Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KOMPOSISI DAN STRUKTUR KOMUNITAS

HEWAN

Disusun Oleh:
Kelompok I

Anisa (2030801083)
Aditiya Pramana Putra (2030801086)
Betta Inda sari(2030801087)
Fitria Julianti (2030801089)
Feny Junita (203080106)

Dosen Pengempu: Irham Falahudin, M.Si

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN RADEN FATAH PALEMBANG TAHUN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Tujuan Praktikum
Tujuan pada praktikum kali ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Dapat menemukan adanya keanekaragaman tingkat komunitas dalam suatu
ekosistem.
2. Dapat menghitung kepadatan,dimensi dan keanekaragaman pada suatu
lingkungan

B. Alat dan Bahan


Alat : Meteran (50M), Tali raffia, Gunting, mikroskop, Kertas Label,
Kotak Sampel, Plastik, alat tulis.
Bahan : alcohol 70%, buku identifikasi buah, kain kasa, termometer

C. Cara Kerja
1. Cari beberapa area di dekat kebun, sawah, sungai yang kondisinya berbeda
(kering, lembab dan lain-lain)
2. Buatlah beberapa plot pengamatan secara acak dengan ukuran 5x5m². Pada
tiap area yang akan di amati.
3. Kemudian pasang perangkap pada masing-masing plot,
4. Tangkaplah hewan yang ditemkan pada setiap plot, kemudian bawa ke
laboratorium
5. Lakukan identifikasi macam-macam jenis hewan yang ada dan hitung
jumlahnya tiap jenis.
6. Catatlah hasil pengamatan pada tabel yang sudah di siapkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian teori dasar


Struktur komunitas adalah suatu konsep yang mempelajari susunan atau
komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Secara umum ada
tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk mengambarkan struktur komunitas
yaitu keanekaragaman spesies, interaksi spesies, dan organisasi fungsional
(Yaherwandi et.al., dalam Schowalter, 1996). Suatu ekosistem tersusun atas
komponen biotik dan abiotik yang saling beriteraksi, ekosistem juga memiliki
fungsi yang terkait dengan siklus energi dan materi, regulasi dan kebernetik.
keanekaragaman dalam ruang dan waktu organisme dalam sutu ekosistem berubah
dinamis. Kondisi lingkungan yang berbeda memiliki daya dukung dan kendala
bagi pertumbuhan populasi dan komunitas organisme di dalamnya
(Falahudin,2020).
Keanekaragaman spesies adalah keanekaan jenis organisme yang
menempati suatu ekosistem baik di darat maupun di lautan (Yaherwandi et.al.,
dalam Primack, 1998). Keanekaragaman spesies merupakan salah satu tema
utama dalam penenelitian ekologi. Banyak penelitian telah dilakukan untuk
mempelajari pengaruh perubahan kondisi lingkungan terhadap keanekaragaman
spesies dan sebaliknya bagaimana keanekaragaman spesies mempengaruhi
stabilitas komunitas alami (Yaherwandi et.al., dalam Schowalter, 1996). Menurut
Odum (1998) konsep komunitas biotik, yaitu sekumpulan populasi-populasi apa
saja yang hidup di suatu daerah. Suatu komunitas dapat dikenali dari keberadaan
suatu spesies atau lebih yang mendominasi secara biomassa atau menyumbang
ciri fisik suatu spesies. Komunitas terdiri atas atas sekumpulan spesies yang
kelimpahannya berkorelasi secara positif atau negatif dengan waktu atau tepat
(Hasana, I, dan Wulandari, N dalam Husamah, 2014). Berdasarkan beberapa
pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa komunitas berarti kesatuan dinamik dari
hubungan fungsional saling mempengaruhi diantara populasi, dimana anggotanya
berperan pada posisinya masing-masing, menyebar dalam ruang dan tipe
habitatnya (Hasana, I, dan Wulandari, N dalam Husamah, 2014). Konsep
komunitas menjadi sangat penting dalam mempelajari ekologi, karena pada
tingkat komunitas inilah dikaji keberadaan beranekaragam jenis organisme yang
hidup bersama dengan cara yang beraturan, tidak tersebar begitu saja tanpa ada
saling ketergantungan (interaksi).
Menurut Darmawan et al. (2005), kajian komunitas berusaha mengetahui
keseimbangan yang tergambarkan dalam struktur dan komposisi populasi
penyusunnya. Kajian komunitas juga berusaha mengetahui pola sebaran dan
perubahan sebagai hasil interaksi semua komponen yang bekerja dalam komunitas
tersebut. Komunitas sebagai suatu organisasi kehidupan tersusun dari beberapa
komponen yang masing-masing komponen memiliki dinamikanya masing-masing
dan dikenal sebagai struktur komunitas yaitu keanekaragaman jenis, interaksi
jenis, dan organisasi fungsional. (Hasana, I, dan Wulandari, N dalam Husamah,
2014). Masing-masing pendekatan memberikan informasi sangat berguna dan
pemilihan pendekatan yang akan digunakan tergantung pada tujuan dan
pertimbangan praktisnya (Hasana, I, dan Wulandari, N dalam Husamah,2014).
Struktur dalam komunitas sering berubah, karena sebagian besar dapat
diganti dalam waktu dan ruang sehingga fungsional komunitas yang serupa dapat
memiliki komposisi jenis yang berbeda. Komposisi komunitas adalah daftar jenis
dan jumlah individu yang menyusun suatu komunitas di suatu tempat . struktur
komunitas memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh setiap jenis sebagai
komponen penyusunnya (Hasana, I, dan Wulandari, N dalam Husamah, 2014).

