Value Proposition
Market Size pada dunia pendidikan berbasis digital terbilang cukup tinggi, hal ini
dapat dilihat dari banyak nya perusahaan baru yang menciptakan bisnis pendidikan berbasis
digital karena sudah sewajarnya setiap orang ingin meningkatkan kemampuan mereka yang
akan dibutuhkan di dalam dunia kerja. Ada peluang besar pada dunia pendidikan karena
pendidikan adalah aspek penting dalam kehidupan terutama di era yang kompetitif seperti
sekarang dimana setiap orang menunjukan keterampilan mereka untuk mendapatkan peluang
Informasi dari badan pusat statistic menyatakan bahwa umur 20 – 24 tahun sejumlah
883 ribu pada tahun 2017, dan menurut Lilik Purwandi dari Alvara Research Center (2016)
ada 40% penduduk yang termasuk kedalam middle class yang mempunyai tingkat
pengeluaran sejumlah diatas 2,28 juta rupiah menurut detik finance (2016) dan dapat
Era digital terus berkembang dan bergerak dengan cepat dimana inovasi adalah suatu
keharusan untuk dapat terus berkembang, hal tersebut juga berlaku pada dunia pendidikan.
Risky Maulana melalui media Techinasia (2017) menyatakan bahwa bisnis E-Learning di
Indonesia berpotensi mencapai triliunan rupiah, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain karena permintaan pasar, integrasi dan pengadopsian teknologi, pertumbuhan
17
literasi, serta inisiatif pemerintah yang cukup kuat mendorong
pembelajaran melalui platform online. Menurut hasil penelitian dari E-Learning Industry
melalui media DailySocial Id (2017) negara Indonesia memiliki pertumbuhan pasar sebesar
25% setiap tahunnya dan angka tersebut lebih besar dari rata-rata Asia Tenggara sebesar
17.3%. Oleh karena itu online learning akan terus berkembang karena adanya peluang yang
cukup besar.
perkembangan melalui teknologi, dan ternyata pasar pada bidang tersebut mempunyai cukup
banyak peminat. Pada tahun 2017 ribuan pelajar telah memanfaatkan layanan online learning
maupun platform edukasi. Aditya Hadi Pratama dari media TechinAsia (2018) menyatakan
bahwa online, platform e - learning HarukaEdu mengaku telah memberikan layanan kepada
4.000 user, Start Up pendidikan Squline mempunyai lebih dari 3.000 pengguna berbayar, lalu
kami menemukan data melalui website Bahaso bahwa online learning Bahaso memiliki
350.000 pengguna dan informasi melalui website Studilmu yang memiliki 70.000 pengguna.
Melalui data yang kami dapatkan, Studilmu memiliki 70.000 user dengan total market
value sebesar 21 miliar, HarukaEdu memiliki 4.000 pengguna dengan market value sebesar
1,7 miliar, Squline memiliki 3.000 user dengan total market value sebesar 2,07 Miliar, dan
Bahaso memiliki 350.000 pengguna dengan total market value sebesar 28 miliar. Melalui
kegiatan marketing Speak Up dan dukungan analisa oleh forbes Speak Up dapat memiliki
market share sebesar 3.910 pengguna yang diambil melalui user competitor.
