OLEH:
2021/2022
S1 KEPERAWATAN
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Penatalaksanaan ...........................................................................4
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan..................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit
neurologik yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke
merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja.
Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat dan bentuk-
bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak.
Di seluruh dunia, angka kejadian rata-rata stroke sekitar 180 per 100.000 per
tahun (0,2 %) dengan angka prevalensi 500-600 per 100.000 (0,5 %).
Stroke merupakan penyakit system saraf yang paling sering dijumpai dan merupakan
peringkat ke-3 penyebab kematian di USA. Kira-kira 200.000 kematian dan 200.000
orang dengan gejala sisa akibat stroke pada setiap tingkat umur, tapi yang paling
sering pada usia 75 – 85 Tahun. Pada bagian ini terminologi CVA akan dipakai
sebagai istilah umum. CVA dapat didahului oleh banyak faktor pencetus dan
seringkali berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabakan masalah
penyakit vascular, termasuk sakit jantung, hipertensi, DM, Obesitas, Kolesterol,
merokok, stress, cara hidup.
Perawatan umum klien terdiri dari perawatan 6 B dan perawatan fungsi luhur.
Mengetahui keadaan tersebut diatas maka peran perawat bekerja sama dengan tim
kesehatan lain sangat dibutuhkan baik masa akut atau sesudahnya. Usaha yang dapat
dilaksanakan mencakup pelayanan kesehatan secara menyeluruh, mulai promotif,
preventif, kuratif sampai dengan rehabilitasi.
B. Tujuan penulisan
A. PENATALAKSANAAN DI UGD
Karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka harus dilakukan
evaluasi dan diagnosis klinik yang cepat, sistematis dan cermat, meliputi:
1. Anamnesa, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas saat serangan,
gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan,
gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor2 resiko stroke (hipertensi,
hiperkolesterol, diabetes, dll).
2. Pemeriksaan Fisik, meliputi penilaian ABC, nadi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher (misal cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit
karotis, dan tanda2 distensi vena jugularis pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan
dada (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.
3. Pemeriksaan Neurologi dan Skala Stroke, Pemeriksaan neurologi terutama
pemeriksaan saraf kraniales, rangsang meningeal, sistem motorik, sikap dan cara
jalan, refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang disarankan
saat ini adalah NIHSS (NATIONAL Institutes of Health Stroke Scale).
Skala Stroke Institut Kesehatan Nasional
Judul Tanggapan dan Skor
Barang yang Diuji
Studi Diagnostik Segera: Evaluasi Pasien Dengan Dugaan Stroke Iskemik Akut
Semua pasien
CT otak nonkontras atau MRI otak
Gula darah
Elektrolit serum/tes fungsi ginjal
EKG
Penanda iskemia jantung
Hitung darah lengkap, termasuk jumlah trombosit*
Waktu protrombin/rasio normalisasi internasional (INR)*
Waktu tromboplastin parsial teraktivasi*
Saturasi oksigen
Pasien terpilih
Tes fungsi hati
Layar toksikologi
Tingkat alkohol darah
Tes kehamilan
Tes gas darah arteri (jika dicurigai hipoksia)
Radiografi dada (jika dicurigai penyakit paru-paru)
Pungsi lumbal (jika dicurigai perdarahan subarachnoid dan CT scan negatif untuk
darah)
Elektroensefalogram (jika dicurigai kejang)
*Meskipun hasil tes ini perlu diketahui sebelum memberikan rtPA, terapi trombolitik
tidak boleh ditunda sambil menunggu hasil kecuali (1) ada kecurigaan klinis kelainan
perdarahan atau trombositopenia, (2) pasien telah menerima heparin atau warfarin, atau
(3) penggunaan antikoagulan tidak diketahui.
Dicetak ulang dari Christensen et al dengan izin dari Journal of Neurological Science.
2. Terapi Umum (suportif)
- Pemasangan ETT pada pasien tidak sadar, bantuan ventilasi pada pasien dengan
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar denganh gangguan jalan nafas.
Berikan bantuan oksigen pada pasien hipoksia, pasien stroke yang tidak hipoksia tidak
memerlukan suplemen oksigen
Intubasi ET atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 < 60 mmHg
atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pasien dengan resiko aspirasi. Usahakan pipa
ET tidak terpasang lebih dari 2 minggu, kalau lebih disarankan untuk dilakukan
trakeostomi.
Berikan cairan kristaloid atau koloid iv (hindari pemberian cairan hipotonik seperti
glukosa).
dan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), untuk melimpahkan cairan dan
sarana memasukkan cairan dan nutrisi. Usahakan CVC antara 5 – 12 mmHg.
Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik di bawah 120 mmHg, dan
cairan sudah mencukupi dapat diberikan obat-obatan vasopresor secara titrasi seperti
dopamin atau norepinefrin/epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140
mmHg.
Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah awitan serangan
stroke iskemik.
Bila terdapat penyakit jantung kongestif, konsul kardiologi.
Hipotensi arteri harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi
dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang menyebabkan penurunan curah
jantung harus dikoreksi.
tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal : derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan
okulomotor, keparahan hemiparesis.
~ mengatasi hipertermia
~ Jaga normovolemia
manitol 0,25 – 0,50 gr/kgBB selama > 20 menit, diulangi setiap 4 – 6 jam dengan
target 310 mOsm/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama
pemberian osmoterapi.
Jika perlu diberikan furosemide dengan dosis awal 1 mg/kgBB iv.
~ Drainase ventrikuler lebih dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar.
~ Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang menimbulkan efek
massa dapat menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik.
1. KAIRAN
A. Berikan ciran isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi.
Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5 – 12 mmHg.
B. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun
enteral)
C. Keseimbangan cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (urin sehari + 500
ml + 300 ml per kenaikan panas 1 derajat celcius).
D. Elektrolit (sodium, potasium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksa dan
diganti bila terjadi kekurangan sampai mencapai nilai normal.
E. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai hasil analisa gas darah.
F. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa yang harus dihindari kecuali
pada keadaan hipoglikemia.
2. NUTRISI
A. Nutrisi enteral paling lambat harus sudah diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral
hanya boleh diberikan setelah hasil tes berfungsi baik.
B. Bila terdapat gangguan atau kesadaran menurun, makanan tidak diberikan
melalui pipa nasogastrik.
C. Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
Karbohidrat 30-40% dari total kalori
Lemak 20-35% (pada gangguan nafas lebih tinggi, 35-55%)
Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1,4-2,0
g/kgBB/hari; pada gangguan fungsi ginjal < 0,8 g/kgBB/hari)
Jika kemungkinan penggunaan pipa nasogastrik diperkirakan > 6
minggu, pertimbangkan untuk gastrotomi.
D. pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak mendukung,
dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
E. Perhatikaan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan (misal: menghindari makanan yang banyak mengandung vit K pada
pasien yang mendapat warfarin).
A. Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati. Target yang harus dicapai
adalah normoglikemia.
B. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, jika perlu diberikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepin short acting atau propofol.
C. Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi.
D. Berikan antagonis H2 apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
E. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir atau memandikan pasien
dapat mempengaruhi TIK.
F. Mobilisasi bertahapbila hemodinamik dan pernafasan stabil.
G. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.
H. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, MRI, Dupleks
Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE dan lain-lain sesuai
indikasi.
I. Edukasi keluarga.
J. Perencanaan pulang (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit).
Pada penderita dengan tekanan diastolik > 140 mmHg (atau > 110 mmHg bila akan
dilakukan terapi trombolisis) darah sebagai penderita hipertensi emergensi berupa
infus kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin dan lain-lain.
Jika tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik > 120
mmHg, berikan labetolol iv selama 1-2 menit. Dosis labetolol dapat diulang atau
digandakan setiap 10 – 20 menit sampai penurunan tekanan darah yang dapat
dicapai atau tercapai dosis 300 mg yang diberikan melalui teknikbolus mini. Setelah
dosis awal, labetolol dapat diberikan setiap 6 – 8jam bila diperlukan.
Jika tekanan darah sistolik < 220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik < 120
mmHg, terapi darurat harus ditunda kecuali ada bukti perdarahan intraserebral, gagal
ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi
aorta, ensefalopati hipertensi dan sebagainya . Jika peninggian tekanan darah
tersebut menetap pada dua kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan
200 – 300 mg labetolol 2-3 kali sehari sesuai kebutuhan. Pengobatan alternatif yang
memuaskan selain labetolol adalah nifedipine oral 10 mg setiap 6 jam atau 6,25 – 25
mg kaptopril setiap 8 jam. Jika monoterapi oral tidak berhasil, atau jika obat tidak
dapat diberikan per oral, maka diberikan labetolol iv seperti cara di atas atau obat
pilihan lainnya (urgensi).
Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya sampai 20-25% dari tekanan
darah arteri rerata pada jam pertama, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per
kasus.
2. Penatalaksanaan Penurunan Tekanan Darah
pastikan tekanan darah penderita rendah, yaitu sistolik < 120 mmHg
(pada pengukuran tekanan darah brakhial kiri yang digunakan adalah tekanan darah
yang tinggi)
Penggunaan obat-obat vasoaktif dapat diberikan dalam bantuk infus
dan disesuaikan dengan efek samping yang akan ditimbulkan seperti takikardia.
Pemberian dopamin yang dimulai dengan dosis kecil dan dipertahankan pada
tekanan darah optimal, yaitu berkisar 140 sistolik pada kondisi akut stroke.
Pedoman Penatalaksanaan :
PERHATIAN:
1. tekanan darah dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan darah, kandung kemih
penuh, nyeri, respons fisiologis dari hipoksia atau peningkatan tekanan intrakranial.
2. Dengan memperhatikan dan melakukan penanganan pada keadaan tersebut di atas
akan banyak berpengaruh pada tekanan darah sistemik pada fase menunggu 5-20
menit pengukuran berikutnya.
III. Obat Parenteral untuk Terapi Emergensi Hipertensi pada Stroke Akut
IV. Obat Oral untuk Terapi Urgensi Hipertensi pada Stroke Akut
Kesimpulan
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak
yang menyebabkan deficit neurologis tiba-tiba yang bertahan selama paling tidak 24
jam.
Penatalaksanaan stroke dilihat berdasarkan stadium yang dialami pasien.
Stadium terdiri dari stadium hiperakuat diberikan 25 jam pertama setelah gejala
stroke. Umumnya terapi yang diberikan adalah tromobolitik dengan activator
plasminogen rekombinan jaringan (rt-PA) intervena.
DAFTAR PUSTAKA