Anda di halaman 1dari 5

NAMA : WIDYA PUTRI LESTARI

NIM : 2120321016
PRODI : ARSITEKTUR

TUGAS 4

Bagaimana seharusnya menjadi Digital Citizenship :


Apa Itu Digital Citizenship?Digital Citizenship berhubungan dengan
kemampuan mengelola dan memonitor perilaku dalam menggunakan
teknologi, yang didalamnya terkandung keamanan, etika, norma, dan
budaya.bagaimana seharusnya kita memanfaatkan teknologi informasi
secara aman, tidak menimbulkan kerugian dan membahayakan
keselamatan diri sendiri maupun orang lain.
Bagaimana seharusnya kita berkomunikasi di jejaring sosial dengan
tetap menjaga etika, mengacu pada norma-norma yang berlaku di
lingkungan internal, nasional maupun universal.bagaimana seharusnya
kita bertransaksi informasi di dunia maya, terutama dalam
mengunggah/mengunduh konten dan bertransaksi melaui online shop.
Cara menjadi Digital Citizen yang baik yaitu :
 Membatasi jam online(max 5 jam per hari) selain tidak baik untuk
kesehatan mata,kelebihan jam online dapat berakibat buruk
terhadap perkembangan otak anak.
 Menginstall aplikasi GetContact untuk menghindari telefon dari
penipu,Aplikasi GetContact dapat menunjukan nama dari penelpon
walaupun nomornya belum ada di kontak kita.selain itu,GetContact
dapat memblokir telpon dari penipu.
 Membuat password yang panjang namun mudah diingat,sekarang
ini password yang panjang lebih baik(Minimal 12 karakter)daripada
password yang rumit.contohnya AkumaukeSabu,SabuituKeren,dan
masih banyak lainnya.
 Menggunakan multi-factor authentication(MFA)Saat ini hanya
menggunakan password saja tidak cukup aman.oleh karena
itu,dianjurkan untuk menambah keamanan menggunakan MFA.
 Kritik dan saran yang bersifat pribadi harus lewat jalur
pribadi(japri)Seperti di kehidupan Sehari-hari,tidak etik
menyampaikan kritik dan saran yang bersifat pribadi di forum
umum.
Dan yang sebaiknya jangan dilakukan ketika menjadi Digital Citizenship :
 Berkomentar atau membalas pesan menggunakan capslock,Membalas
pesan menggunakan capslock dapat menyebabkan kesalahpahaman
karena dianggap kita sedang marah atau membentak.selain
itu,capslock membuat tulisan susah dibaca.
 Melakukan spamming,Kita tidak boleh melakukan spamming karena
dapat mengganggu orang lain.apalagi jika itu dilakukan di kolom
komentar umum atau sebuah grup di media sosoal.
 Melakukan Kekerasan Gender Berbasis Online,Kekerasan gender
berbasis online(KGBO)Seperti revenge porn,love scam tidak boleh
dilakukan karena dapat membuat korban mengalami gangguan
mental dan pelakunya bisa dihukum.
 Menggikuti akun penebar kebencian atau hoax,Mengikuti akun
penebar kebencian atau hoax dapat mempengaruhi pola pikir kita
menjadi seorang penebar kebencian pula dan tidak dipercayai orang.
 Melakukan ghosting,Karena bisa menyebabkan kekhawatiran dan
gangguan mental kepada korban yang kita tinggalkan secara tiba-
tiba(ghosting).
Melihat perkembangan penggunaan internet dan situs jejaring di
Indonesia yang demikian pesat, di satu sisi bisa dikatakan sebagai suatu
kemajuan,setidaknya masyarakat sudah belajar untuk mengenal teknologi,
tetapi di sisi lain menimbulkan keprihatinan tersendiri, khususnya bila
dikaitkan dengan Digital Citizenship ini. Budiono Darsono, Pemimpin
Redaksi Detikcom, menyebutkan penggunaan situs jejaring sosial di
Indonesia mengalami tantangan bahwa masih banyak yang menggunakan
untuk hal-hal kurang produktif. (Kompas.com).
Situs jejaring ditengarai kerap digunakan sebagian orang atau kelompok
tertentu untuk mencerca dan mencemarkan nama baik orang lain. Jika Anda
sempat mengikuti komentar-komentar yang ada di berbagai media online,
khususnya yang terkoneksi ke situs jejaring sosial, Anda bisa menemukan
puluhan atau ratusan komentar yang menggambarkan betapa masih
perlunya peningkatan pemahaman dan kesadaran akan Digital Citizenship
ini.
Untuk menjadi warga digital (Digital Citizen) yang sehat dan
bermartabat tentu diperlukan edukasi tersendiri. Di sekolah, siswa perlu
dibelajarkan dalam mengakses berbagai informasi melalui internet secara
benar dan mampu berkomunikasi secara beradab dalam situs jejaring yang
diikutinya. “Digital Citizenship must become part of our school culture—
not just a class or lesson but the way we do business in education”,
demikian saran dari Mike S. Ribble dan Gerald D. Bailey.
Di lain pihak, Agus Sampurno dalam blog yang dikelolanya
mengingatkan kepada kita tentang pentingnya pendidik untuk menjaga
keselamatan siswa di internet.Penelitian NCSI(National Cyber Secury
index) Membuktikan bahwa indonesia menduduki peringkat ke -77 dunia
dalam bidang keamanan digital.hal ini berati,kita masih memiliki nilai
kurang baik dalam banyak hal,salah satunya terkait dengan pendidikan
digital.
Penelitian Microsoft diketahui bahwa indonesia menempati posisi paling
tinggi pada digital civility index(DCI)report di wilayah Asia pasifik.semakin
tinggi nilai DCI maka tingkat kesopanan dan etika dalam ruang siber
semakin buruk.singkat kata,menurut riset Microsoft Indonesia merupakan
negara paling tidak sopan dalam dunia siber se-Asia Pasifik.
Ciri-ciri Digital Citizen yang baik yaitu melindungi informasi
pribadi,berfikir dahulu sebelum bertindak,dan memperlakukan orang lain
dengan hormat.Baik ketika kita memposting di media sosial,mengirim
email,atau mengomentari diskusi online.
Saat ini sejarah telah membawa kita untuk memasuki suatu ekosistem
baru, yaitu ekosistem digital tanpa harus meninggalkan ekosistem dunia
nyata. Hampir semua orang sekarang sudah menjadi warga dunia digital
dengan berbagai cara berdiskusi, berburu infomasi, bersosialisi, belajar,
berbisnis, hingga berurusan dengan pemerintah melalui jejaring internet.
Statusnya sebagai warga dunia digital semakin dikokohkan dengan
identitas digital, yang sekarang semakin mudah untuk diakses dengan
cepat oleh banyak orang.
Masalahnya, orang yang memasuki ekosistem ini tanpa memiliki
kesadaran penuh bahwa dia tengah memasuki dunia baru yang sangat
kompleks, bahkan jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dunia nyata.
Hampir semua sisi dalam kehidupan nyata, dari yang paling layak di lihat
yang paling tidak layak untuk di lihat.Selain itu, setiap orang memasuki
ekosistem baru dengan bebas tanpa beban yang berarti, misalnya bagaikan
dengan berjalan-jalan sendirian di suatu daerah yang belum pernah
dikunjungi.
Bahkan, rasa bebas dan percaya diri itu juga sering berlebihan. Sudah
menjadi fenomena umum, bahwa ada orang yang tampak tenang dalam
dunia nyata tetapi bisa menjadi garang di media sosial. Atau sebaliknya,
orang yang tampak gagah berani mencaci maki pejabat negeri, tetapi
mendadak pucat ketika ditangkap polisi.
Tepatnya saat ini kita memasuki ekosistem digital tanpa pemandu atau
melalui praktik langsung. Segala hal terkait dengan kepantasan, manfaat,
risiko, dan sebagainya, kita temukan di lapangan tanpa ada yang memandu
dan menjelaskan secara komprehensif. Karena itu tidak mengherankan
kalau di luar ada orang yang sejahtera dengan memanfaatkan dunia maya.
Di sana-sini kita menemukan begitu banyak korban ketidakpantasan atau
bahkan kejahatan di sana. Mungkin di antara kita ada yang mengalami atau
setidaknya mendengar satu dari kejahatan seperti pornografi, berita
bohong, pelecehan, cyber bullying, pencurian data, penipuan, plagiasi,
terorisme, dan sebagainya.
Ke depannya, persoalan akan semakin kompleks karena dunia maya itu
sendiri juga terus berkembang dengan ruang lingkup jejaring yang semakin
luas dan makin interconnected. Sebagian dari kita mungkin masih berada
di jejaring informasi (internet of information). Namun, siap atau tidak, kita
tengah memasuki era jejaring benda (internet of things-IoT), bahkan
jejaring nilai ekonomi (internet of value-IoV atau internet of economy-IoE),
yang semuanya memiliki potensi dan risikonya sendiri-sendiri.
Terkait permasalahan yang sering terjadi seperti yang di sebutkan di atas,
maka perlu adanya pencerahan sebagai bentuk pendidikan kepada warga
digital agar lebih berhati-hati dalam membuat konten digitalnya. Dengan
kondisi masyarakat kita yang mayoritasnya sudah menjadi warga digital
sangat banyak bentuk konten positif yang seharusnya di buat, seperti
konten ajakan dalam kemajuan, konten pengetahuan yang menginspirasi
dan memberi pendidikan kepada warga digital.
Selain dari itu tentunya juga perlu adanya pendidikan digital citizenship,
seperti di beberapa negara, pendidikan digital citizenship dengan berbagai
istilahnya, sudah banyak masuk ke dalam kurikulum, utamanya untuk
pendidikan dasar. Fokusnya pada anak-anak karena mereka paling rentan
menjadi korban. Sementara konsep menghargai orang lain, memperlakukan
orang sebagaimana dia ingin diperlakukan, dan bertindak secara
bertanggung jawab adalah bagian dari etika umum yang sudah harus
melekat dalam perilaku setiap orang, termasuk dalam aktivitas siber-nya.
dengan menjadi digital citizenship yang baik, kita tidak hanya membuat
dunia siber menjadi lebih nyaman dan aman tetapi juga akan
memungkinkan kita untuk bisa memanfaatkan dan sukses di dunia yang
baru ini.
Kesadaran masyarakat mengenai keamanan siber dan etika
bermasyarakat secara digital perlu untuk ditingkatkan karena hal tersebut
menjadi fondasi yang fundamental dalam terciptanya ruang siber yang aman
dan nyaman di Indonesia.“Digital Citizenship Indonesia ini masih sangat
awal, butuh bantuan dan juga semangat gotong royong bersama untuk
menyusun materi pembelajaran yang baik bagi anak-anak sampai orang
dewasa

Sumber :
:https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/09/16/digital-
citizenship/https://beritasumbar.com/pentingnya-pendidikan-digital-
citizenship/?amp

Anda mungkin juga menyukai