Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH EKONOMI SYARIAH

TEORI KEBUTUHAN DALAM EKONOMI ISLAM

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3

1. MUHAMMAD AKHYAR IQBAL (90100121035)

2. ANDI ACHMAD GAZALI (90100121036)

3. FARAHSYIFA MUTIARA KHANSA (90100121037)

4. SARMILAWATI (90100121040)

5. FADHILAH AMALYAH SARIEF (90100121043)

6. NURFATHONAH (90100121044)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang

berjudul “Teori Kebutuhan dalam Ekonomi Islam” Kami berharap karya tulis ini

dapat bermanfaat dan menambah wawasan mengenai teori kebutuhan dalam ekonomi

silam.

Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih memiliki banyak kekurangan.

Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki,

oleh karena itu, saran dan kritik dari teman-teman maupun dosen pembimbing kami

terima dengan senang hati sebagai bahan perbaikan dan pembelajaran untuk kami

kedepannya.

Makassar, 25 Oktober 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu, perusahaan-perusahaan

dan masyarakat secara keseluruhannya akan selalu menghadapi persoalan-

persoalan yang bersifat ekonomi, yaitu mengenai kebutuhan. Setiap manusia,

hewan bahkan tumbuhan memiliki kebutuhannya masing-masing. Dalam

makalah ini yang menjadi pusat pembahasan adalah tentang kebutuhan

manusia.

Pembahasan mengenai kebutuhan ini tentunya akan berkaitan dengan

konsep kebutuhan dalam Islam dan tujuan syariah yang sesuai dengan

perilaku konsumen dalam Islam. Tujuan pemenuhan kebutuhan dalam syariah

Islam ialah tercapainya kesejahteraan umat manusia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari dharurriyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat?

2. Apa alasan penetapan ketiga kategori tersebut?

3. Apa hubungan antara dharuriyat, hajiyyat dan tahsiniyyat?

4. Apa contoh dharurriyat, hajiyyat dan tahsiniyyat dalam kehidupan sehari-

hari?
C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi dari dharurriyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat

2. Mengetahui alasan penetapan ketiga kategori tersebut

3. Mengetahui hubungan antara dharuriyat, hajiyyat dan tahsiniyyat

4. Mengetahui contoh dharurriyat, hajiyyat dan tahsiniyyat dalam kehidupan

sehari-hari
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dharuriyat, Hajiyyat dan Tahsiniyyat

Menurut al-Syathibi, rumusan kebutuhan manusia dalam Islam terdiri

dari tiga macam, yaitu dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat.

1. Dharuriyyat (primer)

Dharuriyat (primer) adalah kebutuhan paling utama dan paling

penting. Kebutuhan ini harus terpenuhi agar manusia dapat hidup

layak. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi hidup manusia akan terancam

didunia maupun akhirat. Kebutuhan ini meliputi, khifdu din (menjaga

agama), khifdu nafs (menjaga kehidupan), khifdu „aql (menjaga akal),

khifdu nasl (menjaga keturunan), dan khifdu mal (menjaga harta).

Untuk menjaga kelima unsur tersebut maka syari‟at Islam diturunkan.

Sesuai dengan firman Allah SWT, dalam QS. Al-Baqarah:179 dan

193.

Artinya :” Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup

bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Al-

Baqarah (2): 179)


Artinya :”Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi

dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika

mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan

(lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”. (Al-Baqarah (2):

193)

Oleh sebab itu tujuan yang bersifat dharuri adalah tujuan utama

untuk pencapaiaan kehidupan yang abadi bagi manusia Lima

kebutuhan dharuriyah tersebut harus dapat terpenuhi, apabila salah

satu kebutuhan tersebut diabaikan akan terjadi ketimpangan atau

mengancam keselamatan umat manusia baik didunia maupun diakhirat

kelak. Manusia akan hidup bahagia apabila ke lima unsur tersebut

dapat dilaksanakan dengan baik.

2. Hajiyat (sekunder)

Kebutuhan hajiyat adalah kebutuhan sekunder atau kebutuhan

setelah kebutuhan dharuriyat. Apabila kebutuhan hajiyat tidak

terpenuhi tidak akan mengancam keselamatan kehidupan umat

manusia, namun manusia tersebut akan mengalami kesulitan dalam

melakukan suatu kegiatan. Kebutuhan ini merupakan penguat dari


kebutuhan dharuriyat. Maksudnya untuk memudahkan kehidupan,

menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan yang lebih

baik terhadap lima unsur pokok kehidupan manusia. Apabila

kebutuhan tersebut tidak terwujudkan, tidak akan mengancam

keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Pada dasarnya

jenjang hajiyat ini merupakan pelengkap yang mengokohkan,

menguatkan, dan melindungi jenjang dharuriyat. Atau lebih

spesifiknya lagi bertujuan untuk memudahkan atau menghilangkan

kesulitan manusia di dunia.

3. Tahsiniyyat (tersier)

Kebutuhan tahsiniyah adalah kebutuhan yang tidak

mengancam kelima hal pokok yaitu khifdu din (menjaga agama),

khifdu nafs (menjaga kehidupan), khifdu „aql (menjaga akal), khifdu

nasl (menjaga keturunan), serta khifdu maal (menjaga harta) serta

tidak menimbulkan kesulitan umat manusia.

Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan dharuriyah dan

kebutuhan hajiyat terpenuhi, kebutuhan ini merupakan kebutuhan

pelengkap.

B. Alasan Penetapan Ketiga Kategori Tersebut

Maqasid Syari‟ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam

merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam ayat-

ayat Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah sebagai alasan logis bagi rumusan

suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat manusia.


Sebagaimana dikemukakan oleh Abu Ishaq al-Syatibi bahwa tujuan pokok

disyariatkan hukum Islam adalah untuk kemaslahatan manusia baik di

dunia maupun di akhirat. Lebih lanjut Abu Ishaq al-Syatibi melaporkan

hasil penelitian para ulama terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an dan Sunnah

Rasulullah bahwa hukum-hukum disyariatkan Allah untuk mewujudkan

kemaslahatan umat manusia, baik di dunia maupun akhirat kelak.

Dengan memperhatikan ayat-ayat dan hadis-hadis secara teliti, baik

yang bersifat khusus (spsesifik, nash khusus) yang menjadi dalil untuk

suatu masalah dan juga yang bersifat umum (nash umum) yang berisi

prinsip-prinsip akan diketahui adanya kemaslahatannya yang ingin dicapai

dan dilindungi oleh al-qur‟an pada setiap perintah, larangan atau keizinan

yang diberikan Allah, inilah yang disebut dengan mashalih yang ingin

dijaga, dipenuhi dan dilindungi oleh al-Qur‟an atau lebih tepatnya menjadi

maqashid al-syari‟ah.

Mengenai penambahan atau pengurang dari kategori ini sangat

mungkin dilakukan, karena perubahan yang terjadi dimasyarakat sekarang

sekiranya dibandingkan dengan masa al-Syathibi sudah sangat jauh

berbeda , utamanya ada perubahan paradigma. Jadi perubahan sekarang

utamanya terjadi karena adanya perubahan paradigma sehingga perlu

merumuskan metode penalaran yang sesuai dengan paradigma baru yang

digunakan sekarang. Menurut prof Dr Al Yasa‟ bu Babakar Dalam buku

metode ishtishlahiyah kategori-kategori yang sudah dihasilkan sudah

bersifat final atau qath‟i karena diperoleh melalui istiqra ma‟nawi tetap
kategori tersebut diperolah melalui ijtihad walaupun metodenya istiqra

ma‟nawi, tetap harus dianggap sebagai hasil ijtihad yang tidak akan

sampai kepada tingkat qath‟i. karena itu sekiranya perlu atay ketika ada

ijtihad yang lebih baik maka kategori ini boleh saja diubah atau

dikembangkan lagi.

C. Hubungan antar Dharuriyyat, Hajiyyat, dan Tahsiniyyat

Mengenai hubungan antara ketiga kategori ini mempunyai hubungan

yang berjenjang, mulai dari yang paling terpenting sampai kepada yang

dianggap pelengkap, yaitu al-Dharuriyyat (keperluan dan perlindungan

yang bersifat asasiah, dasariah, primer, elementer, fundamental), al-

Hijiyyat adalah keperluan dan perlindungan yang bersifat sekunder,

suplementer dan al-Tahsiniyyat adalah keperluan yang bersifat tersier,

komplementer.

Hubungan antara ketiga jenis dan tingkat keperluan dan perlindungan ini

oleh as-Sythibi dijelaskan sebagai berikut:

1. Al-Dharuriyyat adalah dasar bagi al-Hajiyyat dan al-Tahsiniyyat.

Kerusakan al-Dharuriyyat akan menyebabkan kerusakan seluruh al-

Hajiyyat dan al-Tahsiniyyat.

2. Kerusakan al-Hajiyyat dan al-Tahsiniyyat tidak akan menyebabkan

kerusakan al-Dharuriyyat.

3. Kerusakan seluruh al-Hajiyyat dan al-Tahsiniyyat akan mengakibatkan

kerusakan sebagian al-Daruriyyat.


4. Keperluan dan perlindungan al-Hajiyyat dan al-Tahsiniyyat perlu

dipelihara untuk kelestarian al-Dharuriyyat.

Dengan uraian diatas terlihat bahwa al-Dharuriyyat adalah pokok dan

landasan bagi dua keperluan dan perlindungan ditingkat bawahnya. tidak

Keberadaan dua terakhir (al-Hajiyyat dan al-Tahsiniyyat) tergantung

penuh kepada al-Dharuriyyat, dengan arti kalau pertama tidak ada maka

yang dua dibawahnya menjadi tidak bermanfaat. Sedangkan keberadaan

al-dharuriyyat tidak bergantung pada dua yang dibawahnya. Dengan arti

kalaupun dua yang dibawahnya tidak ada sama sekali, al-dharuriyyat

masih tetap ada walaupun dalam bentuktdk sempurna. Jadi keberadaannya

tidak bergantung kepada dua dibawahnya. Tetapi perlu untuk

sempurnanya al-dharuriyyat, maka al-hajiyyat dan al-tahsiniyyat harus

dipelihara dan diusahakan penyempurnaanya.

D. Contoh dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Al- Dharuriyyat

Al-dharuriyyat adalah kebutuhan yang harus terpenuhi agar

manusia dapat bertahan hidup diatas permukaan bumi secara

manusia,kalau salah satunya tidak ada maka hidup manusia akan

terancam, berada dalam kesulitan yang sangat besar dan

berkepanjangan dan akan membawa kepada kepunahan. Contoh: kalau

pembunuhan dibiarkan terjadi dan dan tidak ada perlindungan

terhadap nyawa manusia, maka kehidupan manusia dipermukaan bumi


akan terancam, karena tidak bisa hidup tentram, bahkan bisa

membawa kepada kepunahan, karena bisa jadi akan saling membunuh

dengan alasan yang sepele atau hanya dengan alasan untuk memuakan

dendam. Contoh lain kalau pemeliharaan harta tidak ada perlindungan

maka manusia tidak dapat hidup tentram dan tidak dapat dikembang

keadaan lebih tinggi dari keadaan primitif, dan apa bila hal seprti ini

tidak ada perlindungan sangat mungkin suatu saat semua hartanya

akan dicuri. Begitu juga dengan keselamtan akal/ hati nurani,

keselamatan keturunan.

Para ulama berpendapat, kalau ada bertentangan antara dua

keperluan dari jenis yang berbeda pada urutan yang lima tersebut,

maka perlindunagan pada agama harus didahulukan. Dan para ulama

sepakat bahwa pemenuhan keperluan dan perlindungan tidak boleh

dengan cara merugikan atau mengorbankan perlindungan dan dan

kepentingan orang lain. Contoh untuk menyelamatkan diri sendiri diri

dari kematian atau tekanan, paksaan orang lai, seorang tidak boleh

membunuh orang lain, merusak kehormatan orang lain atau

menghancurkan harta orang lain.

2. Al-Hajiyyat

Keperluan dan kebutuhan ini ada untuk hidup tidak terlalu

susah, dan kalaupun tidak ada maka sebagian manusia akan berada

dalam kesulitan tapi tidak sampai kepada tingkat menyebabkan

kepunahan atau sama sekali tidak berdaya[10]. Contoh: keperluan


rumah yang bersifat al-dharuriyyat karena manusia memerlukan untuk

berlindung dari cuaca, atau dari serangan binatang buas dan lain-lain,

tempat yang masuk dalam kategori al-dhaririyyat untuk memenuhi

kebutuhan dasariah diatas tidak musti rumah yang dibuat dari kayu,

atau batu yang kokoh, gua atau cabang-cabang kayu, kemah atau

pondok yang seadanya pun dapat digunakan untuk memenuhi

kebutuhan dasariah, karena manusai dapat berlindung didalamnya

walaupun tentunya dengan cara yang sederhana dan boleh jadi sama

sekali tidak memberikan kemudahan dan kenyamanan. Jadi keperluan

rumah yang dibuat secara khusus dengan dinding dan atap yang kuat

serta lantai yang hangat yang dibagi kepada kamar-kamar dengan

fungsin dan kegunaan yang berbeda masuk kedalam kategori al-

hajiyyat.

3. Al-Tahsiniyyat

Keperluan dan perlindungan tingkat ketiga ini adalah semua

keperluan dan perlindungan yang diperlukan agar kehidupan lebih

nyaman, lebih mudah, dan seterusnya.[12] Kebutuhan ini kelihatannya

tidak menyentuh kepada kegiatan atau suatu yang menjadi kebutuhan

pokok atau subtansial bagi kehidupan, tetapi hanya berhubungan

dengan suatu yang menjadi fasilitas, tata cara atau upaya

menghasilkan barang-barang yang dapat mempermudah pemenuhan

dan perlindunga al-dharuriyyat dan al-hajiyyat yang sudah disebutka

diatas. Contoh: tidur diatas kasur, memasak makanan, menyediakan


berbagai berbagai jenis bumbu, menci[takan dan menggunakan

berbagai alat untuk transportasi ,dan sebagainya termasuk kedalam al-

tahsiniyyat.

Namun bila dikaitkan dengan pada masa sekarang (modern)

tentu sangat berbeda dengan masa lalu (masa imam mazhab dan masa

sahabat), maka yang awalnya bersifat al-hajiyyat berubah menjadi al-

dharuriyyat. Contoh: listrik, tentu kita berpikir tanpa listrikpun

manusia tetap hidup dan tidak membawa kepada kepunahan,

minsalnya orang yang hidup masih dalam dasariah atau primitif

disebuah kota modern, ketergantungan pada listrik relative tinggi

sekali, pengaturan lalu lintas, penyulingan air, dan penglirannya

kegedung-gedung tinggi dan menjalan berbagai aktivitas dirumah

sakit, menjalan kan pabrik, menjalankan berbagai alat rumah tangga ,

dan semua tergantung kepada listrik, bila listrik mati total maka kota

akan lumpuh total, dengan arti bawa kegiatan dan aktivitas tdk bisa

dilaksanakan, maka listrik masuk dala kategori al-dharuriyyat.

Contoh pada masa lalu petani merasa puas dengan mengelola

sawahnya dengan teknologi sederhana, seperti cangkul, parang, ditarik

dengan lembu, kuda kerbau, serta irigasi seadanya bahkan tadah hujan,

dengan bibit biasa tanpa pupuk dan lain-lain, sedangkan pada sekarang

petani yang hanya menggunakan alat-alat diatas kalah bersaing dengan

dengan petani menggunakan traktor dan hasil ilmu pengetahuan

modern lainnya. Jadi untuk dapat mempertahankan tingkat


kesejahteraannya, agar tidak dikalahkan oleh petani yang sudah

modern, maka petani tradisional harus meningkatkan kualitas dan dan

pekerjaan berpindah alih ke traktor dan alat modern lainnya.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dharuriyyat adalah tingkat kebutuhan yang harus ada atau disebut dengan

kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan

terancam keselamatan umat manusia. Contoh: kalau pembunuhan

dibiarkan terjadi dan dan tidak ada perlindungan terhadap nyawa manusia,

maka kehidupan manusia dipermukaan bumi akan terancam, karena tidak

bisa hidup tentram, bahkan bisa membawa kepada kepunahan, karena bisa

jadi akan saling membunuh dengan alasan yang sepele atau hanya dengan

alasan untuk memuakan dendam.

2. ebutuhan hajiyyat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder, dimana tidak

terwujudkan keperluan ini tidak sampai mengancam keselamatannya,

namun akan mengalami kesulitan dan kesukaran bahkan mungkin

berkepanjangan, tetapi tidak sampai ketingkat menyebabkan kepunahan

atau sama sekali tidak berdaya. Jadi yang membedakan al-dharuriyyah

dengn al-hajiyyah adalah pengaruhnya kepada keberadaan

manusia. Namun demikian, keberadaannya dibutuhkan untuk memberikan

kemudahan serta menghilangkan kesukaran dan kesulitan dalam

kehidupan mukallaf. Contoh: keperluan rumah yang bersifat al-

dharuriyyat karena manusia memerlukan untuk berlindung dari cuaca, atau

dari serangan binatang buas dan lain-lain, tempat yang masuk dalam
kategori al-dhaririyyat untuk memenuhi kebutuhan dasariah diatas tidak

musti rumah yang dibuat dari kayu, atau batu yang kokoh, gua atau

cabang-cabang kayu, kemah atau pondok yang seadanya pun dapat

digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasariah, karena manusai dapat

berlindung didalamnya

3. Al-tahsiniyyat adalah (tersier) yaitu semua keperluan dan perlindungan

yang diperlukan agar kehidupan menjadi nyaman dan lebih nyaman lagi,

mudah dan lebih mudah lagi, lapang dan lebih lapang lagi, begitu

seterusnya. Dengan istilah lain adalah keperluan yang dibutuhkan manusia

agar kehidupan mereka berada dalam kemudahan, kenyamanan,

kelapangan. Contoh pada masa lalu petani merasa puas dengan mengelola

sawahnya dengan teknologi sederhana, seperti cangkul, parang, ditarik

dengan lembu, kuda kerbau, serta irigasi seadanya bahkan tadah hujan,

dengan bibit biasa tanpa pupuk dan lain-lain, sedangkan pada sekarang

petani yang hanya menggunakan alat-alat diatas kalah bersaing dengan

dengan petani menggunakan traktor dan hasil ilmu pengetahuan modern

lainnya.

4. Sebagaimana dikemukakan oleh Abu Ishaq al-Syatibi bahwa tujuan pokok

disyariatkan hukum Islam adalah untuk kemaslahatan manusia baik di

dunia maupun di akhirat. Lebih lanjut Abu Ishaq al-Syatibi melaporkan

hasil penelitian para ulama terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an dan Sunnah

Rasulullah bahwa hukum-hukum disyariatkan Allah untuk mewujudkan

kemaslahatan umat manusia, baik di dunia maupun akhirat kelak.


5. ketiga kategori ini mempunyai hubungan yang berjenjang, mulai dari yang

paling terpenting sampai kepada yang dianggap pelengkap, yaitu al-

Dharuriyyat (keperluan dan perlindungan yang bersifat asasiah, dasariah,

primer, elementer, fundamental), al-Hijiyyat adalah keperluan dan

perlindungan yang bersifat sekunder, suplementer dan al-Tahsiniyyat

adalah keperluan yang bersifat tersier, komplementer.

B. Saran

Melalui makalah ini kami telah memberikan gambaran umum tentang teori
konsumsi dalam ekonomi islam. Namun, tidak menutup kemungkinan,
banyak persoalanseputar tema yangdiangkat belum tuntas. Sehingga tinjauan
kembali dari teman-teman dan lebih khusus dosen pemandu untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini
dan semoga menjadi lebih bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Hani, Ummi (2016) Teori konsumsi dalam ekonomi Islam dan ekonomi

konvensional (analisis perbandingan). Undergraduate thesis, STAIN Parepare.

Diakses 23 Oktober 2021 http://repository.iainpare.ac.id/290/

Imahda Khoiri Furqon UIN Sumatera Utara Medan. Teori Konsumsi dalam

islam. Jurnal Hukum dan Ekonomi Syari‟ah, Vol. 06 │Nomor 1 Hal 17

Konsep kebutuhan dalam islam. Hal 22-24

Anda mungkin juga menyukai