Anda di halaman 1dari 4

Nama : MUHAMMAD FAUZAN

Nim : 1921081

Prodi : ILMU PEMERINTAHAN EKSE 1 semester 5

Sejarah Birokrasi di Indonesia


 Peran birokrasi pada masa kolonial

Kekuatan kolonial di kepulauan Indonesia ada kebutuhan bagaimana mengendalikan seluruh wilayah
dengan mempertimbangkan jarak, daratan dan wilayah antar negeri yang sangat akbar agar tidak
menyulitkan dalam melakukan eksplorasi sumber-sumber kekuatan, selain dari itu perlu hal hadir
partisipasi pasif, partisipasi aktif dari bumiputera sangat diperlukan, kolaborasi dalam partisipasi aktif ini
tentunya dengan tidak boleh mengorbankan kekuasaan dan pengaruh kolonialisme.

Pemerintahan kolonial dikontrol secara terpusat di Batavia (sekarang Jakarta) melakukan administrasi
secara semuanya dan bertindak atas nama kerajaan Belanda (dengan letak setingkat menteri koloni)
yang umum dikenal sbg gubernur jenderal yang ditolong oleh dewan Hindia Belanda (raad van
Nederlands-Indië), sekretariat umum (algemene secretarie), departemen administrasi umum
(departementen van algemeen bestuur) dan pemerintahan kawasan (het binnenlands bestuur} dengan
birokrasi Eropa yang ruang lingkup kerja terbatas untuk bangsa Eropa sedangkan untuk bumiputera
selalu hadir di bawah pengarahan langsung dari pemerintahan lokal Inlandsche Bestuur (pangreh praja)
yang mencakup bagian akbar dari dahulu yang disebut dengan wilayah Hindia Belanda, pemerintahan
sendiri seperti raja, pangeran dengan melewati kesepakatan politik dengan pemerintah kolonial namun
hadir pula kawasan yang diduduki secara langsung dimana pemerintahan kolonial ikut membentuk
birokrasi yang berdampingan dengan birokrasi pemerintahan lokal seperti yang terlihat pada
administratif pemerintahan di pulau Jawa dan Madura sekitar tahun 1829 bersamaan dengan mulai
dikenalkan konsep birokrasi Eropa terutama dalam sangkutan dengan komoditas ekspor. kebijakan
cultuurstelsel berangsur-angsur berubah dengan demikian sektor swasta mulai muncul bertubi-tubi
ditengahnya perkebunan dan perindustrian dengan kedatangan pekerja warga Eropa di bagian
perkebunan, perdagangan komersial dan industri bersamaan dengan itu adat politik masa itu mulai ikut
menumbuhkan gerakan nasionalisme di Indonesia.

Pada tahun 1905 mulai terbentuk pemerintahan walaupun dengan kekuasaan terbatas dan tetap di
bawah pimpinan pemerintah kawasan Eropa berlanjut pada tahun 1916 terbentuk pula pemerintahan
kota-kota akbar dengan pemerintahan sendiri dengan walikota bukan merupakan bagian dari
pemerintah kawasan Eropa, pada 1918 mulai terdapat dewan rakyat yang ada bangun badan perwakilan
dari bermacam kumpulan yang diwakili dalam dewan ini. dilanjutkan pada tahun 1925 wilayah dibagi
dalam beberapa tingkat administratif baru, provinsi di pulau Jawa dan Madura dan pemerintah di luar
kawasan (pulau-pulau di luar Jawa dan Madura). Di samping itu, di pulau utama Jawa dan Madura ke
pemerintah kawasan asli lebih mandiri dengan pengalihan fungsi tersebut.
 Awal kemerdekaan

Pada tanggal 30 Mei 1948 melewati Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1948 pemerintah RI yang
bermarkas di Jogjakarta baru membangun Kantor Urusan Pegawai (KUP) sedangkan pemerintahan RIS
yang bermarkas di Jakarta sebagai masalah kepegawaian diwujudkan melewati Keputusan Letnan
Gubernur Jenderal di Hindia Belanda Nomor 10 tanggal 20 Februari 1946 dengan nama Kantor Urusan
Umum Pegawai (KUUP) yang hadir di bawah departemen urusan sosial namun dengan Keputusan
Letnan Gubernur Jenderal di Hindia Belanda Nomor 13 Tahun 1948 membatalkan keputusan terdahulu
dan membentuk Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP) yang langsung dibawah Gubernur Jenderal,
selang Kantor Urusan Pegawai (KUP) dan Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP) masing-masing
melaksanakan kegiatannya sendiri-sendiri sampai terdapat dualisme dalam birokrasi di Indonesia,
kemudian karena hal hadir pengakuan kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949 melewati
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 dibentuklah Kantor Urusan Pegawai (KUP) guna
menyatukan Kantor Urusan Pegawai (KUP) dan Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP) dan hadir di
bawah dan bertanggugjawab untuk perdana menteri akan tetapi karena suasana perpolitikan masa itu,
Kantor Urusan Pegawai (KUP) yang akan menata birokrasi tidak mampu berfungsi sebagaimana
mestinya disusul pada tanggal 17 Agustus 1950, terjadi pergantian konstitusi RIS berubah menjadi UUDS
1950 yang ada dampak terjadinya perubahan bangun negara kembali ke negara kesatuan. Tahun seribu
sembilan ratus lima puluh tiga 1953 T.R. Smith membantu menyusun laporan sebagai Biro Perancang
Negara berjudul Public Administration Training, setahun kemudian dua orang profesor dari Cornell
University, School of Business and Public Administration Amerika yang diundang ke Indonesia yaitu
Edward H. Lichtfeld dan Alan C. Rankin yang sukses menyusun laporan rekomendasi yang berjudul
Training for Administration in Indonesia[5][6]. Pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo II (20 Maret 1956 -
9 April 1957) melewati Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1957 diwujudkan Panitia Negara sebagai
menyelidiki Organisasi Kementerian-kementerian atau Panitia Organisasi Kementerian (PANOK) sbg
pengganti Kantor Urusan Pegawai (KUP) serta ikut diwujudkan Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang
bertugas menyempurnakan administratur negara atau birokrasi keduanya hadir di bawah dan
bertanggung jawab untuk perdana menteri.

Pada tanggal 5 Juli 1959, dikeluarkan dekrit presiden yang menyatakan berlanjutnya kembali UUD 1945
dan presiden melewati Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 melarang PNS golongan F menjadi
bagian dari partai politik kemudian pada tahun 1961 dikeluarkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun
1961 tentang Kepastian Pokok Kepegawaian dan diwujudkan Badan Administrasi Kepegawaian Negara
(BAKN) ditemani dengan lembaga baru bernama Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) yang
menghasilkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 1962 tentang pokok-pokok organisasi aparatur
pemerintah negara tingkat tertinggi, dua tahun kemudian dikeluarkan Keppres Nomor 98 Tahun 1964
diwujudkan Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi (KONTRAR) merupakan kelanjutan dari
Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN), retooling atau "pembersihan" dalam dua kepanitian
terakhir ini lebih bernuansa politis dengan penyingkiran birokrat yang tak sehaluan dengan partai yang
sedang memerintah (the ruling party) atau yang diasumsikan tidak sejalan dengan kebijakan
pemerintahan republik.
 Birokrasi dalam perkembangan

Dalam perkembangannya pengorganisasian birokrasi mulai diwarnai dengan ketidakpastian dampak


peranan partai-partai politik yang saling bersaingan dengan sangat dominan, partai-partai politik mulai
melakukan building block kekuasaan melewati pos-pos kementerian strategis di jajaran pemerintahan
sbg sumber kekuatan kelangsungan partai politik yang bersangkutan, program rekrutmen birokrasi ikut
mengalami spoil system yang merajalela mulai dari pengangkatan, penempatan, promosi dan instrumen
kepegawaian pautannya tidak didasarkan kriteria penilaian melainkan berlandaskan pertimbangan
politik, golongan serta unsur-unsur pautannya di luar tugas birokrasi.

