Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan dan model pembelajaran tematik
di Sekolah Dasar dalam pandangan teori Konstruktivisme Vygotsky. Jenis Penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini yakni penelitian kualitatif, dengan metode deskriptif. Penelitian ini juga merujuk
pada model studi kepustakaan (library research) yang mana objek yang di kaji pada penelitian ini
berasal dari buku, catatan, Jurnal, transkrip, laporan penelitian dan dokumen lain yang dapat
ditemukan dan terkait dengan teori belajar Konstruktivisme Vygotsky dan pembelajaran tematik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran tematik di Sekolah Dasar dalam
pandangan teori Konstruktivisme Vygotsky adalah melalui pendekatan scientific yang dilakukan
melalui proses mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan. Model yang
digunakan adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), model
Pembelajaran Berbasis Projek (Project Based Learning), dan model Pembelajaran Melalui
Penyingkapan/Penemuan (Discovery/Inquiry Learning). Pembelajaran tematik lebih menghendaki
peserta didik untuk bertukar fikiran atau diskusi dengan teman sebaya maupun orang yang lebih
mampu untuk berkonsultasi, hal ini sesuai dengan implikasi teori belajar Konstruktivisme Vygotsky
yang menghendaki pembelajaran yang menempatkan pembelajaran berorientasi pada student center.
Abstract
The purpose of this study is to describe the implementation and thematic learning models in
elementary schools in the view of Vygotsky's constructivism theory. The type of research used in this
research is qualitative research, with descriptive-critical method. This research also refers to the
library research model in which the objects studied in this study come from books, notes, journals,
transcripts, research reports and other documents that can be found and related to Vygotsky's
constructivism learning theory and thematic learning. The results showed that the implementation of
thematic learning in elementary schools in the view of Vygotsky's constructivism theory was through a
scientific approach which was carried out through the process of observing, asking, trying, reasoning,
and communicating. The models used are the Problem Based Learning model, the Project Based
Learning model, and the Discovery/Inquiry Learning model. Thematic learning requires students to
exchange ideas or discussions with peers and people who are more able to consult, this is in
accordance with the implications of Vygotsky's constructivism learning theory which requires learning
that places learning oriented to the student center.
163
Listiana Dewi & Endang Fauziati / JPAPEDA (3) (2) (2021) : 163 - 174
164
Listiana Dewi & Endang Fauziati / JPAPEDA (3) (2) (2021) : 163 - 174
165
Listiana Dewi & Endang Fauziati / JPAPEDA (3) (2) (2021) : 163 - 174
bertahap hasil diskusi tersebut akan menjadi dapat diterima anak dengan bantuan dari
bagian dalam struktur berpikir anak. e) Anak seorang instruktur atau guru. Hal ini sejalan
akan mampu mengerjakan tugas-tugas yang dengan pendapat Ormod (2012: 317) bahwa
menantang jika diberi tugas yang lebih zone of proximal development merupakan
menantang dari individu yang kompeten. konsep wilayah yang menunjukan terjadinya
Terkait konsep penting dalam teori peluang kemampuan anak untuk memahami
konstruktivisme Lev Vygotsky, selain tugas-tugas sebagai wujud berkembangnya
Interaksi-interaksi sosial yang berperan kemampuan kognitif anak. Konsep ZPD
dalam membangun pengetahuan anak, dalam teori konstruktivisme Lev Vygotsky
Schunk (2012) menfokuskan penjelasannya memiliki empat tahap dijelaskan oleh
pada empat konsep utama teori Gallimore dan Tharp (dalam Moll, 1990)
konstruktivisme Vygotsky yang terdiri dari sebagai berikut:
Zone of Proximal Development (ZPD), Tahap I: Tahap pertama menunjukkan
Scaffolding, serta bahasa dan pemikiran. bagaimana peserta didik mengembangkan
Zone of Proximal Development (ZPD) pemahaman tentang bahasa yang sesuai
Satu konsep yang utama pada teori dengan studi mereka dan dasar-dasar topik
konstruktivisme Lev Vygotsky adalah Zone yang sedang dipelajari dengan mengandalkan
of Proximal Development (ZPD). Menurut orang lain seperti instruktur untuk melakukan
Vygotsky (1986: 86), ZPD merupakan jarak suatu tugas.
antara tingkat perkembangan aktual dengan Tahap II: Pada tahap kedua, pembelajar
ditentukan oleh pemecahan masalah secara menggunakan pengetahuan sebelumnya
mandiri dan tingkat potensi pembangunan untuk melaksanakan tugas tanpa bimbingan
yang ditentukan melalui permasalahan apapun. ZPD terjadi antara tahap pertama
pemecahan di bawah bimbingan orang dan kedua. Peserta didik berlatih sendiri,
dewasa atau bekerja sama dengan rekan yang yang menyiratkan bahwa mereka melakukan
lebih cakap. Maka dapat disintesiskan bahwa aktivitas tertentu tanpa bantuan. Namun,
ZPD adalah jarak antara tingkat mereka tidak pada tahap kemampuan
perkembangan sesungguhnya yang sempurna dan terkadang memerlukan
ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan beberapa bantuan.
masalah secara mandiri dan tingkat Tahap III: Pada tahap ketiga kinerja
kemampuan perkembangan potensial yang dikembangkan. Artinya pada tahap ini
ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan peserta didik mencapai tahap kemandirian.
masalah di bawah bimbingan orang dewasa Pada tahap ini, seorang peserta didik tidak
atau teman sebaya yang lebih mampu. memerlukan bantuan dari orang dewasa, atau
ZPD merupakan istilah vygotsky untuk berlatih lebih banyak latihan untuk
serangkaian tugas yang sulit dikuasai anak memperkuat pengetahuan yang sudah ada.
secara mandiri tetapi dapat dipelajari dengan Tahap IV: Pada tahap keempat, peserta
bantuan dari orang lain seperti dari guru atau didik melakukan deautomatisasi kinerja yang
teman yang lebih mampu. Jadi, batas bawah mengarah pada proses pengulangan fungsi,
dari ZPD adalah tingkat sebuah masalah setiap kali menerapkannya pada hasil tahap
yang mampu di pecahkan oleh anak secara sebelumnya melalui ZPD.
mandiri. Batas atas ZPD adalah tingkat Pembelajaran seumur hidup oleh setiap
tanggung jawab atau tugas tambahan yang individu terdiri dari urutan ZPD yang diatur,
166
Listiana Dewi & Endang Fauziati / JPAPEDA (3) (2) (2021) : 163 - 174
dari bantuan lain untuk bantuan mandiri yang kaitannya dengan ZPD yaitu sebuah teknik
berulang berulang kali untuk pengembangan untuk mengubah level dukungan. Selama sesi
kapasitas baru (Moll, 1990). Interpretasi pengajaran, orang yang lebih ahli (guru atau
pendekatan sosio-kultural Vygotsky pada peserta didik yang lebih mampu)
perkembangan kognitif adalah bahwa menyesuaikan jumlah bimbingannya dengan
seseorang harus memahami dua prinsip level kinerja murid yang telah dicapai. Ketika
utama karya Vygotsky: Pengetahuan yang tugas yang akan dipelajari murid merupakan
Lebih Berpengetahuan (MKO) dan ZPD. tugas yang baru, maka orang yang lebih ahli
MKO mengacu pada seseorang yang dapat menggunakan teknik instruksi
memiliki pemahaman yang lebih baik atau langsung. Saat kemampuan peserta didik
tingkat kemampuan yang lebih tinggi meningkat, maka semakin sedikit bimbingan
daripada pelajar sehubungan dengan tugas, yang diberikan. Vygotsky menganggap
proses, atau konsep tertentu (Galloway, bahwa anak mempunyau konsep yang kaya
2001). tetapi tidak sistematis, tidak teratur, dan
ZPD menyiratkan bahwa pada tahap spontan. Anak akan bertemu dengan konsep
tertentu dalam pengembangan, peserta didik yang sistematis dan logis serta rasional yang
dapat memecahkan berbagai masalah tertentu dimiliki oleh orang yang lebih ahli yang
hanya ketika mereka berinteraksi dengan membantunya.
guru dan bekerjasama dengan rekan sejawat. Bahasa dan pemikiran
Begitu aktivitas pemecahan masalah pelajar Perkembangan manusia terjadi melalui
telah diinternalisasi, masalah yang awalnya alat-alat kultur (bahasa dan simbol-simbol)
dipecahkan di bawah bimbingan dan yang kemudian diteruskan dari satu orang ke
kerjasama dengan orang lain dapat ditangani orang lain atau sering disebut dengan
secara independen. Vygotsky (1978: 87) transmisi alat-alat kultur (Schunk: 2012:
mengungkapkan bahwa "apa yang ada di 341). Bahasa adalah alat kultur yang paling
ZPD hari ini akan menjadi tahap penting. Bahasa di dapat dari tuturan sosial,
perkembangan aktual besok, yaitu, apa yang kemudian untuk disimpan dalam tuturan
dapat dilakukan pembelajar dengan bantuan pribadi, dan akhirnya menjadi tuturan
hari ini, dia atau dia akan dapat tersembunyi (didalam).
