Disusun Oleh:
Anisa (2030801083)
Aditiya Pramana Putra (2030801086)
Betta Inda sari(2030801087)
Fitria Julianti (2030801089)
Feny Junita (203080106
A. Tujuan Praktikum
Diharapkan hasil kegiatan ini mahasiswa mampu membuat spesimen hewan
berdasarkan karakteristik morfologi dalam kegiatan konservasi sederhana.
C. Cara Kerja
2. Pengawet Insekta :
a. Formalin 40 %, 40 bagian
b. Asam asetat 40 %, 20 bagian
c. Gliserin, 50 bagian
d. Akuades, 280 bagian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Herbarium berasal dari kata “hortus dan botanicus”, artinya kebun botani yang
dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium adalah koleksi spesimen yang
telah dikeringkan, biasanya disusun berdasarkan sistem klasifikasi.
Material herbarium sangat penting artinya sebagai kelengkapan koleksi untuk
kepentingan penelitian dan identifikasi, hal ini dimungkinkan karena pendokumentasian
tanaman dengan cara diawetkan dapat bertahan lebih lama, kegunaan herbarium lainnya
yaitu sebagai berikut :
1. material peraga pelajaran botani
2. Material penelitian
3. Alat pembantu identifikasi tanaman
4. Material pertukaran antar herbarium di seluruh dunia
5. Bukti keanekaragaman
6. Spesimen acuan untuk publikasi spesies baru
Pembagian Herbarium
Herbarium basah merupakan awetan dari suatu hasil eksplorasi yang sudah
diidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat aslinya. Spesiesmen tumbuhan yang telah
diawetkan disimpan dalam suatu larutan yang di buat dari komponen macam zat dengan
komposisi yang berbeda-beda. (Tjitoseopomo,2005).
Herbarium kering adalah awetan yang dibuat dengan cara pengeringan, namun tetap
terlihat ciri-ciri morfologinya sehingga masih bisa diamati dan dijadikan perbandingan
pada saat determinasi selanjutnya.(Ardiawan,1990).
pengawetan hewan dapat dilakukan dengan cara-cara seperti berikut:
Pengawetan basah
Spesimen yang biasa dibuat awetan basah biasanya bangsa Crustacea atau hewan
avertebrata lainnya. Pembuatannya terbilang cukup sederhana prosesnya. Hewan
dimatikan dengan kloroform atau eter, dibersihkan, lalu dimasukkan ke dalam toples
transparan berisi alkohol 70yo yang sesuai ukuran atau lebih besar ukurannya dari hewan
tersebut. Biasanya dilengkapi dengan kaca transparan untuk alas hewan agar tetap
kedudukannya, kemudian diberi keterangan menggunakan kertas kedap air (Prijono,
1999).
Alur pelabelan dapat dimulai dari data lapangan yang berisikan semua data
identitas spesimen dari lapangan yang dicatat dalam buku lapangan dan merupakan
catatan kerja (nama jenis, tanggal pengambilan, kolektor, lokasi, suhu, arus, kedalaman,
kecerahan, posisi, salinitas, pH, parameter kualitas air lainnya, teknik koleksi, nama lokal
dan lainnya). Catatan tersebut sangat membantu dalam melengkapi label. Teknik
pelabelan tidak semua data dituliskan dalam label, hanya berisikan informasi tertentu saja
misalnya: nama jenis, nama suku, nomor katalog, koordinat, nama lokasi, nama kolektor,
nama identifikator, tanggal identifikasi, tanggal pengambilan dan alat yang digunakan
(Pratiwi 2006).
Pengawetan Basah
Pengawetan basah dilakukan bagi hewan tidak bercangkang yang ukurannya relatif
kecil, direndam dalam larutan pengawet. Pengawetan kering untuk organisme yang
berukuran relatif besar biasanya dilakukan dengan cara mengeringkan dengan sinar
matahari atau dengan oven dan selanjutnya agar lebih awet dapat disimpan dalam media
pengawet resin (Bioplastik). Obyek yang dapat dijadikan sebagai specimen utama dalam
pengawetan basah maupun kering merupakan objek biologi yang berukuran kecil hingga
yang berukuran besar (Budi yanto, 2003).
