Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional.
Tujuan pelayanan bimbingan dan konseling adalah agar konseling yaitu (1)
mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan
2007:197).
terpadu dari keseluruhan program pendidikan setiap sekolah. Program ini merupn
program yang sesuai dengan perkembangan siswa dan menyediakan kegiatan yang
yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier atau terkait dengan
mengandung empat komponen pelayanan yaitu; ASCA (dalam ABKIN, 2007) pada
konsep asli (1) guidance curricullum untuk menghindari penafsiran bahwa bimbingan
layanan dasar, (2) pelayanan responsif, (3) perencanaan individual dan (4) dukungan
strategi yang dapat dilakukan oleh konselor/guru bimbingan dan konseling di sekolah
bimbingan kelompok.
meliputi informasi pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang tidak
disajikan dalam bentuk pelajaran”. Kemudian Strupp (1978) menggambarkan “isi dari
kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas informasi yang berkenaan dengan masalah
pendidikan, pekerjaan, pribadi dan masalah sosial yang tidak disajikan dalam bentuk
pemahaman mengenai orang lain, sedangkan perubahan sikap merupakan tujuan yang
baru di depan teman sebaya. Sedang keberadaan mereka dalam suatu kelompok
untuk membuat siswa itu mengalami sebagian dari kehidupan ini atau masalahnya;
bahwa ia bukan satu-satunya yang memiliki masalah seperti hal ini" (Corey &
Corey,2008)
masalah atau topik-topik umum secara luas dan mendalam bermanfaat bagi
perilaku klien melalui penyajian informasi teliti atau yang menekankan dorongan
tepat serta membuat keputusan yang memadai cenderung bersifat mencegah, 5) isi
pembicaraan bersifat umum dan tidak rahasia, 6) suasana interaksi bersifat multi
arah.
merespon kebutuhan dan minat para peserta didik. Topik yang didiskusikan dalam
bimbingan kelompok adalah masalah bersifat umum dan tidak rahasia” (Depdiknas
bimbingan kelompok:
semua siswa tanpa terkuali menyentuh kebutuhan semua siswa tanpa terkecuali,
pelaksanaannya).
bimbingan dan konseling kelompok adalah salah satu upaya langsung untuk
perkembangan siswa.
dengan leluasa dimodifikasi sesuai dengan kondisi aktual perkembangan siswa dari
waktu ke waktu sesuai kebutuhan. Hal ini merupakan salah satu dasar dari
KONSELING KELOMPOK.
a. Bimbingan
kelompok yang dinyatakan Surya dan Rochman Natawijaya 1986 (Rusmana, 2009:
seseorang atau beberapa orang indvidu terhadap anggota lainnya, 3) saling tukar
pikiran.
Hartinah (2009: 8- 9)
mendalam.
banyak keuntungan tidak hanya bagi siswa anggota kelompok perorangan tetapi
untuk bersama, bernilai ekonomis bagi konselor dan pihak sekolah. Dalam
penelitian ini jelas siswa diberikan latihan keterampilan untuk memahami dan
semakin meningkatkan motivasi dan disiplin siswa dalam belajar. Untuk dapat
memasukkan unsur seni secara sensitif dan tepat dalam penggunaannya. Corey
mengakhiri.
Profesi Konselor.
bimbingan kelompok di sekolah tidak dapat dilakukan oleh semua orang yang
sebagai berikut.
Stage in Group), 3) langkah kerja (The working Stage in a Group) dan 4) langkah
Tuckman 1999 dalam wibowo yaitu; forming, storming, norming, performing dan
adjouming.
pengakhiran.
atau tahapan, walaupun redaksinya atau istilah yang berbeda namun pada
sesuai teknik yang digunakan namun tetap menggunakan empat langkah kegiatan,
begitu juga dalam uji coba model bimbingan kelompok dalam penelitian ini.
Bimbingan dan konseling secara online tidak dapat didukung dari sudut
pandang etika dan klinis, karena sulit dalam menjamin informasi dan
persoalannya adalah kerahasian dan privasi konseli”. Chung dan Yeh (2003)
kerahasiaan”.
Wofgang dan Mcneil 1993 dalam Corey and Corey (2008) menemukan bahwa
mungkin.
secara online dari aspek etika dan kerahasian informasi, lingkungan tempat
diskusi, sebagaimana dikembangkan oleh Prayitno sejak tahun 1999, begitu juga
Hartina (2009). Menurut Romlah (2001: 87-124) ada beberapa teknik yang biasa
tersetruktur dan terencana dalam durasi, materi dan resikonya. Metode atau teknik
yang melibatkan aktivitas yang disebut latihan (execise). Teknik latihan ini
metode latihan.
Indonesia secara umum masih terbatas pada penggunaan metode diskusi walau
sebagian konselor sudah menerapkan metode latihan, maka dalam penelitian ini
mempunyai rancangan yang jelas dan baku sebagaimana konsep dasar teori yang
merupakan salah satu teknik bimbingan kelompok yang diperlukan dalam rangka
membantu siswa untuk memahami dan mengenali berbagai isu sosial yang ada di
sosial dan emosional atau keterampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah
respon positif dan antusias tinggi, lebih terbuka dan banyak mengembangkan
suatu isu sosial ada dalam masyarakat yang menguntungkan dan merugikan
Desember 2010).
teori dan praktik filosofi sosial dan psikologi humanistik (bersifat kemanusian)
terutama pencarian untuk menunjukkan kebebasan hubungan antar pribadi yang lebih
luas. Sosiodrama adalah suatu metode dalam psikoterapi kelompok selain metode
yang terjadi di dalam kelompok. Kemudian (Kellermann, 1988, Adam Blatner, 2000
dan Strenberg & Gracia 2000) menjelaskan keterlibatan individu dalam kelompok
dengan peran-peran dari berbagai pengaruh dari isu-isu sosial dan budaya.
fitur kehidupan postmodern perubahan zaman yang tidak hanya teknologi tetapi juga
sosial, orang-orang mengharapkan kehidupan yang lebih layak, lebih banyak kalangan
tentang perkembangan dan mengenali bagaimana krisis sosial sebagian orang dalam
suatu kehidupan dunia merasa diasingkan di mana orang sudah tidak saling kenal,
yaitu suatu metode atau teknik berbasis dan bertujuan mengkatarsiskan konflik-
konflik sosial secara umum yang terjadi dan berkembang di dalam interaksi kelompok
bersifat pribadi dan kelompok, dengan bermain peran menggunakan pendekatan teater
(drama).
Boal (1985), Spoin (1986), Cossa, Ember, Grover & hazelwood (1996);
kesadaran sosial dan politik, mengatasi masalah-masalah kritis dengan orang lain,
untuk memahami teori dasar dan praktek ketrampilan atau keterlibatan konselor
kehidupan nyata) digunakan dalam pengaturan pendidikan dan latihan dan dapat juga
sebagai kegiatan dalam rangka program bimbingan kelompok”. Djamarah dan Zain
satu cara dalam bimbingan kelompok, merupakan suatu cara membantu memecahkan
masalah siswa melalui drama dan masalah yang didramakan masalah-masalah sosial.
diskusi cara-cara pemecahan masalah yang dihadapi oleh seseorang sebagai anggota
kelompok atau yang dihadapi kelompok. Metode sosiodrama dan bermain peran
merupakan dua metode yang mengandung pengertian yang sering hampir sama
sosio yang berarti sosial dan drama berarti bermain peran. Drama menunjukkan
suatu peristiwa yang dialami mnusia dalam kehidupan yang mengandung berbagai
konflik dalam diri manusia atau pergolakan bathin karena ada kesenjangan antara dua
orang atau beberapa orang”. Lebih jauh Jamal menggambarkan bahwa bermain peran
berarti menirukan perilaku orang lain atau seolah-olah menampilkan dirinya sebagai
orang, misalnya berperan sebagai kepala desa, pemabuk dan hansip. Melalui belajar
dengan bermain peran, siswa dapat mengalami dan memahami secara langsung peran
tokoh yang diperankan. “Cara yang paling baik untuk menamkan dan memahami nilai
sosiodrama” (http://www.jamal.com).
Maurine Eckloff (2006) menggambarkan dalam sosiodrama individu akan
memerankan suatu peranan tertentu dari situasi sosial, individu akan beraksi satu
sama lain dalam bentuk permainan sosial. Bentuk permainan ini menggabungkan
perasaan dan berinteraksi secara verbal antara dua anak atau lebih. Anak-anak
membutuhkan anak lain agar dapat meniru perbuatan, reaksi dan menghasilkan
perubahan seperti apa yang mereka lihat. Melalui permainan interaktif dapat
interprestasi mereka sendiri dari dunia sosial kehidupan nyata mereka (Harian Sain,
12 Maret 2009).
Dari uraian di atas jelas bahwa jelas sosiodrama pada awalnya adalah suatu
sesuai dengan perubahan zaman. Sosiodrama adalah suatu metode dalam bimbingan
interprestasi mereka tentang kehidupan sosial secara nyata sesuai dengan peran yang
dipilih dan dari respon reaksi peran mendorong perubahan tingkah laku baru.
Subyek dalam sosiodrama yaitu individu dari kelompok, tema yang dibahas
yang ada dan tidak pada terapi pribadi (Ottawa,1996 dalam Sue Daniel 2005:3). Pola
Pemimpin kelompok tidak harus menuliskan karakter dan dialog di atas kertas,
tetapi berperan sebagai pemandu dan sugesti serta mempersiapkan kelompok Moreno
pengalaman emosional dan konflik di masa lalu, tetapi terhadap tugas dalam masa
sekarang.
Aktivitas latihan sosiodrama yaitu beberapa orang mengisi peranan tertentu dan
memainkan suatu adegan tentang pergaulan sosial yang mengandung persoalan yang
yang diperankannya dan mendiskusikan dengan sejumlah penonton dan anggota yang
Lamanya bisa mencapai satu setengah bulan hingga dua bulan sebagaimana
sosiodrama dari pada presentasi power point atau kuliah dan aku berharap setiap hari
untuk kelas ini” Sering sama-sama latihan mencari penyelesaian masalah sosial dan
disimpulkan bahwa:
1) Subyeknya kelompok,
2) Fokus sesuai tema yaitu berorientasi pada pengalaman emosional tentang isu-isu
dan konflik sosial yang terjadi saat ini sama dengan yang terjadi di lingkungan
nyata peserta,
3) Pemimpin kelompok kelompok tidak harus menuliskan karakter dan dialog di atas
4) Bentuk kegiatan latihan dengan bermain peran (bersifat teater) yaitu anggota
selesai mendiskusikan dengan anggota kelompok dan meminta respon atau refleksi
5) Sebaiknya dilaksanakan secara rutin, setiap hari dalam waktu yang lama
dengan psikodrama.
Sosiodrama hanya menguji satu atau dua peran secara umum, kebanyakan
peran-peran apa yang mereka hadapi dalam berhubungan dengan orang lain dari
suatu peran yang komplek. Peran-peran kunci adalah suatu situasi berhubungan
mereka, dan isu-isu lain dari fokus dunia kerja. Dalam sosiodrama individu
tetapi tetap dikontrol untuk tidak mengeksplorasi terlalu jauh pribadi untuk
Sosiodrama dalam dunia pendidikan dapat dilakukan oleh guru dalam proses
konseli berhubungan dengan isu yang dieksplorasi dalam drama, konseli memilih
bantuan dan mendefinisikan cara konselor atau anggota kelompok yang akan
memerankan konselor, konseli mungkin akan meminta bantuan dengan audien bila
ia merasa tidak punya ide atau stuck , konseli tidak meminta penambahan permain
apabila drama telah selesai dan apabila konseli kurang memahami kemampuan
yang baru dia meminta saran saat drama berlangsung atau mungkin mengulangi
kembali peran tersebut disesuaikan dengan saran yang diberikan, konselor tetap
Role play (bermain peran) adalah suatu metode dengan memainkan peran-
peran yang sudah pasti berdasarkan kejadian terdahulu. Yang dimaksudkan untuk
kemungkin kejadian masa lalu akan datang, menciptakan peristiwa muthakir yang
diperkaya dengan fantasi pada suatu tempat tertentu Charles E. Schaefer, 2003
bertujuan untuk memahami dan mencari alternatif pemecahan isu-isu sosial yang
mempengaruhi perilaku dalam hubungan manusia, pasikodrama membantu
penyelesaian masalah pribadi, bermain peran untuk memahami peristiwa masa lalu
dan kemungkinan terjadi di masa depan, topik yang dibahas; topik sosiodrama
yaitu topik sosial secara umum, psikodrama masalah pribadi dan psikologi,
sedangkan bermain peran kejadian masa lalu, peran-peran yang diharapkan dari;
bermain peran memerankan kejadian masa lampau secara nyata dan fantasi masa
depan.
a. Tujuan Sosiodrama
tertentu tertentu dari kondisi yang menunjukkan isu-isu dalam kehidupan sosial
masyarakat secara nyata yang terjadi saat ini, aktivita dari peran yang ditampilkan
tercipta secara spontan akan mendorong respon ke suatu arah perilaku baru secara
memahami secara mendalam dan menghayati berbagai isu sosial melalui bermain
peran atau menirukan peran sosial secara spontan, belajar menghargai perasaan
b. Kegunaan Sosiodrama
drama yang terjadi secara spontan dengan situasi yang sama di lingkungan
lihat atau informasi yang mereka tangkap dari lingkungan sekolah, rumah,
tempat kerja.
belajar dan perilaku positif, dari 24 orang siswa kelas 8 (13 orang laki-laki dan
Mereka mengikuti sosiodrama satu sesi setiap minggu selama 45 menit. Pada
rasa hormat terhadap staf pengajar dan orang yang harus menjadi panutan.
Kemudian data dari setiap sesi dikumpulkan dari catatan peserta ditulis
aktivitas dan keikutsertaan selama dalam diskusi. Kesimpulan dari studi ini
kesanggupan untuk mulai belajar secara rutinitas sesuai jadwal. Studi dengan
lebih positif anak muda dalam “berhadapan dengan resiko” Biji, 1998; Howard,
2004; Widdows, 1996 dalam Blatner (2009). Siswa yang mengikuti dramatis
mengajar ilmu perilaku dalam mendorong peserta didik untuk menjadi peserta
sosiodrama; pertama, dalam menangani traumatis dan krisis sosial seperti krisis
peran pada kehidupan nyata mirip teater yang bernuansa intlektual, penuh
aktivitas belajar akademik atau non akademik yang berasal dari dalam dirinya
maupun dari orang serta unjuk perilaku disiplin belajar siswa dalam mematuhi
aturan atau norma dalam kegiatan pendidikan di sekolah, di kelas, di luar kelas,
disiplin belajar dan menolak perilaku yang merugikan pencapaian tujuan belajar
penampilan peran dan reaksi atau respon dari diskusi setelah sosiodrama
4. Teknik Sosiodrama.
berbicara atau keluar ruangan untuk merenung sikap direktur. Teknik patung
dirinya sebagai pribadi dalam berperan dan juga berdialog dengan suara orang
lain. Kadang-kadang peran ganda dapat digunakan untuk interaksi yang tidak
c. teknik suara; bentuk lain dari dua kali lipat, semua peserta dapat melakukannya
misal suara ibu-ibu di kamar, suara anak-anak , suara dari tempat ibadah dan
sebagainya.
