Anda di halaman 1dari 2

MENGENANG MANDEH SITI MANGGOPOH PENGOBAR PERANG BELASTING DARI MINANGKABAU

OLEH : ANNISA (annisaandhita99@gmail.com)

Mandeh Siti manggopoh adalah salah satu pejuang wanita dari manggopoh, lubuk basung, agam. Pahlawan yang memiliki
nama asli Siti manggopoh ini lahir di manggopoh, hindia belanda, mei 1880. anak dari bapak Sutan tariak dan ibu mak
kipap. Siti manggopoh adalah istri dari hasik bagindo. Pada tahun 1904, keduanya menikah dan beberapa tahun kemudian
di karunia anak yang beri nama Muhammad Yaman (laki-laki) dan Dalima (perempuan).

Pahlawan wanita minang ini di kenal karena pengobarannya di perang belasting, Dalam buku Perempuan-perempuan
Pengukir Sejarah, Mulyono Atmosiswartoputra diceritakan awal mula kemarahan Mande Siti, ketika ia tahu Peraturan Pajak
di tanah Minangkabau pada awal Maret 1908, diganti menjadi Peraturan Tanam Paksa terhadap rakyat. Mande Siti tersulut
amarah sebab merasa harga dirinya diinjak-injak, mengingat peraturan belasting ini mengenakan pajak tanah yang dimiliki
secara turun-temurun. Dan terjadilah pemberontakan rakyat yang dimulai dari Kamang hingga akhirnya merambah ke
Manggopoh, membuat Siti bersama dengan pemuda militan dari Manggopoh, membentuk badan perjuangan yang terdiri
dari 14 orang. Mereka adalah Rasyid (suami Siti), Siti, Majo Ali, St. Marajo Dullah, Tabat, Dukap Marah Sulaiman, Sidi Marah
Kalik, Dullah Pakih Sulai, Muhammad, Unik, Tabuh St. Mangkuto, Sain St. Malik, Rahman Sidi Rajo, dan Kana. pada 16 Juni
1908 meletuslah Perang Manggopoh bersamaan dengan Perang Kamang yang dikenal juga dengan Perang Belasting.

Siti menjadikan dirinya sebagai umpan, dan menyusup ke markas Belanda yang saat itu bikin perjamuan. Setelah berhasil
menyusup, Siti memadamkan lampu dan memberi tanda kepada para pejuang yang sudah siaga di luar. Mereka pun
langsung menyerbu sesudah diperintah dari dalam.Pertarungan para pejuang dan Belanda pun terjadi dalam kegelapan. Siti
membunuh puluhan tentara Belanda begitu juga pejuang lain. Dalam serangan gelap itu, para pejuang, yang tidak satupun
gugur, berhasil membunuh 53 dari 55 serdadu Belanda. Dua yang selamat berhasil kabur ke Lubuk Basung walaupun
dengan luka serius di sekujur tubuhnya. Perang kedua terjadi saat dua antek Belanda yang berhasil kabur itu, meminta
bantuan tentara dari Bukittinggi dan padang pariaman Insiden itu terjadi pada 16 Juni 1908. Mereka sengaja memporak-
porandakan Manggopoh untuk balas dendam. Tak sedikit warga yang menjadi korban kemurkaannya.

Peperangan ini menewaskan seluruh pejuang yang melawan pada saat itu. Ada yang mengatakan pejuang saat itu hanya 5
orang (Tuanku Cik Padang, Tabat, Sidi Marah Khalik, Muhammad, dan Kana), namun ada juga yang mengatakan 3 orang
(Tuanku Cik Padang, Kana, dan Unik). Siti manggopo  yang mendengar daerahnya diobrak-abrik Belanda, akhirnya
mengambil keputusan untuk tetap ikut berperang. Padahal, ia punya anak, yang terpaksa harus ditinggal. Namanya Dalima.

Setelah melakukan penyerangan, Siti Manggopoh pulang ke rumah dan membawa kabur Dalima ke hutan. Di dalam hutan,
Siti Manggopoh merawat anaknya. Namun malang, tentara Belanda kemudian menangkapnya dan membawanya ke Lubuk
Basung, Agam.

Setelah 17 hari buron, Siti bersama suaminya berhasil ditangkap dan dipenjarakan Belanda. Namun, lantaran mempunyai
bayi bernama Dalima, Siti terbebas dari hukuman pembuangan. Sedangkan Rasyid Bagindo Magek dihukum buang ke
Manado dan meninggal di sana.

Siti Manggopoh meninggal di usia 85 tahun, atau tepatnya pada 20 Agustus 1965 di Kampung Gasan Gadang, Kabupaten
Agam. Dia dinobatkan oleh Satria Muda Indonesia sebagai pendekar silat Minang. Gelar tersebut sebagai penghormatan
terhadap kiprah Siti yang juga dikenal sebagai pesilat tangguh sejak remaja.

Anda mungkin juga menyukai