terkait. Analisa akan dilakukan terhadap industri terkait yaitu online learning edukasi di
Porter’s Five Forces. Analisa Porter’s Five Forces model ini digunakan untuk mengetahui
dimana posisi sebuah perusahaan pada suatu industri dengan mengidentifikasi dan
menganalisis lima kekuatan kompetitif yang membentuk setiap industri, sehingga perusahaan
dapat mengetahui dan mengembangkan strategi perusahaan. Lima kekuatan tersebut yaitu :
Rivalry among existing competitor, threat of new entrants, threat of subtitute product or
service, bargaining power of supplier, bargaining power of buyers (Barringer & Ireland,
2016). Analisis Porter’s Five Forces pada Educational Apps adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Porter’s Five Forces Model
Pada dasarnya suatu industri akan lebih menarik jika ancaman pada produk atau
servis penggantinya rendah. Yang artinya setiap produk atau servis dari industri lain tidak
dengan mudah menjadi pengganti dari produk atau servis yang diciptakan (Barringer &
reland, 2016). Ancaman pada industri Educational Apps tergolong high. Alasan berikut
dikarenakan industri edukasi sudah mulai banyak peminatnya dan didukung oleh pemerintah
sehingga bisnis edukasi sudah banyak bermunculan baik online maupun offline. Tetapi
walaupun perusahaan teknologi bisa dengan mudah menciptakan online learning, namun
Yang artinya jika kompetitor tidak dapat dengan mudah masuk kedalam industri yang
diciptakan dan berhasil mengikuti bisnis model dari produk atau servis yang dapat
menghasilkan keuntungan (Barringer & Ireland, 2016). Ancaman dari industri digital tinggi,
hal ini dapat dilihat dari marak nya start up digital yang sudah diciptakan. Di sisi lain
pengembangan edukasi sudah mulai diperhatikan, bisa dikatakan bahwa digital dan edukasi
adalah tipe industri yang akan terus dikembangan di setiap negara. Terlebih lagi sudah
banyak platform atau konten dari suatu aplikasi atau website yang menyediakan konten open
source berbentuk edukasi yang dapat diakses secara gratis seperti YouTube dan Google.
Aplikasi dan website tersebut memudahkan platform untuk menciptakan konten bersifat
Pada industri Educational Apps pesaing yang sudah ada tergolong cukup rendah.
Platform edukasi maupun Aplikasi yang menciptakan konten edukasi di Indonesia sudah
memiliki user yang cukup banyak. Tetapi tidak ada yang fokus kepada komunikasi.
Secara umum industri akan lebih menarik saat daya tawar dari pemasok rendah. Pada
beberapa kasus pemasok dapat menekan keuntungan industri dengan menaikan harga atau
menurunkan kualitas dari produk yang dihasilkan jika pemasok mengurangi kualitas
produknya, pabrik dapat mengurangi harga produksi (Barringer & Ireland, 2016). Daya tawar
supplier di industri online learning terbilang tinggi, karena masih sedikit orang yang
Secara umum industri akan lebih menarik saat kekuatan tawar dari pembeli rendah.
Pembeli dapat menekan harga yang ditawarkan dengan menuntut pengurangan harga atau
peningkatan kualitas (Barringer & Ireland, 2016). Analisis ini dapat mengukur seberapa
besar kekuatan daya tawar dari konsumen, dan kekuatan konsumen akan lebih besar jika
produk atau servis yang di tawarkan tidak memiliki perbedaan dengan kompetitor.
Bargaining power of buyer pada kategori educational apps tergolong low karena di Indonesia
Five Forces Model bisa digunakan untuk mengetahui daya tarik dari suatu industri
atau posisi spesifik didalam industri dengan cara menentukan tingkat ancaman terhadap
profitabilitas industri dari masing - masing kekuatan yang dijelaskan di atas (Barringer &
Ireland, 2016).
Tabel 2.2 Determining the Attractiveness of an Industry Using Five Forces Model
Apps Industry
Threat of Subtitutes √
Analisis daya tarik terhadap suatu industri akan lebih mendalam dari sebelumnya, jika
perusahaan mengisi tabel diatas dan beberapa ancaman pada profitabilitas industri tersebut
tinggi maka perusahaan harus berpikir kembali untuk masuk kedalam industri tersebut atau
tentang posisi yang didapat didalam industri tersebut (Barringer & Ireland, 2016). Hasil
analisa kepada industri online learning pada SpeakUp menghasilkan high pada empat
ancaman dan low pada satu ancaman. Analisa tersebut memberikan arti bahwa ancaman pada
Langkah selanjutnya adalah perusahaan dapat menerapkan Five Forces model untuk
membantu menentukan apakah harus masuk kedalam industri tersebut dengan menjawab
beberapa pertanyaan kunci dibantu oleh tabel 2.1 yaitu Is the industry a realistic place for
our new venture to enter? If we do enter the industry, can our firm do a better job than the
industry as a whole in avoiding or dismissing the impact of the forces that surpress industry
profitability? Is there a unique position in the industry that avoids or dismisses the forces
that surpress industry profitability? Is there superior business model that can be put in place
that would be hard for industry incumbents to duplicate? Dengan menjawab pertanyaan
tersebut akan memungkinkan bisnis baru dapat mengetahui langkah awal yang mungkin
harus dipenuhi untuk dapat sukses pada suatu industri yang akan dimasuki (Bruce R.
Pertanyaan ini dapat dijawab dengan melihat dari keseluruhan dari daya tarik industri,
gambaran dari tabel 2.1 dan dengan melihat apakah peluang untuk bisnis baru terbuka atau
tidak (Bruce R. Barringer & R. Duanne Ireland, 2016). Pada industri online learning
SpeakUp ancaman yang muncul tergolong tinggi dengan menghasilkan low pada dua
ancaman, medium pada satu ancaman dan high pada dua ancaman.
2. If we do enter the industry, can our firm do a better job than the industry as a whole in
avoiding or dismissing the impact of the forces that surpress industry profitability? Yes
Masuk kedalam suatu industri dengan bisnis yang baru dengan ide yang inovatif, tim
manajemen yang ahli, dan tampil lebih baik dibandingkan dengan bisnis yang sudah ada
dapat menjadikan bisnis baru berhasil pada industri tersebut. Mengungguli bisnis yang sudah
ada juga dapat dicapai jika bisnis baru menawarkan produk baru yang menarik dan dapat
mencegah produk tersebut diduplikasi dalam jangka waktu tertentu (Bruce R. Barringer & R.
Duanne Ireland, 2016). Produk dari SpeakUp Apps tergolong inovatif dengan memberikan
konten video yang ekslusif dan diharapkan konten tersebut diciptakan dengan kreatif
sehingga sulit untuk di duplikasi, workshop dibuat dengan kreatif dan tema yang menarik,
menciptakan Virtual Speech dengan menggunakan Virtual Reality untuk melatih komunikasi
users, inovasi lainnya yaitu konsep workshop yang dapat diakses dengan Virtual Reality oleh
premium users
SpeakUp Apps dan system edukasi expirience yang baru yaitu “Role-play simulation”
3. Is there a unique position in the industry that avoids or dismisses the forces that surpress
Dilihat dari tabel 2.1 bahwa ancaman yang kuat adalah oleh threat of new entrant dan
rivalry among existing firms. Threat of new entrant bergantung oleh hambatan masuk suatu
bisnis kedalam industri, hambatan tersebut diantaranya adalah economic of scale, product
distribution channels, goverment and legal barriers. Pada ancaman ini digolongkan kepada
ancaman yang cukup kuat karena dari sisi ekonomi, capital, access to distribution dan
pemerintahan cukup lemah. Posisi unik SpeakUp ada pada Product Differentiation dan cost
advantage, karena produk SpeakUp sendiri tergolong cukup inovatif dan belum dijalankan
4. Is there superior business model that can be put in place that would be hard for industry
Pada era digital setiap perusahaan dapat membuat bahkan menjiplak bisnis yang
tergolong berhasil, terutama oleh perusahaan besar yang sudah ada dan mempunyai modal
lebih banyak dibandingkan perusahaan baru. SpeakUp harus lebih konsentrasi pada masalah
ini dengan membuat produk yang diminati oleh konsumen dan dengan strategi - strategi yang
Dari Analisa 5 forces diatas dapat disimpulkan bahwa industry online learning cukup
sulit untuk dimasuki, tetapi dengan adanya dukungan dari pemerintah dan permintaan dari
masyarakat akan kebutuhan edukasi komunikasi yang efektif maka pasar industry online
Mengetahui perilaku dari calon konsumen adalah suatu hal yang penting dalam
menjalankan bisnis baru karena mereka adalah pengguna masa depan dari produk kami. Oleh
karena itu kami melakukan penelitian dengan menggunakan metode kuesioner dan Focus
Group Discussion untuk mendapatkan perilaku konsumen dari apa yang mereka suka atau
tidak suka mengenai konten pendidikan yang terfokus kepada komunikasi publik. Kami
melakukan pendekatan kuantitatif dan kualitatif karena kami ingin mendapatkan hasil dari
Konsumen kami adalah milenial dengan kisaran umur delapan 18 - 33 tahun, karena
berdasarkan riset oleh Kaytie Zimmerman dari Forbes (2017) menyatakan bahwa
gadget, penelitian juga memperlihatkan bahwa milenial sering menggunakan emojis atau
emoticon saat membalas pesan yang memberikan arti bahwa mereka jarang menggunakan
tersebut memberikan arti bahwa millenials tidak melatih kemampuan komunikasi mereka,
mereka menggunakan teknologi hampir setiap saat oleh karena itu kami ingin millenials
akan kemampuan komunikasi yang baik oleh milenials di dunia kerja maupun di kehidupan
sehari-hari cukup tinggi. Hal ini didukung juga oleh keharusan profesional dalam penguasaan
kemampuan komunikasi publik agar dapat bersaing di dunia kerja. Berdasarkan penelitian
yang kami lakukan sebanyak 81,7 % dari 271 responden menyatakan bahwa publik
Gambar 2.3 menunjukan bahwa 50.7 % responden kami mempunyai alasan malu atau
tidak percaya diri sehingga mereka kurang menguasai komunikasi publik. hal ini berkaitan
dengan pernyataan forbes bahwa Millennials sekarang lebih banyak menggunakan teknologi
dalam berkomunikasi sehingga mereka tidak terbiasa dengan komunikasi langsung yang
Pada gambar 2.4 Responden kami sebanyak 42.6% menyatakan bahwa rumah adalah
lingkungan yang paling nyaman digunakan untuk belajar. Jawaban ini juga didukung oleh
oleh kurangnya percaya diri. Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya halangan bagi responden
Pada gambar 2.5 Sebanyak 69.1% responden menyatakan bahwa tertarik untuk
memilih tema Socializing pada pembelajaran Komunikasi, sebanyak 67.6% memilih tema
Presentation, 58.8% memilih tema Negotiation, dan 54.4% memilih tema Interviews. Ke
empat kategori tersebut merupakan tema pembelajaran yang dominan digemari oleh para
Pada gambar 2.6 Sebanyak 70.6% Responden kami menyatakan bahwa cara mengajar
fun & Exciting adalah cara yang paling di gemari saat belajar komunikasi publik. Hal ini
menunjukan bahwa responden lebih tertarik dengan cara belajar yang tidak terlalu formal, hal
ini juga didukung oleh fenomena tren yang terjadi saat ini dimana industri kreatif telah
Kami juga ingin mengetahui pendapat para konsumen kami mengenai produk BETA
yang kami hasilkan maka dari itu kami melakukan FGD (Focus Group Discussion) untuk
mendapatkan komentar dari calon konsumen kami dan pendapat mereka mengenai Speak Up.
Kami melakukan FGD dengan millennials yang ingin mengikuti program komunikasi
edukasi berbasis digital dan di tempatkan di satu tempat untuk dapat berdiskusi, kami
menanyakan pendapat mereka sesudah kami mempresentasikan servis dan value proposition
dari speak up. Para millennials yang datang menyatakan bahwa produk atau jasa yang di
berikan oleh Speak Up itu sangat menarik bagi mereka karena adanya hal - hal yang baru
yang belum pernah mereka coba seperti penggabungan VR (virtual reality) dengan sistem
edukasi juga sistem role - play yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi mereka,
mereka sangat ingin mencobanya. Value propositon yang kami berikan membuat mereka
tertarik untuk menggunakan Speak Up juga karena Speak Up sangat mudah untuk di akses
dan sangat simple dan teratur layout aplikasinya. Dengan adanya penggabungan antara video
dan kelas (face to face) untuk sistem edukasi membuat mereka tertarik karena dari perkataan
mereka menyatakan bahwa mereka sibuk di pagi sampai sore hari dan punya waktu luang di
malam hari dimana akan melelahkan jika harus hadir dalam kelas untuk belajar, adanya
sistem video yang dapat di tonton dimana saja akan sangat mempermudah cara belajar
mereka tetapi, tentunya face to face seperti kelas juga sangat di butuhkan untuk dapat
berinteraksi langsung dengan sang ahli speaker . Saran atau pendapat dari para millennials
yang menghadiri FGD (focus group discussion) Speak Up menyatakan bahwa mereka ingin
video yang di beri memiliki level (level easy, intermidiate, hard) karena tidak semua orang
memiliki kemampuan atau keahlian komunikasi yang sama, contoh orang marketing dengan
orang teknik akan memiliki kemampuan yang berbeda. Saran dan pendapat mereka akan
kami gunakan untuk meningkatkan kualitas pada speak up agar dapat memenuhi keinginan
Analisa kompetitor difokuskan kepada perusahaan pelatihan komunikasi dan online learning
pangsa pasar konten video dan virtual speech terletak di wilayah kota besar Indonesia.
Kompetitor yang diteliti adalah platform atau educational apps di Indonesia. Kompetitor
tersebut menjadi tolak ukur para konsumen dalam menilai suatu layanan dan produk dari
perusahaan. Berikut analisa mengenai beberapa kompetitor edukasi digital dari SpeakUp.
1. Studilmu User yang hidup dalam lingkungan formalitas bekerja, merasa tidak
perlu challenge yang berlebihan hanya ingin belajar dan mendapatkan ilmu
tanpa susah payah atau ribet. merasa dirinya belum percaya diri tetapi ingin
pengetahuan.
2. Haruka : User anak kuliahan, pemalu, yang menyukai belajar melalui teori,
pembelajarannya.
Dari beberapa penjelasan pada komptetitor, terdapat sebuah POD ( point of different )
● Squiline: memberi system fintech di dalam ecosystem squiline (transaksi point untuk
Tabel 2.5 Competitive Analysis Grid (Bruce R. Barringer & R. Duane Ireland)
Brand Key Key Key Value Custome segment Sales Cost revenue
partner resour activiti propotion r channe structer
ces es relations l
hip
service,
sales &
marketing
, business
English)
ukrida, m,
Kursus gaji investme
zurich kelas
online nt
eech
recognition)
Sertifikat UI
course Flexible
Mandarin schedule
course
Indonesia
n course
Analisa Kompetitor SpeakUp di analisa atas dasar lokasi, Produk atau program,
fasilitas atau benefit dan harga. Setelah analisa kompetitor SpeakUp kami melakukan
technique that indicates how customer percieve competing brand in terms of various
criteria” (Duncan, 2005). Perceptual Map adalah teknik untuk memetakan posisi kompetitor
melalui gambaran posisi sebuah produk atau servis, product line, atau perusahaan yang
mempunyai hubungan dengan kompetitor. Pada industri edukasi yang terfokus kepada
Educational Apps kami memetakan kompetitor berdasarkan dua sumbu, sumbu x adalah
High
price
Speakup
High Low
quality quality
low price
Gambar 2.7 Perceptual Map Canvas Customization
Pada gambar 2.7 terlihat bahwa studilmu memiliki harga yang cukup rendah dan
memiliki kualitas yang kurang baik. Berbeda dengan bahaso.com yang memiliki harga
rendah tetapi kualitas cukup baik. Melalui perceptual map tersebut Speak Up akan
memposisikan diri di bawah squline, yaitu produk yang memiliki kualitas baik dengan harga
yang cukup tinggi. Hal didukung dengan adanya jawaban dari FGD (Focus Discussion
group), seperti halnya pada jawaban group 1 yang dijawab oleh salah satu peserta bernama
“emmm bagus sih memang kontennya jelas tampilan websitenya juga bagus terus isi
kontennya juga menarik dan mudah dimengerti”
“apa ya, bagus sih ya itu pilihan kontennya bagus bisa di pilih sesuai apa yang kita mau”
pada kesempatan lainnya terdapat jawaban dari perwakilan group 2 pada aplikasi harukaedu,
“kalo saya sih melihatnya sedikit agak formal ya lebih ke anak sekolahan bgt aja sih, ya
kualitas biasa aja ga begitu special menurut saya”
“iya kurang lebih sama lah, agak formal dan tampilan webnya biasa aja terus kategori
belajarnya umum aja ga spesifik”.
Adapun penilaian terhadap produk studilmu pada kelompok 1 dengan peserta bernama Rifqi :
“hmmm apa ya, bingung hhaa..ya standard aja sih dari konten yang diberikan walaupun
emang focus komunikasi banget ya terus juga agak formal bgt cara ngomongnya jadi kaya
kelas biasa aja kaku gitu.”
selain itu ada jawaban yang diberikan oleh peserta bernama Ari :
“iya videonya kaya ngajarin anak sekolahan banget, padahal diliat dari tampilannya ini buat
professional gitu jadi agak kurang menurut saya sih iya..”
dan pada produk bahaso terdapat beberapa jawaban dari peserta di group 2 yang bernama
Raka :
“unik ni bagus si…belajar tapi kaya ada main point gitu jadi kita butuh berapa untuk mau
liat video belajar yang kita mau..unik aja sih bagus”.
terdapat juga jawaban dari peserta bernama Adhi “iya jadi aplikasinya lebih masuk ke
kalangan anak muda sih ada game gitu main point jadi menarik perhatian aja”. Dengan
kesimpulan bahwa penulis melakukan kesimpulan dan menempatkan posisi produk pada
gambar 2.7.
Berdasarkan penelitian atau jurnal yang ditulis oleh Elon University pada tahun
(2014) Salah satu karakteristik yang paling signifikan dan konsisten yang menggambarkan
generasi millenials sekarang adalah tingkat pemahaman dan kenyamanan mereka yang tinggi
dengan teknologi yang berarti bahwa kehidupan millenials telah dipengaruhi oleh teknologi
dan mereka berkembang lebih baik dengan bantuan teknologi. Berdasarkan jurnal tersebut
menyatakan bahwa “Tantangan bagi pendidik perguruan tinggi dalam mengajar generasi
millenials adalah menjaga mereka secara aktif terlibat dan tertarik pada materi pelajaran
(McGlynn, 2005), ceramah selalu menjadi metode pengajaran yang tradisional, dan millenials
memiliki kritik terhadap metode pembelajaran tersebut (Ueltschy, 2001)” Jurnal tersebut
menunjukan bahwa teknik pengajaran tradisional sudah tidak efektif lagi dan generasi
millenials sudah jenuh dengan cara pembelajaran tradisional dan menginginkan metode
Jurnal tersebut juga menyatakan bahwa Karena generasi millenials terpapar dengan
teknologi kolaboratif seperti Web 2.0, sekarang millenials berkomunikasi dengan cara yang
berbeda dari generasi sebelumnya. Artinya millenials lebih memilih lingkungan belajar yang
menggunakan teknologi yang memberikan tingkat interaktivitas yang tinggi (Selwyn 2007),
dan memungkinkan mereka mengukur kemajuan untuk mencapai tujuan mereka (Dwyer &
Pospisil 2005 ;Sweeney 2006) yang berarti generasi millenials tumbuh di dunia yang semakin
tujuan menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik dan lebih dalam, untuk
mempengaruhi generasi millenials pembelajaran tersebut harus secara visual yang interaktif
interaktif untuk meningkatkan partisipasi dan pembelajaran siswa (Ueltschy 2001). Penelitian
terbaru tentang penggunaan teknologi dan kinerja siswa menyimpulkan bahwa siswa merasa
(Aviles & Eastman 2012). Studi tersebut menunjukan bahwa aplikasi latihan dengan simulasi
di dalam kelas juga telah terbukti menjadi metode pengajaran yang efektif karena ketika
Simulasi visual adalah suatu metode peniruan dari suatu hal yang nyata beserta
keadaan sekelilingnya yang secara umum menggambarkan sifat - sifat nyata yang
disampaikan dalam bentuk digital (Audio dan Visual). Dengan kata lain SpeakUp
mengajarkan pelajaran dengan meniru situasi di kehidupan nyata yang disampaikan dalam
bentuk digital. Simulasi Role Play akan digunakan dalam sistem SpeakUp dan menyediakan
yaitu :
● Upload video dengan menerapkan teknik yang telah mereka pelajari dari konten Video yang
● Users menerima penilaian dan masukan dari fasilitator dan menerapkan nya dalam video
● Video ahir tersebut dapat dizkembangkan atau digabungkan dengan media sosial dan menjadi
portofolio profesional untuk meningkatkan jaringan dan karir (CV base digital - link to video
● Users menyampaikan dengan jelas dan tepat sasaran isi dan tujuan presentasi
Value Propositions adalah alasan konsumen pindah dari satu produk ke produk
lainnya. Value Proposition mengatasi atau memenuhi kebutuhan pelanggan (Osterwalder &
Pigneur 2010). Value Proposition menciptakan nilai untuk segmen pelanggan melalui
campuran elemen yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan segmen tersebut nilai dapat
the Job Done, Design, Brand/Status, Price, Cost Reduction, Risk Reduction, Accessibility,
Convenience/usability. (Osterwalder & Pigneur 2010). Berdasarkan kutipan diatas dan riset
yang telah kami jalankan, berikut adalah Value Proposition yang dimiliki oleh SpeakUp yaitu
komunikasi users dengan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang lebih baik pada
situasi yang nyata yaitu role play simulation yang ditawarkan oleh SpeakUp. Dengan
teknologi Virtual Reality (VR) SpeakUp menjadi pelopor Apps Edukasi yang menjawab
keluhan konsumen yaitu mereka tidak percaya diri saat berlatih komunikasi dengan banyak
orang, dengan adanya fitur Virtual Reality (VR) konsumen mendapatkan tahap awal dalam
berlatih komunikasi. Selain itu fitur Virtual Reality (VR) juga dapat digunakan untuk
menonton Workshop yang diadakan oleh SpeakUp, hal ini menjawab keluhan konsumen akan
kesibukan mereka di dunia kerja sehingga mereka bisa menyaksikan konten kami tanpa hadir
di Workshop. Pada fitur premium, Speak Up juga menciptakan koneksi antara pengguna
dengan perusahaan yang mencari speaker, perusahaan dapat melihat hasil dari pelatihan
komunikasi pengguna melalui score dan video yang sudah dihasilkan oleh pengguna di
aplikasi sebagai alat dan fitur untuk mempermudah akses dari konsumen. Fitur Virtual
Reality (VR) juga dapat digunakan untuk menonton Workshop yang diadakan oleh SpeakUp.
Hal ini tentunya sesuai dengan perilaku masyarakat Indonesia yang sudah beralih ke Mobile
3. Customization : Dengan konten video dan workshop yang beragam konsumen dapat memilih
4. Price : SpeakUp menyediakan member Premium untuk akses konten baik video maupun
Consumer Pain : Pada industri edukasi kami menemukan beberapa masalah yang dimiliki
oleh para konsumen, masalah ini timbul dikarenakan tidak bertemunya keinginan konsumen
oleh produk yang ditawarkan oleh kompetitor seperti cara belajar yang tidak menyenangkan,
kemampuan komunikasi sehingga mereka akan sukses pada dunia kerja mereka. Selain itu
keinginan konsumen adalah konten yang menarik, fasilitator yang menarik, kemudahan
solusi yang diberikan melalui produk dan servis yaitu Fitur Virtual Reality (VR) Untuk
membantu konsumen yang tidak percaya diri jika mengikuti kelas dengan jumlah murid yang
cukup banyak, juga untuk konsumen yang mempunyai kesibukan agar mendapatkan tahap
awal dan latihan pembelajaran komunikasi, Konten Video dengan berbagai macam tema
Gain Creator : Berdasarkan keinginan para konsumen, SpeakUp menawarkan solusi yaitu
dengan menciptakan konten sekreatif mungkin agar konsumen memiliki banyak pilihan tema
video, Fasilitator yang menarik dan terlatih untuk menunjang pembelajaran, pengembangan
Produk dan Servis : Dengan simulasi Role Play, fitur Virtual Reality (VR), Konten Video
dan Workshop yang menarik serta Fasilitator yang terlatih dan menarik diharapkan dapat
menjadi solusi agar dapat mengembangkan kemampuan komunikasi para konsumen. Dengan
sistem yang diciptakan oleh SpeakUp, diharapkan users dapat memiliki portofolio di bidang
Segmentasi geografis terbagi menjadi dua yaitu untuk workshop bagi millenials yang
berdomisili Jakarta, konten video dan fitur aplikasi untuk seluruh Indonesia. Segmentasi ini
ditentukan berdasarkan fenomena yang terjadi di Indonesia akan penggunaan mobile device
dan kebutuhan akan pembelajaran komunikasi yang fleksibel di Jakarta dikarenakan padatnya
kesibukan di ibu kota Jakarta. Segmentasi Demografis millenials umur 20 - 24, profesional
muda maupun pelajar baik wanita ataupun pria memiliki tingkat ekonomi middle up yang
pengeluarannya mulai dari 2 juta sampai 3 juta per bulan (Finansialku, 2014). Segmentasi ini
Jakarta. Segmentasi psikografis yaitu yang kurang percaya diri atau pemalu, dan juga merasa
bahwa komunikasi itu sangatlah penting di kehidupan nyata, high achiever, menyukai konten
Target market Speak Up adalah para millenials yang high achiever, suka challange
namun pemalu, dengan gaya bicara yang kurang teratur, dan menilai bahwa teknologi itu
characteristic yang ditentukan dengan beberapa jenis seperti geografis, demografis maupun
psikografis.
memudahkan users untuk belajar komunikasi dimanapun dengan metode interaktif dan akan
memberikan pengalaman seperti di dunia yang sebenarnya, yang disesuaikan dengan para
user saat riset fokus grup diskusi kami. Dilihat dari kompetitor kami yaitu Studilmu yang
memiliki konten yang hampir serupa, Studilmu tidak memiliki program yang interaktif.
Penggunaan teknologi dalam sistem edukasi speak up seperti video akan sangat memudahkan
users untuk belajar komunikasi dimanapun mereka berada, juga dengan adanya VR (virtual
reality) yang akan membuat users expirience lebih seru dan menarik akan membuat users
sangat senang saat mempelajari komunikasi. Speak Up juga menghadirkan system edukasi
Role-Play yang sangat interaktif dimana users akan ditantang untuk menjadi seorang
professional speaker yang mempresentasikan sebuah topik kepada investor ataupun penonton
agar dapat meningkatkan kemampuan komunikasi mereka dan bagaimana mereka akan