Anda di halaman 1dari 32

• Al-Imâm Al-Jamzûriy berkata:

َ َ َّ َ ُ ۡ َ ُّ ُ ۡ ُ
‫ي‬
ِ ‫يم ٱلمشددت‬ ِ ‫ون وٱل ِم‬
ِ ‫حكم ٱنل‬
Hukum Huruf Nûn dan huruf Mîm bertasydid

Huruf Mim dan Nun. Keduanya merupakan huruf


ghunnah, yang memiliki kekhasan dibandingkan
huruf selainnya.
ۡ َۡ ۡ ُ َُۡ َّ ُ ۡ َّ
• Secara bahasa, ghunnah berarti:
ُ ۡ َ َ
ِ ‫• ٱلصوت ٱَّلِي َيرج مِن أقَص ٱۡليش‬
‫وم‬
• Suara yang keluar dari ujung rongga hidung.
• Sedangkan dalam istilah tajwid, Syaikh ‘Ali bin Muhammad Adh-Dhabba’ r
ۡ َ ً ۡ ۡ َ ۡ َ َ ُّ َّ َ ُ ٌ َ ٌ ۡ َ
mendefinisikan ghunnah sebagai:
َ َ ۡ َ ۡ ٌ
)‫ون ولو تنوِينا وٱل ِمي ِم ( ِِف َجِيعِ أحوال ِ ِهما‬
ِ ‫جس ِم ٱنل‬ِ ‫• صوت َّلِيذ مركب ِِف‬
• Suara yang indah nan teratur pada huruf Nûn –termasuk Tanwîn- dan Mîm
(dalam segala macam kondisinya).
• Hingga perkataan beliau:
ۡ‫• َو َي ۡخ َت ُّص بانلُّ ۡون َوال ِمي ِم‬
ِ ِ
• Ghunnah dikhususkan pada Nûn dan Mîm.
• Suara yang boleh atau harus mengalir keluar dari
rongga hidung hanyalah huruf Nûn dan Mîm saja,
tidak selainnya. Di antara kekeliruan sebagian
pembaca Al-Qurân adalah mengalirkan suara melalui
hidung sehingga menjadikan suara sengau.
• Walaupun suara bisa terdengar lebih indah, namun
hal tersebut merupakan kesalahan yang mesti
dihindari. Bahkan, sebagian ulama berkata bahwa
menyengaja mengeluarkan bacaan dari rongga
hidung termasuk lahn qabîh (kesalahan yang buruk).
• Al-Imâm Al-Jamzûriy berkata:
‫َ َ ُا‬
َ‫ّلُك َح ۡر َف ُغ َّنة بَدا‬ َ ُ ً ُ َّ ُ ً َّ ُ َ
ٍ ‫وس ِم‬ ‫وغن مِيما ثم نونا ش ِددا‬
Dan bacalah dengan ghunnah yang sangat sempurna, yaitu Mim dan
juga Nun bertasydid, dan sebutlah keduanya dengan huruf ghunnah
yang tampak jelas.
• Al-Imâm Al-Jamzûriy mengisyaratkan dari bait tersebut untuk
membaca Huruf Mîm dan Nûn bertasydid dengan ghunnah yang
sempurna, dan keduanya disebut dengan huruf ghunnah. Namun,
bukan berarti bahwa ghunnah hanya ada pada saat Mîm dan Nûn
bertasydid saja.
• Penting untuk kita pahami bahwa sifat ghunnah bertingkat-tingkat,
dan tingkatan ghunnah yang paling sempurna adalah pada saat
huruf Mîm dan Nûn bertasydid. Artinya, suara mengalir sangat
sempurna melalui rongga hidung dan kita mesti membacanya
dengan menahan suara selama beberapa saat (sebagian Ulama
menyebutnya dua harakat). Sedangkan Mîm dan Nûn yang tidak
bertasydid maka kesempurnaan ghunnahnya berada di bawahnya.
Kondisi Nûn dan Versi Asy-Syaikh Versi Asy-Syaikh
Mîm Ayman Suwaid Utsman Murad

Bertasydid
Ghunnah Akmal
Idgham bighunnah Ghunnah Kâmilah

Ikhfa/ Qalb Ghunnah Kâmilah

Izhhar Ghunnah Nâqishah Ghunnah Nâqishah

Berharakat Ghunnah Anqash -Tidak menyebutkan-


• Asy-Syaikh Ayman Suwaid membedakan pembacaan antara
ghunnah akmâl dengan ghunnah kâmilah, namun berdasarkan
talaqqi kami dari beberapa masyayikh, baik ghunnah akmal
ataupun kâmilah memiliki kadar panjang yang sama.
• Kadar panjangnya ghunnah akmâl atau kâmilah tidak bisa
disetarakan dengan hitungan harakat. Walaupun ada yang
menyebutnya dua harakat, namun hendaknya kita
membedakan dua harakat pada ghunnah dengan dua harakat
pada mad asli. Karena praktiknya, ghunnah mesti dibaca
dengan menahan suara hingga setara dengan sekitar tiga
harakat pada huruf biasa atau lebih.
• Al-Imâm Al-Jamzûriy َ berkata:
ۡ
َ‫ٱۡلِجا‬ َ َ َ َ ۡ ََۡ َ ُ َۡ ُ ۡ َ
‫وٱلميم إِن تسكن ت ِِج قبل ٱل ِهجا َل أل ٍِف لِن ٍة َِّلِى‬
Dan Mim saat sukun yang berada sebelum huruf
hijaiyyah, selain Alif layyinah bagi orang yang
pandai

Makna Alif layyinah adalah huruf Alif secara


umum
• Al-Imâm Al-Jamzûriy berkata: َ
ََ ٌ َ ۡ ٌ َ ۡ ُ َۡ ۡ َ َ َ ٌ َ َ َ َ ُ َ ۡ
‫ فقط‬,‫ ِإَوظهار‬,‫ ِنٱدَغم‬,‫ إِخفاء‬:‫أحَكمها ثالثة ل ِمن ضبط‬
Hukum Mîm Sâkinah saat berhadapan dengan huruf
hijaiyyah selain Alif ada tiga: ikhfâ syafawi, idghâm
mîmi, dan izhhâr syafawi, bagi orang mahir atau orang
yang pandai. Maksudnya adalah menurut para Ulama
yang diakui keilmuannya dalam bidang Tajwid dan
Qirâât, Mîm sâkinah memiliki tiga hukum yang mesti
diamalkan, yakni Al-Ikhfâ, Al-Idghâm, dan Al-Izhhâr.
• Al-Imâm Al-Jamzûriy berkata: َ
َُّ ۡ َّ ۡ َّ َ َ َ ۡ َ ُ َ ۡ ۡ ُ َّ ۡ َ
ِ‫وس ِمهِ ٱلشفوِى ل ِلقراء‬ ِ‫ٱۡلخفاء ِعند ٱۡلاء‬
ِ : ‫فٱۡلول‬
Hukum Mim mati yang pertama adalah ikhfa,
yakni saat Mim mati bertemu dengan huruf Ba.
Dinamakan ikhfa syafawi menurut ahli qiraah.

Disebut dengan ikhfa syafawi karena ikhfa ini terjadi pada makhraj
bibir (syafatan), juga untuk membedakan dengan ikhfa hakiki pada
Nun mati dan tanwin.
• Ikhfâ secara bahasa bermakna as-satr
(menyembunyikan, menutupi, atau
menghalangi).
• Sedangkan secara istilah bermakna:
َِّ‫َّ ۡشديد َم ۡع َب َقاءِ ٱلۡ ُغنة‬ َ َ َ ۡ ۡ َ َ ۡ ََۡ َ ۡ َ ُ ۡ ُ
ِ ِ ‫ َع ٍر ع ِن ٱلت‬,‫ٱۡلدَغ ِم‬ ِ ‫نطق ۡ ِِبر ٍف ۡب ِ َ ِصف ٍة بي‬
ِ ‫ٱۡلظهارِ و‬
‫ٱۡل ۡر ِف ٱۡل َّو ِل‬
َ ‫ِِف‬
• Mengucapkan huruf dengan sifat di antara izhhâr dan
idghâm. Dengan menanggalkan tasydid disertai adanya
ghunnah yang berasal dari huruf pertama.
1. Makna “di antara sifat izhhar dan idgham” adalah:
menyerupai izh-har pada satu sisi dan menyerupai
idgham pada sisi yang lain.
2. Makna “menanggalkan tasydid”: menetapkan
adanya suara yang samar pada huruf yang
bersangkutan.
3. Makna “menetapkan ghunnah pada huruf yang
pertama”: menetapkan adanya ghunnah
bersamaan dengan samarnya huruf yang
bersangkutan.
Huruf mim di-ikhfa-kan
dengan ghunnah saat
bertemu dengan satu
huruf, yakni huruf “Ba”.
• Al-Qurân mesti dibaca dan diajarkan sebagaimana kita dahulu
mempelajarinya dari guru-guru kita. Sebagaimana guru-guru kita
mengajarkannya kepada kita.
• Maka, siapa yang mendapatkan dari gurunya membaca ikhfâ syafawi
atau iqlab dengan merapatkan bibir, maka hendaklah ia membaca dan
mengajarkan hal tersebut.
• Sedangkan siapa saja yang mendapatkan dari gurunya membaca ikhfâ
syafawi dan iqlab dengan sedikit merenggangkan bibir atau memberikan
celah, maka hendaklah ia membaca dan mengajarkan hal tersebut.
• Terkecuali bagi seseorang yang telah mendapatkan seluruh cara
membacanya, lalu ia kemudian melakukan penelitian, maka berhak
baginya untuk melakukan tarjih (mencari tahu mana pendapat yang
lebih unggul untuk diamalkan).
Tanda untuk ikhfa syafawi adalah
dengan tanpa memberikan tanda sukun
di atas Mim dan tanpa tasydid di atas
huruf Ba.
• Beberapa Kekeliruan yang Sering Terjadi pada
Ikhfâ Syafawi
• Tidak menyempurnakan ghunnah,
• Tidak membaca sesuai dengan apa yang diriwayatkan
dari gurunya,
• Mememberikan celah yang terlalu lebar bagi yang
membacanya dengan celah,
• Merapatkan bibir terlalu rapat sampai menekan kuat
bagi yang membacanya dengan merapatkan bibir.
• Al-Imâm Al-Jamzûriy berkata: َ
َ َ
َ ۡ
ً ِ‫َو َس ِم إدَغ ًما َصغ‬
‫ريا يَا ف َتى‬ ‫ إ ِ ۡد ََغ ٌم ب ِ ِم ۡثل ِ َها أتى‬:‫ان‬
ِ
َّ‫َوٱثل‬

Dan hukum Mim mati yang kedua adalah


idgham dengan huruf yang serupa yakni
saat Mim mati bertemu dengan Mim, dan
disebut dengan idgham shaghir (kecil),
wahai para pemuda ketahuilah.
• Hukum Mîm sâkinah yang kedua adalah idghâm saat bertemu
dengan yang semisalnya, yakni Mîm sâkinah yang bertemu huruf
Mîm juga.
• Idghâm pada Mîm sâkinah disebut idghâm mutamâtsilain shaghîr,
bila dilihat dari hubungan antar kedua hurufnya, yakni Mîm
sâkinah yang bertemu Mîm berharakat.
• Disebut shaghîr karena proses terjadinya idghâm dalam kondisi ini
tidak memerlukan perubahan yang besar. Huruf yang pertama
(Mîm sâkinah) dalam keadaan sukun, dan huruf yang kedua (Mîm)
dalam keadaan berahrakat, maka Mîm yang sukun langsung
dimasukkan ke dalam huruf Mîm yang berharakat.
• Idghâm pada Mîm sâkinah juga dikenal dengan dengan idghâm
mîmi disebabkan bertemunya dua huruf Mîm.
Mim sakinah di-idgham-kan dengan
ghunnah yang paling sempurna bila
bertemu dengan satu huruf saja, yakni
huruf Mim.
Tanda baca untuk idgham Mimi adalah dengan
meletakkan tasydid pada huruf Mim kedua.
• Beberapa Kekeliruan yang Terjadi
saat Membaca Idghâm Mîmî
• Tidak menyempurnakan ghunnah,
• Mengizhharkan bacaan dan
memberikan jeda di antara kedua
Mim.
• Secara bahasa, izhhâr bermakna al-îdhah
wal-bayân (jelas). Adapun secara istilah
bermakna:
ٌ‫َم َرجهِ ب َغ ۡري ُغ َّن ٌة َظاه َرةٌ أ َ ۡي َزاى َِدة‬
َۡ ۡ َ ۡ ُۡ ۡ َ ۡ ُ َ ۡ
‫• إِخراج ٱۡلر ِف ٱلمظه ِر مِن‬
ِ ِ ِ ِ
• Mengeluarkan huruf dengan jelas dari
makhrajnya tanpa ada ghunnah
tambahan.
• Mengeluarkan huruf dengan jelas: yakni mengucapkan
huruf Mîm sâkinah dengan jelas tanpa kesamaran.
• Tanpa ada ghunnah tambahan: maksudnya adalah
tanpa menahannya selama dua harakat ghunnah
sebagaimana yang dilakukan saat membaca Mîm
bertasydid.
• Cara membacanya:
– Mengucapkan Mim sakinah satu harakat sesuai
dengan sifat bainiyyahnya, tanpa dipantulkan dan
tanpa jeda.
Disebut izhhâr syafawi: karena huruf Mîm,
yang makhrajnya adalah dua bibir dibaca
jelas saat bertemu dengan huruf-huruf
hijaiyyah, selain Mîm dan Ba.
Tanda baca untuk izhhar Syafawi adalah
dengan meletakkan sukun di atas huruf Mim.
َۡ َ َ َ َ َ ‫َ ۡ َ ۡ َ َ ى‬
‫او وفا أن َتت ِف‬
ٍ ‫وٱحذر َلى و‬
Hati-hati agar tidak meng-ikhfa-kan “Mim sakinah” saat
bertemu dengan “Wawu” dan “Fa”

ۡ َ َِ َ َ ۡ ُ
‫ل ِقربِها و َِلّتادِ فٱع ِر ِف‬
1. Memanjangkan ghunnah lebih dari
yang ditetapkan,
2. Memantulkan Mîm,
3. Memberikan jeda antara Mîm
dengan huruf ,
4. Menyamarkan pengucapan “Mîm”
saat bertemu “Fa” atau “Waw”.
• Saat kita bertalaqqi dan menemukan adanya perbedaan dengan apa
yang kita amalkan, maka hendaknya kita mengikuti apa yang
diamalkan guru kita tanpa memperdebatkan persoalan tersebut.
Apabila kita ingin mendiskusikannya maka carilah waku yang tepat,
di luar majlis talaqqi. Kemudian sampaikan permasalahan tersebut
dengan santun dan lemah lembut.
• Saat mendiskusikan permasalahan tersebut, hindari menyebut nama
guru yang memiliki pendapat berbeda denan pendapat guru yang
kita sedang berdiskusi dengannya. Sampaikan hujjah (alasan) yang
syar’i dan tinggalkan keinginan untuk memenangkan diskusi, sebab
diskusi ilmiah bukanlah tempat mencari kemenangan, melainkan
wadah dalam mencari pendapat yang lebih mendekati kebenaran.

Anda mungkin juga menyukai