Bagaimana seharusnya menjadi Digital Citizenship :
Apa Itu Digital Citizenship?Digital Citizenship berhubungan dengan kemampuan mengelola dan memonitor perilaku dalam menggunakan teknologi, yang didalamnya terkandung keamanan, etika, norma, dan budaya.bagaimana seharusnya kita memanfaatkan teknologi informasi secara aman, tidak menimbulkan kerugian dan membahayakan keselamatan diri sendiri maupun orang lain. Bagaimana seharusnya kita berkomunikasi di jejaring sosial dengan tetap menjaga etika, mengacu pada norma-norma yang berlaku di lingkungan internal, nasional maupun universal.bagaimana seharusnya kita bertransaksi informasi di dunia maya, terutama dalam mengunggah/mengunduh konten dan bertransaksi melaui online shop. Cara menjadi Digital Citizen yang baik yaitu : Membatasi jam online(max 5 jam per hari) selain tidak baik untuk kesehatan mata,kelebihan jam online dapat berakibat buruk terhadap perkembangan otak anak. Menginstall aplikasi GetContact untuk menghindari telefon dari penipu,Aplikasi GetContact dapat menunjukan nama dari penelpon walaupun nomornya belum ada di kontak kita.selain itu,GetContact dapat memblokir telpon dari penipu. Membuat password yang panjang namun mudah diingat,sekarang ini password yang panjang lebih baik(Minimal 12 karakter)daripada password yang rumit.contohnya AkumaukeSabu,SabuituKeren,dan masih banyak lainnya. Menggunakan multi-factor authentication(MFA)Saat ini hanya menggunakan password saja tidak cukup aman.oleh karena itu,dianjurkan untuk menambah keamanan menggunakan MFA. Kritik dan saran yang bersifat pribadi harus lewat jalur pribadi(japri)Seperti di kehidupan Sehari-hari,tidak etik menyampaikan kritik dan saran yang bersifat pribadi di forum umum. Dan yang sebaiknya jangan dilakukan ketika menjadi Digital Citizenship : Berkomentar atau membalas pesan menggunakan capslock,Membalas pesan menggunakan capslock dapat menyebabkan kesalahpahaman karena dianggap kita sedang marah atau membentak.selain itu,capslock membuat tulisan susah dibaca. Melakukan spamming,Kita tidak boleh melakukan spamming karena dapat mengganggu orang lain.apalagi jika itu dilakukan di kolom komentar umum atau sebuah grup di media sosoal. Melakukan Kekerasan Gender Berbasis Online,Kekerasan gender berbasis online(KGBO)Seperti revenge porn,love scam tidak boleh dilakukan karena dapat membuat korban mengalami gangguan mental dan pelakunya bisa dihukum. Menggikuti akun penebar kebencian atau hoax,Mengikuti akun penebar kebencian atau hoax dapat mempengaruhi pola pikir kita menjadi seorang penebar kebencian pula dan tidak dipercayai orang. Melakukan ghosting,Karena bisa menyebabkan kekhawatiran dan gangguan mental kepada korban yang kita tinggalkan secara tiba- tiba(ghosting). Melihat perkembangan penggunaan internet dan situs jejaring di Indonesia yang demikian pesat, di satu sisi bisa dikatakan sebagai suatu kemajuan,setidaknya masyarakat sudah belajar untuk mengenal teknologi, tetapi di sisi lain menimbulkan keprihatinan tersendiri, khususnya bila dikaitkan dengan Digital Citizenship ini. Budiono Darsono, Pemimpin Redaksi Detikcom, menyebutkan penggunaan situs jejaring sosial di Indonesia mengalami tantangan bahwa masih banyak yang menggunakan untuk hal-hal kurang produktif. (Kompas.com). Situs jejaring ditengarai kerap digunakan sebagian orang atau kelompok tertentu untuk mencerca dan mencemarkan nama baik orang lain. Jika Anda sempat mengikuti komentar-komentar yang ada di berbagai media online, khususnya yang terkoneksi ke situs jejaring sosial, Anda bisa menemukan puluhan atau ratusan komentar yang menggambarkan betapa masih perlunya peningkatan pemahaman dan kesadaran akan Digital Citizenship ini. Untuk menjadi warga digital (Digital Citizen) yang sehat dan bermartabat tentu diperlukan edukasi tersendiri. Di sekolah, siswa perlu dibelajarkan dalam mengakses berbagai informasi melalui internet secara benar dan mampu berkomunikasi secara beradab dalam situs jejaring yang diikutinya. “Digital Citizenship must become part of our school culture— not just a class or lesson but the way we do business in education”, demikian saran dari Mike S. Ribble dan Gerald D. Bailey. Di lain pihak, Agus Sampurno dalam blog yang dikelolanya mengingatkan kepada kita tentang pentingnya pendidik untuk menjaga keselamatan siswa di internet.Penelitian NCSI(National Cyber Secury index) Membuktikan bahwa indonesia menduduki peringkat ke -77 dunia dalam bidang keamanan digital.hal ini berati,kita masih memiliki nilai kurang baik dalam banyak hal,salah satunya terkait dengan pendidikan digital. Penelitian Microsoft diketahui bahwa indonesia menempati posisi paling tinggi pada digital civility index(DCI)report di wilayah Asia pasifik.semakin tinggi nilai DCI maka tingkat kesopanan dan etika dalam ruang siber semakin buruk.singkat kata,menurut riset Microsoft Indonesia merupakan negara paling tidak sopan dalam dunia siber se-Asia Pasifik. Ciri-ciri Digital Citizen yang baik yaitu melindungi informasi pribadi,berfikir dahulu sebelum bertindak,dan memperlakukan orang lain dengan hormat.Baik ketika kita memposting di media sosial,mengirim email,atau mengomentari diskusi online. Saat ini sejarah telah membawa kita untuk memasuki suatu ekosistem baru, yaitu ekosistem digital tanpa harus meninggalkan ekosistem dunia nyata. Hampir semua orang sekarang sudah menjadi warga dunia digital dengan berbagai cara berdiskusi, berburu infomasi, bersosialisi, belajar, berbisnis, hingga berurusan dengan pemerintah melalui jejaring internet. Statusnya sebagai warga dunia digital semakin dikokohkan dengan identitas digital, yang sekarang semakin mudah untuk diakses dengan cepat oleh banyak orang. Masalahnya, orang yang memasuki ekosistem ini tanpa memiliki kesadaran penuh bahwa dia tengah memasuki dunia baru yang sangat kompleks, bahkan jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dunia nyata. Hampir semua sisi dalam kehidupan nyata, dari yang paling layak di lihat yang paling tidak layak untuk di lihat.Selain itu, setiap orang memasuki ekosistem baru dengan bebas tanpa beban yang berarti, misalnya bagaikan dengan berjalan-jalan sendirian di suatu daerah yang belum pernah dikunjungi. Bahkan, rasa bebas dan percaya diri itu juga sering berlebihan. Sudah menjadi fenomena umum, bahwa ada orang yang tampak tenang dalam dunia nyata tetapi bisa menjadi garang di media sosial. Atau sebaliknya, orang yang tampak gagah berani mencaci maki pejabat negeri, tetapi mendadak pucat ketika ditangkap polisi. Tepatnya saat ini kita memasuki ekosistem digital tanpa pemandu atau melalui praktik langsung. Segala hal terkait dengan kepantasan, manfaat, risiko, dan sebagainya, kita temukan di lapangan tanpa ada yang memandu dan menjelaskan secara komprehensif. Karena itu tidak mengherankan kalau di luar ada orang yang sejahtera dengan memanfaatkan dunia maya. Di sana-sini kita menemukan begitu banyak korban ketidakpantasan atau bahkan kejahatan di sana. Mungkin di antara kita ada yang mengalami atau setidaknya mendengar satu dari kejahatan seperti pornografi, berita bohong, pelecehan, cyber bullying, pencurian data, penipuan, plagiasi, terorisme, dan sebagainya. Ke depannya, persoalan akan semakin kompleks karena dunia maya itu sendiri juga terus berkembang dengan ruang lingkup jejaring yang semakin luas dan makin interconnected. Sebagian dari kita mungkin masih berada di jejaring informasi (internet of information). Namun, siap atau tidak, kita tengah memasuki era jejaring benda (internet of things-IoT), bahkan jejaring nilai ekonomi (internet of value-IoV atau internet of economy-IoE), yang semuanya memiliki potensi dan risikonya sendiri-sendiri. Terkait permasalahan yang sering terjadi seperti yang di sebutkan di atas, maka perlu adanya pencerahan sebagai bentuk pendidikan kepada warga digital agar lebih berhati-hati dalam membuat konten digitalnya. Dengan kondisi masyarakat kita yang mayoritasnya sudah menjadi warga digital sangat banyak bentuk konten positif yang seharusnya di buat, seperti konten ajakan dalam kemajuan, konten pengetahuan yang menginspirasi dan memberi pendidikan kepada warga digital. Selain dari itu tentunya juga perlu adanya pendidikan digital citizenship, seperti di beberapa negara, pendidikan digital citizenship dengan berbagai istilahnya, sudah banyak masuk ke dalam kurikulum, utamanya untuk pendidikan dasar. Fokusnya pada anak-anak karena mereka paling rentan menjadi korban. Sementara konsep menghargai orang lain, memperlakukan orang sebagaimana dia ingin diperlakukan, dan bertindak secara bertanggung jawab adalah bagian dari etika umum yang sudah harus melekat dalam perilaku setiap orang, termasuk dalam aktivitas siber-nya. dengan menjadi digital citizenship yang baik, kita tidak hanya membuat dunia siber menjadi lebih nyaman dan aman tetapi juga akan memungkinkan kita untuk bisa memanfaatkan dan sukses di dunia yang baru ini. Kesadaran masyarakat mengenai keamanan siber dan etika bermasyarakat secara digital perlu untuk ditingkatkan karena hal tersebut menjadi fondasi yang fundamental dalam terciptanya ruang siber yang aman dan nyaman di Indonesia.“Digital Citizenship Indonesia ini masih sangat awal, butuh bantuan dan juga semangat gotong royong bersama untuk menyusun materi pembelajaran yang baik bagi anak-anak sampai orang dewasa
Sumber : :https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/09/16/digital- citizenship/https://beritasumbar.com/pentingnya-pendidikan-digital- citizenship/?amp