Anda di halaman 1dari 21

BAB III

LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Layanan bimbingan konseling adalah suatu bentuk pelayanan yang diberikan oleh
konselor kepada klien berupa bantuan atau pertolongan dan pengarahan dalam menghindari
atau mengatasi masalah dalam kehidupan. Secara umum, tujuan dari layanan bimbingan dan
konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai
dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar
dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga,
pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya
(Ramlah, 2018).

Layanan bimbingan dan konseling mencakup empat bidang, yaitu bidang akademik,
bidang sosial, bidang pribadi, dan bidang karir (Ramlah, 2018). Bakar dan Luddin (2010)
(dalam Hermawan et al. (2019)) menjelaskan bahwa bimbingan dan konseling mengandung
empat komponen layanan komprehensif, yaitu: layanan dasar, layanan responsif, layanan
perencanaan individual, dan dukungan sistem.

3.1 LAYANAN DASAR


Layanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh
konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau
kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku
jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan
sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan
kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya
(Sofah, 2020). Layanan dasar ini bertujuan untuk membantu konseli memperoleh
perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh
keterampilan dasar hidupnya, mencapai tugastugas perkembangannya
(Purwaningrum, 2018).
Yusuf (2006) (dalam Puspitaningrum et al., 2013) merincikan tujuan layanan
dasar sebagai upaya untuk membantu konseli agar:
1. memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan,
pekerjaan, sosial budaya dan agama),
2. mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab
atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan
lingkungannya,
3. mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan
4. mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
Dalam mewujudkan tujuan layanan dasar, maka dapat dilaksanakan beberapa
strategi layanan dasar. Beberapa strategi tersebut berupa 1) bimbingan klasikal, 2)
bimbingan kelompok, 3) media bimbingan kelompok, dan 4) asesmen kebutuhan
(Safitri & Novirizka Hasan, 2018).
3.1.1 Bimbingan Klasikal
Bimbingan klasikal merupakan bagian dari komponen layanan dasar
bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh pembimbing di dalam kelas dengan
menyampaikan berbagai materi bimbingan melalui berbagai pendekatan dan teknik
yang dimaksud guna mempelajari pengetahuan dan/atau keterampilan kepada peserta
didik sehingga peserta didik dapat menggunakan pengetahuan dan/atau keterampilan
tersebut untuk mencapai perkembangan optimal dalam bidang akademik, pribadi-
sosial, dan karir (Rismawati, 2015).
Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (2014)
(dalam Nurfatimah (2017)) tujuan dan manfaat layanan bimbingan klasikal yaitu
untuk merencanakan kegiatan penyelesaian studi, membimbing perkembangan karir
serta kehidupannya di masa yang akan datang, mengembangkan potensi dan kekuatan
yang dimiliki peserta didik secara optimal, membantu siswa menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, serta membantu siswa menyelesaikan permasalahnnya dalam
belajar untuk mencapai kesuksesan dalam mencapai tujuan belajar.
Rismawati (2015) menejalaskan bahwa terdapat beberapa ketentuan yang
harus dilakukan dalam melaksanakan layanan bimbingan klasikal guna terlaksana
sebuah proses yang interaktif dan memperlancar pencapaian tujuan. Ketentuan-
ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menyampaikan informasi yang dapat berpengaruh terhadap tercapainya
perkembangan yang optimal seluruh aspek perkembangan dan tercapainya
kemandirian peserta didik
2. Materi bimbingan klasikal berkaitan erat dengan domain bimbingan dan konseling
yaitu bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karier serta aspekaspek perkembangan
siswa
3. Tugas guru bimbingan dan konseling menyelenggarakan untuk memandirikan
peserta didik atau konseli.
4. Bimbingan klasikal dilakukan melalui langkah-langkah tertentu.
Dalam melaksanakan bimbingan klasikal harus melewati beberapa tahap, yaitu
tahap perancangan kegiatan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, dan
penilaian, serta tahap terakhir tindak lanjut (Nurfatimah, 2017). Metode yang dapat
digunakan dalam melaksanakan layanan bimbingan klasikal terdapat 9 bentuk, yaitu
Home Room, Diskusi Kelompok, Pelajaran Bimbingan, Kelompok Kerja, Pengajaran
Perbaikan, Sosiodrama dan Psikodrama, Ceramah Bimbingan, Karya Wisata, dan
Organisasi Siswa (Tim Dosen PPB FIP UNY (1993) dalam Nurfatimah (2017)).
3.1.2 Bimbingan Kelompok
Layanan dalam bimbingan konseling disekolah mempunyai beberapa format
yaitu, individu, kelompok dan klasikal salah satu layanan yang menggunakan format
kelompok adalah bimbingan kelompok. Prayitno mengemukakan bahwa “bimbingan
kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan
memanfaatkan dinamika kelompok”. Dinamika kelompok berguna bagi
pengembangan pribadi ketika mengadakan komunikasi antarpribadi dengan orang
lain. “Bimbingan kelompok adalah suatu cara memberikan bantuan kepada individu
(siswa) melalui kegiatan kelompok” (Tohirin, 2010:170). Kegiatan kelompok yang
ada, bisa dijadikan sebagai salah satu alat untuk memberikan bantuan kepada siswa
yang membutuhkan. Sehingga masalah siswa menjadi terwadahi melalui kegiatan
bimbingan kelompok. Pendapat lain menyebutkan bahwa:
“Bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok di mana pimpinan
kelompok menyediakan informasi-informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota
kelompok menjadi lebih sosial atau untuk membantu anggota-anggota kelompok
untuk mencapai tujuan-tujuan bersama” (Wibowo, 2005:17).
Dalam tesis (Kamalludin.2017) Gazda dalam Prayitno dan Erman Amti
„mengemukakan bahwa bimbingan kelompok disekolah merupakan kegiatan
informasi kepada sekelompok peserta didik untuk membantu mereka untuk menyusun
rencana dan keputusan yang tepat‟. Informasi dalam bimbingan kelompok, bersifat
lebih umum dan menggunakan topik yang sedang banyak diperbincangkan oleh
masyarakat luas. Anggota kelompok lebih tertarik untuk masuk kedalam pembahasan
dan menciptakan dinamika kelompok untuk membuat suasana kelompok lebih hidup.
Dapat disimpulkan Kegiatan bimbingan kelompok merupakan salah satu layanan
format kelompok dalam bimbingan dan konseling yang diberikan kepada anggota
kelompok yang berjumlah 7-15 orang. Proses bimbingan dilakukan dengan
memanfaatkan dinamika kelompok yang membahas masalah umum yang menjadi
kepedulian para anggotanya.
Dalam tesis (Kamalludin.2017) Bimbingan kelompok mempunyai tujuan yang
secara umum ingin disampaikan dan dimengerti oleh anggota kelompok atau klien,
Gazda dalam Prayitno dan Erman Amti „bimbingan kelompok diselenggarakan untuk
memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional, dan sosial‟. Secara garis
besar adalah berbagi pengetahuan kepada sesama anggota dalam kelompok tersebut,
sehingga secara tidak langsung menambah wawasan anggota kelompok. Kemudian
ada beberapa tujuan umum yang lain yang disebutkan dalam Prayitno antara lain :
1) Mampu berbicara di depan orang banyak
2)Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan dan lain
sebagainya kepada orang banyak.
3) Belajar menghargai pendapat orang lain.
4) Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya.
5) Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang bersifat
negatif)
6) Dapat bertenggang rasa
7) Menjadi akrab satu sama lainnya
8)Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi
kepentingan bersama.
Dari semua tujuan umum tersebut seorang konselor, dapat menyisipkan tujuan
khusus kedalam bimbingan kelompok dengan memanfaatkan topik tugas. Topik tugas
tersebut diharapkan dapat merangsang anggota kelompok untuk menyelesaikan
masalah yang ada dalam diri mereka. Informasi yang dibahas di dalam bimbingan
kelompok, diharapkan anggota menjadi memahami dan menemukan penyelesaiannya
sendiri. Dari penjabaran yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa, Tujuan
bimbingan kelompok dapat disimpulkan pemberian informasi, bertukar wawasan
kepada anggota kelompok dan juga mengasah kemampuan sosial dari anggota
kelompok yang terlibat di dalamnya.(Kamalludin.2017)
Menurut Fadilah (2019), bimbingan kelompok pada adalah usaha kegiatan
yang memanfaatkan dinamika kelompok atau kumpulan sekelompok individu yang
membentuk suatu kelompok sebagai upaya bimbingan yang dilakukan dan
dilaksanakan seseorang (fasilitator) dengan tujuan mengembangkan suatu aspek yang
terdapat dalam diri individu berupa sikap, keterampilan, dan keberanian yang
dimensinya bersangkut paut dengan orang lain yang bersifat sosial.
Juraida (2015) mengemukakan bahwa terdapat 4 asas dalam layanan
bimbingan kelompok diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Asas Kerahasiaan, para anggota harus menyimpan dan merahasiakan informasi
apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang tidak layak diketahui
orang lain.
b. Asas Keterbukaan, para anggota bebas dan terbuka dalam mengemukakan
pendapat, ide, saran, tentang apa saja yang disarankan dan dipikirkannya tanpa
adanya rasa malu dan ragu-ragu.
c. Asas Kesukarelaan, semua anggota dapat menampilkan diri secara spontan tanpa
malu atau dipaksa oleh teman lain atau pemimpin kelompok.
d. Asas Kenormatifan, asas kenormatifan, semua yang dibicarakan dalam kelompok
tidak boleh bertentangan dengan norma-norma dan kebiasaan yang berlaku.
Dalam pelaksanaannya, layanan bimbingan kelompok dilaksanakan melalui
empat tahap yang harus diperhatikan. Tahapan-tahapan tersebut adalah tahapan
pembentukan, tahapan peralihan, tahapan kegiatan, dan tahapan pengakhiran
(Hartifah (2009) dalam Juraida (2015)).

3.1.3 Media Bimbingan Kelompok


Menurut M. Nursalim (2015) dalam Hazrati et al. (2016), media bimbingan
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan bimbingan dan
konseling yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa/
konseli untuk memahami diri, mengarahkan diri, mengambil keputusan serta
memecahkan masalah yang dihadapi. Media bimbingan kelompok adalah media
bimbingan yang dapat digunakan dalam bimbingan kelompok baik berbentuk cetak,
film, ataupun lainnya.
Bimbingan konseling merupakan salah satu komponen pendidikan yang dapat
berperan dalam peningkatan religius siswa. Media mempunyai kedudukan yang
penting dalam proses pemberian layanan bimbingan dan konseling. Media tidak
hanya sekedar alat bantu, tapi merupakan bagian ntegral dalam proses pemberian
layanan bimbingan dan konseling, artinya kehadiran media mutlak diperlukan untuk
membantu siswa. Media adalah segala bentuk dan saluran yang dapat digunakan
dalam suatu proses penyajian informasi (AECT ,1977). Pendapat ini mempertegas
bahwa media mempunyai potensi sebagai penyalur dan menjelaskan pesan sehingga
memudahkan siswa dalam menerima pesan tersebut. Dalam penyampaian informasi
pemilihan media yang tepat dan efektif dapat meciptakan interaksi siswa dengan
konselor yang baik dan mempengaruhi efektivitas pemberian layanan. Proses
pemberian layanan atau pemberian informasi dengan metode ceramah akan membuat
siswa bosan dan tidak tersampaikannya pesan layanan atau materi dari guru dengan
baik. Informasi yang didesain dengan media yang menarik diharapkan dapat
menjadikan siswa tertarik untuk membacanya. Media yang diharapkan adalah media
yang memiliki kriteria ketepatan, kegunaan, kemudahan, dan kemenarik, sehingga
siswa tidak merasa jenuh namun dengan penggunaan media tidak mengurangi
interaksi antara siswa dan konselor dalam memberikan layanan. (Sandrianie Putranto.
2017)
3.1.3.1 Film sebagai media bimbingan kelompok
Inovasi dalam bimbingan kelompok adalah hal yang harus dilakukan oleh
seorang konselor sekolah. Media yang banyak berkembang pesat seiring
berkembangnya teknologi telah menemukan media yang efektif untuk belajar. Dalam
pelaksanaan bimbingan kelompok, konselor dapat melakukan banyak sekali inovasi
dengan menggunakan beberapa metode dan pendekatan. Salah satu pendekatan yang
saat ini mulai dikaji adalah biblio-counseling. Metode ini menggunakan media buku
pustaka sebagai alat untuk membantu konseli menambah wawasan dan lebih jauh lagi
membantu masalah yang dialami oleh konseli. Dikatam oleh Pehrsson & McMillen
(dalam Hariyadi dkk, 2014:99) „Biblio-counseling adalah membaca dan
mendiskusikan buku-buku tentang situasi yang mirip dengan apa yang sedang dialami
oleh anak-anak‟. Bukubuku disini membantu dalam pelaksanaan layanan sebagai
media untuk siswa memperoleh informasi dan menambah wawasannya. buku pustaka
ini dapat berupa novel, majalah, koran yang merupakan media tulis. Berangkat dari
konsep tersebut media yang digunakan dalam bibliocounseling adalah buku pustaka.
Perkembangan jaman telah membawa banyak media yang bisa digunakan sebagai
“alat” dalam proses bimbingan kelompok. Jika kita bicara media bukan lagi melulu
soal buku pustaka atau gambar. Terdapat media lain seperti media audio dan media
visual yang mampu menampilkan hal lain yang tidak bisa disajikan oleh buku dan
gambar. Media audio mampu melibatkan indra pendengaran dalam menangkap
informasi, ditambah dengan media visual yang bisa melibatkan indra penglihatan
untuk menguatkan informasi tersebut. Media yang menggabungkan audio dan visual
menjadi satu adalah media film. Film adalah salah satu alternatif yang dapat
digunakan sebagai media dalam membantu siswa menambah wawasan dan
mengentaskan masalah. Maka bimbingan kelompok dengan media film dapat menjadi
inovasi bagi konselor sekolah dalam melakukan layanan. Sebagai media, film juga
merupakan sarana yang efektif untuk mengkomunikasikan materi karena melibatkan
banyak indra akan lebih mudah teringat, tentu saja itu akan membantu proses
bimbingan kelompok itu sendiri. “Film yang sanggup mendobrak pertahanan
rasionalitas dan langsung bicara kedalam hati sanubari penonton secara meyakinkan”
(Munadi 2013:114-115).

3.1.4 Asesmen Kebutuhan


Asesmen atau analisa kebutuhan diperlukan, baik untuk perencanaan program
jangka panjang, program jangka pendek, maupun program khusus, yang kemudian
menjadi dasar dan mempengaruhi bagaimana program-program tersebut dirancang
dan dikembangkan. Asesmen ini mempengaruhi bagaimana landasan program, tujuan
program, lingkup layanan yang diberikan, kegiatan yang direncanakan, teknis
pelaksanaan dan sarana-prasarana apa saja yang dibutuhkan untuk mendukung
program tersebut(Soleha & Miftahus, 2020).
Selain itu Bimbingan kelompok mempunyai beberapa asas yang harus
diperhatikan oleh pemimpim kelompok dalam melaksanakan kegiatan. Asas yang
diterapkan dalam bimbingan kelompok menurut Prayitno (2004:14-15) antara lain :
(1) kesukarelaan, (2) keterbukaan, (3) kegiatan, (4) kenormatifan, (5) kerahasiaan.
1) Sejak awal rencana pembentukan kelompok anggota harus bersukarela mengikuti
bimbingan kelompok. Tidak ada paksaan dan tanpa ragu-ragu harus ada di dalam
diri setiap anggota kelompok. Dalam kegiatan pula anggota harus secara sukarela
menyampaikan pendapat dan datang dengan tanpa paksaan.
2) Anggota kelompok diharapkan terbuka mengeluarkan pendapat, ide, saran,
pemikiran mereka tanpa merasa takut, malu, atau ragu-ragu. Bebas
mengungkapkan tentang dirinya atau tentang sekolah maupun hal yang lain.
3) Anggota kelompok diharapkan berpartisipasi dalam kegiatan untuk
mengemukakan pendapat untuk tercapainya tujuan bimbingan kelompok secara
umum. Dalam pelaksaan bimbingan kelompok asas kegiatan menjadi hal yang
diutamakan.
4) Norma diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok. Cara
menyampaikan pendapat dan juga menyanggah harus dengan cara yang baik dan
tidak menyinggung pihak lain.
5) Pembicaraan dalam bimbingan kelompok bersifat umum, namun perlu menjaga
kerahasiaan orang yang terlibat di dalamnya.
3.2 LAYANAN RESPONSIF
Layanan responsif merupakan proses pemberian bantuan kepada siswa yang
membutuhkan bantuan dengan segera agar tidak mengalami hambatan dalam proses
pencapaian tugas perkembangannya (Hidayat et al. (2019) dalam Anggraini et al.,
(2021)). Layanan responsif, sebagai proses bantuan untuk menghadapi masalah dan
memerlukan pertolongan dengan segera, supaya peserta didik tidak mengalami
hambatan dalam pencapaian tugastugas perkembangan (Nugraha, 2017).
Tujuan layanan responsif adalah mengintervensi maslaah-masalah atau
kepedulian pribadi siswa yang muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan
dengan masalah pribadi, sosial, belajar dan karir (Lutfiyani & Bhakti, 2017).
Asror (2020) mengemukakan strategi-strategi dalam layanan responsif, yaitu
sebagai berikut:
1. Konseling Individu dan Konseling Kelompok
Pendapat Sofyan Willis “konseling individu adalah pertemuan konselor
dengan konseli secara individual, dimana terjadi hubungan konseling yang
bernuansa rapport dan konselor berupaya memberikan bantuan untuk
pengembangan pribadi konseli dan konseli dapat mengantisipasi masalah-masalah
yang dihadapinnya” (Sofyan (2013) dalam Zulamri (2019)). Tujuan dari konseling
individu adalah untuk mengentaskan masalah yang dialami klien.
Sedangkan pengertian konseling kelompok yang dipaparkan oleh Schmidt
(2013) (dalam Nugroho et al., 2020) adalah layanan konseling perorangan yang
dilaksanakan di dalam suasana kelompok dengan tujuan untuk mengembangkan
kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan berkomunikasinya (Fahmi
& Slamet, 2016).
2. Referal (Rujukan atau Alih Tangan)
Pelayanan yang baik adalah usaha yang dilaksanakan dan diselenggarakan
bagi merekayang benar-benar ahli. Begitu pula dalam bentuk pelayanan
bimbingan dan konseling tidakhal dapat diatasi oleh diri konselor pribadi, Apabila
konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah konseli,
maka sebaiknya dia mereferal atau mengalih tangankan konseli kepada pihak lain
yang lebih berwenang, seperti psikolog,psikiater, dokter, dan kepolisian. Pada
umumnya, alih tangan (referal) dilakukan untuk kasuskasus tertentu seperti,
depresi, tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba, danpenyakit kronis
(Wati, 2018).
3. Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Guru Kelas
Demi tercapainya program layanan bimbingan dan konseling, guru bimbingan
dan konseling(konselor) memerlukan bantuan dari guru bidang studi. Bantuan
tersebut dibutuhkan dalam upayanyamemfasilitasi peserta didik baik secara
pengembangan potensi maupun pengentasan masalah (kuratif).Kerjasama yang
baik antara guru bimbingan dan konseling (konselor) dan guru bidang studi di
sekolahakan mampu mengoptimalkan potensi peserta didik, serta program layanan
bimbingan dan konselingbisa terlaksana secara maksimal (Widyarto, 2017).
4. Kolaborasi dengan Orang Tua,
Upaya kerjasama antara Konselor dengan para orang tua peserta didik untuk
mengembangkan perkembangan siswa. Kerjasama ini penting agar proses
bimbingan terhadap peserta didik tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah,
tetapi juga oleh orangtua di rumah (Wati, 2018).
5. Kolaborasi dengan Pihak Terkait,
Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah/madrasah ; yaitu
berkaitan dengan upaya sekolah/ madrasah untuk menjalin kerjasama dengan
unsur-unsur masyarakatyang dipandang relevan dengan peningkatan mutu
pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti dengan pihakpihak (1) Instansi
pemerintah, (2) Instansi swasta, (3) organisasiprofesi, seperti ABKIN (Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia), (4) Para ahli dalambidang tertentu yang
terkait, seperti psikolog, psikiater, dan dokter, (5) MGP (MusyawarahGuru
Pembimbing) (Wati, 2018)
6. Konsultasi,
Menurut Gibson, konsultasi dapat dibagi menjadi dua, Pertama, Konsultasi
Triadik atau konsulasi pihak ketiga seperti guru guru yang menghadapi siswa-
siswa yang bermasalah. Kedua, Konsultasi Proses, adalah sebuahupaya untuk
menjalankan bimbingan (Wati, 2018).
7. Bimbingan Teman Sebaya,
Rambu-rambu penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling (2007)
menjelaskan bahwa bimbingan dan Konseling untuk membantu siswa
meningkatkan percaya dirinya, denganpelaksanaan kegiatan bimbingan teman
sebaya (peer guidance), yaitu bimbingan yang dilakukan oleh siswa terhadap
siswa lainnya dengan memunculkan interaksi dan dinamika kelompok yang akan
membantu peserta didik untuk lebih terbuka dan menerima apa yang telah
disepakati oleh kelompok (Rohayati, 2011).
8. Konferensi Khusus
Adapun yang dimaksud dari konferensi kasus a dalah sebuah kegiatan untuk
membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh
pihak-pihakyang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi
terentaskannya permasalahan peserta didik itu. Pertemuan konferensi kasus ini
bersifat terbatas dan tertutupkarena hanya dihadiri oleh pihak-pihak terkait saja
yang berkomitmen untuk memecahkan permasalahan (Wati, 2018).
9. Home Visit (kunjungan rumah)
Kunjungan rumah merupakan upaya mendatangi rumah siswa untuk lebih
memahami siswa dan terutama lingkungan rumahnya. Disamping itu melalui
kunjungan rumah dapat pula digunakan untuk membahas penyelesaian masalah
konseli bersama dengan orang tuanya (Widada, 2015).
3.3 LAYANAN PERENCANAAN INDIVIDU
Menurut Depdiknas (2008) perencanaan individual diartikan sebagai
bantuankepada peserta didik agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang
berkaitandengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan
dan kekurangandirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia
di lingkungannya (Kurniawan et al., 2019). Sejalan dengan pendapat Gysbers &
Henderson (2012), perencanaan individual merupakan kegiatan yang sistematis yang
dirancang untukmembantu peserta didik memahami dan mengambil tindakan untuk
mengembangkanrencana masa depan.
Layanan Perencanaan individual adalah bantuan kepada peserta didik/konseli
agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas-aktivitas sistematik yang berkaitan
dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman tentang kelebihan dan
kekurangan dirinya, serta pemahaman terhadap peluang dan kesempatan yang tersedia
di lingkungannya (Yuningsih, 2021).
Pada penerapan layanan perencanaan individual konselor memberikan
materimateri yang berkaitan dengan penjurusan. Konselor membantu peserta didik
menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya berdasarkan data atau informasi yang
diperoleh yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan, atau aspek-
aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier (N. Fitriani & Muhari, 2013).

Menurut Yusuf (2015) layanan perencanaan individual dapat diartikan sebagai


layanan bantuan kepada individu agar mampu membuat dan melaksanakan perencanaan
masa depannya, berdasarkan pemahaman akan kekuatan dan kelemahan dirinya.
Perencanaan inidividual ini meliputi rencana pendidikan, karir, dan sosial pribadi
sehingga rencana tersbut diharapkan dapat diimplementasikan oleh individu
bersangkutan sesuai dengan kemampuan.
a. Penilaian Individual atau Kelompok (Individual or small-group Appraisal)
Yang dimaksud dengan penilaian ini adalah konselor bersama siswa
menganalisis dan menilai kemampuan, minat, keterampilan, dan prestasi belajar
siswa. Dapat juga dikatakan bahwa konselor membantu siswa menganalisis kekuatan
dan kelemahan dirinya, yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas
perkembangannya, atau aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Melalui
kegiatan penilaian diri ini, siswa akan memiliki pemahaman, penerimaan, dan
pengarahan dirinya secara positif dan konstruktif.
b. Individual or Small-Group Advicement
Konselor memberikan nasihat kepada siswa untuk menggunakan atau
memanfaatkan hasil penilaian tentang dirinya, atau informasi tentang pribadi, sosial,
pendidikan dan karir yang diperolehnya untuk (1) merumuskan tujuan, dan
merencanakan kegiatan (alternatif kegiatan) yang menunjang pengembangan dirinya,
atau kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dirinya; (2) melakukan
kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan, dan (3)
mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukannya.

Depdiknas (2008) perencanaan individual bertujuan untuk membantu konseli


agar (1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya, (2) mampu
merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya,
baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar maupun karir, dan (3) dapat melakukan
kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya (R
Kumara & Lutfiyani, 2017).
Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan
aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara
lain mencakup pengembangan aspek (1) akademik meliputi memenfaatkan
keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan,
memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar
sepanjang hayat, (2) karir meliputi mengeksplorasi peluang-peluang karir,
mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan
bekerja yang positif, dan (3) sosial-pribadi meliputi pengembangan konsep diri yang
positif, dan pengambangan ketrampilan sosial efektif (Pangestuti, 2017).
Menurut Gysbers (2006) (dalam Sutirna (2012)) strategi dalam layanan
perencanaan individual, meliputi :
a. Individual appraisal, individu diminta oleh konselor untuk menginterpretasi
tentang bakat, minat, keterampilan, dan prestasi yang ada dalam dirinya sendiri.
b. Individual advisement, konselor meminta individu yang bersangkutan untuk
mempertimbangkan tentang pendidikan, karir, sosial dan pribadi. Dan, kemudian
bagaimana individu tersebut untuk merealisasikan.
c. Transition planning, konselor bekerjasama dengan pihak guru yang lain membantu
individu untuk membuat rencana apakah akan melanjutkan sekolah, bekerja, atau
mengikuti training/kursus.
d. Follow up, konselor bekerjasama dengan pihak guru yang lain menindaklanjuti dari
data yang diperoleh untuk kemudian dievaluasi

Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan


aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara
lain mencakup pengembangan aspek akademik meliputi memanfaatkan keterampilan
belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus
atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat; karir
meliputi mengeksplorasi peluangpeluang karir, mengeksplorasi latihan-latihan
pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan sosial-
pribadi meliputi pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan
keterampilan sosial yang efektif (Samisih, 2015).

Melalui pelayanan perencanaan individual,konseli diharapkan dapat :


1. Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan
mengembangkan kemampuan sosial-pribadi yang didasarkan atas pengetahuan
akan dirinya, informasi tentang sekolah/madrasah, dunia kerja, dan masyarakatnya.
2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya.
3. Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya.
4. Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya (Pangestuti, 2017)
3.4 DUKUNGAN SISTEM
Dukungan sistem merupakan komponen layanan dan kegiatan manajemen
yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada siswa atau memfasilitasi
kelancaran perkembangan siswa. Program ini akan memberikan dukungan kepada
guru bimbingan dan konseling dalam memperlancar penyelenggaraan layanan.
Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar
penyelenggaraan program pendidikan di sekolah. Komponen program dukungan
sistem bertujuan memberikan dukungan kepada konselor atau guru bimbingan dan
konseling dalam memperlancar penyelenggaraan komponenkomponen layanan
sebelumnya dan mendukung efektivitas dan efisiensi pelaksanaan layanan bimbingan
dan konseling. Dukungan sistem meliputi kegiatan pengembangan jejaring, kegaiatan
manajemen, pengembangan keprofesian secara berkelanjutan.
Menurut Febritus et al. (2014), dukungan sistem merupakan salah satu bentuk
strategi dalam implementasi program bimbingan dan konseling yang secara tidak
langsung memberikan bantuan atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli,
dengan cara memperlancar penyelenggaraan layanan dasar, responsif,
danperencanaan individual. Dalam buku paduan operasioanl penyelenggaraan
bimbingan dan konseling dijelaskan bahwa dukungan sistem adalah komponen
pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur, dan pengembangan
kemampuan profesional konselor / guru pembimbing dan konseling secara
berkelanjutan, membeirkan bantuan kepada peserta didik / konseli atau memfasilitasi
kelancaran perkembagnan peserta didik / konseli dan mendukung efektivitas dan
efesiensi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling (Kemendikbud, 2016).
Widada (2013) berpendapat bahwa dukungan sistem merupakan kegiatan
pendukung bagi terlaksananya pemberian layanan bimbingan dan konseling yang
merupakan isi dari ketiga komponen program bimbingan dan konseling (layanan
dasar, layanan responsif, dan layanan perencanaan individual) yang paling banyak
berkaitan dengan pengolaan bimbingan dan konsuling. Pengolaan program bimbingan
dan konsuling dapat berupa:
1. Pengembangan Profesi, merupakan upaya untuk terus menerus meningkatkan
profesionalitas atau keahlian pelaksana bimbingan terutama konselor. Peningkatan
keahlian dapat dilakukan melelaui: pelatihan, seminar, loka karya, penataran,
maupun pendidikan lanjut dari standar minimal yang dipersyaratkan.
2. Manajemen Program, yakni melakukan pembenahan tata kelola program BK.
Pembenahan tata kelola ini berupa kejelasan pembagian tugas, sistem reward and
punishment, promosi, jaminan hari tua, kerjasama dengan unit atau institusi lain.
3. Riset dan Pengembangan, yakni upaya untuk selalu melaksanakan inovasi dalam
melaksanakan bimbingan. Penggunaan teknologi mutakir seperti komputer bagi
pelaksanaan bimbingan merupakan suatu keharusan. Demikian pula teknikteknik
dalam memberikan bimbingan harus selalu mengikuti perkembangan dan
berkesesuaian dengan kebutuhan siswa.
Pemberian layanan dukungan sistem dapat meliputi dua aspek, diantaranya
a. Pemberian layanan konsultasi
1. Konsultasi dan penyelenggaraan program kerja sama dengan dosen wali/
dosen pembimbing akademik
2. Berpartisipasi dalam merencanakan kegiatan-kegiatan kampus
3. Melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan
bimbingan dan konseling
b. Kegiatan Manajemen
1. Pengembangan program
2. Pengembangan staf
3. Penataan sumber daya
4. Pengembangan penataan kebijakan (Ineu, 2015).
Hal ini sejalan dengan pendapat Febritus et al. (2014). ukungan sistem dalam
penyelenggaraan bimbingan dan konseling meliputi dua aspek kegiatan, yaitu 1)
aspek pengembangan jejaring atau networking yang dilakukan melalui kolaborasi
dengan personel sekolah khususnya guru bidang studi dan wali kelas, kolaborasi
dengan orang tua siswan, dan kolaborasi dnegan ahli lain terkait dengan kegiatan
bimbingan dan konseling; 2) aspek menejemen yang dilakukan melalui
pengembangan straf, penyediaan sarana dan prasarana bimbingan dan konseling, dan
penataan kebijakan.
Selain itu Dukungan sistem ini merupakan komponen layanan dan kegiatan
manajemen yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada individu, atau
memfasilitasi kelancaran perkembangan individu yang dimana ada beberapa startegi
untuk pengembangan dukungan sistem tersebut (Ridwan. 2010).
a. Pengembangan Professional
Konselor secara terus menerus berusaha untuk “meng-update”
pengetahuan dan keterampilannya melalui (1) in-service training, (2) aktif dalam
organisasi profesi, (3) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti seminar dan
workshop (lokakarya), atau (4) melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi
(Pascasarjana). (Ridwan. 2010).

b. Pemberian Konsultasi dan Berkolaborasi


Konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang
tua, staf sekolah lainnya, dan pihak institusi di luar sekolah (pemerintah, dan
swasta) untuk memperoleh informasi, dan umpan balik tentang layanan bantuan
yang telah diberikannya kepada para siswa, menciptakan lingkungan sekolah
yang kondusif bagi perkembangan siswa, melakukan referal, serta meningkatkan
kualitas program bimbingan dan konseling. Dengan kata lain strategi ini berkaitan
dengan upaya sekolah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat
yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu layanan bimbingan. Jalinan
kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak (1) instansi pemerintah, (2) instansi
swasta, (3) organisasi profesi, seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia), (4) para ahli dalam bidang tertentu yang terkait, seperti
psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua siswa, (5) MGBK (Musyawarah Guru
Bimbingan dan Konseling), dan (6) Depnaker (dalam rangka analisis bursa
kerja/lapangan pekerjaan). (Ridwan. 2010).

Salah satu bagian terpentingdari dukungan sistem adalah sarana dan prasarana.
Kelengkapan Sarana dan prasaranamenjadi salah satu dari beberapa kebutuhan
mendasar setiap lembaga pendidikan tak terlepas di dalamnya terdapat sebagai
kebutuhan akan penyelenggaraan bimbingan dankonseling disekolah (Ahmad, 2019).
Sarana dan prasarana bimbingan dan konseling merupakan seluruh peralatan dan
perlengkapan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling
(Fitria et al., 2021). Pedoman Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah yang mengacu kepada Permendikbud tahun 2014 no. 111
memaparkan secara garis besar sarana dan prasarana bimbingan dan konseling terbagi
menjadi empat bagian yaitu :
1. Ruang bimbingan dan konseling, terdiri dari ruang kerja sekaligus ruang konseling
inividual, ruang tamu, ruang bimbingan dan konseling kelompok, ruang data.
Menurut Depdiknas (2008) idealnya ruang bimbingan dan konseling berukuran 8 x
9 cm (Putranti, 2015).
2. Instrumen pengumpulan dara, terdiri dari instrumen pengumpulan data tes dan non
tes serta alat penyimpan data
3. Kelengkapan penunjang, terdiri dari alat tulis menulis, blanko surat, kartu
konsultasi, kartu kasus, blanko konferensi kasus, agenda surat, buku paduan, buku
informasi tentang studi lanjutan modul bimbingan, laparan kegiatan pelayanan,
data kehadiran peserta didik, leger bimbingan dan konseliong, buku realisasi
kegiatan bimbingan dan konseling, bahan-bahan informasi pengembangan
keterampilan hidup, perangkat elektronik, format pelaksanaan pelayanan, dan
format evaluasi.
4. Dokumen program, terdiri dari buku program tahunan, buku program semester, dan
buku program harian (Intishar et al., 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, S. I. (2019). Pemanfaatan Sarana Dan Prasarana Bimbingan Dan Konseling Sesuai
Dengan Standar Pendidikan. … Ikatan Alumni Bimbingan Dan Konseling …, 25–32.
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/almursyid/article/view/528

Anggraini, S., Rifai, M., & Muhid, A. (2021). Peran layanan bimbingan dan konseling
komprehensif dalam perencanaan karier pada siswa SMA. TERAPUTIK: Jurnal
Bimbingan Dan Konseling, 5(1), 16–23. https://doi.org/10.26539/teraputik.51544

Asror, M. (2020). Studi Analisis Program Bimbingan Konseling Komprehensi Berbasis


Inslam Untuk Meningkatkan Resilensi Siswa. Jurnal Pamomong, 1(1), 40–52.

Arsyad, Azhar. 2010. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Awlawi,

Fadilah, S. N. (2019). Layanan Bimbingan Kelompok dalam Membentuk Sikap Jujur Melalui
Pembiasaan. Islamic Counseling: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 3(2), 167.
https://doi.org/10.29240/jbk.v3i2.1057

Fahmi, N. N., & Slamet. (2016). Layanan Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Rasa
Percaya Diri Siswa SMK Negeri 1 Depok Sleman. Jurnal Hisbah, 13(1), 69–84.

Febritus, W., Dahlan, S., & Rosra, M. (2014). Dukungan Sistem Penyelenggaraan Bimbingan
dan Konseling di Sekolah Menengah Kecamatan Sekampung. Angewandte Chemie
International Edition, 3(3), 951–952.

Fitria, L., S, N., Syukur, Y., & Ahmad, R. (2021). Sarana Dan Prasarana Sebagai Penunjang
Kegiatan Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Menengah Kejuruan. Al-Irsyad, 11(1),
15. https://doi.org/10.30829/al-irsyad.v11i1.9329

Gysbers, N. C., & Henderson, P. (2012). Developing & Managing Your School Guidance &
Counseling Program. In Journal of Chemical Information and Modeling (Fifth, Vol. 53,
Issue 9). American Counseling Assosiation.

Hazrati, R., Hanim, W., & Setiawaty R., D. (2016). Pengaruh Media Dalam Layanan
Bimbingan Kelompok Terhadap Pengaturan Diri Siswa Kelas Xi Di Sman 56 Jakarta.
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling, 5(1), 94. https://doi.org/10.21009/insight.051.14

Hermawan, H., Komalasari, G., & Hanim, W. (2019). Strategi Layanan Bimbingan Dan
Konseling Untuk Meningkatkan Harga Diri Siswa: Sebuah Studi Pustaka. JBKI (Jurnal
Bimbingan Konseling Indonesia), 4(2), 65. https://doi.org/10.26737/jbki.v4i2.924

Ineu, N. (2015). Mengembangkan Program Layanan Bimbingan dan Konseling untuk


Meningkatkan Tugas Perkembangan Mahasiswa UPI Kampus CIBIRU. Cakrawala
Dini: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), 23–31.

Intishar, F., Chanum, I., & Badrujaman, A. (2014). Pemenuhan Standar Sarana dan Prasarana
Bimbingan dan Konseling. Insight. Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 4(1), 1–7.

Juraida. (2015). Pelaksanaan layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan ketakwaan


siswa terhadap tuhan yang maha esa di mts negeri mulawarman banjarmasin . Jmbk,
2(1), 37.

Kemendikbud. (2016). Paduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling


Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Gruru dan Tenaga Kependiidkan.

Kurniawan, S. J., Kumara, A. R., & Bhakti, C. P. (2019). Strategi Layanan Perencanaan
Individual untuk Mengembangkan Work Readiness pada Siswa SMK. Seminar Nasional
Pendidikan (Sendika), 3(November), 109–116.

Lutfiyani, V., & Bhakti, C. P. (2017). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling
Komprehensif dalam Pengembangan Self-Knowledge pada Siswa Sekolah Dasar.
Sendika, I(1), 370–377.

Munadi, Yudhi. 2013. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada
Press Gruop.

Milanova, Dianisa. 2013. Efektifitas Media Film dalam Bimbingan Kelompok untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas X-II Sma Negeri 1 Taman Sidoarjo.
Skripsi. Surabaya: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Jurusan Kependidikan Islam.

N. Fitriani, A., & Muhari. (2013). Penerapan Layanan Perencanaan Individual Untuk
Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Penjurusan di Kelas X-1 SMA Negeri 3
Bojonegoro. Jurnal BK Unesa, 04(20), 304–312.

Nugraha, A. (2017). Strategi layanan bimbingan dan konseling dalam mereduksi sikap
negatif tentang seks bebas. Counsellia: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 7(1), 40.
https://doi.org/10.25273/counsellia.v7i1.1180

Nugroho, S., Handoyo, S., & Hendriani, W. (2020). Identifikasi Faktor Penyebab Perilaku
Bullying di Pesantren: Sebuah Studi Kasus. Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu
Pengetahuan, 17(2), 1–14. https://doi.org/10.25299/al-hikmah:jaip.2020.vol17(2).5212

Nurfatimah, D. (2017). Layanan Bimbingan Klasikal Dalam Meningkatkan Self Control


Siswa SMP Negeri 5 Yogyakarta. 14(1), 25–37.

Pangestuti, R. W. (2017). Strategi Layanan Perencanaan Individual. Prosiding Seminar


Nasional Peran Bimbingan Dan Konseling Dalam Penguatan Pendidikan Karakter
Konseling Dalam Penguatan Pendidikan Karakter, 159–172.

Prayitno. 2014. Layanan Bimbingan dan Konseling. Padang: UNP Press.

Purwaningrum, R. (2018). Bimbingan Konseling Komprehensif sebagai Pelayanan Prima


Konselor. Ilmiah Konseling, 18(1), 18–27.
http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JIK/article/view/717/520520569

Puspitaningrum, L., Dahlan, S., & Widiastuti, R. (2013). Pelaksanaan Pelayanan Dasar
Bimbingan dan Konseling pada SMA di Kota Metro Tahun Ajaran 2012/2013. 1–12.

Putranti, D. (2015). Studi Deskriptif tentang Sarana dan Prasarana Bimbingan dankonseling
di Sekolah Menengah Pertama. Psikopedagogia, 4(1), 45–50.

R Kumara, A., & Lutfiyani, V. (2017). Strategi Bimbingan Dan Konseling Komprehensif
Dalam Perencanaan Karir Siswa Smp. G-Couns ; Jurnal Bimbingan Dan Konseling,
1(2), 3–10.

Ramlah. (2018). Pentingnya layanan bimbingan konseling bagi peserta didik. Al-Mau’Izhah,
1(September), 70–76.
https://jurnal.umpar.ac.id/index.php/mauizhah/article/download/8/6/

Ridwan. “Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah”. Pustaka Pelajar :


Yogyakarta. 2008.

Rismawati. (2015). Pelaksanaan Layanan Klasikal Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri
3 Kandangan. Jurnal Mahasiswa BK An-NUr, 1(1), 64–74.
Rohayati, I. (2011). Program Bimbingan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Percaya Diri
Siswa. Pendidikan, Edisi Khus(2), 154–163. http://jurnal.upi.edu/file/36-
ICEU_ROHAYATI.pdf

Safitri, N. E., & Novirizka Hasan, S. U. (2018). Strategi Layanan Bimbingan Dan Konseling
Dalam Pengembangan Nilai Karakter Religius. JURKAM: Jurnal Konseling Andi
Matappa, 2(1), 19. https://doi.org/10.31100/jurkam.v2i1.64

Samisih. (2015). Bimbingan Konseling Komprehensif sebagai Pelayanan Prima Konselor.


Ilmiah Konseling, 5(2), 18–27.
http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JIK/article/view/717/520520569

Sofah, R. (2020). Layanan Bimbingan dan Konseling Pada Masa Pandemi Covid 19. PD
ABKIN JATIM Open Journal System, 7(2), 58–67.
https://www.ojs.abkinjatim.org/index.php/ojspdabkin/article/view/95

Soleha, S., & Miftahus, S. (2020). Asesme Kebutuhan Sebagai Dasar Perencanaan Program
Bimbingan Pribagi Berbasis Multikultural di SMA. Jurnal Bimbingan Dan Konseling
Terapan, 4(1), 103–118.

Sutirna. (2012). Bimbingan dan Konseling: Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal.
Andi Offset.

Trianton, Teguh. 2013. Film Sebagai Media Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu

Addahri Hafidz. 2013.Teknik Bermain Peran pada Layanan Bimbingan Kelompok untuk
Meningkatkan Self-Esteem. Padang: Universitas Negeri Padang. Volume 2 Nomor 1,
Januari 2013.

Wati, I. A. A. (2018). Layanan Bimbingan Dan Konseling Pribadi Sosial Dalam


Menumbuhkan Sikap Positif Siswa. Al-Tazkiah, 7(2), 91–111.
https://doi.org/10.20414/altazkiah.v7i2.655

Widada. (2013). Program Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dasar. Jurnal Pemikiran
Dan Pengembangan Sekolah Dasar (JP2SD), 1(1), 65.
https://doi.org/10.22219/jp2sd.v1i1.1531

Widada. (2015). Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar. Aktualisasi


Bimbingan Dan Konseling Pada Pendidikan Dasar Menuju Peserta Didik Yang
Berkarakter, 333–342.

Widyarto, W. G. (2017). Analisis Deskriptif: Kerjasama Anatara Konselor Dengan Guru


Bidang Studi. Jurnal Hasil-Hasil Penelitian Universitas Nusantara PGRI Kediri, 4(2),
100–106.

Yuningsih, A. T. H. (2021). Studi Literatur Mengenai Perancangan Program Bimbingan


Dan Konseling Komprehensif Bidang Layanan Perencanaan Individual 1 Ayu Tri
Yuningsih &. 7(1), 2021.

Yunitasari, Dina Fajar. 2013. Upaya Peningkatan Harga Diri (Self Esteem) melalui Layanan
Bimbingan Kelompok pada Siswa Kelas XI Akuntansi SMK Bhakti Kudus Tahun
Pelajaran 2012/2013. Skripsi. Kudus: Universitas Muria Kudus Program Studi
Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan.

Yusuf, Syamsu LN, dan Juntika, A. “Landasan Bimbingan dan Konseling”. Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2005.

Zulamri, Z. (2019). Pengaruh Layanan Konseling Individual Terhadap Keterbukaan Diri


(Self Disclosure) Remaja Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II B Pekanbaru.
At-Taujih : Bimbingan Dan Konseling Islam, 2(2), 19.
https://doi.org/10.22373/taujih.v2i2.6526

Anda mungkin juga menyukai