Askep CKD
Askep CKD
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II : PEMBAHASAN
1. Tinjauan Teori
2. Pengertian
3. Etiologi
4. Patofisiologi
1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prevalensi chronic disease atau CKD semakin meningkat. Di US prevalensi CKD
meningkat dari 10 % (1988-1994) hingga 13% (1992-2004) dari populasi penduduk
dewasa (chores et al, 2007 dalam Monhart, 2013). Data mengenai peningkatan
prevalensi CKD juga ditunjukkan jg di china yaitu sebanyak 13 % (zhang et al dalam
monhart 2013) dan Australia sebanyak 16% (chadban et al dalam monhart 2013.
Jumlah peserta CKD oada usia dewasa dengan beberapa stage di negara berkembang
stemasikan lebih dari 10% (US Renal Data System, 2000 : Xue et al 2001 :
Winkelmayer et al, 2002 Szech & Lazar, 2004 : US Renal Data System 2009 dalam
Novae et al 2010).
Global epidemic dari gagal ginjal telah diakui sebagai masalah besar pada
kesehatan, tidak hanya pada Negara maju tetapi juga terjadi diAsia. Data dari Western
Australia menunjukkan bahwa glomerulusneprhritis nefropati diabetikum dan
hipertensi terhitung sebanyak 80% menyebabkan CKD (Departemen of Health State
of Western Australia, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa masalah gagal ginjal ini
terbentuk dari campuran masalah diabetes dan hipertensi, dimana angka kejadian
diabetes dan hipertensi sangat besar di Asia. Angka pertumbuhan populasi dan tingkat
urbanisasi mendukung Indonesia sebagai Negara tertinggi ketiga di Asia dengan
angka CKD tertinggi setelah India dan China (Philip et al, 2011)
Angka CKD di Indonesia tahun 2013 tidak diketahui secara pasti karena
keterbatasan penelitian. Sedangkan kejadian CKD di RSUPN Cipto Mangunkusumo
sendiri mencapai pada tahun 2014. Angka kejadian CKD terhitung dari 1 januari
2014 hingga 18 juni 2014 telah terdapat sebanyak 111 orang yang dirawat di ruang
rawatan penyakit dalam Lt 7 Gd A RSUPN Ciptp Mangunkusumo.
Angka kejadian gagal ginjal di perkotaan terjadi sering adanya factor resiko gagal
ginjal kronik yang terjadi pada masyarakat urban. Faktor resiko ini berawal pada gaya
hidup masyarakat perkotaan. Perubahan gaya hidup perkotaan seperti aktivitas
rendah, obesitas, perilaku merokok dan pola makan minum meningkakant resiko
terjadinya penurunan fungsi ginjal.
B. Tujuan
Dapat memahami dan menerapkan asuhan keperawatan terkait dengan kasus
pasien CKD.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap (Doenges ,1999: 626).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddart, 2001;
1448).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992;812)
B. Etiologi
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis.
2. Penyakit vaskuler hipertensi misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna,, stenosis arteri renalis.
3. Gangguan penyaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistim progresif.
4. Gangguan congenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal.
5. Penyakit metabolic misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amyloidosis.
6. Nefropati toksisk misalnya penyalahgunaan obat obatan seperti analgetik dan obat
antibiotic, penyalahgunaan suplemen, nefropati timbale.
7. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas : kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitineal, saluran kemih bagian bawah, hipertrofi prostat, striktur uretra,
anomaly congenital pada leher kandung kemih uretra.
8. Batu saluran kencing yang menyebabkan hydrolityasis
C. Patofisiologis
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR atau daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorbsi berakibat dieresis
osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegalalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
(Barbara C Long, 1996, 368).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya
disekresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialysis (Brunner & Suddarth,
2001 : 1448)
D. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium
1. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal pada stadium ini kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik.
2. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan telah rusak, blood urea
nitrogen (BUN) meningkat dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia
Berikut adalah pembagian CKD berdasarkan stadium dan tingkat penurunan LFG :
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal > 90 ml/menit/1,73 m2.
2. Stadium 2: kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-80
ml/menit/1,73 m2
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit/1,73 m2.
4. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFH antara 15-29 ml/menit/1,73 m2
5. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG <15 ml/menit/1,73 m2 atau gagal ginjal terminal
LFG : (140-umur) x BB
LFG (Laju filtrasi glomerulus atau GFR (glomerular filtration rate) adalah jumlah filtrate
glomeruli yang terbentuk setiap menit dari seluruh nefron kedua ginjal. Normal nya 125
ml/menit.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik antara lain (Long,1996:369):
1. Gejala dini
Derajat edema:
c.Derajat III:menekan lebih dalam (6mm) akan kembali dalam waktu >
1menit,tampak bengkak
d.Derajat IV:menekan lebih dalam lagi (8mm) akan kembali dalam waktu 2-5
menit,tampak sangat bengkak yang nyata
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Urine
a. Volume:Biasanya kurang dari 400m/24 jam (oligauria) atau urin tidak ada
b. Warna:Secara abnormal urina keruh mungkin disebabkan oleh
pus,bakteri,lemak,partikel koloid,fosfat atau urat.Sedimen kotor,kecoklatan
menunjukkan adanya darah,hemoglobin,mioglobin,porifirin.
c. Berat jenis:Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat)
d. Osmolalitas:Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,dan rasio
urine/serum sering 1:1
e. Klirens kreatinin:Mungkin agak menurun
f. Natrium:Lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
g. Protein:Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2. Darah
a. BUN atau kreatinin:Meningkat, biasanya meningkat dalam proposi.kadar
kreatinin meningkat dalam 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu
5)
b. Hitung darah lengkap:Hematorik menurun karena adanya anemia.Hemoglobin
biasanya kurang dari 7-8 g/dL
c. Sel darah merah:Waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti pada
azotemia
d. GDA : pH menunjukkan penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal mengekskresi hidrogen dan ammonia atau
hasil akhir protein.Bikrbonat menurun PCO2 menurun.
e. Natrium serum:Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan natrium”atau normal
(menunjukkan status dilusi hipernatremia).
f. Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan
selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisisi SDM). Pada tahap akhir,
perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 meq atau lebih besar.
g. Magnesium atau fosfat : meningkat.
h. Kalsium : menurun.
i. Protein (khususnya albumin) : kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau
penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
3. Osmolalitas serum : lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.
4. KUB foto : menunjukkan ukuran ginjal atau ureter atau kandung kemih dan adanya
obstruksi (batu).
5. Pielogram retrogard : menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
6. Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler,
massa.
7. Sistouretrogram berkemih : menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam
ureter, retensi.
8. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas.
9. Biopsi ginjal : mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologist.
10. Endoskopi ginjal, nefroskopi : dilakukan untuk menentukan pelvis ginjla, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
11. EKG : mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
12. Foto kaki, tengkorak, kolimna spinal dan tangan : dapat menunjukkan demineralisasi,
klasifikasi.
(Doenges 1999 ;628)
G. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Konservatif
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal
1) Hati hati dengan pemberian obat yang bersifat nefrotoksik
2) Hindari keadaan yang menyebabjan diplesi volume cairan ekstraseluler dan
hipotensi
3) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit
4) Hindari pembatasan ketat kosumsi protein hewani
5) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi
6) Hindari instrumentasi dan sistokopi tanpa indikasi medis yang kuat
7) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi
medis yang kuat
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular
2) Kendalikan terapi ISK
3) Diet protein yang proporsional
4) Kendalikan hiperfosfatemia
5) Terapi peperurikemia bila asam urat serum >10 mg%
6) Terapi hiperfosfatemia
7) Terapi keadaan asidosis metabolic
8) Kendalikan keadaan hiperglikemia
c. Terapi allievative gejala azotemia
1) Pembatasan konsumsi protein hewani
2) Terapi keluhan gatal gatal
3) Terapi keluhan gastrointestinal
4) Terapi keluhan neuromuskuler
5) Terapi keluhan tulang dan sendi
6) Terapi anemia
7) Terapi setiap infeksi
2. Dialisis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa
dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues
Ambulatori Perotoneal Dialisis )
b. Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasive di vena dan arteri dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodialisis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan
1) AV fistula : menggabungkan vena dan arteri
2) Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantubng)
1) Pasien yang memerlukan hemodialisis adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara fungsi ginjalnya pulih.
2) Pasien-pasien terebut dinyatakan memerlukan hemodialisis apabila terdapat
indikasi :
a) Hiperkalemia
b) Asidosis
c) Kegagalan terapi konservatif
d) Kadar ureun atau kreatinin tinggi dalam darah
e) Kelebihan cairan
f) Mual dan mubtah hebat
1) Ketidakseimbangan cairan
a) Hipervolemia
b) Ultrafiltrasi
c) Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
d) Hipovolemia
e) Hipotensi
f) Hipertensi
g) Sindrom disequilibrium dialysis
2) Ketidakseimbangan elektrolit
a) Natrium serum
b) Klaium
c) Bikarbonat
d) Kalsium
e) Fosfor
f) Magnesium
3) Infeksi
4) Perdarahan dan heparinisasi
5) Troubleshoting
a) Masala-masalah peralatan
b) Aliran dialisat
c) Konsentrat dialisat
d) Suhu
e) Aliran darah
f) Kebocoran darah
g) Emboli udara
6) Akses ke sirkulasi
a) Fistula arteriovenosa
b) Otot tandur
c) Tandur sintetik
d) Kateter vena sentarl berlumen ganda
1) Terapi BB kering
2) Pasien tampak baik
3) Bebas simtom uremia
4) Nafsu makan baik
5) Aktif
6) TD terkendali
7) Hb > 10 gr/dl
c. Operasi : pengambilan batu, transpalantasi ginjal
H. Konsep keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelelahan ekstremitas, kelemahan, malaise gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau samnolen)
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama, atau berat, palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda: Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik,
menunjukkan hipovolemia, pucat, kecendrungan perdarahan.
c. Integritas ego
Gejala : Faktor stress, contph financial, hubungan dansebagainya, perasaan tak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
d. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, abdomen kembung, diare, atau
konsti
pasi.
Tanda : Perubahan warna urin, contoh kinung pekat, merah, coklat, berawan,
oliguria, dapat menjadi anuria
e. Makanan/cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap di
mulut (pernafasan ammonia), penggunaan diuretic
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesran hati, perubahan turgor
kulit/kelembaban, edema (umum), tergantun), ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah,
penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
f. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, spoor, koma, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki (memburuk saat malam
hari)
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
h. Pernafasan
Gejala :Napas pendek, dispnoe, peningkatan frekuensi/ kedalaman (pernafasan
kusmaul), batuk produktif dengan sputum merah muda-encer (edema paru).
i. Keamanan
Gejala : Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), nomotermia dapat secara actual
terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari
normal.
j. Interaksi social
Gejala : Kesulitan menetuka kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik,mnefritis herediter, kalkulus urinaria, malignasi, riwayat terpajan oleh
toksin, contoh obat, racun lingkungan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
b. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan bdengan anoreksia,
mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
c. Intoleransi aktivitas beruhungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive berulang.
e. Gangguan harga diri berhungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penenganan.
3. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk
mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.
Intervensi diagnose ke 2
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi : perubahan berat badan, nilai laboratorium BUN, kreatinin.
Rasional : Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
b. Kaji pola diet nutrisi pasien : riwayat diet, makanan kesukaan, hitung kalori.
Rasional : Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyususn menu.
c. Kaji factor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi L: anoreksia, mual
atau mubntah, diet yang tidak menyenangkan bagi pasien, depresi, kurang
memahami pembatasan diet, stomatitis.
Rasional : Menyediakan informasi mengenai factor lain yang dapat dirubah
atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan oral
d. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional : Mendorong peningkatan masukan diet.
e. Tingkatkan masukan protein lengkap dinerikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
Intervensi :
Intervensi diagnose ke 5
Intervensi :
Intervensi :
BAB II
PENUTUP
1. Kesimpulan
Gagal ginjal kronis adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
semua faal ginjal secara bertahap dan irreversible terjadinya penimbunan sisa metabolism
terutama protein timbulnya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindroma azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti : kelainan hemopoeisis,
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskuler.
Daftar pustaka
Doenges E, M, dkk. 1999 Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3 : Jakarta : EGC
Price, S, A dan Lorraine M,W. 1995. Patofisisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
4. Jakarta : EGC
Suyono, S.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3. Jilid III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI