Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

Value Proposition

2.1 MARKET SIZE, GROWTH AND INDUSTRY ANALYSIS

2.1.1 Market Size and Growth

Market Size pada dunia pendidikan berbasis digital terbilang cukup tinggi, hal ini

dapat dilihat dari banyak nya perusahaan baru yang menciptakan bisnis pendidikan berbasis

digital karena sudah sewajarnya setiap orang ingin meningkatkan kemampuan mereka yang

akan dibutuhkan di dalam dunia kerja. Ada peluang besar pada dunia pendidikan karena

pendidikan adalah aspek penting dalam kehidupan terutama di era yang kompetitif seperti

sekarang dimana setiap orang menunjukan keterampilan mereka untuk mendapatkan peluang

yang lebih baik.

Informasi dari badan pusat statistic menyatakan bahwa umur 20 – 24 tahun sejumlah

883 ribu pada tahun 2017, dan menurut Lilik Purwandi dari Alvara Research Center (2016)

ada 40% penduduk yang termasuk kedalam middle class yang mempunyai tingkat

pengeluaran sejumlah diatas 2,28 juta rupiah menurut detik finance (2016) dan dapat

disimpulkan bahwa market potensial Speak Up sejumlah 388.520.

Era digital terus berkembang dan bergerak dengan cepat dimana inovasi adalah suatu

keharusan untuk dapat terus berkembang, hal tersebut juga berlaku pada dunia pendidikan.

Risky Maulana melalui media Techinasia (2017) menyatakan bahwa bisnis E-Learning di

Indonesia berpotensi mencapai triliunan rupiah, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor

antara lain karena permintaan pasar, integrasi dan pengadopsian teknologi, pertumbuhan
17
literasi, serta inisiatif pemerintah yang cukup kuat mendorong
pembelajaran melalui platform online. Menurut hasil penelitian dari E-Learning Industry

melalui media DailySocial Id (2017) negara Indonesia memiliki pertumbuhan pasar sebesar

25% setiap tahunnya dan angka tersebut lebih besar dari rata-rata Asia Tenggara sebesar

17.3%. Oleh karena itu online learning akan terus berkembang karena adanya peluang yang

cukup besar.

Dengan perkembangan teknologi tersebut dunia pendidikan sudah mulai melakukan

perkembangan melalui teknologi, dan ternyata pasar pada bidang tersebut mempunyai cukup

banyak peminat. Pada tahun 2017 ribuan pelajar telah memanfaatkan layanan online learning

maupun platform edukasi. Aditya Hadi Pratama dari media TechinAsia (2018) menyatakan

bahwa online, platform e - learning HarukaEdu mengaku telah memberikan layanan kepada

4.000 user, Start Up pendidikan Squline mempunyai lebih dari 3.000 pengguna berbayar, lalu

kami menemukan data melalui website Bahaso bahwa online learning Bahaso memiliki

350.000 pengguna dan informasi melalui website Studilmu yang memiliki 70.000 pengguna.

Dari data tersebut Speak Up menganalisa market size yaitu :

Brand User Price Market Values

Studilmu 70.000 Rp. 300.000 21 Billion

HarukaEdu 4.000 Rp. 425.000 1,7 Billion

Squline 3.000 Rp. 690.000 2,07 Billion


Bahaso 350.000 Rp. 80.000 28 Billion

TOTAL 427.000 52 Billion

Tabel 2.1 Market Size Online Learning

Sumber : Penulis (2018)

Melalui data yang kami dapatkan, Studilmu memiliki 70.000 user dengan total market

value sebesar 21 miliar, HarukaEdu memiliki 4.000 pengguna dengan market value sebesar

1,7 miliar, Squline memiliki 3.000 user dengan total market value sebesar 2,07 Miliar, dan

Bahaso memiliki 350.000 pengguna dengan total market value sebesar 28 miliar. Melalui

kegiatan marketing Speak Up dan dukungan analisa oleh forbes Speak Up dapat memiliki

market share sebesar 3.910 pengguna yang diambil melalui user competitor.

2.1.2 Industry Analysis

Sebelum menciptakan perancanaan bisnis model dibutuhkan analisa pada industri

terkait. Analisa akan dilakukan terhadap industri terkait yaitu online learning edukasi di

Indonesia terutama Jabodetabek. Analisa pada industri tersebut menggunakan analisis

Porter’s Five Forces. Analisa Porter’s Five Forces model ini digunakan untuk mengetahui

dimana posisi sebuah perusahaan pada suatu industri dengan mengidentifikasi dan

menganalisis lima kekuatan kompetitif yang membentuk setiap industri, sehingga perusahaan

dapat mengetahui dan mengembangkan strategi perusahaan. Lima kekuatan tersebut yaitu :

Rivalry among existing competitor, threat of new entrants, threat of subtitute product or

service, bargaining power of supplier, bargaining power of buyers (Barringer & Ireland,

2016). Analisis Porter’s Five Forces pada Educational Apps adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Porter’s Five Forces Model

Sumber : Harvard Business Review (2017)

1. Threat of Subtitutes : High

Pada dasarnya suatu industri akan lebih menarik jika ancaman pada produk atau

servis penggantinya rendah. Yang artinya setiap produk atau servis dari industri lain tidak

dengan mudah menjadi pengganti dari produk atau servis yang diciptakan (Barringer &

reland, 2016). Ancaman pada industri Educational Apps tergolong high. Alasan berikut

dikarenakan industri edukasi sudah mulai banyak peminatnya dan didukung oleh pemerintah

sehingga bisnis edukasi sudah banyak bermunculan baik online maupun offline. Tetapi

walaupun perusahaan teknologi bisa dengan mudah menciptakan online learning, namun

belum ada online edukasi yang fokus dalam bidang komunikasi.

2. Threat of New Entrants : High


Secara umum industri akan lebih menarik jika ancaman yang akan masuk rendah.

Yang artinya jika kompetitor tidak dapat dengan mudah masuk kedalam industri yang

diciptakan dan berhasil mengikuti bisnis model dari produk atau servis yang dapat

menghasilkan keuntungan (Barringer & Ireland, 2016). Ancaman dari industri digital tinggi,

hal ini dapat dilihat dari marak nya start up digital yang sudah diciptakan. Di sisi lain

pengembangan edukasi sudah mulai diperhatikan, bisa dikatakan bahwa digital dan edukasi

adalah tipe industri yang akan terus dikembangan di setiap negara. Terlebih lagi sudah

banyak platform atau konten dari suatu aplikasi atau website yang menyediakan konten open

source berbentuk edukasi yang dapat diakses secara gratis seperti YouTube dan Google.

Aplikasi dan website tersebut memudahkan platform untuk menciptakan konten bersifat

edukasi yang dapat diakses secara gratis.

3. Rivalry Among Existing Competitor : High

Pada industri Educational Apps pesaing yang sudah ada tergolong cukup rendah.

Platform edukasi maupun Aplikasi yang menciptakan konten edukasi di Indonesia sudah

memiliki user yang cukup banyak. Tetapi tidak ada yang fokus kepada komunikasi.

4. Bargaining Power of Suplliers : High

Secara umum industri akan lebih menarik saat daya tawar dari pemasok rendah. Pada

beberapa kasus pemasok dapat menekan keuntungan industri dengan menaikan harga atau

menurunkan kualitas dari produk yang dihasilkan jika pemasok mengurangi kualitas

produknya, pabrik dapat mengurangi harga produksi (Barringer & Ireland, 2016). Daya tawar

supplier di industri online learning terbilang tinggi, karena masih sedikit orang yang

kompeten untuk membuat konten video yang berkualitas.

5. Bargaining Power of Buyer : low

Secara umum industri akan lebih menarik saat kekuatan tawar dari pembeli rendah.

Pembeli dapat menekan harga yang ditawarkan dengan menuntut pengurangan harga atau
peningkatan kualitas (Barringer & Ireland, 2016). Analisis ini dapat mengukur seberapa

besar kekuatan daya tawar dari konsumen, dan kekuatan konsumen akan lebih besar jika

produk atau servis yang di tawarkan tidak memiliki perbedaan dengan kompetitor.

Bargaining power of buyer pada kategori educational apps tergolong low karena di Indonesia

online learning communication termasuk kedalam niche market.

Five Forces Model bisa digunakan untuk mengetahui daya tarik dari suatu industri

atau posisi spesifik didalam industri dengan cara menentukan tingkat ancaman terhadap

profitabilitas industri dari masing - masing kekuatan yang dijelaskan di atas (Barringer &

Ireland, 2016).

Tabel 2.2 Determining the Attractiveness of an Industry Using Five Forces Model

(Bruce R. Barringer & R. Duanne Ireland, 2016) SpeakUp Apps in Educational

Apps Industry

Speak Up Apps Threat to Industry Profitability

Competitive Force Low Medium High

Threat of Subtitutes √

Threat of New Entrant √

Rivalry Among Existing Firms √

Bargaining Power of Suppliers √


Bargaining Power of Buyers √

Sumber : Penulis (2018)

Analisis daya tarik terhadap suatu industri akan lebih mendalam dari sebelumnya, jika

perusahaan mengisi tabel diatas dan beberapa ancaman pada profitabilitas industri tersebut

tinggi maka perusahaan harus berpikir kembali untuk masuk kedalam industri tersebut atau

tentang posisi yang didapat didalam industri tersebut (Barringer & Ireland, 2016). Hasil

analisa kepada industri online learning pada SpeakUp menghasilkan high pada empat

ancaman dan low pada satu ancaman. Analisa tersebut memberikan arti bahwa ancaman pada

profitabilitas industri online learning tergolong cukup tinggi.

Langkah selanjutnya adalah perusahaan dapat menerapkan Five Forces model untuk

membantu menentukan apakah harus masuk kedalam industri tersebut dengan menjawab

beberapa pertanyaan kunci dibantu oleh tabel 2.1 yaitu Is the industry a realistic place for

our new venture to enter? If we do enter the industry, can our firm do a better job than the

industry as a whole in avoiding or dismissing the impact of the forces that surpress industry

profitability? Is there a unique position in the industry that avoids or dismisses the forces

that surpress industry profitability? Is there superior business model that can be put in place

that would be hard for industry incumbents to duplicate? Dengan menjawab pertanyaan

tersebut akan memungkinkan bisnis baru dapat mengetahui langkah awal yang mungkin

harus dipenuhi untuk dapat sukses pada suatu industri yang akan dimasuki (Bruce R.

Barringer & R. Duanne Ireland, 2016).

1. Is the industry a realistic place for our new venture to enter? No

Pertanyaan ini dapat dijawab dengan melihat dari keseluruhan dari daya tarik industri,

gambaran dari tabel 2.1 dan dengan melihat apakah peluang untuk bisnis baru terbuka atau

tidak (Bruce R. Barringer & R. Duanne Ireland, 2016). Pada industri online learning
SpeakUp ancaman yang muncul tergolong tinggi dengan menghasilkan low pada dua

ancaman, medium pada satu ancaman dan high pada dua ancaman.

2. If we do enter the industry, can our firm do a better job than the industry as a whole in

avoiding or dismissing the impact of the forces that surpress industry profitability? Yes

Masuk kedalam suatu industri dengan bisnis yang baru dengan ide yang inovatif, tim

manajemen yang ahli, dan tampil lebih baik dibandingkan dengan bisnis yang sudah ada

dapat menjadikan bisnis baru berhasil pada industri tersebut. Mengungguli bisnis yang sudah

ada juga dapat dicapai jika bisnis baru menawarkan produk baru yang menarik dan dapat

mencegah produk tersebut diduplikasi dalam jangka waktu tertentu (Bruce R. Barringer & R.

Duanne Ireland, 2016). Produk dari SpeakUp Apps tergolong inovatif dengan memberikan

konten video yang ekslusif dan diharapkan konten tersebut diciptakan dengan kreatif

sehingga sulit untuk di duplikasi, workshop dibuat dengan kreatif dan tema yang menarik,

menciptakan Virtual Speech dengan menggunakan Virtual Reality untuk melatih komunikasi

users, inovasi lainnya yaitu konsep workshop yang dapat diakses dengan Virtual Reality oleh

premium users

SpeakUp Apps dan system edukasi expirience yang baru yaitu “Role-play simulation”

3. Is there a unique position in the industry that avoids or dismisses the forces that surpress

industry profitability? yes

Dilihat dari tabel 2.1 bahwa ancaman yang kuat adalah oleh threat of new entrant dan

rivalry among existing firms. Threat of new entrant bergantung oleh hambatan masuk suatu

bisnis kedalam industri, hambatan tersebut diantaranya adalah economic of scale, product

differentiation, capital requirement, cost advantage independent of size, access to

distribution channels, goverment and legal barriers. Pada ancaman ini digolongkan kepada

ancaman yang cukup kuat karena dari sisi ekonomi, capital, access to distribution dan

pemerintahan cukup lemah. Posisi unik SpeakUp ada pada Product Differentiation dan cost
advantage, karena produk SpeakUp sendiri tergolong cukup inovatif dan belum dijalankan

oleh bisnis yang sudah ada.

4. Is there superior business model that can be put in place that would be hard for industry

incumbents to duplicate? Yes

Pada era digital setiap perusahaan dapat membuat bahkan menjiplak bisnis yang

tergolong berhasil, terutama oleh perusahaan besar yang sudah ada dan mempunyai modal

lebih banyak dibandingkan perusahaan baru. SpeakUp harus lebih konsentrasi pada masalah

ini dengan membuat produk yang diminati oleh konsumen dan dengan strategi - strategi yang

sesuai untuk membangun brand Equity perusahaan.

Dari Analisa 5 forces diatas dapat disimpulkan bahwa industry online learning cukup

sulit untuk dimasuki, tetapi dengan adanya dukungan dari pemerintah dan permintaan dari

masyarakat akan kebutuhan edukasi komunikasi yang efektif maka pasar industry online

komunikasi memiliki demand yang cukup besar.

2.2 Consumer Research

Mengetahui perilaku dari calon konsumen adalah suatu hal yang penting dalam

menjalankan bisnis baru karena mereka adalah pengguna masa depan dari produk kami. Oleh

karena itu kami melakukan penelitian dengan menggunakan metode kuesioner dan Focus

Group Discussion untuk mendapatkan perilaku konsumen dari apa yang mereka suka atau

tidak suka mengenai konten pendidikan yang terfokus kepada komunikasi publik. Kami

melakukan pendekatan kuantitatif dan kualitatif karena kami ingin mendapatkan hasil dari

berbagai macam orang dan jenis lingkungan.

Konsumen kami adalah milenial dengan kisaran umur delapan 18 - 33 tahun, karena

berdasarkan riset oleh Kaytie Zimmerman dari Forbes (2017) menyatakan bahwa

kemampuan komunikasi milenial telah menurun dikarenakan mereka sering menggunakan

gadget, penelitian juga memperlihatkan bahwa milenial sering menggunakan emojis atau
emoticon saat membalas pesan yang memberikan arti bahwa mereka jarang menggunakan

kemampuan komunikasi secara langsung terutama kemampuan komunikasi publik. Riset

tersebut memberikan arti bahwa millenials tidak melatih kemampuan komunikasi mereka,

mereka menggunakan teknologi hampir setiap saat oleh karena itu kami ingin millenials

menggunakan teknologi juga untuk meningkatkan skill mereka terutama komunikasi.

Apakah Menurut Anda Public Speaking Itu Penting?

Gambar 2.2 Apakah Menurut Anda Public Speaking Itu Penting

Sumber : Penulis (2018)

Berdasarkan market overview di Jabodetabek dapat disimpulkan bahwa keinginan

akan kemampuan komunikasi yang baik oleh milenials di dunia kerja maupun di kehidupan

sehari-hari cukup tinggi. Hal ini didukung juga oleh keharusan profesional dalam penguasaan

kemampuan komunikasi publik agar dapat bersaing di dunia kerja. Berdasarkan penelitian

yang kami lakukan sebanyak 81,7 % dari 271 responden menyatakan bahwa publik

komunikasi adalah kemampuan yang penting.

Hal apa yang mempengaruhi skill komunikasi anda?

Gambar 2.3 Alasan Tidak Belajar Komunikasi


Sumber : Penulis (2018)

Gambar 2.3 menunjukan bahwa 50.7 % responden kami mempunyai alasan malu atau

tidak percaya diri sehingga mereka kurang menguasai komunikasi publik. hal ini berkaitan

dengan pernyataan forbes bahwa Millennials sekarang lebih banyak menggunakan teknologi

dalam berkomunikasi sehingga mereka tidak terbiasa dengan komunikasi langsung yang

membuat mereka gugup atau tidak percaya diri.

Gambar 2.4 Lingkungan Belajar yang Nyaman

Sumber : Penulis (2018)

Pada gambar 2.4 Responden kami sebanyak 42.6% menyatakan bahwa rumah adalah

lingkungan yang paling nyaman digunakan untuk belajar. Jawaban ini juga didukung oleh

pernyataan responden sebelumnya bahwa mereka tidak menguasai komunikasi disebabkan

oleh kurangnya percaya diri. Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya halangan bagi responden

untuk mempelajari komunikasi dikarenakan pembelajaran komunikasi yang ada

mengharuskan responden menghadiri kelas.


Gambar 2.5 Tema Pembelajaran Komunikasi Publik

Sumber : Penulis (2018)

Pada gambar 2.5 Sebanyak 69.1% responden menyatakan bahwa tertarik untuk

memilih tema Socializing pada pembelajaran Komunikasi, sebanyak 67.6% memilih tema

Presentation, 58.8% memilih tema Negotiation, dan 54.4% memilih tema Interviews. Ke

empat kategori tersebut merupakan tema pembelajaran yang dominan digemari oleh para

millenials dalam aktifitas komunikasi mereka.


Gambar 2.6 Cara Mengajar yang Diinginkan

Sumber : Penulis (2018)

Pada gambar 2.6 Sebanyak 70.6% Responden kami menyatakan bahwa cara mengajar

fun & Exciting adalah cara yang paling di gemari saat belajar komunikasi publik. Hal ini

menunjukan bahwa responden lebih tertarik dengan cara belajar yang tidak terlalu formal, hal

ini juga didukung oleh fenomena tren yang terjadi saat ini dimana industri kreatif telah

banyak diminati oleh masyarakat.

Kami juga ingin mengetahui pendapat para konsumen kami mengenai produk BETA

yang kami hasilkan maka dari itu kami melakukan FGD (Focus Group Discussion) untuk

mendapatkan komentar dari calon konsumen kami dan pendapat mereka mengenai Speak Up.

Kami melakukan FGD dengan millennials yang ingin mengikuti program komunikasi

edukasi berbasis digital dan di tempatkan di satu tempat untuk dapat berdiskusi, kami

menanyakan pendapat mereka sesudah kami mempresentasikan servis dan value proposition

dari speak up. Para millennials yang datang menyatakan bahwa produk atau jasa yang di

berikan oleh Speak Up itu sangat menarik bagi mereka karena adanya hal - hal yang baru
yang belum pernah mereka coba seperti penggabungan VR (virtual reality) dengan sistem

edukasi juga sistem role - play yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi mereka,

mereka sangat ingin mencobanya. Value propositon yang kami berikan membuat mereka

tertarik untuk menggunakan Speak Up juga karena Speak Up sangat mudah untuk di akses

dan sangat simple dan teratur layout aplikasinya. Dengan adanya penggabungan antara video

dan kelas (face to face) untuk sistem edukasi membuat mereka tertarik karena dari perkataan

mereka menyatakan bahwa mereka sibuk di pagi sampai sore hari dan punya waktu luang di

malam hari dimana akan melelahkan jika harus hadir dalam kelas untuk belajar, adanya

sistem video yang dapat di tonton dimana saja akan sangat mempermudah cara belajar

mereka tetapi, tentunya face to face seperti kelas juga sangat di butuhkan untuk dapat

berinteraksi langsung dengan sang ahli speaker . Saran atau pendapat dari para millennials

yang menghadiri FGD (focus group discussion) Speak Up menyatakan bahwa mereka ingin

video yang di beri memiliki level (level easy, intermidiate, hard) karena tidak semua orang

memiliki kemampuan atau keahlian komunikasi yang sama, contoh orang marketing dengan

orang teknik akan memiliki kemampuan yang berbeda. Saran dan pendapat mereka akan

kami gunakan untuk meningkatkan kualitas pada speak up agar dapat memenuhi keinginan

para millennials yang ingin belajar mengenai komunikasi.

2.3 Competitor Analysis

Analisa kompetitor digunakan untuk menjalankan bisnis model pada SpeakUp.

Analisa kompetitor difokuskan kepada perusahaan pelatihan komunikasi dan online learning

communication. Pangsa pasar workshop SpeakUp terletak di wilayah jakarta, sedangkan

pangsa pasar konten video dan virtual speech terletak di wilayah kota besar Indonesia.

Kompetitor yang diteliti adalah platform atau educational apps di Indonesia. Kompetitor
tersebut menjadi tolak ukur para konsumen dalam menilai suatu layanan dan produk dari

perusahaan. Berikut analisa mengenai beberapa kompetitor edukasi digital dari SpeakUp.

1. Studilmu User yang hidup dalam lingkungan formalitas bekerja, merasa tidak

perlu challenge yang berlebihan hanya ingin belajar dan mendapatkan ilmu

tanpa susah payah atau ribet. merasa dirinya belum percaya diri tetapi ingin

meningkatkan kemampuan komunikasinya dan juga suka berbagi

pengetahuan.

2. Haruka : User anak kuliahan, pemalu, yang menyukai belajar melalui teori,

are fully scheduled

3. Squline : User yang pemalu, fleksibel,menggunakan teknologi dari sisi fungsi,

ingin adanya akreditasi dari yang mereka lakukan.

4. Bahaso : User yang fleksibel, yang mengutamakan akreditasi dari

pembelajarannya.

Dari beberapa penjelasan pada komptetitor, terdapat sebuah POD ( point of different )

competitor yang dapat digambarkan sebagai berikut :

● studilmu: user dapat mengajar dalam ecosystem studilmu.

● Haruka: Memiliki struktur pengajaran seperti perkuliahan (jadwal per semester)

● Squiline: memberi system fintech di dalam ecosystem squiline (transaksi point untuk

dapat belajar) dan juga adanya sertifikasi.

● Bahaso: Adanya dukungan dengan universitas ternama (UI) untuk pengembangan

konten dan metodelogi pembelajaran.

Tabel 2.5 Competitive Analysis Grid (Bruce R. Barringer & R. Duane Ireland)

Sumber : Penulis (2018)

Brand Key Key Key Value Custome segment Sales Cost revenue
partner resour activiti propotion r channe structer

ces es relations l

hip

Studilmu Expert Video Kualitas Call 22 – 30 Apps, Gaji subscript

instructu learnin video, center 24 young web karyawa ion


(komunik
re g certificate hour professio n dan
asi,
nal - marktin
leadership
proffesio g
,
nal
customer

service,

sales &

marketing

, business

English)

Harukaed Universi Online Affordable, 20 - 30 univers Marketi Partnersi

u tas progra socialibility ity ng, p

ukrida, m,
Kursus gaji investme
zurich kelas
online nt

Bahaso Universi Online Fitur 24 jam 20 - 27 App, Gaji enroll

ty UI video (kurikulum akses web karyawa


English
dan level, belajar n,
course
interactive,sp content

eech

recognition)

Sertifikat UI

Squiline Gojek, Online Daily class, Scholarsh 20 - 30 web Gaji enroll

blibli.co video ip karyawa


English Foreign
m n
course Private teacher, Progress

class certificate report


Japanese

course Flexible
Mandarin schedule

course

Indonesia

n course

Analisa Kompetitor SpeakUp di analisa atas dasar lokasi, Produk atau program,

fasilitas atau benefit dan harga. Setelah analisa kompetitor SpeakUp kami melakukan

pemetaan posisi kompetitor dengan menggunakan perceptual map. “A visualization

technique that indicates how customer percieve competing brand in terms of various

criteria” (Duncan, 2005). Perceptual Map adalah teknik untuk memetakan posisi kompetitor

melalui gambaran posisi sebuah produk atau servis, product line, atau perusahaan yang

mempunyai hubungan dengan kompetitor. Pada industri edukasi yang terfokus kepada

Educational Apps kami memetakan kompetitor berdasarkan dua sumbu, sumbu x adalah

faktor kualitas produk atau program dan sumbu y adalah Harga.