d. teknik pembalikan peran; dengan teknik ini orang dapat bergerak dari satu peran
dan menjadi peran lain, sering digunakan untuk peran konfrontatif bila ingin
e. menjelajahi lebih dalam tingkat kesadaran, dapat dilakukan dengan teknik lima
peserta dalam peran secara terbuka, kedua; penggunan alat bantu yang
perannya sebelumnya, setiap orang dilibatkan dan mengambil satu peran yang
berbeda. Sosiodrama dapat diakhiri apabila sudah sulit atau tidak ada lagi sikap,
pemikiran yang dapat dilakukan dalam peran atau suasana sudah tidak nyaman.
a. Pesiapan.
sesuai cerita tersebut dalam bentuk drama. Siswa yang ditunjuk melakukan
peran sesuai dengan tujuan cerita, siswa melakukan peran sesuai dengan
simulasi yang sama atau berbeda dan semua anggota kelompok harus
terjadi.
sosiodrama.
pemimpin kelompok atau fasilitator adalah individu yang sama harus bersifat
netral, berperan sebagai pengatur adegan dan karakter aktor dari waktu ke
dan audien yang seringkali karakter dari perannya abstrak atau belum
muncul yang dapat jadi cermin bagi audien (observer). Fasilitator dapat juga
menggunakan alat yang terlihat oleh aktor sehingga fasilitator dan audien
saja yang bisa mendengar apa yang mereka katakana sementara sesama aktor
tidak bisa, alat semacam ini efektif untuk mengungkapkan perasaan sejati
b) Peran aktor
dengan sukarela memilih peran sesuai tema dan tujuan pengarahan sutradara
c) Peran Audien
1) Pemilihan situasi.
kesempatan kepada empat atau delapan siswa secara spontan aktif menentukan
sistuasi.
2) Memilih Peserta.
dibiarkan mengambil peran yang kecil atau mengundurkan diri, tetapi tetap
siswa malu dengan perasaan mendalam menjadi lebih agresif dan tegas.
3) Setting tempat.
lain; siswa satu kelas dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil (empat atau
kelompok diberikan izin lima sampai 10 menit untuk diskusi pribadi, kemudian
4) Menyiapkan audien.
secara aktif, kemudian audien meminta aktor merasakan dalam kehidupan yang
nyata.
dibahas.
cerita tersebut.
3) Tetapkan siswa yang dapat atau yang bersedia untuk memainkan perannya di
sosiodrama berlangsung.
5) Beri kesempatan kepada para pelaku peran untuk berunding beberapa menit
Roll Browne (2005: 25-34) dan Blatner (2006, revisi 2009) mengemukan empat
1) Fase Pemanasan
spontan misal: tentang gelar kebangsaan dan kehidupan kelas bawah, melakukan
gerakan fisik dengan permainan mencari teman yang hilang atau pertukaran
Dalam fase ini dapat dilakukan berbagai aktivitas yang diarahkan oleh
disekitar masalah yang menjadi topik sehingga drama terlihat secara jelas oleh
audien. Jika dalam proses sosiodrama ada kecemasan dari peserta untuk
memanfaatkan bacaan koran atau daftar tentang isu-isu konflik sosial yang
makna karakter, perasaan yang dapat diperoleh dengan meminta salah satu
kelas.
lain dalam kelompok untuk mencegah kekacauan, peluang jika memilih dan
mereka alami, dan berusaha mengarahkan tanggapan baru terhadap sistem nilai.
tentang apa yang terjadi dan apa tanggapan mereka tentang masalah sosial
tersebut.
b. Saat kritis
kunci dari kejadian tersebut. Apabila kejadian tidak bisa ditolerir kegiatan
dan audien mendiskusikan tampilan dari peran yang dimainkan untuk mengambil
kesimpulan.
Secara ringkas digambarkan peran konselor, aktor dan audien dari setiap
pengalaman pribadi tentang peran yang dialaminya misal sebagai ayah, anak,
sebagai direktur. Audien diminta memberikan respon dari refleksi peran yang
dilakukan peserta.
mendiskusikan dan menyiapkan drama sesuai topik (latihan selama satu minggu).
dengan setting ruangan diatur sendiri oleh siswa. Minggu ke tiga (satu jam
sekolah.
menggunakan empat tahapan atau langkah yaitu memilih topik yang terkait erat
dengan isu sosial nyata ada di sekitar siswa, memilih pemain peran sesuai topik
yang akan dibahas, menata setting tempat sesuai dengan drama yang akan
interaktif yang didasarkan pada isu bidang pendidikan. Menurut Cossa et al.
dapat dijadikan topik bahasan bagi siswa di sekolah. Sosiodrama semacam drama
Dari uraian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa berbagai hal
dalam kehidupan nyata merupakan isu sosial di lingkungan siswa dapat dijadikan
topik bahasan dalam sosiodrama tentunya tidak terlepas dari karakteristik, budaya
dan sistem hubungan sosial dalam upaya pengembangan potensi dan pencapaian
hasil belajar siswa yang ada di lingkungan belajar termasuk motivasi dan disiplin
PPLP.
tingkatan atau tingginya nilai akademik atau kecakapan yang dibutuhkan seorang
siswa untuk menerima suatu nilai huruf disebut kriteria penilaian (Sciarra, 2008:
5).
kelompok tentu tidak ada kaitan dengan nilai akademik, namun yang menunjukan
kecakapan untuk menerima sesuatu dengan lebih baik yang sesuai dengan tujuan
pemahaman dan kesadaran terhadap isu-isu sosial dalam hubungan dengan orang
lain yang terjadi dalam kehidupan nyata. Maka perlu ditetapkan kriteria
a. Dalam tahap persiapan siswa dapat dengan jelas memahami petunjuk atau
secara spontan.
e. Terjadi dinamika kelompok yang dinamis, dan saling menghargai satu sama
lain.
Dari paparan teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa secara umum belajar dilakukan oleh semua orang termasuk siswa
dalam proses sosiodrama terjadi perubahan perilaku yang bersifat relatif permanen,
aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Untuk memperoleh perubahan perilaku belajar
siswa dituntut untuk melakukan serangkaian kegiatan belajar yang terencana.
Sedangkan siswa SMA olahraga dengan karateristik yang berbeda dengan sekolah
umum lainnya mempunyai tuntutan untuk melakukan serangkaian kegiatan yang lebih
menyeimbangkan aspek hasil belajar yang ditandai 60% kegiatan belajar berkenaan
olahraga dan 40% kegiatan belajar akademik. Begitu juga halnya siswa SMA yang
Dalam serangkaian kegiatan belajar terencana siswa tidak terlepas dari motivasi
belajar dan disiplin, motivasi belajar pada diri siswa seringkali berada pada katagori
rendah serta siswa kurang disiplin dalam melakukan semua kegiatan, Dengan
diri siswa tentu hasil di dapat kurang efektif sesuai dengan harapan yang ditentukan
dengan kata lain hasil belajar siswa rendah bahkan akan mengalami kegagalan.
Kelompok siswa yang sering mempunyai motivasi belajar rendah dan siswa
kurang disiplin ternyata terjadi juga pada siswa sekolah olahraga. Siswa kelompok ini
akademik. Salah satu upaya yang diduga dapat dilakukan pendidik atau konselor
sekolah untuk membantu meningkatkan motivasi belajar dan disiplin siswa melalui
kompetensi pribadi melalui pendidikan formal dan latihan, juga harus memahami
Dengan memahami isu-isu etika dalam bimbingan dan konseling online konselor
dengan metode sosiodrama secara online dari berbagai aspek etika, kerahsasiaan
penting berguna bagi siswa untuk mendapat bimbingan dan latihan dengan
memainkan peran-peran sosial yang terjadi di masyarakat saat ini dalam bentuk drama
tanpa skenario, interaksi yang terjadi secara spontan akan meningkatkan pemahaman
dan kesadaran mereka dalam berinteraksi serta tanggung jawab pribadi maupun
pengatur laku atau peran, konseli yang memainkan peran disebut aktor dan audien
bagi yang tidak terlibat ikut serta bermain peran. Langkah-langkah sosiodrama yang
dilakukan terdiri dari (1) pengawalan atau pemanasan meliputi kegiatan: menciptakan
hubungan baik dengan semua anggota dengan perkenalan dan permainan game,
berdoa, menjelaskan tujuan kegiatan dan cara atau teknik melakukan sosiodrama,
isu-isu masalah yang berkaiatan dengan pertumbuhan dan perkembangan siswa sesuai
dengan karakter, budaya sitem sosial yang nyata di lingkungan siswa dengan
membaca sinopsis atau memaknai guntingan koran atau foto yang telah disediakan,
menjelaskan dan mengarahkan pembagian peran dan aktivitas yang harus dilakukan
pemain peran yang ditampilkan (yang pemalu diberikan kesempatan kecil), membagi
kesempatan kepada kelompok untuk tampil terlebih dahulu (pemain peran bukan
hanya pintar melucu tetapi harus pintar berfantasi) dalam proses sosiodrama dapat
digunakan dan dipilih berbagai teknik yaitu; teknik pengandaan, teknik suara,
empati. (4) pengakhiran; apabila suasana kelompok sudah tidak nyaman dan diakhiri,
umum dengan cara merefleksi diri berdasarkan masukan dari audien, atau refeleksi
PEMERAN :
Ibu I (Ibu Khodijah) usia 35th: Ibu yang sangat baik, sangat memahami si anak, ibu
yang sikapnya lembut pada anak, dan sabar, suka memberi nasehat, dan selalu
tersenyum, tidak pernah marah, dan tegas. (AULIA)
Ibu 2 (Ibu Zulaikha) usia 35th : Ibu yang kejam, suka memukul anak jika anak
sedikit membangkang atau melakukan kesalahan pada orangtua, hubungan tidak
rukun dengan suami, suka marah, terlalu keras pada anak. (LINA)
Anak I (Sholih) usia 12th: anak dari ibu Khodijah, anaknya baik, penurut, pintar,
prestasi di sekolah baik, tidak pernah bertengkar, selalu ranking satu di sekolah,
berani, dan jujur, rajin belajar. (ROFIQ)
Anak 2 (Sholihah) usia 7 th: anak dari ibu Khodijah, anaknya baik, penurut, pintar,
prestasi di sekolah selalu baik, selalu melerai teman jika bertengkar, berani, jujur,
suka menolong, perhatian pada orangtua dan saudara, serta teman, rajin belajar.
(BELLA)
Anak 3 (Abu) usia 12th: anaknya suka memukul dan berkelahi, omongannya kasar,
tidak hormat pada orangtua, suka membolos, tidak jujur, nilainya selalu jelek.
(INDRA)
Anak 4 (Lai) usia 7th : anaknya genit, suka menggoda pria dewasa, omongannya
kasar, suka memukul, malas belajar, nilainya selalu jelek, suka berbohong, kurang
perhatian orangtua. (NIA)
Ayah I (Muhammad) ayah anak 1 dan 2, suami istri 1, usia 40th: ayah yang baik,
perhatian pada keluarga, tidak pernah marah, tegas, selalu mendampingi anaknya
belajar, sabar, suka memberi nasihat. (BRIAN)
Ayah 2 (Fir’aun) : sombong, kejam, suka memukul anak, suka membentak istri dan
anak, suka mabuk-mabukan, dan sering merokok, suka berjudi, malas bekerja.
(YANUAR)
Nenek Minah : Nenek yang mau menyeberang jalan (NELI)
Bu Fatimah : Guru yang baik hati (NELA)
Sahabat Lai : Ina (LUSI)
Sahabat Sholih : Aisyah (YOLANDA)
Sahabat Sholihah : Fai (MEME)
H. PROLOG
Di suatu desa yang sangat indah, penduduknya tergolong ramah dan suka bergotong
royong. Penduduknya sangat rukun dan sangat mengenal satu sama lain walaupun
tempat tinggalnya berbeda RT, RW, bahkan dukuh. Tetapi, desa itu memiliki
permasalahan, banyak kasus orangtua yang bercerai karena keegoisan mereka dengan
tidak memperhatikan nasib dan perkembangan anaknya, karena faktor ekonomi dan
negara yang kurang konsisten membimbing untuk mencapai kesejahteraan warga
negaranya sehingga masih banyak yang miskin tapi korupsi para pejabat masih
merajalela di instansi kenegaraan yang menjadi lahan subur, akhirnya nekat untuk
bekerja ke luar negeri dan meninggalkan anak-anak mereka tanpa tahu tumbuh
kembang anak selama mereka tidak ada, anak-anak pun terganggu dalam
perkembangannya. Seharusnya, masa anak-anak adalah masa emas karena sebagai
pondasi perkembangan dan pertumbuhan mereka kelak ketika sudah menjadi sosok
yang matang sebagai seseorang yang dewasa.
Dengan sedikit permasalahan itu, banyak juga keluarga yang rukun dan kuat
mempertahankan hubungan rumahtangganya sehingga anak bisa tumbuh dan
berkembang dengan semestinya, masih ada keluarga yang sakinah, mawaddah, dan
warohmah di desa tersebut, Insya Allah.
Di antara sekian banyak kepala keluarga, ada dua keluarga yang sangat bertolak
belakang dalam kehidupan dan cara mendidik si anak. Keluarga pertama adalah
keluarga bapak Fir’aun, keluarga ini tidak rukun, bapak Fir’aun sering bertengkar
dengan istrinya, panggil saja ibu Zulaikhah, dan anaknya pun juga jadi sasaran
amarah, anaknya bernama Abu kelas 6 SD dan Lai kelas 2 SD, masih sekolah di SD
Ulul Albab di desa itu, dan menjadi anak yang bermasalah.
Keluarga kedua adalah keluarga bapak Muhammad, istrinya bernama ibu Khodijah.
Keluarga tersebut rukun dan sederhana, banyak tetangga yang iri dan salut pada
hubungan mereka, karena ketika ada masalah dalam keluarga selalu dihadapi dengan
kepala dingin dan dengan jalan musyawarah, anak mereka bernama Sholih dan
Sholihah pun menganggap orangtuanya bukan sekedar orangtua, akan tetapi sebagai
sahabat. Sholih dan Sholihah bersekolah di sekolah dan kelas yang sama dengan Abu
dan Lai.
ADEGAN I
Di pagi yang cerah, di rumah Bapak Fir’aun.
Zulaikha : “Abuuu…Laiii…Banguuun…sudah pagi! Cepetan berangkat
sekolah!”
(sambil memasak di dapur)
Abu : “Iyoyo,bu. Cerewet banget sih!” (sambil mengucek mata)
Zulaikha : “Kurang ajar kamu, ngatain ibu kurangajar! Cepetan!”
(sambil membawa sutil menuju Abu dan menjulurkan sutil ke tangan Abu)
Abu : “Aduh, sakit,bu!” (sambil mengerang dan meniup lukanya).
Zulaikha : “Mangkane ta, ojok kurangajar karo ibu! Ndang adus kono!”
Abu : (Abu melotot ke ibunya sembari meninggalkan ibunya)
Lai : (Lai melihat ke ibu)
Zulaikha : “Ndang adus kono, iki pisan melok-melok mas’e kono! Bangunin
bapakmu dulu tuh! Tidur terus, emang nggak kerja hari ini?”
(sambil mendorong kepala Lai)
Lai : “Iya” (meninggalkan ibu dan menuju ayah yang masih tidur)
(Pak Fir’aun masih pulas tidurnya)
Lai : “Pak, bangun! Bangun,pak!”
(sambil menggoyang-goyangkan badan ayah)
Fir’aun : “Opo seh?! Bapak masih ngantuk, engkok ae! Sana kamu berangkat
sekolah!”
(Fir’aun kembali tidur, dan Lai kembali ke ibunya)
Lai : “Bu, bapak nggak mau bangun lho!”
Zulaikha : “Oh, pancene bapakmu iku. Nggak bener samasekali. Kerjaannya
mabuk judi terus! Merokok yo bablas, susu anak’e nggak dibeliin” (mengomel sambi
menuju bapak). “Pak, tangi! Wes isuk iki! Nggak kerjo a?”
Fir’aun : “Opo seh,bu. Wes talah, masak kono!”
Zulaikha : “Opo-opo, yo tangi! Ndang adus terus budhal kerjo! Mangkane ojok
mabuk ae, mulih bengi, nggak nggowo duwit, malang ngabisin duit. Judine iku pisan
terusno ae!”
Fir’aun : “Lambemu iku lho jogoen!” (membentak)
Lai dan Abu : (mengintip dan berangkat sekolah)
ADEGAN 2 :
Di rumah bapak Muhammad.
Ibu : “Sholih, Sholihah sayaaang…sudah bangun? Ayok bangun dulu!
Sholat Shubuh, setelah itu segera mandi dan berangkat sekolah,jangan lupa sarapan
dulu ya,sayang.”
(Sholih dan Sholihah mendatangi ibu dan mengucek mata)
(Mereka sekeluarga sholat shubuh berjama’ah, setelah sholat berjama’ah ibu
menyuruh Sholih membantu ayah membersihkan rumah)
Ibu : “Sholih, Sholihah, kamu membantu bapak membersihkan rumah ya!”
Sholihah : “Ibu masak apa? Sholihah bantuin ya! Kak sholih yang membantu
bapak aja.”
Sholih : “Iya.”
(Ibu tersenyum dan mengangguk kemudian ibu dan Sholihah menuju dapur.
Sholih dan ayah membersihkan rumah)
(Sholihah dan ibu memasak)
(Ayah yang selesai bersih-bersih rumah menghampiri Ibu, dan Sholih mandi)
Bapak : “Istriku yang sholihah, hari ini masak apa? Hmm…sepertinya enak
nih!
Jadi tidak sabar untuk menghabiskan makanan nih! hehe”
Ibu : “Ah,bapak bisa saja! Ibu memasak tumis dan ikan.”
Sholih selesai mandi dan memanggil adiknya
Sholih : “Adiiik… kakak sudah selesai mandi, sekarang giliran kamu.”
Sholihah : “Iya,kak.”
Setelah Sholih dan Sholihah selesai mandi, mereka sarapan bersama ayah dan
ibu.
(Setelah sarapan, Sholih dan Sholihah pamit kepada orangtuanya dan
bersalaman).
Sholih Sholihah pamit: “Assalaamu’alaikum”
Ayah dan Ibu : “Wa’alaikumsalam”
Ayah : “Hati-hati di jalan. Selamat belajar.”
ADEGAN 3 :
Di sekolah, Abu berdiri di depan sekolah.
Abu : “Ah, males sekolah! Bolos sajalah! Mau main aja! Lai, bolos yuk!
Males nih masuk!”
Lai : “Bolos kemana,kak?”
Abu : “Ya, maen, bego! Ayo, tapi jangan bilang bapak sama ibu ya! Kalau
ngomong, awas kamu!”
Lai : “Iya,kak”
Abu : “Yuk!”
Ina pun lewat, dan Lai memanggilnya.
Lai : “Ina, ikut kami yuk!”
Ina : “Kemana?”
Lai : “Bolos.”
Ina : “Ayo, bosen nih! Aku sebel tadi lihat orangtuaku bertengkar lagi
membahas cerai.”
Lai : “Sama donk! Ya udah, berangkat yuk!”
