Anda di halaman 1dari 68

KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH PADA

AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWITDI DESA SIDODADI


KECAMATAN KAMPUNG RAKYAT KABUPATEN
LABUHANBATU SELATANSUMATERA UTARA

SKRIPSI

ERMIJA
120805013

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH PADA
AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWITDI DESA SIDODADI
KECAMATAN KAMPUNG RAKYAT KABUPATEN
LABUHANBATU SELATANSUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar


sarjana sains

ERMIJA
120805013

PROGRAM STUDI SARJANA BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN ORISINALITAS

KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH PADA


AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI DESA
SIDODADIKECAMATAN KAMPUNG RAKYAT KABUPATEN
LABUHANBATU SELATANSUMATERA UTARA

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2018

ERMIJA
120805013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Komposisi Komunitas Makrofauna Tanah Di areal


Perkebunan Kelapa Sawit Di Desa Sidodadi,
Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten
Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara
Kategori : Skripsi
Nama : Ermija
Nomor Induk Mahasiswa : 120805013
Program Studi : Sarjana Biologi
Fakultas : MIPA - Universitas Sumatera Utara

Disetujui di
Medan, April 2018

Komisi Pembimbing:6
Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Nursal, M.Si Drs. H. Arlen Hanel John, M.Si


NIP. 19611090311990031002 NIP. 195810181990031001

Ketua Program Studi

Dr. Saleha Hannum, M.Si


NIP. 197108312000122001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH PADA
AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI DESA SIDODADI
KECAMATAN KAMPUNG RAKYAT KABUPATEN
LABUHANBATU SELATAN SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Keberadaan makrofauna tanah pada areal Perkebunan kelapa sawit di Sumatera


Utara masih terbatas dilaporkan. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari
komposisi komunitas makrofauna tanah dan hubungannya dengan faktor fisika-kimia
tanah pada areal perkebunan kelapa sawit di desa sidodadi kecamatan kampung
rakyat kabupaten labuhanbatu selatan sumatera utara.Penentuan titik sampling
ditentukan menggunakanPurposive Random Samplingdimana pengambilan sampel
makrofauna tanah dilakukan dengan metode Kuadrat dan menyortir/memilahkan
dengan tanganserta Pitfall Trap.Hasil penelitian ditemukan 2 Filum, 6 Kelas, 12
Ordo, 22 Famili, 25 Genus dan 26 spesies. Empat spesiesmakrofauna tanah yang
memiliki nilai KR ≥ 10% dan FK ≥ 25% pada lokasi penelitianyaitu Odontoponera
denticulata, Pontoscolex corethrurus, Aphaenogaster treatae, Monomorium
pharaosis.Makrofauna tanah dengan penyusun komposisi tertinggi yaitu spesies
Odontoponera denticulatapada kedua metode penelitian.

Kata kunci:Komposisi Komunitas, Makrofauna Tanah,Perkebunan Kelapa Sawit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


THECOMMUNITY COMPOSITION MACROFAUNA SOIL AT
PALM OIL PLANTATION AREA IN SIDODADI VILLAGE
KAMPUNG RAKYAT SUBDISTRICT LABUHANBATU SELATAN
DISTRICTNORTH SUMATERA

ABSTRACT

The existence of soil macrofauna in the area of oil palm plantation has not been well
studied yed. Therefore this study was aimed to obseve the composition of soil
macrofauna community from the area at Sidodadi Village, Subregency of Kampung
Rakyat, Subdistrict Labuhanbatu Selatan, District north sumatera.The sampling
points of this study were determined using purposive Random sampling where
sampling of soil soil macrofauna is done with quadratic and hand-sorting and pitfall
trap methods. The results showed 2 phyllum, 6 classes, 22 families, 25 genus, and 26
species. There were four soil macrofauna spesies with Relative density (RD) >10%
and Frequency of Attendance (FA) > 25% at the research sites those Odontoponera
denticulata, Pontoscolex corethrurus, Aphaenogaster treatae, Monomorium
pharaosis. Soil macrofauna with the composition from species Odontoponera
denticulata in both studies.

Keywords : Community Composition,Palm Oil Plantation, Soil Macrofauna.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGHARGAAN

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
skripsi ini yang berjudul “Komposisi Komunitas Makrofauna Tanah Pada Areal
Perkebunan Kelapa Sawit Di Desa Sidodadi, Kecamatan Kampung Rakyat,
Kabupaten Labuhanbatu Selatan Sumatera Utara”.
Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik karena
bantuan serta dukungan dari beberapa pihak. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta
Ayahhanda Damaren dan Ibunda Asmawati yang senantiasa memberikan doa, kasih
sayang, nasehat, motivasi, dan dukungan moril maupun materi kepada penulis.
Terima kasih kepada adik-adik tercinta Candra, Risky Rahmad, dan Safnizal yang
telah memberikan semangat dan keceriaan kepada penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs.
H. Arlen Hanel John, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Nursal, M.Si
selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan banyak bimbingan, masukan,
motivasi dengan penuh kesabaran dari awal hingga akhir skiripsi ini. Terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Erni Jumilawaty M.Si selaku dosen penguji I
dan Ibu Dr. Etti Sartina Siregar, M.Si selaku dosen penguji II yang telah memberikan
banyak saran dan arahan demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Dra. Nunuk Priyani M.Sc selaku Penasehat Akademik yang
telah memberikan bimbingan dan saran selama perkuliahan. Terima kasih kepada Ibu
Dr. Saleha Hannum, M.Si dan Bapak Riyanto Sinaga, S.Si, M.Si selaku ketua dan
Sekretaris serta seluruh staf dosen dan pegawai (Kak Ros, Bang Ewin, Kak Siti dan
kak Piya) Departemen Biologi FMIPA USU atas semua bantuan yang diberikan
kepada penulis selama perkuliahan.
Terima kasih kepada seluruh teman-teman seperjuangan: Risda, Dina, Roita,
Mita, Yudi, Ihsan, Tirta, Kinah, Rika, Iyan, Diana, Aisyah yang telah banyak
membantu penulis. Terima kasih juga kepada teman-teman stambuk 2012 (AOC)
yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Terima kasih penulis sampaikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kepada kakak Asuh Farah Dwi Larasati beserta adik asuh Ririn Puspita adik-adik
stambuk 2014 terkhusus Zumi, Febri, Rara namira, Ica masnur, dicky, Ummu,
Rahmi, 2015 terkhusus Nuri Ramadhani, Mayura Salsabilla, Lily, ayu, bayti, reni.
atas bantuan, doa dan dukungan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.
Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan
dalam penulisan skripsi ini. Akhir kata semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan. Aamiin Ya Robbal Alaamiin.

Medan, April 2018

Penulis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
PENYATAAN ORISINALITAS I
PENGESAHAN SKRIPSI ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
PENGHARGAAN v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan 3
1.4 Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Komposisi Komunitas 4
2.2 Fauna Tanah 5
2.3 Makrofauna Tanah 7
2.4 Ekologi Makrofauna Tanah 8
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Makrofauna
9
Tanah
2.5.1 Kelembaban Tanah 9
2.5.2 Suhu/Temperatur Tanah 9
2.5.3 Keasaman (pH) Tanah 10
2.5.4 Kadar Air Tanah 11
2.5.5 Kadar Organik Tanah 12
2.5.6 Organisme Hidup 13
2.5.7 Tumbuhan dan Fauna lainnya 13
2.6 Peranan Makrofauna Tanah 14

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 16
3.2 Deskripsi Area 16
3.3 Alat dan Bahan 17
3.4 Metode Penelitian 17
3.4.1 Metode Kuadrat dan Hand Sorting 17
3.4.2 Metode Pitfall Trap 17
3.4.3 Identifikasi Sampel Makrofauna Tanah 18
3.5 Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Tanah 18
3.5.1 Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Tanah di
19
Lapangan: pH, Kelembaban Tanah dan Suhu Tanah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.5.2 Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Tanah di
Laboratoruim: Penentuan Kadar Air Tanah, Kadar 19
N, P, K, dan C-Organik
3.6 Analisis Data 20

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Makrofauna Tanah yang Didapatkan 21
4.2 Kepadatan dan Kepadatan Relatif Makrofauna Tanah 31
4.3 Frekuensi Kehadiran dan Konstansi Makrofauna Tanah 34
4.4 Indikator Biotik 36
4.5 Komposisi Makrofauna Tanah pada Lokasi Penelitian 38

BAB 5 KESEMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 40
5.2 Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 41
LAMPIRAN 45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel
4.1.1 Makrofauna Tanah yang Ditemukan pada Areal Perkebunan 22
Kelapa Sawit di Desa Sidodadi Kecamatan Kampung Rakyat
Kabupaten Labuhanbatu Selatan Sumatera Utara
4.1.2 Klasifikasi dan Deskripsi Makrofauna Tanah yang ditemukan 24
pada Lokasi Penelitian
4.2 Nilai Kepadatan (Individu/meter2) dan Kepadatan Relatif (%) 32
Makrofauna Tanah yang Terdapat Pada Lokasi Penelitian
4.3 Nilai Frekuensi Kehadiran (%) dan Konstansi Makrofauna 32
Tanah
4.4 Indikator Biotik 36
4.5 Komposisi Makrofauna Tanah yang Terdapat pada Lokasi 38
Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar
3.2.1 Areal Perkebunan Kelapa Sawit PT. SupraMatra Abadi 16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


Lampiran
1 Peta Lokasi Labuhanbatu Selatan 45
2 Penempatan Plot Lokasi Sampling 46
3 Nilai Faktor Fisika Kimia Tanah yang Terdapat pada 47
Lokasi Penelitian
4 Contoh Perhitungan 49
5 Jenis dan Jumlah Makrofauna Tanah yang Ditemukan 50
pada Lokasi Penelitian
6 Foto Alat dan Bahan 52
7 Foto Kerja 53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman kelapa sawit dibudidayakan pada tahun 1911 di Aceh dan Sumatra
Utara oleh Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia. Kelapa sawit merupakan
salah satu tanaman perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian
nasional, terutama sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa
negara. Pada tahun 2007 perkebunan kelapa sawit menyediakan lapangan kerja dan
sumber pendapatan sekitar 3,3 juta kepala keluarga petani, serta memberikan
sumbangan devisa sebanyak US$6,20 miliar (Agus et al.,2009).
Saat ini Indonesia adalah pemilik terluas kebun kelapa sawit dan penghasil
Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia yang sebagian besar harus diekspor karena
konsumsi dalam negeri jauh lebih rendah dari pada hasil produksi. Sejak tahun 2006
Indonesia sudah menjadi penghasil CPO terbesar di dunia (Wahyunto et al.,
2013)Pada tahun 2010, Indonesia merupakan negara terluas yang pemilik
perkebunan kelapa sawit dengan luas 8 juta ha (Rianto et al., 2012). Dalam rentang
tahun 2004-2014 terjadi laju peningkatan luas areal tanaman kelapa sawit sebesar
7,67%. Sedangkan produksi kelapa sawit meningkat rata-rata 11,09% pertahun.
Tahun 2014, luas areal kelapa sawit telah mencapai 10,9 juta ha dengan produksi
29,3 juta ton CPO (Dirjerbun, 2014).
Keberhasilan perkebunan kelapa sawit ikut ditentukan oleh sistem
pengolahan lahan dan keberadaan fauna tanah pada areal tersebut. Fauna tanah
merupakan bagian ekosistem tanah yang ikut berperan dalam proses dekomposisi
bahan organik, pembentukan aerasi dan drainase melalui aktivitas hidupnya didalam
tanah (John, 1998).
Selanjutnya Handayanto dan Hairiah (2009) bahwa fauna tanah merupakan
bagian penting dalam ekosistem, termasuk ekosistem pertanian dan perkebunan,
karena tanah terlibat dalam berbagai proses antara lain degradasi bahan
organik,mineralisasi unsur hara, memperbaiki unsur hara, struktur tanah, dan
mencampurkan bahan organik dengan tanah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Fauna tanah berperan aktif dalam menguraikan bahan organik sehingga dapat
mempertahankan dan mengembalikan produktivitas tanah dengan didukung faktor
lingkungan disekitarnya (Thamrin dan Hanafi, 1992).
Keberadaan fauna tanah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti,
suhu tanah, pH tanah, kadar air tanah, kelembaban tanah, ketersediaan makanan,
kualitas bahan organik dan habitatnya (Suhardjono, 1997, Suin 1997, Yulipriyanto,
2010). Beberapa jenis fauna tanah, diantaranya makrofauna tanah dapat digunakan
sebagai petunjuk (bioindikator) terhadap kesuburan tanah di suatu lahan pertanian
(Suhardjono, 1992).
Makrofauna tanah mempunyai peran yang sangat beragam dalam habitatnya.
Pada ekosistem tanah, keberadaannya dapat bersifat positif (menguntungkan)
maupun negatif (merugikan). Pada satu sisi Makrofauna tanah berperan menjaga
kesuburan tanah melalui perombakan bahan organik, distribusi hara peningkatan
aerasi tanah dan sebagainya, tetapi pada sisi lain juga dapat berperan sebagai hama
berbagai jenis tanaman tumbuhan budidaya. Dinamika populasi berbagai jenis
makrfauna tanah menentukan peranannya dalam mendukung produktivitas ekosistem
binaan. Dinamika populasi makrofauna tanah tergantung pada faktor lingkungan
yang mendukung nya, baik berupa sumber makanan, kompetitor, predator maupun
keadaan lingkungan fisika-kimianya (Sugiyarto et al., 2007).
Mengingat pentingnya peran fauna tanah dalam menjaga keseimbangan
ekosistem tanah dan masih relatif terbatasnya informasi mengenai keberadaan fauna
tanahmakadilakukanpenelitiandenganjudul“Komposisi Komunitas Makrofauna
Tanah Pada Areal Perkebunan Kelapa Sawitdi Desa Sidodadi, Kecamatan Kampung
Rakyat, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, SumateraUtara”.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan peningkatan produktivitas lahan pertanian, termasuk perkebunan
Kelapa sawit, diperkirakan tingkat pH tanah pada areal penelitian memiliki pHnetral,
sehingga sangat mempengaruhi komposisi makrofuana tanah. Sampai saat ini belum
diketahui bagaimana Komposisi Komunitas makrofauna tanah pada areal
Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Sidodadi, Kecamatan Kampung Rakyat,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara, sehingga perlu dilakukan kajian
awal tentang komposisi makrofauna tanah yang terdapat pada perkebunan ini.

1.3 Tujuan
Untuk menganalisis komposisi komunitas makrofauna tanah dan
hubungannya dengan faktor fisika-kimia tanah pada areal perkebunan kelapa
sawit di desa sidodadi kecamatan kampung rakyat kabupaten labuhanbatu selatan
sumatera utara.

1.4 Manfaat
Manfaatdaripenelitianiniadalahuntukmengetahuitentangkomposisi komunitas
makrofauna tanah pada areal di perkebunan Kelapa Sawit Didesa
SidodadiKecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera
Utara dandapatdigunakansebagaiinformasidanreferensibagipenelitiselanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Komposisi Komunitas
Komposisi adalah susunan atau penyusun dalam suatu populasi organisme
yang berpengaruh dalam kehidupan organisme meliputi habitat, ketersediaan
makanan, dan lingkungannya. Komunitas adalah sistem kehidupan bersama dari
sekelompok populasi organisme yang saling berhubungan dan saling pengaruh
mempengaruhi satu dengan yang lainnya dan berkaitan pula dengan kondisi
lingkungan hidupnya(Suin, 2002).Dalam komunitas organisme hidup saling
berhubungan atau berinteraksi secara fungsional. Komposisi organisme penyusun
komunitas yang menempati suatu daerah dapat ditulis berupa nama jenis
penyusunnya, dan biasanya disusun dalam bentuk tabel. Dalam komunitas organisme
hidup saling berhubungan atau berinteraksi secara fungsional. Semua jenis
organisme yang ditemukan pada lokasi penelitian dilaporkan termasuk jenis yang
jarang. Komposisi organisme penyusun komunitas, organisme yang jarang
kepadatannya bisa digunakan sebagai indikator dalam lokasi penelitian.
Sugiyarto (2002) menjelaskan bahwa komposisi komunitas makrofauna tanah
dan fungsi ekosistem menunjukkan hubungan yang sangat kompleks dan belum
banyak diketahui dengan pasti. Walaupun telah banyak dilaporkan bahwa penurunan
struktur komunitas dan perubahan peran makrofauna tanah terjadi akibat perubahan
sistem penggunaan lahan seperti hutan yang beralih fungsi menjadi
pertanian/perkebunan.
Tanah merupakan suatu bagian dari ekosistem teresterial yang di dalamnya
dihuni oleh banyak organisme yang disebut biodiversitas tanah. Biodiversitas
tanahsangat berperan dalam mempertahankan sekaligus meningkatkan fungsi tanah
untuk menopang kehidupan di dalam dan diatasnya. Pemahaman tentang
biodiversitas tanah masih sangat terbatas, baik dari segi taksonomi maupun fungsi
ekologinya (Hagvar, 1998).
Bagi ekosistem darat, tanah merupakan titik pemasukan sebagian besar bahan
ke dalam tumbuhan. Melalui akar-akarnya tumbuhan menyerap air, nitrat, fosfat,
sulfat, kalium, tembaga, seng dan mineral esensial lainnya. Dengan semua ini,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tumbuhan mengubah karbon dioksida (dimasukkan melalui daun) menjadi protein,
karbohidrat, lemak, asam nukleat dan vitamin yang dari semuanya itu tumbuhan dan
semua heterotrof bergantung. Bersamaan dengan suhu dan air, tanah merupakan
penentu utama dalam produktivitas bumi (Kimball, 1999).
Tekstur, struktur, salinitas dan kemasaman tanah serta kandungan unsur hara
sangat mempengaruhi keragaman fungsional tanah (BIS, 2010). Pada tanah
bertekstur lempung dan liat sedang akan cocok untuk pertumbuhan cacing dan
organisme tanah. Sebaliknya pada tanah bertekstur pasir yang memiliki kapasitas
menahan air rendah tidak cocok untuk pertumbuhan organisme tanah. Kadar garam
(salinitas) tanah yang lebih tinggi pada bagian dekat permukaan tanah akan
menyebabkan “stress” pada organisme tanah. Namun demikian tingkat sesitivitas
terhadap kadar garam berbeda-beda diantara spesies yang berbeda.
Kualitas tanah umumnya ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah. Untuk
menentukan kualitas tanah secara kimia perlu dilakukan analisa kimia yang biayanya
relatif mahal. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas
tanah dengan biaya relatif murah, tetapi cepat dan akurat, adalah dengan
mengunakan organisme dalam tanah sebagai bioindikator (Paoletti et al.,1991).
Proses dekomposisi bahan organik dalam tanah akan melepaskan unsur-unsur
yang dapat langsung digunakan oleh tumbuhan dan organisme lainnya. Sisa-sisa
bahan organik dalam tanah akan membentuk humus yang menentukan kualitas dan
kesuburan tanah (BIS, 2010).

2.2 Fauna Tanah


Fauna tanah adalah semua fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup
dipermukaan tanah maupun yang hidup di dalam tanah, sebagian atau seluruh siklus
hidupnya berlangsung di dalam tanah, serta dapat berasosiasi dan beradaptasi dengan
lingkungan tanah (Wallwork, 1970).
Menurut Suin (2012) pengelompokan fauna tanah juga dapat dikelompokkan
atas dasar habitatnya. Berdasarkan habitatnyahewan tanah ada yang digolongkan
menjadi 3 bagianberikut:
1. Epigeonyaituhewanhidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan dipermukaan tanah.
2. Hemiedafonyaituhewan yang hidup pada lapisan organik tanah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Euedafonyaituhewan yang hidup pada tanah lapisan mineral.
SelanjutnyaSuin (1989) berdasarkan ukuran tubuhnya fauna tanah dibagi
menjadi 3 bagian yaitu:
a. Mikrofauna adalah hewan yang mempunyai ukuran tubuhnya berkisar dari 20
sampai 200 mikron. Contoh: Protozoa, Nematoda yang menjadi mikropredator
bagi mikroorganisme lain serta menjadi parasit pada tanaman.
b. Mesofauna adalah hewan yang mempunyai ukuran tubuh berkisar antara 200
mikronsampai 1 cm. Contoh: Mikro arthropoda, Collembola, Acarina, Termintes,
Olgochaeta, dan Enchytraeidae yang menjadi pengurai utama serasah atau bahan
organik lain.
c. Makrofauna adalah hewan yang mempunyai ukuran tubunya lebihdari 2 mm,
yang terdiri dari herbivora (pemakan tanaman), dan karnivora (pemakan hewan
kecil). Contoh: Arthropoda, yaitu Crustacea seperti kepiting, Chilopoda seperti
kelabang, Diplopoda seperti kaki seribu, Arachnida seperti laba-laba,
kalajengking, dan serangga (Insekta), seperti kumbang, lalat, rayap, jangkrik,
lebah, semut, serta hewan-hewan kecil lain yang bersarang dalam tanah.
Menurut Wallwork (1970) dan Hole (1981), berdasarkan kehadirannya fauna
tanah terbagi menjadi beberapa kelompok berikut:
a. Transient yaitu fauna tanah yang meletakkan telur dan kepompongnya didalam
tanah, tetapi ketika masuk tahap kehidupan yang aktif tidak lagi berada di dalam
tubuh tanah. Contohnya adalah Bradybaena similaris.
b. Temporaryyaitu fauna tanah yang awal kehidupannya aktif di dalam tanah,
sedangkan kehidupan selanjutnya berada di luar tanah. Contohnya adalah larva
dari Tipula sp.
c. Periodicyaitu fauna tanah yang sering sekali keluar masuk tanah. Contohnya
adalah Euborelia sp.
d. Permanentadalah fauna tanah yang seluruh siklus hidupnya berlangsung di dalam
tanah. Contohnya adalah Collemboladan Acarina.
Wallwork (1970) membagi fauna tanah berdasarkan sifat makannya menjadi
beberapa kelompok atau golongan berikut:
a. Carnivore, yaitu predator (Carabidae, Pselaphidae, Scydmaenidae,
kumbangStaphylinidae, tungau Mesostigmata dan Prostigmata, laba-laba,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kalajengking,lipan, Nematodaserta Mollusca) dan binatang parasit
(Ichneumonidae,Diptera parasit dan Nematoda).
b. Phytophagous, yaitu fauna pemakan tumbuhan (Molluscadan larva Lepidoptera),
fauna pemakan akar tanaman (Nematodaparasit tanaman, Symphylidae, larva
Diptera, Coleoptera, Lepidoptera, Molluscadan Orthopterapelubang) serta fauna
pemakan kayu (rayap, larva kumbang dan tungau Pthiracaroidae).
c. Saprophagousyaitu fauna pemakan tanaman mati dan bahan organik yangbusuk
(Lumbricidae, Enchytraeid, Isopoda, Milipedes, tungau, Collemboladan
serangga). Beberapa dari mereka juga merupakan pemakan feses(coprophages),
pemakan kayu (xylophages) dan pemakan bangkai(necrophages) yang seringkali
disebut sebagai detritivor.
d. Microphytic-feedersyaitu fauna pemakan jamur, alga, lichens dan
bakteri,misalnya tungau Saprophagous, Collembolaserta serangga pemakan
fungi.
e. Miscellaneous-feedersyaitu fauna pemakan tanaman atau hewan,
misalnyaNematoda, tungau Cryptostigmata,Collembola, larva Dipteradan
larvaColeoptera.

2.3 Makrofauna Tanah


Salah satu organisme tanah adalah fauna yang termasuk dalam kelompok
makrofauna tanah yang memiliki ukuran panjang tubuh >2 mm, terdiri dari
miliopoda, isopoda, insekta, moluska dan cacing tanah (Wood, 1989).
Makrofauna tanah terdiri dari kelompok herbivora (pemakan tanaman) dan
karnivora (pemangsa hewan-hewan kecil). Herbivora meliputi Annelida seperti
cacing, Mollusca seperti bekicot dan keong. Arthropoda meliputi Crustacea seperti
kepiting dan Diplopoda seperti kaki seribu. Karnivora meliputi Arachnida seperti
laba-laba, kutu, kalajengking dan Chilopoda seperti kelabang. Insecta meliputi
belalang, kumbang, rayap, lalat, jangkrik, lebah dan semut. makrofauna tanah
sebagai fauna-fauna besar penghuni tanah yang dapat dibedakan menjadi: fauna-
fauna besar pelubang tanah, cacing tanah, Arthropoda dan Molusca (Hanafiah et al.,
2005).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4Ekologi Makrofauna Tanah
Fauna tanah khususnya makrofauna tanah merupakan salah satu komponen
tanah. Kehidupan makrofauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena
keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis makrofauna tanah di suatu daerah
sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain, keberadaan
dan kepadatan populasi makrofauna tanah di suatu daerah sangat tergantung pada
faktor lingkungan abiotik maupun biotik (Yulipriyanto, 2010).
Kemampuanhewantanahuntukberadaptasidenganlingkungannyamerupakansal
ahsatufaktorpenyelamatuntukmelestarikanspesieshewantanahdariseleksialamiah.
Kerapatan populasi suatu spesies ditemukan oleh dua faktor seleksi yaitu seleksi
realitas laju pertambahan alamiah dan seleksi kapasitas dukung lingkungan
(Hanafiahetal., 2014).
Kehidupanhewantanahkhususnyamakrofaunatanahsangattergantungpadahabit
atnya, karenakeberadaandankepadatanpopulasisuatujenismakrofaunatanah di
suatudaerahsangatditentukankeadaandaerahitu.Denganperkataan lain
keberadaandankepadatansuatujenismakrofaunatanah di
suatudaerahsangattergantungdarifaktorlingkungan, yaitulingkungan
abiotikdanlingkunganbiotik (Suin, 1989).Selanjutnya Adianto (1993) menyatakan
bahwa apabila didapatkan cacing tanah yang bersifat karakteristik, yaitu yang
memiliki nilai KR > 10% dan FK > 25% pada suatu areal dapat digunakan sebagai
petunjuk secara biologis bahwa tingkat kesuburan tanahnya baik. Selanjutnya
dijelaskan bahwa organisme sebagai bioindikator kualitas tanah bersifat sensitif
terhadap perubahan, mempunyai respon spesifik dan ditemukan melimpah di dalam
tanah.
Peran tumbuhan dalam mengatur rantai makanan pergerakan nutrisi dari satu
jenis organisme ke jenis lainnya juga dijumpai dipermukaan tanah. Serasah tanaman
(litter fall) dan tanaman mati menyumbangkan sisa tanaman yang sangat besar di
permukaan tanah. Fauna tanah seperti Arthropoda dan cacing tanah meningkatkan
efisiensi dekomposisi sisa tanaman tersebut dengan meningkatkan distribusi sisa
makanan (Handayanto dan Hairiah, 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Makrofauna Tanah
Kehidupan hewan tanah sangat bergantung pada habitatnya, karena
keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat
ditentukan keadaan daerah itu. Dengan perkataan lain, keberadaan dan kepadatan
populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor
lingkungan yaitu lingkungan abiotik dan biotik (Sutedjo et al., 1996).
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kehadiran makrofauna tanah
diantaranya adalah kelembaban tanah, suhu atau temperatur tanah, pH tanah, kadar
air tanah, kadar organik tanah, Organisme hidup, dan tumbuhan dan fauna lainnya.

2.5.1 Kelembaban Tanah


Kelembaban tanah terjadi akibat kandungan air setempat yang tinggi. Air
dalam tanah tergantung pada keadaan tekstur dan struktur, semakin halus liat tanah
semakin besar air yang dapat diikat oleh tanah liat. (Sutedjo et al., 1987) .
Menurut Anggraini et al. (2005) dalam Peritika (2010)kelembaban tanah
menggambarkan kandungan uap air di tanah yang merupakan faktor ekologis yang
penting karena mempengaruhi aktivitas organisme dan membatasi penyebarannya.
Kelembaban tanah penting untuk diketahui karena dengan mengetahui kelembaban
tanah dapat diketahui seberapa besar jumlah atau kandungan uap air yang berada di
dalam tanah. Hasil pengukuran kelembababan tanah yang baik untuk kehidupan
makrofauna tanah berkisar antara 50-75%.

2.5.2 Suhu/Temperatur Tanah


Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan
kehadiran dan kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan
menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih
rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu
tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung
musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan
keadaan tanah (Suin, 2006).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kehidupan makrofauna tanah juga ikut ditentukan oleh suhu tanah. Suhu
tanah yang ekstrim dapat mematikan makrofauna tanah. Selain itu suhu tanah juga
mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi serta metabolisme makrofauna tanah. Suhu
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme tanah antara
15ºC-25ºC (Odum, 1996).
Hasil penelitian Edward dan Better (1992) menunjukkan bahwa suhu
optimum untuk pertumbuhan makrofauna tanah berkisar antara 15–25ºC. Suhu
berpengaruh terhadap aktivitas, pertumbuhan, metabolisme, respirasi dan
reproduksinya.
Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan
kehadiran dan kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan
menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Suhu yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme tanah antara 15ºC-
25ºC(Handayanto,2009).
Menurut Yuliprianto (2010) menyatakan bahwa pada daerah dimana variasi
musimnya sangat kuat sering dihadapi terutama pada temperatur. Kisaran temperatur
yang ideal kurang lebih pada 15-20ºC (didaerah tropis tentu lebih tinggi).
Menurut Hanafiahet al. (2005) bahwa temperatur sangat mempengaruhi
aktivitas mikrobial tanah. Aktivitas ini sangat terbatas pada temperatur di bawah
10ºC, laju optimum aktifitas biota tanah yang menguntungkan terjadi pada suhu 15-
30ºC. Wallwork (1970)dalam Rahmawaty (2004)besarnya perubahan gelombang
suhu dilapisan jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari
yang jatuh pada permukaan tanah. Dwiastuti (2011) menambahkan bahwa suhu
optimum untuk organisme tanah berkisar antara 15 - 25ºC. Pada suhu yang terlalu
tinggi organisme tanah akan berhenti makan untuk mengurangi pengeluaran air.

2.5.3 Keasaman (pH) Tanah


Keasaman tanah sangat mempengaruhi keberadaan dan kepadatan fauna
tanah. Fauna tanah ada yang memilih hidup pada tanah yang pHnya asam dan ada
pula yang hidup pada pH basa.Fauna yang memilih hidup pada pH tanah yang asam
disebut fauna tanah golongan asidofil, yang memilih hidup pada tanah yang basa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


disebut fauna tanah golongan kalsinofil.Untuk golongan yang dapat hidup pada tanah
yang asam dan basa disebut dengan fauna tanah golongan indifferen (Suin, 2006).
Keasaman (pH) tanah berpengaruh terhadap kehidupan dan kegiatan
makrofauna tanah karena makrofauna tanah sangat sensitif terhadap pH tanah
sehingga hal tersebut menjadi salah satu faktor pembatas.Akan tetapi toleransi
makrofauna tanah terhadap pH umumnya bervariasi tiap spesies.Organisme tanah
tumbuh paling baik pada pH sekitar netral. Kisaran pH tanah yang ideal untuk
kehidupan makrofauna tanah adalah 6-7,2. Meskipun pengaruh pH terhadap
organisme tanah lebih bersifat tidak langsung seperti halnya tanaman, sebagian besar
organisme tanah tidak tumbuh baik pada pH rendah. Oleh karena itu, beberapa
aktivitas penting terkait dengan ketersediaan hara yang dilakukan oleh organisme
tanah, seperti penambahan N, nitrifikasi dan perombakan bahan-bahan organik
secara tidak langsung juga akan terhambat oleh pH rendah (Rukmana, 1999;
Maft’uah et al., 2005).
pH tanah menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman dan
umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman besar pada pH tanah sekitar nertal
(7), karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air
(Hardjowigeno, 2007).Hou et al. (2005)dalam Riyani (2014) menjelaskan bahwa
makrofauna tanah menyukai tanah dengan pH yang berkisar 6,5-7,5. Keasaman tanah
pada umunya dapat mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan metabolisme.
Keasaman tanah sangat mempengaruhi populasi dan aktivitas makrofauna tanah
sehingga menjadi faktor batas penyebaran dan juga kenakeragamannya.

2.5.4 Kadar Air Tanah


Kadar air tanah sangat erat hubungannya dengan populasi makrofauna tanah.
Hal ini dikarenakan tubuh makrofauna tanah mengandung air, oleh karena itu kondisi
tanah yang kering dapat menyebabkan tubuh makrofauna tanah kehilangan air dan
hal ini merupakan masalah yang besar bagi kelangsungan hidupnya (Lee,
1985).Kadar air dalam tanah berfungsi sebagai pelarut unsur hara dalam tanah
sehingga dimungkinkan makrofauna tanah membutuhkan kadar air yang tinggi
(Hakim et al., 1986).Untuk pertumbuhan yang baik atau optimum bagi tanaman
diperlukan suatu keadaan taat air yang baik dan seimbang sehingga akar tanaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan mudah akan menyerap unsur hara. Tata air dan udara yang baik ini adalah
jika pori terisi air minimum 10%dan pori terisi udara minimal 10% atau lebih. Air
tanah merupakan salah satu bagian penyusun pada tanaman. Air tanah hampir
seluruhnya berada pada udara atau atmotsfer (Kemas, 2007).Tanah yang kadar airnya
rendah jenis hewan tanah yang hidup sangat berbeda dengan hewan tanah yang hidup
pada tanah yang kadar airnya tinggi (Suin, 1997).
Kandungan air di dalam tanah menunjukkan hubungan yang berpengaruh
dalam keberadaan organisme tanah. Hal ini disebabkan karena peningkatan
kandungan air tanah dapat mengurangi kandungan udara yang berada di dalam tanah.
Kandungan air di dalam tanah yang baik untuk hidup dan perkembangbiakan
organisme tanah berkisar antara 30,25-50,15%. Berbagai jenis organisme tanah yang
mengambil oksigen langsung dari udara tidak akan beradaptasi pada lingkungan
tanah dengan kandungan air yang tinggi. Sebaliknya makrofauna tanah yang mampu
mengambil oksigen dari air akan mendominansi kehidupan pada habitatnya tersebut
(Hanifah, 2004).
Kapasitas kandungan air tanah maksimum adalah jumlah air maksimal yang
dapat ditampung oleh tanah setelah hujan turun dengan sangat lebat atau besar.
Semua pori-pori tanah baik makro maupun mikro, dalam keadaan terisi oleh angin
sehingga tanah menjadi jenuh dengan air. Jika terjadi penambahan air lebih lanjut,
maka akan terjadi penurunan air gravitasi yang bergerak lurus terus kebawah. Pada
keadaan ini air tanah ditahan oleh tanah dengan kandungan atau kekuatan Pf = 0 atau
0 atm (Notohadiprawiro, 1994).

2.5.5 Kadar Organik Tanah


Bahan organik tanah sangat menentukan kepadatan organisme tanah
diantaranya makrofauna tanah. Bahan organik tanah merupakan sisa-sisa tumbuhan,
hewan dan organisme tanah lainnya baik yang telah terdekomposisi maupun yang
sedang terdekomposisi. Fauna tanah golongan saprovora hidupnya tergantung pada
sisa daun yang jatuh. Komposisi dan jenis serasah daun itu menentukan jenis fauna
tanah yang hidup disana (Suin, 1997).Hasil pengukuran N total tanah yang
menunjukkan tanah yang dibudidaya dengan pertanian organik mengandung N total
lebih banyak meskipun peningkatannya tidak secara mencolok. N total secara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


optimum berkisar antara 0,20-0,23. Peningkatan N total berasal dari mineralisasi
bahan-bahan organik yang ditamabahkan dalam pertanian organik, sistem pertanian
non organik N ditambahkan dalam bentuk pupuk N. Ternyata penambahan pupuk N
dalam tanah tidak mesti diikuti peningkatan kandungan N total dalam tanah. Hal ini
karena lebih banyak N yang hilang terangkut hasil panen, melalui pelindian atau
penguapan. Sistem pertanian organik juga dapat memperbaiki sifat fisik-kimia tanah
dengan peningkatan N total, P tersedia, K tukar yang lebih baik sehingga
berpengaruh pada keseimbangan nutrisi yang tercukupi (Utami dan Handayani,
2003).

2.5.6 Organisme Hidup


Organisme hidup itu meliputi flora dan fauna tanah yang bersifat
mikroskopik dan kegiatan hidupnya terpusatkan pada kandungan tanah yang berupa
bunga tanah dan yang sering sangat peka terhadap perubahan-perubahan kondisi
lingkungannya yang terbatas. Organisme hidup itu mempunyai arti penting dalam
memlihara keseimbangan ekologi dan kehidupan di bumi. Organisme itu juga
menyebabkan berbagai zat hara esensial bagi tumbuhan tinggi, termasuk nitrogen
dalam bentuk yang langsung dapat digunakan(Widyawati, 2013).
Faktor lingkungan biotik bagi makrofauna tanah adalah organisme lain yang
terdapat di habitatnya seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan dan golongan fauna
lainnya. Pada komunitasnya, jenis-jenis organisme tersebut saling berinteraksi antara
satu dengan lainnya. Interaksi tersebut dapat berupa netralisme, kompetisi, predasi,
parasitisme, mutualisme, dan komensalisme (Hariyanto et al., 2008).

2.5.7 Tumbuhan dan Fauna Lainnya


Faktor lingkungan biotik bagi makrofauna tanah adalah organisme lain yang
terdapat di habitatnya seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan dan golongan fauna
lainnya. Pada komunitasnya, jenis-jenis organisme tersebut saling berinteraksi antara
satu dengan lainnya. Interaksi tersebut dapat berupa netralisme, kompetisi, predasi,
parasitisme, mutualisme, komensalisme dan amensalisme (Hariyanto et al., 2008).
Salah satu jenis interaksi biotik adalah kompetisi untuk memperoleh makanan
dan habitat yang terbatas. Interaksi jenis kedua adalah predasi oleh organisme yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lebih besar seperti nematoda dan kutu. Interaksi jenis ketiga adalah mutualisme,
interaksi menguntungkan bagi kedua belah pihak seperti mikoriza pemfiksasi
nitrogen simbiotik dan mikroorganisme yang hidup dalam saluran pencernaan cacing
tanah (Yulipriyanto, 2010).
Peran tumbuhan dalam mengatur rantai makanan pergerakan nutrisi dari satu
jenis organisme ke jenis lainnya juga dijumpai pada permukaan tanah. Serasah
tanaman (litter fall) dan tanaman mati menyumbangkan sisa tanaman yang sangat
besar di permukaan tanah. Fauna tanah seperti Arthropoda dan cacing tanah
meningkatkan efisiensi dekomposisi sisa tanaman tersebut dengan meningkatkan
distribusi sisa makanan (Handayanto dan Hairiah, 2009).

2.6Peranan Makrofauna Tanah


Makrofauna tanah sangat besar peranannya dalam proses dekomposisi, aliran
karbon, redistribusi unsur hara, siklus unsur hara, dan pembentukan struktur tanah
karena senyawa-senyawa organik yang dihasilkannya. Biomasa cacing tanah telah
diketahui merupakan bioindikator yang baik untuk mendeteksi perubahan pH,
keberadaan horison organik, kelembaban tanah dan kualitas humus. Rayap berperan
dalam pembentukan struktur tanah dan dekomposisi bahan organik (Anderson,
1994).
Makrofauna tanah mempunyai peran yang sangat beragam. Pada ekosistem
binaan, keberadaannya dapat bersifat positif (menguntungkan) maupun negatif
(merugikan) bagi sistem budidaya. Pada satu sisi makrofauna tanah berperan
menjaga kesuburan tanah melalui perombakan bahan organik, distribusi hara,
meningkatkan aerasi tanah dan sebagainya, tetapi pada sisi lain juga dapat berperan
sebagai hama berbagai jenis tanaman budidaya. Dinamika populasi berbagai jenis
makrofauna tanah menentukan perannya dalam mendukung produktivitas ekosistem.
(Sugiyartoet al., 2007).
Salah satu peranan makrofauna tanah adalah untuk mengubah bahan organik,
baik yang masih segar maupun setengah segar atau sedang melapuk, sehingga
menjadi bentuk senyawa lain yang bermanfaat bagi kesuburan tanah (Buckman dan
Brady, 1982).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Suin (2006) menyatakan bahwa makrofauna tanah juga berperan
memperbaiki aerasi tanah dengan cara menerobos tanah sedemikian rupa sehingga
pengudaraan tanah menjadi lebih baik.
Organisme yang berkedudukan di dalam tanah diantaranya makrofauna tanah
sanggup mengadakan perubahan-perubahan besar di dalam tanah, terutama di lapisan
tanah bagian atas (top soil). Pada lapisan ini terdapat akar-akar tanaman serta bahan
makanan yang cukup mudah diperoleh sehingga akar-akar tanaman yang mati
dengan cepat dapat dibusukkan oleh fungi, bakteri, dan golongan-golongan
organisme lainnya (Sutedjo et al., 1996).
Struktur komunitas makrofauna tanah dan fungsi ekosistem menunjukkan
hubungan yang sangat kompleks dan belum banyak diketahui dengan pasti. Telah
banyak dilaporkan bahwa penurunan struktur komunitas dan perubahan peran
makrofauna tanah terjadi akibat perubahan sistem penggunaan lahan seperti hutan
yang beralih fungsi menjadi pertanian (Sugiyarto, 2000).
Makrafauna yang berpotensi sebagai bioindikator kualitas tanah adalah
populasi cacing, biomassa cacing, populasi semut dan Polydesmidae (milipida).
Populasi cacing tanah, semut dan milipida berhubungan positif dengan pH. Cacing
tanah berkembang baik pada pH netral, sehingga meningkatnya pH pada lahan
penelitian meningkatkan populasi cacing tanah. pH ideal untuk cacing tanah adalah
6-7 (Rukmana, 1999).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2016 sampai Februari
2017di areal Perkebunan Kelapa Sawit PT. Supra Matra Abadi, DesaSidodadi,
KecamatanKampung Rakyat, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara.
Pelaksanaan identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Sistematika Hewan,
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Sumatera Utara, sedangkan analisis Fisik-Kimia tanah dilakukan di
LaboratoriumRiset Dan Teknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

3.2Deskripsi Area
Perkebunan kelapasawit yang menjadilokasi penelitian inimerupakan
arealperkebunankelapasawitPT. SupraMatraAbadi Secaraadministratif dekat
KecamatanKampung Rakyat, KabupatenLabuhanbatu Selatan, Sumatera Utara
dengantitik koordinat 1o56’30,94” LU dan 100o19’48,75” BT.

Gambar 3.2.1ArealPerkebunan KelapaSawit PT. SupraMatraAbadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu cangkul, parang, camera
digital, meteran tanah, GPS (Global Position System), soil tester, soil thermometer,
hygrometer,monolith, loup, pinset, pacak, kuas, ember plastik(diameter permukaan
±16cm), botol sampel, alat tulis, mikroskop stereo binokuler.
Bahan yang digunakan yaitu alkohol 70%, deterjen, plastik terpal, karet
gelang, spidol, label tempel, kertas milimeter, plastik laminating, plastik 5kg, tisu
gulung, karung goni, kertas HVS, lakban, dan sarung tangan karet.

3.4Metode Penelitian
Penentuan lokasi plot sampling dilakukan dengan metode PurposiveRandom
Sampling. Sedangkanpengambilansampelmakrofaunatanahdilakukandenganmetode
KuadratdanHand SortingsertaPitfall Trap. Metoda ini telah dilakukan dan sangat
efektif oleh Adianto (1993), Suin (1997), Arlen (1998).

3.4.1Metode Kuadrat dan Hand Sorting


Metode kuadrat digunakan untuk pengambilan sampel makrofauna tanah
yang aktif di dalam tanah. Sampel tanah pada masing-masing titik sampling diambil
sebanyak 15plot menggunakan alat monolith kuadrat ukuran 30×30cm dengan
kedalaman 30cm. Jarak antara kuadrat satu dengan lainnya ±10m. Tanah yang
diperoleh dimasukkan ke dalam karung goni. Pengambilan sampel dilakukan antara
pukul 06.00–09.00 WIB. Selanjutnya makrofauna tanah yang ditemukan pada tanah
tersebut diambil dengan metode hand sorting (disortir dengan tangan) secara teliti.
Makrofauna tanah yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan dibersihkan dengan
air lalu dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah ditandai sesuai dengan plotnya
dan diawetkan dengan alkohol 70%. Selanjutnya botol sampel tersebut dibawa ke
laboratorium Sistematika Hewan, Departemen Biologi FMIPA untuk diidentifikasi
lebih lanjut.

3.4.2 Metode Pitfall Trap


Metode Pitfall Trapdigunakan untukpengambilan sampel makrofauna tanah
yang aktif di permukaan tanah. Ditentukan lokasi pengambilan sampel dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pemasangan 25 perangkap jebak. Perangkap Jebak yang digunakan berupa ember
plastik dengan diameter permukaan ±16cm, dasar 4,5cm dan tinggi 15cm. Perangkap
dipasang dipermukaan tanah yang telah dilubangi sesuai ukuran ember plastik
tersebut. Permukaan tanah yang berada di dekat bibir ember plastik tersebut
diratakan. Kemudiaan perangkap diisi alkohol 70% sebanyak ±400ml dan
ditambahkan diterjen. Diatas perangkap dipasang atap atau terpal plastik dengan
tinggi kira-kira 25 sampai 30cm agar air hujan tidak masuk ke dalam ember plastik
tersebut. Jarak antara Pitfall Trap yang satu dengan yang lain ±10m. Kemudian
Pitfall Trap dibiarkan selama 48 jam, yaitu dipasang pada pukul 08.00 WIB, dan
diambil dua hari berikutnya pada pukul 08.00 WIB. Hewan yang terperangkap
dipindahkan ke dalam plastik dengan alkoholnya. Lalu plastik tersebut dibawa ke
mes untuk disortir hewan tanah yang terperangkap didalamnya. Hasil sortiran
dimasukan ke dalam botol sampel dan diberi alkohol 70%. Selanjutnya botol sampel
tersebut dibawa ke laboratorium Sistematika Hewan, Departemen Biologi FMIPA
untuk diidentifikasi lebih lanjut.

3.4.3 IdentifikasiSampelMakrofauna Tanah


Sampel makrofauna tanah yang dibawa dari lapangan dikelompokkan sesuai
dengan kesamaan ciri-ciri morfologinya kemudian diawetkan dalam alkohol 70%.
Selanjutnya dilakukan determinasi dan identifikasi dengan memperhatikan morfologi
(bentuk luar) tubuhnya melalui loup dan mikroskop stereo binokuler serta
menggunakan beberapa buku dan e-Bookacuan berikut: Dindal (1990), Borror
(1992), Dumouchel dan Bisdee (1993), Suin (2006), dan Gibb dan Aseto (2006),
pengklasifikasian jenis makrofaun tanah yang didapat mengacu kepada Integrated
Taxanomic Information System (ITIS).

3.5 PengukuranFaktorFisikdan Kimia Tanah


Pengukuran faktor fisika dan kimia tanah dapat dilakukan langsung di
lapangan dan ada pula yang hanya dapat diukur di laboratorium, untuk pengukuran
faktor fisika kimia tanah di laboratorium maka dilakukan pengambilan contoh tanah
dan selanjutnya dibawa ke laboratorium (Suin, 2002).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.5.1 Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Tanah di Lapangan: pH,
Kelembaban Tanahdan Suhu Tanah.
PengukuranpH,kelembabantanahdansuhutanahdilakukandilapangansebelumta
nahdiambil dariplot kuadratmenggunakanalatsepertiSoil Tester untuk pengukuran pH
dan Kelembaban tanah dengan satuan (%), sedangkan untuk pengukuran Suhu tanah
menggunakan alat Soil Thermometerdengan satuan (oC).

3.5.2 Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Tanah di Laboratorium:


Penentuan Kadar Air Tanah, Kadar N, P, K dan C-Organik
Pengukurankadar air tanahdilakukan di LaboratoriumLaboratorium Terpadu
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Tanah
diambildarilapanganmewakilitiaptitiklaludikompositkansertadibersihkandarisisatumb
uhan dan fauna yang masihadalalukemudiandiaduk-aduksampai rata dandiambil 20
gram untukdianalisis. Selanjutnyasampeltanahinidikeringkandalam oven padasuhu
105°C selama 2 jam sehinggaberatnyakonstandanditentukankadar air
tanahnyadenganrumusberdasarkan Standard Nasional Indonesia (SNI)
sebagaiberikut:

(Α−Β)
Kadar air tanah (%) = × 100%
Α

Keterangan:
A = Berat contoh semula (gram)
B = Berat contoh kering oven (gram)

PengukurankadarN, P, K, dan C-organik dilakukan di Laboratorium Riset


Dan TeknologiFakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara.Tanah yang telah
dikompositkan lalu dibersihkan dari tumbuhan dan fauna yang masih ada. Kemudian
diambil sebagian untuk dianalisis dengan metode sebagai berikut yaitu metode
Kjeldhal untuk parameter N total Satuan (%), metode Bray II paramater P- tersedia
dengan satuan (Ppm) dan metode Ekstaksi NH 4 OAC pH 7parameter yang diukur
yaitu K dengan satuan (me/100 g), dan metode Walkley dan Black untuk
pengukuran parameter C-Organik dengan satuan (%).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.6 Analisis Data
Jenis makrofauna permukaan tanah dan jumlah individu masing-masing jenis
yang didapatkan dihitung nilai: Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR),
Frekuensi Kehadiran (FK) untuk mengetahui keanekaragaman makrofauna tanahnya
dengan menggunakan rumus menurut Suin (2002) sebagai berikut:
a. Kepadatan Populasi (K)
Jumlah suatu jenis individu
K=
Jumlah plot

b. Kepadatan Relatif (KR)


Kepadatan suatu jenis
KR = × 100%
Jumlah kepadatan semua jenis

c. Frekuensi Kehadiran (FK)


Jumlah plot yang ditempati suatu jenis
FK = × 100%
Jumlah total plot

Suin (2002), menerangkan nilai FK berdasarkan konstansinya sebagai berikut:


Nilai FK: 0-25% = Konstansinya Aksidental (sangat jarang)
Nilai FK: 25-50% = Konstansinya Assesori (jarang)
Nilai FK: 50-75% = Konstansinya Konstan (sering)
Nilai FK: >75% = Konstansinya Absolut (sangat sering)

d. Indikator Biotik
Indikator biotik ditentukan terhadap makrofauna permukaan tanah yang
memiliki nilai KR≥ 10% dan FK ≥ 25% yang menunjukkan bahwa makrofauna
tanah ini karakteristik di dapat di areal tersebut, karena dapat hidup dan berkembang
biak dengan baik (Suin, 2002).
e. Komposisi Komunitas
Komposisikomunitasditentukandengancaramengurutkannilaikepadatanrelatif
tertinggihingga yang terendah (Suin, 2002).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Makrofauna Tanah yang Ditemukan Di Lokasi Penelitian


Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada areal perkebunan kelapa sawit
di Desa Sidodadi, Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhanbatu Selatan
Sumatera Utara diperoleh 26 spesiesmakrofauna tanah, yang terdiri dari 11 spesies
makrofauna tanah yang aktif dipermukaan tanah (metode Pitfall Trap), dan 20
spesies makrofauna tanah yang aktif di dalam tanah (metode Kuadrat dan Hand
Sorting) yang termasuk ke dalam 2 Filum, 6 Kelas, 12 Ordo, 22 Famili, 25 Genus
seperti yang tercantum pada Tabel 4.1.1
Dari Tabel 4.1.1 dapat dilihatbahwadari kedua metode yang digunakanFilum
Arthropoda yang mendominasi, yang terdiri atas 5 Kelas, yaitu: Arachnida,
Chilopoda, Diplopoda, Insekta, dan Malacostraca dengan 11 ordo, 21 famili, 24
genus dan 25 spesies.Arthropoda banyak ditemukan karena filum ini merupakan
filum yang paling besar dalam dunia hewan. Suin (1989) menyatakan bahwa
kelompok makrofauna tanah yang paling banyak ditemukan hidup ditanah adalah
kelompok Arthropoda, seperti Insekta, Arachnida, Diplopoda, dan Chilopoda.
Walwork (1970) menjelaskan bahwa Filum Arthropoda merupakan kelompok
makrofauna tanah yang pada umumnya menunjukkan dominansi tertinggi di antara
organisme penyusun komunitas makrofauna tanah.
Dari 5 kelas filum Arthropoda tersebut yang paling banyak ditemukan adalah
dari kelas Insekta yang terdiri dari 6 ordo, 13 famili, dan 17 spesies. Insekta tanah
merupakan salah satu contoh dari fauna tanahyang memiliki peranan penting dalam
menjaga kesuburan tanah. Spesies dari kelas Insekta yang banyak didapatkan dari
jenis semut yaitu Brachyponera croceicornis, Monomorium pharaosis,
Odontoponera denticulata, Odontoponera transversa, danAphaenogaster
treatae.Banyaknya makrofauna tanah dari kelas Insekta yang ditemukan pada lokasi
penelitian disebabkan karena Insekta merupakan kelompok fauna yang memiliki
jumlah spesies yang banyak dan penyebaran yang sangat luas. Wallwork (1970)
menjelaskan bahwa makrofauna tanah dari kelasInsekta memiliki penyebaran yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.1.1 Makrofauna Tanah yang ditemukan Pada Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Sidodadi, Kecamatan Kampung Rakyat,
Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara
Metode
Filum & Kelas Ordo Famili Genus Spesies Nama Indonesia Kuarat dan Hand
Pitfall Trap
sorting
I. Annelida
1. Chaetopoda 1. Oligochaeta 1.Glossoscolecidae 1. Pontoscolex 1. Pontoscolex corethrurus Cacing Tanah - +
II. Arthropoda
1. Arachnida 1. Araneae 1. Araneidae 2. Gasteracantha 2. Gasteracantha cancriformis Laba-laba Kepiting - +
2. Lycosidae 3. Lycosa 3. Lycosa sp. Laba-laba Tanah + -
3. Linyhiidae 4. Tapinopa 4. Tapinopa longidens Laba-laba Tanah - +
4. Lycosidae 5. Trochosa 5. Trochosa canapii Laba-laba Tanah - +
2. Chilopoda 2. Geophilomorpha 1. Geophilidae 6. Geophilus 6. Geophilus flavus Kelabang - +
3. Scolopendromorpha 1. Scolopendridae 7. Scolopendra 7. Scolopendra angulata Lipan - +
3. Diplopoda 4. Julida 1. Julidae 8. Julus 8. Julus terestris Kaki seribu + -
4. Insecta 1. Blattodea 1. Blattidae 9. Blatta 9. Blatta orientalis Kecoak Hutan - +
1. Ectobiidae 10. Blattella 10. Blattella germanica Kecoak Hutan - +
2. Polyhagidae 11. Ergula 11. Ergula capucina Kecoak Hutan + -
3. Blaberidae 12. Pycnoscelus 12. Pycnoscelus surinamensis Kecoak Hutan + -
2. Isoptera 1. Rhinotermitidae 13. Coptotermes 13. Coptotermes curvignathus Rayap Tanah - +
3. Coleoptera 2.Carabidae 14. Stenolophus 14. Stenolophus ochroprezus Kumbang - +
3. Nitidulidae 15. Nitidula 15. Nitidula rufipes Kumbang + +
3. Erotilidae 16. Laberus 16. Laberus impressus Kumbang - +
4. Dermaptera 1. Forficulidae 17. Forficula 17. Forficula auricularia Cecopet + +
5. Hymenoptera 1. Formicidae 18. Odontoponera 18. Odontoponera denticulata Semut Hitam + +
19. Odontoponera transversa Semut Hitam + -
19. Aphaenogaster 20. Aphaenogaster treatae Semut Merah + -
20. Brachyponera 21. Brachyponera croceicornis Semut Jepang - +
21. Monomorium 22. Monomorium pharaosis Semut Merah + +
2. Tiphiidae 22. Anthobosca 23. Anthobosca insularis Semut Bersayap - +
6. Orthoptera 1. Gyllotalpidae 23. Gryllotalpa 24. Gryllotalpa brachyptera Anjing Tanah - +
2. Gryllidae 24. Gryllus 25. Gryllus pennsyvanicus Jangkrik + +
5. Malacostraca 1. Isopoda 1. Philosciidae 25. Philoscia 26. Philoscia muscorum Kutu Kayu - +
Jumlah 11 20
Keterangan : (+) = Ditemukan, (-) = Tidak ditemukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


luas dan banyak ditemukan diatas maupun di bawah permukaan tanah. Tempat-
tempat tersebut seperti padang rumput, areal pertanian dan perkebunan. Borror et al.
(1992) menyatakan bahwa Insekta merupakan kelompok makrofauna yang paling
dominan di bumi ini dan populasinya melebihi populasi fauna yang lain. Dari kelas
Insekta tersebut paling banyak ditemukan pada lokasi penelitian yaitu dari spesies
semut di karenakan semut merupakan salah satu kelompok serangga yang
keberadaannya sangat umum dan hampir menyebar luas. Hal ini di dukung oleh
beberapa sifat yang dimiliki semut, yaitu dapat hidup pada berbagai habitat, hidup
berkoloni dan mempunyai sifat penting dalam ekosistem. Hal ini sesuai pernyataan
Suharjono (1992) bahwa semut adalah fauna tanah yang kehidupannya berkoloni dan
merupakan Insekta yang banyak ditemukan pada lapisan serasah dan lapisan tanah
atas. Selanjutnya Hadi (2009) mengemukakan bahwa anggota Hymenoptera
memiliki banyak keuntungan bagi manusia karena bersifat parasit dan predator pada
hama serta sebagai polinator.Falahudin (2012) menjelaskan bahwa keberadaan jenis
semut pada suatu daerah dipengaruhioleh berbagai faktor seperti ketersediaan
makanan dan tempat bersarang, struktur dan komposisi vegetasi, perbedaan
temperatur dan perbedaan kelembaban.Semut juga dapat membantu mengendalikan
hama pada lahan pertanian dan perkebunan.
Pada lokasi penelitian di temukan filum Annelida yang hanya terdiri dari 1
kelas, yaitu Chaetopoda dengan ordo Oligochaeta,famili Glossoscolecidae dan
spesies yang di temukan Pontoscolex coreththrurusyang merupakan salah satu dari
spesies cacing tanah. Sedikitnya di temukan Filum Anneilida dilokasi penelitian di
pengaruhi oleh salah satu sifat lahan monokultur dan faktor umur tumbuhan kelapa
sawit itu sendiri, hal ini sesuai pernyataan darmi (2013) bahwa kehadiran jenis
cacing ini salah satunya adalah karena sifat lahan adalah monokultur atau hanya di
dominasi tumbuhan sawit. Pada penelitian tersebut juga membuktikan bahwa
semakin tuaumur kelapa sawit maka populasi cacing tanah cenderung
menurun.Adanya ditemukan spesies cacing tanah pada lokasi penelitian menunjukan
bahwa tanah dilokasi penelitian tersebut masih tergolong subur, karena cacing tanah
berperan penting dalam memperbaiki aerasi tanah dan mampu meningkatkan
stabilitas pH, suhu, dan kelembaban lingkungannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PH ada lokasi penelitian berkisar antara 5,4-6,8 (Lampiran 3), nilai pH tanah yang
didapatkan secara umum termasuk pH netral, keadaan ini dapat mendukung
kehidupan spesies cacing tanah tersebut. Suin (1997) menyatakan bahwa cacing
tanah pada umumnya dapat hidup dengan baik pada pH 6-7, namun demikian cacing
tanah dapat dikelompokkan berdasarkan pH tanah. Ada spesies cacing tanah yang
dapat hidup pada tanah yang asam (Asidofil), ada yang hidup pada tanah yang netral
(Netrofil), dan ada yang hidup pada tanah yang basa (Basofil). Cacing tanah dari
spesies Pontoscolex coreththrurus termasuk cacing tanah yang hidup pada pH tanah
yang netral. Selanjutnya Handayanto dan Hairiah (2009) dan Edward dan Lofty
(1997) menjelaskan bahwa sebagian besar fauna tanah menyukai pH netral berkisar
6-7 karena ketersediaan unsur hara yang cukup tinggi. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pH yang terdapat dilokasi penelitian cocok bagi kehidupan
makrofauna tanah.
Data Spesies dan Deskripsi makrofauna tanah yang diperoleh pada lokasi
penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1.2 sebagai berikut:
Tabel 4.1.2 Spesies Dan Deskripsi Makrofauna Tanah yang Ditemukan Pada Lokasi
Penelitian
No Nama Spesies dan Deskripsi Gambar Spesies
1. Pontoscolex corethrurus (Cacing
Tanah)
Panjang tubuh 3,5-12 cm, lebar 0,2-0,4
cm, jumlah segmen antara 120-165,
klitelium berbentuk sadel padasegmen
ke 13-17, menebal pada bagian dorsal
sedangkan bagian ventral tidak.
Prostomium tipe prolobus. Pada seta
memiliki tipe lumbricine di bagian
dorsal tubuh, terlihat lebih jelas pada
bagian posterior.Lubang kelamin jantan
terletak pada segmen 20/21, lubang
kelamin betina dan sperma tekanya
tidak jelas. Warna klitelium
kekuningan, warna bagian dorsal coklat
kekuningan, bagian ventral abu-abu
keputihan, warna ujung anterior
kekuningan dan ujung posterior coklat
kekuningan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Trochosa canapii (Laba-laba tanah)
Panjang tubuh 1-1,1 cm, lebar tubuh 0,3
cm, memiliki 8 pasang mata, memiliki 4
pasang kaki dengan panjang rata-rata
0,8 cm, chepalo thoraks memiliki pola
yang khas (pada kebanyakan genus dari
famili lycosidae), tubuh berwarna
cokelat kecuali pada bagian cephalo
thoraks dan abdomen yang agak gelap

3. Tapinopa longidens (Laba-laba tanah)


Panjang tubuh 0,7-1,2 cm, lebar tubuh
0,2-0,3 cm. Merupakan laba-laba tanah,
mata dalam 3 baris, barisan yang
ditengah lebih besar dari barisan
lainnya, bagian anterior membuat
kebelakang, warna tubuh keseluruhan
kecoklatan.

4. Gasteracantha cancriformis (Laba-laba


kepiting)
Panjang tubuh 5-9 mm, lebar tubuh 10-
13 mm, merupakan laba-laba kepiting
bagian dorsal bagian kepala berwarna
hitam,bagian punggung berwarna merah
pudar, dan terdapat bintik-bintik hitam
dan durinya berwarna hitam kemerahan.
Sedangkan pada bagian ventral
berwarna hitam dan bercorak merah
setengah bagian kaki berwarna hitam
ada belang-belang putih, bentuk tubuh
seperti kepiting dan memiliki duri.

5. Lycosa Sp. ( Laba-laba tanah)


Panjang tubuh 0,9-1,2 cm, lebar tubuh
0,3-0,5 cm, merupakan laba-laba tanah
atau serigala, mata dalam 3 baris,
barisan yang di tengah lebih besar dari
barisan yang lainnya, bagian anterior
membulat ke belakang, pembuat benang
bagian Panjang tubuh 0,9-1,2 cm, lebar
tubuh 0,3-0 cm, merupakan laba-laba
tanah atau serigala, mata dalam 3 baris,
barisan yang di tengah lebih besar dari
barisan yang lainnya, bagian anterior
membulat ke belakang, pembuat benang
bagian belakang, tidak membuat sarang,
warna tubuh keseluruhan kehitaman.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Scolopendraangulata (Lipan/kelabang)
Panjang tubuh 6-8 cm, lebar tubuh 0,5-
0,7cm. Tubuh agak gepeng.
Cepalothorax bulat pendek dengan
sepasang mata dan antenna yang cukup
panjang, terdapat mulut dengan
sepasang capit, tipe pengunyah.
Memiliki lebih dari 20 segmen pada
bagian abdomennya, ujung abdomen
terdapat sepasang cerci yang
panjangnya menyerupai antenna, tiap
segmen tubuh dijumpai sepasang kaki,
kaki terdiri atas 3 ruas dan meruncing
pada bagian ruas terakhir. Warna
cepalothorax cokelat kehitaman,
abdomen merah tua dan tungkai
berwarna kekuningan, melindungi diri
dengan cara menggigit dan
mengeluarkan racunnya jika merasa
terancam.
7. Geophilusflavus (Kelabang)
Panjang tubuh 2-2,3cm, lebar tubuh 0,1-
0,2cm. Tubuhnya agak mengecil
menuju kebagian posterior. Caput pipih
dan agak memanjang, terdapat sepasang
mata dan antenna yang pendek, bagian
mulut terdapat sepasang capit, mulut
tipe pengunyah. Memiliki lebih dari 40
segmen pada bagian abdomennya, tiap
segmen tubuh dijumpai sepasang kaki.
Warna caput cokelat tua, warna tubuh
kuning kecokelatan.

8. Julus terestris (Kaki seribu)


Panjang tubuh 4-6 cm, lebar tubuh 0,5
cm, memiliki sepasang mata dan
antenna yang pendek, mulut tipe
pengunyah, memiliki 17-20 segmen,
tepi segmen memipih, tiap segmen
dijumpai 2 pasang kaki keuali segmen
bagian belakang, melindungi diri
dengan cara menggulungkan tubuhnya
ketika merasa terancam, tubuh berwarna
coklat kemerahan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9. Ergaula capucina(Kecoak tanah)
Panjang tubuh 2,8-3cm, lebar tubuh 0,8-
1cm, tubuh lojong dan tebal, kepala
berbentuk setengah oval, antenna
panjang, memiliki sepasang sayap yang
tebal, pada bagian ujung abdomen
dijumpai sepasang cerci, kaki cukup
jejag dan terdapat duri halus pada
bagian tibia, warna tubuh selurunya
kehitaman.
10. Blattella germanica (Kecoak hutan)
Panjang tubuh 1,3-1,6 cm, lebar tubuh
0,4 cm, tubuh lonjong dan tebal, kepala
berbentuk segitiga tumpul, mata kurang
jelas terlihat, antenna panjang,
pronotum agak mirip dengan abdomen,
abdomen tersusun atas 8 lipatan dengan
sepasang cerci yang pendek pada bagian
belakang, kaki panjang dengan duri
halus pada bagian tibia, warna tubuh
terdapat strip hitam dan keputihan.

11. Pycnoscelus surinensis(Kecoak tanah)


Panjang tubuh 3,5-5 cm, lebar tubuh
0,7-1 cm, tubuh lonjong dan tebal,
kepala berbentuk segitiga tumpul,
antenna panjang, pronotum dengan
abdomen sejajar, memiliki sepasang
sayap yang tipis, pada bagian ujung
abdomen dijumpai sepasang cerci, kaki
cukup jejag dan terdapat duri halus pada
bagin tibia, warna tubuh selurunya
kecoklatan.
12. Blatta orientalis (Kecoak tanah)
Panjang tubuh 2-2,5 cm, lebar tubuh 0,7
cm, tubuh lonjong dan tebal, kepala
berbentuk segitiga tumpul, mata kurang
jelas terlihat, antena pendek, pronotum
agak mirip dengan abdomen, abdomen
tersusun atas 8 lipatan dengan sepasang
cerci yang pendek pada bagian
belakang, kaki pendek dengan duri
halus pada bagian tibia, warna tubuh
cokelat tua sampai hitam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13. Coptotermes curvignathus(Rayap tanah)
Kepala berwarna kuning, antena,
labrum, dan pronotum kuning pucat.
Antena terdiri dari 15 segmen.
Abdomen tersusun atas 11 segmen,
mempunyai mata majemuk tipe mulut
penggigit dan pengunyah, lebar kepala
1,34-1,52mm.

14. Nitidula rufipes (Kumbang tanah)


Panjang tubuh 1,5-2cm, lebar tubuh
0,3cm. Cepalothorax agak membulat,
terdapat sepasang mata dan antenna
yang pendek, dengan mulut tipe
pengunyah. Memiliki 17-20 segmen,
tepi segmen memipih, tiap segmen
dijumpai 2 pasang kaki kecuali pada
segmen terakhir. Ujung abdomen
terdapat ovipositor yang agak
meruncing. Warna tubuh cokelat
kehitaman, kaki berwarna putih.
melindungi diri dengan cara
menggulungkan tubuhnya jika merasa
terancam.

15. Loberus impressus(Kumbang tanah)


Panjang tubuh 0,9-1,2cm, lebar tubuh
0,35-0,4cm, caput terdapat sepasang
mata dan antena yang panjang dan
terdiri dari 14 ruas, mata jelas, mulut
tipe penggigit pengunyah, perbatasan
pronotum bulat pendek, pada elytra
terdapat garis-garis, kaki 3 pasang yang
terdiri atas, kaksa, trokanter, femur,
tibia, tarsal (3 ruas) dan metatarsal,
tubuh berwarna kecoklatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16. Stenolophusochroprezus (Kumbang
tanah)
Panjang tubuh 0,8-1,3cm, lebar tubuh
0,3 cm, tubuh agak pipih, caput lonjong
dengan mata yang jelas, memiliki
sepasang mata berwarna putih yang
agak menonjol pada bagian kepala,
antena tersusun atas 10 ruas, pronotum
agak gepeng, elitra membulat
kebelakang dengan garis-garis kasar
disertai rambut halus dan jarang pada
bagian tepi, kaki 3 pasang terdiri atas
koksa, trokanter, femur, tibia, tarsal (3
ruas) dan metatarsal, kaki memiliki
duri-duri dan rambut halus, warna tubuh
dominan hitam disertai warna hijau
metalik, pada bagian tepi pronotum dan
bagian kaki berwarna kuning.

17. Forficula auricularia(Cecopet)


Panjang tubuh 1-2,5cm, dengan lebar
0,3-0,4cm, pronotum berbentuk seperti
perisai, antena terdiri dari 11-14segmen,
toraks berwarna cokelat kehitaman,
tidak memiliki sayap depan dan
belakang ataupun penasi sayap, tungkai
depan dan tengah berjumlah 3 ruas,
tungkai belakang 3 ruas, abdomen
berjumlah 8 ruas berwarna cokelat
kehitaman, memiliki sepasang cerci
untuk mencapit pada bagian belakang.
Tipe mulut mengunyah.

18. Odontoponera denculata(Semut


hitam)
Panjang tubuh 1,1cm, lebar tubuh
0,3cm, kepala agak membulat dan
sempit, rahang pendek dan terlihat
kokoh, keliling clypeal hadapan
mempunyai 7-9 gigi dengan berbagai
bentuk dari tumpul ke tajam, antena
terdiri atas 12 ruas, mata terlihat jelas,
pronotum mempunyai sepasang gigi
berbentuk segitiga di sisi tubuh,
memiliki 1 pentiole dengan bentuk tipis
dan menajam, warna tubuh keseluruhan
hitam dengan pola garis-garis yang
khas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19. Anthobosca insularis(Semut bersayap)
Panjang tubuh 1-1,3 cm, lebar tubuh 0,3
cm, kepala agak membulat, rahang
pende, antena terdiri atas ±14 ruas, mata
terlihat jelas, warna tubuh keseluruhan
hitam dengan kaki yang berwarna agak
kemerahan, tipe sayap pseudomasaris.

20. Odontoponera tranversa(Semut hitam)


Panjang tubuh 1,1 cm, lebar tubuh 0,3
cm, kepala agak membulat dan agak
lebar, rahang pendek dan terlihat kokoh,
keliling clypeal hadapan mempunyai 7-
9 gigi dengan berbagai bentuk dari
tumpul ke tajam, antena terdiri atas <12
ruas, mata tidak terlihat jelas, pronotum
mempunyai sepasang gigi berbentuk
segitiga di sisi tubuh, memiliki 1
pentiole dengan bentuk tipis dan
menajam, warna tubuh coklat
kemerahan dengan kaki yang berwarna
agak kemerahan.

21. Brachyponera croceicornis(Semut


jepang)
Panjang tubuh 1-1,2 cm, lebar tubuh
0,2-0,4 cm, kepala membulat, rahang
pendek dan terlihat kokoh, keliling
clypeal hadapan mempunyai 7-9 gigi
dengan berbagai bentuk dari tumpul ke
tajam, antenna terdiri atas 12 ruas,
pronotum mempunyai sepasang gigi
berbeentuk segitiga di sisi tubuh, warna
tubuh keseluruhan hitam dengan pola
garis-garis yang khas.

22. Aphaenogaster treatae(Semut merah)


Panjang tubuh 0,7-1 cm, lebar tubuh
0,2-0,3cm, kepala membulat, rahang
pendek dan terlihat kokoh, memiliki
gigitan yang sangat sengit dengan
rahang yang kuat, warna tubuh
keseluruhan jingga hingga merah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23. Monomorium pharaonis(Semut merah)
Panjang tubuh 0,9-1cm, lebar tubuh
0,3cm, kepala agak membulat, rahang
pendek, keliling clypeal hadapan
mempunyai 7-9 gigi dengan berbagai
bentuk dari tumpul ke tajam, antena
terdiri atas 12-13 ruas, mata berwarna
hitam, pronotum mempunyai 3 gigi
yang besar dan bagian gigi ke empat
jauh lebih kecil, memiliki 1 pentiole
dengan bentuk tipis dan menajam,
warna tubuh keseluruhan kuning
kecoklatan mengkilap.

24. Gryllotalpabrachyptera(Anjing tanah)


Panjang tubuh 2,5-3cm, lebar tubuh 0,5-
0,8cm, caput agak mengerucut kedepan,
mata bulat dengan antenna yang
pendek, mulut memiliki sepasang capit
menyerupai gergaji yang digunakan
untuk memotong. pronotum besar,
bagian thoraks dijumpai 3 pasang kaki,
sepasang kaki depan yang berukuran
lebih besar memiliki kuku yang
termodifikasi untuk menggali, memiliki
dua pasang sayap, abdomen terdiri atas
6-7 lipatan yang memiliki sepasang
cerci pada segmen yang terakhir, tubuh
berwarna cokelat dan agak sedikit gelap
pada bagian kepala.

25. Gryllus pennsylvanicus(Jangkrik)


Panjang tubuh ±2cm, lebar tubuh 0,4-
0,5cm, kepala bulat dan terdapat
sepasang mata antenna yang panjangnya
±1cm, pada bagian thoraks terdapat 3
pasang kaki, sepasang kaki belakang
lebih besar dan panjang dari 2 pasang
kaki depannya yang termodifikasi untuk
melompat. Bagian abdomen beruas-ruas
antara 8-10 ruas, pada abdomen terakhir
terdapat sepasang cerci dan ovipositor.
Warna tubuh coklat sampai hitam,
warna kaki dan sayap lebih berwarna
coklat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26. Philosciamuscorum (Kutu kayu)
Panjang tubuh 0,7-1 cm, lebar tubuh
0,2-0,3cm. Caput pendek, terdapat
sepasang mata dan antenna yang
panjang, dengan mulut tipe pengunyah.
Thoraks terdapat 7 segmen. Abdomen
terdapat 5 segmen, pada ujungnya
terdapat sepasang cerci dan ovipositor
yang runcing. Segmen bentuknya
melengkung kebawah, tiap segmen pada
thoraks dijumpai sepasang kaki, dua
pasang kaki bagian belakang memiliki
ukuran lebih panjang daripada kaki
lainnya. Warna tubuh bagian dorsal
gelap, warna tubuh bagian ventral
kuning kecokelatan.

4.2 Kepadatan dan Kepadatan Relatif Makrofauna Tanah


Dari analisis data yang telah dilakukan, didapatkan nilai kepadatan dan
kepadatan relatif makrofauna tanah yang cukup bervarasi, baik yang dilakukan
dengan metode Pitfall Trap maupun dengan metode Kuadrat dan Hand Sorting,
seperti telihat pada Tabel 4.2.
Hasil analisis data pada Tabel 4.2 memperlihatkan perbedaan nilai kepadatan
dan kepadatan relatif. Nilai kepadatan (K) dan kepadatan relatif (KR) tertinggi
didapatkan dari spesies Odontoponera denticulata (semut hitam) yaitu sebanyak
53,741 Ind/m2 pada metode Pifall Trap dan 31,110 Ind/m2pada metode Kuadrat dan
Hand Sorting serta memiliki nilai kepadatan relatif (KR) yaitu sebesar 26,286%
pada metode Pitfall Trap dan sebesar 20,019% pada metode Kuadrat dan Hand
Sorting.
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa Odontoponera denticulata
mendominasi pada lokasi penelitian. Hal ini disebabkan karena Odontoponera
denticulata yang berasal dari ordo Hymenoptera merupakan jenis makrofauna tanah
yang merupakan serangga yang hidup berkoloni. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Gordon (2003) bahwa koloni Odontoponera denticulata merupakan suatu kelompok
yang aktivitasnya berjalan sangat teratur dan ada pembagian kerja yang efektif di
antara anggota koloninya sehingga mampu mendominasi suatu daerah. Wallwork
(1976) menyatakan bahwa Odontoponera denticulatadapat mencapai 70% dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


populasi makrofauna tanah, sehingga famili ini dapat ditemukan dalam jumlah yang
banyak.
Kelimpahan spesies ini juga dipengaruhi oleh faktor fisika kimia tanah pada
lokasi penelitian yang cukup sesuai sebagai habitat kelompok ini.Menurut Edward
dan Better (1992), organisme tanah disamping membutuhkan air, juga memerlukan
suhu yang baik. suhu yang normal untuk pertumbuhan makrofauna tanah yaitu
berkisar antara 28-30ºC (Lampiran 3). Selanjutnya Odum (1996) menambahkan
bahwa suhu tanah merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kepadatan
organisme tanah, karena suhu berpengaruh terhadap aktivitas dan pertumbuhan
makrofauna tanah.
Tabel 4.2 Nilai Kepadatan (Individu/meter2) dan Kepadatan Relatif (%) Makrofauna
Tanah yang Terdapat Pada Lokasi Penelitian
Metode
No. Nama Spesies Pitfall Trap Kuadrat dan Hand Sorting
K KR (%) K KR (%)
1. Anthobosca inslaris - - 8,144 5,240
2. Aphaenogaster treatae 29,856 14,563 - -
3. Blatta orientalis - - 5,111 3,288
4 Blattella germanica - - 2,222 1,429
5. Brachyponera croceicornis - - 14,066 9,051
6. Coptotermes curvignathus - - 4,444 2,859
7. Ergaula capucina 7,961 3,883 - -
8. Forficula auricularia 11,942 5,825 2,955 1,901
9. Gasteracantha cancriformis - - 3,699 3,380
10. Geophilus flavus - - 6,666 4,289
11. Gryllotalpa brachyptera - - 1,477 0,950
12. Gryllus pennsylvanicus 27,866 13,592 3,699 2,380
13. Julus terestris 5,971 2,854 - -
14. Loberus impressus - - 2,955 1,901
15. Lycosa sp. 7,961 3,883 - -
16 Monomorium pharaosis 23,885 11,650 7,399 4,761
17. Nitidula rufipes 5,971 2,912 5,177 3,331
18. Odontoponera denticulata 53,741 26,286 31,110 20,019
19. Odontoponera transversa 19,904 9,708 - -
20. Philoscia muscorum - - 7,399 4,761
21. Pontoscolex corethrurus - - 25,921 16,680
22. Pycnoscelus surinamensis 9,952 4,854 - -
23. Scolopendra angulata - - 7,399 4,761
24. Stenolophus ochroprezus - - 2,222 1,429
25. Tapinopa longidens - - 3,699 2,380
26. Trochosa canapii - - 2,222 1,429
Jumlah 205,010 100,006 155,397 100,988

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Nilai kepadatan (K) dan kepadatan relatif (KR)spesies terendah pada lokasi
penelitian didapatkan dari spesiesGryllotalpa brachyptera (Anjing tanah) yaitu
sebesar 1,477Ind/m2pada metode Kuadrat dan Hand Sortingdengan nilai kepadatan
relatif (KR) yaitu sebesar 0,950%.Sedangkan pada metode Pitfall Trap tidak
ditemukan spesies ini.Sangat rendahnya nilai K dan KR pada spesies tersebut
terhadap faktor lingkungan karena pada lokasi penelitian telah dilakukan bebererapa
perlakuan seperti pengolohan tanah termasuk pemupukan serta juga dipengaruhi
umur sawit yang cukup lama mengakibatkan cukup besarnya paparan sinar matahari
yang terdapat pada lokasi penelitian sehingga mempengaruhi kelembaban tanah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Crossley(1992)dalamYulminarti
(2012)bahwa pengolahan tanah secara itensif, pemupukan dan penanaman secara
monokultur padaperkebunan dapat menyebabkan terjadinya penurunan keberadaan
makrofauna tanah.Selanjutnya Suin (1997) menyatakan bahwa kehidupan
makrofauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan
kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah disuatu daerah sangat ditentukan oleh
faktor lingkungan.
Handayanto dan Khairiah (2009) menyatakan bahwa masing-masing
organisme tanah memiliki ketergantungan yang berbeda-beda terhadap lingkungan
tanah dalam hal pasokan energi dan nutrisi untuk pertumbuhannya.Sebagian besar
organisme tanah mendapatkan energi dan nutrisi secara langsung dari tanah, baik
dari bahan mineral, bahan organik atau dari biomassa hidup dalam tanah.

4.3Frekuensi Kehadiran dan Konstansi Makrofauna Tanah


Frekuensi kehadiran sering pula dinyatakan sebagai konstansi. Fauna tanah
dapat dikelompokkan menjadi empat golongan berdasarkan frekuensi kehadiran atau
konstansi tersebut. Golongan aksidental (sangat jarang) bila konstansinya 0-25%,
golongan assesori (jarang) bila konstansinya 25-50%, golongan konstan (sering) bila
konstansinya 50-75%, dan golongan absolut (sangat sering) bila konstansinya lebih
dari 75% (Suin,2006).Hasil analisis data mengenai frekuensi dan konstansinya untuk
masing-masing makrofauna tanah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Hasil analisis data mengenai frekuensi kehadiran atau konstansi makrofauna
tanah pada Tabel 4.3memperlihatkan bahwa makrofauna tanah pada lokasi penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memiliki tingkat kehadiranyang cukup rendah.Pada metode Pitfall Trap makrofauna
tanah yang bersifat konstan hanya diperoleh1 spesies,4 spesies lainnya bersifat
assesori, dan 6 spesies bersifat aksidental, sedangkan pada metode Kuadrat dan Hand
Sorting makrofauna tanah yang bersifat konstan didapatkan 3 spesies,12 spesies
bersifat assesori dan 3 spesies bersifat aksidental.
Tabel 4.3 Nilai Frekuensi Kehadiran (%) dan Konstansi Makrofauna Tanah
Metode
No. Spesies Pitfall Trap Kuadrat dan Hand Sorting
FK (%) Konstansi FK (%) Konstansi
1. Anthobosca inslaris - - 40 Assesori
2. Aphaenogaster treatae 32 Assesori - -
3. Blatta orientalis - - 47 Assesori
4. Blattella germanica - - 20 Aksidental
5. Brachyponera croceicornis - - 54 Konstan
6. Coptotermes curvignathus - - 40 Assesori
7. Ergaula capucina 16 Aksidental - -
8. Forficula auricularia 24 Aksidental 47 Assesori
9. Gasteracantha cancriformis - - 34 Assesori
10. Geophilus flavus - - 34 Assesori
11. Gryllus pennsylvanicus 28 Assesori 34 Assesori
12. Gryllotalpa brachyptera - - 14 Aksidental
13. Julus terestris 12 Aksidental - -
14. Loberus impressus - - 27 Assesori
15. Lycosa sp. - - 34 Assesori
16. Monomorium pharaosis 48 Assesori 34 Assesori
17. Nitidula rufipes 12 Aksidental 47 Assesori
18. Odontoponera denticulata 56 Konstan 54 Konstan
19. Odontoponera transversa 40 Assesori - -
20. Philoscia muscorum - - 34 Assesori
21. Pontoscolex corethrurus - - 67 Konstan
22. Pycnoscelus surinamensis 20 Aksidental - -
23. Scolopendra angulata - - 7 Aksidental
24. Stenolophusochroprezus - - 20 Aksidental
25. Tapinopa longidens - - 34 Assesori
26. Trochosa canapii - - 20 Aksidental

Keadaan ini dikarenakan di lokasi tersebut merupakan lahan perkebunan yang


sering terdapat kegiatan manusia di dalamnya, seperti pengelolaan tanah
(pemupukan, penunasan, penyiangan), dan pemanenan buah, keadaan ini turut
mempengaruhi kehadiran makrofauna tanah, kegiatan-kegiatan tersebut
menyebabkan terganggunya aktivitas makrofauna tanah yang ada pada lokasi
sehingga frekuensi kehadirannya secara umum cukup rendah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Yulipriyanto (2010) bahwa berbagai kegiatan perkebunan dapat
menimbulkan gangguan biota tanah diantaranya pembakaran (api), pemanenan,
pengolahan, pemadatan, pengambilan rumput, penyakit dan penggunaan pestisida.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Meskipun frekuensi kehadiran pada lokasi penelitian cukup rendah, namun
ada jenis yang memiliki frekuensi kehadiran yang tinggi yaitu Odontoponera
denticulata (semut hitam) dengan nilai FK 56% pada metode Pitfall Trap dan
Pontoscolex corethrurus (Cacing tanah) dengan nilai FK 67% pada metode Kuadrat
dan Hand Sorting. Keadaan ini mungkindisebabkan daya adaptasi dari kedua
makrofauna ini cukup tinggi terhadap berbagai gangguan kondisi lingkungan yang
ada pada lokasi penelitian sehingga frekuensi kehadirannya lebih tinggi dari
frekuensi kehadiran makrofauna lainnya.
Spesies Odontoponera denticulata termasuk ke dalam kelompok fauna tanah
yang bersifat periodik, yaitu dimana seluruh daur hidupnya ada di dalam tanah,
hanya sesekali hewan dewasa keluar dari tanah untuk mencari makan dan setelah itu
masuk kembali ke dalam tanah sedangkan spesies Pontoscolex corethrurus
merupakan spesies yang termasuk ke dalam kelompok fauna tanah yang bersifat
permanen karena seluruh daur hidupnya selalu di tanah dan tidak pernah keluar dari
dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Handayanto (2009) menyatakan
bahwa cacing tanah memiliki kebiasaan yang berbeda terhadap semua lahan yang
dihuni oleh hewan tanah lain. Salah satu alasannya adalah mereka memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri pada berbagai habitat.

4.4 Indikator Biotik


Indikator biotik pada lahan penelitian dapat dilihat pada makrofauna yang
memiliki nilai KR≥ 10 % dan FK≥ 25% pada areal perkebunan kelapa sawit di
Desa Sidodadi, Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhanbatu Selatan
dimana dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Data pada Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa dari total 26 spesies makrofana
tanah yang diperoleh dengan menggunakan dua metode penelitian, hanya 4 spesies
makrofauna tanah yang memiliki nilai KR≥ 10% dan FK ≥ 25%, yaitu Pontoscolex
corethrurus, Odontoponera denticulata, Aphaenogaster treatae dan Monomorium
pharaosis.
Tabel 4.4 Makrofauna Tanah Dengan Nilai ≥ KR10% dan FK ≥ 25 % yang
Didapatkan Pada Lokasi Penelitian
Spesies Pitfall Trap Kuadrat dan Hand sorting

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KR (%) FK (%) KR (%) FK (%)
Pontoscolex corethrurus - - 16,680 67
Odontoponera denticulata 26,286 56 20,019 54
Aphaenogaster treatae 14,563 32 - -
Monomorium pharaosis 11,650 48 - -
Keterangan: KR= Kepadatan Relatif, FK= Frekuensi Kehadiran
Hal ini menunjukkan bahwa lokasi penelitian ini memiliki daya dukung untuk
hidup yang sesuai bagi spesies makrofauna tanah tersebut, seperti tersedianya sumber
makanan dan energi, serta faktor fisik kimia tanah yang mendukung.Adianto (1993)
menyatakan bahwa kemampuan fauna tanah untuk hidup dan berkembang dengan
baik pada suatu habitat sangat di tentukan oleh kondisi fisika, kimia dan biologi
tanahnya serta tersedianya bahan makanan yang dibutuhkannya.Salah satu faktor
yang menentukan kehadiran makrofauna tanah adalah tingginya kelembaban yang
ada di dalam tanah. Pada lokasi penelitian kandungan kelembaban berkisar antara
51-85% (Lampiran). Hal ini sesuai dengan pernyataan Wallwork (1970) dan
Adianto (1993) bahwa keberadaan makrofauna tanah sangat dipengaruhi oleh
kelembaban tanah karena tubuh makrofauna tanah umumnya tidak tahan terhadap
kekeringan. Artinya, kelembaban tanah berpengaruh positif terhadap makrofauna
tanah.
SpesiesOdontoponera denticulata, Pontoscolex corethrurus, Aphaenogaster
treatae, Monomorium pharaosis merupakan empat spesies yang dapat dijadikan
sebagai bioindikator pada lokasi penelitian ini karena hanya empat spesies tersebut
yang memiliki nilai frekuensi kehadiran cukup tinggi. Menurut Primack (1998) salah
satu kriteria organisme yang dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas tanah
adalah organisme tersebut ditemukan melimpah dalam tanah.Spesies Monomorium
pharaosisOdontoponera denticulata dan Aphaenogaster treataemerupakan spesies
dari famili Formicidae. Bororet al. (1997) menjelaskan bahwa famili Formicidae
merupakan kelompok paling sukses dari semua kelompok-kelompok serangga.
Koloni-koloni semut memiliki variasi ukuran yang melimpah. Sarang-sarang semut
dapat berada di segala tempat. Beberapa spesies bersarang di dalam tanah yang
biasanya terdiri dari lorong-lorong yang rumit.
Spesies Pontoscolex corethrurus merupakan satu-satunya spesies cacing
tanah yang di temukan pada lokasi penelitian. Cacing jenis ini tergolong cacing tipe
anersik karena bergerak dari permukaan tanah kebawah tanah serta aktif memakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bahan organik. Perananan Pontoscolex corethrurus pada lahan perkebunan dilokasi
penelitian dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah seperti srtuktur tanah dan
mempercepat dekomposisi tanah. John (1998) menjelaskan bahwa Pontoscolex
corethrurus merupakan jenis cacing yang banyak ditemukan di lahan yang
mengalami gangguan, namun tidak ditemukan pada lahan alami, ditemukan di
Sumatera utara pada areal perkebunan kelapa sawit, coklat dan karet serta areal
pertanian tanaman pangan.
Muy dan Granval (1997) dalam Ansyori (2004) menjelaskan bahwa cacing
tanah dapat dipertimbangkan sebagai bioindikator pada lahan perkebunan. Cacing
tanah mempunyai peran penting terhadap perbaikan sifat tanah juga memperbaiki
aerasi tanah melalui aktivitas pembuatan lubang dan juga memperbaiki ketersediaan
unsur hara dan kesuburan tanah secara umum.
Menurut Barnes (1997)dalamDwiastuti (2009) bahwa keberadaan cacing
tanah dapat dijadikan sebagai bioindikator produktivitas dalam kesinambungan
fungsi tanah.Cacing tanah merupakan salah satu fauna tanah yang berperan sangat
besar dalam perbaikan kesuburan tanah.

4.5 Komposisi Makrofauna Tanah Lokasi Penelitian


Komposisi makrofauna tanah pada masing-masing lokasi penelitian diperoleh
berdasarkan pengurutan nilai kepadatan relatif dari nilai tertinggi sampai yang
terendah didapatkan dari komposisi spesies yang bervariasi. Komposisi makrofauna
tanah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.5.
bagi kehidupan makrofauna tanah diantaranya adalah suhu atau temperatur
tanah, dan kadar air tanah. Banyak fauna tanah dengan terjadinya kenaikan
temperatur khususnya hewan yang lebih besar seperti cacing tanah akan masuk ke
lapisaan tanah yang lebih dalam, yang lebih sesuai dan membangun lubang-lubang
untuk tempat tinggal mereka. Pada lokasi penelitian didapatkan nilai suhu yang
cukup tinggi bagi pertumbuhan cacing tanah yaitu berkisar antara28-30oC (Lampiran
3), namun suhu ini masih dapat ditoleransi oleh spesies Pontoscolex corethrurus ini
karena adanya naungan yang cukup dan kelembaban yang optimal serta kandungan
bahan organik yang tinggi sebagai sumber makanan dan energi bagi spesies tersebut.
Tabel 4.5 Komposisi makrofauna tanah yang terdapat Pada lokasi penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Metode Pitfall Trap Metode Kuadratdan Hand Sorting
Kom. Spesies KR (%) Kom. Spesies KR (%)
1 Odontoponera denticulata 26,286 1 Odontoponera denticulata 20,019
2 Aphaenogaster treatae 14,563 2 Pontoscolex corethrurus 16,680
3 Gryllus pennsylvanicus 13,592 3 Brachyponera croceicornis 9,051
4 Monomorium pharaosis 11,650 4 Forficula auricularia 6,670
5 Odontoponera transversa 9,708 5 Anthobosca inslaris 5,240
6 Forficula auricularia 5,825 6 Scolopendra angulata 4,761
7 Pycnoscelus surinamensis 4,854 6 Philoscia muscorum 4,761
8 Lycosa sp. 3,883 6 Monomorium pharaosis 4,761
8 Ergaula capucina 3,883 7 Geophilus flavus 4,289
9 Nitidula rufipes 2,912 8 Gasteracantha cancriformis 3,380
10 Julus terestris 2,854 9 Nitidula rufipes 3,331
10 Blatta orientalis 3,288
11 Coptotermes curvignathus 2,859
12 Gryllus pennsylvanicus 2,380
12 Tapinopa longidens 2,380
13 Loberus impressus 1,901
14 Stenolophus ochroprezus 1,429
14 Trochosa canapii 1,429
14 Blattella germanica 1,429
15 Gyllotalpa brachyptera 0,950
Keterangan : Kom = Komposisi
Menurut Sugiyarto et al. (2007) pada temperatur yang terlalu tinggi
menyebabkan beberapa proses fisiologis makrofauna seperti aktivitas reproduksi,
metabolisme, respirasi akan terganggu. Temperatur yang diperlukan untuk
pertumbuhan cacing tanah sekitar 15-25oC, temperatur yang lebih tinggi masih
toleran apabila ada naungan yang cukup dan kelembaban optimal.Selanjutnya Suin
(2012) bahwa suhu tanah merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
kehadiran dan kepadatan organisme tanah. Dengan demikian suhu tanah menentukan
tingkat dekomposisi material organik tanah.
Maftu’ah dan Susanti (2009) menyatakan bahwa kadar air tanah berperan
penting dalam menjaga aktivitas makrofauna tanah khususnya cacing tanah. Cacing
tanah mengandung 75-90% air dari berat tubuhnya.Kadar air yang terlalu rendah atau
terlalu tinggi tidak disukai oleh cacing tanah. Cacing tanah adalah fauna yang
aerobik, sehingga jika kondisi tanah jenuh air (kadar air >100 %) maka aktivitas
cacing tanah akan terganggu. Menurut Adianto (1993) Kadar air tanah memberikan
pengaruh yang cukup signifikan bagi makrofauna tanah karena kadar air ini juga
menentukan kelembaban dan suhu tanah. Kadar air tanah memberikan pengaruh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang cukup signifikan bagi makrofauna tanah karena kadar air ini juga menentukan
kelembaban dan suhu tanah. Air sangat besar peranannya dalam hubungannya
dengan kation-kation dalam tanah, dekomposisi bahan organik dan kehidupan
organisme tanah diantaranya makrofauna tanah. Wallwork (1970) menjelaskan
bahwa keberadaan fauna tanah juga sangat dipengaruhi oleh kelembaban
tanah.Tingginya nilai kelembaban tanah menunjukkan kandungan air dalam tanah
cukup tinggi pula.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.1 Kesimpulan
Dari hasilpenelitianmengenaikomposisikomunitasmakrofaunatanahpada
Areal TanahPerkebunanKelapaSawit di DesaSidodadi, KecamatanKampung Rakyat,
KabupatenLabuhanbatu Selatan Sumatera Utaradapatdisimpulkansebagaiberikut:
a. Ditemukan 26 Spesies makrofauna tanah termasukdalam 2 Filum, 6 Kelas, 12
Ordo, 22 Famili, dan 25 Genus.Nilai Kepadatan dan Kepadatan relatif tertinggi
ditemukan pada spesies Odontoponera denticulata dan nilai Kepadatan dan
Kepadatan relatif terendah ditemukan pada spesiesGryllotalpa brachyptera.
Frekuensi kehadiran makrofauna tanah menggunakan metode Pitfall Trap yaitu 1
spesies bersifat konstan, 4 spesies bersifat assesori, dan 6 spesies bersifat
aksidental, sedangkan dengan menggunakan metode Kuadrat dan Hand sorting
yaitu 3 spesies bersifat konstan, 12 spesies bersifat assesori, dan 3 spesies bersifat
aksidental.
b. Makrofauna tanah yang memiliki nilai KR ≥10% dan FK ≥25% pada metode
pitfall Trap adalah Odontoponera denticulataAphaenogaster treatae dan
Monomorium pharaosis sedangkan dengan menggunakan metode Kuadrat dan
Hand sortingPontoscolex corethrurus dan Odontoponera denticulata.
c. Urutan pertama dari komposisi makrofauna tanah yang didapatkan yaitu dari
spesiesOdontoponera denticulatadimana pada kedua metode yang telah
dilakukan menunjukkan nilai KR tertinggi.

5.2 Saran
PerludilakukanpenelitianlebihlanjutmengenaiKomposisiKomunitasMakrofau
na Tanah Pada Areal TanahPerkebunanKelapaSawit di DesaSidodadi,
KecamatanKampung Rakyat, KabupatenLabuhanbatu Selatan, Sumatera Utara
agardidapatkanperbandinganjenismakrofaunatanahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adianto, 1993. Biologi Pertanian (Pupuk Kandang Pupuk Organik Nabati Dan
Insektisida). Edisi ke-2. Alumni anggota IKAPI. Bandung. Hlm 70-72.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Agus FE, Runtunuwu T, June E, Susanti H, Komara I Las M van, Noordwijk, 2009.
Carbon budget in land use transitions to plantation. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian 29(4): 119−126.
Anderson, JM, 1994. Functional Attributes of Biodiversity in Landuse System: In
DJ, Greenland, Szabolcs (eds). CAB International: Soil Resiliense and
Sustainnable Land Use. 20(1): 12-15.
Ansyori, 2004. Potensi Cacing Tanah Sebagai Alternatif Bioindikator Pertanian
Berkelanjutan. Pengantar Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor. Sekolah
Pasca Sarjana. Bogor. Hlm 201-203.
Bio Intelligence Service (BIS), Europe Commision. 2010. Soil Biodiversity
Functions Threats andTools for Policy Makers. Technical Reports 2010.
Tersedia di : www.biois.com/soilbiodiversity/231_html.
BororDJ, TriplehornC A, JohnsonNF, 1992. PengenalanPelajaranSerangga.
Diterjemahkanoleh SPartossoedjono.Edisi ke-6.GadjahMada University
Press.Yogyakarta.
Buckman, HO, Brady NC, 1982. Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Soegiman. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. Hl, 21-23.
Chouduri DK, Roy S, 1972. An ecological study on Collembola of West Bengal
(India). Rec Zool Surv India 66 (1-4) : 81-101.
Crossley JR, Mueler DA, Perdue JC, 1992. Biodiversity of Microarthopods in
agricultural soil: Relations to processes. Agric. Ecosyt. Environ, 40: 37 48.
Darmi. 2013. Populasi cacing tanah Megadrili di lahan perkebunan kelapa sawit
dengan strata umur tegakan yang berbeda. Prosiding semirata FMIPA
Universitas Lampung. Edwar CA, Lofty JR. 1976. Biology
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Pertumbuhan Areal Kelapa Sawit Meningkat.
Http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-362-pertumbuhan-areal-kelapa-sawit-
meningkat.html.pada 2 April 2015.
Dwiastuti, 2011. Kajian Tentang Kontribusi Cacing Tanah dan Perannya Terhadap
Lingkungan Kaitannya dengan Kulalitas Tanah. Hl, 449.
Dwiastuti S, Suntoro, 2009. Eksistensi Cacing Tanah Pada Lingkungan Berbagai
Sistem Budidaya Tanaman Di Lahan Berkapur.Universitas Sebelas Maret.
No.36A, Surakarta.
Edward CH, Lofty JR, 1997. Biology of Earthworm. Chapman and Hall. London.
Falahuddin I, 2012. Peranan Semut Rangrang (Oecphylla smaragdina) dalam
pengendalian Biologis Pada Perkebunan Kelapa Sawit Conference
Proceedings. Annal International Conference on Islamics Studies. Program
studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah. Palembang. Hl,
2605-2608.
Gibb TJ, Oseto CY, 2006. Arthropod Collection and Identification (Field and
Laboratory Techniques). Elsevier Academic Press. British. 4(2): 11-12.
Gordon, DM. 2003. The Organization of Work in social Insect Colonies,
http://eclectic.ss.uci.edu/-drwhite/Complexity/Gordon-1.pdf. 02 Januari 2007
Hadi HM, 2009. Biologi Insekta Entomologi. Yogyakarta.Graha Ilmu. Hl, 66.
Hagvar S, 1998. The relevance of the Rio-Convention on Biodiversity to
conserving biodiversity of soils. Applied Soil Ecology9: 1-7.
Hakim N, Nyakpa MY, Lubis AM, Nugroho SG, Dika A, GB Hong HH, Bailley.
1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung Hanafiah K.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Anas AL, Napoleon A, Ghoffar N, 2005. Biologi Tanah Ekologi dan
Mikrobiologi Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hl, 123.
Hanafiah KA, Napoleon A, Nuni G, 2005. Biologi Tanah Ekologi dan Makrobiologi
Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hl, 11-12.
Hanafiah KA, Napoleon A, Ghofar N, 2014. Biologi Tanah Ekologi dan Makbiologi
Tanah. Cetakan Kelima PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hl, 31-34.
Handayanto, Hairiah, 2009. Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah Sehat.
Yogyakarta. Pustaka Adipura.
Hariyanto S, Irawan B, Soedarti T, 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Airlangga
University Press. Surabaya. 1(2): 9-11.
Harjowigeno W, 2010. Ilmu Tanah. CV Akademika Pressindo. Jakarta. Hl, 69.
Heddy S, 1994. Pengantar Ekologi. Jakarta: Rajawali Press. Hl, 6-10.
Hole FD, 1981. Effects of Animals on Soil. Geoderma. 25(1): 75-112.
Hou JQ, Yanyun L, Quangqing RD, 2005. The Influence of Temperature pH and
C/N Ration the Growth and Survival of Earthworm in Municipal Soil Waste.
Agric Engineering.International. pp. 44.
Imler U, 2004. Long-term Fluctuation of Soil Fauna (Collembola and Oribatida) at
Ground Water-Near Site in an Alder Wood. Pedobiologia 48 (4) : 349-363.
John HA, 1998. Kajian Pengaruh Pemupukan Dengan Limbah Cair Pabrik Kelapa
Sawit Ke Areal Kebun Terhadap Cacing Tanah Untuk Memantau Kualitas
Tanah Secara Biologis. (Tesis). Medan: Universitas Sumatera Utara,
Program Pascasarjana. Medan.
Kimball JW, 1999. Biologi. Jilid Tiga. Erlangga. Jakarta. Hal : 997-999.
Kramadibrata I, 1995. Entomologi Hewan. Bandung: ITB.
Lee KE, 1985. Earthworm, Their Ecology and Relationship with Soil and Land Use.
Academy. pp 184.
Maft’uah E, Alwi M dan Mahrita, W. 2005. Potensi Makrofauna Tanah Sebagai
Bioindikator Kualitas Tanah Gambut. Bioscentiae. 2 (1): 1-17.
Maftu’ah E, Susanti M A, 2009. Komunitas Cacing Tanah Pada Beberapa
Penggunaan Lawan Gambut di Kalimantan Tengah. Berita Biogi. 9(4): 371-
379.
Michael P, 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.
Diterjemahkan oleh Koestoer, Y. R. UI-Press. Jakarta. Hl, 56-59.
Notohadiprawiro T, 1994.Tanah dan Lingkungannya. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi. Jakarta. Hl, 199.
Odum EP, 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Diterjemahkan oleh Samingan, T. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. Hlm. 274-275.
Paoletti MG, Favretta MR, Stinner SB, Purrington FF, & Bater JE. 1991
Invertebrates as bioindicator of soil use. In D.J. Greendland and I. Szabolcs
(eds). Soil Resiliense and Sustainable Land Use. CAB International. Oxon.
Patang H, 2010. Indikator Lahan Bekas Pertambangan. Jakarta. Erlangga. Hl, 19-23.
Peritika MZ, 2010. Keanakeragaman Makrofauna Tanah Pada Berbagai Pola
Agroforestri Lahan Miring Di Kabupaten Wonogiri. Jawa Tengah.
Universitas Sebelas Maret. Surskarta. Hl, 54.
Primack RB, SupriyatnaJ, IndrawanM, KramadibrataP,1998.BiologiKonservasi.
Jakarta: Yayasan. Obor Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Rahmawaty, 2004. Studi Kenakeragaman Mesofauna Tanah Di Kawasan Hutan
Wisata Alam Sibolangit. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
www.library.usu.ac.id/modules.php.Akses 2 November 2017. Hl, 75-76.
Rianto BH, Mochtar, Sasmito A. 2012.Overview of Palm Oil Industry Landscape in
Indonesia in Palm Oil Plantation Industry Landscape, Regulatory and
Financial Overview. PwC Indonesia, Jakarta.
Riyani R. 2014. Keanekaragaman Cacing Tanah pada Tipe Habitat dan Ketinggian
Tempat yang Berbeda. Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor.
Subranto RY, Purba E, Suprianto RD, Setiowati, 2003. Mendapatkan Bahan
Tanaman Kelapa sawit yang Toleran Ganoderma boninense. Jurnal Penelitian
Kelapa sawit. 11(3).
Sugiyarto, 2000. Aplikasi Bahan Organik Tanaman Terhadap Komunitas fauna
Tanah dan Pertumbuhan Kacang Hijau (Vigna radiata). Biodiversitas. 1(1):
25-30.
Sugiyarto, Wijaya D, Rahayu SY, 2002. Biodiversitas Hewan Permukaan Tanah
Pada Berbagai Tegakan Hutan di Sekitar Goa Jepang, BKPH Nglerak, Lawu
Utara Kabupaten Karanganyar. Jurnal Biodiversitas. III(1): 196-200.
Sugiyarto, Efendi M, Mahajoeno E, Sugito Y, Handayanto E, Agustina L, 2007.
Preferensi Berbagai Jenis Makrofauna Tanah Terhadap Sisa Bahan Organik
Tanaman Pada Intensitas Cahaya Berbeda. Biodiversitas. 7(4): 96-100.
Suhardjono YR, 1992. Fauna Collembola di Pulau Bali dan Pulau Lombok.
Ringkasan Disertasi Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Hl, 66.
Suharjono, 1994. Perbedaan Lima Macam Larutan yang Digunakan Dalam
Perangkap Sumuran pada Pengumpulan Serangga Permukaan Tanah.
Prosiding Seminar Nasional Biologi XV. 283-288.
Sutedjo MM, 1999. Mikro Biologi Tanah. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutanto R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan.
Yogyakarta: Kasnisius.
Soepardi G, 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: IPB. 3(2): 21-22.
Suin NM, 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta. Hl, 189.
Suin NM, 2002. Metoda Ekologi. Edisi ke-2. Universitas Andalas. Padang Hl, 195-
197.
Suin NM, 2006. Ekologi Hewan Tanah. Edisi ke-3. Bumi Aksara. Jakarta.
Suin NM, 2012. Ekologi Hewan Tanah. Cetakan IV. Jakarta: Bumi Aksara dan Pusat
Antar Universitas Ilmu Hayati ITB.
Tarumingkeng RC, 2000. Serangga dan Lingkungan. www. tumoutou. net/serangga.
20 Juni 2004.
Thamrin M, Hanafi H, 1992. Peranan Mulsa Sisa Tanaman Terhadap Konservasi
Lengas Tanah pada Sistem Budidaya Tanaman Semusim di Lahan Kering.
Hl, 5-12.
Thomas CA, Mitchell GH, 1951. Eelworms. Nemathodes as pest of
mushrooms. M.G.A Bull. 22:61-71.
Utami NS, Handayani S, 2003. Sifat Kimia Entisol Pada Pertanian Organik. Ilmu
Tanah Vol: 10. 2. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Hl, 67-68.
Wahyunto, Dariah A, Pitono D, Sarwani M, 2013. Prospek Pemanfaatan Lahan
Gambut Untuk Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Bogor. Jurnal
Perspektif. XII(1): 11-22.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Wallwork JA, 1970. Ecology of Soil Animals. Mc Graw Hill. London. Hl, 283.
Wallwork JA, 1976. The Diversity and Distribution of Soil Fauna. Academic Press.
London.
Widyawati, 2013. Pentingnya Keragaman Fungsional Organisme Tanah Terhadap
Produktivitas Lahan. Hl, 29-30.
Wood M, 1989. Soil Biology. New York: Chapman and Hall.
Wulangi SK,1992. Prinsip-prinsip Dasar Fisiologi Hewan. Jakarta: Direktorat
Pengembangan Ilmu-ilmu Biologi Dirjen Dikti. Hl, 9-11.
Yulipriyanto H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaanya. Graha Ilmu.
Yogyakarta. XI(2): 9-10.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1. Peta Labuhanbatu Selatan

Lokasi
penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2.Penempatan Plot Lokasi Sampling

= Pohon Kelapa Sawit

=Pitfall Trap

= Kuadrat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3.Nilai Faktor Fisika Kimia Tanah yang Terdapat Pada Lokasi
Penelitian

Areal Perkebunan
No. Parameter Satuan
Kelapa Sawit
o
1. Suhu Tanah C 28-30
2. Kelembaban % 51-85

3. pH - 5,4-6,8

4. Kadar Air % 11,37-14,20

5. C-organik % 0,67-1,26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 4. Contoh Perhitungan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Metode Pitfall Trap
Luas ember = 𝜋𝜋(𝑟𝑟 2 )
= 3,14 (82)
= 3,14 (64)
= 200,96 cm2
Jumlah plot pitfall trap = 25 plot
Luas areal koversi pitfall trap = cm2 m2
= 10.000 m2
= 10.000
200,96
= 49,761 m2

K Lycosa sp. = 10 = 0,400 x 49,761 = 19,904 ind/m (25 ind/m)


25
KR Lycosa sp. = 19,904 x 100% = 6,622 %
300,552
FKLycosa sp. = 7 x 100% = 28 %
25
Metode Kuadrat

Luas plot = sisi x sisi


= 30 cm x 30 cm
= 900 cm2
Jumlah plot kuadrat = 15 plot
Luas areal koversi kuadat = cm2 m2
= 10.000 m2
= 10.000
900
= 11,111 m2
K Trachosa canapii= 5 = 0,333 x 11,111 = 3,699 ind/m (15 ind/m)
15
KRTrachosa canapii = 3,699 x 100 % = 2,46 %
150,131
FKTrachosa canapii = 3 x 100% = 20 %
15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 5. Data Jenis dan Jumlah Makrofauna Tanah yang Ditemukan Pada Lokasi Penelitian

Metode Kuadrat dan Hand Sorting


Plot Jumlah Plot
Jumlah
No. Spesies yang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Individu
ditempati
1 Pontoscolex corethrurus 5 5 - 4 - 6 - 6 - 4 - 3 - - 7 8 40
2 Tapinopa longidens - - - - - - - - 1 - - - 2 - - 2 3
3 Geophilus flavus 2 - - - 1 - - - 3 - - - 2 - - 4 8
4 Scolopendra angulata - - - - - - - 1 - - - - - - - 1 1
5 Gasteracantha cancriformis - - 2 - - - - - - - 2 - - - - 2 4
6 Coptotermes curvignathus - - - 1 - - - - - 1 - - - 2 - 3 4
7 Blatta orientalis 2 - - - 1 - - - 2 - - - - - - 3 5
8 Alphitophagus bifasiatus - - - - - - - - - 2 - - - - - 1 2
9 Loberus impressus - - - - - - - - 1 - - - 1 - - 2 2
10 Forficula auricularia 1 - 2 - - 1 - 3 - 4 - 2 - 1 - 7 14
11 Blattella germanica - - - - - 1 - - - - - - - - 1 1
12 Brachyponera croceicornis 2 4 1 5 - 3 - 2 - 4 1 2 3 - 6 11 33
13 Monomorium pharaosis - - - 1 3 - - - - - 2 - 2 10 5
14 Odontoponera denticulata 1 2 1 - 3 - 2 - 3 - 3 3 2 1 1 11 22
15 Nitidula rufipes - - - - - - 6 - - 15 - - - - - 2 21
16 Anthobosca inslaris - - 2 - - - - 2 - - 2 - - - 3 4 9
17 Gryllus pennsylvanicus - - - - - 1 - - - - - - - 1 - 2 2
18 Gryllotalpa brachyptera - - - 1 - - - - - - - - - - - 1 1
19 Trachosa canapii 1 - - 2 - - - 2 - -- - - - - - 3 5
20 Philoscia muscorum - 2 - - 1 - - 3 - - - - 2 - 2 5 10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Metode Pitfall Trap
Plot Jumlah Jumlah
No. Spesies Plot yang Individu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 ditempati
1 Forficula
4 5
auricularia - - - - - - - - - - 1 - - - - 1 - - - 2 - - 1 - -
2 Lycosa sp. - - - 1 - - - - - - 1 - 1 - - 1 - - - 2 - 2 - 2 - 7 10
3 Julus terestris - - - - - - - - - - - - - - - 2 - - 2 - - - - - 2 3 6
4 Pycnoscelus
2 3
surinamensis - - - - - - - - - - - 1 - - 2 - - - - - - - - -
5 Ergaula
3 5
capucina - - - - - - - - - - - - - - 1 - - - 2 - - - - 2 -
6 Nitidula rufipes - - - - - 1 - - 1 - - - 1 - 2 - - - - - - 1 - - - 5 6
7 Odontoponera
14 29
denticulata 1 1 - - 2 - - 2 - - 3 3 - 1 2 2 1 2 - 3 - 2 4 - -
8 Monomorium
10 15
pharaosis - - - 1 - 2 - - - - 1 - 1 - 2 - 1 - - 2 - 2 - 2 1
9 Aphaenogaster
2 5
treatae - - - - - - 2 - - - 3 - - - - - - - - - -
10 Odontoponera
17 20
transversa - - - 2 - 1 - 1 - 2 1 1 1 1 1 1 - 2 1 1 - 1 1 1 1
11 Gryllus
8 12
pennsylvanicus - - - - - - 2 - - 1 - 2 - 1 - 1 - 2 - - 1 - 2 - -

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 6. Foto Alat dan Bahan

Soil thermometer Soil tester

Alat Monolith kuadrat Cangkul

Ember Terpel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 7. Foto Kerja

Penempatan plot kuadrat Penekanan plot

Pengukuran faktor fisika- Penyortiran hewan tanah


kimiatanah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai