Editor :
Dr. M. Amin Nurdin, MA.
Desain Cover:
Haitamy el Jaid
Tata Aksara
Dimaswids
Penerbit
Pustaka Pelajar
Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta
Telp. 0274 381542, Faks. 0274 383083
Email: pustakapelajar@yahoo.com
ISBN: 978-623-236-084-6
Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR — v
DAFTAR ISI — vii
BAB I
PENDAHULUAN — 1
BAB II
PEMBARUAN ISLAM PRA ZAMAN MODERN — 17
1 Pembaruan dalam Islam — 19
Muhammad Ibn Abd Al-Wahab dan Gerakan
Wahabiyah — 33
Ekspedisi Napoleon di Mesir: Ide-Ide Baru
dan Pengaruhnya — 43
BAB III
PEMBARUAN ISLAM PASKA ZAMAN
MODERN — 59
BAB IV
ISU-ISU GAGASAN NASIONALISME,
EMANSIPASI WANITA, KHILAFAH, NEO-
MODERNISME, ISLAM MODERAT, IJTIHAD
IDEOLOGI PANCASILA, ISLAM, DAN JARINGAN
ISLAM LIBERAL (JIL) — 153
Qasim Amin: Emansipasi Wanita — 155
Mustafa Kamil: Nasionalisme Mesir — 174
Ali Abd Raziq: Kontroversi Sistem Politik
Khilafah — 184
Neo-Modernisme Islam dan Islam di Indonesia:
Mempertimbangkan Fazlur Rahman — 201
Nurcholish Madjid: Arus Baru Islam
di Indonesia — 218
Wasatiyyat Islam untuk Peradaban Dunia:
Konsepsi dan Implementasi — 225
Islam Indonesia sebagai Poros Wasathiyah
Islam Dunia — 264
Tafsir Atas Islam Nusantara: (Dari Islamisasi
Nusantara Hingga Metodologi Islam
Daftar Isi
Nusantara) — 270
Jaringan Intelektual Muda Islam Liberal (Jil):
Ruh Hidup Dalam Jasad Kaku — 293
PENDAHULUAN
Bab I — Pendahuluan
adakan eksplorasi, eksperimen, mengembangkan seni,
sastra, dan ilmu pengetahuan di Eropa.
Manifestasi renaisans terlihat dalam beberapa hal,
antara lain:
Gerakan Humanisme, yaitu mencari nilai-nilai
kemanusiaan dengan menerjemahkan sumber-
sumber Yunani dan Romawi, kontras dengan
tradisi skolastisisme dan otoritas religius.
Penolakan tradisi Aristotelian Abad Pertengahan
dan kebangkitan Platonisme.
Terbuka kepada ilmu-ilmu yang baru mulai
terbentuk.
Ketidakpuasan pada kemapanan yang mengarah
kepada Reformasi Protestan.
Periode modern di Barat (Eropa) dimulai sejak abad
ke-17 sampai sekarang, yang didominasi oleh sains. Abad
modern, menurut Bertrand Russel, ditandai dua hal:
melemahnya otoritas gereja dan meningkatnya otoritas
sains. Pada zaman modern, sektor budaya lebih dikuasai
orang awam ketimbang para pemuka agama. Negara
menggantikan gereja dalam bidang kepemerintahan.
Menurut Marshall Hodgson, hakikat Abad Modern
adalah “Teknikalisme” dengan tuntutan efisiensi kerja yang
tinggi, yang diterapkan kepada semua bidang kehidupan.
Karena itu, Abad Modern lebih tepat disebut Abad Teknik.
Teknikalisme mendorong timbulnya Revolusi Industri di
Inggris, sedangkan implikasi kemanusiaannya timbul dalam
bentuk Revolusi Prancis pada abad ke-18. Kedua revolusi ini
menjadi tonggak kemodernan, tetapi aspek kemanusiaan
Revolusi Prancis, dengan slogan
Bab I — Pendahuluan
adat istiadat dan institusi-institusi lama yang tidak sesuai
lagi dengan semangat perkembangan sains dan teknologi
modern. Istilah revivalisasi dan resurgensi atau renaisans
berarti tegak kembali atau bangkit kembali. Revivalisasi
berbeda dengan resurgensi. Revivalisasi berarti bangkit
kembali, tetapi berorientasi ke masa lampau, sedangkan
resurgensi lebih berorientasi ke masa depan.
Mengapa Islam maju di zaman klasik. Hal ini dapat
kita lihat dari beberapa sebab, yaitu a. Penghargaan
terhadap kedudukan akal, b. Menganut paham
kebebasan manusia dalam kemauan dan menciptakan
perbuatan (free will), c. Kebebasan berpikir, hanya terikat
pada al-Qur’an dan Sunnah, d. Percaya pada sunnatullah
atau hukum kausalitas, e. Mengambil arti metaforis dari
teks wahyu, f. Dinamis dan kreatif dalam sikap berpikir.
Respons ulama-ulama besar pada abad ke-19 dan
awal abad ke-20, seperti Sayyid Ahmad Khan dan Amir
Ali (India), Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh
(Mesir), dan Namik Kemal (Turki) sangat antusias dengan
pembaruan Islam dan berpendapat bahwa strategi
pembaruan dalam Islam, yaitu penggalakan sains dan
penanaman semangat ilmiah seperti yang terjadi di Barat.
Padahal, di antara kelima intelektual tersebut hanya
Namik Kemal saja, dari 1867 sampai 1871, yang benar-
benar pernah belajar di Barat (Eropa).
Kelima tokoh pembaruan tersebut berpandangan:
Suburnya perkembangan sains dan semangat ilmiah
di kalangan umat Islam abad ke-9 dan ke-10 adalah
buah dari usaha memenuhi tuntunan al-Qur’an agar
manusia mengkaji alam semesta.
Bab I — Pendahuluan
data-data sejarah intelektual Islam pada abad
sebelumnya hanya menjadi “penggembira” dalam kajian
intelektual Islam.
Sebaliknya, jika kita mulai dengan pendapat kedua,
maka tugas kita selanjutnya adalah menulis kontinuitas
sejarah Intelektual Islam setelah abad tersebut. Yang
diambil oleh para pionir pembaru di Indonesia adalah
semangat dan model pembaruan melalui pengembangan
pikiran tokoh dan media surat kabar (jurnal). Dalam
konteks ini, pembaruan masih sebatas menghadang arus
kolonialisme, Kristenisasi yang dijalankan para penjajah,
dan “pembetulan” perilaku ibadah umat Islam yang telah
“terjerat” Taklid, Bid’ah dan Khurafat.
Misi pembaruan ini tentu saja tidak bertahan lama,
sebab menjelang kemerdekaan dan pasca kemerdekaan,
energi tokoh Islam lebih “terkuras” dalam perdebatan dasar
negara, hubungan agama dan negara, dan arah politik
Indonesia yang sedikit banyak telah “dikuasai” oleh
kelompok nasionalis sekular. Bahkan, menjelang kerun-
tuhan era Orde Lama, pemikiran Islam sangat sulit sekali
dikembangkan, sebab perhatian bangsa ini masih tertuju
pada bagaimana “mencuci piring” akibat ulah PKI.
Pemikiran Islam baru berkembang pada era 1970-an.
M. Dawam Rahardjo dalam bukunya, Intelektual Inteli-
gensia dan Perilaku Politik Bangsa, menuturkan bahwa
faktor objektif yang menghadirkan gejala kecendekiawanan-
Muslim adalah aktivitas pemikiran dan gejolak pemikiran di
sekitar paham pembaruan oleh kalangan muda di tahun
1970-an yang dimotori oleh Nurcholish Madjid. Kelompok
muda menginginkan agar umat Islam tidak lagi mengingat
Bab I — Pendahuluan
adanya pengakuan pemerintah terhadap keberadaan
Bank Muamalat Indonesia pada 1991.
Terakhir, akomodasi kultural di mana para pejabat
sudah mulai memakai idiom-idiom Islam dalam acara
kenegaraan.
Bab I — Pendahuluan
fiqhiyah –hubungan manusia dengan sesamanya.
Perubahan-perubahan tersebut disinyalir sebagai
suatu gerakan pembaruan atau reformasi yang
mengubah dan merombak tatanan atau tradisi yang
dianggap oleh umat Islam sebagai pengekangan
kebebasan ekspresi, sehingga menimbulkan “degenerasi
umat”. Gerakan-gerakan pembaruan itu muncul secara
mencolok ter- utama pada masa imperium dinasti
Umayyah, di kala umat Islam mengubah bentuk
pemerintahan menjadi otokrasi yang dirasakan oleh umat
terlalu opresif sehingga melahirkan berbagai macam aksi
dan protes sosial yang dilakukan sesama umat. Salah
satu gerakan ketika itu adalah gerakan sufisme yang
mencoba membawa manusia menuju kedalaman spiritual
(Donohue dan Esposito, 1999: 7)
Gerakan sufisme ini boleh dikatakan sebagai reak- si
terhadap penafsiran dan pemahaman keIslaman yang
menekankan aspek hukum yang begitu totalitas
terhadap- kehidupan. Padahal hukum itu hanya
mengarah kepada aspek eksternal manusia, sehingga
mereka meragukan validitas pemahaman ke-Islaman
tersebut yang dikem- bangkan oleh para fuqoha atau
para ahli hukum (Donohue dan Esposito, 1999: 8)
Bagi mereka Islam bukan hanya sejumlah aturan
hukum atau dokrin yang sudah dikebiri menjadi sebuah
sistem politik yang memberikan kekuatan justifikasi-
terhadap keberadaan elitisme, nepotisme, dan eksploitasi
sehingga memberikan bias bagi dekadensi moral umat, baik
secara pribadi maupun golongan. Untuk itu penekanan
terhadap aspek internal manusia, yaitu aspek spiritual
Bab I — Pendahuluan
fuqaha-fuqaha salaf yang telah mentotalisasikan hukum
Islam pada hal permasalahan umat Islam yang begitu
kompleks dan memerlukan formulasi-formulasi baru guna
menyelesaikan permasalahan umat yang dihadapinya.
Revitalisasi pemahaman keagamaan umat Islam hanya
dapat dilakukan dengan membuka kembali pintu ijtihad,
dengan merujuk kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah dan juga menarik suatu benang merah antara
keadilan sosial dengan kehidupan pribadi umat melalui
penekanan bahwa manusia dengan segala tugasnya meru-
pakan makhluk sosial yang mengembangkan kewajib-an
kolektif untuk menciptakan kesejahteraan bersama.
Dari perjalanan historis pemahaman keagamaan di
atas dapatlah diketahui bahwa suatu gerakan pem-
baruan muncul sebagai anti-tesa dari “degenerasi umat
Islam” dengan memberikan suatu sintesis baru yang
dianggap memberikan jawaban dan alternatif guna ke-
sinambungan kehidupan umat Islam baik dalam aspek
sosial dan politik. John L Esposito dalam Bukunya Dina-
mika Kebangunan Islam, mengatakan bahwa tradisi
pembaruan dalam Islam merupakan gaya dan cara
khusus dalam mengungkapkan keyakinan, terutama
mengenai kehidupan penganut komunitas masyarakat
muslim. Dan dalam kesinambungan revitalisasi tersebut
terejawantahkan dalam suatu proses, yaitu pertama,
seruan untuk kembali kepada atau penerapan ketat al-
Qur’an dan Hadis, kedua, penegasan akan hak untuk
mengadakan analisis mandiri (ijtihad), ketiga, penegasan
kembali keaslian dan keunikan pemahaman al-Qur’an
yang berbeda-beda dengan cara sintesis dan keterbukaan
Bab I — Pendahuluan
Prof. Syafi’i Maarif
Muhammad Abd Wahhab dan Gerakan Wahabiyah
ditulis oleh Prof. Dr. Zainun Kamal
Al-Tahtawi: Ide dan Pembaruannya ditulis oleh Prof.
Dr. Amany Lubis
Muhammad Abduh dan Teologi Rasional ditulis oleh
Prof. Dr. Ahmad Rofiq
Abduh dan Ridha: Perbedaan antar Murid dan Guru
ditulis oleh Prof. Dr. Nasarudin Umar
Jamaluddin al-Afghani: Ide-ide Pembaruan dan
Kegiatan Politik ditulis oleh Prof. H.A. Hafizh Anshari,
Ali Abd Raziq: Kontroversi Sistem Politik Khilafah
ditulis oleh Prof. Dr. Najmudin Zuhdi
9. Islam Indonesia sebagai Poros Wasathiyah Islam
Dunia ditulis oleh Dr. M. Amin Nurdin
Nurcholish Majid: Sekularisasi dan Politik Agama
ditulis oleh Dr. M. Amin Nurdin, MA
Ekspedisi Napoleon di Mesir dan Ide-ide yang Dibawa
ditulis oleh Dr. Noorwahidah Haisy
Rasyid Ridha: Ide-ide Pembaruannya ditulis oleh Dr.
Cecep
Qasim Amin: Emansipasi Wanita ditulis oleh Dr.
Sulaiman Abdullah
Mustafa Kamil: Nasionalisme Mesir ditulis oleh Dr.
Afifi Fauzi Abbas
Muhammad Ali: Usaha-usaha Pembaruannya ditulis
oleh Dr. Mukhyar Sani
Pembaruan Islam ditulis oleh Dr. Suryan Jamrah
Islam Nusantara ditulis oleh Dr. Abdul Moqsith
Ghazali.
Bab I — Pendahuluan
BAB II
A. PENDAHULUAN
D. TUJUAN PEMBARUAN
Sesuai dengan klarifikasi pembaruan di atas, maka
implikasi dan tujuan umum pembaruan yang dilakukan
mereka, yaitu:
memurnikan ajaran Islam
membolehkan ijtihad dan melarang taklid
kembali kepada ajaran-ajaran dasar: al-Qur’an
dan al-sunnah.
mengembalikan citra umat Islam, dan
memperbaiki sosial-ekonomi dan politik umat.
Mereka mengelaborasi ide tersebut melalui kegiatan
ilmiah dan amaliah, baik secara formal dan non-formal.
Muhammad bin abd al-Wahab mengembangkan ide pem-
baruannya melalui masyarakat dan pemerintah dan
kelompok elite. Al-Afghani mengembangkan idenya melalui
jalur-jalur pendidikan dan politik; sementara Muhammad
TOKOH-TOKOH PEMBARU
Pada dasarnya penulis menemui kesulitan menyebut
pembaru secara definitif, hal ini karena berbeda sudut
pandang para penilai dan juga mereka yang dianggap
pembaru itu tidak menyebut dirinya sebagai pembaru
secara eksplisit. Di samping itu adakalanya seseorang
yang dianggap sebagai pembaru oleh yang lainnya,
sementara penilai yang lain menyebutnya sebagai mulhid,
kafir, murtad, dan gelaran-gelaran yang lainnya.
Namun lepas dari perbedaan-perbedaan penilaian
tersebut di atas, berdasarkan literatur-literatur yang
ditemukan menyatakan, bahwa yang dianggap pembaru
itu antara lain, Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abd al-
ASPEK-ASPEK PEMBARUAN
Secara implisit aspek-aspek pembaruan pada
dasarnya sudah disinggung di atas, namun perlu
dijelaskan lebih lanjut secara eksplisit.
Pra-Modernis
Para pembaru pra-modernis dan yang seide dengan-
nya lebih menekankan pada aspek pemurnian ajaran
Islam dalam bidang akidah, syari’ah, dan akhlak dari
subversi ajaran yang bukan Islam dan tidak dapat
diIslamkan, walaupun mereka tidak melupakan aspek
politik dan sosial ekonomi.
Pasca Modernis
Pasca modernis dapat pula disebut sebagai neo-revi-
valisme yang menekankan pembaruan pada bidang
politik dan pendidikan. Para pembaru ingin memiliki
identitas khusus yang islami; mereka berbeda dengan
kaum modern klasik dan pra-modern.
G. KESIMPULAN
Demikianlah pembaruan dalam Islam dengan berbagai
variasinya, dapat membangkitkan umat Islam dari keva-
cuman intelektual dan kerusakan akidah. Pembaruan yang
dimulai di dunia Arab menghembuskan angin segar ke
seantero dunia Islam, sehingga kaum muslimin menemukan
kembali identitas dirinya dan mampu pula
A. PENDAHULUAN
KESIMPULAN
Dari beberapa ide pembaruan Muhammad Ibn Abd
A. PENDAHULUAN
D. KESIMPULAN
Penjajahan, bagaimanapun bentuknya, sering digam-
barkan sebagai sesuatu yang menakutkan. Dalam istilah
penjajahanterkandungbayanganpenindasan,perbudakan,
pemaksaan, penganiayaan, dan hal-hal yang negatif bagi
bangsa terjajah. Tetapi ekspansi yang dilakukan Napoleon
Bonaparte ke Mesir, sekalipun tentu tidak luput dari hal-hal
negatif tersebut, ternyata memberi makna yang besar bagi
perkembangan Islam dan masyarakat Mesir sendiri. Dengan
ekspedisinya, kesadaran umat Islam untuk bangun
membenahi dirinya telah muncul, sehingga lahir gerakan-
gerakan pembaruan, tidak hanya di Mesir, tetapi
A. PENDAHULUAN
IDE-IDE PEMBARUANNYA
Mesir pada saat kehadiran ekspedisi Napoleon benar-
benar kurang dari satu bulan, tentara Napoleon berhasil
menjarah seluruh Mesir, yang ketika itu masih berada di
bawah kekuasaan Turki Ustmani. Kebudayaan, ilmu
C. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa usaha-
usaha pembaruan yang dilakukan Muhammad Ali mulai
dari pembenahan militer lengkap dengan teknik per-
senjataan modern, industrialisasi perekonomian, moder-
nisasi sistem pendidikan, penerjemahan buku-buku Eropa
sampai kepada masalah kesehatan dan kebersihan.
Sekalipun demikian tidak semua usahanya itu berhasil baik,
karena sebagian terlalu dini bagi rakyat Mesir dan mereka
masih terpaksa dengan kebiasaan-kebiasaan lama seperti
senang hidup sederhana dan lain lain.
C. KESIMPULAN
Sebagai penerjemah sering kali al-Tahtawi hanya
menyampaikan ide-idenya kepada masyarakat tanpa
menyatakan pendapatnya sendiri; seperti yang dilaku-
kannya dalam cabang ilmu geografi atau mengenai konsep
A. PENDAHALUAN
IDE-IDE PEMBARUAN
Apabila ide pembaruan Muhammad Ali Pasya (1765-
1849) yang lebih menonjol adalah pembaruan di bidang
pranata sosial dan melahirkan sejumlah kaum intelektual
berpendidikan Barat dan Rafi’ al-Tahtawi (1801-1873) di
bidang pemikiran, maka ide pembaruan al-Afghani yang
pokok adalah di bidang politik. Karena itu, beberapa
penulis lebih menempatkan al-Afghani sebagai pemimpin
politik ketimbang pemimpin dan pembaru dalam Islam.
“Tetapi”, demikian Prof. Dr. Harun Nasution, “tak boleh
dilupakan bahwa kegiatan politik yang dijalankan al-
Afghani sebenarnya didasarkan pada ide-idenya tentang
pembaruan dalam Islam. Kegiatan politik itu timbul
sebagai akibat yang semestinya dari pemikiran-
pemikirannya tentang pembaruan” (Nasution, 1988: 54).
Jika dilihat kapasitas ilmu agama yang dimiliki al-
Afghani dan latar belakang aktivitas politik yang dilaku-
kannya, apa yang dikemukakan oleh Harun Nasution di
atas cukup beralasan, antara lain karena:
Aktivitas politik yang dilakukan al-Afghani menentang
dominasi Barat dan despotisme penguasa didasarkan
pada kenyataan bahwa dominasi Barat dan despotisme
penguasa tersebut sangat merugikan umat Islam dan
membawa mereka kepada kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan. Umat Islam sendiri ketika itu bersifat
statis dan fatalistis, menyerahkan diri kepada
Kegiatan Politik
Dalam perjalanan sejarah hidup al-Afghani sejak usia
remaja hingga akhir hayatnya, ia selalu terlibat dalam
kegiatan politik. Ini tentu tidak bisa terlepas dari tujuan
C. PENUTUP
Ide pembaruan terpenting dari al-Afghani adalah
pembaruan di bidang politik yang didasari oleh
pemikiran-pemikiran keagamaan. Meskipun idenya,
semacam Pan-Islamisme tidak berhasil baik, namun,
pengaruhnya sangat besar di kemudian hari dengan
lahirnya usaha-usaha pembebasan diri dari kolonialisme.
Bahkan pengaruh itu menjalar sampai ke Indonesia yang
tecermin dari perjuangan Syarikat Islam.
Ide-ide pembaruan yang dicetuskan oleh al-Afghani
yang diikuti dengan aktivitas politik tanpa henti merupa-
kan wujud dari kerinduannya yang dalam akan kejayaan
dan keagungan Islam seperti yang pernah dialami di
masa klasik. Ia juga meninggalkan sejumlah warisan
hidup yang tak ternilai harganya, antara lain Syekh
Muhammad Abduh, murid terkasihnya.
PENDAHULUAN
TEOLOGI RASIONAL
Corak teologi Muhammad Abduh adalah teologi
rasional. Corak tersebut dapat ditelusuri melalui karya-
KESIMPULAN
Muhammad Abduh yang hidup akhir abad ke-19 dan
awal 20 adalah pemikir pembaru Islam yang berpengaruh
baik di dunia Arab maupun dunia Islam pada umumnya.
Corak teologinya serupa dengan Mu’tazilah, bahkan dalam
menempatkan akal lebih tinggi daripada Mu’tazilah itu.
Meski demikian, Muhammad Abduh menurut orang
Mu’tazilah sendiri belum cukup syarat untuk disebut
sebagai Mu’tazilah. Ia memiliki corak teologi rasional, karena
tidak mau taklid kepada para ulama terdahulu.
Ide-ide pembaruannya yang menonjol adalah di bidang
IDE-IDE PEMBARUANNYA
Sebagai seorang intelektual yang merasa bertanggung
jawab atas keterbelakangan umat Islam dan terpanggil
untuk mencari terapi penyembuhannya, Ridha berusaha
keras melahirkan konsep-konsep untuk memperbaiki
kehidupan umat Islam dengan melakukan analisis terlebih
dahulu apa sebab-sebab keterbelakangan umat tersebut.
Paling tidak ada tiga masalah pokok, menurut Ridha, yang
perlu segera diperbarui, yaitu:
A. BIDANG AGAMA
Ridha prihatin melihat kondisi umat Islam yang jauh
ketinggalan dari Barat. Setelah sekian lama merenung, ia
berkesimpulan bahwa keterbelakangan umat Islam ternyata
bukanlah karena ajaran Islam itu sendiri, tetapi justru
karena umat Islam telah salah memahami Islam. Islam
dianggap sebagai beban dan penghalang dalam dinamika
kehidupan, padahal sebenarnya Islam sangatlah mudah dan
sederhana untuk diamalkan, tetapi karena sudah dimasuki
upacara-upacara spiritual yang sifatnya bukanlah
merupakan prinsip Islam kelihatannya menjadi berat dan
sekaligus penghalang bagi dinamika kehidupan. Akhirnya,
aktivitas dan dinamika umat Islam menjadi lemah dan tidak
sesuai dengan jiwa semangat ajaran Islam
PENDIDIKAN
Dalam upaya mengejar keterbelakangan dalam segala
bidang Ridha menilai bahwa pembaruan dalam bidang
pendidikan adalah prinsip dan tidak perlu ditunda-tunda.
Keberhasilan dalam bidang pendidikan merupakan syarat
mutlak untuk mencapai kemajuan. Pembaruan dalam
bidang pendidikan, bagi Ridha, di samping fasilitas harus
mencukupi, yang paling penting adalah penyempurnaan dan
pembaruan dalam bidang kurikulum. Untuk itu, Ridha
berpendapat bahwa perlu ditambahkan ke dalam kurikulum
itu mata pelajaran sebagai berikut: teologi, pendidikan
moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung
(matematika), ilmu kesehatan, bahasa-bahasa asing dan
ilmu mengatur rumah tangga (sema-cam pkk), di samping
fiqih, tafsir, hadis dan lain-lain yang biasa diberikan di
madrasah-madrasah (Nasution, 1975: 71).
Peradaban Barat modern, menurut Ridha, didasarkan
atas ilmu pengetahuan dan teknologi, yang sama sekali
tidak bertentangan dengan Islam. Demi kemajuan Islam,
umat harus mau menerima peradaban Barat. Ia menga-
takan bahwa kemajuan umat Islam di zaman klasik karena
mereka menguasai bidang ilmu pengetahuan. Barat maju
karena mereka mengambil ilmu pengetahuan yang
dikembangkan umat Islam. Dengan demikian, meng- ambil
ilmu pengetahuan Barat modern sebenarnya berarti
mengambil kembali ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki
C. POLITIK
Sebagaimana al-Afghani, Ridha melihat perlunya
dihidupkan kembali kesatuan umat Islam. Salah satu sebab
kemunduran umat Islam ialah perpecahan yang terjadi di
kalangan mereka. Kesatuan yang dimaksud bukanlah
kesatuan yang didasarkan atas kesatuan bahasa atau
kesatuan bangsa, tetapi kesatuan atas dasar keyakinan
yang sama. Oleh karena itu, ia tidak setuju dengan gerakan
nasionalisme yang dipelopori Mustafa Kamil di Mesir dan
D. PENUTUP
Setelah mengkaji prestasi, karier dan gagasan-
gagasan Ridha dalam pembaruan agaknya penulis
mempunyai kecenderungan untuk menempatkan Ridha
dalam kelompok- pembaru bercorak tradisional yang
bersifat moderat. Ide-ide Ridha, memang tidak jauh ber-
beda dengan apa yang telah diungkap kedua gurunya, Al-
Afghani dan Abduh. Namun, dalam beberapa hal ide-ide
Ridha dalam bidang pendidikan dan politik tampak lebih
jelas dan realistis. Dan ide-idenya, dalam bidang politik
sangat berpengaruh dalam masyarakat Indonesia.
Sifat-sifat Tuhan
Ridha dengan tegas mengakui adanya sifat-sifat Allah.
Ia menempatkan pengetahuan tentang Allah, sifat-sifat, dan
perbuatannya, sebagai ilmu yang fundamental bagi
kesempurnaan manusia, sebagaimana yang ia katakan:
ISU-ISU GAGASAN
NASIONALISME, EMANSIPASI
WANITA, KHILAFAH, NEO-
MODERNISME, ISLAM MODERAT,
IJTIHAD IDEOLOGI PANCASILA,
ISLAM, DAN JARINGAN ISLAM
LIBERAL (JIL)
I. PENDAHULUAN
Pengertian Hijab
Menurut asalnya pengertian hijab ialah membungkus
seluruh tubuh wanita dari ujung rambut sampai tapak kaki,
akan tetapi dalam praktiknya di Mesir dan sebagian besar
negeri Islam, diterapkan lebih luas, mencakup pengekangan
kebebasan wanita sehingga hidup terpenjara dalam rumah
atau dibalik tirai kereta dan tidak dapat berjalan keluar
rumah untuk menuntut ilmu atau melakukan kegiatan
masyarakat lainnya, kecuali bila sudah menjadi mayat
terbungkus kain kafan untuk dikuburkan. Demikianlah
keadaan yang berlaku bagi umumnya wanita Mesir dari
golongan menengah ke atas (Amin, 1978: 39 dan 168).
Adat hijab seperti inilah yang ditentang habis-habisan
oleh Qasim Amin, sebab tidak sesuai dengan ajaran Islam
yang membolehkan wanita membuka wajah dan kedua
tapak tangannya dan membolehkan keluar melakukan
kegiatan sosial ekonomi. Islam hanya melarang wanita
berduaan dengan lelaki bukan muhrim di tempat yang
IV. KESIMPULAN
Ide emansipasi wanita yang dicanangkan dan diper-
juangkan dengan serius oleh Qasim Amin, namun
sementara bagi pihak lain dianggap berbahaya dan dapat
menyebarkan- kemorosatan akhlak di tengah masyarakat
dan melemahkan bangsa Mesir. Tantangan terhadap ide
ini, antara lain datang dari Tal’t Harb, seorang tokoh
nasionalis Mesir dan dari Mustafa Kamil. Pemimpin
nasionalis Mesir. Qasim Amin dituduh sebagai agen
imperialis Eropa yang ingin merusak persatuan nasional,
karena ia bukan orang Mesir asli.
Akan tetapi, tidak kurang pula yang mendukungnya
agar terus memperjuangkan idenya itu, antara lain dari
Muhammad Rasyid Ridha, dari sastrawan seperti penyair
Syauqi Bek dan dari kalangan wanita terpelajar. Ide ini
disambut mereka dengan gegap gempita karena sejalan
dengan ajaran Islam yang menghargai kedudukan wanita
dan menyejajarkannya dengan kaum lelaki.
NASIONALISME MESIR
Konsep tentang tanah air (wathan) dan rasa cinta
kepada tanah air (patriotisme-wathaniyyah), yang berujung
pada rasa kebangsaan Mesir yang benihnya sudah mulai
ditabur oleh al-Tahtawi. Tahtawi agaknya orang yang per-
tama yang mengenalkan kedua konsep tersebut ke dalam
dunia Islam. Ikatan yang berdasarkan persaudaraan se-
tanah air inilah yang kemudian melahirkan nasionalisme
yang menjadi dasar berdirinya negara-negara Islam.
Gerakan kebangsaan Mesir ini semakin tumbuh dan
berkembang akibat terlalu jauhnya campur tangan
orang-orang Eropa (Inggris dan Prancis) dalam kehidupan
politik dan keuangan Mesir. Hal ini dimanfaatkan oleh
Mustafa Kamil dan Saad Zaghlul untuk membangkitkan
perasaan dan kesadaran kebangsaan rakyat Mesir.
Zaghlul berjuang dalam kegiatan politik praktis,
sedangkan Kamil muda yang masih energik menampilkan
nasionalisme Mesir lewat pidato dan tulisan-tulisannya.
Ini dimaksudkan oleh Kamil agar bangsa Mesir dapat
membebaskan dirinya dari kekuasaan Inggris.
Patriotisme Mesir mempunyai arti sebagai upaya
menyadarkan bangsa Mesir sebagai suatu bangsa yang
mandiri, bebas dari kekuasaan asing. Ide ini dikembangkan
oleh Kamil ketika ia menyaksikan Mesir berada di bawah
kekuasaan dan kontrol Inggris, meskipun dalam struktur
pemerintahan Mesir ada raja, ada badan perwakilan dan ada
kabinet, akan tetapi hakikatnya pemerintahan diatur
C. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian di atas, kiranya dapat
disimpulkan- bahwa konsep nasionalisme Mesir yang
dicetuskan oleh Mustafa Kamil merupakan ide baru bagi
masyarakat Mesir pada waktu itu. Kalau Tahtawi dan
Jamaluddin al-Afghani baru mencetuskan patriotisme,
maka Kamil mencetuskan nasionalisme Mesir. Nasional-
isme yang dimaksud ialah paham kebangsaan yang
A. PENDAHULUAN
هللا اوع ي طأو ل وس رال لى واو رم ألا مك نم اه يأ اي ن يذ ال اومن آ اوع ي طأ
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan
Rasulnya dan ulil amri di antara kamu.
مل ه نم رمل أالى والاىه ودرول وهب اوع اذأف وخل اوان لمأامن رمأهمءآجاذاو
م ه نم ن هوط ب ت س ي ن يذالمه ل ع
امه ام غ
األئمةمنقريش
Para imam itu dari kalangan Quraisy.
تلزممجاعةاملسلمين
Tetaplah berada dalam jamaah kaum muslimin.
منماتوليسىفعنقهبيعةفقدمامتيتةجاهلة
Barang siapa mati dan tidak pernah berniat, maka ia
mati dalam keadaan jahiliyah.
منابيعإمامافأعطاهصفتةيدهومثرةقلبهفليطعهاانستطاعفإنج اءآخرينازعهفاضربواعنقاآخلر
Barang siapa yang telah memberikan bai’atnya kepada
seorang imam dengan sepenuh hati maka hendaknya ia
menaati imamnya itu bila dia mampu, dan bila ada
orang lain yang menentangnya. maka bunuhlah dia.
D. KESIMPULAN
Ali Abd Raziq adalah seorang ulama Mesir yang
belajar di Oxford Inggris hingga beberapa
pemikirannya dipengaruhi oleh Barat.
Yang mula-mula menggunakan gelar khalifah adalah
PENDAHULUAN
D alam lingkungan sosio-religius Pakistan yang telah
melahirkan tokoh pemikir seperti Iqbal, ternyata
konflik pemikiran antara kelompok pembaru
dan kaum tradisional, atau antara kaum tradisional dan
pemerintah sangat sulit untuk dijembatani. Ambillah
misalnya keluarga berencana yang di Indonesia tampaknya
PENUTUP
Sebagai penutup saya rekamkan kembali pemikiran
Fazlur Rahman dalam bukunya Islamic Methodology in
History dalam makalah ini: Suatu masyarakat yang
memulai dalam kerangka masa lampau betapapun manis
kenangannya dan gagal menghadapi realitas kekinian
secara jujur betapapun tidak seloroknya ia pasti menjadi
sebuah fosil; dan sudahlah merupakan hukum Tuhan
yang tetap bahwa fosil tidak tahan lama: “Bukanlah kami
berbuat zhalim terhadap mereka; merekalah yang
menzhalimi diri mereka sendiri” (XI; 101; XVI; 33, dan
lain-lain.)
I. PENDAHULUAN
Tantangan
Dunia mengalami perkembangan, kemajuan dan
percepatan di berbagai bidang yang terkait dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan
manusia secara bertahap sudah terjadi sejak awal per-
adaban manusia muncul dan berkembang hingga terus
melalui revolusi industri I, II, III, dan kini memasuki industri
IV (4.0) di mana cyber-physical-systems akan mewarnai arah
materialisasi dunia yang akan bertabrakan dengan tata nilai
dan etika global. Pada tahap ini, di tengah perkembangan
dan kemajuan di berbagai bidang, dunia internasional tetap
dihantui berbagai persoalan kemanusiaan yang muncul di
berbagai belahan dunia.
Berikut beberapa tantangan:
Global Disorder dan Hilangnya Public Civility/
Common Good
Perubahan sistem internasional yang ditandai dengan
multipolaritas dan kompetisi power telah menimbulkan
banyak ketidakpastian. Pasca krisis ekonomi dunia 1997-
1998 dan 2008, kapasitas ekonomi negara-negara Great
Power mengalami penurunan. Namun demikian, kondisi
ini tidak meredupkan hegemoni negara-negara
Peluang
Solidaritas Ummah dan peningkatan kerjasama
global
Transformasi sistem internasional modern sejak awal
abad ke-20 melahirkan negara bangsa (nation-state) di
Dunia Islam dengan sistem pemerintahan beragam. Akan
tetapi, hal ini tidak serta merta membuat lemahnya
solidaritas ummah di kalangan masyarakat muslim. Soli-
daritas merupakan faktor pengikat yang membentuk
identitas- kolektif yang bersifat transnasional. Karena itu,
solidaritas dapat menjadi landasan yang mengikat
negara-negara muslim dan komunitas muslim yang
hidup dalam lokasi geografis berbeda-beda. Solidaritas
ummah bisa dirasakan sejak awal terbentuknya banyak
negara bangsa di Dunia Islam. Negara-negara muslim
saling memberi dukungan untuk perjuangan
kemerdekaan dan pengakuan internasional atas
kedaulatan. Indonesia pada 1945 misalnya merupakan
negara yang kemerdekaannya pertama kali diakui
negara-negara muslim lain di Timur Tengah.
Solidaritas ummah membentuk jaringan global di
kalangan masyarakat muslim yang dapat memberi manfaat
luas. Kejadian-kejadian penting di suatu negara muslim
VI. PENUTUP
Sangat jelas Wasatiyat Islam adalah ajaran Islam yang
sentral namun dalam banyak hal masih bersifat potensial,
belum aktual dalam kehidupan umat Islam baik dalam
aspek ibadat maupun muamalat, baik pada skala lokal
maupun pada skala nasional dan global. Wasatiyyat
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Luthfi selesai S-3, ia menjadi Direktur yang ke-3, lalu Moqsith yang
ke-4.
Said Aqil Siraj pernah aktif menjadi narasumber bulanan JIL
sampai menjadi ketua umum PBNU untuk kajian sufisme Ibn ‘Arabi.
Wawancara dengan Abd. Moqsith Ghazali, Jakarta, 5 Maret 2015.
MENDEKONSTRUKSI PANDANGAN
TENTANG KESUCIAN AL-QUR’AN
Bagi kaum muslim di mana pun, al-Qur’an adalah kitab
suci yang sangat sakral dan harus diperlakukan secara
sakral pula. Ia menjadi ‘pusat fokus’ kaum Muslim dalam
kehidupan material dan spiritual. JIL memiliki perhatian
serius mengenai posisi al-Qur’an ini. Dengan mengambil
inspirasi dari seorang ulama klasik ahli kajian al-Qur’an,
Jalaluddin al-Suyuti, dan beberapa sarjana Muslim modern
seperti Fazlur Rahman dan Muhammad Arkoun, tiga tokoh
JIL: Ulil Abshar, Luthfi Assyaukani, dan Moqsith Ghazali
menulis beberapa artikel kritis tentang sejarah al-Qur’an,
proses kodifikasi al-Qur’an, kemungkinan kesalahan
gramatik al-Qur’an dan bagaimana seharusnya kaum
muslim memperlakukan al-Qur’an. Puncaknya, tiga
Daftar Pustaka
pembaruan. Jakarta: Rajawali Press, 1999.
Enayat, Hamid, Modern Islamic Political Thought, The
Macmillan Press, London: LTD., 1982.
Encyclopedia Britanica, USA: William Benton Publisher,
vol.XV, 1970.
Esposito, Jhon L., Dinamika kebangkitan Islam. Jakarta:
Rajawali Pers, (2001).
Feilard, Andree, NU Vis a Vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk
dan Makna, Yogyakarta: LKiS, 1999.
Fernau, F.W., Moslems on the March : People and Politics
in the World of Islam, London: Robert Hale Limited,
(1955).
Gibb, H.A.R., dan J.H. Kramers, Shorter Encyclopaedia of
Islam. New York: Cornell University Press, 1953.
Harun Nasution, Pembaruan Dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang, 1975.
Hourani, Albert, Arabic Thought in the Liberal Age. London:
Oxford University Press, 1962.
Huntington, Samuel P., The Clash of Civilization:
Remaking of the World Order. New York: Simon and
Schister. Lapidus, M. Ira “Sejarah sosial Umat Islam”.
Rajawali Press, 1997.
Jamhari dan Jahroni, Jajang (ed.). Gerakan Salafi Radikal
di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
Jan Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam,
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Khallaf, Abdul Wahab, `Ilm Ushul al-Fiqh, Mesir:
Maktabah al-Da`wah al-Islamiyah, 1968.
Lewis, B., dkk. (Editor), The Encyclopaedia of Islam, Leiden:
volume II, E.J. Brill, L., (1965).
Daftar Pustaka
____, Interpreting the Qur’an Inquiry, 1986.
____, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual
Tradition, Chicago & London: The University of
Chicago Press, 1982.
____, Islamic Methodology in History, Karachi: Central
Institute of Islamic Research,1965.
____, “Some Islamic Issues in the Ayyub Khan Era” dalam
Donal P. Little (ed.), Essays on Islamic Civilization:
Presented to Niyazi Berkes, Leiden: E.J. Brill, 1976.
____, “Islam: Challenges and Opportunities,” dalam Alford
T.Welch & Pieree Cachia (ed.), Islam: Past Influence
and Present Challenge, Edinburgh: Edinburgh Uni-
versity Press, 1979.
____, Rahman, Fazlur, Major Themes of the Qur’an,
Minneapolis-Chicago: Bibliotheca Islamica, 1980.
____, The Ideological Experience of Pakistan. Islam and the
Modern Age, Vol. No.4, 1971.
Rippin, Andrew, “Interpreting the Bible Through the
Qur’an.” Dalam Hawting, G.R. dan Shareef Abdul-
Kader A. (ed.). Approaches to the Qur’an. London:
Routledge, 1993.
Ropi, Ismatu, “Wacana Inklusif Ahl al-Kitab.” Jakarta:
Paramadina 1, no. 1, 1999.
Russel, Bertrand, History of Western Philosophy. London:
Routledge,1966.
Sahal, Ahmad, “Prolog: Kenapa Islam Nusantara”, dalam
Akhmad Sahal (ed.), Islam Nusantara: Dari Ushul Fiqh
Hingga Paham Kebangsaan, Bandung: Mizan, 2015.
Sidjabat, Bonar, Religious Tolerance and the Christian Faith:
A Study Concerning the Concept of Divine Omnipotence
Daftar Pustaka
INDEKS
A Abdul Halim 29
Abdul Karim Soroush 298
Abd al-Rahman al-Jabarti
Abdullah Ahmad an-Naim
56
298
Abd al-Raziq 113
Abdurrahman Wahid 242,
Abd. Moqsith Ghazali 296,
321 276, 291, 297, 301,
Abduh viii, 5, 15, 20, 24, 27, 306, 311, 315
29, 30, 31, 57, 70, 85,
Abid al-Jabiri 298
96, 103, 104, 105, 106,
absolutisme 52, 58
107, 110, 113, 114, 115,
accumulative global damage
118, 119, 120, 122, 124,
125, 126, 129, 133, 134,
242
Adian Husaini 334, 335
138, 139, 140, 142, 144,
Adib Ishak 85
145, 147, 149, 151, 157,
Adib Ishaq 142
159, 171, 179, 241
Agus Hasan Bashori 335
Abduh, Muhammad 5 A. Hasan 29, 30
Ahl al-Sunnah wa al-
Jama’ah 253
Indeks
305, 306, 314, 315, Jansen, G.H. 142
321, 324, 325, 335, Jaringan Islam Liberal (JIL)
336, 337, 338 293, 294
Islam moderat 264, 265,
K
300, 323, 337, 338
Islam Nusantara viii, 15, Kamil viii, 15, 30, 134, 138,
263, 270, 271, 272, 172, 174, 175, 176,
273, 274, 275, 278, 177, 178, 179, 180,
279, 280, 281, 282, 181, 182
283, 284, 289, 290, Kautsar Azhari Noer 296
291, 292 kebebasan berpikir 130,
147, 302,
Islam progresif 294, 315, 306 Kemal, 5
339 Khan, Sayyid Ahmad 5
kolonialisme 7, 32, 83, 85,
Islam radikal 264, 337, 86, 89, 96, 97, 98, 103,
338, 341 110, 209, 254, 305
Komaruddin Hidayat 296,
Islam rasional 307, 308 300, 338
Islam Rasional 301, 306, konservatisme 205, 244,
307, 308 245, 299, 305
Islam tradisional 257, 277, Kramers 85, 93, 345
296, 307 Kristenisasi 7, 335
Izzuddin ibn Abdis Salam
L
289
lack of moral values 246
J lack of well-being 246 Le
Jalaluddin al-Suyuti 325 Duc d’hartcourt 161
Jalaluddin Rakhmat 296 Lembaga Swadaya
Jamal Abd al-Naser 30 Masyarakat 256
Jamaluddin al-Afghani 5,
15, 20, 57, 83, 84, 108,
116, 124, 141, 181
SATU ISLAM, BANYAK JALAN: Corak pemikiran modern dalam Islam
353
Lothrop Stoddard 50 211, 249, 250, 308
LSAF (Lembaga Studi Mohammad Arkoun 268
Agama dan Filsafat) 10 Montesquieu 52
Luthfi Assyaukani 295, 325 Moqsith Ghazali iii, vi, 15,
270, 296, 306, 313,
M
321, 325, 337, 338, 340
Madjid, Nurcholish viii, 7, moral illiteracy 246
273, 277, 284, 285, Muhammad al-Bahy 116
289, 290, 297, 301, Muhammad Ali viii, 15, 30,
306, 308, 309, 310, 62, 63, 64, 65, 66, 67,
311, 314, 315, 320, 68, 69, 70, 71, 72, 73,
322, 335, 74, 76, 86, 99, 106,
Mahmoud Muhammed 107, 155, 156, 241
Abdullah An-Naim 268 Muhammad A’zam 100
Mahmud Sami al-Barudi 85 Muhammad bin abd al-
Majelis Mujahidin Indonesia Wahab 28, 29
(MMI) 323 Muhammad bin Abd al-
Majelis Ulama Indonesia wahab 26
(MUI) 322 Muhammad bin Abd al-
makhluk sosial 13 Wahab 25, 29
Masdar Mas’udi 296 Muhammad bin Abd Wahab
Mesirisme 179, 182 20
Michael H. Hart 44 Muhammadiyah 6, 29, 41,
Michel 113 105, 253, 259, 263,
M.M. Sharif 24 287, 294, 301, 317,
modernisasi 4, 8, 12, 20, 337, 338, 340
21, 22, 71, 109, 240, Muhammad Rasyid Ridha
241, 262, 310 30, 172
modernisme 2, 12, 104, Muhammad Syahrur 298
203, 205, 206, 208, Musatfa Kamil 30
Indeks
Mustafa Kamil viii, 15, 134, neo-Revivalisme 27
138, 172, 174, 175, nepotisme 11
176, 177, 178 NKRI 254, 258, 264
NU 6
N
Nugraha 334
Nahdlatul Ulama 254, 286 Nuim Hidayat 334, 335
Napoleon vii, 2, 4, 15, 16, Nurcholish Majid 15, 42,
44, 45, 46, 47, 48, 51, 52, 218, 219, 242
53, 54, 55, 56, 57, 58, 61,
63, 64, 73, 99, O
155 orum Umat Islam (FUI) 323
Napoleon Bonaparte 45, 57,
P
61, 99
Nasaruddin Umar 296, 300, Pan-Islamisme 93, 94, 95,
339 96, 97, 102, 103, 175
Paradigma Integralistik 268
nasionalisme 58, 135, 177, Paradigma Sekularistik 269
179 Paradigma Simbiotik 269
Nasution, Harun 2, 9, 20, patriotisme 80, 177, 179,
22, 24, 26, 44, 48, 51, 180, 181, 182
53, 54, 55, 56, 57, 61, pemikiran rasional 114,
62, 64, 67, 69, 70, 85, 117
87, 90, 92, 94, 97, 98, Perang Dingin 242, 244
100, 102, 105, 107, Perang Dunia I 127, 187
108, 109, 111, 113, Perang Paderi 41
115, 117, 120, 122, Perang Padri 274
125, 126, 128, 129, Perang Salib 4
131, 133, 134, 138, Perguruan Tinggi Islam
155, 156, 157, 158, Swasta (PTAIS) 257
159, 242, 300, 301, Perguruan Tinggi Keaga-
306, 307, 308, 314,
335
SATU ISLAM, BANYAK JALAN: Corak pemikiran modern dalam Islam
355
maan Islam Negeri 173, 176
(PTKIN) 257
Perguruan Tinggi Umum R
Negeri (PTUN) 257 radikalisme 264
Perguruan Tinggi Umum Rahardjo, M. Dawam 7, 9,
Swasta (PTUS) 257 10, 301, 338
periode formalistik 10 rasionalisme 22, 92, 308
Perjanjian Hudaibiyah 237 Rasyid Rida 189, 199
Piagam Madinah (Mitsaq al- reformasi 4, 11, 20, 21, 104,
Madinah) 237 226, 231, 241, 299, 317
pluralisme 257, 294, 298, Reformasi Protestan 3
300, 305, 308, 310, renaisans 2, 3, 5, 12, 20,
311, 318, 321, 322, 23, 211
323, 324, 338 Rendra 206
poligami 158, 162, 170, Revolusi Industri 3
171, 212, 213, 214 Revolusi Prancis 3
PPKI 258, 344 Ridha viii, 15, 30, 108, 109,
pranata sosial 86, 226, 122, 123, 124, 125,
233, 251 126, 128, 129, 130,
Pribumisasi Islam 301, 131, 132, 133, 134,
306, 311 135, 136, 137, 138,
primodialisme 8 139, 140, 141, 142,
primordialisme 246 143, 144, 145, 146,
147, 148, 149, 150,
Q
151, 172, 198, 241
Qasim Amin viii, 15, 30, Russel, Bertrand 3, 344,
80, 157, 158, 159, 160, 347
161, 162, 163, 164, S
165, 166, 167, 168,
169, 170, 171, 172, Sa’ad Azhlul 96
Indeks
Saad Zaghlul 177, 181, 182 Syeikh M. Syakir 198
Sa’ad Zaglul 85, 96, 160 Syekh Waliyullah al-
Saiful Muzani 296, 340 Dahlawi 30
sains 307 Syibli Nu’mani 211
sakralisasi 219
T
Salafiyah 35, 40, 41, 88,
89, 93, 321 tajdid 4, 20, 21, 23, 24, 34,
Sarekat Dagang Islam (SDI) 35, 241
6, 253 Taufik Abdullah 275
Sayyid Qutub 265, 267 Teknikalisme 3
sekularisme 22, 265, 308, teologi 144, 307
309, 323 teologi rasional 112, 116,
Silvestre de Sacy 74 120, 308
skolastisisme 3
Spencer 112 The Asia Foundation (TAF)
statisme 87 337
sufisme 11, 12, 26, 296, Toha Husen 30
339 tradisionalisme 206
trias politica 53 U
Sustainable Development
Goals (SDGs) 255 Ulil Abshar Abdalla 295
Syafii Maarif 201, 264 Universitas Islam Negeri
Syaikh al-Islam. 239 Syakh (UIN) 14, 349
Fadlallah Nuri 267 syari’ah
V
liberal (liberal
shari’a) 302 Vasco de Gama 49
Syari’ah yang diam (silent
W
shari’a) 302
Syeikh Bukhait 198 Wahabiyah vii, 15, 35, 39,
Syeikh Hasan al-Jabarti 40, 41, 145
107 Wahib, Ahmad 9
Y
Yusuf al-Dajwa 198, 199
Z
Zainul Milal Bizawie 271
Zainun Kamal iii, vi, 15, 33,
296
zaman kebangkitan Islam
1, 43
Zuly Qodir 298, 336
Indeks
TENTANG EDITOR