BAB V
GCG & STAKEHOLDER
Tidak dapat diingkari, masih banyak perusahaan yang melihat program ini sebagai suatu
program yang menghabiskan banyak biaya dan merugikan. Bahkan, beberapa perusahaan
menerapkan program ini karena “terpaksa” untuk mengantisipasi penolakan dari masyarakat dan
lingkungan sekitar perusahaan. Selain sisi internal perusahaan, hambatan lainnya dari sisi
eksternal karena belum adanya dukungan regulator dan profesi akuntansi tentang penyajian
pelaporan nonfinansial.
Ahli manajemen dari Harvard Business School, Michael Porter, dalam tulisannya yang
berjudul Strategy and Society: The Link Between Competitive Advantage and Corporate Social
Responsibility (Harvard Business Review, Desember 2006), telah melakukan riset dan
mengemukakan bahwa konsep sosial harus menjadi bagian dari strategi perusahaan. Strategi
perusahaan terkait erat dengan program tanggung jawab sosial. Perusahaan tidak akan
menghilangkan program tanggung jawab sosial itu meski dilanda krisis, kecuali ingin mengubah
strateginya secara mendasar. Sementara pada kasus program tanggung jawab sosial pada
umumnya, begitu perusahaan dilanda krisis, program tanggung jawab sosial akan dipotong lebih
dulu.
1.Profit
Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha.
Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan
untuk terus beroperasi dan berkembang. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak
profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya, sehingga
perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal
mungkin.
2. People
Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Menyadari
bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi
perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan,
kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan. Maka sebagai bagian yang tak terpisahkan
dengan masyarakat lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan
manfaat sebesarbesarnya kepada masyarakat. Misalnya, pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar
perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, serta penguatan kapasitas ekonomi
lokal.
3. Planet
Hubungan perusahaan dengan lingkungan adalah hubungan sebab akibat, dimana jika
perusahaan merawat lingkungan maka lingkungan akan memberikan manfaat kepada
perusahaan. Sudah kewajiban perusahaan untuk peduli terhadap lingkungan hidup dan
berkelanjutan keragaman hayati. Misalnya, penghijauan lingkungan hidup, perbaikan
pemukiman, serta pengembangan pariwisata (ekoturisme). Dalam gagasan tersebut, perusahaan
tidak lagi diharapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu aspek
ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi financialnya saja, namun juga harus memperhatikan
aspek sosial dan lingkungannya. Perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang
berpijak hanya pada single bottle lines yaitu, nilai perusahaan (corporate value) yang
direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja, tetapi tanggung jawab perusahaan
harus berpijak pada triple bottom lines, yaitu berupa: finansial, sosial dan lingkungan. Kondisi
keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh dan berkembang secara
berkelanjutan (sustainable development). Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila
korporasi juga turut memperhatikan demensi sosial dan lingkungan hidup. Konsep CSR
tampaknya dapat memberikan suatu perubahan yang baru dalam dunia bisnis, namun tidak
sedikit pendapat yang meragukannya. Banyak orang berpendapat bahwa sebuah perusahaan yang
kini telah meninggalkan konsep one line reporting dan mulai menggunakan tripple line
reposrting harus diwaspadai dengan ketat karena CSR pada saat itu merupakan suatu trend yang
mungkin saja diikuti perusahaan hanya untuk meningkatkan daya saingnya. CSR dipandang
hanyalah dalih perusahaan untuk menunjukkan citra baik ke publik sehingga beberapa tindakan
kotor dalam perusahaan dapat tertutupi oleh kegiatan CSR. Namun, terlepas dari upaya
pencitraan melalui CSR, perusahaan memang seharusnya tetap giat menyelenggarakan kegiatan
CSR sebagai langkah pastinya dalam bertanggungjawab atas keuntungan yang ia dapatkan dari
lingkungan sosialnya. Pelaksanaan CSR yang baik dan tulus dari perusahaan akan tentunya dapat
menciptakan suatu perkembangan yang terus-menerus bagi perusahaan dan tentunya tidak
merugikan pihak sosial di sekitar perusahaan tersebut.
Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) adalah suatu
tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut)
sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu
berada. CSR atau TJSL sebagai suatu konsep, berkembang pesat sejak 1980 an hingga 1990 an
sebagai reaksi dan suara keprihatinan dari organisasi-organisasi masyarakat sipil dan jaringan
tingkat global untuk meningkatkan perilaku etis, fairness dan responsibilitas korporasi yang tidak
hanya terbatas pada korporasi, tetapi juga pada para stakeholder dan komunitas atau masyarakat
sekitar wilayah kerja dan operasinya.
Pengertian GCG
Pada awalnya, istilah “Corporate Governance” pertama kali dikenalkan oleh Cadbury
Committee di Inggris tahun 1922 yang menggunakan istilah dimaksud dalam laporannya yang
dikenal dengan Cadbury Report (dalam sukrisno Agoes, 2006). Berikut disajikan beberapa
definisi “Corporate Governance” dari beberapa sumber, diantaranya:
3. Tujuan
a. Meningkatkan kinerja organisasi,
b. Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan,
c. Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan
organisasi,
d. Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan.
4. Mekanisme
Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran, wewenang,dan tanggung jawab :
a. Dalam arti sempit
Antar pemilik atau pemegang saham, dewan komisaris dan direksi.
b. Dalam arti luas
Antar seluruh pemangku kepentingan.
Prinsip GCG
Good Corporate Governance merupakan gabungan prinsip-prinsip dasar dalam
membangun suatu tatanan etika kerja dan kerjasama agar tercapai rasa kebersamaan, keadilan,
optimasi dan harmonisasi hubungan sehingga dapat menuju kepada tingkat perkembangan yang
penuh dalam suatu organisasi atau badan usaha.
Prinsip-prinsip dasar tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
Vision
Pengembangan suatu organisasi atau badan usaha harus didasarkan pada adanya visi &
strategi yang jelas dan didukung oleh adanya partisipasi dari seluruh anggota dalam proses
pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pengembangan supaya semua pihak akan merasa
memiliki dan tanggungjawab dalam kemajuan organisasi atau usahanya.
Participation
Dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan hasil keputusan suatu organisasi
atau badan usaha sedapat-dapatnya melibatkan pihak-pihak terkait dan relevan melalui sistem
yang terbuka dan dengan jaminan adanya hak berasosiasi dan penyampaian pendapat.
Equality
Suatu badan usaha atau organisasi yang baik selalu akan member dan menyediakan
peluang yang sama bagi semua anggota atau pihak terkait bagi peningkatan kesejahteraan
melalui usaha bersama di dalam etika usaha yang baik.
Professional
Dalam bahasa sehari-hari professional diartikan “One who engaged in alearned vocation
(Seseorang yang terikat dalam suatu lapangan pekerjaan)”. Dalam konteks ini professional lebih
dikaitkan dengan peningkatan kapasitas kompetensi dan juga moral sehingga pelayanan dapat
dilakukan dengan mudah, cepat dan akurat.
Supervision
Meningkatkan usaha-usaha supervisi terhadap semua aktivitas usaha atau organisasi
sehingga tujuan bersama dapat dicapai secara optimal, efektif dan efisien, serta untuk
meminimalkan potensi kesalahan atau penyimpangan yang mungkin timbul.
Effective & Efficient
Effective berarti “do the things right”, lebih berorientasi pada hasil, sedangkan efficient
berarti “do the right things”, lebih berorientasi pada proses. Apapun yang direncanakan dan
dijalankan oleh suatu organisasi atau badan usaha harus bersifat efektif dan efisien.
Transparent
Dalam konteks good governance, transparency lebih diartikan membangun kepercayaan
yang saling menguntungkan antara pemerintah atau pengelola dengan masyarakat atau
anggotanya melalui ketersediaan informasi yang mudah diakses, lengkap dan up to date.
Accountability/Accountable
Dalam konteks pembicaraan ini accountability lebih difokuskan dalam meningkatkan
tanggungjawab dari pembuat keputusan yang lebih diarahkan dalam menjawab kepentingan
publik atau anggota.
Fairness
Dalam konteks good governance maka fairness lebih diartikan sebagai aturan hukum
harus ditegakan secara adil dan tidak memihak bagi apapun, untuk siapapun dan oleh pihak
manapun.
Honest
Policy, strategi, program, aktivitas dan pelaporan suatu organisasi atau badan usaha harus
dapat dijalankan secara jujur. Segala jenis ketidak-jujuran pada akhirnya akan selalu terbongkar
dan merusak tatanan usaha dan kemitraan yang telah dan sedang dibangun. Tanpa kejujuran
mustahil dapat dibangun trust dan long term partnership.
Manfaat GCG
Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan
terhadap investor dan institusi terkait di pasar modal. Menurut Tjager dkk (2003) mengatakan
bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:
1.Berdasarka survey yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukkan bahwa para
investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang
telah menerapkan GCG.
2. Berdasarkan berbagai analisis ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis
financial dan krisis berkepanjangan di Asia denngan lemahnya tata kelola perusahaan.
3.Internasionalisasi pasar – termasuk liberalisasi pasar financial dan pasar modal menuntut
perusahaan untuk menerapkan GCG.
4.Kalau GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis system ini dapat menjadi dasar bagi
beberkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah
banyak berubah.
5. Secara teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Mas Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan mekanisme penerapan Good
Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan
manfaat antara lain:
6. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham
akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
7. Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).
8. Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
9. Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan
perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.
GCG dan hukum perseroan di Indonesia
Kegiatan perusahaan (perseroan) di Indonesia didasarkan atas paying hokum Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1995 tentan perseroan terbatas. Namun Undang-Undang ini kemudian
dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007. Sebagimana diatur dalam
Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2007, yang dimaksud dengan perseroan adalah badan hokum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007, dikatakan
alasan pencabutan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 untuk diganti dengan Undang-Undang
Nomor 40 tahun 2007. pertimbangan tersebut antar alain karena adanya perubahan dan
perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi, ekonomi, harapan masyarakat tentang
perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian hokum, kesadaran social dan lingkungan, serta
tuntutan pengelolaan usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang
baik.
Ketentuan yang disempurnakan ini, antara lain:
1. Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada,
seperti: telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya (Pasal 77).
2. Kejelasan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status badan hukum dan
pengesahan Anggran dasar Perseroan.
3. Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab direksi dan dewan komisaris,
termasuk mengatur mengenai komisaris independent dan komisaris utusan
4. Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab social dan lingkungan.
Undang-Undang perseroan terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tidak mengatur secara
eksplisit tentang GCG. Meskipun begitu, Undang-Undang ini mengatur secara garis besar
tentang mekanisme hubungan, peran, wewenang, tugas dan tanggung jawab, prosedur dan tata
cara rapat, serta proses pengambilan keputusan dan organ minimal yang harus ada dalam
perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang saham (RUPS), direksi, dan Dewan Komisaris.
Wewenang dari ketiga organ ini diatur dalam Bab I Pasal 1 sebagai berikut:
Ayat 4 Rapat umum pemegang saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ
Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau Dewan
Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Ayat 5 Direksi adalah Organ Perseoran yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuanperseroan
serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan
anggran dasar.
Ayat 6 Dewan komisaris adalan Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada
direksi.
Secara spesifik, wewenang, tugas dan tanggung jawab ketiga organ ini dapat diringkas
sebagai berikut:
1. RUPS
a. Menyetujui dan menetapkan Anggaran Dasar Perusahaan (Pasal 19 ayat 1)
b. Menyetujui pembelian kembali dan pengalihan saham Perseroan (Pasal 38 ayat 1)
c. Menyetujui penambahan dan pengurangan modal Perseroan (Pasal 41 ayat 1 dan Pasal 44
ayat 1)
d. Menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan termasuk laporan keuangan Direksi serta
laporan tugas pengawasan Komisaris (Pasal 69)
e. Menyetujui dan menetapkan penggunaan laba bersih, penyisihan cadangan dan dividen,
serta dividen interim (Pasal 71 dan Pasal 72).
f. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan pailit,
perpanjang jangka waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan (Pasal 89).
g. Menyetujui pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan Komisaris (Pasal 94 dan
Pasal 111)
h. Menetapakan besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi dan Komisaris (Psala 96 dan
Pasal 113).
2. Dewan Komisaris
Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya
pengurusan pada umumnya, dan memberikan nasehat kepada Direksi (Pasal 108 dan
Pasal 114).
Bertanggung jawab rentang secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang
bersangkutan atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 114 ayat 3 dan ayat 4).
Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan bila disebabkan oleh
kesalahan dan kelalian dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberi nasehat (Pasal
115).
Diberi wewenang untuk membrntuk komite yang diperlukan untuk mendukung tugas
Dewan Komiaris.
3. Dewan Direksi
Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan kebijakan
yang dianggap tepat dalam batas yang ditetapkan Undang-Undang dan Anggaran Dasar
Perseroan (Pasal 92)
Bertanggung jawab renteng dan penuh secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang
bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 97)
Mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (Pasal 98)
Wajib membuat daftar pemegang saham, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi (Pasal
100 ayat 1a)
Wajib membuat laporan tahunan (Pasal 100 ayat 1b)
Wajib memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan dan dokumen perseroan
lainnya ditempat kedudukan Perseroan (Pasal 1c dan Pasal 2)
Wajib meminta peesrtujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan atau
menjadikan jaminan utang Perseroan (Pasal 102)
Dengan demikian, RUPS merupakan organ tertinggi dan memegang wewenang tertinggi
dalam perseroan yang berbadan hokum PT. Anggora Dean Komisaris dan Dewan Direksi
diangakt dan diberhentikan oleh RUPS. Dewan komisaris bertugas untuk mengawasi tindakan
Dewan Direksi serta memberikan nasehat dan arahan kepada Dewan Direksi dan menjalankan
operasi perusahaan.dewan Direksi bertugas untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan
berdasarkan arahan dan garis besar kebijakan yang telah ditetapkan oleh RUPS, Dewan
Komisaris, serta Anggaran Dasar Perseroan yang berlaku dalam koridor hokum.
3. Pemegang Saham
a. Menetapkan menejemen yang profesional dan tekun.
b. Memperlihatkan informasi yang relefan terhadap investor.
c. Menghemat, melindungi, dan menumbuhkan aset-aset investor.
d. Menghormati permintaan, saran dan keluhan solusi dari investor
4. Pemasok
a. Mengusahakan terwujudnya prinsip keadilan dan kejujuran.
b. Menjamin aktifitas bisnis terbebas dari pemaksaan.
c. Membantu terciptanya stabilitas hubungan jangka panjang dengan pemasok.
d. Berbagi informasi dengan pemasok.
e. Membayar pemasok tepat pada waktunya.
f. Mencari, mendukung dan mengutamakan pemasok.
5. Pesaing
a. Mengembangkan pasar terbuka untuk perdagangan dan investasi.
b. Mengembangkan perilaku yang bersaing dan menguntungkan secara sosisal.
c. Menghindari dari pemberian gaji atau hadiah yang dapat dipertanyakan.
d. Menghormati hak cipta dan hak paten.
e. Menolak untuk mencuri gagasan baik inofasi maupun penciptaan produk.
6. Masyarakat
a. Menghormati hak asasi manusia dan lembaga-lembaga demokrasi.
b. Mengakui kewajiban kepada pemerintah dan masyarakat.
c. Bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan yang ada di masyarakat.
d. Mengembangkan pembangunan berkelanjutan.
e. Mendukung perdamaian keamanan, keanekaragaman, dan keutuhan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Pieris, John & Wiryawan, N J. 2007. Etika Bisnis dan Good Corporatr Governance. Jakarta:
Pelangi Cendekia.
Agoes, sukrisno & Ardana, I Cenik. 2009. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat.
Hartman DesJardins, Jakarta. 2012. Etika Bisnis oleh Erlangga
Ernawan, Erni. 2011. Business Ethics. Bandung: Alfabeta