Anda di halaman 1dari 43

KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF

Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional.

Tujuan pelayanan bimbingan dan konseling adalah agar konseling yaitu (1)

merencanakan kegiatan penyelesaian studi, (2) mengembangkan seluruh potensi dan

kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin, (3) menyesuaikan diri dengan

lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya, (4)

mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan

lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja (Depdiknas,

2007:197).

Atas dasar tujuan bimbingan dan konseling, maka implementasi bimbingan

dan konseling di sekolah/madrasah dalam kontek komprehensif, merupakan bagian

terpadu dari keseluruhan program pendidikan setiap sekolah. Program ini merupn

program yang sesuai dengan perkembangan siswa dan menyediakan kegiatan yang

ditata dan diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli,

yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier atau terkait dengan

pengembangan pribadi konseli, sebagai makhluk yang berdimensi

biopsikososiospiritual dengan konselor profesional.

Untuk melaksanakan tugasnya konselor harus memahami bahwa konteks

program bimbingan dan konseling komprehensif di sekolah (jalur pendidikan formal)

mengandung empat komponen pelayanan yaitu; ASCA (dalam ABKIN, 2007) pada

konsep asli (1) guidance curricullum untuk menghindari penafsiran bahwa bimbingan

dan konseling sebagian kurikulum yang diajarkan kepada siswa dinamanakan

layanan dasar, (2) pelayanan responsif, (3) perencanaan individual dan (4) dukungan

sistem. Hal ini dipertegaskan pada Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Kelompok


(Lampiran Permen Dikbud No 111 tahun 2014).

Empat komponen tersebut dilaksanakan dengan berbagai strategi yang tentu

saja masing-masing komponen berbeda. Bimbingan kelompok adalah salah satu

strategi yang dapat dilakukan oleh konselor/guru bimbingan dan konseling di sekolah

dalam melaksanakan perannya temasuk dalam komponen pelayanan dasar.

Empat komponen pelayanan dalam program bimbingan dan konseling yang

telah dikemukakan merupakan suatu pedoman bagi konselor dalam rangka

melaksanakan peran dan tugasnya untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik

yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan berbagai pendekatan konselor memberikan

layanan bimbingan untuk meningkatkan ketrampilan siswa salah satunya melalui

bimbingan kelompok.

1. POSISI BIMBINGAN DAN KONSELING KELOMPOK

Gazda 1984 dalam Wibowo (2005:40) menyatakan bahwa “ bimbingan

kelompok diorganisasi untuk mencegah perkembangan masalah, yang isi utamanya

meliputi informasi pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang tidak

disajikan dalam bentuk pelajaran”. Kemudian Strupp (1978) menggambarkan “isi dari

kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas informasi yang berkenaan dengan masalah

pendidikan, pekerjaan, pribadi dan masalah sosial yang tidak disajikan dalam bentuk

pelajaran. Informasi yang diberikan dalam bimbingan kelompok terutama

dimaksudkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan

pemahaman mengenai orang lain, sedangkan perubahan sikap merupakan tujuan yang

tidak langsung”. Kegiatan bimbingan kelompok di sekolah biasanya dipimpin oleh

konselor atau guru pembimbing.

Bagaimanapun, pertimbangan lebih tangguh lagi untuk menggunakan


kelompok-kelompok adalah membantu para siswa mengetahui satu sama lain,

mengizinkan siswa melihat model-model dari perilaku-perilaku yang positif, dan

mempraktikkan perilaku-perilaku baru, serta mempraktikkan perilaku-perilaku

baru di depan teman sebaya. Sedang keberadaan mereka dalam suatu kelompok

untuk membuat siswa itu mengalami sebagian dari kehidupan ini atau masalahnya;

bahwa ia bukan satu-satunya yang memiliki masalah seperti hal ini" (Corey &

Corey,2008)

Bimbingan kelompok yang disarikan dari pendapat Wibowo (2005: 38-39)

adalah: 1) bimbingan kelompok diberikan kepada semua individu untuk membahas

masalah atau topik-topik umum secara luas dan mendalam bermanfaat bagi

anggota kelompok, 2) upaya tindakan langsung dalam mengubah sikap dan

perilaku klien melalui penyajian informasi teliti atau yang menekankan dorongan

berfungsinya kemampuan kognitif, 3) kelompok yang beranggotakan jumlah besar

(15-30 individu), 4) lebih bersifat instruksional nampak dalam konselor

membimbing kelompok, 5) ditujukan supaya klien dapat membuat rencana yang

tepat serta membuat keputusan yang memadai cenderung bersifat mencegah, 5) isi

pembicaraan bersifat umum dan tidak rahasia, 6) suasana interaksi bersifat multi

arah.

Hal ini dipertegas lagi bahwa bimbingan kelompok ditujukan untuk

merespon kebutuhan dan minat para peserta didik. Topik yang didiskusikan dalam

bimbingan kelompok adalah masalah bersifat umum dan tidak rahasia” (Depdiknas

2007: 225). Sedangkan Rusmana (2009: 15-16) menggambarkan bahwa “

bimbingan kelompok:

- bertujuan dan berfungsi untuk pencegahan masalah dan pengembangan diri,


- jumlah anggota 2-15 orang
- karakteristik anggota hitrogen-homogen,
- bentuk kegiatan permainan-instruksional
- peran pembimbing sebagai fasilitator
- peran anggota, aktif membahas topik dan bermanfaat bagi pencegahan maslah
atau pengembangan diri
- suasana kelompok; interaksi multiarah dan aktif bernuansa intlektual, pencerahan
dan pendalaman
- teknik yang digunakan; sosio-edukasional
- sifat dan materi pembicaraan; masalah umum (melebar) dan tidak memuat rahasia
pribadi
- lama dan frekwuensi kegiatan; sesuai dengan tingkat pemahaman anggota tentang
topik masalah.
- Evaluasi; keterlibatan, pemahaman isi dan dampak terhadap anggota kelompok.

Hartinah (2009:47) mengemukakan hal-hal berkaitan dengan bimbingan

kelompok di antaranya; a) bimbingan dan konseling kelompok disediakan bagi

semua siswa tanpa terkuali menyentuh kebutuhan semua siswa tanpa terkecuali,

sehingga implikasi pada beragam bentuk layanan (konseling, bimbingan

kelompok, dan varian dari bentuk tersebut sesuai kebutuhan), b) layanan

bimbingan kelompok dirancang secara berurutan dan fleksibel (dalam

pelaksanaannya).

Berlandaskan pendapat yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa

bimbingan dan konseling kelompok adalah salah satu upaya langsung untuk

memfasilitasi siswa mengubah sikap dan perilaku belajar dalam mengembangkan

potensi dengan memahami secara mendalam suatu kondisi tertentu yang

bernuansa intlektual dalam suasana kelompok, sehingga dapat mencegah dan

mengatasi terjadinya masalah yang menghambat pencapaian pertumbuhan dan

perkembangan siswa.

Hal ini mengisyaratkan bahwa program bimbingan kelompok tersebut dapat

dengan leluasa dimodifikasi sesuai dengan kondisi aktual perkembangan siswa dari

waktu ke waktu sesuai kebutuhan. Hal ini merupakan salah satu dasar dari

pengembangan model bimbingan kelompok pada penelitian sesuai kondisi faktual

di lingkungan sekolah olahraga.


2. DEFINISI KELOMPOK DALAM KONSEP BIMBINGAN DAN

KONSELING KELOMPOK.

Untuk melaksanakan praktik bimbingan dan konseling kelompok konselor

ataupun guru bimbingan dan konseling terkait disiplin profesional harus

mengetahui definis berdasarkan ciri kelompok yang dapat di bagi menjadi 3

tingkatan Webster dalam Gibson dan Mitchell (2010) yaitu:

a. Bimbingan

3. Keuntungan bimbingan kelompok

Ada beberapa keuntungan yang menunjukkan pentingnya bimbingan

kelompok yang dinyatakan Surya dan Rochman Natawijaya 1986 (Rusmana, 2009:

14) yaitu: 1) lebih bersifat efektif dan efisien, 2) memanfaatkan pengaruh-pengaruh

seseorang atau beberapa orang indvidu terhadap anggota lainnya, 3) saling tukar

pengalaman diantara para anggotanya yang dapat berpengaruh terhadap perubahan

tingkah laku individu, 4) merupakan awal dari konseling individual, sehingga

bimbingan kelompok dapat dimanfaatkan untuk mempersiapkan individu yang

akan mendapat layanan konseling, 5) bagi kasus-kasus tertentu, bimbingan

kelompok dapat digunakan sebagai subsitusi, yakni dilaksanakan karena kasus

tidak dapat ditangani dengan teknik lain, 6) kesempatan untuk menyegarkan

pikiran.

Keuntungan memberikan layanan bimbingan kelompok dipertegas lagi oleh

Hartinah (2009: 8- 9)

1) Melalui bimbingan kelompok, siswa dilatih menghadapi suatu tugas

bersama atau memecahkan suatu masalah bersama.

2) Dalam mendiskusikan sesuatu bersama, siswa di dorong untuk berani

mengemukakan pendapatnya, dan menghargai pendapat orang lain.


3) Banyak informasi yang dibutuhkan oleh siswa dapat diberikan secara

kelompok dan cara tersebut lebih ekonomis.

4) Melalui bimbingan kelompok, beberapa siswa menjadi lebih sadar bahwa

mereka sebaiknya menghadap konselor untuk mendapat bimbingan lebih

mendalam.

Keuntungan bimbingan kelompok yang dipaparkan jelas memberikan

banyak keuntungan tidak hanya bagi siswa anggota kelompok perorangan tetapi

untuk bersama, bernilai ekonomis bagi konselor dan pihak sekolah. Dalam

penelitian ini jelas siswa diberikan latihan keterampilan untuk memahami dan

menyadari berbagai informasi sosial seputar aktivitas akademik dan berkaitan

dengan pengembangan kecerdasan kinestetik khususnya olahraga, sehingga

semakin meningkatkan motivasi dan disiplin siswa dalam belajar. Untuk dapat

melaksanakan bimbingan kelompok dengan efektif dalam mewujudkan

keuntungan yang dimaksudkan maka konselor harus mempunyai kompetensi

pribadi yang profesional.

4. Kompetensi Konselor Bimbingan dan Konseling Kelompok.

Karakteristik kepribadian konselor dalam melaksnakan bimbingan

konseling kelompok merupakan faktor penentu keberhasilan. Kepribadian

tersebut harus didukung oleh keterampilan dasar konseling yang spesifik.

Keterampilan dapat dikembangkan melalui pendidikan latihan dengan

memasukkan unsur seni secara sensitif dan tepat dalam penggunaannya. Corey

and Corey (2008: 33-40) menggambarkan keterampilan pokok yang dapat

dipelajari dan dilatihkan yaitu: 1) mendengarkan secara aktif , 2) merefleksi, 3)

mengklarifikasi, 4) merangkum, 5) menjadi fasilitator, 6) berempati, 7)

menafsirkan, 8) bertanya, 9) menggabungkan, 10) mengkonfrontasikan, 11)


memberi dukungan, 12) membimbing, 13) menilai, 14) membuat model, 15)

menyarankan, 16) mengawali (mengambil inisiatif), 17) mengevaluasi, 18)

mengakhiri.

Sedangkan secara hukum telah dinyatakan ditegaskan pada Permen

Pendidikan Nasional No 27/2008 bahwa konselor di sekolah mempunyai latar

belakang pendidikan Sarjana Strata 1 Bimbingan dan Konseling dan Pendidikan

Profesi Konselor.

Dengan demikian secara jelas dinyatakan bahwa untuk melaksanakan

bimbingan kelompok di sekolah tidak dapat dilakukan oleh semua orang yang

menyatakan dirinya konselor apabila tidak mempunyai kompetensi sebagai

konselor profesional yang mempunyai karakteristik kepribadian dan didukung

oleh keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Melalui

pendidikan dan latihan diduga konselor sudah mempunyai pemahaman untuk

penguasaan teori dan praktik, pengalaman dan keterampilan untuk

melaksanakan bimbingan kelompok sesuai dengan langkah-langkah dikemukakan

sebagai berikut.

5. Langkah-langkah Bimbingan Kelompok.

Menurut Glading 1995 (Wibowo,2005:85) ada empat langkah utama

yang harus ditempuh dalam melaksanakan bimbingan dan konseling kelompok

yaitu 1) langkah awal (Beginning a Group), 2) langkah transisi (The transition

Stage in Group), 3) langkah kerja (The working Stage in a Group) dan 4) langkah

terminasi (Termination of Group). Langkah ini sejalan dengan yang dikemukakan

Tuckman 1999 dalam wibowo yaitu; forming, storming, norming, performing dan

adjouming.

Hartinah (2009:232) menegaskan berbagai ahli telah mengenalkan tahapan


perkembangan dengan memakai istilah yang kadang berbeda, tetapi pada

dasarnya isinya sama. Pada umumnya terdapat empat perkembangan tahapan

bimbingan kelompok yaitu; tahap pembentukan, peralihan, pelaksanaan dan

pengakhiran.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan ternyata dalam pelaksanaan

bimbingan kelompok semuanya berpedoman dan menggunakan empat langkah

atau tahapan, walaupun redaksinya atau istilah yang berbeda namun pada

dasarnya prinsip dan cara pelaksanaannya hampir sama. Pendapat ini

mengisyaratkan walau pelaksanaan bimbingan kelompok dapat dimodifikasi

sesuai teknik yang digunakan namun tetap menggunakan empat langkah kegiatan,

begitu juga dalam uji coba model bimbingan kelompok dalam penelitian ini.

Selain memahami konsep dasar pelaksanaan bimbingan kelompok seorang

konselor profesional harus memahami berbagai informasi berkenaan dengan isu-

isu perkembangan bimbingan kelompok. Isu-isu perkembangan bimbingan

kelompok di antaranya digambarkan sebagai berikut.

6. Isu Etik dalam Bimbingan dan Konseling Kelompok.

a. Isu Bimbingan dan Konseling Online.

Bimbingan dan konseling secara online tidak dapat didukung dari sudut

pandang etika dan klinis, karena sulit dalam menjamin informasi dan

memelihara kerahasian yang telah disepakati dari suatu kelompok. Dalam

Corey and Corey (2008) Humphreys, Winzelberg, dan Klaw (2000)

menyatakan bahwa “psikoterapi kelompok online tidak dapat secara etis

dilakukan melalui internet kecuali dalam lingkungan yang sangat terbatas,

persoalannya adalah kerahasian dan privasi konseli”. Chung dan Yeh (2003)

menggambarkan “ untuk kelompok-kelompok online menangani masalah ras,


kultural dan gender para lelaki Amerika Asia. Menekankan pentingnya

fasilitator kelompok yang mengambil peran aktif dalam menentukan suasana

kelompok dengan membuat aturan dasar khusus pedoman untuk menjaga

kerahasiaan”.

Selain isu-isu berkenaan dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling

secara online, konselor juga harus memahami terhadap isu-isu lainnya

berkenaan dengan konselor bimbingan kelompok.

b. Isu Etik dalam Latihan Konselor Kelompok.

Salah satu isu etika kontroversi dalam latihan mempersiapkan pemimpin

kelompok adalah menggabungkan metode didaktik dan eksprimen. Maerta,

Wofgang dan Mcneil 1993 dalam Corey and Corey (2008) menemukan bahwa

sebagian besar pendidik konselor kelompok terus menggunakan kelompok

eksprimen dalam mempersiapkan konselor kelompok. Selain itu Corey and

Corey (2008) menyatakan sebelum mahasiswa mengikut latihan mempunyai

hak untuk diberitahu tentang hakekat spesifik dari persyaratan pendidikan.

Dalam eksprimen peserta latihan belajar mengeksplorasi diri dan menangani

isu-isu pribadi dalam kelompok dan bagaimana memfasilitasi kelompok sebaik

mungkin.

Jelas uraian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa konselor

profesional bimbingan kelompok selain mempunyai karakteristik kepribadian

harus didukung keterampilan dasar dalam bimbingan dan konseling yang

dikembangkan melalui pendidikan dan latihan dengan memasukan unsur seni

yang menggabung metode didaktik dan eksprimen.

Dengan mengetahui dan memahami isu-isu yang dikemukakan para ahli

jelas tergambar bahwa konselor harus dapat mempertimbangkan dengan baik


berbagai kemungkinan terjadi apabila melaksanakan bimbingan kelompok

secara online dari aspek etika dan kerahasian informasi, lingkungan tempat

penyelenggaraan layanan, semua ini akan mewarnai keberhasilan proses

bimbingan dan konseling secara keseluruhan.

7. Teknik-teknik Bimbingan dan Konseling kelompok.

Dalam perkembangan pelaksanaan bimbingan kelompok yang dilakukan

oleh konselor sekolah di Indonesia umumnya dengan mengutamakan teknik

diskusi, sebagaimana dikembangkan oleh Prayitno sejak tahun 1999, begitu juga

Hartina (2009). Menurut Romlah (2001: 87-124) ada beberapa teknik yang biasa

digunakan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok antara lain; pemberian

informasi atau ekspositori, diskusi kelompok, pemecahan masalah (problem

solving), penciptaan situasi kekeluargaan (home room), permaianan peranan,

karya wisata, pemaianan simulasi dan sosiodrma.

Kemudian Rusmana (2009:16) mengemukakan salah satu metode atau teknik

dalam bimbingan kelompok dapat diorientasikan pada aktivitas-aktivitas yang

tersetruktur dan terencana dalam durasi, materi dan resikonya. Metode atau teknik

yang melibatkan aktivitas yang disebut latihan (execise). Teknik latihan ini

mencakup berbagai teknik lain dalam bimbingan kelompok seperti diskusi,

simulasi, dan sosiodrama. Lebih jauh dikembangkan bimbingan kelompok dengan

metode latihan.

Bertitik tolak dari perkembangan pelaksaanaan bimbingan kelompok di

Indonesia secara umum masih terbatas pada penggunaan metode diskusi walau

sebagian konselor sudah menerapkan metode latihan, maka dalam penelitian ini

dikembangkan pelaksanaan bimbingan kelompok dengan metode sosiodrama.

Meskipun demikian pada dasarnya sudah ada konselor menggunakan metode


sosiodrama ini dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, namun belum

mempunyai rancangan yang jelas dan baku sebagaimana konsep dasar teori yang

dikembangkan oleh Y.L. Moreno sejak tahun 1953. Metode sosiodrama

merupakan salah satu teknik bimbingan kelompok yang diperlukan dalam rangka

membantu siswa untuk memahami dan mengenali berbagai isu sosial yang ada di

lingkungan kehidupan siswa saat ini yang mewarnai keberhasilan belajar.

A. Bimbingan Kelompok dengan Metode Sosiodrama.

Bimbingan dan konseling kelompok dilakukan konselor sebagai suatu proses

pemberian bantuan kepada siswa melalui suasana kelompok yang

memungkinkan setiap anggota kelompok untuk belajar dengan berpartisipasi

aktif dan berbagai pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap

sosial dan emosional atau keterampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah

timbulnya masalah atau dalam upaya pengembangan diri. Dalam proses

pemberian bantuan tersebut siswa melakukan aktivitas berbagai latihan untuk

memperoleh berbagai ketrampilan dalam berinteraksi sosial salah satunya adalah

metode bermain peran dengan sosiodrama.

Pengalaman konselor sekolah SMA Negeri 2 Depok telah mencoba

menggunakan metode sosiodrama (dilaksanakan pada layanan informasi bersifat

klasikal bukan bimbingan kelompok), hasilnya menunjukkan siswa memberikan

respon positif dan antusias tinggi, lebih terbuka dan banyak mengembangkan

kreaktivitas serta kepercayaan diri dalam mengenali, memahami dan menyikapi

suatu isu sosial ada dalam masyarakat yang menguntungkan dan merugikan

berkaitan dengan perannya sebagai pelajar. Selain itu siswa menambahkan

sosiodrama menyenangkan karena dapat memberikan kesempatan mengemukakan


dan mengembangkan banyak aspirasi, menjadikan siswa lebih memahami

kehidupan masyarakat (Kunjungan peneliti ke SMA Negeri 2 Depok pada Kamis 21

Desember 2010).

Untuk lebih memahami secara medalam tentang cara melaksanakan metode

sosiodrama diuraikan sebagai berikut.

1. Histori-Filosofi dan Hakekat Metode Sosiodrama

Secara filosofis sosiodrama menunjukan perkembangan yang dinamis dari

teori dan praktik filosofi sosial dan psikologi humanistik (bersifat kemanusian)

terutama pencarian untuk menunjukkan kebebasan hubungan antar pribadi yang lebih

luas. Sosiodrama adalah suatu metode dalam psikoterapi kelompok selain metode

psikodrama yang dikembangkan oleh Y L. Moreno 1943-1974 (Blatner, 2009:4)

sekalipun termasuk metode psikoterapi sosiodrama tidak membahas masalah konflik-

konflik klinis sebagaimana psikodrama, tetapi menjelaskan isu-isu konflik-konlik

yang terjadi di dalam kelompok. Kemudian (Kellermann, 1988, Adam Blatner, 2000

dan Strenberg & Gracia 2000) menjelaskan keterlibatan individu dalam kelompok

dengan peran-peran dari berbagai pengaruh dari isu-isu sosial dan budaya.

Digambarkan pengaruh isu-isu sosial menimbulkan konflik yang didramakan adalah

fitur kehidupan postmodern perubahan zaman yang tidak hanya teknologi tetapi juga

sosial, orang-orang mengharapkan kehidupan yang lebih layak, lebih banyak kalangan

minoritas dan wanita-wanita menuntut hak-hak sebagai warganegara, dan banyak

tantangan terhadap peraturan-peraturan dan norma-norma sosial.

Sosiodrama memberikan bantuan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan

tentang perkembangan dan mengenali bagaimana krisis sosial sebagian orang dalam

suatu kehidupan dunia merasa diasingkan di mana orang sudah tidak saling kenal,

multikultur, norma-norma, nilai-nilai dan peraturan-peraturan sosial tidak lagi


menwarkan rasa aman bagi mereka.

Hakekat sosiodrama sebagaimana dikemukakan Moreno (Adam Blatner 2009,

diakses 13 Februari 2010) sosiodrama didasarkan pada asumsi bahwa kelompok

terbentuk dan diselenggarakan dipengaruhi peran sosial dan tingkat budaya

masyarakat tertentu. Sosiodrama sebagai dasar pengembangan metode psikodrama,

yaitu suatu metode atau teknik berbasis dan bertujuan mengkatarsiskan konflik-

konflik sosial secara umum yang terjadi dan berkembang di dalam interaksi kelompok

bersifat pribadi dan kelompok, dengan bermain peran menggunakan pendekatan teater

(drama).

Boal (1985), Spoin (1986), Cossa, Ember, Grover & hazelwood (1996);

berpendapat bahwa sosiodrama dapat menjadi alat bantu dalam meningkatkan

kesadaran sosial dan politik, mengatasi masalah-masalah kritis dengan orang lain,

untuk memahami teori dasar dan praktek ketrampilan atau keterlibatan konselor

dalam proses membantu perubahan perilaku psikologis seorang. Sosiodrama

menggambarkan sebagai teknik teater (bermain peran/menirukan peran dalam

kehidupan nyata) digunakan dalam pengaturan pendidikan dan latihan dan dapat juga

digunakan sebagai bentuk terapi dalam training ((Telesco, 2006).

Sosiodrama menekankan pada perkembangan sosial seseorang, ini berarti sangat

cocok untuk membantu siswa sebagai orang muda dalam meningkatkan

perkembangan sosialnya. Winkel (2005: 572) menyatakan “sosiodrama sangat sesuai

sebagai kegiatan dalam rangka program bimbingan kelompok”. Djamarah dan Zain

(2006) mengemukakan sosiodrama pada dasarnya mendramtisasikan tingkah laku

dalam hubungannya dengan masalah sosial.

Kemudian Tohirin (2007: 293) menyatakan sosiodrama digunakan sebagai salah

satu cara dalam bimbingan kelompok, merupakan suatu cara membantu memecahkan
masalah siswa melalui drama dan masalah yang didramakan masalah-masalah sosial.

Sosiodrama dilakukan melalui bermain peran. Dari pementasan peran dilakukan

diskusi cara-cara pemecahan masalah yang dihadapi oleh seseorang sebagai anggota

kelompok atau yang dihadapi kelompok. Metode sosiodrama dan bermain peran

merupakan dua metode yang mengandung pengertian yang sering hampir sama

dalam pelaksanaannya. Lebih lanjut dikatakan sosiodrama mempunyai empat

komponen utama yaitu: isu mendasar dan kenyataan,

improvisational, tanya jawab antara peserta dan

pendengar, dan sasaran hasil bidang pendidikan, tingkah

laku, dan psikologis.


Jamal (2008) menyatakan bahwa “ sosiodrama merupakan gabungan dari kata

sosio yang berarti sosial dan drama berarti bermain peran. Drama menunjukkan

suatu peristiwa yang dialami mnusia dalam kehidupan yang mengandung berbagai

konflik dalam diri manusia atau pergolakan bathin karena ada kesenjangan antara dua

orang atau beberapa orang”. Lebih jauh Jamal menggambarkan bahwa bermain peran

berarti menirukan perilaku orang lain atau seolah-olah menampilkan dirinya sebagai

orang, misalnya berperan sebagai kepala desa, pemabuk dan hansip. Melalui belajar

dengan bermain peran, siswa dapat mengalami dan memahami secara langsung peran

tokoh yang diperankan. “Cara yang paling baik untuk menamkan dan memahami nilai

sosiodrama adalah mengajak siswa mengalami sendiri kehidupan sosial dengan

bermain drama, dengan mengikuti peraturan dalam mengikuti sosiodrama, serta

mengikuti langkah-langkah yang dikemukan pendidik pada saat memimpin

sosiodrama” (http://www.jamal.com).
Maurine Eckloff (2006) menggambarkan dalam sosiodrama individu akan

memerankan suatu peranan tertentu dari situasi sosial, individu akan beraksi satu

sama lain dalam bentuk permainan sosial. Bentuk permainan ini menggabungkan

semua unsur permainan drama ditambah bermain pura-pura yang mengungkapkan

perasaan dan berinteraksi secara verbal antara dua anak atau lebih. Anak-anak

membutuhkan anak lain agar dapat meniru perbuatan, reaksi dan menghasilkan

perubahan seperti apa yang mereka lihat. Melalui permainan interaktif dapat

memperaktikan keterampilan bahasa, mengekpresikan emosi dan memecahan

interprestasi mereka sendiri dari dunia sosial kehidupan nyata mereka (Harian Sain,

12 Maret 2009).

Dari uraian di atas jelas bahwa jelas sosiodrama pada awalnya adalah suatu

metode yang digunakan untuk membantu individu dan kelompok dalam

meningkatkan pemahaman dan menunjukan kesadaran berbagai isu-isu sosial dan

multikultural budaya yang mempengaruhi hubungan antar pribadi dalam kehidupan

sesuai dengan perubahan zaman. Sosiodrama adalah suatu metode dalam bimbingan

kelompok. Dalam sosiodrama siswa dilibatkan untuk berinteraksi dengan anggota

kelompok dengan berpura-pura mengungkapkan pikiran dan perasaan serta dapat

meperaktikan keterampilan bahasa, mengekpresikan emosi dan memecahkan

interprestasi mereka tentang kehidupan sosial secara nyata sesuai dengan peran yang

dipilih dan dari respon reaksi peran mendorong perubahan tingkah laku baru.

Subyek dalam sosiodrama yaitu individu dari kelompok, tema yang dibahas

disepakati kelompok. Fokus pelatihan adalah perilaku interpersonal dalam kelompok

yang ada dan tidak pada terapi pribadi (Ottawa,1996 dalam Sue Daniel 2005:3). Pola

tindakan dan keterlibatan harus dikembangkan mengacu pada situasi sekarang.

Pemimpin kelompok tidak harus menuliskan karakter dan dialog di atas kertas,
tetapi berperan sebagai pemandu dan sugesti serta mempersiapkan kelompok Moreno

(1952) dalam Blatner (2009:12). Peserta sosiodrama tidak berorientasi terhadap

pengalaman emosional dan konflik di masa lalu, tetapi terhadap tugas dalam masa

sekarang.

Aktivitas latihan sosiodrama yaitu beberapa orang mengisi peranan tertentu dan

memainkan suatu adegan tentang pergaulan sosial yang mengandung persoalan yang

harus diselesaikan. Para pembawa peran membawakan adegan sesuai dengan

perannya mengungkapkan dan memproyeksikan pandangan, perasaan dan perilaku

yang diperankannya dan mendiskusikan dengan sejumlah penonton dan anggota yang

terlibat setelah selesai sandiwaranya.

Sosiodrama efektif apabila dilakukan berulang-ulang dianjurkan setiap hari pada

subyek yang diberikan layanan (kelompok) untuk melihat perkembangan perilaku.

Lamanya bisa mencapai satu setengah bulan hingga dua bulan sebagaimana

dikemukakan oleh seorang mahasiwa di East Stroudsbug University of Pennsylvania

dalam evaluasi siswa-guru ” sebagai mahasiswa, sosiodrama tetap lebih menyukai

sosiodrama dari pada presentasi power point atau kuliah dan aku berharap setiap hari

untuk kelas ini” Sering sama-sama latihan mencari penyelesaian masalah sosial dan

menerapkannya dalam kehidupan sosial adalah inovatif teknik pendidikan dalam

meningkatkan keinginan mengekplorasi lingkungannya (Telesco, 2006: 20).

Dengan berpedoman pada pendapat-pendapat berkenaan sosiodrama dapat

disimpulkan bahwa:

1) Subyeknya kelompok,

2) Fokus sesuai tema yaitu berorientasi pada pengalaman emosional tentang isu-isu

dan konflik sosial yang terjadi saat ini sama dengan yang terjadi di lingkungan

nyata peserta,
3) Pemimpin kelompok kelompok tidak harus menuliskan karakter dan dialog di atas

kertas, tetapi berperan sebagai pemandu dan mensugesti peserta serta

mempersiapkan kelompok. Dialog menggambarkan interaksi yang diperankan

dalam kelompok tanpa seknario terjadi spontantitas.

4) Bentuk kegiatan latihan dengan bermain peran (bersifat teater) yaitu anggota

kelompok membawakan adegan sesuai dengan perannya mengungkapkan dan

memproyeksikan pandangan, perasaan dan perilaku secara spontan, dan setelah

selesai mendiskusikan dengan anggota kelompok dan meminta respon atau refleksi

dari observer tentang peran masing-masing anggota yang terlibat.

5) Sebaiknya dilaksanakan secara rutin, setiap hari dalam waktu yang lama

(antara1,5 s.d 2 bulan) untuk melihat perkembangan perilaku.

2. Perbedaan Metode Sosiodrama dengan Metode Lain.

Sebagaimana dikemukakan L Y.Moreno dalam histori sosiodrama adalah

variasi lain dari metode psikoterapi kelompok. Sosiodrama berbeda dengan

psikodrama walaupun sama-sama dengan pendekatan bermain peran (role

playing). Adam Blatner (2006, revisi 2009) mengemukakan sosiodrama berbeda

dengan psikodrama.

Sosiodrama hanya menguji satu atau dua peran secara umum, kebanyakan

peran-peran apa yang mereka hadapi dalam berhubungan dengan orang lain dari

suatu peran yang komplek. Peran-peran kunci adalah suatu situasi berhubungan

dengan harapan-harapan dan ketetangan-ketegangan yang menantang dalam diri

mereka, dan isu-isu lain dari fokus dunia kerja. Dalam sosiodrama individu

menawarkan contoh-contoh pengalaman hidup tertentu konseli sendiri secara rinci,

tetapi tetap dikontrol untuk tidak mengeksplorasi terlalu jauh pribadi untuk

kepentingan terapi atau konseling (psikodrama). Kadang-kadang pemimpin


kelompok mengembalikan kepada audien dan anggota kelompok lain untuk

mendiskusikan mencari alternatif pemecahan masalah yang sedang dieksplorasi.

Sosiodrama dalam dunia pendidikan dapat dilakukan oleh guru dalam proses

pembelajaran atau konselor dalam bimbingan kelompok.

Psikodrama mengungkapkan lebih banyak tentang diri konseli untuk

kepentingan pengarahan pribadi yang memerlukan suatu tingkat pelatihan

psikoterapeutik. Beberapa ciri dari psikodrama antara lain; mengutamakan terapi

dan psikologi, konselor atau pemimpin kelompok melakukan kontak dengan

konseli berhubungan dengan isu yang dieksplorasi dalam drama, konseli memilih

bantuan dan mendefinisikan cara konselor atau anggota kelompok yang akan

memerankan konselor, konseli mungkin akan meminta bantuan dengan audien bila

ia merasa tidak punya ide atau stuck , konseli tidak meminta penambahan permain

apabila drama telah selesai dan apabila konseli kurang memahami kemampuan

yang baru dia meminta saran saat drama berlangsung atau mungkin mengulangi

kembali peran tersebut disesuaikan dengan saran yang diberikan, konselor tetap

mengingatkan anggota kelompok untuk memainkan peran sampai drama selesai.

