Materi KP
Materi KP
4.1. Pendahuluan
Yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan basement adalah penentuan
metode konstruksi galian dan penggunaan retaining wall serta sistem dewatering.
Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan metode konstruksi dan
penggunaan retaining wall, yakni lokasi galian, jenis tanah dan kedalaman galian
basement. Sedangkan hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam penggunaan
sistem dewatering dapat dilihat pada bab 5.
Kedalaman Galian
4.2.Metode Konstruksi
Beberapa metode konstruksi yang biasa dikenal adalah metode open-cut,
metode cut and cover dan metode top-down. Perbedaan mendasar dari metode-
metode tersebut terletak pada penggunaan retaining wall. Pada metode cut and
cover dan metode top-down, dilakukan pemasangan retaining wall terlebih dahulu
sebelum dilakukan penggalian. Sedangkan pada metode open-cut, tidak
menggunakan retaining wall.
Oleh karena itu, sebelum melakukan pemilihan metode konstruksi yang
akan dipakai, dilakukan analisa pertimbangan mengenai lokasi galian basement,
jenis tanah dan kedalaman galian, guna menentukan terlebih dahulu apakah perlu
menggunakan retaining wall atau tidak. Jika memerlukan retaining wall, maka
Metode ini cocok digunakan apabila kondisi muka air tanah tidak lebih
tinggi dari dasar galian, namun hal tersebut dapat dikendalikan dengan sistem
dewatering yang benar. Pada tanah granular, metode ini dapat diaplikasikan
dengan metode dewatering sistem ground-water lowering. Pada tanah kohesif,
metode ini dapat diaplikasikan dengan metode dewatering sistem open pumping.
Adapun penjelasan lebih rinci mengenai sistem dewatering akan dibahas lebih
lanjut pada bab 5.
Pada tanah kohesif, sudut kemiringan lereng dapat lebih besar dan lebih
stabil dibandingkan tanah granular. Tetapi kelongsoran rawan terjadi pada musim
hujan, karena pada jenis tanah kohesif (yang dominan lempung), tanahnya akan
mengembang, menjadi ekspansif, meleleh, menjadi lumpur ketika terkena air
hujan dalam jumlah tertentu. Pada saat hujan akan terjadi penambahan tegangan
air tanah yang dapat mengganggu stabilitas lereng galian.
Kelongsoran juga bisa disebabkan akibat getaran dari kendaraan berat
yang lewat di tepi lereng galian (surcharge load). Oleh karena itu perlu adanya
jarak aman dari tepi lereng galian, sehingga tidak mengganggu kestabilan lereng.
Selain itu, pada metode ini rawan terjadi heave pada dasar galian akibat
kehilangan beban tanah selama penggalian, sehingga tanah di samping galian
akan menjadi suatu beban tambahan pada dasar galian.
Pada kondisi tertentu, untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan pada
lereng galian akibat pengaruh cuaca (hujan), maka lereng galian diproteksi dengan
shot-crete atau gunniting (beton cair yang disemprotkan pada lereng galian) atau
dapat pula ditutupi dengan terpal. Beberapa upaya perkuatan lereng galian yang
1. Penggalian
Penggalian bisa dilakukan dengan konvensional atau dengan berat.
Penggalian dilakukan secara bertahap dalam tingkatan tertentu. Kedalaman pada
tiap tingkat dibatasi tidak lebih dari 10 ft, dengan memperhatikan jenis tanah pada
saat digali. Pemotongan slope atau lereng galian harus dilakukan dengan hati-hati
untuk memastikan kerusakan permukaan tanah lereng cukup minimum.
2. Nailing
Proses nailing dilakukan secepat mungkin setelah penggalian dalam satu
tingkat, untuk mengantisipasi kerusakan permukaan lereng akibat cuaca. Adapun
proses pemasangan nail dapat dilakukan dengan beberapa teknik antara lain :
Driven nail
Nail yang digunakan menggunakan tulangan diameter 15 sampai 46
milimeter atau profil logam lainnya seperti baja dengan tegangan leleh 350
MPa, dipasang cukup rapat ( 2-4 batang per meter persegi ). Tulangan atau
profil baja langsung dimasukkan ke dalam tanah dengan Vibro-Percussion
Pneumatic atau Hydraulic Hammer, tanpa dilakukan pengeboran terlebih
dahulu. Untuk melakukan grouting, dipakai silinder baja (batang baja khusus
yang berongga di tengahnya). Teknik ini cukup ekonomis dan cepat, sekitar
4-6 batang per jam dan cocok untuk tanah yang lunak atau loose. Hal yang
perlu diantisipasi adalah tulangan dapat bengkok ketika dimasukkan ke dalam
tanah.
Drilled nail
Nail menggunakan tulangan ulir, baja mutu tinggi, berdiameter 15 sampai 46
milimeter. Grouting cairan semen dilakukan dengan cara gravitasi
(mengandalkan berat sendirinya) atau dengan dipompa dengan tekanan
rendah. Pada jenis tanah lepas (loose) lubang bor di-grouting dengan
bentonite slurry, untuk menjaga kestabilan lubang bor.
3. Drainase
Sistem drainase diperlukan untuk mengendalikan air permukaan (surface
drainage) dan air tanah, apabila level muka air tanah lebih tinggi dari dasar
galian. Ada 2 sistem drainase pada soil nailing, antara lain :
Drainase dalam, dengan menempatkan pipa-pipa yang lebih panjang dari nail,
untuk menjaga kestabilan lereng, menjaga kadar air dalam tanah sehingga
mengurangi tegangan air tanah. Pipa yang digunakan bisa dari pvc,
berdiameter 2 inchi dan dipasang miring dengan sudut 50-100 terhadap garis
horizontal.
Drainase dangkal, dengan menempatkan pipa kecil, panjang sekitar 12 inchi
untuk mencegah pengumpulan air di belakang permukaan lereng. Jumlah pipa
yang dipasang kurang lebih sama dengan jumlah nail.
1. Temporary Nail
Pada temporary nail, tulangan yang dipakai tidak dilindungi terhadap
korosi, sehingga service period cukup terbatas, kurang dari dua tahun. Grouting
pada tulangan dilakukan dengan alasan untuk meningkatkan lekatan antara
tulangan dengan tanah dan melindungi tulangan selama service period.
Diameter tulangan yang digunakan sekitar 20-32 mm, tebal grouting
minimum 15 mm, sehingga diameter lubang bor ditentukan dari diameter tulangan
baja ditambah tebal grouting. Tulangan diletakkan di tengah-tengah lubang
sehingga ketebalan grouting seragam.
2. Permanent Nail
Pada permanent nail, service period direncanakan lebih lama daripada
temporary nail, lebih dari 2 tahun. Oleh karena itu, untuk melindungi tulangan
dari korosi, maka dipasang selubung dari bahan plastik seperti pvc, untuk
menyelubungi nail. Cara ini cukup efektif dan ekonomis untuk mencegah korosi
dalam jangka waktu yang cukup lama.
Untuk lubang bor yang hanya berfungsi sebagai pondasi, maka dicor sampai
kedalaman yang direncanakan (sampai kedalaman lantai basement terdalam).
Secara garis besar steel sheet pile atau turap baja berdasarkan pada
bentuknya dibedakan menjadi 5 bentuk dasar yaitu :
a) Tipe U (U-type) dikembangkan oleh Larssen.
b) Tipe Z (Z-type) dikembangkan oleh Hoesch.
c) Tipe S (S-type) dikembangkan oleh Terre Rouge.
d) Tipe I (I-type) dikembangkan oleh Peine.
e) Tipe Straight Web dikembangkan oleh Lackawana.
(b) (c)
(d) (e)
Gambar 4.15. Steel sheet pile : (a) tipe U, (b) tipe Z, (c) tipe S, (d) tipe I, (e) Straight Web
Sumber : Bazant (1982, p. 14)
Sheet pile dari beton atau biasa disebut concrete sheet pile, terbuat batang
beton bertulang yang dibuat dengan ukuran penampang dan panjang tertentu,
sesuai dengan perencanaan. Bila dituntut untuk kedap air, maka dapat dilakukan
grouting pada daerah sambungan. Pada saat pemancangan concrete sheet pile,
massa tanah yang dipindahkan cukup besar, sehingga akan menimbulkan desakan
tanah di dalam tanah dan perlawanan akibat gaya gesek tanah sepanjang pile. Oleh
karena itu resiko retak pada bangunan sekitar tetap masih ada.
Untuk galian tanah yang tidak terlalu dalam, maka sheet pile ditanam
begitu saja (cantilever sheet pile), sehingga kestabilan sheet pile sepenuhnya
ditahan oleh tekanan tanah pasif yang timbul di bawah permukaan tanah galian.
Tetapi bila galian cukup dalam dan tekanan tanah serta air tanah cukup besar
maka perlu dipasang support system seperti anchor, bracing atau strutting pada
sheet pile tersebut. Untuk pembahasan lebih lanjut mengenai support system dapat
dilihat pada bab 4.4.
(a) (b)
Gambar 4.24. Contigous Bored Piles Wall yang tersusun dari bored piles
Sumber : Tan, Gue (1998, p. 102)
Gambar 4.33. Contoh skema dinding penahan tanah dengan strutting dan anchor
Sumber : Chew (2009, p. 86)