B. Interaksi dalam komunitas hewan


Hubungan timbal balik (interaksi) dibedakan menjadi hubungan
intraspesifik dan interspesifik. Hubungan intraspesifik adalah hubungan antara
dua individu dalam satu jenis organisme, sedangkan hubungan interspesifik adalh
hubungan antar dua individu yang berbeda jenis. Interaksi tersebut sebagai berikut
(Dharmawan, 2005).
Menurut Hasana, I, dan Wulandari, N, (2015) menyatakan bahwa ada 8
interaksi yang ada pada komunitas hewan sebagai berikut :
a. Simbiosis
Hubungan interspesifik ada yang bersifat simbiosis dan nonsimbiosis.
 Hubungan simbiosis adalah hubungan antara dua individu dari dua
jenis organisme yang keduanya selalu bersama-sama. Misalnya hewan
flagelata yang hidup dalam usus rayap dengan inangnya. Hewan
flagellata itu mencerna selulose kayu yang dimakan oleh rayap.
Dengan demikian rayap dapat menyerap zat karbohidrat yang berasal
dari selulosa.
 Hubungan nonsimbiosis adalah hubungan antara individu yang hidup
secara terpisah, dan hubungan terjadi hanya jika keduanya berdekatan,
misalnya antara kupu dengan tanaman bunga. Pada waktu hinggap di
sebuah pohon tanaman bunga kupu menghisap madu dari bunga dan
serbuksari bunga itu terbawa oleh kupu pada kakinya. Serbuk sari itu
terbawa ke bunga lain dan bisa menempel pada putiknya jika kupu
tersebut hinggap pada bunga lain. Dengan demikian kupu dapat
membantu penyerbukan tumbuhan bunga. Jika kupu tidak hinggap
pada bunga dalam rangka mencari madu, hubungan antara kupu dan
tumbuhan bunga tidak ada.
b. Kompetisi
Kompetisi merupakan hubungan antara dua individu untuk
memperebutkan satu macam sumberdaya, sehingga hubungan tersebut
bersifat merugikan bagi salah satu pihak. Sumber daya yang diperebutkan
dapat berupa makanan, energi, dan tempat tinggal. Kompetisi dapat terjadi
antar individu dalam satu populasi dan individu dari populasi yang
berbeda. Persaingan dalam hal sumber daya ruang atau tempat terjadi jika
terjadi ledakan populasi sehingga hewan berdesak-desakan di suatu tempat
tertentu. Dalam kondisi seperti ini hewan yang kuat biasanya mengusir
hewan lemah untuk pindah dari kelompoknya atau meninggalkan
tempatnya.
c. Kanibalisme
Kanibalisme adalah sifat suatu hewan untuk menyakiti dan membunuh
individu lain dalam satu jenis organisme. Contoh, belalang sembah betina
membunuh belalang jantan setelah melakukan perkawinan
d. Amensalisme
Amensalisme ialah hubungan antara dua jenis organisme, yang satu
menghambat atau merugikan yang lain, tetapi dirinya tidak mendapat
pengaruh apa-apa dari kehadiran jenis organisme yang dihambat atau
dirugikannya. Amensalisme juga disebut kompetisi asimetris. Contoh
hubungan seperti itu sulit dicari pada komunitas hewan.
e. Komensalisme
Komensalisme adalah hubungan antara dua jenis organisme, yang satu
memberikan kondisi yang menguntungkan bagi yang lain itu. Contoh,
hubungan antara satu jenis organisme ikan laut (clownfish) dengan
anemon laut. Ikan itu biasanya berada di anatara tentakel dari anemon laut,
yang pada umumnya beracun terhadap ikan lain. Dengan tingggal di antara
tentakel itu ikan clownfish terlindung dari serangan musuh dan mendapat
makanan berupa detritus yang keluar dari tubuh anemon. Anemon tidak
dirugikan tetapi juga tidak diuntungkan oleh ikan tersebut.
f. Mutualisme
Mutualisme ialah hubungan anatara dua jenis organisme atau individu
yang saling menguntungkan, tanpa ada yang mengalami kerugian. Dalam
hubungan mutualisme dua individu yang berhubungan ada yang selalu
hidup bersama, dan ada yang tidak selalu bersama
g. Parasitisme
Parasitisme merupakan hubungan antara dua individu, yang satu hidup
atas tanggungan yang lain, sehingga yang satu mendapat keuntungan
sementara yang lain dirugikan. Hewan yang hidup menumpang pada
hewan lain disebut parasit. Parasitisme ada yang bersifat simbiotik, non
simbiotik, obligat dan fakultatif. Parasatisme obligat, contohnya adalah
hubungan anatara cacing pita dengan sapi.
h. Predatorisme
Predatorisme adalah hewan yang memburu dan membunuh hewan lain
untuk dijadikan makanannya. Hewan yang diburu dan dimakan disebut
mangsa. Hubungan antara predator dan mangsa berbeda dengan pola
hubungan intraspesifik atau intersesifik yang lain. Satu individu mangsa
hanya berhubungan dengan satu individu predator hanya satu kali, karena
individu mangsa langsung mati ketika diserang oleh predator.

C. Komposisi dan komunitas hewan


Kita dapat mendefinisikan komunitas secara sederhana sebagai satu
kumpulan populasi yang saling berinteraksi. Komunitas dapat dikarakterisasi
menurut beberapa cara, sebagai contoh dideskripsikan menurut spesies yang
menonjol atau lingkungan fisiknya (komunitas gurun, komunitas kolam,
komunitas hutan meranggas). Karakteristik level komunitas mencakup:
1. Diversitas: jumlah spesies di dalam komunitas
2. Kelimpahan relatif: kelimpahan relatif suatu spesies terhadap kelimpahan
seluruh spesies dalam komunitas
3. Stabilitas: ukuran bagaimana komunitas berubah sepanjang waktu.
Hubungan antar populasi di dalam suatu komunitas sangat kompleks,
sangat bervariasi yang meliputi hubungan positif, negatif, dan interaksi mutual.
Contoh hubungan dalam komunitas meliputi kompetisi (untuk sumber daya
makanan, habitat peneluran, atau sumber daya lainnya), parasitisme, dan herbivori
(Sumarto, S dan Koneri, R, 2016).
Dari penjelasan Hasana, I, dan Wulandari, N, (2015) bahwa ada lima
karakteristik komunitas hewan yang umumnya diukur dan dikaji yaitu bentuk dan
struktur pertumbuhan, dominasi, kelimpahan relatif, struktur trofik, dan
keanekaragaman atau diversitas jenis (Hasana, I, dan Wulandari, N dalam
Husamah, 2014). Yang membatasi bahwa parameter komunitas bersifat kuantitatif
seperti kekayaan jenis, keanekaragaman dan kelimpahan relatif. Berikut ini
parameter struktur komunitas di antaranya:
 Keanekaragaman jenis (spesies)
Keanekaragaman atau diversitas adalah suatu keragaman atau
perbedaan diantara suatu anggota-anggota suatu kelompok, yang
umumnya mengarah pada keanekaragaman jenis (McNaughton dan
Wolf, 1998). Keragaman jenis merupakan ciri tingkatan komunitas
berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman jenis juga dapat
digunakan untuk menentukan struktur komunitas, yaitu kemampuan
suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada
gangguan terhadap komponen-komponennya (Ardhana, 2012).
Keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk menentukan struktur
komunitas. Semakin banyak jumlah jenis dengan tingkat jumlah individu
yang sama atau mendekati sama, semakin tinggi tingkat
heterogenitasnya. Sebaliknya jika jumlah jenis sangat sedikit dan terdapat
perbedaan jumlah individu yang besar antar jenis, maka semakin
rendahlah heterogenitas suatu komunitas. Keanekaragaman yang rendah
mencerminkan adanya dominasi suatu jenis (Hasana, I, dan Wulandari, N
dalam Leksono, 2011).
Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu
komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi jenis yang
tinggi menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi
karena interaksi jenis terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi.
Keanekaragaman jenis merupakan karakteristik yang unik dalam tingkat
organisasi biologi yang diekspresikan melalui struktur komunitas. Suatu
komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi
apabila terdapat banyak jenis dengan jumlah individu masing-masing
relatif merata. Keanekaragaman dimaksud adalah keanekaragaman jenis
bukan untuk mencari kedudukan jenis dalam takson, melainkan
ditekankan pada dasar artrofik atau tingkatan fungsional organisme
(Hasana, I, dan Wulandari, N dalam Satino, 2011).
 Kemerataan
Kemerataan didefinisikan sebagai tingkat sebaran individu antara
jenis-jenis (Hasana, I, dan Wulandari, N dalam Leksono, 2011). Menurut
Suheriyanto (2008), pada dua komunitas yang masing-masing
mempunyai 10 jenis dengan jumlah individu 100, akan mempunyai
kemerataan yang berbeda, tergantung pembagian dari 100 individu tadi
diantara 10 jenis.
 Kelimpahan relatif (Relative Abudance)
Produk-produkDiversitas jenis ditentukan tidak hanya oleh jumlah
jenis di dalam komunitas, tetapi juga oleh kelimpahan relatif individu
(relative abudance) dalam komunitas. Kelimpahan jenis merupakan
jumlah individu per jenis dan kelimpahan relatif mengacu pada
kemerataan distribusi individu diantara jenis dalam satu komunitas. Dua
komunitas mungkin sama-sama kaya dalam jenis, tetapi berbeda
dalamkelimpahan relatif. Contohnya adalah 2 komunitas mungkin
masing-masing mengandung 10 spesies dan 500 individu, tetapi pada
komunitas yang pertama semua jenis sama-sama umum (misalnya 50
individu tiap jenis). Sementara pada komunitas kedua satu jenis secara
signifikan jumlahnya lebih banyak dari pada empat jenis lain. Komunitas
pertama dikatakan memiliki kelimpahan relatif lebih tinggi dari pada
yang kedua (Hasana, I, dan Wulandari, N dalam Husamah, 2014).
 Kesamaan Komunitas
Apabila terdapat perubahan sruktur komunitas dalam suatu wilayah,
maka spesies yang ditemukan dari suatu tempat ke tempat lain akan
berbeda. Membandingkan antar komunitas berdasarkan perbedaan
komposisi jenisnya sangat penting untuk memahami proses yang
mengendalikan struktur komunitas dan dalam rangka melindungi
kelestarian komunitas alami (Suheriyanto, 2008).
 Dominasi
Komunitas alami dikendalikan oleh kondisi fisik atau abiotik yaitu
kelembaban,temperatur atau suhu, dan oleh beberapa mekanisme biologi.
Komunitas yang tidak terkendali secara biologi sering dipengaruhi oleh
suatu jenis tunggal atau satu kelompok jenis yang mendominasi
lingkungan dan organisme ini biasanya disebut dominan. Dominasi
komunitas yang tinggi menunjukkan keanekaragaman yang rendah
(Odum, 1998). Menurut Suheriyanto (2008), didalam kondisi yang
beragam, suatu jenis tidak dapat menjadi lebih dominan dari pada yang
lain, sedangkan di dalam komunitas yang kurang beragam, maka satu
atau dua jenis dapat mencapai kepadatan yang lebih besar dari pada yang
lain. Dominasi merupakan perbandingan antara jumlah individu dalam
suatu jenis dengan jumlah total individu dalam seluruh jenis.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Lokasi : daerah terbuka
Ukuran Kuadrat : 50×50 m menjadi 5x5 m/plot
Deskripsi Lokasi : Disebelah laboratorium
Tabel 1. Hasil pengamatan keanekaragaman hewan di kampus UIN Raden Fatah
Palembang disebelah laboratorium
Area Lokasi Di Samping Direktorat
Nomor Plot Nama Spesies Jumlah Luas Area
Individu
1 Eurytoma sp. 4 5x5 m
2 Eurytoma sp. 3 5x5 m
Paraponera clavata 1
3 Eurytoma sp. 7 5x5 m
4 Grylloidea 1 5x5 m
Eurytoma sp. 2
5 Eurytoma sp. 3 5x5 m
Jumlah Total Individu : 21

