Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENATALAKSANAAN STROKE

OLEH:

Wahyu Ezterina A.P 2019012215

Wahyu Ismayanti 2019012215

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS

2021/2022

S1 KEPERAWATAN
DAFTAR ISI

Halaman Cover .......................................................................................................i

Kata Pengantar .......................................................................................................ii

Daftar isi ...............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................3

C. Tujuan Penulisan ..........................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Penatalaksanaan ...........................................................................4

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan..................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit
neurologik yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke
merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja.
Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat dan bentuk-
bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak.
Di seluruh dunia, angka kejadian rata-rata stroke sekitar 180 per 100.000 per
tahun (0,2 %) dengan angka prevalensi 500-600 per 100.000 (0,5 %).
Stroke merupakan penyakit system saraf yang paling sering dijumpai dan merupakan
peringkat ke-3 penyebab kematian di USA. Kira-kira 200.000 kematian dan 200.000
orang dengan gejala sisa akibat stroke pada setiap tingkat umur, tapi yang paling
sering pada usia 75 – 85 Tahun. Pada bagian ini terminologi CVA akan dipakai
sebagai istilah umum. CVA dapat didahului oleh banyak faktor pencetus dan
seringkali berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabakan masalah
penyakit vascular, termasuk sakit jantung, hipertensi, DM, Obesitas, Kolesterol,
merokok, stress, cara hidup.
Perawatan umum klien terdiri dari perawatan 6 B dan perawatan fungsi luhur.
Mengetahui keadaan tersebut diatas maka peran perawat bekerja sama dengan tim
kesehatan lain sangat dibutuhkan baik masa akut atau sesudahnya. Usaha yang dapat
dilaksanakan mencakup pelayanan kesehatan secara menyeluruh, mulai promotif,
preventif, kuratif sampai dengan rehabilitasi.

B. Tujuan penulisan

Tujuan dari perawatan pasca stroke sendiri yaitu untuk meningkatkan


kemapampuan fungsional pasien yang dapat membantu pasien manjadi mandiri
secepat mungkin, untuk mencegah terjadinya komplikasi, untuk mencegah terjadinya
stroke berulang, meningkatkan kualitas hidup
BAB II

PENATALAKSANAAN UMUM STROKE AKUT

A. PENATALAKSANAAN DI UGD

1. Evaluasi dan diagnosis cepat

Karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka harus dilakukan
evaluasi dan diagnosis klinik yang cepat, sistematis dan cermat, meliputi:

1. Anamnesa, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas saat serangan,
gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan,
gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor2 resiko stroke (hipertensi,
hiperkolesterol, diabetes, dll).
2. Pemeriksaan Fisik, meliputi penilaian ABC, nadi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher (misal cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit
karotis, dan tanda2 distensi vena jugularis pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan
dada (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.
3. Pemeriksaan Neurologi dan Skala Stroke, Pemeriksaan neurologi terutama
pemeriksaan saraf kraniales, rangsang meningeal, sistem motorik, sikap dan cara
jalan, refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang disarankan
saat ini adalah NIHSS (NATIONAL Institutes of Health Stroke Scale).
Skala Stroke Institut Kesehatan Nasional
Judul Tanggapan dan Skor
Barang yang Diuji

1A Tingkat kesadaran 0—waspada


1—mengantuk
2—diperoleh
3—koma/tidak
responsive
1B Pertanyaan orientasi (2) 0—menjawab keduanya
dengan benar
1—menjawab satu
dengan benar
2—tidak menjawab
dengan benar
1C Tanggapan terhadap0—melakukan kedua
perintah (2) tugas dengan benar
1—melakukan satu tugas
dengan benar
2—tidak melakukan
keduanya
2 Tatapan 0—gerakan horizontal
normal
1—kelumpuhan
pandangan sebagian
2—kelumpuhan tatapan
total
3 Bidang visual 0—tidak ada cacat
bidang visual
1—hemianopia parsial
2—hemianopia total
3—hemianopia bilateral
4 Gerakan wajah 0—normal
1—kelemahan wajah
ringan
2—kelemahan wajah
sebagian
3—kelumpuhan
unilateral lengkap
5 Fungsi motorik (lengan) 0—tidak ada
penyimpangan
A. Kiri 1—melayang sebelum 5
detik
B. Benar 2—jatuh sebelum 10
detik
3—tidak ada upaya
melawan gravitasi
4—tidak ada gerakan
6 Fungsi motorik (kaki) 0—tidak ada
penyimpangan
A. Kiri 1—melayang sebelum 5
detik
B. Benar 2—jatuh sebelum 5 detik
3—tidak ada upaya
melawan gravitasi
4—tidak ada gerakan
7 Ataksia tungkai 0—tidak ada ataksia
1—ataksia pada 1
anggota badan
2—ataksia pada 2
anggota badan
8 Indrawi 0—tidak ada gangguan
sensorik
1—kehilangan sensorik
ringan
2—kehilangan sensorik
yang parah
9 Bahasa 0—normal
1—afasia ringan
2—afasia berat
3—afasia bisu atau
global
10 Artikulasi 0—normal
1—disartria ringan
2—disartria parah
11 Kepunahan atau0—tidak ada
kurangnya perhatian
1—ringan (kehilangan 1
modalitas sensorik)
2—berat (kehilangan 2
modalitas)

4. Studi diagnostik, meliputi:

Studi Diagnostik Segera: Evaluasi Pasien Dengan Dugaan Stroke Iskemik Akut
Semua pasien
CT otak nonkontras atau MRI otak
Gula darah
Elektrolit serum/tes fungsi ginjal
EKG
Penanda iskemia jantung
Hitung darah lengkap, termasuk jumlah trombosit*
Waktu protrombin/rasio normalisasi internasional (INR)*
Waktu tromboplastin parsial teraktivasi*
Saturasi oksigen
Pasien terpilih
Tes fungsi hati
Layar toksikologi
Tingkat alkohol darah
Tes kehamilan
Tes gas darah arteri (jika dicurigai hipoksia)
Radiografi dada (jika dicurigai penyakit paru-paru)
Pungsi lumbal (jika dicurigai perdarahan subarachnoid dan CT scan negatif untuk
darah)
Elektroensefalogram (jika dicurigai kejang)

*Meskipun hasil tes ini perlu diketahui sebelum memberikan rtPA, terapi trombolitik
tidak boleh ditunda sambil menunggu hasil kecuali (1) ada kecurigaan klinis kelainan
perdarahan atau trombositopenia, (2) pasien telah menerima heparin atau warfarin, atau
(3) penggunaan antikoagulan tidak diketahui.
Dicetak ulang dari Christensen et al dengan izin dari Journal of Neurological Science.
2. Terapi Umum (suportif)

A. stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

- Pemasangan ETT pada pasien tidak sadar, bantuan ventilasi pada pasien dengan
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar denganh gangguan jalan nafas.

 Berikan bantuan oksigen pada pasien hipoksia, pasien stroke yang tidak hipoksia tidak
memerlukan suplemen oksigen
 Intubasi ET atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 < 60 mmHg
atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pasien dengan resiko aspirasi. Usahakan pipa
ET tidak terpasang lebih dari 2 minggu, kalau lebih disarankan untuk dilakukan
trakeostomi.

B. Stabilisasi hemodinamik (sirkulasi)

 Berikan cairan kristaloid atau koloid iv (hindari pemberian cairan hipotonik seperti
glukosa).
 dan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), untuk melimpahkan cairan dan
sarana memasukkan cairan dan nutrisi. Usahakan CVC antara 5 – 12 mmHg.
 Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik di bawah 120 mmHg, dan
cairan sudah mencukupi dapat diberikan obat-obatan vasopresor secara titrasi seperti
dopamin atau norepinefrin/epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140
mmHg.
 Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah awitan serangan
stroke iskemik.
 Bila terdapat penyakit jantung kongestif, konsul kardiologi.
 Hipotensi arteri harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi
dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang menyebabkan penurunan curah
jantung harus dikoreksi.

C. Pemeriksaan awal fisik umum

 tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal : derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan
okulomotor, keparahan hemiparesis.

D. Pengendalian peninggian TIK

 Pemantauan ketat penderita dengan risiko edema serebral dengan memperhatikan


gejala dan tanda neurologi pada hari-hari pertama setelah serangan stroke.
 Monitor tekanan intra kranial harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan
penderita yangmengalami penurunan kesadaran karena kenaikkan TIK.
 Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg.
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK meliputi :

~ Tinggikan posisi kepala 20 – 30°

~ penekanan pada vena jugulare

~ pemakaian cairan glukosa atau cairan hipoik.

~ mengatasi hipertermia

~ Jaga normovolemia

~ Osmoterapi atas indikasi :

 manitol 0,25 – 0,50 gr/kgBB selama > 20 menit, diulangi setiap 4 – 6 jam dengan
target 310 mOsm/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama
pemberian osmoterapi.
 Jika perlu diberikan furosemide dengan dosis awal 1 mg/kgBB iv.

~ Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 – 40 mmHg)

~ Paralisis neuromuskular dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat mengurangi


naiknya ICP dengan cara mengurangi naiknya TIK dan tekanan vena akibat batuk,
suction, bucking ventilator. Pasien dengan peningkatan kritis TIK sebaiknya diberikan
relaksan otot sebelum tindakan suction atau lidokain sebagai alternatif.
~ Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi udem otak dantekanan TIK
yang tinggi pada stroke iskemik, pemberiannya diperbolehkan bila yakin tidak ada
kontraindikasi.

~ Drainase ventrikuler lebih dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar.

~ Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang menimbulkan efek
massa dapat menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik.

C. Penanganan transformasi hemoragik


D. Tidak ada rekomendasi khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimtomatik,
sedang untuk terapi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan.
E. pengendalian
 Bila diberikan diazepam bolus lambat iv 5 – 10 mg diikuti pemberian phenitoin
loading dose 15 – 20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
 Bila belum teratasi maka perlu rawat di ICU.
 Tidak disarankan memberikan profilaktik antikonvulsan pada penderita stroke
iskemik tanpa kejang.
 Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaktik
selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila tidak ada selang
waktu pengobatan.
F. Pengendalian suhu tubuh
 Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diberikan antipiretika dan
penyebabnya.
 Berikan acetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5°C.
 Pada pasien demam atau bahaya terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotika. Jika memakai kateter
ventrikuler, Analisis CSS harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis. Jika
didapatkanmeningitis harus diikuti terapi antibiotik.
G. Pemeriksaan Penunjang
EKG
 Laboratorium : kimia darh, fungsi ginjal, hematologi, dan faal hemostasis,
kadar gula darah, Analisis urin, Analisis gas darah dan elektrolit.
 Bila ada kecurigaan PSA lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan CSS.
 Pemeriksaan radiologi : rontgen dada, CT scan

B. PENATALAKSANAAN UMUM DI RUANG RAWAT

1. KAIRAN

A. Berikan ciran isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi.
Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5 – 12 mmHg.
B. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun
enteral)
C. Keseimbangan cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (urin sehari + 500
ml + 300 ml per kenaikan panas 1 derajat celcius).
D. Elektrolit (sodium, potasium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksa dan
diganti bila terjadi kekurangan sampai mencapai nilai normal.
E. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai hasil analisa gas darah.
F. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa yang harus dihindari kecuali
pada keadaan hipoglikemia.

2. NUTRISI

A. Nutrisi enteral paling lambat harus sudah diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral
hanya boleh diberikan setelah hasil tes berfungsi baik.
B. Bila terdapat gangguan atau kesadaran menurun, makanan tidak diberikan
melalui pipa nasogastrik.
C. Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
 Karbohidrat 30-40% dari total kalori
 Lemak 20-35% (pada gangguan nafas lebih tinggi, 35-55%)
 Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1,4-2,0
 g/kgBB/hari; pada gangguan fungsi ginjal < 0,8 g/kgBB/hari)
 Jika kemungkinan penggunaan pipa nasogastrik diperkirakan > 6
minggu, pertimbangkan untuk gastrotomi.
D. pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak mendukung,
dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
E. Perhatikaan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan (misal: menghindari makanan yang banyak mengandung vit K pada
pasien yang mendapat warfarin).

3. PENCEGAHAN DAN MENGATASI KOMPLIKASI

A. Mobilisasi kontrak penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut


(aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi
ortopedi dan perlu dilakukan)
B. Berikana antibiotik atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau terapi minimal empiris sesuai dengan pola kuman.
C. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan/atau memakai kasur
antidekubitus.
D. Pencegahan DVT dan emboli paru.
E. Pada pasien tertentu yang berbahaya menderita DVT perlu diberikan heparin
subkutan 5000 iu dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid. Perlu
diperhatikan terjadinya perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral. Pada
pasien yang tidak bisa menerima antikoagulan, untuk mencegah DVT pada
pasien imobilisasi pasti penggunaan stocking eksternal atau Aspirin.

4. PENATALAKSANAAN MEDIK YANG LAIN

A. Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati. Target yang harus dicapai
adalah normoglikemia.
B. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, jika perlu diberikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepin short acting atau propofol.
C. Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi.
D. Berikan antagonis H2 apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
E. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir atau memandikan pasien
dapat mempengaruhi TIK.
F. Mobilisasi bertahapbila hemodinamik dan pernafasan stabil.
G. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.
H. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, MRI, Dupleks
Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE dan lain-lain sesuai
indikasi.
I. Edukasi keluarga.
J. Perencanaan pulang (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit).

KEDARURATAN MEDIK STROKE AKUT

1. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

I. Pedoman pada Stroke Iskemik Akut

1. Penatalaksanaan Peningkatan Tekanan Darah

 Pada penderita dengan tekanan diastolik > 140 mmHg (atau > 110 mmHg bila akan
dilakukan terapi trombolisis) darah sebagai penderita hipertensi emergensi berupa
infus kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin dan lain-lain.
 Jika tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik > 120
mmHg, berikan labetolol iv selama 1-2 menit. Dosis labetolol dapat diulang atau
digandakan setiap 10 – 20 menit sampai penurunan tekanan darah yang dapat
dicapai atau tercapai dosis 300 mg yang diberikan melalui teknikbolus mini. Setelah
dosis awal, labetolol dapat diberikan setiap 6 – 8jam bila diperlukan.
 Jika tekanan darah sistolik < 220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik < 120
mmHg, terapi darurat harus ditunda kecuali ada bukti perdarahan intraserebral, gagal
ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi
aorta, ensefalopati hipertensi dan sebagainya . Jika peninggian tekanan darah
tersebut menetap pada dua kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan
200 – 300 mg labetolol 2-3 kali sehari sesuai kebutuhan. Pengobatan alternatif yang
memuaskan selain labetolol adalah nifedipine oral 10 mg setiap 6 jam atau 6,25 – 25
mg kaptopril setiap 8 jam. Jika monoterapi oral tidak berhasil, atau jika obat tidak
dapat diberikan per oral, maka diberikan labetolol iv seperti cara di atas atau obat
pilihan lainnya (urgensi).
 Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya sampai 20-25% dari tekanan
darah arteri rerata pada jam pertama, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per
kasus.
2. Penatalaksanaan Penurunan Tekanan Darah

 pastikan tekanan darah penderita rendah, yaitu sistolik < 120 mmHg
(pada pengukuran tekanan darah brakhial kiri yang digunakan adalah tekanan darah
yang tinggi)
 Penggunaan obat-obat vasoaktif dapat diberikan dalam bantuk infus
dan disesuaikan dengan efek samping yang akan ditimbulkan seperti takikardia.
 Pemberian dopamin yang dimulai dengan dosis kecil dan dipertahankan pada
tekanan darah optimal, yaitu berkisar 140 sistolik pada kondisi akut stroke.

II. Pedoman pada Stroke Intraserebral

Pedoman Penatalaksanaan :

 Hilangkan faktor-faktor yang berisiko meningkatkan tekanan darah,


seperti retensi urin, nyeri, demam, peningkatan tekanan intrakranial, stres
emosional dan sebagainya.
 Bila tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan diastolik > 140
mmHg atau tekanan darah rata-rata arteri > 145 mmHg, berikan nikardipin,
diltiazem atau nimodipin (dosis pada tabel).
 Bila tekanan sistolik 180 – 220 mmHg atau tekanan diastolik 105-140
mmHg, atau tekanan darah rata-rata arteri 130 mmHg, berikan:
1. Labetolol 10-20 mg iv selama 1-2 menit. atau gandakan setiao
10 menit sampai maksimum 300 mg atau pemberian dosis awal
bolus diikuti oleh labetolol drip 2-8 mg/menit atau;
2. Nicardipin, diltiazem
3. Nimodipin
 Pada fase akut, tekanan darah tidak boleh diturunkan > 20-25% dari
tekanan darah arteri rata-rata dalam 1 jam pertama.
 Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg,
tangguhkan pemberian obat anti hipertensi.
 Bila terdapat fasilitas pemantauan tekanan intrakranial, tekanan perfusi
otak harus dipertahankan > 70 mmHg.
 Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan
tekanan darah harus dipertahankan di bawah tekanan rata-rata arteri 130
mmHg.
 tekanan darah rata-rata arteri lebih dari 110 mmHg
harus segera dilakukan pasca operasi dekompresi.
 Bila tekanan darah arterial sistolik turun < 90 mmHg
harus diberikan obat menaikkan tekanan darah (vasopresor)

PERHATIAN:

1. tekanan darah dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan darah, kandung kemih
penuh, nyeri, respons fisiologis dari hipoksia atau peningkatan tekanan intrakranial.
2. Dengan memperhatikan dan melakukan penanganan pada keadaan tersebut di atas
akan banyak berpengaruh pada tekanan darah sistemik pada fase menunggu 5-20
menit pengukuran berikutnya.

III. Obat Parenteral untuk Terapi Emergensi Hipertensi pada Stroke Akut

Mula Lama Efek


Obat Dosis Keterangan
kerja kerja samping

labetolol 20-80 mg 5-10 3-6 Mual, Terutama untuk


iv bolus menit jam muntah, kegawatdarurata
setiap 10 hipotensi, n hipertensi,
menit atau blok atau kecuali pada
2 gagal jantung, gagal jantung
mg/menit kerusakan akut
infus hati,
kontinyu bronkospasm
e

Nikardipi 5-15 5-15 Sepan takikardi Larut dalam


n mg/jam menit udara, tidak
jang
infus sensitif terhadap
kontinyu cahaya,
infus
vasodilatasi
berja
perifer dengan
menurunkan
lan
aktivitas pompa
jantung

Diltiazem 5-40 5-10 4 jam Blok nodus Krisis hipertensi


g/kg/meni menit AV, denyut
t infus atrium
kontinyu prematur,
terutama usia
lanjut

IV. Obat Oral untuk Terapi Urgensi Hipertensi pada Stroke Akut

Jenis Mula Lama Dosis Frekuensi


Rute Efek samping
Obat kerja kerja dewasa Pemberian

Nifedipin Lisan 15-20 3-6 10 mg 6 jam Hipotensi,


menit jam nyeri kepala,
takikardia,
pusing, muka
merah
5-10 3-6
Bukal 10 mg 20-30
menit jam
menit

kaptopril Lisan 15-30 4-6 6,25-25 30 menit Hiperkalemia,


menit jam mg insufisiensi
ginjal,
hipotensi dosis
awal
TL 5 2-3 6,26-25 30 menit
menit jam mg

Klonidin Lisan 30 8-12 0,1-0,2 12 jam Obat


menit jam mg penenang

Prazosin Lisan 15-30 8 jam 1-2 mg 8 jam Sakit kepala,


menit lelah,
mengantuk,
lemas
V. Flowchart Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Akut
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak
yang menyebabkan deficit neurologis tiba-tiba yang bertahan selama paling tidak 24
jam.
Penatalaksanaan stroke dilihat berdasarkan stadium yang dialami pasien.
Stadium terdiri dari stadium hiperakuat diberikan 25 jam pertama setelah gejala
stroke. Umumnya terapi yang diberikan adalah tromobolitik dengan activator
plasminogen rekombinan jaringan (rt-PA) intervena.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber : - Pedoman Stroke 2007, PERDOSSI

Stroke, Jurnal Asosiasi Stroke Amerika 2007

Anda mungkin juga menyukai