Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

1.     Pengertian Maqashid Al-Syari’ah

Secara bahasa (luqhowi), maqashid al-syari’ah terdiri dari dua kata, yaitu
maqashid dan al-syari’ah. Maqashid adalah bentuk jamak dari maqashid yang berarti
kesenjangan atau tujuan. Sedangkan syari’ah secara bahasa berarti jalan menuju air.
Air adalah pokok kehidupan. Dengan demikian, berjalan menuju sumber air ini dapat
dimaknai jalan menuju ke arah sumber pokok kehidupan. Jadi, maqashid al-syari’ah
dapat diartikan sebagai maksud atau tujuan dari diturunkannya syari’at kepada
seorang muslim.

Kandungan maqashid al-syari’ah adalah kemaslahatan. Menurut Ibnu Qayyim


al-jauziah mengatakan bahwa asas dari syariat adalah untuk kemaslahatan hidup
manusia dalam kehidupan sekarang (dunia) dan kehidupan yang akan datang
(akhirat). Dalam QS. Thaha (20): 2 Allah berfirman :“Kami tidak menurunkan Al
Quran ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah”

Ayat tersebur mengatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt tidak
menjadikan hidup manusia menjadi susah, tetapi ditutunkan dengan segenap solusi
terhadap permasalahan hidup manusia.

Menurut al-syatibi, dalam kaitannya dengan hukum, terdapat banyak sekali


ayat yang berbicara mengenai masalah wudhu, shalat, jihad, qishas, dll.

 Berkenaan dengan masalah wudhu, Allah berfirman dalam surat Al-Ma’idah


(5) ayat 6

 Bekenaan dengan masalah shalat, Allah berfirman dalam surah Al-Ankabut


(29) ayat 45
 Berkenaan dengan masalah jihad, Allah berfirman dalam surah Al-Hajj (22)
ayat 39

 Berkenaan dengan masalah qishas Allah befirman dalam surah Al-Baqarah (2)
ayat 179

Berdasarkan dari beberapa ayat diatas, terlihat jelas tujuan dari di syari’atkan
kewajiban wudhu, shalat, jihad, dan qishas. Namun demikian, yang menjadi
persoalan adalah tidak dijelaskan secara implisit maksud dan tujuan disyari’atkannya
kewajiban-kewajiban tertentu. Lalu, bagaimanakah mengetahui maqshid dari ayat-
ayat yang tidak dijelaskan secara implisit?

Menurut al-syatibi maqashid syari’at dalam arti kemaslahatan terdapat dalam


aspek-aspek hukum secara keseluruhan. Artinya, apabila terdapat permaslahan yang
tidak ditemukan secara jelas dimensi kemaslahatannya, itu semua dapat dianalisis
melalui maqashid syari’at  yang dilihat dari ruh syari’at dan tujuan umum agama
islam yang hanif.

2.     Hakikat Maqashid Al-Syari’at

Mensyari’atkan hukum-Nya adalah dalam rangka memelihara kemaslahtan


umat manusia sekaligus untuk menghindari mafsadat, baik dunia maupun di akhirat.
Tujuan tersebut bisa dicapai dengan taklif, yang pelaksanaannya sangat tergantung
pada pemahaam Al-Qur’an dan hadist. Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan
manusia di dunia maupun akhirat, berdasarkan penelitian para ahli ushul fiqh ada
lima unsur pokok yang harus dipelihra dan diwujudkan. Kelima pokok tersebut
adalah agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Seseorang akan memperoleh
kemaslahatan manakalah ia dapt memelihara kelima pokok tersebut. Sebaliknya , ia
akan mendapatkan mafsadat apabila ia tidak dpat memeliharanya dengan baik.

Ayat-ayat  yang mengandung dalam melindungi kelima pokok kebutuhan


primer :
Berkenaan dengan terpeliharanya agama, Allah berfirman :

(QS. Al-A’raf [7]: 5)

Berkenaan dengan terpeliharanya jiwa, Allah berfirman :

(QS. Al-Nisa [4]:92)

terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan. (336) Bersedekah di sini maksudnya :
membebaskan si pembunuh dari pembayaran diat. (337)

Berkenaan dengan terpeliharanya akal, Allah berfirman  dalam surat:

(QS. Al-Ma’idah [5]:90-91)

Berkenaan dengan terpeliharanya terpeliharana kesucian keturunan, Allah befirman


dalam surat:

(QS. Al-Isra’ [17]: 32)

Berkenaan dengan terpeliharanya harta, Allah berfirman :

(QS.Al-Baqarah [2]:188)

Menurut al-syatibi, penetapan kelima pokok diatas berdasarkan dalil-dalil Al-


Qur’an dan hadist. Diantaranya ayat-ayat itu adalah ayat-ayat yang berhubungan
dengan shalat, larangan membunuh jiwa, larang meminum yang memabukan,
larangan berzina. Dan larangan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak
benar. Setelah mengadakan penelitian yang cermat, dapat diambil kesimpulan bahwa
oleh dalil-dalil yang digunakan untuk menetapkan al-kullliyat al-khams termasuk
dalil qath’I, ia juga dapat dikelompokan sebagai qath’i.

C.  Tingkatan Maqashid Syaiah


Untuk menetapkan sebuah hukum, tingkatan dalam maqosidus syariah dibagi
dalam tiga kategori. Pengelompokan ini didasarkan pada tingkat kebutuhan dan skala
prioritsnya. Urutan  tingkatan ini akan terlihat kepentinganya, ketika kemaslahatan
yang ada pada tingkat  masing-masing tingkatan itu sama lain saling bertentangan.
Dalam hal ini peringkat dharuriyat menempati peringkat pertama, disusul oleh
peringkat hajiyyat, kemudian disusul oleh thashiniyyat. Namun dari sisi lain dapat
dilihat bahwa peringkat ketiga menglengkapi peringkat kedua, dan peringkat kedua
menglengkapi peringkat pertama.
 Dharuriyat adalah memelihara ke butuhan-kebutuhan yang bersifat primer
dalam kehidupan manusia. Kebutuhan primer itu adalah memelihara agama,
jiwa, akal, dan hartadalam batasan jangansampai terancam eksistensi kelima
kebutuhan pokok itu. Tidak terpeliharanya kebutahan-kebutuhan itu akan
berakibat terancamnya eksistensi kelima pokok diatas
 Hajiyyat adalah kebutuhan yang berada dalam lingkup masalah yang tidak
mencakup ke butuhan esensial manusia akan tetapi kebutuhan yang dapat
menghindari manusia dari kesulitan dalam hidupnya. Tidak terpeliharanya
kelompok kebutuhan ini tidak akan mengancam eksistensi kelima pokok di
atas, tetapi hanya akan menimbulkan kesulitan bagi seseorang.
 Tahsiniyyat adalah kebutuhan yang menunjang peningkatan martabat
seseorang dalam masyarakat dan d hadapan Allah Swt. Sebagai kebutuhan
yang bersifat komplementer dan pelengkap.
Pada hakikatnya, baik kelompok Dharuriyat, Hajiyat, Tahsiniyyat dimaksudkan
untuk memelihara dan mewujudkan kelima pokok di atas. Dibawah ini dijelaskan
kelima pokok kemaslahatan sesuia peringkatnya masing-masing. Urain ini bertitik
tolak dari kelima pokok kemaslahatan, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Dan kemudian masing-masing kelompok itu akan dilihat berdasarkan tingkat
kepentingan atau kebutuhannya.

1. Memelihara Agama
a) Memelihara agama dalam peringkat Dharuriyat yaitu memelihara agama dan
kewajiban dalam keagamaan yang termasuk peringkat primer.Contohnya sholat
lima waktu.kalau kewajiban umat sholat diabaikan oleh kaum muslim eksistensi
agama akan terancam.
b) Dalam peringkat hajiyyat yaitu melaksanakan ketentuan agama,dengan maksud
menghindari kesulitan.contoh sholat jamak dan qosor bagi orang yang sedang
dalam perjalanaan.eksistensi agama tidak akan terancam. Kalau ketentuan ini
tidak dilaksanakan, eksistensi agama tidak akan terancam, tetapi hanya akan
mempersulit orang yang melakuakannya.
c) Dalam peringkat tahsiniyyat yaitu mengikuti petunjuk agama guna menjunjung
tinggi martabat manusia sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajibannya kepada
tuhan.Contoh menutup aurat,membersihkan badan,pakaian dan tempat.jika hal
ini tidak dilakukan karena kondisi yang tidak memungkinkan,tidak akan
mengancam eksitensi agama.
  
