situasi pasar; (c) Banyaknya pesaing dengan industri kecil dan
menengah sejenis. Apabila metode di atas tersebut diterapkan komprehensif, maka
dampak hasilannya berupa : (a) Potensi ekonomi produk yang mampu mengisi
segmentasi pangsa pasar baru di berbagai pasar dengan harga terjangkau, terutama
segmentasi masyarakat menengah ke atas nasional dan regional terutama konsumen
produk fashion di wilayah Jawa Barat; (b) Nilai tambah produk dari sisi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan metode yang tepat untuk pengembangan

Perkembangan Desain Fashion Batik Jawa Barat Berbasis Ekonomi Kreatif, Yan Yan Sunarya --- 67
industri kecil baik dari segi desain, maupun pengembangan; dan (c) Dampak sosiologis
yang meningkatkan kemampuan potensi lokal Jawa Barat dalam upaya menerapkan
teori dan mencapai optimasi desain fashion dalam spektrum yang lebih luas, sekaligus
menumbuhkan dan memelihara potensi sosial ekonomi kreatif daerah setempat.

Beberapa karya Batik Komar dengan terapan ornamen Jawa Barat dalam
konstelasi desain fashion berbasis ekonomi kreatif (Kudiya, 2013).

Alhasil, beberapa peluang inovasi dalam desain fashion Batik Jawa Barat berbasis
ekonomi kreatif ini, terangkum dalam kiat desain fashion bertemakan sebagai berikut :
a. Fashion batik dalam konteks pelestarian budaya; yaitu : pendekatan pengembangan
atas azas konservasi budaya dan identitas lokal Jawa Barat. Pengembangan batik
selayaknya bernafaskan identitas lokal dan berbasis pada kekayaan SDA dan budaya.
Konsep ini bermuara dari keprihatinan agar fashion batik tetap hadir diperhitungkan
dan bernilai di masyarakat.
b. Fashion batik dalam konteks pemberdayaan, yaitu : kegiatan di lingkungan / daerah
yang berhasil memobilisasi masyarakat ke arah perbaikan kualitas hidup,
peningkatan ekonomi, pengetahuan, beserta ketrampilannya.
c. Fashion batik dalam konteks kreatifitas; yaitu : didasari atas kegiatan eksperimentasi
dan eksplorasi terhadap keunggulan dan keunikan material / desain untuk
dikembangkan menjadi produk yang memiliki originalitas dan nilai fungsi yang baru.

Perkembangan Desain Fashion Batik Jawa Barat Berbasis Ekonomi Kreatif, Yan Yan Sunarya --- 68
Daftar Pustaka
Anas, Biranul; Hasanudin; Panggabean, Ratna; Sunarya, Yan Yan (1997) : Indonesia
Indah Buku ke-8, Batik, Jakarta : Yayasan Harapan Kita – BP3 TMII, Perum
Percetakan Negara RI.
Hamy, S., dan Suryawan, D.S. (2009) : Batik Jawa Barat, Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Kudiya, Komarudin (2013) : Koleksi dan Dokumentasi Batik : Rumah Batik Komar.
Rohidi, T. R., Prof., Dr., M.A. (2000) : Kesenian, Tinjauan dalam Perspektif
Kebudayaan, Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan, Cetakan I, Bandung :
STISI Press.
Rufaidah, Popy; dan Muizu, Wa Ode Zusnita (2013) : Branding Strategy Jawa Barat
Berbasis Ekonomi Kreatif Potensi Pusat Pariwisata, Penelitian Hibah Dikti 2013
untuk skema Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (PENPRINAS MP3EI).
Sachari, Agus; dan Sunarya, Yan Yan (2000) : Pengantar Tinjauan Desain, Bandung :
Penerbit ITB.
Sunarya, Yan Yan (2013) Batik Digital : Inovasi Kreatif Ornamen.
Widagdo, Drs., Dipl. Inn. Arch. (1999) : Pengembangan Desain Bagi Peningkatan
Kriya, Makalah dalam Konferensi Tahun Kriya dan Rekayasa 26 November 1999,
Bandung : ITB.

Perkembangan Desain Fashion Batik Jawa Barat Berbasis Ekonomi Kreatif, Yan Yan Sunarya --- 69

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai