PEMBAHASAN
Secara bahasa (luqhowi), maqashid al-syari’ah terdiri dari dua kata, yaitu
maqashid dan al-syari’ah. Maqashid adalah bentuk jamak dari maqashid yang berarti
kesenjangan atau tujuan. Sedangkan syari’ah secara bahasa berarti jalan menuju air.
Air adalah pokok kehidupan. Dengan demikian, berjalan menuju sumber air ini dapat
dimaknai jalan menuju ke arah sumber pokok kehidupan. Jadi, maqashid al-syari’ah
dapat diartikan sebagai maksud atau tujuan dari diturunkannya syari’at kepada
seorang muslim.
Ayat tersebur mengatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt tidak
menjadikan hidup manusia menjadi susah, tetapi ditutunkan dengan segenap solusi
terhadap permasalahan hidup manusia.
Berkenaan dengan masalah qishas Allah befirman dalam surah Al-Baqarah (2)
ayat 179
Berdasarkan dari beberapa ayat diatas, terlihat jelas tujuan dari di syari’atkan
kewajiban wudhu, shalat, jihad, dan qishas. Namun demikian, yang menjadi
persoalan adalah tidak dijelaskan secara implisit maksud dan tujuan disyari’atkannya
kewajiban-kewajiban tertentu. Lalu, bagaimanakah mengetahui maqshid dari ayat-
ayat yang tidak dijelaskan secara implisit?
terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan. (336) Bersedekah di sini maksudnya :
membebaskan si pembunuh dari pembayaran diat. (337)
(QS.Al-Baqarah [2]:188)
1. Memelihara Agama
a) Memelihara agama dalam peringkat Dharuriyat yaitu memelihara agama dan
kewajiban dalam keagamaan yang termasuk peringkat primer.Contohnya sholat
lima waktu.kalau kewajiban umat sholat diabaikan oleh kaum muslim eksistensi
agama akan terancam.
b) Dalam peringkat hajiyyat yaitu melaksanakan ketentuan agama,dengan maksud
menghindari kesulitan.contoh sholat jamak dan qosor bagi orang yang sedang
dalam perjalanaan.eksistensi agama tidak akan terancam. Kalau ketentuan ini
tidak dilaksanakan, eksistensi agama tidak akan terancam, tetapi hanya akan
mempersulit orang yang melakuakannya.
c) Dalam peringkat tahsiniyyat yaitu mengikuti petunjuk agama guna menjunjung
tinggi martabat manusia sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajibannya kepada
tuhan.Contoh menutup aurat,membersihkan badan,pakaian dan tempat.jika hal
ini tidak dilakukan karena kondisi yang tidak memungkinkan,tidak akan
mengancam eksitensi agama.
2. Memelihara jiwa
a) Dalam tingkat dharuriyyat. Seperti memenuhi ke butuhan pokok berupa makanan
untuk bertahan hidup. Kalau kebutuhan pokok diabaikan akan berakibat eksitensi
manusia jiwa manusia terancam.
b) Dalam tingkat hajiyyat. Seperti di bolehkan berburu dan menikmati makanan
yang lezat dan hallal. Kalau di abaikan akan berakibat mengancam dan
mempersulit manusia.
c) Dalam tingkat tahsiyyat. Seperti di tetapkannya mkan dan minum.hanya
berhubungan dengan kesopanan dan etika.Tidak akan mengancam dan
mempersulit kehidupan manusia.
3. Memelihara Akal
a) Dalam peringkat dharuriyyat. Seperti diharamkan minum minuman keras.akan
berakibat terancamnya eksitensi akal. Jika keetentuan ini tidak diindahkan, akan
berakibta terancamnya eksistensi akal.
b) Dalam peringkat hajiyyat. Seperti di anjurkan menuntut ilmu pengetahuan.
Sekiranya kegiatan itu tidak dilakukan, tiddak akan merusak akal, tetapi akan
mempersulit kehidupan seseorang, dalam kaitanya dengan pengembangan ilmu
pengetahuan.
c) Dalam peringkat tahsiniyyat. Seperti menghindarkan diri dari menghayal atau
mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah. Hal ini erat kaitannya dengan
etika,tidak akan mengancam eksitensi akal manusia secara langsung.
4. Memelihara keturunan
a) Dalam peringkat dhaririyyat. Seperti disyariatkan nikah dan dilarang berzinah
kalau di abaikan eksitensi keturunan akan terancam.
b) Dalam peringkat hajiyyat. Seperti ditetapkan menyebutkan mahar bagi suami
pada waktu akad nikah dan diberikan hak talak padanya. Jika mahar tidak di
sebutkan maka suami akan kesulitan karena ia harus membayar mahar.
Sedangkan dalam kasus talak, suami akan mengalami kesulitan, jika ia tidak
menggunakan talaknya, padahal situasi ruamah tangga sudah tidak harmonis lagi.
c) Dalam peringkat tahsiniyyat. Seperti disyariatkan hitbah atau walimahan dalam
perkawinan. Dalam melengkapi kegiatan perkawinan tidak akan mengancam
eksitensi keturunan dan tidak mempersulit orang yang melakukan perkawinan.
5. Memelihara harta
a) Dalam peringkat dharuriyyat. Seperti disyariatkan tata cara pemilikan harta dan
larangan mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak sah. Apabila di
langgar akan maka berakibat terancam eksitensi manusia.
b) Dalam peringkat hajiyyat. Seperti disyariatkan jual beli salam tangan.Tidak akan
mengancam eksitensi manusia tapi akan mempersulit orang yang mencari modal.
c) Dalam peringkat tahsiniyyat. Seperti adanya ketentuan agar menghindarkan diri
dari pengecohan atau penipuan.erat kaitanya dengan etika bisnis. Hal inijuga
akan berpengaruh kepada sah atau tidaknya jual beli itu. Sebab, peringkat yang
ketiga ini juga merupakan syarta adanya peringkat kedua dan pertama.
Mengetahui urutan tingkat maslahat di atas menjadi penting artinya, apabila
dihubungkan dengan skala prioritas penerapanya, ketika kemaslahatan yang satu
berbenturan dengan yang lain. Dalam hal ini tentu peringkat dharuriyat, harus
didahulukan dari pada peringkat yang kedua, yakni hajiyyat, dan peringkat ketiga,
thasiniyyat. Ketentuan ini menunujukan bahwa dibenarkan mengabaikan hal-hal yang
termasuk peringkat kedua dan ketiga, manakala kemaslahatan yang masuk pertema
terancam eksistensinya.
Sebagai contoh, melaksanakan shalat berjamaah termasuk peringkat hajiyyat.
Sedangkan , persyaratan adanya iman yang shaleh dan tidak fasik termasuk
thashiniyyat. Jika dalam satu kelompok umat muslim tidak terdapat iman yang tidak
memenuhi persyaratan tersebut, dibenarkan kepada imama yang fasik , demi menjaga
shalat berjamaah yang bersifat hajiyyat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Maqasid syariah ialah matlamat-matlamat yang ingin dicapai oleh syariat
demi kepentingan umat manusia.
Beberapa ulama ushul telah mengumpulkan beberapa maksud yang umum
dari menasyri’atkan hukum menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.) Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan primer
manusia. Kebutuhan primer ini dibagi menjadi lima, yaitu agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta
b.) Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan sekunder
manusia. Kebutuhan ini yang dapat memperlancar hubungan antar manusia,
seperti muamalah, mubadalah ibadah secara horizontal, dan lain-lain.
c.) Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan pelengkap
manusia.