(mereka pun meninggalkan sekolah)
Di jalan, mereka berpapasan dengan Sholih dan Sholihah. Dan Sholih menyapa
Abu, Ina dan Lai.
Sholih : “Selamat pagi, Abu dan Lai! Kalian mau kemana? Kok balik lagi?”
Abu : “Yok! Mau main. Daripada sekolah, males.”
Sholihah : “Berarti kamu bolos donk?”
Abu : “Emang kenapa?”
Sholih : “Itu’kan perbuatan yang tidak terpuji, apalagi tidak ijin sama bu
guru.”
Sholihah : “Kalian sama aja membohongi orangtua kalian.”
Lai : “Kita tidak peduli. Toh, ibu sama bapakku nggak ngurusin. Bapak
juga masih tidur jam segini. Jadi, nggak bakal ketahuan. hahaha” (sambil ketawa)
Sholih : “Masya Allah”
Lai : “Ya udah, kami cabut dulu ya!”
Lai dan Abu meninggalkan Sholih dan Sholihah, dan kedua anak pak
Muhammad dan bu Khodijah melanjutkan perjalanan ke sekolah,
Di dalam kelas
Guru : “Selamat pagi,anak-anak pintar!”
Sholih dan Aisyah : “Selamat pagi,bu.”
Guru : “Ibu absen dulu ya! Aisyah?”
Aisyah : “Hadir,bu!”
Guru : “Sholih?”
Sholih : “Hadir,bu.”
Guru : “Abu?”
Sholih : “Tidak hadir,bu. Tadi saya ketemu Abu di depan sekolah,
katanya malas sekolah.”
Guru : “Kenapa?”
Sholih : “Tidak tahu,bu.”
Guru : “Ya sudah. Yang penting kalian tidak meniru perbuatan itu,
karena membolos adalah perbuatan yang tidak terpuji, dan tidak disukai oleh Tuhan.”
Sholih dan Aisyah : “Iya,bu.”
Guru : ”Baik, sekarang kita membahas PR kemarin ya!”
Di kelas Sholihah,
Guru : “Sholihah, kamu tahu Lai kemana ya?”
Sholihah : “Tadi Lai ikut kakaknya tidak masuk sekolah,bu.”
Guru : “Ya sudah, nanti ibu yang urus.”
Sambil berbisik Fai, sahabat Aisyah, bertanya pada Aisyah
Fai : “Aisyah, memang Lai kemana?”
Sholihah : “Membolos”
Fai pun mengangguk.
ADEGAN 4
Di jalan, Abu, Lai dan Ina duduk di pinggir jalan. Ada cowok yang lewat, dan
digoda oleh Lai.
Lai : “Mas…mas…menoleh dulu donk!”
Cowok itu hanya menggeleng kepala. Abu, Lai, dan Ina pun ketawa.
Sepulang sekolah, Sholih, Sholihah, dan Fai bertemu nenek tua yang mau
menyeberang. Dan di pinggir jalan mereka bertemu dengan Abu, Lai, dan Ina
yang sedang makan jajan.
Sholihah : “Kakak, Fai, ada nenek tua yang mau menyeberang tuh! Yuk
kita bantu!”
Sholih dan Fai : “Ayo…ayo…”
Ketika Sholih, Sholihah, dan Fai hendak membantu nenek menyeberang, Abu
yang melihat mereka, lalu menghampiri mereka.
Abu : “Kalian mau ngapain?”
Fai : “Kita mau membantu nenek itu, Abu. Kasihan nenek itu mau
menyeberang.”
Lai : “Nggak usah dibantu, kan nenek itu bisa menyeberang
sendiri.”
Sholihah : “Ya tidak boleh seperti itu. Kata bapak sama ibuku, kita harus
saling tolong menolong.”
Ina : “Nggak penting.”
Sholih menggandeng nenek itu
Sholih : “Nenek, mari kami bantu menyeberang.”
Nenek : “Oh iya,nak. Terimakasih ya! Kalian memang anak-anak yang
baik.”
Abu menghalangi jalan di depan mereka sambil ketawa
Abu : “Nggak boleh lewat, nggak boleh lewat. Hayooo…hahahaha”
Ada sebuah motor yang melaju dengan sangat kencang dan menyerempet Abu.
Abu pun jatuh, dan mengerang. Semua yang ada di situ membantu Abu.
ADEGAN 5
Di rumah Abu. Abu terbaring di tempat tidurnya, di ruangan itu ada orangtua
Sholih dan Sholihah, orangtua Abu dan Lai, Sholih, Sholihah, Lai, Ina, dan Fai.
Abu memulai pembicaraan
Abu : “Maafin Abu ya, Sholih, Sholihah, dan Fai. Abu pengen punya
orangtua kayak orangtuamu. Kayaknya nggak pernah marah, dan lembut sekali, bisa
menjadi sahabat.”
Sholih : “Iya, nggak apa-apa. Maafkan kita juga ya! Walaupun
orangtua kamu keras sama kamu, tapi mereka sayang sama kamu, hanya saja caranya
yang keliru.”