Anda di halaman 1dari 34

• Al-Imâm Ibnul Jazarî berkata: َ

َ ُ َ
‫• أحَكم ٱلمد‬
• Hukum-Hukum Mad
• Hukum Mad artinya menambah kadar mad, yang
asalnya 2 (dua) harakat menjadi lebih dari 2
(dua) harakat. Bedakan antara hukum mad
dengan jenis mad. Hukum mad hanya terjadi
pada mad far’i.
• Al-Imâm Ibnul Jazarî berkata:
َ َ ۡ َ َ ۡ
ٌ ۡ ‫َو َجاى ٌز َوه َو َوق‬
َ‫ۡص ثبَتا‬ ٌ َ َ ٌ ُّ َ
َ ‫َوالمد َلزم و واجب أ‬
‫ت‬
Dan (hukum) mad itu lazim, wajib, dan
jaiz. Mad dan qashr itu keduanya tetap
(ada riwayatnya dalam Al-Quran)
‫‪• Riwayat Ibnu‬‬ ‫‪Mas'ud‬‬
‫ََّ‬ ‫ُ ۡ ُ َ ُ ً َ َ َ َ َّ ُ ُ‬ ‫ُ‬ ‫ۡ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ۡ‬ ‫َ َ‬
‫• َكن ٱبن ْمسعود ْيقرئ رجل فقرأ َٱلرجل‪] :‬إنما‬
‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ۡ‬ ‫ُۡ َ ًَ ََ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َّ َ َ ُ ُ َ‬
‫الصدقات َ لل َفقراء والمساكي [مرس َلة ف َقال ٱب َن َمسعود‪:‬‬
‫ك َها ياَ‬‫َۡ َۡ َ‬ ‫ََ‬ ‫َ َ َ َ ۡ َ َ َ ُ ُ َّ‬
‫أ‬‫ر‬ ‫ق‬‫أ‬ ‫ف‬‫ي‬‫ك‬ ‫‪:‬‬‫ال‬ ‫ق‬‫ف‬ ‫‪g‬‬ ‫اّلل‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ول‬ ‫س‬ ‫ر‬ ‫ا‬ ‫يه‬ ‫ن‬ ‫أ‬ ‫ر‬ ‫ق‬‫أ‬ ‫ا‬‫ذ‬ ‫ك‬ ‫ه‬ ‫ا‬ ‫م‬
‫َ‬
‫َّ َ َّ َ َ ُ ْ ُ ََ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ۡ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ۡ‬ ‫َّ‬ ‫ۡ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫أبا ْ عبد ٱلرۡحن فقال‪ :‬أقرأنيها‪] :‬إنما الصدقات للفقراء‬
‫َوال َم َساكي [ َف َمدَّ‬
• Ibnu Mas’ud h pernah mengajarkan kepada seorang laki-
laki membaca Al-Quran. Orang itu membaca firman Allâh
f berikut ini:
َ َ ۡ َ َ َ ُ ۡ ُ َ َ َّ َ َّ
• [‫]إنما ٱلصدقات للفقراء وٱلمساكي‬dengan pendek (tanpa mad).
• Maka Ibnu Mas’ûd h menegurnya: “Rasûlullâh g tidak
membacakannya seperti itu kepadaku”.
• Lelaki itu bertanya: “Bagaimana beliau membacakannya
kepadamu wahai Abû ‘Abdirrahmân?” Lalu Ibnu Mas’ûd
h membacanya dengan mad. [HR. Ath-Thabarânî]
• Hukum Mad: Artinya adalah aturan atau kaidah dalam menambah kadar
mad untuk dibaca lebih dari 2 harakat. Karenanya, mad asli dapat
dikatakan tidak memiliki hukum sebab selalu dibaca 2 (dua) harakat
sesuai tabiat.
• Qashr : Tidak menambah kadar mad (dari 2 harakat). Maksudnya adalah
memilih membaca 2 (dua) harakat pada mad far’î. Apabila ada mad far’î
yang boleh dibaca dua harakat atau lebih dari dua harakat, lalu
seseorang membacanya dengan dua harakat, maka ia disebut sedang
mengamalkan qashr. Sedangkan apabila ia membaca lebih dari dua
harakat, maka ia disebut sedang mengamalkan mad. Dari penjelasan ini
dapat dipahami bahwa bacaan 2 harakat pada mad asli tidak disebut
sebagai qashr, walaupun kadang ada sebagian ulama yang menyebutnya
demikian.
• Lazim : Mesti menambah kadar mad (hingga 6 harakat). Mad dihukumi lazim karena
seluruh Ulama Ahli Qirâât sepakat untuk selalu membacanya 6 harakat. Tidak ada
periwayatan yang sampai kepada kita membaca Mad Lâzim kurang dari 6 harakat atau
lebih darinya.
• Wajib : Wajib menambah kadar mad (hingga 4-6 harakat). Artinya, mad yang
hukumnya wajib tidak boleh dibaca dua harakat menurut kesepakatan Qurra. Mad
yang hukumnya wajib disebut wajib karena para Ulama Ahli Qirâât sepakat untuk
menambahnya lebih dari dua harakat, walaupun mereka tidak sepakat kadar
panjangnya. Kebanyakan di antara mereka membaca 4-6 harakat. Adapun praktiknya,
maka dikembalikan kepada riwayat dan jalur yang diambil saat membaca.
• Jaiz : Boleh menambah (3-6) dan boleh Qashr. Mad dihukumi jaiz karena para Ulama
Ahli Qirâât berbeda pendapat apakah ia dibaca mad (lebih dari dua harakat) atau
dibaca qashr (dua harakat saja). Pada sebagian keadaan, ada beberapa jenis mad yang
boleh dibaca mad dan juga boleh dibaca qashr. Namun, dalam praktiknya mesti
dikembalikan kepada riwayat dan jalur yang diambil saat membaca.
• Beberapa istilah yang mesti dipahami berkaitan dengan
kadar panjang mad adalah:
• Al-Qashr : membaca mad dengan kadar 2 (dua) harakat.
• Fuwaiqul Qashr : membaca mad dengan kadar 3 (tiga)
harakat.
• At-Tawassuth : membaca mad dengan kadar 4 (empat)
harakat.
• Fuwaiqut Tawassuth : membaca mad dengan kadar 5 (lima)
harakat.
• Ath-Thûl : membaca mad dengan kadar 6 (enam) harakat.
• Al-Imâm Ibnul Jazarî berkata:
َ‫اء َق ۡب َل َه ۡمزة‬
َ ‫ب إ ۡن َج‬
ٌ ‫َو َواج‬
َ‫ُم َّتص ًل إ ۡن ََج َعا بك ۡلمة‬
• Wajib adalah bila setelah huruf mad
terdapat hamzah yang terkumpul dalam
satu kata
• Muttashil secara bahasa artinya bersambung. Secara
istilah, mad muttashil adalah mad asli yang bertemu
dengan Hamzah pada satu kata yang sama.
• Saat mad asli bertemu dengan Hamzah pada satu kata
yang sama, maka ia disebut mad muttashil dan dihukumi
wajib. Jadi, yang menjadi sebab mad muttashil dibaca
lebih dari dua harakat adalah adanya Hamzah setelah
mad. Panjangnya menurut riwayat Imâm Hafsh jalur
Syâthibiyyah adalah empat (4) atau lima (5) harakat
yang dipilih secara konsisten dalam sekali baca.
Beberapa contoh mad wajib muttashil:

Disebut wajib karena para ulama sepakat


untuk memanjangkannya, namun berbeda
pendapat mengenai kadarnya.
َ
• Al-Imâm Ibnul Jazarî berkata,
ً َُۡ َ َ ٌ َ َ
‫• وجائز إذا أت منفصل‬
• Dan Jaiz apabila hamzahnya
terpisah dengan huruf Mad (pada
kata yang berbeda)
• Munfashil secara bahasa artinya terpisah. Secara istilah, Mad munfashil
artinya mad asli yang bertemu dengan Hamzah pada kata yang
berbeda. Jadi, sebab mad munfashil dibaca lebih dari dua harakat sama
dengan mad muttashil yakni karena adanya Hamzah setelah huruf
mad. Namun, huruf mad dan Hamzah pada mad munfashil berada
pada dua kata yang berbeda.
• Untuk benar-benar mengetahui apakah Hamzah yang berada setelah
huruf mad berada pada satu kata atau berada kata kata yang berbeda,
maka perlu memahami bahasa Arab. Namun, kita dapat mendeteksi
dengan cara berhenti pada kata tersebut. Bila akhir bacaannya adalah
Hamzah sâkinah, maka ia mad muttashil, namun bila akhir bacaannya
berhenti pada huruf mad, maka ia adalah mad munfashil.
• Adanya huruf mad pada akhir kata pertama dan
Hamzah qatha’ pada awal kata kedua. Contoh:

• Disebut jaiz karena para ulama qiraat berbeda pendapat


mengenai apakah mad ini dipanjangkan atau qashr.
• Adapun dalam riwayat Al-Imâm Hafsh jalur
Syathibiyyah, mad jaiz munfashil dipanjangkan 4 atau 5
harakat, dan mesti selalu sama dengan muttashil.
ُ ُ َ
Huruf (‫ )ها‬pada kata (‫ )هآؤم‬bukan
kata yang terpisah, melainkan
bagian dari kata tersebut,
sehingga kata ini dihukumi mad
muttashil, bukan munfashil.
َ
• Kata (‫ )ها‬yang berfungsi sebagai tanbih dan (‫ )يَا‬yang
berfungsi sebagai nidaa, dalam mushaf tidak ditulis
alifnya, sehingga seolah-olah berada pada satu kata
dengan kata selanjutnya. Contoh:

• Kata-kata tersebut dihukumi mad munfashil, bukan


muttashil, karena merupakan dua kata yang berbeda.
• Pada jalur Syathibiyyah, panjang muttashil mesti sama
dengan munfashil. Bila muttashil 4 harakat, maka
munfashil 4 harakat. Bila muttashil 5 harakat, maka
munfashil 5 harakat.
• Sedangkan pada jalur yang lain, terdapat rincian di
dalamnya, dimana pada saat kita memilih satu pola
dalam memanjangkan muttashil dan munfashil, kita mesti
terlebih dahulu mengetahui kaidah-kaidah bacaan dalam
jalur tersebut.
Tanda Mad adalah dengan
meletakkan kata “Mad” di
atas Huruf Mad:
• Tanda Mad dalam Mushaf Kemenag (Standar RI)

Muttashil Munfashil
ْ
ْ
َ‫ومَآَا ِمر ٓوا ال َملَىِٕكة‬
Mad Ash-Shilah Al-Kubra atau Mad Ash-Shilah Ath-Thawîlah
adalah mad shilah yang bertemu Hamzah pada kata yang
berbeda.
Sebagaimana mad asli yang bertemu Hamzah pada kata
berbeda, maka mad shilah yang bertemu Hamzah pada kata
berbeda dihukumi jaiz sama seperti mad munfashil. Cara
membacanya pun mesti sama dengan mad munfashil, yakni
dibaca empat (4) atau lima (5) harakat dibaca konsisten
dalam sekali baca sesuai dengan pilihan pada mad
munfashil.
Mad Shilah

Shilah Sughra Shilah Kubra


dibaca dua (2) harakat dibaca mengikuti munfashil

َ‫َمالُـ ُهۥ َو َما َك َسب‬ ُ‫َلهۥ‬ َ َ


َ ‫َمالَـ ُه ٓۥ أخ‬
ۡ
ََ َُ َّ َ ٓ َ َ ٰ َ
‫وأمهۦ وأبيه‬ ‫إَل طعامهۦ أنا‬
Tanda mad shilah kubra adalah dengan
meletakkan tanda mad di atas Wawu atau
Ya kecil.
Dalam mushaf kemenag (Standar RI),
maka mad shilah diberi tanda kasrah
berdiri dan dhammah terbalik:
Al-Imâm Ibnul Jazarî berkata: َ
َ َ ۡ ُ ً ۡ َ ُ ُ ُّ َ ََ ۡ
‫أو عرض السكون وقفا مسجل‬
Atau (hukumnya jaiz juga yaitu)
mad yang bertemu sukun
‘aridhah saat dibaca waqaf
Al-Imâm Al-Jamzûrî berkata:
َ َََُۡ ًََۡ
ُ‫ون ن َ ۡس َتعي‬ ُ ُ ُّ َ ََ ۡ َ ُۡ َ
‫وقفا كتعلم‬ ‫ومثل ذا إن عرض السكون‬
Dan sebagaimana mad jaiz munfashil,
ketika huruf akhir diwaqafkan menjadi
َ ََُۡ ُ َ ۡ َ
sukun, seperti kata: ‫ تعلمون‬dan ‫ نستعي‬hal
ini disebut mad ‘aridh lissukun.
• Panjangnya mad ‘aridh adalah 2, 4,
atau 6 harakat.
• Bila seseorang telah memulai bacaan
dengan memilih satu pilihan, maka ia
mesti konsisten dengan pilihan
tersebut dalam sekali baca,
sebagaimana telah dijelaskan.
• Mad liin terjadi bila setelah liin terdapat sukun
‘aridh. Contoh:

• Panjangnya 2, 4, atau 6 harakat. Hendaknya


membaca dengan konsisten dalam sekali baca
dan tidak memanjangkannya lebih dari mad
‘aridh lissukuun.
• Bila dalam sekali baca terdapat mad ‘aridh
lissukun dan juga liin, maka panjang mad liin
tidak boleh lebih panjang dari ‘aridh lissukuun.

Mad ‘Aridh Lissukun Mad Liin


2 harakat 2 harakat
4 harakat 2 atau 4 harakat
6 harakat 2, 4, atau 6 harakat
• Huruf mad tapi tidak dibaca panjang
• Al-Imâm Al-Jamzûriy berkata,
َ َ َ ََ ُ ۡ َۡ َ ُ َۡ
‫• أو قدم ٱلهمز لَع ٱلمد وذا‬
َ ُ ً َ َ ْ َُ َ ََۡ
‫• بدل كـ]آمنوا [و]إيمانا [خذا‬
Juga termasuk hukumnya jaiz bila terdapat
Hamzah sebelum huruf mad, maka ْ ُ َ َ ini
disebut mad badal, seperti kata ‫ءامنوا‬atau
ً َ
‫إيمانا‬, maka ambillah penjelasanku.
• Huruf mad tapi tidak dibaca panjang
• Badal artinya pengganti. Dalam istilah
tajwid mad badal bermakna: mad
yang didahului oleh huruf hamzah.
Atau: seluruh hamzah mamdud.
• Dinamakan badal karena asalnya
adalah adanya hamzah yang diubah
ke dalam huruf mad.
• Huruf mad tapi tidak dibaca panjang
• Beberapa contoh kata yang dalam
tajwid diistilahkan mad badal:
ََ ْ ْ ُّ ْ
َ ُّ َ ّ َ
‫ل‬ ‫ل‬ ّ ‫ع‬ ْ ‫ل‬
‫المد ا فر ِ ي ِ مبالغ ِة‬
• Mad far’i adalah mad yang terjadi, karena sebab
tertentu, yakni keberadaan Hamzah atau sukun.
Namun, ada juga mad far’i yang sebabnya
maknawi dengan maksud hiperbolis dalam
menafikan sesuatu (mubalaghah fin nafyi).
• Dalam hal ini terdapat dua jenis mad lil-
mubalaghah, yakni : mad tabri’ah dan mad
ta’zhim.
َّ ُّ
َ ْ‫َ ّ لتب‬
‫مد ا ِرئ ِة‬
• Mad Tabri`ah adalah mad yang terdapat pada La Nafiyah Lil Jins (‫)َل‬
untuk mempertegas peniadaan (lil mubâlaghah/ hiperbolis) atas
sesuatu.
• Lam Alif yang berfungsi sebagai tabri’ah terdapat pada 43 kata, di
antaranya:

‫ َلجناح‬,‫ َلشية‬,‫ َلعلم‬,‫• َلريب‬


• Seluruh madd pada Lam Alif sebelum kata-kata tersebut adalah mad
asli yang dibaca 2 harakat. Namun, kita bisa membacanya tawassuth
lil mubâlaghah. Jadi, walaupun tidak bertemu dengan sebab Hamzah
atau sukun, madd pada kata tersebut tetap bisa dibaca tawassuth
dengan sebab maknawi.
َّ ُّ
ْ‫َ ّ لتع‬
‫مد ا ِظيِم‬
• Mad ta’zhim adalah memanjangkan mad munfashil
pada lafazh tauhid dengan empat harakat, saat ia
mengamalkan qashrul munfashil.
• Yakni pada lafazh-lafazh seperti:

َ
َ‫ََلٓ إ َل ٰ َه إ ََّل أنت‬ َ‫ََلٓ إ َل ٰ َه إ ََّل ُهو‬ َّ َّ َ ٰ َ ٓ َ
ُ‫ٱّلل‬ ‫َل إله إَل‬

Anda mungkin juga menyukai