2. Memelihara jiwa
a) Dalam tingkat dharuriyyat. Seperti memenuhi ke butuhan pokok berupa makanan
untuk bertahan hidup. Kalau kebutuhan pokok diabaikan akan berakibat eksitensi
manusia jiwa manusia terancam.
b) Dalam tingkat hajiyyat. Seperti di bolehkan berburu dan menikmati makanan
yang lezat dan hallal. Kalau di abaikan akan berakibat mengancam dan
mempersulit manusia.
c) Dalam tingkat tahsiyyat. Seperti di tetapkannya mkan dan minum.hanya
berhubungan dengan kesopanan dan etika.Tidak akan mengancam dan
mempersulit kehidupan manusia.
3. Memelihara Akal
a) Dalam peringkat dharuriyyat. Seperti diharamkan minum minuman keras.akan
berakibat terancamnya eksitensi akal. Jika keetentuan ini tidak diindahkan, akan
berakibta terancamnya eksistensi akal.
b) Dalam peringkat hajiyyat. Seperti di anjurkan menuntut ilmu pengetahuan.
Sekiranya kegiatan itu tidak dilakukan, tiddak akan merusak akal, tetapi akan
mempersulit kehidupan seseorang, dalam kaitanya dengan pengembangan ilmu
pengetahuan.
c) Dalam peringkat tahsiniyyat. Seperti menghindarkan diri dari menghayal atau
mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah. Hal ini erat kaitannya dengan
etika,tidak akan mengancam eksitensi akal manusia secara langsung.

4. Memelihara keturunan
a) Dalam peringkat dhaririyyat. Seperti disyariatkan nikah dan dilarang berzinah
kalau di abaikan eksitensi keturunan akan terancam.
b) Dalam peringkat hajiyyat. Seperti  ditetapkan menyebutkan mahar bagi suami
pada waktu akad nikah dan diberikan hak talak padanya. Jika mahar tidak di
sebutkan maka suami akan kesulitan karena ia harus membayar mahar.
Sedangkan dalam kasus talak, suami akan mengalami kesulitan, jika ia tidak
menggunakan talaknya, padahal situasi ruamah tangga sudah tidak harmonis lagi.
c) Dalam peringkat tahsiniyyat. Seperti disyariatkan hitbah  atau walimahan dalam
perkawinan. Dalam melengkapi kegiatan perkawinan tidak akan mengancam
eksitensi keturunan dan tidak mempersulit orang yang melakukan perkawinan.

5. Memelihara harta
a) Dalam peringkat dharuriyyat. Seperti disyariatkan tata cara pemilikan harta dan
larangan mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak sah. Apabila di
langgar akan maka berakibat terancam eksitensi manusia.
b) Dalam peringkat hajiyyat. Seperti disyariatkan jual beli salam tangan.Tidak akan
mengancam eksitensi manusia tapi akan mempersulit orang yang mencari modal.
c) Dalam peringkat tahsiniyyat. Seperti adanya ketentuan agar menghindarkan diri
dari pengecohan atau penipuan.erat kaitanya dengan etika  bisnis. Hal inijuga
akan berpengaruh kepada sah atau tidaknya jual beli itu. Sebab, peringkat yang
ketiga ini juga merupakan syarta adanya peringkat kedua dan pertama.
Mengetahui urutan tingkat maslahat di atas menjadi penting artinya, apabila
dihubungkan dengan skala prioritas penerapanya, ketika kemaslahatan yang satu
berbenturan dengan yang lain.  Dalam hal ini tentu peringkat dharuriyat, harus
didahulukan dari pada peringkat yang kedua, yakni hajiyyat, dan peringkat ketiga,
thasiniyyat. Ketentuan ini menunujukan bahwa dibenarkan mengabaikan hal-hal yang
termasuk peringkat kedua dan ketiga, manakala kemaslahatan yang masuk pertema
terancam eksistensinya.
Sebagai contoh, melaksanakan shalat berjamaah termasuk peringkat hajiyyat.
Sedangkan , persyaratan adanya iman yang shaleh dan tidak fasik termasuk
thashiniyyat. Jika dalam satu kelompok umat muslim tidak terdapat iman yang tidak
memenuhi persyaratan tersebut, dibenarkan kepada imama yang fasik , demi menjaga
shalat berjamaah yang bersifat hajiyyat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Maqasid syariah ialah matlamat-matlamat yang ingin dicapai oleh syariat
demi kepentingan umat manusia.
Beberapa ulama ushul telah mengumpulkan beberapa maksud yang umum
dari menasyri’atkan hukum menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.) Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan primer
manusia. Kebutuhan primer ini dibagi menjadi lima, yaitu agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta
b.) Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan sekunder
manusia. Kebutuhan ini yang dapat memperlancar hubungan antar manusia,
seperti muamalah, mubadalah ibadah secara horizontal, dan lain-lain.
c.) Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan pelengkap
manusia.

Anda mungkin juga menyukai