Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KOLEKSI

HERBARIUM DAN INSEKTARIUM

Disusun Oleh:

Anisa (2030801083)
Aditiya Pramana Putra (2030801086)
Betta Inda sari(2030801087)
Fitria Julianti (2030801089)
Feny Junita (203080106

Pembimbing: Irham Falahudin, M.Si

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN RADEN FATAH PALEMBANG TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Tujuan Praktikum
Diharapkan hasil kegiatan ini mahasiswa mampu membuat spesimen hewan
berdasarkan karakteristik morfologi dalam kegiatan konservasi sederhana.

B. Alat dan Bahan


Alat : Botol semprot, botol kaca, botol besar
Bahan : Alkohol 70% 500ml, hewan yang didapat.

C. Cara Kerja

1. Awetan Hewan Avertebrata


Ada tiga langkah pokok pada pembuatan preparat hewan, yakni : 1) mematikan
objek, 2) Fiksasi, 3) Pengawetan. Untuk mematikan, hewan dimasukkan ke
botol pembunuh. Untuk hewan yang bergerak kuat perlu dilakukan anestesi
dahulu. Ada banyak macam larutan anestesi, Contoh, magnesium chloride
(MgCl2), eter (untuk membius) atau alkohol. Fiksasi dimaksudkan untuk
menstabilkan protein jaringan. Larutan fiksasi juga bermacam-macam, di
antaranya formalin (formaldehyde), larutan Viets, larutan Bouin.

Cara membuat larutan fiksatif


1. Larutan Viets : campurkan alcohol 80% (6 bagian), dengan gliserin (11
bagian) danasam asetat glacial (3 bagian)
2. Larutan Bouin : Asam asetat glasial (5 ml) ditambah dengan formalin 40 %
(25 ml dan asam pikrat jenuh (75 ml).
Pengawetan merupakan tindak lanjut setelah proses fiksasi, agar objek menjadi
awet, tidak rusak jaringannya, tidak terjadi otolisis sel, dan terhindar dari
serangan bakteri dan jamur. Bahan pengawet yang mudah adalah formalin (5 –
10 %), alcohol 70 %. Untuk menghindari kerusakan jaringan, fiksasi dilakukan
bertahap. Objek tidak langsung direndam dalam alkohol 70 %, tetapi mulai dari
kadar yang rendah (30 %).
Langkah-langkah :
1. Masukkan objek hewan yang telah diberi etiket gantung ke dalam botol
2. Aturlah posisinya dengan melekatkannya pada potongan kaca
3. Tutuplah dengan tutup yang rapat, dan berilah etiket pada botolnya.
4. Simpan pada tempat yang aman.

Beberapa larutan awetan basah


1. Pengawet umum :
a. Formalin 40 % : air = 1 : 10 ( formalin 4 % )
b. Formalin 40 % 6 bagian Asam asetat 40 %,
1 bagian Alkohol 95 %, 20 bagian Akuades 40 bagian

2. Pengawet Insekta :
a. Formalin 40 %, 40 bagian
b. Asam asetat 40 %, 20 bagian
c. Gliserin, 50 bagian
d. Akuades, 280 bagian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Herbarium berasal dari kata “hortus dan botanicus”, artinya kebun botani yang
dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium adalah koleksi spesimen yang
telah dikeringkan, biasanya disusun berdasarkan sistem klasifikasi.
Material herbarium sangat penting artinya sebagai kelengkapan koleksi untuk
kepentingan penelitian dan identifikasi, hal ini dimungkinkan karena pendokumentasian
tanaman dengan cara diawetkan dapat bertahan lebih lama, kegunaan herbarium lainnya
yaitu sebagai berikut :
1. material peraga pelajaran botani
2. Material penelitian
3. Alat pembantu identifikasi tanaman
4. Material pertukaran antar herbarium di seluruh dunia
5. Bukti keanekaragaman
6. Spesimen acuan untuk publikasi spesies baru

Pembagian Herbarium
Herbarium basah merupakan awetan dari suatu hasil eksplorasi yang sudah
diidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat aslinya. Spesiesmen tumbuhan yang telah
diawetkan disimpan dalam suatu larutan yang di buat dari komponen macam zat dengan
komposisi yang berbeda-beda. (Tjitoseopomo,2005).
Herbarium kering adalah awetan yang dibuat dengan cara pengeringan, namun tetap
terlihat ciri-ciri morfologinya sehingga masih bisa diamati dan dijadikan perbandingan
pada saat determinasi selanjutnya.(Ardiawan,1990).
pengawetan hewan dapat dilakukan dengan cara-cara seperti berikut:

Pengawetan tulang (rangka)


Pembuatan preparat tulang dilakukan dengan terlebih dahulu membedah dan
menguliti spesimen hingga bersih dari kulitnya. Kemudian dilakukan perebusan selama 30
menit hingga 2 jam agar memudahkan pemisahan otot dari rangka, lalu didinginkan secara
alami.
Selanjutnya dibersihkan otot atau daging yang masih menempel pada rangka
dengan hati-hati sampai bersih, lalu dibersihkan dan direndam dalam pemutih agar
tulangnya putih bersih. Terakhir, ditata rapi, diberi label, dan diidentifikasi(Prijono, 1999).

Pengawetan insekta (insektarium)


Pembuatan preparat awetan insekta dilakukan dengan terlebih dahulu mematikan
serangga dengan cara serangga dimasukkan ke dalam botol atau toples yang didalamnya
telah diletakkan busa berkloroform, sebelumnya diletakkan pembatas dari kertas yang
agak tebal yang telah dibolong-bolongi agar serangga tersebut mati tanpa terkena basahan
kloroform. Setelah mati, bagian luar tubuh serangga diolesi alkohol 7056 lalu ditusuk
dengan office pin atau jarum pentul, ditancapkan pada sterofoam. Menurut Afifah (2014),
insektarium adalah awetan serangga dengan bahan pengawet alkohol 7046 dan formalin
546 yang dikemas dalam bentuk koleksi media pembelajaran. Herbarium dan insektarium
sebelum digunakan penelitian terlebih dahulu telah divalidasi oleh pakar media, sehingga
diketahui layak atau tidak digunakan dalam penelitian (Prijono, 1999).

Pengawetan kering (taksidermi)


Taksidermi adalah salah satu teknik pengawetan untuk mumifikasi selama
berabad-abad. Pembuatan preparat taksidermi dilakukan dengan terlebih dahulu membius
spesimen dengan kloroform atau eter. Spesimen yang biasa dibuat taksidermi adalah
Mamalia dan Aves. Setelah hewan mati, dibuat torehan dari perut depan alat kelamin
sampai dada, kemudian lukanya dibubuhi tepung jagung. Setelahnya, hewan dikuliti
menggunakan scalpel, dihilangkan lemak-lemaknya, dam setelah bersih lalu boraks
ditaburi dan gulungan kapas dibuat sebesar atau sepanjang tubuh hewan lalu dimasukkan
sebagai pengganti dagingnya. Kemudian dibentuk seperti perawakannya saat masih hidup.
Terakhir, bekas torehannya dijahit, mulutnya dijahit segitiga (Prijono, 1999).

Pengawetan basah
Spesimen yang biasa dibuat awetan basah biasanya bangsa Crustacea atau hewan
avertebrata lainnya. Pembuatannya terbilang cukup sederhana prosesnya. Hewan
dimatikan dengan kloroform atau eter, dibersihkan, lalu dimasukkan ke dalam toples
transparan berisi alkohol 70yo yang sesuai ukuran atau lebih besar ukurannya dari hewan
tersebut. Biasanya dilengkapi dengan kaca transparan untuk alas hewan agar tetap
kedudukannya, kemudian diberi keterangan menggunakan kertas kedap air (Prijono,
1999).
Alur pelabelan dapat dimulai dari data lapangan yang berisikan semua data
identitas spesimen dari lapangan yang dicatat dalam buku lapangan dan merupakan
catatan kerja (nama jenis, tanggal pengambilan, kolektor, lokasi, suhu, arus, kedalaman,
kecerahan, posisi, salinitas, pH, parameter kualitas air lainnya, teknik koleksi, nama lokal
dan lainnya). Catatan tersebut sangat membantu dalam melengkapi label. Teknik
pelabelan tidak semua data dituliskan dalam label, hanya berisikan informasi tertentu saja
misalnya: nama jenis, nama suku, nomor katalog, koordinat, nama lokasi, nama kolektor,
nama identifikator, tanggal identifikasi, tanggal pengambilan dan alat yang digunakan
(Pratiwi 2006).

Pengawetan Basah
Pengawetan basah dilakukan bagi hewan tidak bercangkang yang ukurannya relatif
kecil, direndam dalam larutan pengawet. Pengawetan kering untuk organisme yang
berukuran relatif besar biasanya dilakukan dengan cara mengeringkan dengan sinar
matahari atau dengan oven dan selanjutnya agar lebih awet dapat disimpan dalam media
pengawet resin (Bioplastik). Obyek yang dapat dijadikan sebagai specimen utama dalam
pengawetan basah maupun kering merupakan objek biologi yang berukuran kecil hingga
yang berukuran besar (Budi yanto, 2003).

Cara Pengawetan
Secara garis besar, ada dua cara pengawetan obyek biologi, yaitu pengawetan
basah dan pengawetan kering. Pengawetan basah dilakukan dengan mengawetkan obyek
biologi dalam suatu cairan pengawet. Pengawetan kering dilakukan dengan mengeringkan
obyek biologi hingga kadar air yang sangat rendah, sehingga organism
perusak/penghancur tidak bekerja (Kurniasih, 2008).

Langkah-langkah Pengawetan
 Koleksi
Hewan-hewan yang akan diawetkan dalam bentuk utuh dan akan dibawa ke kelas atau
ke Laboratorium biasanya hewan-hewan yang berukuran relatif kecil. Hewan yang akan
diawetkan ditangkap menggunakan alat yang sesuai. Hewan yang tertangkap dimasukkan
dalam botol koleksi yang sudah diberi label (Budiyanto, 2003).
Proses mematikan dan meneguhkan memerlukan perlakuan dan bahan tertentu. Bahan
untuk mematikan biasanya adalah Ether, Kloroform, HCN/KCN, Karbon Tetracloride
(CCI4) atau Ethyl acetat. Namun, kadang- kadang perlu perlakuan khusus yaitu melalui
pembiusan sebelum proses mematikan dilakukan, agar tubuh hewan yang akan
diawetkan tidak mengkerut atau rusak. Pembiusan dilakukan dengan serbuk menthol atau
kapur barus ke permukaan air tempat hidupnya, setelah tampak lemas, dan tidak bereaksi
terhadap sentuhan, hewan dapat dipindahkan ke dalam larutan pengawet (Budiyanto,
2003).
Beberapa bahan pengawet yang dapat digunakan dalam pengawetan antara lain:
formalin, alkohol (ethil alkohol), resin atau pengawet berupa ekstrak tanaman. Bahan-
bahan pengawet ini mudah dicari, murah dan hasilnya cukup bagus, meskipun ada
beberapa kelemahan (Budiyanto, 2003).
Bahan pengawet dan peneguh yang digunakan biasanya berbahaya bagi manusia,
maka perlu dikenali sifat-sifatnya. Dengan mengenal sifat-sifat ini, diharapkan dapat
dihindari bahaya yang mungkin ditimbulkan. Alkohol, merupakan bahan yang mudah
terbakar, bersifat disinfektan dan tidak korosif.
Formalin, larutan mudah menguap, menyebabkan iritasi di selaput lendir hidung,
mata, dan sangat korosif, bila pekat berbahaya bagi kulit. Ether, larutan mudah menguap,
beracun, dapat membius dengan konsentrasi rendah, eksplosiv. Kloroform, Larutan mudah
menguap, dapat membius dan melarutkan plastic. Karbon tetracloride, larutan mudah
menguap, melarutkan plastik dan lemak, membunuh serangga. Ethil acetat, larutan mudah
menguap, dapat membius dan mematikan serangga atau manusia. Resin, merupakan
larutan yang tidak mudah menguap mudah mengeras dengan penambahan larutan katalis,
karsinogenik, dapat mengawetkan specimen dalam waktu yang sangat lama. KCN/HCN,
larutan pembunuh yang sangat kuat, sangat beracun, bila tidak terpaksa jangan gunakan
larutan ini (Kurniasih, 2008).
Teknik awetan basah merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam
pengawetan hewan-hewan dari kelas vertebrata khusunya yang mempunyai ukuran cukup
besar. Teknik ini dapat juga digunakan untuk pengawetan hewan-hewan dari kelas
invertebrate dan tumbuhan tingkat tinggi (Hayati, 2011).

Langkah-langkah Teknik Awetan Basah:


1. Menyiapkan hewan yang akan diawetkan.
2. Menyediakan formalin yang telah diencerkan sesuai dengan yang diinginkan.
3. Memasukkan hewan pada larutan formalin yang telah ada dalam stoples kaca dan telah
diencerkan dimana sebelum memasukkan hewan ke dalam stoples, kaca terlebuh dahulu
udang dibersihkan dari kotoran atau lumpur dengan menggunakan aquades
4. Menutup rapat stoples kaca dan kemudian diberi label yang berisi nama spesimen
tersebut dan familinya (Hayati, 2011).

Pengawetan basah dilakukan dengan menggunakan beberapa macam larutan pengawetan,


yaitu sebagai berikut.
1. Alcohol 70% sebagai larutan fiksasidan pengawetab untuk hewan kecil
2. Formalin 4% sebagai larutan pengawetan hewan seperti katak, reptile dan mamalia
kecil
3. Formali 2-3% sebagai larutan pengawet yang disuntikkan kedalam tubuh hewan
berukuran besar selain direndam dengan larutan formalin 4% (Budiyanto, 2003)
Teknik awetan basah ini bermanfaat sebagai salah satu media pembelajaran dalam
ilmu biologi. Dengan adanya teknik awetan basah ini, maka peserta didik akan lebih
mudah memahami struktur anatomi dari hewan yang diawetkan tanpa harus membuang
waktu untuk proses pembedahannya (Rio, 2005).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 1. Gondang Sawah (Pila Ampullacea)

No Nama Spesies Keterangan


1 Nama ilmiah: Cosymbotus
platyurus
Klasifikasi lebih tinggi:
Cosymbotus
Tingkatan takson: Spesies
Spesies: Hemidactylus
platyurus; Schneider, 1797
Ordo: Squamata
Kelas: Reptilia
Famili: Gekkonidae
Cecak tembok adalah
sejenis reptil yang
Cecak tembok (Cosymbotus platyurus) termasuk suku cecak.
Tidak ada nama khusus
yang dikenal dalam bahasa
daerah, kecuali nama
umum seperti cakcak,
cicek, cecek dan lain-lain.
Dalam bahasa Inggris
disebut flat-tailed house-
gecko, seperti tercermin
dari nama ilmiahnya,
platyura
2 Kingdom:Animalia
Phylum:Arthropoda
Class:Insecta
Order:Hymenoptera
Family:Formicidae
Subfamily:Formicinae
Genus: Lasius
Species:L. niger
Semut taman hitam, juga
dikenal sebagai semut
hitam biasa, adalah semut
formisin, jenis spesies
Lasius niger subgenus Lasius, yang
ditemukan di seluruh
Eropa dan di beberapa
bagian Amerika Utara,
Amerika Selatan, Asia, dan
Australasia.
B. Pembahasan

Pada praktikum dasar-dasar perlindungab tanaman tentang "Pembuatan Awetan


Basah dan Aweta Kering (Insektarium)" ini bertujuan mengawetkan berbagai jenis
serangga sehingga dapat di teliti lebih dekat, mempelajari morfologi dari masing-masing
serangga berdasarkan ordonya, mengetahui teknik pengawetan serangga dengan cara
pengawetan basah dan kering.
Praktikum kali ini praktikum membawa bahan berupa alat yang digunakan pada
praktikum pembuatan pestisida nabati adalah sterofoam , cutter, tutup kardus hvs, kertas
kado, plastik transparan, botol kaca, selotip, spidol, alat tulis, kertas hvs. Bahan yang
digunakan untuk praktikum ini adalah alcohol 96%, serangga kecil dan besar.
Pada praktikun kali ini kita membuat awetan basah dengan hewan Gondang Sawah,
Terdapat beberapa cara pengawetan serangga seperti pendapat Pratiwi (2006). Pengawetan
tulang (rangka), Pengawetan insekta ( Insektarium) , pengawetan kering ( taksidermi),
pengawetan basah. Pada pratikum ini kita menggunakan 2 pengawetan yaitu pengawetan
basah dan pengawetan kering. Awetan basah dilakukan bagi hewan tidak bercangkang
yang ukurannya relarif besar, direndam dalam larutan pengawet. Pengawetan kering untuk
organisme yang berukuran relatif besar biasanya dilakukan dengan cara mengeringkan
dengan sinar matahari atau dengan oven dan selanjutnya agar lebih awet dapat di simpan
dalam media pengawet resub (bioplastik) . Obyek yang dalat dijadikan sebagai spesimen
utama dalan pengawetan basah maupun kering merupakan objek biologi yang berukuran
kecil hingga yang berukuran besar. Dan awetan kering seperti yang dikemukakan oleh
Prijono (1999), insektarium adalah awetan serangga dengan bahan pengawet alcohol 96%
dan formalin 5% yang dikemas dalam bentuk koleksi media pembelajaran.
Herbarium dan insektarium sebelum digunakan penelitian terlebih dahulu telah
divalidasi oleh pakar media, sehingga diketahui layaj atau tidak digunakan dalam
penelitian.
Pada praktikum kali ini kita menggunkan alcohol 70% dan formalin sebagai bahan
pengawetan serangga, banyak bahan pengawetan serangga lainnya seperti pendapat
Budiyanto (2003), beberapa bahan pengawet yang dapat digunakan dalam pengawetan
antara lain: formalin, alcohol, (ethil alcohol), resin atau pengawet berupa ekstrak tanamaa.
Bahan-bahan pengawet digunakan mudah dicari, murah dan hasil cukup bagus, meskipun
ada beberapa kelemahan. Alcohol sendiri mengandung seperti pendapat Kurniasih (2008),
alcohol merupakan bahan yang mudah terbakar, bersifat desinfektan dan tidak korosif.
Menurut Afifah (2014), pembuatan preparat awetan insekta dilakukan dengan
terlebih dahulu mematikan serangga dengan cara serangga dimasukkan ke dalam botol
atau toples yang didalamnya telah diletakkan busa berkloroform, sebelumnya diletakkan
pembatas dari kertas yang agak tebal yang telah dibolong-bolong agar serangga tersebut
mati tanpa terkena basahan kloroform. Setelah mati, bagian luar tubuh serangga diolesin
alcohol 70% lalu ditusuk dengan office pin atau jarum pentul, ditancapkan pada
sterofoam.

Pendapat tersebut kita dianjurkan menggunakan alcohol 70% sedangkan alcohol


yang kita gunakan adalah 96% hal tersebut mungkin dikarenakan alcohol 96% merupakan
alcohol yanh sangat kuat dan memiliki bau yang menimbulkan siapa saha yang
menghirupnya akan menjadi pusing karena kita harus memasukkan kapas kedalam alcohol
dan memasukkan kapas tersebut kedalam toples yang terdapat serangga tersebut, semua
tinjauan pustakan pun dianjurkan menggunakan alcohol 70% karena alcohol 70%
bertujuan untuk: seperti pendapat Budiyanto (2003), alcohol 70% sebagai larutan
fiksasidan pengawetan untuk hewan kecil
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum ini adalah terdapat 2 cara pengawetan
serangga yaitu awetan basah dan kering, awetan basah biasanya digunakan
untuk serangga yanh bertubuh lunak dengan cara menuangkan alcohol kapada
serangga tersebur hingga terrendan sedangkan awetan kering biasanya
digunakan untuk awetan yang bertubuh besar dengan cara menggunakan kapas
yang sudah diberi alcohol dan di tempatkan kepada serangga tersebut.

B. Saran
Adapun saran dari praktikum ini adalah sebagai berikut: sebaiknnya
dalam praktikum kali ini menggunakan masker karena bahan yang dibawa
mempunyai bau yang menyengat.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Anik..Ringkasan Biologi. Bandung : Ganeca Exact Bandung


Ardiawan, 2010. Diakses dari http://ardiawan-1990.blogspot.com/2010/10/
koleksi-membuat-herbarium.html. Pada Tanggal 13 April 2011. Pukul
15.00 WIB.
Borror DJ, CA Triplehorn & NF Jhonson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Budiyanto, 2003. Petunjuk Praktikum Vertebrata. Jakarta: Erlangga.
Demirci, B., Gultiken M.E., Karayigit, M.O. dan Atalar, K. 2012. Is Frozen
Taxidermy an Alternative Method for Demonstration of Dermatopaties.
Eurasian Journal of Veterinary Sciences, 28(3)
Desmukh I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Elzinga, R. J. 2000. Fundamentals of Entomology. Minessota: Practice Hall.
Feltwell J. 2001. The Illustrated Encyclopedia of Butterflies. Rochester: Grange
Books
Hayati, 2011. Buku Praktikum Vertebrata. Jakarta: Erlangga.
Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan Vertebrata dan Invertebrata. Surabaya: Sinar
Wijaya.
Jasin, Maskoeri. 1989. Biologi Umum untuk Perguruan Tinggi. Surabaya: Bina
Pustaka Tama.
Kurniasih, Surti. 2008. Penuntun Praktikum Morfologi Tumbuhan. Bogor: Prodi
Biologi FKIP Universitas Pakuan Bogor.
Oktaviana R. 2012. Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu Superfamili Papilionoidea
di Dusun Banyuwindu, Desa Limbangan, Kecamatan Limbangan,
Kabupaten Kendal. Jurnal MIPA 35 (1)
Pratiwi, R. 2006. Bagaimana Mengkoleksi Dan Merawat Biota Laut. Oseana.12,
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai