Anda di halaman 1dari 21

Disampaikan oleh:

Podo Yuwono, S.Kep.Ns. M.Kep., CWCS


NIDN:0605128103

Wound care specialist


Dosen STIKES Muhammadiyah Gombong
 Dalam memahami hakikat manusia menurut perspektif
Islam, haruslah dilihat dari sumber utama ajaran Islam yaitu
Al Quran.
 Dalam Al Quran diuraikan bagaimana Allah telah
menciptakan manusia dari materi dan ruh, melewati
beberapa fase penciptaan sebagaimana Allah berfirman
dalam QS. Shad, 38: 71-72 :
“(Ingatlah)ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.”
Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiaannya dan
Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu
bersujud kepadanya”.
1. Ins, Insan dan Unas.
 Kata “insan” diambil dari asal kata “uns” yang mempunyai arti
jinak, tidak liar, senang hati, tampak atau terlihat, seperti yang
terdapat dalam firman Allah SWT:
 “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia di dalam sebaik-
baiknya bentuk”. (At Tiin,95:4).
2. Basyar
 Kata ini berasal dari makna kulit luar yang terdapat dilihat
dengan kata kasar, bersifat indah dan cantik. Dan dapat
menimbulkan rasa senang, bahagia dan gembira bagi siapa yang
melihatnya.
 Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari
peranan keimanan.
 Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena
keimanan memberikan cara pandang yang cenderung
mempengaruhi perilaku dan kepribadian manusia.
 Keimanan sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas
konsumsi baik dalam bentuk kepuasan material maupun
spiritual, yang kemudian membentuk kecenderungan
prilaku konsumsi di pasar.
 Menurut Imam al-Ghazali kebutuhan (hajat) adalah
keinginan manusia untuk mendapatkan sesuatu yang
diperlukan dalam rangka mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan menjalankan fungsinya.
 Namun manusia harus mengetahui bahwa tujuan utama
diciptakannya nafsu ingin makan adalah untuk
menggerakkannya mencari makanan dalam rangka
mengatasi kelaparan, sehingga fisik manusia tetap sehat dan
mampu menjalankan fungsinya secara optimal sebagai
hamba Allah yang beribadah kepadaNya.
 Di sinilah letak perbedaan mendasar antara filosofi yang
melandasi teori permintaan Islami dan konvensional.
 Karena ibadah kepada Allah adalah wajib, maka
berusaha untuk memenuhi kebutuhan agar kewajiban
itu terlaksana dengan baik, hukumnya menjadi wajib
juga, sebagaimana kaidah yang berlaku.
 Menurut Islam, yaitu senantiasa mengaitkannya dengan
tujuan utama manusia diciptakan yaitu beribadah.
 Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka Allah menghiasi
manusia dengan hawa nafsu (syahwat), dengan adanya
hawa nafsu ini maka muncullah keinginan dalam diri
manusia.
 Allah swt berfirman:
 “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-
anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan (kendaraan), binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi
Allahlah tempat kembali yang baik (surga).” [QS. Ali
Imran: 14]
 Islam memiliki nilai moral yang ketat dalam
memasukkan keinginan dalam motif aktifitas ekonomi.
 Kebutuhan didefinisikan sebagai segala keperluan dasar
manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Sementara keinginan didefinisikan sebagai kemauan
manusia atas segala hal.
 Kebutuhan harus lebih diutamakan daripada keinginan
1. Dharuriyat
 Kebutuhan dharuriyat ialah tingkat kebutuhan primer.
Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan
terancam keselamatan umat manusia baik di dunia
maupun di akhirat kelak
Merupakan kemestian dan landasan dalam menegakkan
kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat yang
mencakup pemeliharaan lima unsur pokok, yakni :
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta
Kebuthan dharuriyat mencakup:
 Agama (din)
 Kehidupan (nafs)
 Pendidikan („aql)
 Keturunan (nasl), dan
 Harta (mal)
 Pengabaian terhadap kelima unsur tersebut akan
menimbulkan kerusakan di dunia dan akhirat.
Pemeliharaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta dapat dilakukan dengan cara memelihara
eksistensi kelima unsur pokok tersebut dalam
kehidupan manusia dan melindunginya dari berbagai hal
yang dapat merusak
 Untuk mendukung pencapaian dari tujuan dharuri ini,
syara’ menetapkan hukum-hukum pelengkap yang
terurai dalam kitab-kitab fiqh
 Kebutuhan hajiyat ialah kebutuhan sekunder. Apabila
kebutuhan tersebut tidak terwujudkan, tidak akan
mengancam keselamatannya, namun akan mengalami
kesulitan.
 Syari’at Islam menghilangkan kesulitan itu.
 Adanya hukum rukhsah (keringinan) adalah sebagai
contoh dari kepedulian Syari’at Islam terhadap
kebutuhan ini
 Kebutuhan tahsiniyat ialah tingkat kebutuhan tersier
yang apabila tidak terpenuhi tidak mengancam
eksistensi salah satu dari lima pokok di atas dan tidak
pula menimbulkan kesulitan.
 Tingkat kebutuhan ini berupa kebutuhan pelengkap,
seperti dikemukakan al-Syatibi, hal-hal yang merupakan
kepatutan menurut adat istiadat, menghindarkan hal-hal
yang tidak enak dipandang mata, dan berhias dengan
keindahan yang sesuai dengan tuntutan norma dan
akhlak.
 Dalam istilah kebutuhan (need) bearti hasrat untuk
memenuhi kebutuhan, keinginan adalah hasrat terhadap
pemuas spesifik untuk terpenuhinya kebutuhan itu.
 Politik ekonomi Islam adalah jaminan tercapainya
pemenuhan semua kebutuhan primer (basic needs) tiap
orang secara menyeluruh, berikut kemungkinan tiap
orang untuk memenuhi kebutuh-kebutuhan sekunder
dan tersiernya sesuai dengan kadar kesanggupannya
 Islam memandang tiap orang secara pribadi, bukan
secara kolektif sebagai komunitas yang hidup dalam
sebuah negara.
 Pertama kali, Islam memandang tiap orang sebagai
manusia yang harus dipenuhi semua kebutuhan
primernya secara menyeluruh.
 Baru, berikutnya, Islam memandangnya dengan kapasitas
pribadinya untuk memenuhi kebutuhan-kebuthan
sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar
kemampuannya.
 Pemenuhan kebutuhan berdasarkan tingkat
kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menunjang
kehidupan yang islami.
 Adapun prefernsi konsumsi dan pemenuhan kebutuhan
manusia memiliki pola sebagai berikut.
 Konsumsi untuk ibadah pada hakekatnya adalah
konsumsi untuk masa depan, sedangkan konsumsi
duniawi adalah konsumsi untuk masa sekarang.
 Semakin besar konsumsi untuk ibadah, semakin tinggi
pahala yang dicapai.
 Demikian sebaliknya, semakin besar konsumsi untuk
duniawi, maka semakin rendah pahala yang dicapainya.
 Kebutuhan manusia dalam konsumsi memiliki tingkat
urgensi yang tidak selalu sama, tetapi terdapat prioritas-
prioritas di antara satu dengan lainnya yang
menunjukkan tingkat kemanfaatan dalam
pemenuhannya
 Syari’ah islam memiliki seperangkat etika dan norma
dalam konsumsi islami yang bersumber pada Al-Qur’an
dan Sunnah. Beberapa etika ini antara lain keadilan,
kebersihan, kesederhanaan, halalan tayyiban, dan
keseimbangan
 Kebutuhan atau keinginan merupakan segala sesuatu
yang diperlukan manusia dalam rangka
menyejahterakan hidupnya. Kebutuhan mencerminkan
adanya perasaan ketidakpuasan atau kekurangan dalam
diri manusia yang ingin dipuaskan.
 Dalam Al-Qur’an kata maslahah banyak disebut dengan
istilah manfa’at atau manafi’ yang berarti kebaikan yang
terkait dengan material, fisik, dan psikologis. Sehingga
maslahah mengandung pengertian kemanfaatan duniawi
dan akhirat.
 Dalam kehidupan sehari-hari hendaknya kita lebih
mengutamakna kebutuhan ketimbang keinginan
 Dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup
dan menjalankan tugas kita sebagai hamba Allah, yaitu
beribadah kepada-Nya secara maksimal.

Anda mungkin juga menyukai