High

price

Speakup

High Low

quality quality

low price
Gambar 2.7 Perceptual Map Canvas Customization

Sumber : Penulis (2018)

Pada gambar 2.7 terlihat bahwa studilmu memiliki harga yang cukup rendah dan

memiliki kualitas yang kurang baik. Berbeda dengan bahaso.com yang memiliki harga

rendah tetapi kualitas cukup baik. Melalui perceptual map tersebut Speak Up akan

memposisikan diri di bawah squline, yaitu produk yang memiliki kualitas baik dengan harga

yang cukup tinggi. Hal didukung dengan adanya jawaban dari FGD (Focus Discussion

group), seperti halnya pada jawaban group 1 yang dijawab oleh salah satu peserta bernama

fahmi pada produk squline :

“emmm bagus sih memang kontennya jelas tampilan websitenya juga bagus terus isi
kontennya juga menarik dan mudah dimengerti”

ada pun jawaban dari peserta lain bernama Adhi :

“apa ya, bagus sih ya itu pilihan kontennya bagus bisa di pilih sesuai apa yang kita mau”
pada kesempatan lainnya terdapat jawaban dari perwakilan group 2 pada aplikasi harukaedu,

dengan jawaban menurut peserta bernama luthfi :

“kalo saya sih melihatnya sedikit agak formal ya lebih ke anak sekolahan bgt aja sih, ya
kualitas biasa aja ga begitu special menurut saya”

kemudian dijawab juga oleh peserta bernama raka :

“iya kurang lebih sama lah, agak formal dan tampilan webnya biasa aja terus kategori
belajarnya umum aja ga spesifik”.

Adapun penilaian terhadap produk studilmu pada kelompok 1 dengan peserta bernama Rifqi :

“hmmm apa ya, bingung hhaa..ya standard aja sih dari konten yang diberikan walaupun
emang focus komunikasi banget ya terus juga agak formal bgt cara ngomongnya jadi kaya
kelas biasa aja kaku gitu.”

selain itu ada jawaban yang diberikan oleh peserta bernama Ari :
“iya videonya kaya ngajarin anak sekolahan banget, padahal diliat dari tampilannya ini buat
professional gitu jadi agak kurang menurut saya sih iya..”
dan pada produk bahaso terdapat beberapa jawaban dari peserta di group 2 yang bernama

Raka :

“unik ni bagus si…belajar tapi kaya ada main point gitu jadi kita butuh berapa untuk mau
liat video belajar yang kita mau..unik aja sih bagus”.

terdapat juga jawaban dari peserta bernama Adhi “iya jadi aplikasinya lebih masuk ke

kalangan anak muda sih ada game gitu main point jadi menarik perhatian aja”. Dengan

kesimpulan bahwa penulis melakukan kesimpulan dan menempatkan posisi produk pada

gambar 2.7.

2.4 Related Theory or Journal That Support Value Proposition

Berdasarkan penelitian atau jurnal yang ditulis oleh Elon University pada tahun

(2014) Salah satu karakteristik yang paling signifikan dan konsisten yang menggambarkan

generasi millenials sekarang adalah tingkat pemahaman dan kenyamanan mereka yang tinggi

dengan teknologi yang berarti bahwa kehidupan millenials telah dipengaruhi oleh teknologi

dan mereka berkembang lebih baik dengan bantuan teknologi. Berdasarkan jurnal tersebut

menyatakan bahwa “Tantangan bagi pendidik perguruan tinggi dalam mengajar generasi

millenials adalah menjaga mereka secara aktif terlibat dan tertarik pada materi pelajaran

(McGlynn, 2005), ceramah selalu menjadi metode pengajaran yang tradisional, dan millenials

memiliki kritik terhadap metode pembelajaran tersebut (Ueltschy, 2001)” Jurnal tersebut

menunjukan bahwa teknik pengajaran tradisional sudah tidak efektif lagi dan generasi

millenials sudah jenuh dengan cara pembelajaran tradisional dan menginginkan metode

pengajaran yang baru.

Jurnal tersebut juga menyatakan bahwa Karena generasi millenials terpapar dengan

teknologi kolaboratif seperti Web 2.0, sekarang millenials berkomunikasi dengan cara yang

berbeda dari generasi sebelumnya. Artinya millenials lebih memilih lingkungan belajar yang

menggunakan teknologi yang memberikan tingkat interaktivitas yang tinggi (Selwyn 2007),
dan memungkinkan mereka mengukur kemajuan untuk mencapai tujuan mereka (Dwyer &

Pospisil 2005 ;Sweeney 2006) yang berarti generasi millenials tumbuh di dunia yang semakin

inovatif dan interaktif.

Penellitian sebelumnya juga mendukung pengenalan metode pengajaran baru dengan

tujuan menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik dan lebih dalam, untuk

mempengaruhi generasi millenials pembelajaran tersebut harus secara visual yang interaktif

(Nicoletti & Merriman 2007). Studi sebelumnya merekomendasikan penggunaan teknologi

interaktif untuk meningkatkan partisipasi dan pembelajaran siswa (Ueltschy 2001). Penelitian

terbaru tentang penggunaan teknologi dan kinerja siswa menyimpulkan bahwa siswa merasa

pembelajaran menggunakan teknologi interaktif adalah pembelajaran yang paling efektif

(Aviles & Eastman 2012). Studi tersebut menunjukan bahwa aplikasi latihan dengan simulasi

di dalam kelas juga telah terbukti menjadi metode pengajaran yang efektif karena ketika

diajarkan menggunakan simulasi, siswa lebih berhasil dalam memperoleh dan

mempertahankan keterampilan ini dan menerapkan nya ke dunia nyata.

Simulasi visual adalah suatu metode peniruan dari suatu hal yang nyata beserta

keadaan sekelilingnya yang secara umum menggambarkan sifat - sifat nyata yang

disampaikan dalam bentuk digital (Audio dan Visual). Dengan kata lain SpeakUp

mengajarkan pelajaran dengan meniru situasi di kehidupan nyata yang disampaikan dalam

bentuk digital. Simulasi Role Play akan digunakan dalam sistem SpeakUp dan menyediakan

struktur dimana users dapat mengikuti struktur tersebut,

yaitu :

● Upload video dengan menerapkan teknik yang telah mereka pelajari dari konten Video yang

diciptakan oleh SpeakUp

● SpeakUp memberikan penilaian dengan menganalisa rekaman video

presentasi yang diberikan oleh users


● Users menerima tanggapan yang bersifat konstruktif dari fasilitator profesional melalui

interaksi online maupun offline

● Users menerima penilaian dan masukan dari fasilitator dan menerapkan nya dalam video

Role Play kedua yang disebut proposal presentasi

● Video ahir tersebut dapat dizkembangkan atau digabungkan dengan media sosial dan menjadi

portofolio profesional untuk meningkatkan jaringan dan karir (CV base digital - link to video

to see the speaking skills)

Curriculum Objective dari metode Role Play tersebut adalah:

● Users menyampaikan dengan jelas dan tepat sasaran isi dan tujuan presentasi

● Users mengikuti tahap proses untuk mencapai tujuan

● Users dapat memperlihatkan keterampilan komunikasinya

● Users meningkatkan keterampilan presentasi untuk berkomunikasi dengan audiens

● Mendapatkan feedback yang baik dan mencari penyelesaian masalah

Gambar 2.8 Simulasi Role Play

Sumber : Elon University


2.5 Value Proposition and Idea Generation

2.5.1 Value Proposition

Value Propositions adalah alasan konsumen pindah dari satu produk ke produk

lainnya. Value Proposition mengatasi atau memenuhi kebutuhan pelanggan (Osterwalder &

Pigneur 2010). Value Proposition menciptakan nilai untuk segmen pelanggan melalui

campuran elemen yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan segmen tersebut nilai dapat

berupa kuatitatif (Harga, kecepatan pelayanan), atau kualitatif (Desain, Pengalaman

konsumen), sebelas elemen tersebut adalah Newness, Performance, Customization, Getting

the Job Done, Design, Brand/Status, Price, Cost Reduction, Risk Reduction, Accessibility,

Convenience/usability. (Osterwalder & Pigneur 2010). Berdasarkan kutipan diatas dan riset

yang telah kami jalankan, berikut adalah Value Proposition yang dimiliki oleh SpeakUp yaitu

1. Newness : Dengan metode baru dari pembelajaran yang meningkatkan kemampuan

komunikasi users dengan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang lebih baik pada

situasi yang nyata yaitu role play simulation yang ditawarkan oleh SpeakUp. Dengan

teknologi Virtual Reality (VR) SpeakUp menjadi pelopor Apps Edukasi yang menjawab

keluhan konsumen yaitu mereka tidak percaya diri saat berlatih komunikasi dengan banyak

orang, dengan adanya fitur Virtual Reality (VR) konsumen mendapatkan tahap awal dalam

berlatih komunikasi. Selain itu fitur Virtual Reality (VR) juga dapat digunakan untuk

menonton Workshop yang diadakan oleh SpeakUp, hal ini menjawab keluhan konsumen akan

kesibukan mereka di dunia kerja sehingga mereka bisa menyaksikan konten kami tanpa hadir

di Workshop. Pada fitur premium, Speak Up juga menciptakan koneksi antara pengguna

dengan perusahaan yang mencari speaker, perusahaan dapat melihat hasil dari pelatihan

komunikasi pengguna melalui score dan video yang sudah dihasilkan oleh pengguna di

dalam Speak Up.


2. Performance/Accessbility/Convinience : User Friendly Mobile Apps, SpeakUp menggunakan

aplikasi sebagai alat dan fitur untuk mempermudah akses dari konsumen. Fitur Virtual

Reality (VR) juga dapat digunakan untuk menonton Workshop yang diadakan oleh SpeakUp.

Hal ini tentunya sesuai dengan perilaku masyarakat Indonesia yang sudah beralih ke Mobile

& Technology (Morgan Stanley Research 2017)

3. Customization : Dengan konten video dan workshop yang beragam konsumen dapat memilih

atau menghadiri konten yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

4. Price : SpeakUp menyediakan member Premium untuk akses konten baik video maupun

workshop tanpa batas dengan harga yang bersaing dengan kompetitor.

2.5.1.1 Value Proposition Canvas

Gambar 2.9 Value Proporsition Canvas

Sumber : Penulis (2018)

Costumer Job : Belajar komunikasi secara efektif dan mudah dicerna.

Consumer Pain : Pada industri edukasi kami menemukan beberapa masalah yang dimiliki

oleh para konsumen, masalah ini timbul dikarenakan tidak bertemunya keinginan konsumen

oleh produk yang ditawarkan oleh kompetitor seperti cara belajar yang tidak menyenangkan,

dan belajar online hanya dengan satu arah.


Consumer Gain : Konsumen ingin dapat belajar dengan efektif agar dapat menguasai

kemampuan komunikasi sehingga mereka akan sukses pada dunia kerja mereka. Selain itu

keinginan konsumen adalah konten yang menarik, fasilitator yang menarik, kemudahan

dalam akses, dan apps yang User Friendly.

Pain Reliever : Untuk menjawab permasalahan konsumen SpeakUp menawarkan beberapa

solusi yang diberikan melalui produk dan servis yaitu Fitur Virtual Reality (VR) Untuk

membantu konsumen yang tidak percaya diri jika mengikuti kelas dengan jumlah murid yang

cukup banyak, juga untuk konsumen yang mempunyai kesibukan agar mendapatkan tahap

awal dan latihan pembelajaran komunikasi, Konten Video dengan berbagai macam tema

untuk mendukung konsumen berlatih.

Gain Creator : Berdasarkan keinginan para konsumen, SpeakUp menawarkan solusi yaitu

dengan menciptakan konten sekreatif mungkin agar konsumen memiliki banyak pilihan tema

video, Fasilitator yang menarik dan terlatih untuk menunjang pembelajaran, pengembangan

aplikasi sehingga konsumen dipermudah dalam proses belajar komunikasi.

Produk dan Servis : Dengan simulasi Role Play, fitur Virtual Reality (VR), Konten Video

dan Workshop yang menarik serta Fasilitator yang terlatih dan menarik diharapkan dapat

menjadi solusi agar dapat mengembangkan kemampuan komunikasi para konsumen. Dengan

sistem yang diciptakan oleh SpeakUp, diharapkan users dapat memiliki portofolio di bidang

komunikasi melalui video yang dihasilkan dari pembelajaran pada SpeakUp.


2.5.2 Segmenting, Targeting, Positioning

Segmentasi geografis terbagi menjadi dua yaitu untuk workshop bagi millenials yang

berdomisili Jakarta, konten video dan fitur aplikasi untuk seluruh Indonesia. Segmentasi ini

ditentukan berdasarkan fenomena yang terjadi di Indonesia akan penggunaan mobile device

dan kebutuhan akan pembelajaran komunikasi yang fleksibel di Jakarta dikarenakan padatnya

kesibukan di ibu kota Jakarta. Segmentasi Demografis millenials umur 20 - 24, profesional

muda maupun pelajar baik wanita ataupun pria memiliki tingkat ekonomi middle up yang

pengeluarannya mulai dari 2 juta sampai 3 juta per bulan (Finansialku, 2014). Segmentasi ini

ditentukan berdasarkan hasil penduduk usia produktif mendominasi di Indonesia khususnya

Jakarta. Segmentasi psikografis yaitu yang kurang percaya diri atau pemalu, dan juga merasa

bahwa komunikasi itu sangatlah penting di kehidupan nyata, high achiever, menyukai konten

edukasi dan penggunaan teknologi yang tinggi.

Target market Speak Up adalah para millenials yang high achiever, suka challange

namun pemalu, dengan gaya bicara yang kurang teratur, dan menilai bahwa teknologi itu

meningkatkan produktivitas yang tinggi. Target didapatkan melalui segmentasi VALS

characteristic yang ditentukan dengan beberapa jenis seperti geografis, demografis maupun

psikografis.

Speak Up memposisikan bisnisnya sebagai sarana edukasi berbentuk digital yang

memudahkan users untuk belajar komunikasi dimanapun dengan metode interaktif dan akan

memberikan pengalaman seperti di dunia yang sebenarnya, yang disesuaikan dengan para

user saat riset fokus grup diskusi kami. Dilihat dari kompetitor kami yaitu Studilmu yang

memiliki konten yang hampir serupa, Studilmu tidak memiliki program yang interaktif.

Penggunaan teknologi dalam sistem edukasi speak up seperti video akan sangat memudahkan

users untuk belajar komunikasi dimanapun mereka berada, juga dengan adanya VR (virtual

reality) yang akan membuat users expirience lebih seru dan menarik akan membuat users
sangat senang saat mempelajari komunikasi. Speak Up juga menghadirkan system edukasi

Role-Play yang sangat interaktif dimana users akan ditantang untuk menjadi seorang

professional speaker yang mempresentasikan sebuah topik kepada investor ataupun penonton

agar dapat meningkatkan kemampuan komunikasi mereka dan bagaimana mereka akan

menerapkannya pada dunia nyata.

Anda mungkin juga menyukai