Anda di halaman 1dari 14

PANCASILA DALAM KONTEKS

KETATANEGARAAN

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pancasila

Dosen Pengampu :
Heru Wiyadi, M.Pd

Disusun Oleh :
Syamsul Huda (NIM.2197174041)
Nandita Putri Rizky Nur Akbar (NIM.2197174039)

PROGRAM STUDI PENDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT , Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan ridho – Nya, sehingga makalah Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan dapat
diselesaikan tepat waktunya. Makalah mengkaji bagaimana pentingnya Pancasila dalam konteks
ketatanegaraan membentuk karakter pengetahuan wawasan kebangsaan yang merupakan cerminan
dari nilai – nilai Pancasila.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pancasila Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar ,Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Hasyim Asy’ari.
Penulis menyadari bahwa selesainya makalah ini atas bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis seyogyanya mengucapkan terima kasih yang
mendalam kepada :
1. Bapak Heru Wiyadi, M.Pd sebagai Dosen Mata Kuliah Pancasila, Universitas Hasyim Asy’ari.
2. Kedua orang tua yang senantiasa mendoakan kami.
3. Teman sejawat kami Roudhotul Jannah, Rizka Nur Aminah, dan Rista Febi yang selalu memberi
semangat.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan , oleh
karena itu, saran dan kritik konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya, penulis
berharap makalah ini dapat memberi manfaat bagi pengembangan dunia
pendidikan.

Jombang , 16 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................2
1.3 Tujuan Makalah....................................................................................2
1.4 Manfaat Makalah ............................................................................... 2
1.5 Metode Penulisan...................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Kedudukan Pancasila Sebagai Sumber Tertib Hukum Ketatanegaraan
RI..................................................................................................................4
2.2 Pembukaan UUD 1945 dan kedudukannya dalam Tertib Hukum di
Indonesia....................................................................................................5
2.3 Sistem Ketatanegaraan Sesudah Amandemen UUD 1945.................8

BAB III SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan...............................................................................................10
B. Saran .....................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu kenegaraan

populer disebut sebagai dasar filsafat negara (pilisophisce gronslag). Dalam kedudukan ini Pancasila

merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk

dalam sumber tertib hukum di Indonesia, sehingga Pancasila merupakan sumber nilai, norma dan

kaidah baik moral maupun hukum di Indonesia. Oleh karenanya, Pancasila merupakan sumber hukum

negara baik yang tertulis maupun yang tak tertulis atau convensi. Indonesia adalah negara demokrasi

yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu dalam segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan

negara diatur dalam sistem peraturan perundang – undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan

pengertian Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia. Hal ini tidaklah lepas dari

eksistensi pembukaan UUD 1945, yang dalam konteks ketatanegaraan Indonesia memiliki kedudukan

yang sangat penting karena merupakan suatu letak untuk kaidah negara yang fundamental

(staasfundamentalnorm) dan berada pada  sebuah kumpulan yang disusun (hierarkhi) tertib hukum

tertinggi di Indonesia. Dalam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, pada

hakikatnya merupakan suatu dasar dan asas kerohanian dalam setiap aspek penyelenggaraan negara

termasuk dalam penyusunan tertib hukum di Indonesia. Maka kedudukan Pancasila sesuai dengan yang

tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,

sesuai dengan yang tercantum dalam penjelasan tentang pembukaan UUD yang termuat dalam Berita

Republik Indonesia tahun II no. 7, hal ini dapat disimpulkan bahwa pembukaan UUD 1945 adalah

sebagai sumber hukum positif Indonesia. Dengan demikian seluruh peraturan perundang – undangan di

Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar filsafat

Indonesia. Pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI. Dalam beberapa tahun ini Indonesia mengalami

perubahan yang sangat mendasar mengenai sistem ketatanegaraan. Dalam hal perubahan tersebut

Secara umum dapat kita katakan bahwa perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUD 1945

ialah komposisi dari UUD tersebut, yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan
1
Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Penjelasan UUD 1945,

yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak turut disahkan oleh PPKI

tanggal 18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi dikandungnya, sebagian dimasukkan, diubah dan ada pula

yang dirumuskan kembali ke dalam pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah

empat kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksana kedaulatan rakyat, dan penjelmaannya ke

dalam lembaga-lembaga negara. Sebelum amandemen, kedaulatan yang berada di tangan rakyat,

dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis yang terdiri atas anggota-

anggota DPR ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan itu, demikian besar

dan luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan Presiden, menetapkan Garis-

garis Besar Haluan Negara, serta mengubah Undang-Undang Dasar.

1.2..Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut:

1.Bagaimana kedudukan Pancasila sebagai sumber tertib hukum ketatanegaraan RI ?

2.Bagaimana Pembukaan UUD 1945 dan Kedudukanya dalam tetib hukum di Indonesia?

3.Bagaimana sistem ketatanegaraan sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas adapun tujuan dari pemaparan masalah ini yaitu :

a. Mengetahui dan memahami kedudukan Pancasila sebagai sumber tertib hukum ketatanegaraan RI

b. Mengetahui dan memahami Pembukaan UUD 1945 dan Kedudukanya dalam tetib hukum di

Indonesia

c. Mengetahui dan memahami sistem ketatanegaraan sesudah amandemen UUD 1945.

1.4 Manfaat

Berdasarkan materi yang dibahas adapun manfaatnya yaitu :

a.Bagi penulis, makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang

Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan

b.Bagi guru, makalah ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan baru tentang Pancasila

dalam Konteks Ketatanegaraan

b.Bagi prodi, makalah ini diharapkan dapat menambah bahan pustaka prodi PGSD
2
Universitas Hasyim As’ary terkait dengan Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan

1.5 Metode Penulisan

Penulisan dan penyusunan makalah ini menggunakan metode kepustakaan. Artinya makalah

ini ditulis dan disusun berdasarkan referensi-referensi yang ada didalam buku-buku dan

artikel-artikel ilmiah lainnya.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kedudukan Pancasila Sebagai Sumber Tertib Hukum

Tertib hukum menurut Notonegoro (1959:26) adalah keseluruhan peraturan-peraturan

hukum yang memenuhi empat syarat yaitu adanya kesatuan subyek yang mengadakan

peraturan-peraturan hukum, adanya azas kerohanian yang meliputi keseluruhan peraturan –

peraturan hukum itu,adanya kesatuan waktu yang di dalamnya peraturan itu berlaku. Di

dalam tertib hukum terdapat pembagian susunan haerarkhis dari peraturan-peraturan hukum.

Menurut Kelsen (1944:110-114) bahwa peraturan-peraturan hukum yang banyak jumlahnya

itu merupakan suatu sistem karena peraturan-peraturan hukum yang satu (yang lebih tinggi)

merupakan dasar yang mengikatnya peraturan hukum yang lain (yang lebih rendah).

Demikian tingkatan-tingkatan atau jenjang-jenjang itu akhirnya sampai pada dasar yang

terakhir yaitu basic norm atau norma dasar.

Marmosudjono (1989 : 13-14 ) mengemukakan bahwa tertib hukum merupakan prinsip

yang pertama-tama harus ada dalam negara hukum. Terdapat dua aspek utama dalam

mewujudkan adanya tertib hukum,yaitu :

1.)Adanya tatanan kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara, haruslah memiliki

kekuatan hukum yang jelas dan mengandung kepastian hukum.

2.)Keseluruhan tindakan dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara benar-

benar dilaksanakan atas ketentuan hukum.

Menurut Suyadi (1999:13) ditinjau dari aspek filosofis makna pancasila sebagai sumber

tertib hukum RI adalah nilai-nilai luhur yang terlekat pada keberadaan bangsa Indonesia

yang diyakini kebenarannya. Secara filsafati Pancasila merupakan seperangkat nilai-nilai

kemanusiaan dan nilai-nilai moral yang menjadi dasar moral bagi tertib hukum di Indonesia.

Secara yuridis kenegaraan Pancasila adalah dasar negara RI dan pada akhirnya secara

sosiologis diterima sebagai pandangan hidup bangsa. Oleh karena itu Pancasila tidak boleh

diabaikan dalam kaitannya dengan masalah pembentukan hukum dan penafsiran hukum. Ini
4
berarti Pancasila memberikan inspirasi bagi pembentukan hukum dan penegakan hukum.

Selanjutnya dikatakan Suyadi bahwa Pancasila mempunyai tiga dimensi yaitu dimensi

moral/etis, ideologi/politis dan yuridis. Ketiga dimensi ini disebut trias imperatif Pancasila.

Jalinan yang serasi antara ketiga dimensi tersebut memberi sumbangan positif bagi

terwujudnya Hukum Nasional Indonesia yang dinamis sebagai sarana mengatur kehidupan

bermasyarakat,berbangsa dan bernegara yang sedang mengalami reformasi menuju

terwujudnya cita-cita bangsa sebagaimana diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 dan

Pancasila itu sendiri. Dimensi moral/etis berarti bahwa hukum nasional Indonesia

merupakan sistem norma yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan sebagai makhluk

Tuhan yang bermartabat. Dimensi ideologis berarti bahwa hukum nasional Indonesia

didasari oleh cita-cita serta tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam UUD 1945,

sedangkan dimensi yuridis artinya Pancasila sebagai pokok kaidah fudamental negara RI

yang merupakan norma dasar bagi norma hukum nasional Indonesia.

2.2 Pembukaan UUD 1945 dan kedudukannya dalam Tertib Hukum di Indonesia

Pembukaan UUD 1945 memuat norma-norma dasar kehidupan bernegara. Isi Pembukaan UUD 1945

mempertinggi kekuatan mengikat pasal-pasal dalam konstitusi. Di dalamnya terkandung pokok-pokok

pikiran yang merupakan cita-cita hukum yang melandasi lahirnya hukum negara. Dengan demikian

Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber tertib hukum Indonesia.

Kedudukan Pembukaan UUD 1945 lebih tinggi dari pasal pasal dalam UUD 1945. Itulah sebabnya,

ketika terjadi amendemen UUD 1945, MPR merasa tidak perlu mengubah bagian Pembukaan UUD

1945. Mengapa MPR tidak mengubah Hal ini tidak berarti bahwa Undang-Undang Dasar 1945 tidak

lengkap atau tidak sempurna dan mengabaikan kepastian hukum. Keluwesan dan fleksibel itu tetap

menjamin kejelasan dan kepastian hukum

Dengan aturan-aturan pokok itu kepastian hukum sudah cukup terpenuhi. Pengaturannya lebih lanjut

sebagai penyelenggaraan aturan pokok itu diserahkan kepada hukum yang tingkatannya lebih rendah

yang lebih mudah membuat dan merubahnya, seperti dengan Undang-Undang.

Pembukaan UUD 1945 memuat dasar filosofis dan dasar normative yang mendasari seluruh pasal dalam

Undang-Undang Dasar 1945. Pembukaan UUD 1945 mengandung staatsidee berdirinya Negara
5
Kesatuan Republik Indonesia, tujuan (haluan) negara, serta dasar negara yang harus tetap

dipertahankan”. Dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, menurut penelitian ilmu hukum terdapat

hal-hal yang merupakan syarat-syarat bagi adanya suatu tertib hokum atau sistem hukum.

Maksud dari tertib hukum di sini adalah kebulatan peraturan-peraturan hukum yang saling berhubungan

satu dengan yang lainnya dan bersama-sama membentuk suatu kesatuan. Adapun syarat-syarat yang

dimaksudkan adalah meliputi empat hal. Akan tetapi, dalam Pembukaan UUD 1945 ini terdapat lima hal

sebagai kebulatan keseluruhan.

a.   Adanya kesatuan subjek (penguasa) yang mengadakan peraturanperaturan hukum; terpenuhi oleh

adanya suatu Pemerintahan Republik Indonesia.

b.   Adanya kesatuan asas kerohanian yang menjadi dasar dari keseluruhan peraturan-peraturan hukum;

terpenuhi oleh adanya rumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.

c.   Adanya kesatuan daerah untuk berlakunya keseluruhan peraturan-peraturan hukum terpenuhi oleh

penyebutan ”Seluruh tumpah darah Indonesia”.

d.   Adanya kesatuan waktu untuk berlakunya keseluruhan peraturan-peraturan hukum terpenuhi oleh

penyebutan ”disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar

Negara Indonesia”, yang menyangkut saat sejak terbentuknya negara dan seterusnya.

e.   Adanya kesatuan tujuan yang merupakan cita-cita ingin diwujudkan oleh keseluruhan peraturan-

peraturan hukum terpenuhi adanya penyebutan ”ketertiban, perdamaian dan keadilan” sebagai cita-cita

hukum, serta ingin mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah peraturan-peraturan hukum yang ada dalam Negara Republik

Indonesia mulai saat ditetapkannya Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah

merupakan suatu tertib hukum atau sistem hukum, yaitu tertib hukum Indonesia.

Dalam proses amendemen sejak tahun 1999 hingga tahun 2002, komitmen MPR RI untuk tidak

mengubah bagian Pembukaan UUD 1945 tertuang dalam kesepakatan dasar MPR tentang pengubahan

UUD 1945. Kesepakatan MPR RI tersebut sebagai berikut:

1. Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945.

2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.


6
4. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam penjelasan dimasukkan ke dalam pasal-

pasal.

5. Perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara addendum.

Perubahan UUD 1945 dengan cara adendum artinya perubahan dilakukan dengan tetap mempertahankan

naskah asli UUD 1945 sebagaimana terdapat dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959 hasil

Dekret Presiden 5 Juli 1959. Naskah perubahan UUD 1945 diletakkan melekat pada naskah asli.

Selain itu terdapat hubungan Pembukaan Dengan Pasal-Pasal UUD 1945

Sebagaimana diketahui bahwa dalam Pembukaan UUD 1945 itu mengandung beberapa pokok pikiran yang

merupakan cita-cita nasional dan cita hukum kita. Pokok-pokok pikiran dalam UUD 1945 itu dijelmakan dalam

Pasal-pasal UUD 1945, dan cita hukum UUD 1945 besumber atau dijiwai oleh falsafah Pancasila. Di sinilah arti

fungsi Pancasila sebagai dasar negara

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan Pasal-pasal

Undang-Undang Dasar 1945, karena Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengandung pokok-pokok pikiran

yang dijelmakan lebih lanjut dalam Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Dengan tetap menyadari akan

keagungan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan dengan tetap memperhatikan hubungan antara

Pembukaan dengan Pasal-pasal UndangUndang Dasar 1945, dapatlah disimpulkan bahwa Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945 yang memuat dasar falsafah negara Pancasila dengan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar

1945 merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, bahkan merupakan rangkaian kesatuan nilai dan

norma yang terpadu. Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran

yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang tidak lain adalah pokok-pokok pikiran

Persatuan Indonesia, Keadilan Sosial, Kedaulatan Rakyat berdasar atas kerakyatan dan

permusyawaratan/perwakilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan

beradab. Pokok-pokok pikiran tersebut tidak lain adalah pancaran dari Pancasila. Kesatuan serta semangat yang

demikian itulah yang harus diketahui, dipahami, dan dihayati oleh setiap insan Indonesia

7
2.3. Sistem Ketatanegaraan Sesudah Amandemen UUD 1945

Salah satu agenda penting dari gerakan reformasi adalah amandemen terhadap UUD 1945 yang kemudian

berhasil dilaksanakan selama 4 tahun berturut urut melalui Sidang Tahunan MPR yaitu tahun 1999,

2000,2001 dan tahun 2002. Reformasi dalam sistem perundang – undangan Indonesia ini dilakukan dengan

pertimbangan penyesuaian dengan kondisi negara dan masyarakat Indonesia. Diharapkan dengan

diadakannya amandemen , UUD 1945 sebagai dasar hukum negara Indonesia bisa lebih menyerap kebutuhan

rakyat serta sesuai dengan kondisi yang terjadi saat ini. Karena UUD 1945 setelah amandemen dianggap

lebih demokratis bila dibandingkan dengan UUD 1945 sebelumnya.

Latar Belakang pelaksanaan Amandemen UUD 1945:

1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi

di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya

checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.

2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan

eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan

berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim. disebut hak prerogatif

(antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki

kekuasan membentuk Undang-undang.

3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga dapat menimbulkan

lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum diamandemen).

4. UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal

penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan legislatif

sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam Undang-Undang.

Amandemen terhadap UUD 1945 dilaksanakan dengan beberapa kesepakatan dari panitia Ad Hoc, antara

lain

1. Tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sistematika, aspek kesejarahan dan

orisinalitasnya.

8
2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

3. Mempertegas Sistem Pemerintahan Presidensial.

4. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam penjelasan dimasukkan dalam pasal-pasal.

5. Perubahan dilakukan dengan cara “adendum”.

Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi

yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat,

penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah

Setelah dilakukan amandemen, MPR yang semula berisi anggota - anggota DPR dan kelompok - kelompok

fungsional tambahan, termasuk militer, telah dirubah sehingga anggota MPR hanya terdiri dari anggota -

anggota DPR dan DPD saja. Bila anggota DPR mewakili kepentingan - kepentingan partai politik, maka

anggota DPD mewakili kepentingan – kepentingan daerah yang diwakilinya. Anggota MPR tersebut dipilih

oleh rakyat sehingga bisa dikatakan bahwa tidak terdapat lagi "kursi pesanan" untuk militer dan golongan -

golongan yang lain.

Perubahan pada sistem pemerintahan setelah amandemen dilakukan juga terlihat jelas pada kekuasaan MPR

dimana sebelumnya MPR memiliki kekuasaan yang tidak terbatas dirubah menjadi kedaulatan

berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar.

Amandemen juga mencabut kekuasaan untuk membuat Undang - Undang dari tangan Presiden dan

memberikan kekuasaan untuk membuat Undang - Undang tersebut kepada DPR. Sehingga jelas bahwa

amandemen ingin mempertegas posisi check and balances antara presiden sebagai lembaga eksekutif dan

DPR sebagai lembaga legislatif.

Setelah pelaksanaan amandemen, Presiden tetap memegang hak veto secara absolut untuk menolak segala

rancangan Undang - Undang yang dibuat DPR pada tahap pembahasan. Langkah reformasi lembaga

legislatif setelah amandemen adalah dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dimaksudkan

untuk

memberi kesempatan kepada masyarakat daerah untuk turut berperan aktif dalam pelaksanaan sistem

pemerintahan, dimana ide ini sejalan dengan konsep otonomi daerah yang telah berjalan. Namun, otoritas

DPD sangat terbatas bila dibandingkan dengan otoritas DPR

9
BAB III

KESIMPULAN

Pancasila mempunyai tiga dimensi yaitu dimensi moral/etis, ideologi/politis dan yuridis. Ketiga dimensi ini

disebut trias imperatif Pancasila. Jalinan yang serasi antara ketiga dimensi tersebut memberi sumbangan

positif bagi terwujudnya Hukum Nasional Indonesia yang dinamis sebagai sarana mengatur kehidupan

bermasyarakat,berbangsa dan bernegara yang sedang mengalami reformasi menuju terwujudnya cita-cita

bangsa sebagaimana diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 dan Pancasila itu sendiri. Dimensi moral/etis

berarti bahwa hukum nasional Indonesia merupakan sistem norma yang mencerminkan nilai-nilai

kemanusiaan sebagai makhluk Tuhan yang bermartabat. Dimensi ideologis berarti bahwa hukum nasional

Indonesia didasari oleh cita-cita serta tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, sedangkan

dimensi yuridis artinya Pancasila sebagai pokok kaidah fudamental negara RI yang merupakan norma dasar

bagi norma hukum nasional Indonesia.

Dengan adanya amandemen terhadap UUD 1945, terjadilah perubahan yang signifikan terhadap kedudukan,

tugas dan wewenang DPR/DPRD. Kalau sebelum amandemen UUD 1945 kekuasaan membentuk undang-

undang berada di tangan Presiden, maka sesudah amandemen UUD 1945 kekuasaan membentuk undang-

undang berada di tangan DPR, sedangkan Presiden hanya mengesahkan rancangan undang-undang yang

telah dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan diberikannya kekuasaan membentuk

undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat, maka kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat baik dari

aspek politik maupun yuridis menjadi semakin kuat untuk menjaga sistem check and balances dalam

penyelenggaraan pemerintahan

10
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuddin, Muhammad. (2009). Pendidikan Pancasila Menempatkan Pancasila


dalam Konteks Keislaman dan Keindonesiaan. Yogyakarta: Total Media.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia, 1977

http://panmohamadfaiz.blogspot.com.
diakses pada tanggal 17 Oktober 2021 pukul 10.21.

Anda mungkin juga menyukai