PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Birokrasi adalah rantai komando berbentuk piramida dalam suatu organisasi
dimana posisi di tingkat bawah lebih banyak daripada tingkat atas.
Ada juga yang menjelaskan arti birokrasi adalah suatu struktur organisasi yang
memiliki tata prosedur, pembagian kerja, adanya hirarki, dan adanya hubungan
yang bersifat impersonal. Organisasi yang menjalankan sistem birokrasi biasanya
memiliki prosedur dan aturan yang ketat sehingga dalam proses operasionalnya
cenderung kurang fleksibel dan kurang efisien.
1.2.RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian birokrasi
2. Pengertian birokrasi menurut para ahli
3. Sejarah birokasi
4. Ciri – ciri birokrasi
5. Fungsi dan peran birokrasi
6. Teori birokrasi
1
BAB II
PEMBAHASAN
Pada rantai komando ini setiap posisi serta tanggung jawab kerjanya
dideskripsikan dalam organigram. Organisasi ini pun memiliki aturan dan prosedur
ketat sehingga cenderung kurang fleksibel. Ciri lainnya adalah biasanya terdapat
banyak formulir yang harus dilengkapi dan pendelegasian wewenang harus dilakukan
sesuai dengan hierarki kekuasaan.
a. Menurut Hegel
2
Birokrasi untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan
oleh banyak orang. Tujuan birokrasi adalah agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan
cepat dan terorganisir.
d. Menurut Blau
Birokrasi sebagai tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai
tugas - tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinir secara sistematis
“teratur” pekerjaan dari banyak orang.
e. Menurut Ismani
Bahwa dalam birokrasi terdapat aturan - aturan yang rasional, struktur organisasi
dan proses berdasarkan pengetahuan teknis dan dengan efisiensi dan setinggi -
tingginya, dari pandangan yang demikian tidak sedikitpun alasan untuk menganggap
birokrasi itu jelek dan tidak efisien.
3
jenderal yang dibantu oleh dewan Hindia Belanda (raad van Nederlands-Indië),
sekretariat umum (algemene secretarie), departemen administrasi umum
(departementen van algemeen bestuur) dan pemerintahan daerah (het binnenlands
bestuur) dengan birokrasi Eropa yang ruang lingkup kerja terbatas bagi bangsa Eropa
sedangkan bagi bumiputera selalu berada di bawah pengarahan langsung dari
pemerintahan lokal Inlandsche Bestuur (pangreh praja) yang mencakup bagian besar
dari dahulu yang disebut dengan wilayah Hindia Belanda, pemerintahan sendiri seperti
raja, pangeran dengan melalui kesepakatan politik dengan pemerintah kolonial namun
ada pula daerah yang dikuasai secara langsung dimana pemerintahan kolonial ikut
membentuk birokrasi yang berdampingan dengan birokrasi pemerintahan lokal seperti
yang terlihat pada administratif pemerintahan di pulau Jawa dan Madura sekitar tahun
1829 bersamaan dengan mulai dikenalkan konsep birokrasi Eropa terutama dalam
sangkutan dengan komoditas ekspor. kebijakan cultuurstelsel berangsur-angsur
berubah dengan demikian sektor swasta mulai bermunculan antara lain perkebunan dan
perindustrian dengan kedatangan pekerja penduduk Eropa di bidang perkebunan,
perdagangan komersial dan industri bersamaan dengan itu budaya politik saat itu mulai
ikut menumbuhkan gerakan nasionalisme di Indonesia.
4
Awal kemerdekaan
Pada tanggal 30 Mei 1948 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1948
pemerintah RI yang berkedudukan di Jogjakarta baru mendirikan Kantor Urusan
Pegawai (KUP) sedangkan pemerintahan RIS yang berkedudukan di Jakarta untuk
masalah kepegawaian dibentuk melalui Keputusan Letnan Gubernur Jenderal di Hindia
Belanda Nomor 10 tanggal 20 Februari 1946 dengan nama Kantor Urusan Umum
Pegawai (KUUP) yang berada di bawah departemen urusan sosial namun dengan
Keputusan Letnan Gubernur Jenderal di Hindia Belanda Nomor 13 Tahun 1948
membatalkan keputusan terdahulu dan membentuk Djawatan Urusan Umum Pegawai
(DUUP) yang langsung dibawah Gubernur Jenderal, antara Kantor Urusan Pegawai
(KUP) dan Djawatan Urusan Umum Pegawai (DUUP) masing-masing melaksanakan
kegiatannya sendiri-sendiri hingga terdapat dualisme dalam birokrasi di Indonesia,
kemudian karena adanya pengakuan kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember
1949 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 dibentuklah Kantor Urusan
Pegawai (KUP) guna menyatukan Kantor Urusan Pegawai (KUP) dan Djawatan
Urusan Umum Pegawai (DUUP) dan berada di bawah dan bertanggugjawab kepada
perdana menteri akan tetapi karena suasana perpolitikan saat itu, Kantor Urusan
Pegawai (KUP) yang akan menata birokrasi tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya disusul pada tanggal 17 Agustus 1950, terjadi pergantian konstitusi RIS
berubah menjadi UUDS 1950 yang berakibat terjadinya perubahan bentuk negara
kembali ke negara kesatuan. Tahun seribu sembilan ratus lima puluh tiga 1953 T.R.
Smith membantu menyusun laporan untuk Biro Perancang Negara berjudul Public
Administration Training, setahun kemudian dua orang profesor dari Cornell University,
School of Business and Public Administration Amerika yang diundang ke Indonesia
yaitu Edward H. Lichtfeld dan Alan C. Rankin yang berhasil menyusun laporan
rekomendasi yang berjudul Training for Administration in Indonesia[5][6]. Pada masa
kabinet Ali Sastroamidjojo II (20 Maret 1956 - 9 April 1957) melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1957 dibentuk Panitia Negara untuk menyelidiki
5
Organisasi Kementerian-kementerian atau Panitia Organisasi Kementerian (PANOK)
sebagai pengganti Kantor Urusan Pegawai (KUP) serta ikut dibentuk Lembaga
Administrasi Negara (LAN) yang bertugas menyempurnakan administratur negara atau
birokrasi keduanya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada perdana menteri.
6
kepegawaian lainnya tidak didasarkan kriteria penilaian melainkan berdasarkan
pertimbangan politik, golongan serta unsur-unsur lainnya di luar tugas birokrasi.
7
Ketika Suharto pertama kali membentuk Kabinet Pembangunan I dengan
Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1968, dibentuk kementerian nomenklatur baru
yaitu Kementerian Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara bertugas
antara lain melanjutkan pembersihan birokrasi dari unsur-unsur apa yang disebut
dengan berpolitik kepartaian lalu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun
1971 pada tanggal 29 Nopember 1971 didirikan Korps Pegawai Republik Indonesia
(KORPRI) sebagai organisasi wadah tunggal bagi seluruh pegawai pemerintahan
Indonesia dan dalam perkembangan selanjutnya Tim PAAP dan Proyek 13 akhirnya
dilebur kedalam Kementerian Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur
Negara sedangkan Sektor Aparatur Pemerintah (Sektor P) tetap dan berfungsi meliputi
penyusunan kebijaksanaan, perencanaan, pembuatan program, koordinasi,
pengendalian, dan penelitian dalam rangka menyempurnakan dan membersihkan
aparatur negara dan Kementerian Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur
Negara yang dipimpin oleh seorangan menteri merangkap menjadi anggota Sektor N
(Penelitian dan Pengembangan) dan Sektor Q (Keamanan dan Ketertiban) dan dengan
Keppres Nomor 45/M Tahun 1983 Kementerian Negara Penyempurnaan dan
Pembersihan Aparatur Negara diubah kembali menjadi Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara yang secara langsung menteri pada kementerian tersebut merangkap
pula sebagai wakil Ketua Bappenas.
Setelah tahun 1998 yang dikenal sebagai gerakan reformasi maka melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 mengenai keberadaan pegawai negeri sipil
8
(PNS) sebagai anggota partai politik lalu diubah melalui Peraturan Pemerintah Nomor
12 Tahun 1999 yang membuat pegawai negeri sipil (PNS) kembali tertutup dari
kemungkinan untuk ikut berkiprah sebagai keanggotaan dalam partai politik apapun.
servants are appointed, not electe, on the basis of technical qualifications as determined
by diplomas or examination)
Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau kedudukannya.
(Civil servants receive fixed salaries according to rank)
9
Karakteristik birokrasi dan indikator negara maju dan berkembang
Karakteristik yang ideal dari birokrasi yang ditulis Max Weber antara lain:
Terdapat indikator yang memperlihatkan perbedaan antara negara maju dan negara
berkembang, yaitu :
Pendapatan Perkapita
Jumlah dan kepadatan penduduk
Tingkat pertumbuhan penduduk
Angka beban tanggungan
Usia harapan hidup.
Pendapatan Perkapita
10
Tingkat kesehatan
Tingkat pendidikan
Pendapatan
Mata pencaharian
Kesadaran hukum
11
2.6. TEORI BIROKRASI
12
SISTEM BIROKRASI I SISTEM BIROKRASI II
Rowing (mendayung / bekerja sendiri) Steering (menyetir / mengarahkan)
Service (melayani) Empowering (memberdayakan)
Monopoly (menguasai sendirian) Competition (ada persaingan)
Rule-driven (digerakan oleh aturan) Mission-driven (digerakan oleh misi)
Budgeting inputs (menunggu anggaran) Funding outcomes (menghasilkan dana)
Bureaucracy-driven (dikendalikan Customer-driven (dikendalikan
birokrat) pelanggan/ pembayar pajak)
Spending (pengeluaran) Earning (penghasilan/tabungan)
Curing (penyembuhan) Preventing (pencegahan)
Hierarchy (berjenjang) Teamwork/ participation (pelibatan/kerja)
Organization (organisasi, lembaga) Market (pasar,keseimbangan orang
banyak)
13
BAB 3
Kesimpulan Politisasi birokrasi dalam wujud mobilisasi Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilukada
sering sekali terjadi. Hal itu mempunyai tujuan atau kepentingan yaitu untuk melanggengkan
kekuasaan. Ini bisa dilihat dari gejala-gejala mulai dari tidak netralnya birokrasi, penggunaan
fasilitas negara, kompensasi jabatan sampai rotasi jabatan dalam lingkup pemerintah daerah.
Dan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terlihat adanya politisasi birokrasi pada Pemilukada Kabupaten Siak tahun 2011 dalam
bentuk dukungan birokrasi terhadap calon kandidat kepala daerah yang akan bertarung. Hal
ini terbukti dengan adanya beberapa momentum atau kegiatan yang mengumpulkan
sejumlah aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Siak (PNS) untuk dikerahkan sebagai
kekuatan politik dalam bentuk dukungan kepada calon kandidat kepala daerah, dalam kasus
ini yang terbukti adalah mobilisasi birokrasi yang dilakukan oleh pasangan SyamsuarAlfedri
dan OK-Muhazza.
2. Dipergunakan sarana dan prasarana pemerintah sebagai alat untuk membantu proses
politisasi tersebut seperti Aula Kantor Camat, Kantor UPTD, Sekolah 12 serta fasilitas RSUD
dengan maksud penggunaan sarana dan prasarana ini dapat membantu kelancaran kegiatan
politisasi untuk meraih dukungan birokrasi dalam Pemilukada.
3. Adanya kekuasaan yang besar dalam birokrasi, dimana kekuasaan tersebut dapat
dipergunakan sebagai bentuk intervensi politik oleh kalangan tertentu sekaligus dapat
menjadikan birokrasi sebagai instrument atau alat politik yang berguna untuk merebut dan
mempertahankan kekuasaan di dalam pemerintah. Kekuasaan ini pula yang menyebabkan
wewenang birokrasi pada lapisan atas lebih besar ketimbang birokrasi lapisan bawah, dan
menyebabkan adanya keharusan birokrasi lapisan bawah tunduk pada aturan yang dibuat
oleh birokrasi di lapisan atas tersebut.
14
sebagai mesin politik dan birokrasi membutuhkan dukungan politisi sebagai sarana
penunjang karir.
B. Saran
Dalam konteks mencegah adanya politisasi birokrasi dan penegakan aturan tentang netralitas
birokrasi hendaknya ada beberapa hal yang mesti dilakukan:
1. Perlu aturan yang lebih komprehensif dalam membatasi keterlibatan birokrat dalam politik.
Pemberian sanksi tak hanya diberikan kepada PNS yang berkampanye dalam kegiatan
kampanye resmi, namun mesti menjangkau keterlibatan birokrat dalam dukung-mendukung
kandidat secara sembunyisembunyi.
2. Pemberian sanksi hendaknya juga mampu menjangkau pihak yang terbukti mempolitisasi
birokrasi. Selama ini sanksi bagi pihak yang melibatkan PNS dalam kampanye hanyalah pada
penghentian kampanye. Tentu saja sanksi ini terlalu ringan dan ruang lingkupnya terlalu
sempit. Perlu sanksi tegas bagi pihak yang mempolitisasi birokrasi baik dalam kampanye resmi
maupun secara sembunyi-sembunyi.
3. Upaya menghentikan politisasi pada birokrasi ini harus diikuti oleh upaya membangun
budaya dan etika professional di kalangan birokrat dan upaya menghilangkan ketergantungan
politik antara politisi dengan birokrasi. Hal ini penting untuk memberi kepastian para birokrat
dalam bertugas dan memberi motivasi untuk berprestasi serta untuk mewujudkan nilai-nilai
yang terkandung dalam kepentingan publik melalui kemampuan profesionalnya dalam
menyuguhkan alternatif formulasi dan implementasi public policy nya.
15