melakukannya sendiri besok". Vygotsky mempercayai bahwa bahasa
Vygotsky percaya bahwa ketika tidak hanya untuk komunikasi sosial, tetapi
seorang pelajar berada di ZPD untuk tugas juga untuk merencanakan, memonitor
tertentu, memberikan bantuan yang tepa, perilaku mereka dengan caranya sendiri
maka hal itu akan memberi kemajuan pelajar dinamakan “pembicaraan batin” (inner
untuk mencapai tugas tersebut (Galloway, speech) (pembicaraan privat). Menurut
2001). Setelah pelajar, dengan bantuan Piaget inner speech bersifat egosentris dan
bantuan, tuankan tugas, bantuan kemudian tidak dewasa. Tetapi menurut teori Vygotsky
dapat dihapus dan pelajar kemudian dapat inner speech adalah alat penting bagi
menyelesaikan tugasnya sendiri. pemikiran selama masa kanak-kanak (early
Scaffolding childhood). Anakanak berkomunikasi dengan
Konsep lain dalam teori orang lain menggunakan bahasa sebelum
Konstruktivisme Lev Vygotsky adalah mereka dapat fokus pada pemikirannya.
Scaffolding. Scaffolding sangat erat Anak-anak menggunakan bahasa untuk
167
Listiana Dewi & Endang Fauziati / JPAPEDA (3) (2) (2021) : 163 - 174
komunikasi dengan dunia luar selama panggung”, dengan membantu peserta didik
periode agak lama sebelum transisi dari menemukan makna mereka sendiri dan
pembicaraan eksternal ke pembicaraan bukan mengendalikan semua kegiatan di
internal (batin). Periode transisi terjadi antara ruang kelas (Weinberger & Combs: 2001).
usia 3 sampai 7 tahun dan terkadang anak Menurut Drake (2012: 273), pendekatan
dalam usia ini sering berbicara sendiri. tematik merupakan bentuk strategi
Setelah beberapa waktu kebiasaan berbicara pembelajaran yang menggunakan tema
sendiri dapat hilang dan mereka melalui penciptaan pembelajaran yang aktif,
melakukannya tanpa harus diucapkan. Ketika menarik, dan bermakna. Dikatakan bermakna
ini terjadi anak sudah memasukkan karena peserta didik akan dapat memahami
pembicaraan egosentris menjadi inner konsep-konsep melalui pengalaman langsung
speech, dan pembicaraan batin ini kemudian dan nyata yang menghubungkan antar
akan menjadi pemikiran mereka. Teori konsep. Melalui kurikulum 2013, peserta
Vygotsky mengemukakan bahwa anak yang didik akan didorong menjadi insan yang
menggunakan inner speech merupakan kreatif, produktif, inovatif, dan afektif
proses awal menjadi komunikatif secara melalui kompetensi-kompetensi yang
sosial dan juga menegaskan bahwa seorang berimbang antara spiritual, pengetahuan,
anak yang menggunakan inner speech akan sikap, dan psikomotor/keterampilan.
lebih kompeten secara sosial daripada anak Teori konstruktivisme menekankan
yang tidak menggunakannya (Santrock. pada peserta didik sebagai pembelajar aktif,
2013: 63). sehingga dalam penerapannya teori
Teori Vygotsky mengundang banyak konstruktivisme sering disebut sebagai
perhatian karena teorinya mengandung strategi pengajaran yang berpusat pada
pandangan bahwa pengetahuan itu peserta didik (student-centered instruction).
dipengaruhi situasi dan bersifat kolaboratif. Di dalam ruang kelas yang berpusat pada
Artinya pengetahuan didistribusikan diantara peserta didik, guru menjadi “pemandu di
orang dan lingkungan, yang mencakup objek, samping” dan bukan “orang bijaksana di atas
alat, buku, dan komunitas dimana orang panggung”, dengan membantu peserta didik
berada. Hal ini menunjukkan bahwa menemukan makna mereka sendiri dan
memperoleh pengetahuan dapat dicapai bukan mengendalikan semua kegiatan di
dengan baik melalui interaksi dengan orang ruang kelas (Weinberger & Combs: 2001).
lain dalam kegiatan bersama. Menurut Drake (2012: 273), thematic
Implikasi Teori Konstruktivisme approach is one of the teaching strategy that
Vygotsky uses themes toward creating anactive,
Teori konstruktivisme menekankan interest-ing, and meaningful learning. Hal ini
pada peserta didik sebagai pembelajar aktif, sesuai dengan pendekatan tematik
sehingga dalam penerapannya teori merupakan bentuk strategi pembelajaran
konstruktivisme sering disebut sebagai yang menggunakan tema melalui penciptaan
strategi pengajaran yang berpusat pada pembelajaran yang aktif, menarik, dan
peserta didik (student-centered instruction). bermakna. Dikatakan bermakna karena
Di ruang kelas yang berpusat pada peserta peserta didik akan dapat memahami konsep-
didik, guru menjadi “pemandu di samping” konsep melalui pengalaman langsung dan
dan bukan “orang bijaksana di atas nyata yang menghubungkan antar konsep.
168
Listiana Dewi & Endang Fauziati / JPAPEDA (3) (2) (2021) : 163 - 174
Melalui kurikulum 2013, peserta didik akan melihat bahwa peserta didik bukanlah
didorong menjadi insan yang kreatif, lembaran kertas putih bersih atau sebuah
produktif, inovatif, dan afektif melalui bejana kosong. Hal ini berangkat dari fakta
kompetensi-kompetensi yang berimbang bahwa peserta didik yang berada di tataran
antara spiritual, pengetahuan, sikap, dan kelas yang paling rendahpun telah hidup
psikomotor/keterampilan. beberapa tahun dan menemukan suatu cara
Menurut Suparno (1997: 65) peran yang berlaku untuk menghadapi lingkungan
guru dalam pembelajaran konstruktivis hidup mereka. Mereka sudah membawa
adalah sebagai mediator dan fasilitator yang “pengetahuan awal”. Pengetahuan yang
membantu agar proses belajar peserta didik mereka punyai adalah dasar untuk
berjalan dengan baik. Fungsi mediator dan membangun pengetahuan selanjutnya.
fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa Karena itu, guru perlu mengerti taraf
tugas sebagai berikut: 1) menyediakan pengetahuan anak (Glasersfeld: 1989).
pengalaman belajar yang memungkinkan Apa pun yang dikatakan seorang
peserta didik bertanggung jawab dalam peserta didik dalam menjawab suatu
membuat rancangan, proses dan penelitian 2) persoalan adalah jawaban yang masuk akal
menyediakan atau memberikan kegiatan- bagi mereka pada saat itu. Maka dalam hal
kegiatan yang merangsang keingintahuan ini guru sebaiknya tidak langsung menilai
peserta didik dan membantu mereka untuk bahwa jawaban peserta didik salah, karena
mengekspresikan gagasan-gagasannya dan bagi peserta didik dinilai salah merupakan
mengkomunikasikan ide ilmiah mereka suatu yang mengecewakan dan mengganggu
(Watts & Pope, 1989). Menyediakan sarana sehingga dapat menimbulkan efek negatif
yang merangsang peserta didik berfikir bagi peserta didik. Oleh karena itu, sebaiknya
secara produktif. Menyediakan kesempatan guru memberikan jalan kepada peserta didik
dan pengalaman yang paling mendukung untuk menginterpretasikan pertanyaannya.
proses belajar peserta didik. Guru harus Dengan demikian maka dapat menuntun
menyemangati peserta didik. Guru perlu peserta didik untuk memahami kesalahannya
menyediakan pengalaman konflik (Tobin, sendiri dan dapat menyusun jawabanjawaban
Tippins & Gallard: 1994) 3) memonitor, yang lebih tepat/baik (Glasersfeld: 1989).
mengevaluasi dan menunjukkan apakah Pembelajaran dari sudut pandang teori
peikiran peserta didik berjalan atau tidak. konstruktivisme Lev Vygotsky mengarah
Guru menunjukkan dan mempertanyakan pada aktivitas pengaturan lingkungan agar
apakah pengetahuan peserta didik itu berlaku terjadi proses belajar, yaitu interaksi antara
untuk menghadapi persoalan baru yang pembelajar dengan lingkungan belajarnya.
berkaitan. Guru membantu mengevaluasi Winkel (1996) menyatakan bahwa inti dari
hipotesis dan kesimpulan peserta didik. pembelajaran konstruktivis adalah penataan
Hal ini sesuai dengan kurikulum 2013 lingkungan belajar. Lingkungan belajar
yang menempatkan guru sebagai fasilitator berarti tempat dimana si pembelajar dapat
dalam pembelajaran dan peserta didik berinteraksi, bekerjasama dan mendukung
sebagai pelaku belajar. Menitik pada satu sama lain untuk mencapai tujuan
pembelajaran konstruktivis yang berorientasi pembelajaran dengan menggunakan berbagai
pada peserta didik dalam membangun sendiri sarana dan sumber belajar. Dalam hal ini
pengetahuannya, maka seorang guru harus maka penerapan teori konstruktivisme Lev
169
Listiana Dewi & Endang Fauziati / JPAPEDA (3) (2) (2021) : 163 - 174
Vygotsky dapat dilakukan dengan insan yang kreatif, produktif, inovatif, dan
menciptakan suasana belajar yang interaktif afektif melalui kompetensi-kompetensi yang
dengan memanfaatkan sarana dan sumber berimbang antara spiritual, pengetahuan,
belajar. sikap, dan psikomotor/keterampilan.
Berdasarkan uraian aplikasi teori Hal baru yang muncul dari penerapan
konstruktivisme Lev Vygotsky di atas kurikulum 2013 yaitu model pembelajaran
beberapa hal yang perlu ditekankan dalam tematik. Pembelajaran tematik yaitu
penerapannya yaitu: 1) pembelajaran harus pembelajaran yang menggunakan tema untuk
dimulai dari batas zona bahwah dalam ZPD; mengaitkan beberapa materi pelajaran
2) penggunaan teknik scaffolding digunakan sehingga mampu memberikan pengalaman
ketika peserta didik membutuhkan bantuan; yang bermakna bagi peserta didik (Authentic
3) memberdayakan teman sebaya sebagai & Sekolah, 2013). Pembelajaran tematik
ahli; 4) pembelajaran akan lebih efektif lebih menekankan pada keterlibatan peserta
dengan melibatkan komunitas orang belajar. didik dalam proses belajar secara aktif dalam
Model Pembelajaran Tematik dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik
Kurikulum 2013 dapat memperoleh pengalaman langsung dan
Kurikulum 2013 mempunyai tujuan terlatih untuk dapat menemukan berbagai
untuk mempersiapkan insan Indonesia yang pengetahuan yang dipelajarinya (Suyanto,
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi 2013:180).
dan warga negara yang produktif, kreatif, Menurut beberapa pendapat diatas
inovatif, dan efektif, serta mampu dapat disimpulkan bahwa kurikulum 2013
berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, adalah kurikulum yang mempunyai tujuan
berbangsa, bernegara dan peradaban dunia untuk mempersiapkan warga Indonesia yang
(Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013). memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi
Sedangkan aspek utama pada Kurikulum dan warga negara yang produktif, kreatif,
2013 yaitu Standar Kompetensi Lulusan inovatif, dan efektif, serta mampu
(SKL), Kompetensi inti (KI), Kompetensi berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat,
Dasar (KD), dan indikator yang berbasis berbangsa, bernegara dan peradaban dunia.
scientific approach dan authentic assessment. Kurikulum 2013 memiliki beberapa
Kurikulum 2013 juga memiliki beberapa karakteristik yang lebih menekankan pada
karakteristik yang lebih menekankan pada pencapaian kompetensi sikap, pengetahuan,
pencapaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
dan keterampilan. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik di
Menurut Drake (2012: 273), Sekolah Dasar dalam Pandangan Teori
Pendekatan tematik merupakan bentuk Konstruktivisme Vygotsky
strategi pembelajaran yang menggunakan Prinsip pembelajaran pada kurikulum
tema melalui penciptaan pembelajaran yang 2013 adalah memadukan antara kempetensi
aktif, menarik, dan bermakna. Dikatakan kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan
bermakna karena peserta didik akan dapat keterampilan (psikomotor). Ketiga
memahami konsep-konsep melalui kompetensi memiliki lintasan perolehan yang
pengalaman langsung dan nyata yang meng- berbeda (M. Fadlillah, 2014:178).
hubungkan antar konsep. Melalui kurikulum Pendekatan yang digunakan dalam
2013, peserta didik akan didorong menjadi pembelajaran Kurikulum 2013 yaitu
170
Listiana Dewi & Endang Fauziati / JPAPEDA (3) (2) (2021) : 163 - 174
171
Listiana Dewi & Endang Fauziati / JPAPEDA (3) (2) (2021) : 163 - 174
172
Listiana Dewi & Endang Fauziati / JPAPEDA (3) (2) (2021) : 163 - 174
173
Listiana Dewi & Endang Fauziati / JPAPEDA (3) (2) (2021) : 163 - 174
174