Cara Pengawetan
Secara garis besar, ada dua cara pengawetan obyek biologi, yaitu pengawetan
basah dan pengawetan kering. Pengawetan basah dilakukan dengan mengawetkan obyek
biologi dalam suatu cairan pengawet. Pengawetan kering dilakukan dengan mengeringkan
obyek biologi hingga kadar air yang sangat rendah, sehingga organism
perusak/penghancur tidak bekerja (Kurniasih, 2008).
Langkah-langkah Pengawetan
Koleksi
Hewan-hewan yang akan diawetkan dalam bentuk utuh dan akan dibawa ke kelas atau
ke Laboratorium biasanya hewan-hewan yang berukuran relatif kecil. Hewan yang akan
diawetkan ditangkap menggunakan alat yang sesuai. Hewan yang tertangkap dimasukkan
dalam botol koleksi yang sudah diberi label (Budiyanto, 2003).
Proses mematikan dan meneguhkan memerlukan perlakuan dan bahan tertentu. Bahan
untuk mematikan biasanya adalah Ether, Kloroform, HCN/KCN, Karbon Tetracloride
(CCI4) atau Ethyl acetat. Namun, kadang- kadang perlu perlakuan khusus yaitu melalui
pembiusan sebelum proses mematikan dilakukan, agar tubuh hewan yang akan
diawetkan tidak mengkerut atau rusak. Pembiusan dilakukan dengan serbuk menthol atau
kapur barus ke permukaan air tempat hidupnya, setelah tampak lemas, dan tidak bereaksi
terhadap sentuhan, hewan dapat dipindahkan ke dalam larutan pengawet (Budiyanto,
2003).
Beberapa bahan pengawet yang dapat digunakan dalam pengawetan antara lain:
formalin, alkohol (ethil alkohol), resin atau pengawet berupa ekstrak tanaman. Bahan-
bahan pengawet ini mudah dicari, murah dan hasilnya cukup bagus, meskipun ada
beberapa kelemahan (Budiyanto, 2003).
Bahan pengawet dan peneguh yang digunakan biasanya berbahaya bagi manusia,
maka perlu dikenali sifat-sifatnya. Dengan mengenal sifat-sifat ini, diharapkan dapat
dihindari bahaya yang mungkin ditimbulkan. Alkohol, merupakan bahan yang mudah
terbakar, bersifat disinfektan dan tidak korosif.
Formalin, larutan mudah menguap, menyebabkan iritasi di selaput lendir hidung,
mata, dan sangat korosif, bila pekat berbahaya bagi kulit. Ether, larutan mudah menguap,
beracun, dapat membius dengan konsentrasi rendah, eksplosiv. Kloroform, Larutan mudah
menguap, dapat membius dan melarutkan plastic. Karbon tetracloride, larutan mudah
menguap, melarutkan plastik dan lemak, membunuh serangga. Ethil acetat, larutan mudah
menguap, dapat membius dan mematikan serangga atau manusia. Resin, merupakan
larutan yang tidak mudah menguap mudah mengeras dengan penambahan larutan katalis,
karsinogenik, dapat mengawetkan specimen dalam waktu yang sangat lama. KCN/HCN,
larutan pembunuh yang sangat kuat, sangat beracun, bila tidak terpaksa jangan gunakan
larutan ini (Kurniasih, 2008).
Teknik awetan basah merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam
pengawetan hewan-hewan dari kelas vertebrata khusunya yang mempunyai ukuran cukup
besar. Teknik ini dapat juga digunakan untuk pengawetan hewan-hewan dari kelas
invertebrate dan tumbuhan tingkat tinggi (Hayati, 2011).
A. Hasil
Tabel 1. Gondang Sawah (Pila Ampullacea)
A. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum ini adalah terdapat 2 cara pengawetan
serangga yaitu awetan basah dan kering, awetan basah biasanya digunakan
untuk serangga yanh bertubuh lunak dengan cara menuangkan alcohol kapada
serangga tersebur hingga terrendan sedangkan awetan kering biasanya
digunakan untuk awetan yang bertubuh besar dengan cara menggunakan kapas
yang sudah diberi alcohol dan di tempatkan kepada serangga tersebut.
B. Saran
Adapun saran dari praktikum ini adalah sebagai berikut: sebaiknnya
dalam praktikum kali ini menggunakan masker karena bahan yang dibawa
mempunyai bau yang menyengat.
DAFTAR PUSTAKA