Pada tahun 1966 awal pemerintahan Suharto bedasarkan Kepastian MPRS Nomor XIII/MPRS/1966
tentang Kabinet Ampera ditunjuk selaku presiden dan ketua presidium Kabinet Ampera melewati
Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 266 Tahun 1967 kembali membentuk panitia
pengorganisasian birokrasi sbg pembantu presidium yang kemudian dikenal dengan nama Tim
Pembantu Presiden sebagai Penertiban Aparatur dan Administrasi Pemerintah atau disingkat menjadi
Tim PAAP yang ada anggota sebelas orang dengan Menteri Tenaga Kerja selaku ketua ditemani oleh
direktur LANsebagai sbg sekretaris serta ditolong oleh lima orang penasehat mahir yang mengusulkan
unit kerja baru bernama Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal dan Inspektorat tercermin dalam
Keputusan Presidium Kabinet Nomor 75/U/KEP/11/1966 serta dalam pengorganisasian kembali
birokrasi pada kementerian negara melewati Keputusan Presiden Nomor 44 dan 45 Tahun 1966
dilakukan pengubahan penggolongan PNS dari golongan A sampai dengan F menjadi golongan I sampai
dengan IV.

Kemudian pada tahun 1968 kembali diwujudkan Panitia Koordinasi Efisiensi Aparatur Ekonomi Negara
dan Aparatur Pemerintah yang disebut pula sbg Proyek 13 disusul dengan Keppres Nomor 16 Tahun
1968 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 199 Tahun 1968, Proyek 13 ini
kemudian berubah nama menjadi Sektor Penyempurnaan dan Penertiban Administrasi Negara yang
lebih dikenal dengan nama Sektor P' dengan bagian terdiri atas Lembaga Administrasi Negara (LAN),
Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas), Sekretariat Negara, Departemen Keuangan, Departemen Tenaga Kerja, serta Departemen
Transmigrasi dan Koperasi. yang diketuai oleh Awaloeddin Djamin yang menjabat sbg Menteri Tenaga
Kerja dengan tugas agar mampu menyempurnakan administrasi pemerintahan.

Ketika Suharto pertama kali membentuk Kabinet Pembangunan I dengan Keputusan Presiden Nomor 19
Tahun 1968, diwujudkan kementerian nomenklatur baru yaitu Kementerian Negara Penyempurnaan
dan Pembersihan Aparatur Negara bertugas ditengahnya melanjutkan pembersihan birokrasi dari unsur-
unsur apa yang disebut dengan berpolitik kepartaian lalu berlandaskan Keputusan Presiden Nomor 82
Tahun 1971 pada tanggal 29 Nopember 1971 didirikan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) sbg
organisasi wadah tunggal untuk seluruh pegawai pemerintahan Indonesia dan dalam perkembangan
kemudian Tim PAAP dan Proyek 13 kemudiannya dilebur kedalam Kementerian Negara Penyempurnaan
dan Pembersihan Aparatur Negara sedangkan Sektor Aparatur Pemerintah (Sektor P) tetap dan
berfungsi meliputi penyusunan kebijaksanaan, perencanaan, pembuatan program, koordinasi,
pengendalian, dan penelitian dalam rangka menyempurnakan dan membikin agar bersih aparatur
negara dan Kementerian Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara yang dipimpin oleh
seorangan menteri merangkap menjadi bagian Sektor N (Penelitian dan Pengembangan) dan Sektor Q
(Keamanan dan Ketertiban) dan dengan Keppres Nomor 45/M Tahun 1983 Kementerian Negara
Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara diubah kembali menjadi Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara yang secara langsung menteri pada kementerian tersebut merangkap
pula sbg wakil Ketua Bappenas.

Tahun 1995 melewati Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995 tanggal 27 September 1995
pemerintah mencanangkan dimulai diterapkan lima hari kerja yaitu hari kerja mulai hari Senin sampai
dengan hari Jumat yang berlanjut secara efektif sejak tanggal 1 Oktober 1995 sbg dampak dari sistem
pembinaan Karier PNS, pertumbuhan nol pegawai negeri sipil (PNS) (Zero Growth) seta perampingan
organisasi.

Setelah tahun 1998 yang dikenal sbg gerakan reformasi karenanya melewati Peraturan Pemerintah
Nomor 5 Tahun 1999 mengenai keberadaan pegawai negeri sipil (PNS) sbg bagian partai politik lalu
diubah melewati Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1999 yang menciptakan pegawai negeri sipil
(PNS) kembali tertutup dari probabilitas sebagai ikut berkiprah sbg keanggotaan dalam partai politik
apapun.

Anda mungkin juga menyukai