B. Pembahasan
Berdasarkan tabel di atas didapatkan hasil pada 50x50 meter yang terbagi
menjadi 4 plot yakni terdiri atas 3 spesies berupa Eurytoma sp., Solenopsis, dan
Araneus diadematus. Dengan jumlah total individu sebanyak 21 yang hanya diisi
3 jenis spesies maka terlihat adanya dominansi yang tinggi pada lokasi ini, dari
hasil penelitian ditemukan bahwa Eurytoma sp., merupakan hewan dengan
dominansi paling banyak dari jenis spesies hewan lain. Beberapa jenis parasitoid
yang ditemukan, seperti Eurytoma sp. memiliki kelimpahan yang lebih besar
dibandingkan jenis parasitoid lainnya. Kedua parasitoid tersebut termasuk dalam
superfamili Chalcidoidea yang merupakan superfamili yang cukup besar dalam
Hymenoptera.
Hamid dalam Naumann (2000) mengemukakan bahwa sekitar 25% dari
Hymenoptera di Australia termasuk ke dalam superfamili Chalcidoidea.
Parasitoid tersebut merupakan parasitoid dari Eucorynus yang memiliki
kelimpahan yang juga lebih besar dibandingkan serangga herbivora lainnya. Hal
ini menunjukkan bahwa kelimpahan yang besar dari tingkat tropik yang bawah
(serangga herbivora) akan berdampak pula terhadap kelimpahan dan kekayaan
tingkat tropik di atasnya (parasitoid). Banyak faktor yang mempengaruhi
kelimpahan, salah satunya keberadaan akan pertanaman yang sedang berbunga di
sekeliling tanaman inang dan menjadi pendukung dalam tersedianya makanan
seperti nektar. Oleh karena itu, ketersediaan parasitoid mempengaruhi tinggi
rendahnya tingkat parasitiasi di area habitatnya (Hamid dalam Yuliana 2008).
Seperti yang telah dijelaskan pada hubungan pada antar populasi di dalam suatu
komunitas sangat kompleks, sangat bervariasi yang meliputi hubungan positif,
negatif, dan interaksi mutual. Contoh hubungan dalam komunitas meliputi
kompetisi (untuk sumber daya makanan, habitat peneluran, atau sumber daya
lainnya), parasitisme, dan herbivori (Sumarto, S dan Koneri, R, 2016). Dengan
demikian, tingkat komunitas yang dikendalikan dari pengaruh biotik maupun
abiotik berupa kelembaban,temperatur atau suhu sangatlah dipengaruhi satu sama
lain akan kepadatan, kelimpahan ataupun keanekaragaman jenisnya.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Komunitas serangga herbivora pada samping direktorat didominasi
oleh Eurytoma sp., yang memiliki kisaran ekspansi yang lebih luas
dibandingkan serangga herbivora lainnya, sedangkan jenis herbivora lainnya
di tingkat rendah. Kelimpahan yang tinggi dari serangga Eurytoma sp.,
disebabkan faktor interaksi jenis yang tinggi serta biotik atau abiotiknya.

B. Saran
Diharapkan untuk lebih teliti dalam perhitungan koloni pada hewan
serangga yang diteliti dan diamati serta dicatat jenis spesiesnya.
DAFTAR PUSTAKA

Falahudin, I. (2020). Panduan Praktikum Ekologi Hewan. RAFA Press:


Palembang.
Yaherwandi, et.al. (2008). Struktur Komunitas Hymenoptera Parasitoid Pada
Tumbuhan Liar di Sekitar Pertanaman Padi di Daerah Aliran Sungai (DAS)
Cianjur, Jawa Barat. J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525. 8 (2): 90 – 101
Darmawan, A., Ibrohim, H. Tuarita, H. Suwono, dan Susanto. (2005). Ekologi
Hewan. Malang: UM Press.
Odum, E,P. (1998). Dasar-dasar Ekologi. UGM Press: Yogyakarta.
Sumarto, S dan Koneri, R. (2016). Ekologi Hewan. CV. Patra Media
Grafindo:Bandung
McNaughton, S.J. dan Wolf, L.L. (1998). Ekologi Umum Edisi kedua Cetakan
ketiga. Yogyakarta: UGM Press.
Suheriyanto. D. (2008). Ekologi Serangga. Malang: UIN-Malang Press.
Ardhana, I, P,G. (2012). Ekologi Tumbuhan. Udayana University Press:Denpasar.
Hamid, H. (2009). Komunitas Serangga Herbivora Penggerek Polong Legum dan
Parasitoidnya: Studi Kasus di Daerah Palu dan Toro, Sulawesi Tengah.
IPB Press: Bogor.
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai