Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2019, IV(1), hal.

13-20 13

DRUG RELATED PROBLEMS PADA PASIEN ANAK GASTROENTERITIS


AKUT (GEA) di INSTALASI RAWAT INAP RSUD dr. H.M. RABAIN
MUARA ENIM

Noprizon1, Yopi Rikmasari2, Abdullah Halim


Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang
Jl. Ariodillah III No. 22A Ilir Timur I Palembang, Sumatera Selatan
e-mail : 1nopri_zon@yahoo.com, 2mpie030178@gmail.com

ABSTRAK

Gastroenteritis akut merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada pasien anak dan
menjadi penyebab pasien dirawat inap di Rumah Sakit. Kejadian DRP’s pada pasien anak
gastroenteritis akut (GEA) berdampak pada tidak tercapainya outcome terapi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian DRP’s pasien GEA di RSUD dr. H.M. Rabain
Muara enim. Studi observasional dengan desain cross sectional deskriptif dirancang untuk
penelitian ini. Data diperoleh dari data sekunder yaitu rekam medik secara retrospektif secara
sampling population. Data dianalisis kesesuaian terapi berdasarkan pedoman terapi IDAI dan
pedoman yang diterbitkan Kementrian Kesehatan, selanjutnya diklasifikasikan sesuai tipe DRP’s.
Sebanyak 72 orang pasien memenuhi kriteria inklusi dan diikutkan dalam penelitian. Golongan obat
yang digunakan untuk terapi GEA yaitu cairan infus, antibiotik, zinc, probiotik, analgetik,
antipiretik dan antiemetik. Kejadian Drug Related Problems pada pasien anak gastroenteritis akut
(GEA) obat tanpa indikasi 84, 72 %, pemilihan obat tidak tepat 63,89 %, dosis terlalu rendah 26,38
%, indikasi tanpa obat 19,44 % dan dosis terlalu tinggi 16,67 %. Apoteker mempunyai peranan
penting dalam melakukan identifikasi, pencegahan dan penyelesaian masalah DRP’s tersebut.
Kepatuhan terhadap pedoman terapi sangat diperlukan untuk menurunkan kejadian DRP’s pada
kasus GEA di rumah sakit.

Kata Kunci : Gastroenteritis akut, Drug Related Problems, pasien anak

PENDAHULUAN gastroenteritis merupakan penyakit urutan


pertama yang menyebabkan pasien rawat inap
Diare merupakan salah satu penyebab di Rumah Sakit (Kemenkes, 2011).
angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi Gastroenteritis (GE) merupakan
pada anak di bawah umur lima tahun di peradangan mukosa lambung dan usus halus
seluruh dunia, yaitu mencapai 1 milyar yang ditandai dengan diare dengan frekuensi
kesakitan dan 3 juta kematian per tahun 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam
(IDAI, 2011). Demikian juga di Indonesia (Kemenkes, 2014). Diare adalah buang air
penyakit diare tersebut merupakan masalah besar lebih dari tiga kali sehari dengan
kesehatan utama. Hasil Riset Kesehatan Dasar konsistensi lembek atau cair. Berdasarkan
Tahun 2007 melaporkan prevalensi tertinggi lamanya kejadian diare dibedakan menjadi 2
diare tertinggi terjadi pada umur 1- 4 tahun yaitu diare akut dan diare persisten,
(16,7 %), lebih banyak terjadi di daerah didefinisikan oleh WHO/UNICEF (1987)
perdesaan (10%) daripada perkotaan (7,4%). diare akut sebagai kejadian akut dari diare
Diare juga menjadi penyebab kematian bayi yang biasanya berlangsung selama 3 – 7 hari
(usia 29 hari-11 bulan) terbanyak (31,4%) tetapi dapat pula berlangsung sampai 14 hari,
serta merupakan penyebab kematian anak sedangkan diare persisten merupakan episode
balita (usia 12-59 bulan), terbanyak (25,2%). diare yang diperkirakan penyebabnya adalah
Berdasarkan laporan rutin program, diare dan

Noprizon dkk
14 Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2019, IV(1), hal. 13-20

infeksi dan mulainya sebagai diare akut tetapi dapat menjadi hal yang rumit bagi orang tua
berakhir lebih dari 14 hari serta kondisi atau perawat dan masalah kepatuhan (Depkes,
tersebut menyebabkan malnutrisi dan 2009).
beresiko tinggi menyebabkan kematian Kompleksnya permasalahan pengobatan
(IDAI, 2011). pada pasien anak, memungkinkan terjadinya
Gastroenteritis (GE) lebih sering terjadi masalah terkait dengan penggunaan obat atau
pada anak-anak karena daya tahan tubuh yang Drug Related Problems (DRP’s), termasuk
belum optimal. Penyebab gastroenteritis dalam pengobatan pasien diare. Drug-related
antara lain infeksi, malabsorbsi, keracunan problems (DRPs) merupakan kejadian atau
atau alergi makanan dan psikologis penderita. keadaan yang aktual atau potensial
Infeksi yang menyebabkan gastroenteritis mengganggu hasil terapi yang optimal bagi
akibat Entamoeba histolytica disebut disentri, pasien. Drug Related Problems (DRP’s)
bila disebabkan oleh Giardia lamblia disebut diklasifikasikan dalam beberapa tipe yaitu
giardiasis, sedangkan bila disebabkan oleh indikasi tidak diobati (untreated
Vibrio cholera disebut kolera (Kemenkes, indication),pemilihan obat tidak tepat(
2014). improper drug selection), dosis terlalu rendah
Tata laksana pengobatan diare dikenal (subtherapeutic dosage), pasien gagal
dengan istilah LINTAS Diare (Lima Langkah mendapatkan obat (failure to receive
Tuntaskan Diare ), yang meliputi pemberian medication), dosis terlalu tinggi
cairan, zink, nutrisi, antibiotik yang tepat dan (overdosage), reaksi obat yang tidak
edukasi. Pasien anak tidak boleh diberikan dikehendaki (adverse drug reaction),interaksi
obat antidiare dan penggunaan antibiotik obat (drug interaction) dan obat tanpa
hanya diberikan jika ada indikasi (IDAI, indikasi (drug use without indication)
2009). (Cipolle dkk, 1998).
Pemberian antibiotik harus diberikan Hasil penelitian Erlina (2013)
secara rasional. Keseimbangan flora usus mengidentifikasi DRPs pada pasien diare
akan terganggu sehingga dapat anak di Instalasi Rawat Inap RSUP H. Adam
memperpanjang masa diare dan clostridium Malik Medan Tahun 2011 menyimpulkan dari
difficile akan tumbuh yang akan 47 orang pasien terdapat 30 pasien (63,82%)
mengakibatkan diare sulit disembuhkan jika mengalami DRP’s, dengan tipe DRP’s obat
antibiotik yang digunakan tidak sesuai. tanpa indikasi 19 kasus (26,69%), dosis
Antibiotik diberikan jika terindikasi adanya kurang 14 kasus (21,88%), indikasi tanpa obat
disentri, kolera atau amuba (IDAI, 2009). 11 kasus (17,19%), dosis obat lebih 10 kasus
Dalam melakukan prosedur tata laksana (15.63%) dan interaksi obat 10 kasus
pengobatan diare perlu melakukan penilaian (15,63%). Penelitian lainnya tentang
terhadap derajat dehidrasi dan dilanjutkan identifikasi DRP’s pada pasien gastroenteritis
dengan menentukan rencana terapi. Rencana akut di RSU Anutapura Paru melaporkan l
pengobatan diare dilakukan berdasarkan seluruh kasus DRPs didapatkan 115 kasus,
derajat dehidrasi yang dialami oleh pasien dengan jenis DRPs yang paling banyak
anak. Penatalaksaan diare tanpa dehidrasi terjadi adalah obat tanpa indikasi sebanyak
dapat dilakukan di rumah, namun diare 56 kasus (48,7%). Jenis DRPs lain secara
dengan dehidrasi ringan/sedang sampai berat berturut - turut adalah dosis obat kurang 26
penatalaksanaan dilakukan di sarana kasus (22,6%), indikasi tanpa obat 16
pelayanan kesehatan (Kemenkes, 2011). kasus (14%), dosis obat lebih 15 kasus
Permasalahan yang harus menjadi (13%), dan obat salah 2 kasus (1,7%) (Arlinda
perhatian pada pengobatan pasien anak yaitu dkk, 2016).
dosis, bentuk sediaan, farmakokinetik dan Rumah Sakit Umum Daerah dr. H.M.
farmakodinamik obat, perlunya metode Rabain merupakan rumah sakit kelas B milik
khusus untuk pemberian secara intravena, Pemerintah Daerah Muara Enim. Belum
pemberian sediaan oral untuk bayi dan anak pernah dilakukan analisis DRP’s pada kasus

Noprizon dkk
Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2019, IV(1), hal. 13-20 15

pasien gastroenteritis akut anak sebelumnya. Data demografi pasien terdiri dari jenis
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, kelamin dan usia, diperoleh hasil persentase
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pasien anak laki – laki (60%) lebih banyak
tentang kajian DRP’s di RSUD dr. H.M. dibandingkan dengan perempuan (40%). Hal
Rabain Muara Enim. ini sesuai dengan penelitian Arlinda dkk
(2016) dengan persentase anak laki – laki
METODE PENELITIAN 68% dan anak perempuan (32%) serta
penelitian Suri dan Kumar (2015) dengan
Desain Penelitian hasil penelitian persentase pasien anak laki-
laki 58,4% dan perempuan 41,6%.
Penelitian ini merupakan studi Pengelompokkan usia disusun
observasional dengan desain cross sectional berdasarkan rentang usia kasus gasroenteritis
deskriptif bertujuan untuk mengetahui akut banyak terjadi, diketahui pada penelitian
gambaran kejadian DRP’s pada pasien anak ini prevalensi tertinggi pada usia 0 – 5 tahun
di RSUD dr. H.M. Rabain Muara Enim. Data dengan persentase 96%.
diperoleh dari data sekunder yaitu rekam Serupa dengan penelitian Arlinda dkk
medik secara retrospektif. Data diolah dan (2013) umur 1 bulan – 5 tahun adalah yang
dianalisis kesesuaian terapi berdasarkan paling banyak terdiagnosa gastroenteritis akut
Pedoman Terapi IDAI (2009) dan pedoman (71%) serta penelitian Erlina (2013)
yang diterbitkan Kementrian Kesehatan sebanyak 78,72% pasien berumur 1 bulan – 5.
Republik Indonesia. Selanjutnya Hasil Riskesdas 2007 melaporkan usia
dikelompokkan sesuai tipe DRP’s (Cipolle prevalensi tertinggi diare tertinggi terjadi
dkk, 1998). pada umur 1- 4 tahun (16,7 %) dibandingkan
Penelitian ini merupakan populasi dengan semua umur.
sampel (sampling population), yaitu Pasien yang dirawat inap di RSUD dr.
keseluruhan individu akan menjadi unit H.M Rabain diketahui dengan diagnosis
penelitian jika memenuhi kriteria inklusi yaitu Gastroenteritis akut 92 % dan gastroenteritis
pasien anak usia 0 – 12 tahun, didiagnosa akut dengan penyakit penyerta 8%. Penyakit
diare tercatat di rekam medik pada bulan Juli penyerta yang dialami pasien yaitu asma dan
sampai dengan Desember 2016 dan rekam tukak lambung.
medik lengkap. Terdapat 8 golongan obat pada gambar 1,
baik untuk pengobatan GEA, terapi suportif
HASIL DAN PEMBAHASAN maupun untuk terapi penyakit penyerta.

Banyaknya pasien penderita diare anak di


RSUD dr. H.M Rabain sebanyak 82 orang,
namun hanya 72 orang yang memenuhi
kriteria inklusi. Data demografi pasien dan
diagnose dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1. Data demografi pasien


Data Demografi dan n (%)
diagnose (=72)
Jenis Laki – laki 41 60
Kelamin Perempuan 31 40
Usia (thn) 0-5 69 96
>5- 12 3 4
Diagnosa + GEA 66 92
penyakit GEA+penyerta 6 8
penyerta

Noprizon dkk
16 Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2019, IV(1), hal. 13-20

Analget
Cairan Antibio Suplem Probiot ik - Antiem Mukolit Antiulk
infus tik en zinc ik antipire etik ik us
tik
1 2 3 4 5 6 7 8
Persentase (%) 100 95,8 80,55 84,72 55,5 63,89 1,38 6,94

Gambar 1. Persentase golongan obat yang digunakan pasien (n=72)

Semua pasien pada penelitian ini kloramfenikol tidak diindikasikan untuk


diberikan terapi cairan intravena Ringer digunakan pada pengobatan gastroenteritis.
Laktat (RL) atau KAEN 3B. Ringer Laktat Obat lain yang digunakan oleh pasien
(RL) merupakan cairan intravena yang suplemen Zink 80,55 % dan probiotik
direkomendasikan Kemenkes pada panduan 84,72%. Terapi suportif diberikan untuk
terapi diare, sedangkan menurut panduan mengurangi gejala mual muntah
IDAI (2009) dapat diberikan cairan intravena menggunakan domperidone atau
RL, KAEN 3B atau NaCl 0,9%, sehingga ondansentron dengan persentase penggunaan
pada penelitian ini pemberian terapi cairan 63,89 % dan untuk mengurangi demam
telah sesuai dengan panduan. Sebanyak digunakan parasetamol 55,5%. Obat lainnya
95,8% pasien mendapatkan terapi antibiotik yang digunakan untuk mengobati penyakit
yaitu seftriakson, gentamisin, metronidazol penyerta yaitu antiulkus 6,94 % dan mukolitik
dan kloramfenikol. Antibiotik seftriakson 1,38 %.
dapat digunakan sebagai antibiotik empiris Gambaran persentase kejadian DRP’s
pada pengobatan gastroenteritis yang diduga dapat dilihat pada gambar 1., yang
disebabkan oleh shigellosis dan metronidazol memperlihatkan urutan kejadian DRP’s
jika diduga disebabkan amebiasis atau dengan persentase tertinggi sampai terendah.
giardiasis (WHO, 2012). Gentamisin dan

Pemilihan Dosis Dosis


Obat tanpa Indikasi
obat tidak terlalu terlalu
indikasi tanpa obat
tepat rendah tinggi
1 2 3 4 5
Persentase (%) 84,72 63,89 26,38 19,44 16,67

Gambar 2. Persentase kejadian DRP’s pada setiap pasein

Pada penelitian ini kajian dilakukan pada obat tidak tepat, dosis terlalu rendah, indikasi
5 tipe DRP’s obat tanpa indikasi, pemilihan tanpa obat dan dosis terlalu tinggi.

Noprizon dkk
Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2019, IV(1), hal. 13-20 17

Obat tanpa indikasi diberikan pada pasien yang mempunyai


riwayat bakteremia. Siprofloksasin oral atau
Tipe DRP’s ini terjadi pada keadaan Seftriaxon IV dapat digunakan untuk terapi
pasien mendapatkan obat untuk indikasi yang empiris (Reese dkk, 2000). Bagi pasien anak
secara medis tidak valid. Pada penelitian ini seftriaxon lebih direkomendasikan mengingat
diketahui terjadi ketidaktepatan penggunaan efek samping siprofloksasin pada anak dapat
antibiotik dan probiotik. Penggunaan merusak tulang rawan.
antibiotik pada terapi GEA hanya diberikan Berdasarkan hal tersebut pemberian
jika ada indikasi, seperti disentri (diare antibotik dinyatakan sebagai obat tanpa
berdarah), kolera atau amubiasis (IDAI, indikasi jika diberikan tanpa adanya tanda –
2009). Klinisi menyampaikan pemberian tanda GEA bakterial yaitu demam dan
antibiotik pada pasien didasarkan pada adanya leukosit melebihi rentang normal atau
lendir pada feses, demam dan leukosit hasil terdapat lendir/darah, yang pada penelitian ini
pemeriksaan darah lengkap. diketahui sebanyak 61%. Penilaian medis
Demam merupakan kondisi suhu rectal > pada diare meliputi terdiri dari riwayat pasien
380C. Demam tidak spesifik sebagai tanda dan pemeriksaan fisik. Riwayat pasien
diare karena bakteri karena demam pada anak meliputi onset, frekuensi buang air besar,
umumnya disebabkan oleh virus yang jenis dan volume, ada tidaknya darah,
umumnya dapat sembuh sendiri, dan sebagian muntah, obat yang diminum, riwayat medis
kecil dapat berupa infeksi bakteri serius sebelumnya, kondisi yang mendasari dan
seperti meningitis, enteritis bakteri dan lain – petunjuk epidemiologis, sedangkan
lain. Etiologi tersering dari demam tanpa pemeriksaan fisik meliputi berat badan,
penyebab yang jelas pada anak infeksi saluran temperatur, denyut nadi/jantung dan laju
kemih, pneumonia, meningitis dan termasuk pernafasan serta tekanan darah (WHO, 2012).
gastroenteritis. Penyebab gastroenteritis Gastroenteritis disebabkan oleh infeksi,
terbanyak adalah rotavirus. Gastroenteritis malabsorbsi, keracunan atau alergi makanan
bakterial umumnya ditandai dengan muntah dan psikologis penderita. Infeksi yang
dan buang air besar darah lendir. Bila nilai menyebabkan GEA akibat Entamoeba
leukosit > 15.000 μl pertimbangkan histolytica disebut disentri, bila disebabkan
pemberian antibiotik empiris dengan oleh Giardia lamblia disebut giardiasis,
memperhitungkan kemungkinan resistensi sedangkan bila disebabkan oleh Vibrio
bakteri (IDAI, 2009). Nilai rujukan leukosit cholera disebut kolera (Kemenkes, 2014).
untuk pasien anak bervariasi 1 bulan 8.000 – Selain pemberian antibiotika, penggunaan
15.000, 3 bulan s/d 6 bulan 8.000 – 14.000, 1 probiotik pada kasus GEA termasuk dalam
tahun – 2 tahun 6.000 – 12.000 dan 4 tahun tipe DRP’s obat tanpa indikasi karena dalam
sampai 14 tahun 6.000 – 10.000 (Garna dkk, pedoman terapi tidak terdapat probiotik
2000). sebagai salah satu obat yang harus digunakan
Sebagian besar pasien dengan diare akut (IDAI, 2009). World Health Organization
tidak memerlukan antibiotik, namun ada tiga belum merekomendasikan probiotik sebagai
pengaturan di mana terapi antimikroba bagian dari tatalaksana pengobatan diare.
empiris dapat digunakan yaitu pertama pada Menurut WHO, probiotik mungkin
pasien yang demam > 38,50C dan terdapat bermanfaat untuk AAD (Antibiotic Associated
darah atau leukosit dalam tinja dengan Diarrhea), tetapi bukti ilmiah dari studi yang
disentri akut, antibiotik empiris diindikasikan dilakukan pada kelompok masyarakat belum
sambil menunggu kultur. Ini terutama bagi mencukupi. Secara statistik, probiotik
anak – anak dan pasien usia lanjut atau pasien memberikan efek signifikan pada AAD
yang mengalami dehidrasi. Kedua untuk sebanyak 0.48% (95% CI 0.35 - 0.65), tetapi
kasus travelers diarrhea dan ketiga tidak memberikan efek signifikan untuk
pengobatan empiris untuk giardiasis kadang – traveller’s diare yaitu 0.92 (95% CI 0.79 -
kadang diperlukan. Antibiotik juga penting 1.06) dan tidak memberikan efek signifikan

Noprizon dkk
18 Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2019, IV(1), hal. 13-20

pada community-based diarrhea. Hal lain pasien mendapatkan obat dalam dosis yang
yang harus diperhitungkan adalah biaya terlalu rendah. Pemberian dosis terlalu rendah
dalam pemberian pengobatan tambahan terjadi pada beberapa pasien yang
probiotik (Kemenkes, 2011). mendapatkan obat seftriaxone, zink dan
parasetamol. Persentase kejadian DRP’s dosis
Pemilihan obat tidak tepat kurang sebelumnya telah dilaporkan dalam
penelitian Arlinda (2016) sebanyak 22,6 %
Pada penelitian ini juga diketahui pasien yang terjadi pada pemberian obat golongan
diberikan antiemetik untuk meredakan mual antibiotik dengan persentase tertinggi.
dan muntah yang dialami oleh pasien dengan
persentase penggunaan 63,89 %. Obat anti Indikasi tanpa obat
muntah tidak dianjurkan kecuali muntah
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah Penggunaan suplemen zinc pada
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi penelitian ini diketahui sebanyak 80,55 %,
anak, bahkan sebagian besar menimbulkan yang artinya tidak semua pasien mendapatkan
efek samping yang berbahaya dan bisa terapi zinc. Pemberian zinc termasuk di
berakibat fatal (Kemenkes, 2014). Antiemetik dalam lima langkah tuntaskan diare, sehingga
tidak termasuk rejimen pengobatan pada penelitian ini pasien yang tidak
gastroenteritis akut pada anak-anak menurut mendapatkan terapi zinc dikategorikan
pedoman standar WHO sehingga penggunaan kedalam tipe DRP’s indikasi tanpa obat, yaitu
antiemetic pada penelitian ini termasuk dalam pasien mempunyai masalah medis, yang
tipe DRP’s pemilihan obat tidak tepat. Obat memerlukan terapi obat tetapi tidak
antiemetik yang digunakan pada penelitian ini mendapatkan obat untuk indikasi tersebut.
yaitu domperidone dan ondansentron, yang Departement of Child and Adolescent
diindikasikan untuk mual dan muntah karena Health and Development, World Health
kemoterapi, operasi atau radiasi. Untuk mual Organization melaporkan zinc sebagai obat
dan muntah pada kasus gastroenteritis pada pada diare dimana 20% lebih cepat sembuh,
anak yang paling baik adalah melakukan 20% risiko diare lebih dari 7 hari berkurang,
rehidrasi daripada memberikan terapi 18% – 59% mengurangi jumlah tinja,
farmakologi (Wells dkk, 2015). Penggunaan mengurangi risiko diare berikutnya 2-3 bulan
antiemetik pada penelitian ini termasuk dalam ke depan. Selain itu dalam pengobatan diare
tipe DRP’s pemilihan obat tidak tepat, yaitu akut 25% mengurangi lama diare dan dalam
pasien mendapatkan obat sesuai dengan pengobatan diare persisten dan 24% diare
indikasi tetapi pasien mendapatkan obat yang persisten berkurang. Zinc sebagai obat
salah atau mendapatkan obat bukan yang pencegah diare akut dan persisten yaitu jika
paling tepat sesuai dengan keadaan pasien zinc diberikan 5-7 kali per minggu dengan
tertentu. Serupa dengan penelitian Arlinda dosis ½ yang dianjurkan memberikan efek
(2016) pemilihan obat tidak tepat terjadi pada 18% penurunan insiden diare dan 25%
penggunaan obat antiemetik penurunan diare. Pada penelitian lanjutan
didapatkan 11% penurunan insiden diare
Dosis terlalu rendah persisten dan 34% penurunan prevalen diare
(Kemenkes, 2011).
Tipe DRP’s dosis terlalu rendah
disebabkan karena pasien mendapatkan Dosis terlalu tinggi
takaran obat kurang dari dosis lazim yang
seharusnya, baik dosis sekali minum, interval Sebanyak 16, 67 % pasien mendapatkan
pemberian maupun lama pemberian. Lama dosis obat yang terlalu tinggi. Tipe DRP’s ini
pemberian terutama harus diperhatikan untuk disebabkan karena pasien mendapatkan
penggunaan obat golongan antibiotik. Pada takaran obat lebih dari dosis lazim yang
penelitian ini diketahui sebanyak 26,38 % seharusnya, baik dosis sekali minum, interval

Noprizon dkk
Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2019, IV(1), hal. 13-20 19

pemberian maupun lama pemberian. Pada DAFTAR PUSTAKA


penelitian ini beberapa pasien mendapatkan
obat seftriaxone, parasetamol, domperidone, Arlinda, Mukaddas., A, Faustine I. 2016.
ondansentron dan probiotik. Penelitian Identifikasi Drug Related Problems
Arlinda dkk (2016) melaporkan sebanyak 15 (Drps) Pada Pasien Anak
kasus (13%) dosis obat lebih yang diberikan GastroenteritisAkut Di Instalasi Rawat
pada pasien anak gastroenteritis, pada Inap RSU Anutapura Palu, GALENIKA
pemberian obat deksametason. Journal of Pharmacy Vol. 2 (1) : 43 – 48
Penatalaksanaan terapi pada pasien anak March 2016. FMIPA Universitas
harus memperhatikan dosis yang optimal. Tadaluko, Palu Sulawesi Tengah
regimen dosis tidak dapat disederhanakan Cipolle, R.J., Strand, L.M., and Morley, P.C.
hanya berdasarkan berat badan atau luas 1998. Pharmaceutical Care Practice,
permukaan tubuh pasien pediatri yang McGraw Hill, New York
diperoleh dari ekstrapolasi data pasien Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
dewasa. Bioavalaibilitas, farmakokinetik, 2009. Pedoman Pelayanan Kesehatan
farmakodinamik, efikasi dan informasi untuk Pasien Pediatri. Direktorat Bina
tentang efek samping dapat berbeda secara Farmasi Komunitas dan Klinis,
bermakna antara pasien pediatri dan pasien Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dewasa karena adanya perbedaan usia, fungsi dan Alat Kesehatan
organ dan status penyakit (Depkes, 2009). Garna H., Suroto E., Hamzah., Nataprawira
Drug Related Problems (DRPs) H.M.D., Prasetyo D., 2000. Pedoman
merupakan bagian dari suatu medication error Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
yang dihadapi hampir semua negara di dunia Anak. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak
(Cipolle dkk, 1998). Kejadian DRP’s FK Universitas Padjadjaran/RSUP DR.
berdampak pada tidak tercapainya outcome Hasan Sadikin, Bandung
terapi dan meningkatnya biaya. Melakukan Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011.
analisa DRP’s merupakan aktivitas utama Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
dalam pharmaceutical care dan Apoteker Anak Indonesia Edisi II
mempunyai peranan penting dalam Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
melakukan identifikasi, pencegahan dan 2011. Situasi Diare di Indonesia. Volume
penyelesaian masalah DRP’s tersebut. 2. Triwulan II. Jakarta
Kepatuhan terhadap pedoman terapi oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
klinisi sangat diperlukan untuk menurunkan 2011. Panduan Sosialisasi Tata Laksana
kejadian DRP’s di rumah sakit. Diare Balita Untuk Petugas Kesehatan.
Direktorat Jenderal Pengendalian
SIMPULAN Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Jakarta
Gambaran kejadian Drug Related Kementerian Kesehatan RI. 2014. Tentang
Problems pada pasien anak gastroenteritis panduan praktik klinis bagi dokter di
akut (GEA) di instalasi rawat inap RSUD dr. fasilitas pelayanan kesehatan primer.
H.M. Rabain Muara Enim meliputi obat tanpa Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan RI.
indikasi 84, 72 %, pemilihan obat tidak tepat Suri, S., & Kumar, D. (2015). Diarrhoeal
63,89 %, dosis terlalu rendah 26,38 %, Diseases and its Associated Factors
indikasi tanpa obat 19,44 % dan dosis terlalu Among Children 1-5 Years of Age in a
tinggi 16,67 %. Rural of Jammu, The Health Agenda, 3,
82-87
Reese R.E., Betts R.F., Gumustop B. 2000.
Handbook of Antibiotics, third edition,
Lippincott William & Wilkins,
Philadelphia, USA

Noprizon dkk
20 Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2019, IV(1), hal. 13-20

Wells. B.G., Dipiro J.T., Schwinghammer World Health Organization. 2012. Acute
T.L., Dipiro C.V. 2012. Pharmacotherapy Diarrhea in Adult and Children : a Global
Handbook, 8 th, International Edition Perspective. World Gastroenterology
Organisation Global Guidelines

Noprizon dkk

Anda mungkin juga menyukai