Role play (bermain peran) adalah suatu metode dengan memainkan peran-

peran yang sudah pasti berdasarkan kejadian terdahulu. Yang dimaksudkan untuk

menciptakan kembali situasi sejarah atau peristiwa masa lalu, menciptakan

kemungkin kejadian masa lalu akan datang, menciptakan peristiwa muthakir yang

diperkaya dengan fantasi pada suatu tempat tertentu Charles E. Schaefer, 2003

dalam Sue Daniel (2005:5).

Dengan menelaah uraian tentang metode sosiodrama, psikodrama dan

bermain peran dapat disimpulkan perbedaannya terletak pada tujuan; sosiodrama

bertujuan untuk memahami dan mencari alternatif pemecahan isu-isu sosial yang
mempengaruhi perilaku dalam hubungan manusia, pasikodrama membantu

penyelesaian masalah pribadi, bermain peran untuk memahami peristiwa masa lalu

dan kemungkinan terjadi di masa depan, topik yang dibahas; topik sosiodrama

yaitu topik sosial secara umum, psikodrama masalah pribadi dan psikologi,

sedangkan bermain peran kejadian masa lalu, peran-peran yang diharapkan dari;

sosiodrama mengungkapkan pengalaman hidup tertentu secara rinci berkenaan

hubungan sosial, psikodrama mengungkapkan perilaku pribadi bermasalah

memerlukan pemberian bantuan dan upaya pembentukan dari anggota kelompok,

bermain peran memerankan kejadian masa lampau secara nyata dan fantasi masa

depan.

3. Tujuan dan Kegunaan Sosiodrama.

a. Tujuan Sosiodrama

Moreno 1953 (dalam Adam Blatner 2009) menjelaskan sosiodrama sebagai

suatu metode efektif untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran yang

berguna dalam membantu atau mendorong seseorang mengubah perilaku yang

baru. Seseorang dalam mengikuti sosiodrama akan menampilkan suatu peran

tertentu tertentu dari kondisi yang menunjukkan isu-isu dalam kehidupan sosial

masyarakat secara nyata yang terjadi saat ini, aktivita dari peran yang ditampilkan

tercipta secara spontan akan mendorong respon ke suatu arah perilaku baru secara

spontan terhadap situasi yang lama.

Kemudian ahli lain menjelaskan sosiodrama bertujuan memberikan

kesempatan kepada anggota untuk memperdalam kepekaan dan wawasan ke

dalam masalah sosial sehingga (1) meningkatkan pemahaman sosial, (2)

meningkatkan pengetahuan tentang keikutsertaan konseli sendiri dan (3)

meningkatkan hubungan emosional atau mengkatarsis peran banyak orang


dengan mengekpresikan perasaan konseli tentang seseorang atau orang lain

(Maurine Eckloff, 2006).

Dari pendapat telah dikemukakan jelas tujuan sosiodrama adalah membantu

siswa untuk mengubah perilaku dengan memberikan kesempatan kepada siswa

memahami secara mendalam dan menghayati berbagai isu sosial melalui bermain

peran atau menirukan peran sosial secara spontan, belajar menghargai perasaan

orang lain, berfikir, berfantasi, berbagi tanggung jawab, dan mengambil

keputusan dalam menyelesaikan masalah melalui kelompok.

b. Kegunaan Sosiodrama

Ringger 1998 dalam Telesco (2006) menyatakan kegunaan sosiodrama

di dalam keanekaragaman training. Sosiodrama melibatkan peserta di dalam

drama yang terjadi secara spontan dengan situasi yang sama di lingkungan

peserta. Sebagai batu loncatan peserta memperoleh keberuntungan untuk

mendiskusikan dan membahas beragam konteks masalah sosial yang mereka

lihat atau informasi yang mereka tangkap dari lingkungan sekolah, rumah,

tempat kerja.

Deanna Pecaski Mc Lennan dan Kara Smith dari Universitas Windsor

(2008) melakukan penelitian berkenaan penggunaan sosiodrama dalam

meningkatkan perilaku-perilaku positif siswa. Studi ini menyelidiki apakah

pemakaian sosiodrama yang diciptakan oleh Augusto Boal (dalam Blatner

2006) dapat meningkatkan pernyataan aktivitas diri untuk suatu kesanggupan

belajar dan perilaku positif, dari 24 orang siswa kelas 8 (13 orang laki-laki dan

11 orang perempuan) yang terkenal berperilaku berhadapan beresiko di sekolah.

Mereka mengikuti sosiodrama satu sesi setiap minggu selama 45 menit. Pada

awalnya, peserta-peserta memperlihatkan perilaku bermasalah seperti


kurangnya motivasi, permasalahan sosial ganda, dan menununjukkan ketiadaan

rasa hormat terhadap staf pengajar dan orang yang harus menjadi panutan.

Kemudian data dari setiap sesi dikumpulkan dari catatan peserta ditulis

dalam jurnal-jurnal dan anggota memeriksa dengan daftar pertanyaan, dan

daftar tilikan. Di dalam mengukur perbedaan-perbedaan jenis kelamin diamati

aktivitas dan keikutsertaan selama dalam diskusi. Kesimpulan dari studi ini

kebanyakan siswa perempuan yang dilibatkan aktivitasnya konsisten di dalam

diskusi-diskusi dari permulaan dramatis, sedangkan peserta-peserta laki-laki

kebanyakan non-aktif tetapi komitmen mereka meningkat bahkan diasumsikan

mereka memimpin peran-peran meski berubah di dalam pernyataan diri dan

kesanggupan untuk mulai belajar secara rutinitas sesuai jadwal. Studi dengan

menggunakan metode sosiodrama yang ditemukan Boal dalam Blatner (2000)

ketika diterapkan di dalam kelas, bisa untuk mendorong perilaku positif di

dalam aktivitas pekerjaan pengembangan potensi para siswa.

Kesimpulan dari studi ini dinyatakan bahwa sosiodrama dapat diterapkan

di dalam lingkungan pendidikan. Sosiodrama mendorong gagasan pernyatan

perwujudan diri, membangun keyakinan memungkinkan meningkatan

semangat mengemukakan gagasanan pernyataan kesanggupan untuk belajar

dalam wujud dan membantu memberdayakan berkembang perilaku-perilaku

lebih positif anak muda dalam “berhadapan dengan resiko” Biji, 1998; Howard,

2004; Widdows, 1996 dalam Blatner (2009). Siswa yang mengikuti dramatis

dalam waktu singkat belajar aktivitas untuk memecahkan permasalahan,

membuat keputusan-keputusan yang benar, membangun disiplin diri dan

mengagumi diri sendiri dan memperoleh keterampilan-keterampilan di dalam

pemecahan masalah bersama dalam kelompok seperti dengan mengenali teliti


dan mempertunjukkan bahasa tubuh dan emosi Bieber-Schut, 1991; Garcia,

1993 dalam Telesco (2006).

Pendapat lain lain menjelaskan pentingnya manfaat sosiodrama dalam

mengajar ilmu perilaku dalam mendorong peserta didik untuk menjadi peserta

aktif dalam proses pembelajaran O” Keef (2004 dalam Telesco, (2006).

Sedangkan Kallerman dalam Blatner (2009:14) menjelaskan tiga aplikasi

sosiodrama; pertama, dalam menangani traumatis dan krisis sosial seperti krisis

insiden yang berulang-ulang, kedua dalam menanggapi perubahan poitik dan

disintegrasi sosial, ketiga dalam menangani keragaman sosial seperti masalah

rasisme, pelanggaran norma sosial dalam kelompok.

Proses pemberian bantuan tersebut menggunakan berbagai metode,

diantaranya metode sosiodrama atau bermain peran dalam bentuk drama.

Tujuan dan kegunaan metode sosiodrama adalah untuk membantu mengubah

perilaku, meningkatkan pemahaman dan kesadaran berkenaan isu-isu sosial

nyata di sekitar kehidupan. Melalui bermain peran secara spontan, siswa

memperoleh pengalaman belajar menghayati peran, menghargai orang lain,

membagi tanggung jawab, menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan

dalam situasi kelompok.

Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan jelas bahwa bimbingan

kelompok dengan metode sosiodrama merupakan salah satu upaya langsung

untuk memfasilitasi siswa mengubah sikap dan perilaku dalam

mengembangkan potensi dengan memahami secara mendalam suatu kondisi

kelompok dengan metode sosiodrama yaitu bermain peran atau menirukan

peran pada kehidupan nyata mirip teater yang bernuansa intlektual, penuh

penghayatan siswa memperoleh pengalaman, pemahaman, dan kesadaran


tentang isu-isu sosial yang memunculkan upaya meningkatnya motivasi dan

disiplin belajar dengan mengadopsi penampilan peran sesuai karakteristik yang

dibutuhkan siswa sebagai pelajar sekaligus olahragawan.

Dengan meningkatnya pemahaman dan kesadaran terhadap kehidupan

sosial tersebut mendorong siswa berperilaku positif, yaitu motivasi belajar

merupakan unjuk perilaku siswa di sekolah yang mendorong melakukan semua

aktivitas belajar akademik atau non akademik yang berasal dari dalam dirinya

maupun dari orang serta unjuk perilaku disiplin belajar siswa dalam mematuhi

aturan atau norma dalam kegiatan pendidikan di sekolah, di kelas, di luar kelas,

di asrama dalam lingkungan sekolah atau di suatu tempat latihan masih di

bawah tanggung jawab sekolah. mendorong peningkatan kualitas motivasi dan

disiplin belajar dan menolak perilaku yang merugikan pencapaian tujuan belajar

dan olahraga (kebutuhan siswa). Peningkatan ini dipengaruhi oleh pengalaman

penampilan peran dan reaksi atau respon dari diskusi setelah sosiodrama

berlangsung, yang ditandai dengan gagasan pernyataan diri, membangun

keyakinan yang memungkinkan meningkatnya semangat mengemukakan

gagasan pernyataan kesanggupan mengubah dalam wujud nyata dan membantu

memberdayakan berkembangnya perilaku-perilaku lebih positif .

4. Teknik Sosiodrama.

Berbagai teknik dapat digunakan dalam proses sosiodrama sesuai dengan

peran yang dipilih peserta diantaranya;

a. teknik patung adalah sutradara memberikan contoh seorang direktur melihat

karyawannya bergandengan tangan sambil jarinya menunjuk dan melihat satu


sama lain, kemudian membiarkan yang berperan berpegangan tangan mulai

berbicara atau keluar ruangan untuk merenung sikap direktur. Teknik patung

dapat juga digunakan untuk mencari tema.

b. teknik penggandaan (dua kali lipat); seorang anggota kelompok menempatkan

dirinya sebagai pribadi dalam berperan dan juga berdialog dengan suara orang

lain. Kadang-kadang peran ganda dapat digunakan untuk interaksi yang tidak

terucapkan yang menunjukkan ada karakter lain selain yang difikirkan

c. teknik suara; bentuk lain dari dua kali lipat, semua peserta dapat melakukannya

misal suara ibu-ibu di kamar, suara anak-anak , suara dari tempat ibadah dan

sebagainya.

d. teknik pembalikan peran; dengan teknik ini orang dapat bergerak dari satu peran

dan menjadi peran lain, sering digunakan untuk peran konfrontatif bila ingin

mendapatkan pemahaman situasi secara persepektif,

e. menjelajahi lebih dalam tingkat kesadaran, dapat dilakukan dengan teknik lima

tingkat kesadaran, yaitu; pertama; mengekplorasi pernyataan, simbul gerakan

peserta dalam peran secara terbuka, kedua; penggunan alat bantu yang

menghasilkan suara, ketiga menggunakan pemikiran dan perasaan bersedia

menerima nasehat di depan umum berdasarkan tindakan yang dilakukan dalam

perannya secara sadar, ke empat, mengakui ada ide-ide yang diungkapkan

dengan tidak sadar, ke lima, mengembangkan ide-ide yang muncul belum

dibahas yang suatu waktu muncul dalam kehidupan multi kultural

f. teknik mengembangkan empati, dapat dilakukan dengan teknik pergeseran

peran yaitu; beberapa peserta mengambil peran-peran yang berlawanan dari

perannya sebelumnya, setiap orang dilibatkan dan mengambil satu peran yang

berbeda. Sosiodrama dapat diakhiri apabila sudah sulit atau tidak ada lagi sikap,
pemikiran yang dapat dilakukan dalam peran atau suasana sudah tidak nyaman.

5. Prosedur Metode Sosiodrama.

a. Pesiapan.

1) Hal-hal yang harus diperhatikan.

Sosiodrama semacam drama sosial berguna untuk menanamkan

kemampuan menganalisis situasi sosial tertentu, misalnya kenakalan remaja,

pergaulan bebas. Dalam sosiodrama guru atau konselor menyajikan sebuah

sinopsis cerita kehidupan sosial kemudian siswa memainkan peran tertentu

sesuai cerita tersebut dalam bentuk drama. Siswa yang ditunjuk melakukan

peran sesuai dengan tujuan cerita, siswa melakukan peran sesuai dengan

imajinasinya sendiri tentang persoalan yang diperankannya. Untuk itu

sebelum sosiodrama dilakukan, maka perlu diperhatikan hal-hal:

a) Sosiodrama dilakukan oleh kelompok siswa yang mesimulasikan peran

sosial. Tiap kelompok siswa mendapat kesempatan melaksanakan

simulasi yang sama atau berbeda dan semua anggota kelompok harus

terlibat langsung sesuai dengan peran masing-masing.

b) Penentuan topik dapat dibicarakan dengan siswa dan disesuaikan dengan

tingkat kemampuan dan situasi tempat.

c) Menuntut agar semua anggota kelompok dapat menggambarkan situasi

yang lengkap dan peristiwa terjadi berturut-turut yang sesungguhnya.

d) Peraturan atau petunjuk dapat dipersiapkan terlebih dahulu secara rinci

atau garis besar tergantung simulasi.

d) Diusahakan terintegrasi dengan beberapa ilmu dan peristiwa yang persis

terjadi.

2) Peran Konselor, konseli, audien.


a) Peranan konselor

Konselor melaksanakan bimbingan kelompok dengan metode

sosiodrama dalam setiap langkah kegiatan; konselor secara khusus sebagai

pemimpin kelompok yang bertindak sebagai sutradara dan fasilitator

bertanggung jawab dan berperan aktif mengarahkan, memandu dan

mensugesti konseli sebagai aktor dan audien terhadap jalannya proses

sosiodrama.

Menurut Boal dalam (Telesco ,2006) sutradara dapat juga merupakan

pemimpin kelompok atau fasilitator adalah individu yang sama harus bersifat

netral, berperan sebagai pengatur adegan dan karakter aktor dari waktu ke

waktu, memberi pengarahan perilaku, motivasi dan reaksi aktor dan

memandu diskusi antara aktor dan audien. Fasilitator memunculkan

pertanyaan-pertanyaan khusus dan proaktif untuk memancing emosi aktor

dan audien yang seringkali karakter dari perannya abstrak atau belum

muncul yang dapat jadi cermin bagi audien (observer). Fasilitator dapat juga

menggunakan alat yang terlihat oleh aktor sehingga fasilitator dan audien

saja yang bisa mendengar apa yang mereka katakana sementara sesama aktor

tidak bisa, alat semacam ini efektif untuk mengungkapkan perasaan sejati

dari aktor dibalik peran pura-puraannya).

b) Peran aktor

Aktor dalam sosiodrama adalah siswa atau individu, aktor dapat

dengan sukarela memilih peran sesuai tema dan tujuan pengarahan sutradara

atau fasilitator. Aktor dengan spontan mengeksplorasi pemikiran dan

perasaan melakukan adegan karakter yang benar-benar sesuai peran mereka,

latar belakang karakter, motivasi dan perilaku yang diharapkan. Aktivitas


yang dimunculkan aktor dapat memberikan wawasan dan cermin bagi

penonton, dan bahan diskusi tentang karakter, kesulitan dalam memainkan

peran setelah drama sel.

c) Peran Audien

Audien atau penonton juga sebagai observer dari semua kegiatan

drama, memberikan respon atau refleksi dari peran karakter yang

dimunculkan oleh aktor bersifat pribadi maupun kelompok, mengevaluasi

dan memberikan masukan kepada fasilitator dan aktor untuk perubahan

perilaku selanjutnya setelah drama selesai.

b. Langkah-langkah Melaksanakan Sosiodrama.

Michael Palardy 1975 menyatakan ada empat tahap untuk melaksanakan

suatu sosiodrama dalam belajar yaitu:

1) Pemilihan situasi.

Situasi dipilih suatu yang sederhana dan mungkin mencerminkan

kepribadian-kepribadian, cita-cita yang diharapkan atau diinginkan, ketidak

pahaman dari manusia terhadap isu-isu sosial, dengan terbuka memberikan

kesempatan kepada empat atau delapan siswa secara spontan aktif menentukan

sistuasi.

2) Memilih Peserta.

Untuk pertama kali sebelum melaksanakan sosiodrama, perlu memilih

siswa yang memiliki imajinatif cukup baik dan mengaktualisasikan isu-isu

sosial, diberitahu dan diperkenalkan. Di awal sosiodrama, siswa yang pemalu

dibiarkan mengambil peran yang kecil atau mengundurkan diri, tetapi tetap

berusaha dengan menciptakan teknik peran-peran utama yang memunculkan

siswa malu dengan perasaan mendalam menjadi lebih agresif dan tegas.
3) Setting tempat.

Ada beberapa pendekatan dalam sosiodrama pada komponen ini, antara

lain; siswa satu kelas dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil (empat atau

lima orang setiap kelompok) dan membiarkan masing-masing kelompok

merencanakan keterlibatan keikutsertaan masing-masing siswa. Setelah itu

kelompok diberikan izin lima sampai 10 menit untuk diskusi pribadi, kemudian

guru meminta siswa melaksanakan sosiodrama atau memberikan

mempresentasikan secara singkat hasil diskusi mereka.

4) Menyiapkan audien.

Sutradara menjelaskan kepada kelompok siswa yang belum

melaksanakan sosiodrama mengamati masing-masing siswa yang menjadi aktor

secara aktif, kemudian audien meminta aktor merasakan dalam kehidupan yang

nyata.

Sedangkan Winkel (2005:314-316) memodifikasi langkah-langkah dalam

menggunakan sosiodrama sebagai berikut.

1) Tetapkan dahulu masalah-masalah sosial yang menarik perhatian siswa untuk

dibahas.

2) Ceritakan kepada kelompok mengenai isi dari masalah-masalah dalam konteks

cerita tersebut.

3) Tetapkan siswa yang dapat atau yang bersedia untuk memainkan perannya di

depan kelompok secara sukarela.

4) Jelaskan kepada kelompok mengenai peranan anggota kelompok pada waktu

sosiodrama berlangsung.

5) Beri kesempatan kepada para pelaku peran untuk berunding beberapa menit

sebelum mereka memainkan peran.


6) Akhiri sosiodrama apabila sistuasi pembicaraan mencapai ketegangan.

7) Akhiri sosiodrama dengan diskusi untuk bersama-sama memecahkan masalah

yang ada pada sosiodrama.

8) Lakukan evaluasi untuk melihat perubahan tingkah laku.

Selain itu langkah-langkah sosiodrma yang disarikan dari Moreno dalam

Roll Browne (2005: 25-34) dan Blatner (2006, revisi 2009) mengemukan empat

fase dalam menggunakan sosiodrama yaitu:

1) Fase Pemanasan

Pimpinan menciptakan suasana hubungan yang hangat dan nyaman antar

anggota, bersama-sama mengidentifikasi isu atau tema dari kepentingan atau

masalah peserta dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan eksplorasi yang

mengarah pada pencapaian tujuan. Dalam kegiatan pemanasan ini pemimpin

kelompok (sutradara) harus aktif membantu membangun aktivitas yang

menumbuhkan kepercayaan, kenyamanan (fisik dan psikis) dan kekuatan

kelompok dengan keterbukaan dan kelucuan. Improvisasikan peran sosial secara

spontan misal: tentang gelar kebangsaan dan kehidupan kelas bawah, melakukan

gerakan fisik dengan permainan mencari teman yang hilang atau pertukaran

kelompok yang dari tingkatan usia.

2) Menjelajahi dan Menetapkan Tema.

Dalam fase ini dapat dilakukan berbagai aktivitas yang diarahkan oleh

pemimpin kelompok di antaranya:

(a) Bergerak ke arah tindakan.

Setelah peserta kelompok bersatu, melalui pertanyaan berkenaan adegan

sosiodrama untuk mengekplorasi dilema sosial benar-benar dirasakan,

pimpinan (sutradara) membuat dan mempengaruhi perpindahan tindakan


berdasarkan unsur-unsur sistem sosial dengan cara:

(b)Menetapkan arah dan sistem tindakan.

Pimpinan kelompok (sutradara) mengatur sitem pergerakan (adegan),

meminta semua peserta berperan berdasarkan pengalaman dan pemikiran

disekitar masalah yang menjadi topik sehingga drama terlihat secara jelas oleh

audien. Jika dalam proses sosiodrama ada kecemasan dari peserta untuk

melakukan tindakan respon spontan terhadap pengalaman yang tidak

menyenangkan, sutradara menawarkan metode sistem pemindahan peran. dan

tidak hanya sistem menetapkan peran terbatas.

(c)Menjelajahi dan menentukan tema.

(1)Tema dipilih bersama kelompok tentang isu sosial berdasarkan keputusan

bersama. Tema dapat berupa intervensi pemimpin kelompok (sutradara)

yang dipersiapkan atau penugasan meminta peserta memilih tema dari

mengidentifikasi isu sosial, misal dengan menyediakan foto-foto,

memanfaatkan bacaan koran atau daftar tentang isu-isu konflik sosial yang

sedang terjadi dan trend.

(2)Pengaturan adegan, tujuannya memberikan kesempatan dan membangun

makna karakter, perasaan yang dapat diperoleh dengan meminta salah satu

anggota menjadi obyek; misal pengalaman atau kejadian dalam ruangan

kelas.

(3)Penataan tindakan, sutradara perlu menginformasikan keterlibatan orang

lain dalam kelompok untuk mencegah kekacauan, peluang jika memilih dan

meninggalkan peran yang mereka pilih.

3) Proses Mengidentifikasi dan Mengakhiri Tindakan.

Dalam langkah ke tiga ini konselor membantu anggota kelompok dengan


mengidentifikasi penjelasan lebih lanjut berkenaan tema, mengeksplorasi dan

menganalisis. Dengan melibatkan semua peserta mengekplorasi sistem nilai yang

mereka alami, dan berusaha mengarahkan tanggapan baru terhadap sistem nilai.

Kualitas pertanyaan peserta mungkin berbeda, tetapi intinya adalah kesadaran

tentang apa yang terjadi dan apa tanggapan mereka tentang masalah sosial

tersebut.

Moreno dalam Roll Browne mengemukakan dua kegiatan pokok yang

dilakukan pada tahap ini;

a. Intervensi untuk mempererat pemahaman sitem sosial.

Pimpinan (sutradara) menyiapkan beberapa intervensi untuk menjelaskan

pemahaman sistem sosial secara kolektif, fokus pandangan kelompok,

menghentikan pandangan yang membingungkan dan mendiskusikan untuk

mengklarifikasi respon, menetapkan fokus kekuatan sistem nilai sosial

kerjasama kelompok serta menetapkan suatu pengujian sistem sosial.

b. Saat kritis

Pimpinan kelompok mengingatkan kepada peserta yang seringkali ada

kejadiaan sulit untuk diperankan, namun tetap memperhatikan kata-kata

kunci dari kejadian tersebut. Apabila kejadian tidak bisa ditolerir kegiatan

yang dilakukan pada tahap ini adalah mengakhiran tindakan.

4) Diskusi Umum dan Kesimpulan.

Tahap akhir dari sosiodrama adalah pemimpin kelompok mengajak peserta

dan audien mendiskusikan tampilan dari peran yang dimainkan untuk mengambil

kesimpulan.

Secara ringkas digambarkan peran konselor, aktor dan audien dari setiap

langkah selama kegiatan sosiodrama dalam tabel 2.1 di bawah ini.


Tabel 2.1
Langkah-kangkah Kegiatan Sosiodrama

Langkah kegiatan Peran konselor (sutradara Peran Konseli Peran Audien


atau pemimpin kelompok)
Awal (Beginning - Merencanakan skenario - Mengelola kegiatan awal - Mengamati
(dialog tidak harus ditulis) sebagai pemanasan aktivitas
a Group)
- Menyiapkan tema, topik2 - Mendengarkan penjelasan kelompok
yang akan di bahas dari sutradara - Menyiapkan
sesuai tujuan dan - Mempersiapkan setting posisi audien.
karakteristik siswa. ruangan
- Menjelaskan tujuan, cara - Bersama sutradara
kerja sosiodrama. membentuk kelompok.
- Mempersiapkan tempat - Perkenalan dan berdoa
dan fasilitas dibutuhkan.
-Memandu peserta dlm
pembentukan kelompok
Langkah transisi - Mendiskusikan pilihan - Menentukan tema/topik -
(The transition tema, topik yang akan yang akan dibahas
Stage in Group) dibahas bersama siswa bersama
- Memberikan kesempatan - Memilih dan menentukan
kepada kelompok untuk peran secara sukarela.
berdiskusi (10 menit) - Memanfaatkan waktu
- Mengatur adegan dan mendiskusikan peran dan
karakter peran aktor tindakan aktor.
waktu ke waktu - Menentukan kelompok
- Memberikan kesempatan yang memainkan drama
kepada semua kelompok terlebih dahulu.
tampil terlebih dahulu
Langkah kerja - memberi pengarahan - Memunculkan perilaku - seringkali karakter
perilaku, motivasi dan reaksi menjawab pertanyaan- audien dari perannya
(The working yang ditampilkan pertanyaan khusus proaktif abstrak atau belum
Stage in a aktor untuk memancing emosi muncul yang dapat
Group) - Memunculkan pertanyaan - seringkali karakter dari jadi cermin audien
khusus dan proaktif untuk peran abstrak atau belum (observer).
memancing emosi aktor muncul yang dapat jadi - audien bias (tidak
- Mngatur dan memberikan cermin audien (observer). diperkenankan)
kesempatan audien sebagai - menggunakan alat yang mendengar
observer terlihat oleh aktor lain, - Audien atau
- fasilitator dan audien bisa fasilitator dan audien bias penonton sebagai
(tidak diperkenankan) (tidak diperkenan observer dari semua
mendengar - kan) mendengar kegiatan drama;
- aktor melakukan adegan karakter peran yang
karakter secara serius. dimuncul aktor
- Aktivitas dimunculkan bersifat peribadi
memberikan wawasan dan maupun kelompok,
cermin bagi penonton,
kesulitan karakter sebagai
bahan diskusi.
langkah terminasi -Memberikan kesempatan -mendiskusikan semua refleksi - merefleksi dan
(Termination of kepada audien untuk dari fasilitator dan audien. memberikan
Group) merefleksi perilaku yang - Merencanakan,menentu- masukan kepada
ditampikan aktor atau pemain. kan sikap dan tindakan yang aktor
-Memandu pemeran, dan segera dilakukan setelah - mendiskusikan dan
audien berdiskusi untuk sosiodrama berakhir. mengambil
mengambil kesimpulan kesimpulan untuk
-mengarahkan semua peserta perubahan perilaku
mengambil keputus selanjutnya setelah
an arah dan sikap terhadap drama selesai.
perilaku sosial yang
dicerminkan dalam sosidrama.
Sumber: Blatner (2009: 23-25)

Setelah drama berakhir, dilakukan diskusi: masing-masing peserta berbagi

pengalaman pribadi tentang peran yang dialaminya misal sebagai ayah, anak,

sebagai direktur. Audien diminta memberikan respon dari refleksi peran yang
dilakukan peserta.

Walaupun tidak secara jelas menggunakan sosiodrama sebagai salah satu

metode dalam bimbingan kelompok, namun pengalaman konselor SMA Negeri 2

Depok menunjukkan beberapa rangkaian kegiatan; pada minggu pertama (satu

jam pembelajan) memberikan tugas kepada siswa membentuk empat kelompok,

memberikan tema/topik yang akan dibahas, masing-masing kelompok dan

mendiskusikan dan menyiapkan drama sesuai topik (latihan selama satu minggu).

Minggu ke dua (satujam pembelajaran) dua kelompok menampilkan drama

dengan setting ruangan diatur sendiri oleh siswa. Minggu ke tiga (satu jam

pembelajaran) dua kelompok kembali menampilkan drama, di akhir kegiatan

diadakan diskusi dan mengemukaan refleksi diri.

Pendapat-pendapat yang dikemukakan menjelaskan secara jelas dan sesuai

dengan tahapan atau langkah-langkah bimbingan kelompok yang umumnya

dikembangkan dalam pelaksanaa program bimbingan dan konseling khususnya di

sekolah.

Dengan demikian langkah-kangkah sosiodrama ini menunjukkan dan

melatar belakangi peneliti untuk melaksanakan sosiodrama dengan

menggunakan empat tahapan atau langkah yaitu memilih topik yang terkait erat

dengan isu sosial nyata ada di sekitar siswa, memilih pemain peran sesuai topik

yang akan dibahas, menata setting tempat sesuai dengan drama yang akan

dimainkan, menyiapkan audien sebagai penonton.

6. Masalah-masalah Konseli Dalam Sosiodrama

Sosiodrama juga merupakan suatu wujud teater atau pendengar yang

interaktif yang didasarkan pada isu bidang pendidikan. Menurut Cossa et al.

(1996) dalam Telesco (2008), topik yang dibahas termasuk; kekerasan/kekejaman


domestik, kekerasan/kekejaman hubungan penanggalan pemakai alkohol dan

pelecehan sexual, kekerasan/kekejaman mitra, rasisme, sexism, homophobia,

tindakan seksual, perkosaan, pemarah, dan semacamnya.

Selain itu banyak masalah-masalah sosial dalam dunia pendidikan yang

dapat dijadikan topik bahasan bagi siswa di sekolah. Sosiodrama semacam drama

sosial berguna untuk menanamkan kemampuan menganalisis situasi sosial

tertentu, misalnya kenakalan remaja, pergaulan bebas. Dalam sosiodrama guru

menyajikan sebuah cerita kehidupan sosial kemudian siswa memainkan peran

tertentu sesuai cerita tersebut dalam bentuk drama (www Kusmin.com, di

download pada 24 Juni: 2010).

Dari uraian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa berbagai hal

dalam kehidupan nyata merupakan isu sosial di lingkungan siswa dapat dijadikan

topik bahasan dalam sosiodrama tentunya tidak terlepas dari karakteristik, budaya

dan sistem hubungan sosial dalam upaya pengembangan potensi dan pencapaian

hasil belajar siswa yang ada di lingkungan belajar termasuk motivasi dan disiplin

belajar serta faktor yang mempengaruhinya, keluarga maupun perkembangan

kehidupan masyarakat khususnya kehidupan olaragawan di sekolah olahraga atau

PPLP.

7. Kriteria Keberhasilan Sosiodrama

Kriteria penilaian keberhasilan dalam dunia pendidikan menggambarkan

tingkatan atau tingginya nilai akademik atau kecakapan yang dibutuhkan seorang

siswa untuk menerima suatu nilai huruf disebut kriteria penilaian (Sciarra, 2008:

5).

Berpedoman pendapat ini, jelas metode sosiodrama yang dalam bimbingan

kelompok tentu tidak ada kaitan dengan nilai akademik, namun yang menunjukan
kecakapan untuk menerima sesuatu dengan lebih baik yang sesuai dengan tujuan

dari penerapan metode sosiodrama adalah membantu siswa meningkatkan

pemahaman dan kesadaran terhadap isu-isu sosial dalam hubungan dengan orang

lain yang terjadi dalam kehidupan nyata. Maka perlu ditetapkan kriteria

keberhasilan sosiodrama sebagai berikut:

a. Dalam tahap persiapan siswa dapat dengan jelas memahami petunjuk atau

peraturan yang disampaikan konselor atau pemimpin kelompok.

b. Terbentuknya kelompok secara sukarela dengan penuh kehangatan

c. Dapat memilih tema dan peran-peran sosial yang dengan sukarela.

d. Semua anggota kelompok memainkan perannya dengan penuh penghayatan

mampu mengeksplorasikan perannya secara tepat sungguh-sungguh dan

bersemangat walau tanpa teks dalam artian mampu menjelajahi perannya

secara spontan.

e. Terjadi dinamika kelompok yang dinamis, dan saling menghargai satu sama

lain.

f. Memberikan kesempatan kepada audien menanggapi peran yang ditampilkan

tanpa minimbulkan konflik sosial baru.

g. Dapat mengambil kesimpulan di akhir sosiodrama serta merencanakan suatu

langkah perubahan tingkah laku .

Dari paparan teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa secara umum belajar dilakukan oleh semua orang termasuk siswa

sekolah di semua jenjang dan jenis pendidikan, merupakan proses berkesinambungan,

dalam proses sosiodrama terjadi perubahan perilaku yang bersifat relatif permanen,

perubahan perilaku yang menunjukkan hasil belajar siswa di sekolah mencakup

aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Untuk memperoleh perubahan perilaku belajar
siswa dituntut untuk melakukan serangkaian kegiatan belajar yang terencana.

Sedangkan siswa SMA olahraga dengan karateristik yang berbeda dengan sekolah

umum lainnya mempunyai tuntutan untuk melakukan serangkaian kegiatan yang lebih

mengutamakan pengembangan kecerdasan kinestetik namun harus tetap

menyeimbangkan aspek hasil belajar yang ditandai 60% kegiatan belajar berkenaan

olahraga dan 40% kegiatan belajar akademik. Begitu juga halnya siswa SMA yang

yang dibina dalam lingkungan PPLP.

Dalam serangkaian kegiatan belajar terencana siswa tidak terlepas dari motivasi

belajar dan disiplin, motivasi belajar pada diri siswa seringkali berada pada katagori

rendah serta siswa kurang disiplin dalam melakukan semua kegiatan, Dengan

keterbatasan pemahaman dan kesadaran terhadap pentingnya kegiatan belajar pada

diri siswa tentu hasil di dapat kurang efektif sesuai dengan harapan yang ditentukan

dengan kata lain hasil belajar siswa rendah bahkan akan mengalami kegagalan.

Kelompok siswa yang sering mempunyai motivasi belajar rendah dan siswa

kurang disiplin ternyata terjadi juga pada siswa sekolah olahraga. Siswa kelompok ini

memerlukan perhatian secara khusus dari semua pendidik di sekolah terutama

konselor sekolah, untuk membantu meningkatkan motivasi dan disiplin belajar

sehingga mampu memperoleh keseimbangan prestasi sesuai dengan karakteristik

sekolah olahraga yang memfasilitasi pengembangan kecerdasan kinestetik dan

akademik. Salah satu upaya yang diduga dapat dilakukan pendidik atau konselor

sekolah untuk membantu meningkatkan motivasi belajar dan disiplin siswa melalui

pelaksanan program bimbingan dan konseling yaitu pelayanan bimbingan kelompok

dengan metode sosiodrama.

Bimbingan kelompok dengan metode sosiodrama bertujuan untuk

memfasilitasi siswa mengubah sikap dan perilaku belajar dalam mengembangkan


potensi dengan memahami suatu kondisi tertentu bernuansa dialog interaktif yang

diwarnai perkembangan intlektual dalam suasana kelompok, sehingga dapat

mencegah dan mengatasi terjadinya masalah yang menghambat pencapaian

pertumbuhan dan perkembangan baik sebagai siswa maupun remaja.

Untuk melaksanakan bimbingan kelompok konselor selain harus mempunyai

kompetensi pribadi melalui pendidikan formal dan latihan, juga harus memahami

berbagai isu tentang pelaksanaan bimbingan konseling online; etika, kerahasiaan

informasi, lingkungan tempat penyelenggaraan dan isu-isu profesional konselor.

Dengan memahami isu-isu etika dalam bimbingan dan konseling online konselor

hendaknya mempertimbangkan dengan baik perlaksanaan bimbingan kelompok

dengan metode sosiodrama secara online dari berbagai aspek etika, kerahsasiaan

informasi, lingkungan tempat penyelenggaraan layanan karena akan mewarnai

keberhasilan proses bimbingan kelompok dengan metode sosiodrama dalam

membahas berbagi topik isu-isu sosial dalam kehidupan nyata masyarakat.

Bimbingan kelompok umumnya dilakukan dengan empat langkah atau empat

tahapan yaitu tahap pengawalan, peralihan, pelaksanaan dan pengakhiran. Bimbingan

kelompok menggunakan beberapa teknik, diantaranya teknik atau metode sosiodrama.

Metode sosiodrama yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan media

penting berguna bagi siswa untuk mendapat bimbingan dan latihan dengan

memainkan peran-peran sosial yang terjadi di masyarakat saat ini dalam bentuk drama

tanpa skenario, interaksi yang terjadi secara spontan akan meningkatkan pemahaman

dan kesadaran mereka dalam berinteraksi serta tanggung jawab pribadi maupun

kelompok sehingga meningkatkan motivasi dapat terhindar dari konflik-konflik sosial

di lingkungannya (keluarga, sekolah, masyarakat). Waktu yang digunakan dalam

bermain peran antara satu atau satu sengah jam.


Dalam penelitian ini pelaksanaan bimbingan kelompok dengan metode

sosiodrama, konselor sebagai pemimpin kelompok berperan sebagai sutradara

pengatur laku atau peran, konseli yang memainkan peran disebut aktor dan audien

bagi yang tidak terlibat ikut serta bermain peran. Langkah-langkah sosiodrama yang

dilakukan terdiri dari (1) pengawalan atau pemanasan meliputi kegiatan: menciptakan

hubungan baik dengan semua anggota dengan perkenalan dan permainan game,

berdoa, menjelaskan tujuan kegiatan dan cara atau teknik melakukan sosiodrama,

waktu yang digunakan 10 menit. (2) peralihan meliputi kegiatan; mengidentifikasi

isu-isu masalah yang berkaiatan dengan pertumbuhan dan perkembangan siswa sesuai

dengan karakter, budaya sitem sosial yang nyata di lingkungan siswa dengan

membaca sinopsis atau memaknai guntingan koran atau foto yang telah disediakan,

menjelaskan dan mengarahkan pembagian peran dan aktivitas yang harus dilakukan

pemain peran yang ditampilkan (yang pemalu diberikan kesempatan kecil), membagi

kelompok ke dalam kelompok kecil yang beranggotakan 5 sampai 6 orang,

memberikan kesempatan kepada kelompok untuk berdiskusi (waktu 10--15 menit),

menentukan setting tempat. (3) proses kegiatan sosiodrama meliputi; memberikan

kesempatan kepada kelompok untuk tampil terlebih dahulu (pemain peran bukan

hanya pintar melucu tetapi harus pintar berfantasi) dalam proses sosiodrama dapat

digunakan dan dipilih berbagai teknik yaitu; teknik pengandaan, teknik suara,

pembalikan peran, teknik patung, menjelajahi lebih mendalam peran, menjelajahi

empati. (4) pengakhiran; apabila suasana kelompok sudah tidak nyaman dan diakhiri,

pengakhiran sebaiknya setelah semua peran ditampilkan, kemudian dilakukan diskusi

umum dengan cara merefleksi diri berdasarkan masukan dari audien, atau refeleksi

tertulis, mengambil kesimpulan secara bersama-sama, menentukan rencana

selanjutnya dan ditutup dengan doa .


Keberhasilan proses ditandai apabila selama kegiatan sosiodrama tidak terjadi konflik
yang mengharuskan penghentikan kegiatan sosiodrama dan masing-masing mampu
bermain drama dengan menampilkan peran secara serius dan penuh penghayatan,
keberhasilan produk apabila peserta dapat mengambil kesimpulan dengan
mengemukakan keputusan bersama yang menunjukkan mengubah perilaku dan tidak
terjadi konflik.

G.       CONTOH SKENARIO PSIKODRAMA


SKENARIO PSIKODRAMA “Orangtuaku sahabatku”
(Ditampilkan pada program unggulan kelompok Karangkates 1 pada talkshow pola
asuh orangtua yang baik bagi perkembangan anak tema “Kenali Dunia Anak Anda!”)

PEMERAN :
         Ibu I    (Ibu Khodijah) usia 35th: Ibu yang sangat baik, sangat memahami si anak, ibu
yang sikapnya lembut pada anak, dan sabar, suka memberi nasehat, dan selalu
tersenyum, tidak pernah marah, dan tegas. (AULIA)
         Ibu 2    (Ibu Zulaikha) usia 35th : Ibu yang kejam, suka memukul anak jika anak
sedikit membangkang atau melakukan kesalahan pada orangtua, hubungan tidak
rukun dengan suami, suka marah, terlalu keras pada anak. (LINA)
         Anak I (Sholih) usia 12th: anak dari ibu Khodijah, anaknya baik, penurut, pintar,
prestasi di sekolah baik,  tidak pernah bertengkar, selalu ranking satu di sekolah,
berani, dan jujur, rajin belajar. (ROFIQ)
         Anak 2 (Sholihah) usia 7 th: anak dari ibu Khodijah, anaknya baik, penurut, pintar,
prestasi di sekolah selalu baik, selalu melerai teman jika bertengkar, berani, jujur,
suka menolong, perhatian pada orangtua dan saudara, serta teman, rajin belajar.
(BELLA)
         Anak 3 (Abu) usia 12th: anaknya suka memukul dan berkelahi, omongannya kasar,
tidak hormat pada orangtua, suka membolos, tidak jujur, nilainya selalu jelek.
(INDRA)
         Anak 4 (Lai) usia 7th : anaknya genit, suka menggoda pria dewasa, omongannya
kasar, suka memukul, malas belajar, nilainya selalu jelek, suka berbohong, kurang
perhatian orangtua. (NIA)
         Ayah I (Muhammad) ayah anak 1 dan 2, suami istri 1, usia 40th: ayah yang baik,
perhatian pada keluarga, tidak pernah marah, tegas, selalu mendampingi anaknya
belajar, sabar, suka memberi nasihat. (BRIAN)
         Ayah 2 (Fir’aun) : sombong, kejam, suka memukul anak, suka membentak istri dan
anak, suka mabuk-mabukan, dan sering merokok, suka berjudi, malas bekerja.
(YANUAR)
         Nenek Minah : Nenek yang mau menyeberang jalan (NELI)
         Bu Fatimah : Guru yang baik hati (NELA)
         Sahabat Lai : Ina (LUSI)
         Sahabat Sholih : Aisyah (YOLANDA)
         Sahabat Sholihah : Fai (MEME)
H.       PROLOG
Di suatu desa yang sangat indah, penduduknya tergolong ramah dan suka bergotong
royong. Penduduknya sangat rukun dan sangat mengenal satu sama lain walaupun
tempat tinggalnya berbeda RT, RW, bahkan dukuh. Tetapi, desa itu memiliki
permasalahan, banyak kasus orangtua yang bercerai karena keegoisan mereka dengan
tidak memperhatikan nasib dan perkembangan anaknya, karena faktor ekonomi dan
negara yang kurang konsisten membimbing untuk mencapai kesejahteraan warga
negaranya sehingga masih banyak yang miskin tapi korupsi para pejabat masih
merajalela di instansi kenegaraan yang menjadi lahan subur, akhirnya nekat untuk
bekerja ke luar negeri dan meninggalkan anak-anak mereka tanpa tahu tumbuh
kembang anak selama mereka tidak ada, anak-anak pun terganggu dalam
perkembangannya. Seharusnya, masa anak-anak adalah masa emas karena sebagai
pondasi perkembangan dan pertumbuhan mereka kelak ketika sudah menjadi sosok
yang matang sebagai seseorang yang dewasa.
Dengan sedikit permasalahan itu, banyak juga keluarga yang rukun dan kuat
mempertahankan hubungan rumahtangganya sehingga anak bisa tumbuh dan
berkembang dengan semestinya, masih ada keluarga yang sakinah, mawaddah, dan
warohmah di desa tersebut, Insya Allah.
Di antara sekian banyak kepala keluarga, ada dua keluarga yang sangat bertolak
belakang dalam kehidupan dan cara mendidik si anak. Keluarga pertama adalah
keluarga bapak Fir’aun, keluarga ini tidak rukun, bapak Fir’aun sering bertengkar
dengan istrinya, panggil saja ibu Zulaikhah, dan anaknya pun juga jadi sasaran
amarah, anaknya bernama Abu kelas 6 SD dan Lai kelas 2 SD, masih sekolah di SD
Ulul Albab di desa itu, dan menjadi anak yang bermasalah.
Keluarga kedua adalah keluarga bapak Muhammad, istrinya bernama ibu Khodijah.
Keluarga tersebut rukun dan sederhana, banyak tetangga yang iri dan salut pada
hubungan mereka, karena ketika ada masalah dalam keluarga selalu dihadapi dengan
kepala dingin dan dengan jalan musyawarah, anak mereka bernama Sholih dan
Sholihah pun menganggap orangtuanya bukan sekedar orangtua, akan tetapi sebagai
sahabat. Sholih dan Sholihah bersekolah di sekolah dan kelas yang sama dengan Abu
dan Lai.

ADEGAN I
Di pagi yang cerah, di rumah Bapak Fir’aun.
Zulaikha         : “Abuuu…Laiii…Banguuun…sudah pagi! Cepetan berangkat
sekolah!”
(sambil memasak di dapur)
Abu                : “Iyoyo,bu. Cerewet banget sih!” (sambil mengucek mata)
Zulaikha         : “Kurang ajar kamu, ngatain ibu kurangajar! Cepetan!”
(sambil membawa sutil menuju Abu dan menjulurkan sutil ke tangan Abu)
Abu                : “Aduh, sakit,bu!” (sambil mengerang dan meniup lukanya).
Zulaikha         : “Mangkane ta, ojok kurangajar karo ibu! Ndang adus kono!”
Abu                : (Abu melotot ke ibunya sembari meninggalkan ibunya)
Lai                  : (Lai melihat ke ibu)
Zulaikha         : “Ndang adus kono, iki pisan melok-melok mas’e kono! Bangunin
bapakmu dulu tuh! Tidur terus, emang nggak kerja hari ini?”
(sambil mendorong kepala Lai)
Lai                  : “Iya” (meninggalkan ibu dan menuju ayah yang masih tidur)
(Pak Fir’aun masih pulas tidurnya)
Lai                  : “Pak, bangun! Bangun,pak!”
(sambil menggoyang-goyangkan badan ayah)
Fir’aun           : “Opo seh?! Bapak masih ngantuk, engkok ae! Sana kamu berangkat
sekolah!”
(Fir’aun kembali tidur, dan Lai kembali ke ibunya)
Lai                  : “Bu, bapak nggak mau bangun lho!”
Zulaikha         : “Oh, pancene bapakmu iku. Nggak bener samasekali. Kerjaannya
mabuk judi terus! Merokok yo bablas, susu anak’e nggak dibeliin” (mengomel sambi
menuju bapak). “Pak, tangi! Wes isuk iki! Nggak kerjo a?”
Fir’aun           :  “Opo seh,bu. Wes talah, masak kono!”
Zulaikha         : “Opo-opo, yo tangi! Ndang adus terus budhal kerjo! Mangkane ojok
mabuk ae, mulih bengi, nggak nggowo duwit, malang ngabisin duit. Judine iku pisan
terusno ae!”
Fir’aun           : “Lambemu iku lho jogoen!” (membentak)
Lai dan Abu   : (mengintip dan berangkat sekolah)

ADEGAN 2 :
Di rumah bapak Muhammad.
Ibu                 : “Sholih, Sholihah sayaaang…sudah bangun? Ayok bangun dulu!
Sholat Shubuh, setelah itu segera mandi dan berangkat sekolah,jangan lupa sarapan
dulu ya,sayang.”
(Sholih dan Sholihah mendatangi ibu dan mengucek mata)
(Mereka sekeluarga sholat shubuh berjama’ah, setelah sholat berjama’ah ibu
menyuruh Sholih membantu ayah membersihkan rumah)
Ibu                 : “Sholih, Sholihah, kamu membantu bapak membersihkan rumah ya!”
Sholihah         : “Ibu masak apa? Sholihah bantuin ya! Kak sholih yang membantu
bapak aja.”
Sholih             : “Iya.”
(Ibu tersenyum dan mengangguk kemudian ibu dan Sholihah menuju dapur.
Sholih dan ayah membersihkan rumah)
(Sholihah dan ibu memasak)
(Ayah yang selesai bersih-bersih rumah menghampiri Ibu, dan Sholih mandi)
Bapak             : “Istriku yang sholihah, hari ini masak apa? Hmm…sepertinya enak
nih!
Jadi tidak sabar untuk menghabiskan makanan nih! hehe”
Ibu                 : “Ah,bapak bisa saja! Ibu memasak tumis dan ikan.”
Sholih selesai mandi dan memanggil adiknya
Sholih             : “Adiiik… kakak sudah selesai mandi, sekarang giliran kamu.”
Sholihah         : “Iya,kak.”

Setelah Sholih dan Sholihah selesai mandi, mereka sarapan bersama ayah dan
ibu.
(Setelah sarapan, Sholih dan Sholihah pamit kepada orangtuanya dan
bersalaman).
Sholih Sholihah pamit: “Assalaamu’alaikum”
Ayah dan Ibu             : “Wa’alaikumsalam”
Ayah                          : “Hati-hati di jalan. Selamat belajar.”
ADEGAN 3 :
Di sekolah, Abu berdiri di depan sekolah.
Abu                 : “Ah, males sekolah! Bolos sajalah! Mau main aja! Lai, bolos yuk!
Males nih masuk!”
Lai                   : “Bolos kemana,kak?”
Abu                 : “Ya, maen, bego! Ayo, tapi jangan bilang bapak sama ibu ya! Kalau
ngomong, awas kamu!”
Lai                   : “Iya,kak”
Abu                 : “Yuk!”
Ina pun lewat, dan Lai memanggilnya.
Lai                  : “Ina, ikut kami yuk!”
Ina                  : “Kemana?”
Lai                  : “Bolos.”
Ina                  : “Ayo, bosen nih! Aku sebel tadi lihat orangtuaku bertengkar lagi
membahas cerai.”
Lai                  : “Sama donk! Ya udah, berangkat yuk!”
(mereka pun meninggalkan sekolah)
Di jalan, mereka berpapasan dengan Sholih dan Sholihah. Dan Sholih menyapa
Abu, Ina dan Lai.
Sholih             : “Selamat pagi, Abu dan Lai! Kalian mau kemana? Kok balik lagi?”
Abu                : “Yok! Mau main. Daripada sekolah, males.”
Sholihah         : “Berarti kamu bolos donk?”
Abu                : “Emang kenapa?”
Sholih             : “Itu’kan perbuatan yang tidak terpuji, apalagi tidak ijin sama bu
guru.”
Sholihah         : “Kalian sama aja membohongi orangtua kalian.”
Lai                  : “Kita tidak peduli. Toh, ibu sama bapakku nggak ngurusin. Bapak
juga masih tidur jam segini. Jadi, nggak bakal ketahuan. hahaha” (sambil ketawa)
Sholih             : “Masya Allah”
Lai                  : “Ya udah, kami cabut dulu ya!”
Lai dan Abu meninggalkan Sholih dan Sholihah, dan kedua anak pak
Muhammad dan bu Khodijah melanjutkan perjalanan ke sekolah,
Di dalam kelas
Guru                           : “Selamat pagi,anak-anak pintar!”
Sholih dan Aisyah     : “Selamat pagi,bu.”
Guru                           : “Ibu absen dulu ya! Aisyah?”
Aisyah                        : “Hadir,bu!”
Guru                           : “Sholih?”
Sholih                         : “Hadir,bu.”
Guru                           : “Abu?”
Sholih                         : “Tidak hadir,bu. Tadi saya ketemu Abu di depan sekolah,
katanya malas sekolah.”
Guru                           : “Kenapa?”
Sholih                         : “Tidak tahu,bu.”
Guru                           : “Ya sudah. Yang penting kalian tidak meniru perbuatan itu,
karena membolos adalah perbuatan yang tidak terpuji, dan tidak disukai oleh Tuhan.”
Sholih dan Aisyah      : “Iya,bu.”
Guru                           : ”Baik, sekarang kita membahas PR kemarin ya!”
Di kelas Sholihah,
Guru                           : “Sholihah, kamu tahu Lai kemana ya?”
Sholihah                     : “Tadi Lai ikut kakaknya tidak masuk sekolah,bu.”
Guru                           : “Ya sudah, nanti ibu yang urus.”
Sambil berbisik Fai, sahabat Aisyah, bertanya pada Aisyah
Fai                              : “Aisyah, memang Lai kemana?”
Sholihah                     : “Membolos”
Fai pun mengangguk.

ADEGAN 4
Di jalan, Abu, Lai dan Ina duduk di pinggir jalan. Ada cowok yang lewat, dan
digoda oleh Lai.
Lai                              : “Mas…mas…menoleh dulu donk!”
Cowok itu hanya menggeleng kepala. Abu, Lai, dan Ina pun ketawa.
Sepulang sekolah, Sholih, Sholihah, dan Fai bertemu nenek tua yang mau
menyeberang. Dan di pinggir jalan mereka bertemu dengan Abu, Lai, dan Ina
yang sedang makan jajan.
Sholihah                     : “Kakak, Fai, ada nenek tua yang mau menyeberang tuh! Yuk
kita bantu!”
Sholih dan Fai            : “Ayo…ayo…”
Ketika Sholih, Sholihah, dan Fai hendak membantu nenek menyeberang, Abu
yang melihat mereka, lalu menghampiri mereka.
Abu                            : “Kalian mau ngapain?”
Fai                              : “Kita mau membantu nenek itu, Abu. Kasihan nenek itu mau
menyeberang.”
Lai                              : “Nggak usah dibantu, kan nenek itu bisa menyeberang
sendiri.”
Sholihah                     : “Ya tidak boleh seperti itu. Kata bapak sama ibuku, kita harus
saling tolong    menolong.”
Ina                              : “Nggak penting.”
Sholih menggandeng nenek itu
Sholih                         : “Nenek, mari kami bantu menyeberang.”
Nenek                        : “Oh iya,nak. Terimakasih ya! Kalian memang anak-anak yang
baik.”
Abu menghalangi jalan di depan mereka sambil ketawa
Abu                            : “Nggak boleh lewat, nggak boleh lewat. Hayooo…hahahaha”
Ada sebuah motor yang melaju dengan sangat kencang dan menyerempet Abu.
Abu pun jatuh, dan mengerang. Semua yang ada di situ membantu Abu.

ADEGAN 5
Di rumah Abu. Abu terbaring di tempat tidurnya, di ruangan itu ada orangtua
Sholih dan Sholihah, orangtua Abu dan Lai, Sholih, Sholihah, Lai, Ina, dan Fai.
Abu memulai pembicaraan
Abu                            : “Maafin Abu ya, Sholih, Sholihah, dan Fai. Abu pengen punya
orangtua kayak orangtuamu. Kayaknya nggak pernah marah, dan lembut sekali, bisa
menjadi sahabat.”
Sholih                         : “Iya, nggak apa-apa. Maafkan kita juga ya! Walaupun
orangtua kamu keras sama kamu, tapi mereka sayang sama kamu, hanya saja caranya
yang keliru.”

Anda mungkin juga menyukai