Anda di halaman 1dari 73

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Kimia Skripsi Sarjana

2018

Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstrak


Daun Pegagan (Centella asiatica [L]
Urb) terhadap Karekteristik Film Kitosan
– Glutaraldehid sebagai Antibakteri

Yolanda, Ade
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4784
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN
PEGAGAN (Centella asiatica [L] Urb) TERHADAP
KARAKTERISTIK FILM KITOSAN –
GLUTARALDEHID SEBAGAI
ANTIBAKTERI

SKRIPSI

ADE YOLANDA
140802012

PROGRAM STUDI S1 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGARUH VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN
PEGAGAN (Centella asiatica [L] Urb) TERHADAP
KARAKTERISTIK FILM KITOSAN –
GLUTARALDEHID SEBAGAI
ANTIBAKTERI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai gelar
Sarjana Sains

ADE YOLANDA
140802012

PROGRAM STUDI S1 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGESAHAN SKRIPSI

Judul :Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstrak Daun Pegagan


(Centella asiatica [L] Urb) Terhadap Karekteristik
Film Kitosan – Glutaraldehid Sebagai Antibakteri
Kategori : Skripsi
Nama : Ade Yolanda
Nomor Induk Mahasiswa : 140802012
Program Studi : Sarjana (S1) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : MIPA - Universitas Sumatera Utara

Disetujui di
Medan, Juli 2018

Ketua Program Studi Pembimbing,

Dr. Cut Fatimah Zuhra, S.Si, M.Si Prof. Dr. Tamrin, M.Sc
NIP. 197404051999032001 NIP. 196007041989031003

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN


PEGAGAN (Centella asiatica [L] Urb) TERHADAP
KARAKTERISTIK FILM KITOSAN –
GLUTARALDEHID SEBAGAI
ANTIBAKTERI

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2018

Ade Yolanda
140802012

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat
beriring salam penulis hadiahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW,
semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya di hari akhir. Amin.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang
tak terhingga kepada keluarga tercinta, untuk Ayahanda Ikhsan dan Ibunda tercinta
Alhafnizar Siregar, adikku Sandra Khairani, kedua Fika Yuliana, ketiga Muhammad
Fachri Alimuddin terima kasih atas segala kasih sayang, dukungan materi dan
moril,dan do’a terbaik untuk penulis.
Terima kasih penulis sampaikan kedapa Bapak Prof.Dr.Tamrin,M.Sc selaku
dosen pembimbing yang telah membantu dan memotivasi penulis untuk
menyelesaikan skripsi, kepda Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, S.Si., M.Si dan Ibu
Dr.Sovia Lenny, S.Si., M.Si selaku ketua dan sekretaris Program Studi S1 Kimia
FMIPA USU, Kepada Bapak Prof.Dr. Zul Alfian, M.Sc selaku dosen pembimbing
akademik, serta kepada Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Kimia yang telah memberikan
motivasi, ilmu dan arahan yang baik selama masa perkuliahan.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Sabarmin Perangin-
angin, M.Si dan kakak Sri Rahayu, S.Si selaku Kepala dan Laboran di Laboratorium
Kimia Dasar LIDA USU. Untuk teman-teman Kimia stambuk 2014, keluarga besar
Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU, adik-adik kimia stambuk 2015-2017, serta
sahabat-sahabat terbaik penulis terima kasih atas dukungan, motivasi, semangat,
arahan, bantuan dan telah menjadi keluarga penulis selama ini.
Semoga Allah melindungi dan mengabulkan Doa kita dan membalas
kebaikan kalian kepada penulis, Amin Ya Rabbal’ Alamain.

Medan, Juni 2018

Ade Yolanda

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN
PEGAGAN (Centella asiatica [L] Urb) TERHADAP
KARAKTERISTIK FILM KITOSAN –
GLUTARALDEHID SEBAGAI
ANTIBAKTERI

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi


ekstrak daun pegagan terhadap karakteristik film kitosan-glutaraldehid sebagai
antibakteri. Pembuatan film kitosan dilakukan dengan melarutkan dalam asam asetat
2%, sehingga diperoleh larutan Kitosan 2%. Kemudian larutan kitosan 2%
divariasikan dengan penambahan Gliserol 2%, Amilum 10%, Glutaraldehid 0,5%
dan Ekstrak metanol daun pegagan yang dilakukan menggunakan metode ekstraksi
maserasi dengan konsentrasi (1%,3% dan 5%). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan peningkatan konsentrasi ekstrak daun pegagan menyebabkan
meningkatnya sifat antibakteri pada film. Dari uji persentasi ikat silang hasil terbaik
ditunjukkan oleh film Kitosan 2%-Gliserol 2%-Glutaraldehid 0,5%- Ekstrak Pegagan
5% yaitu 76,19% dan pada uji daya serap air hasil terbaik ditunjukkan oleh film
Kitosan 2%- Gliserol2% - Amilum 10% yaitu 833%, berdasarkan uji FTIR
penambahan ekstrak daun pegagan menghasilkan gugus fungsi baru C=C pada
bilangan gelombang 1620,21 cm-1, dan uji morfologi menggunakan SEM didapatkan
hasil terbaik pada film Kitosan 2%-Gliserol 2% -Glutaraldehid 0,5% dimana
permukaannya halus dan fleksibel.

Kata Kunci : Antibakteri, Daun Pegagan,Gliserol, Glutaraldehid, Kitosan

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
INFLUENCE OF VARIATION OF PEGAGAN LEAF EXTRACT
CONCENTRATION (Centella asiatica [L] Urb) TOWARD
CHARACTERISTICS OF CHITOSAN FILM
GLUTARALDEHID AS ANTIBACTERI

ABSTRACT

Research has been done to find out the effect of variation of leaf extract of
pegagan to chitosan-glutaraldehid as antibacterial characteristic. Chitosan film was
made by dissolving in 2% acetic acid, so 2% chitosan solution was obtained. Then
the 2% chitosan solution was varied with the addition of 2% Glycerol, 10% Amylum,
Glutaraldehid 0.5% and Leaf Polyurethane Leaf Methanol Extraction using
Maserasi Extraction Method (1%, 3% and 5%). Based on research done increase the
concentration of leaf extract of Pegagan causing the increase of antibacterial
properties in film. From the crosslinked percentage test the best results are shown by
2% Chitosan film -Gliserol 2% -Glutaraldehid 0.5% - 5% Pegagan extract is
76.19% and the best water absorption test is shown by 2% Chitosan film -
Glycerol2% - Amylum 10% ie 833%, based on FTIR test addition of Leaf Aromatic
Leaf extract yield new functional group C = C at wave number 1620,21 cm-1, and
morphology test using SEM got best result on film Kitosan 2% -Gliserol 2% -
Glutaraldehyde 0.5% where the surface is smooth and flexible.

Keywords : Antibacterial, Chitosan, Glutaraldehyde, Glycerol, Pegagan Leaves

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI i
PERNYATAAN ORISINALITAS ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
DAFTAR RINGKASAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 4
1.3. Pembatasan Masalah 4
1.4. Tujuan Penelitian 4
1.5. Manfaat Penelitian 5
1.6. Metodologi Penelitian 5

BAB 2 TINJAUANPUSTAKA
2.1. Kitosan 6
2.2. Daun Pegagan 9
2.3. Ikat Silang 11
2.4. Glutaraldehid 12
2.5. Gliserol sebagai Plastisizer 13
2.6. Amilum 15
2.7. Antibakteri 17
2.8. Karakterisasi Polimer 18
2.8.1. Persentase Ikat Silang 18
2.8.2. Daya Serap Air 19
2.8.3. Fourier Transform Infrared 19
2.8.4. Scanning Electron Microscopic 20
2.8.5. Uji Antibakteri 21

BAB 3 METODEPENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat 22
3.2. Alat dan Bahan 22
3.2.1. Alat 22
3.2.2. Bahan 23
3.3. PembuatanEkstrak Metanol Daun Pegagan
(Centella asiatica [L] Urb.) 23
3.4. Pembuatan Kitosan 2% 23

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.5. Pembuatan Film Kitosan – Gliserol 2% 24
3.6. Pembuatan Film Kitosan-Gliserol 2%-Amilum 10% 24
3.7. Pembuatan Film Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid 24
3.8. Pembuatan Film Film Kitosan-Gliserol-
Glutaraldehid-Ekstrak Metanol Daun Pegagan 24
3.9. Uji Persentase Ikat Silang 25
3.10. Uji Daya Serap Air 25
3.11. Analisa Gugus dengan FTIR 25
3.12. Analisa Permukaan dengan SEM 26
3.13. Uji Antibakteri 26
3.13.1. Pembuatan Media mueller Hinton Agar (MHA) 26
3.13.2. Pembuatan Stok Kultur Bakteri 26
3.13.3. Pembuatan Suspensi Bakteri 27
3.13.4. Pengujian Aktivitas Antibakteri 27
3.14. Bagan Penelitian 28
3.14.1. Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Pegagan
(Centella asiatica [L] Urb.) 28
3.14.2. Pembuatan Kitosan 2% 28
3.14.3. Pembuatan Film Kitosan-Gliserol 29
3.14.4. Pembuatan Film Kitosan-Gliserol-Amilum 29
3.14.5. Pembuatan Film Kitosan- Gliserol- Glutaraldehid 30
3.14.5. Pembuatan Film Kitosan- Gliserol- Glutaraldehid-
Ekstrak Metanol Daun Pegagan 31

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Penelitian 32
4.2. Uji Persentase Ikat Silang 35
4.3. Uji Daya Serap Air 37
4.4. Hasil Analisa dengan Gugus FTIR 39
4.5. Hasil Analisa SEM 43
4.6. Uji Antibakteri 46

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan 50
5.2. Saran 51

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel

4.1 Data Persen derajat ikat silang (degree of 35


croslinking) dari Film Kitosan-Gliserol,
Kitosan-Gliserol- Amilum, Kitosan-Gliserol-
Glutaraldehid dan Kitosan-Gliserol-
Glutaraldehid-Ekstrak Metanol Daun
Pegagan

4.2 Data Persen Rasio Swelling dari Film 37


Kitosan-Gliserol, Kitosan-Gliserol- Amilum,
Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid dan Kitosan-
Gliserol-Glutaraldehid-Ekstrak Metanol
Daun Pegagan

4.3 Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus 39


Fungsi Pada Kitosan 2%-Gliserol 2%

4.4 Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus 39


Fungsi Pada Kitosan 2%-Gliserol 2%-
Amilum 10%

4.5 Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus 39


Fungsi Pada Kitosan 2%-Gliserol 2%-
Gluataraldehid 0,5%

4.6 Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus 40


Fungsi Pada Kitosan 2%-Gliserol 2%-
Gluataraldehid 0,5% - Ekstrak Pegagan 1%
4.7 Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus 40
Fungsi Pada Kitosan 2%-Gliserol 2%-
Gluataraldehid 0,5% - Ekstrak Pegagan 3%

4.8 Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus


Fungsi Pada Kitosan 2%-Gliserol 2%- 40
Gluataraldehid 0,5% - Ekstrak Pegagan 5%

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar
2.1 Struktur Kitosan 6
2.2 Tumbuhan Daun Pegagan 9
2.4 Struktur Glutaraldehid 13
2.5 Struktur Gliserol 14
2.6 Struktur Amilosa 16
2.7 Struktur Amilopektin 17
4.1 Interaksi antara Kitosan-Gliserol-Amilum 32

4.2 Mekanisme Ikat Silang Kitosan- 33


Glutaraldehid
4.3 Hasil variasi Film Kitosan 34
4.4 Grafik Persen Derajat Ikat Silang dari 36
Produk Film Kitosan
4.5 Grafik Persen Rasio Swelling dari Produk 37
Film Kitosan

4.6 Spektrum FTIR dari Produk Film Kitosan 41


4.7 Hasil SEM Film Kitosan-Gliserol 42
4.8 Hasil SEM Film Kitosan-Gliserol-Amilum 43
4.9 Hasil SEM Film Kitosan-Gliserol- 44
Gluteraldehid
4.10 Hasil SEM Film Kitosan-Gliserol- 44
Glutaraldehid-Ekstrak Daun Pegagan 1%
4.11 Uji antimikrobial pada Variasi Film Kitosan 46

4.12 Aktivitas Antibakteri pada Film (a) 46


Kitosan2%-Gliserol 2%, (b)Kitosan 2% -
Gliserol 2%-Amilum 10%, (c) Kitosan 2%-
Gliserol 2% -Glutaraldehid 0,5% (d) Kitosan
2%-Gliserol 2% -Glutaraldehid 0,5%-
Ekstrak Metanol Daun Pegagan 1%, (e) )
Kitosan 2%- Gliserol 2%- Glutaraldehid
0,5%- Ekstrak Metanol Daun Pegagan 3%,
(f) Kitosan 2%- Gliserol 2%- Glutaraldehid
0,5%- Ekstrak Metanol Daun Pegagan 5%.

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


Lampiran
1 Bahan-Bahan Penelitian 56
2 Peralatan Penelitian 57
3 Hasil Determinasi Tumbuhan Pegagan 58
4 Hasil Uji Antimikrobial 59

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR RINGKASAN

FTIR = Fourier Transform Infra – Red


SEM = Scanning Electron Microscopy
MHA = Media mueller Hinton Agar
NA = Nutrient Agar
Mo = Berat Awal Film
Me = Berat Akhir Film
Wg = Berat Akhir Film Setelah Perendaman
Wo = Berat Akhir Film Sebelum Perendaman

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kitosan adalah salah satu jenis polisakarida turunan khitin yang merupakan
polisakarida terbesar kedua di alam setelah selulosa. Kitosan umumnya terbuat dari
cangkang udang dan rajungan. Kitosan pada umumnya banyak digunakan sebagai
bahan pengental, penstabil, pembentuk gel dan pembentuk tekstur. Selain itu, kitosan
mempunyai sifat dapat membentuk film, tidak suka air (hidrofobik), dapat
terdegradasi di alam, tidak beracun, serta dapat meningkatkan transparansi dalam
pembuatan film (Kittur dkk., 1998).

Kitosan memiliki banyak aplikasi medis karena bikompatibilitas,


hemokompatibilitas, toksisitasnya rendah dan proses biodegradasinya yang mudah
oleh karena itu, kitosan banyak digunakan berbagai bidang diantaranya, bidang
kedokteran, farmasi, makanan dan pertanian. Selain itu beberapa penelitian
menyebutkan produk degradasi kitosan oleh enzim dalam tubuh manusia dapat
mempercepat proses penyembuhan luka dengan menstimulasi proses degradasi
jaringan (Kamel,2017).

Film kitosan juga menampilkan sifat seperti fleksibilitas, daya tahan,


kekuatan, ketangguhan dan tinggi resistansinya (Martinez-Camacho et al., 2010)
Selain sifat yang unggul dari kitosan di atas, kitosan ternyata juga memiliki
kekurangan yaitu bersifat sensitif terhadap larutan asam. Oleh karena itu, penting
untuk mencegah kitosan mudah larut dalam larutan asam dan meningkatkan
ketahanan kimianya sekaligus hidrofilisitas serta degadrasi biologis jangka panjang.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan menghilangkan sejumlah gugus amina melalui
reaksi silang namun tetap mempertahankan gugus amina bebasnya (Neto et. al.,
2005). Salah satu senyawa yang biasa digunakan untuk reaksi silang adalah
glutaraldehid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

Glutaraldehid merupakan suatu bahan desinfektan yang efektif dalam


membasmi bakteri. Virus serta jamur dan bersifat nontoksik serta tidak iritatif bagi
manusia (Widyatama,2011).

Kitosan-glutaraldehid yang telah berikatan silang memiliki beberapa


keterbatasan, seperti kerapuhan dan sifat penghalang udara yang rendah. Oleh sebab
itu, maka perlu adanya penambahan plastisizer (zat pemlastis) untuk memperbaiki
sifat mekaniknya. Zat pemlastis adalah suatu bahan yang ditambahkan ke dalam
suatu material berupa elastomer untuk meningkatkan pengolahan, fleksibilitas, dan
tarikannya. Suatu pemlastis dapat menurunkan viskositas lebur, temperatur transisi
gelas, dan modulus elastis dari produk tanpa mengubah bentuk karakter kimia dari
material pemlastis (Andreas, 1990). Salah satu jenis plasticizer yang banyak
digunakan selama ini adalah gliserol.

Gliserol cukup efektif digunakan untuk meningkatkan sifat plastis film


karena memiliki berat molekul yang kecil (Huri dan Fitri, 2014). Gliserol merupakan
zat plastisizer yang murah, sumbernya mudah diperoleh, dapat diperbaharui, serta
ramah lingkungan karena mudah terdegradasi oleh alam. Penggunaan konsentrasi
gliserol untuk lapisan tipis lebih besar dari 2% ( Cerquecira, 2009).

Pembuatan film ini dapat dikombinasikan dengan daun pegagan, Pegagan


mengandung bahan aktif alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, steroid, dan triterpenoid.
Tiga golongan bioaktif, yaitu triterpenoid, steroid, dan saponin termasuk antioksidan
yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Bahan aktif tersebut merupakan
bahan baku obat tradisional yang bermanfaat sebagai antipikun, antistres, obat lemah
syaraf, demam, bronkhitis, kencing manis, psikoneurosis, wasir, dan tekanan darah
tinggi, serta untuk menambah nafsu makan dan menjaga vitalitas. Tanaman pegagan
juga mengandung garam mineral antara lain kalium, natrium, magnesium, kalsium,
dan besi, fosfor, minyak atsiri, pektin, asam amino, vitamin B, dan zat pahit
vellarine. Berdasarkan kandungan bahan aktif dan manfaatnya bagi kesehatan,
diperlukan informasi mengenai fitokimia dan manfaatnya bagi sistem imun tubuh,
serta prospek pengembangan tanaman pegagan di Indonesia (Sutardi,2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

Efek farmakologi utama dari pegagan ini diketahui berasal dari kandungan
glikosida triterpenoida yaitu Asiaticoside yang berfungsi meningkatkan perbaikan
dan penguatan sel-sel kulit, stimulasi pertumbuhan kuku, rambut, dan jaringan ikat,
meningkatkan perkembangan pembuluh darah serta menjaganya dalam jaringan
penghubung (connective tissue), meningkatkan pembentukan mucin (zat utama
pembentuk mucus) dan komponen-komponen dasar pembentuk lainnya, seperti
hyaluronic acid dan chondroitin sulfate, meningkatkan daya kompak (tensile
integrity) dermis (jaringan kulit di bawah epidermis), meningkatkan proses
keratinisasi (pembentukan keratin) epidermis melalui perangsangan pada lapisan luar
kulit, dan meningkatkan efek keseimbangan pada jaringan penghubung.

Satish,dkk (2017), telah melakukan penelitian tentang persiapan dan


optimalisasi film kitosan-gelatin untuk pengiriman lupeol berkelanjutan sebagai
penyembuhan luka. Film lupeol dalam hidrogel kitosan-gelatin disiapkan dengan
mencampurkan kitosan dan larutan gelatin menggunakan gliserol sebagai plastisizer,
diikuti dengan pengikatan silang dengan glutaraldehid. Film lupeol dalam hidrogel
kitosan-gelatin adalah halus, fleksibel, tidak rapuh dan menunjukkan kemampuan
mengembang yang sangat baik sebesar 85,40%, Film ini memiliki sifat antioksidan
yang sangat baik dengan mengikat kedua radikal dengan peningkatan yang stabil
tingkat yang meningkat seiring dengan waktu karena pelepasan lupeol yang stabil.
Aktivitas antibakteri lupeol di Film ini ditemukan dipertahankan sebagaimana dinilai
dengan metode difusi cakram.

Rudyarjo (2014) penelitian tentang pengaruh penambahan plastisizer gliserol


terhdap karakteristik hidrogel kitosan-gluteraldehid untuk aplikasi penutup luka.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penambahan gliserol menyebabkan
ketebalan, kuat tarik, dan kemampuan adsorbsi cairan hidrogel menurun, elongasi
dan ketahanan terhadap air hidrogel meningkat serta struktur hidrogel menjadi halus.
Hidrogel mampu mangadsorbsi cairan lebih dari 99,9%. Berdasarkan uraian diatas,
penulis ingin membuat film dari kitosan dan ekstrak daun pegagan (Centella asiatica
[L] Urb.) menggunakan pengikat silang glutaraldehid dengan penambahan
plastisizer gliserol sebagai antibakteri yang dapat digunakan sebagai tekstil medis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

terutama obat pembalut luka yang lebih alami dalam menghambat pertumbuhan
bakteri yang bersifat patogen.

1.2 Permasalahan
1. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi ekstrak daun pegagan (Centella
asiatica Urb. ) terhadap film kitosan-glutaraldehid sebagai antibakteri
2. Bagaimana persentase ikat silang, daya serap air, analisa gugus fungsi, sifat
morfologi film menggunakan SEM, dan uji antibakteri dari film kitosan-
gliserol, kitosan-gliserol- amilum, kitosan-gliserol-glutaraldehid dan kitosan-
gliserol-glutaraldehid-ekstrak daun pegagan

1.3 Pembatasan Masalah


1. Kitosan yang digunakan adalah Kitosan Komersil
2. Daun Pegagan yang digunakan berasal dari Tanjung Gusta, Medan.
3. Polimerisasi yang dilakukan dengan metode pencampuran larutan
menggunakan pengikat silang Glutaraldehid
4. Suhu pencampuran bahan adalah suhu ruangan

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi ekstrak daun pegagan
(Centella asiatica Urb.)terhadap film kitosan-glutaraldehid sebagai
antibakteri
2. Untuk mengetahui persentase ikat silang, daya serap air, analisa gugus
fungsi, sifat morfologi film menggunakan SEM, dan uji antibakteri dari film
kitosan-gliserol, kitosan-gliserol- amilum, kitosan-gliserol-glutaraldehid dan
kitosan-gliserol-glutaraldehid-ekstrak daun pegagan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pembuatan
film dari kitosan dan ekstrak daun pegagan (Centella asiatica [L] Urb.)
menggunakan pengikat silang glutaraldehid dengan penambahan plastisizer gliserol
sebagai antibakteri yang mampu memanfaatkan senyawa di alam pada biopolimer
yang bersifat biodegrable.

1.6 Metodologi Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut :
Tahap pertama yaitu penyediaan serbuk daun pegagan (Centella asiatica [L]
Urb) yang telah dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu kamar setelah
kering di potong kecil-kecil kemudian di blender sampai menjadi serbuk, kemudian
diekstraksi dengan pelarut metanol sampai serbuk daun pegagan terendam selama
2x24 jam dan ditutup dengan rapat lalu disaring menggunakan kertas saring,
ditampung filtrat daun pegagan. Hasil maserat dipekatkan dengan rotari evaporator
sampai diperoleh ekstrak daun, hasil ekstrak daun pegagan tersebut di uapkan
kembali didalam penangas air sehingga diperoleh ekstrak kental dari daun pegagan.
Tahap kedua pembuatan film dari kitosan dan ekstrak daun pegagan (Centella
asiatica [L] Urb.) menggunakan pengikat silang glutaraldehid dengan penambahan
plastisizer gliserol sebagai antibakteri, sebanyak 2 gram bubuk kitosan dilarutkan
dalam100 ml larutan asam asetat 2% dibawah pengadukan terus menerus selama 5
jam pada suhu kamar dan kemudian membentuk larutan kitosan 2%. Kemudian 2 mL
gliserol ditambahkan sebagai plastisizer dan distirer selama 1 jam, kemudian setiap
larutan kitosan dengan gliserol ditambahkan 20 mL glutaraldehid sebagai agen
pengikat silang yang distirer selama 6 jam pada suhu ruangan dan kemudian setiap
larutan tersebut ditambahkan ekstrak metanol daun pegagan dengan konsentrasi yang
berbeda ( 0,1,3 dan 5 %) dan diaduk selama 3 jam pada suhu kamar kemudian
dituangkan ke dalam cawan petridish dan dibiarkan kering selama 24 jam di oven
pada suhu 500C sampai terbentuk film.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitosan
Kitosan adalah produk deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai
panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-Glukosa), memiliki rumus
molekul [C6H11NO4]n. Kitosan merupakan suatu polimer alam yang berasal dari
limbah crustaceae sepertiudang dan kepiting. Kitosan bersifat tidak toksik,
biokompatibilitas, biodegrabilitas,bioadhesif, mukoadhesif, dan mudah dimodifikasi
secara kimia sehingga telah banyakdiaplikasikan dalam dunia farmasi.

Film kitosan dapat digunakan sebagai pembalut luka dan mampu


mempercepat penyembuhan luka serta menghambat pembentukan keloid
(Burkatovskaya et.al, 2006). Membran kitosan dapat menutupi permukaan kulit yang
luka secara sempurna dan menempel baik di permukaan kulit (Sinha, et.al, 2004).
Kitosan memiliki aktivitas antibakteri dan antifungi yang dapat menghambat infeksi,
menurunkan kontraksi, mempercepat penutupan dan proses penyembuhan pada luka
(Sezer et.al, 2007).

Dibawah ini merupakan struktur kitosan (Purwantiningsih,2009).

Gambar 2.1 Struktur Kitosan


Keberadaan gugus amina pada kitosan menyebabkan kitosan larut dalam
asam. Pelarutan Kitosan dalam asam akan membentuk larutan kental yang dapat
digunakan untuk pembuatan gel dalam berbagai variasi seperti butiran, membran,
ataupun serat (Jin , 2004).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

Optimasi yang dilakukan pada pembuatan membran kitosan oleh Aryanto


(2002) menggunakan pelarut asam asetat, asam sitrat dan asam formiat dengan
konsentrasi 10% pada konsentrasi kitosan 1, 3, 5 dan 7 % memperlihatkan bahwa
pelarut dan konsentrasi yang digunakan dalam pembuatan membran adalah
konsentrasi 7 % dan asam asetat.

Kitosan digunakan sebagai pelapis (film) pada berbagai bahan pangan,


tujuannya adalah menghalangi oksigen masuk dengan baik, sehingga dapat
digunakan sebagai kemasan berbagai bahan pangan dan juga dapat dimakan
langsung, karena kitosan tidak berbahaya terhadap kesehatan (Henriette, 2010).
Senyawa kitosan mempunyai sifat mengganggu aktivitas membran luar bakteri gram
negatif (Helander, 2001). Pemakaian kitosan sebagai bahan pengawet juga tidak
menimbulkan perubahan warna dan aroma (Setiawan, 2012).

Film kitosan dapat ditingkatkan karakternya sebagai bahan kemasan aktif


melalui penambahan bahan yang dapat menahan sinar matahari karena sinar matahari
terutama sinar UV dapat menginisiasi kerusakan bahan pangan melalui beberapa
proses oksidasi nutrisi pangan yang peka cahaya, seperti asam askorbat, antosianin,
riboflavin dan vitamin D. Kerusakan nutrisi pangan akibat matahari ini dapat
memperpendek waktu penyimpanan (Diaz-Visurraga et al., 2010).

Keunggulan lain yang sangat penting adalah kemampuannya dalam


menghambat dan membunuh mikroba atau sebagai zat antibakteri, diantaranya
kitosan menghambat pertumbuhan berbagai mikroba penyebab penyakit tifus yang
resisten terhadap antibiotik yang ada. Berbagai hipotesa yangsampai saat ini masih
berkembang mengenai mekanisme kerja kitosan sebagai antibakteriadalah sifat
afinitas yang dimiliki oleh kitosan yang sangat kuat dengan DNA mikrobasehingga
dapat berikatan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan
sintesaprotein. Sifat afinitas antimikroba dari kitosan dalam melawan bakteri atau
mikroorganismetergantung dari berat molekul dan derajat deasetilasi. Berat molekul
dan derajat deasetilasiyang lebih besar menunjukkan aktifitas antimikroba yang lebih
besar. Kitosan memiliki gugus fungsional amina (–NH2) yang bermuatan positif yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

sangat reaktif, sehingga mampuberikatan dengan dinding sel bakteri yang bermuatan
negatif. Ikatan ini terjadi pada situselektronegatif di permukaan dinding sel bakteri.
Selain itu, karena –NH2 juga memilikipasangan elektron bebas, maka gugus ini dapat
menarik mineral Ca+2 yang terdapat padadinding sel bakteri dengan membentuk
ikatan kovalen koordinasi. Bakteri gram negatifdengan lipopolisakarida dalam
lapisan luarnya memiliki kutub negatif yang sangat sensitifterhadap kitosan.Dengan
demikian kitosan dapat digunakan sebagai bahan anti bakteri/pengawet padaberbagai
produk pangan karena aman, tidak berbahaya dan harganya relatif murah (Hardjito,
2006).

Herliana (2010) menyatakan kitosan memiliki beberapa keunggulan


diantaranya ketersediaannya di alam berkelanjutan, biaya produksi murah, sifat
biodegradibilitas, biokompatibilitas, serta modifikasi kimia yang cukup mudah.
Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa
= 6,5) hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Karena sifatnya yang basa ini
maka kitosan :
a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan kental sehingga
dapat digunakan untuk pembuatan gel dalam beberapa variasi konfigurasi
seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.
b. Membentuk kompleks yang tidak larut dalam air dengan polielektrolit anion
yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul dan
membran.
c. Dapat digunakan sebagai pengkelat logam berat dimana gelnya menyediakan
sistem proteksi terhadap efek destruksi dari ion ( Kaban,2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

2.2. Daun Pegagan( Centella asiatica (L.) Urban)


Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) merupakan tanaman yangbanyak
dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkanberbagai penyakit.
Pegagan mengandung bahan aktifalkaloid, saponin, tanin, flavonoid, steroid, dan
triterpenoid pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) merupakantanaman liar yang
mempunyai prospek cukup baik sebagai tanaman obat.

Gambar 2.2. Tumbuhan Daun Pegagan

Winarto dan Surbakti (2003)melaporkan pegagan telah ditetapkan sebagai


tanamanobat tradisional sejak tahun 1884Pegagan tidak terlalu menyebabkan efek
sampingkarena dapat dicerna oleh tubuh dan toksisitasnya rendah(Rusmiati, 2007).

Pegagan mengandung beberapa senyawa bioaktifseperti asiatikosida berupa


glikosida, yang banyakdigunakan dalam ramuan obat tradisional atau jamu,
baikdalam bentuk ramuan maupun sebagai bahan tunggal.Asiatikosida berkhasiat
meningkatkan vitalitas dan dayaingat serta mengatasi pikun yang berkaitan erat
denganasam nukleat. Glikosida dan triterpenoid adalahtriterpenoid asiatikosida
turunan –amirin.

Pegagan merupakan tumbuhan tropis dengan daerahpenyebaran cukup luas,


dari dataran rendah sampai dataran tinggi hingga 2.500 m di atas permukaan
laut(Januwati dan Muhammad 1992). Pegagan dapatditemukan di daerah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

perkebunan, ladang, tepi jalan,pematang sawah, ataupun di ladang yang agak


basah(Besung 2009).

Pegagan tumbuh baik pada lingkungan denganintensitas cahaya rendah,


hampir sama dengan shadeplant, dan memiliki laju respirasi rendah. Dengan
sedikitfotosintesis netto sudah cukup membuat laju pertukaranCO2 menjadi nol,
dibandingkan tanaman sun plantyang mempunyai titik kejenuhan cahaya pada 10-20
molm2/detik, sedangkan shade plant sebesar 1-5 mol m2/detik. Nilai kejenuhan
cahaya tanaman shade plant lebihrendah karena laju respirasinya juga rendah. Laju
respirasiyang rendah menunjukkan bentuk adaptasi dasar yangmemungkinkan shade
plant mampu bertahan padalingkungan cahaya terbatas di dataran tinggi
beriklimbasah dengan intensitas cahaya matahari rendah, sepertidi Gunung Putri,
Cipanas, Cianjur, dan Bogor (Sutardi2008).
Manfaat dan khasiat utama pegagan ialah meningkatkansistem imun dalam
tumbuh dan sebagai obattradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit,antara
lain:
• Sebagai antilepra dan antilupa.
• Menurunkan tekanan darah dan menghambat terjadinyakeloid.
• Menurunkan gejala depresi, mencegah varises, danmemperlancar air seni.
• Mengatasi gangguan pencernaan dan membersihkandarah.
• Mengatasi wasir dan konstipasi.
• Menyembuhkan flu dan sinusitis.
• Mengatasi TBS kulit, gigitan ular, dan bisul.
• Meningkatkan daya ingat, kecerdasan, dan konsentrasi.
• Membangkitkan fungsi sistem saraf pada otak.
• Membantu penyembuhan penyakit TBC.
• Menghambat produksi jaringan bekas luka yangberlebihan.
• Memberikan efek menenangkan, sebagai anticemas danantistres.
• Memperbaiki sel kulit mati, merangsang pertumbuhankuku, rambut, dan jaringan
ikat.
• Menghilangkan rasa nyeri pada persendian.
• Melancarkan peredaran darah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

2.3. Ikat Silang


Crosslink (ikat silang) merupakan suatu ikatan yang meghubungkan satu
rantai polimer dengan rantai polimer lainnya, dapat berupa interaksi kovalen maupun
interaksi non kovalen dan dapat meningkatkan massa molekul polimer. Cara untuk
membentuk ikat silang secara fisik yaitu dengan interaksi hidrofobik, interaksi
muatan atau dengan membentuk ikatan hidrogen. Metode ikat silang kimia meliputi
polimerisasi radikal, reaksi kimia dari gugus komplementer, energi tinggi irradiasi
dan penggunaan enzim. Pada ikat silang kimia dibutuhkan agen pengikat silang yang
mungkin dapat bereaksi dengan zat-zat lainnya (Berg,et al.2010).

Ikat silang dapat digunakan dengan baik dalam polimerisasi bahan sintetik
maupun polimerisasi bahan alam. Namun, ketika suatu polimer terikat silang dengan
senyawa agen pengikat silang maka polimer tersebut akan kehilangan beberapa sifat
yang dimiliki oleh monomer penyusunnya. Sifat mekanik agen yang dihasilkan
sangat bergantung pada densitas agen pengikat silangnya. Densitas yang rendah akan
menurunkan viskositas polimer dalam bentuk cairnya. Densitas yang menengah
dapat membuat polimer memiliki sifat elastomer dan daya potensial yang tinggi dan
densitas yang sangat tinggi dapat menyebabkan polimer menjadi sangat keras dan
kaku.

Ikat silang dapat digambarkan sebagai ikatan antara dua rantai polimer yang
bergabung satu sama lain melalui suatu cabang. Ikatan antar polimer ini dapat terjadi
dengan bantuan agen pengikat silang yang jumlahnya 2-12% dari jumlah masing-
masing komponen polimer yang berikatan. Ikat silang kimia dapat terjadi melalui
ikatan kovalen maupun ion. Ikat silang pada suatu polimer dapat mempengaruhi
derajat swelling. Ketika hadir pelarut, suatu polimer ikat silang akan mengembang
pada saat molekul-molekul pelarut menembus jaringannya. Tingkat pengembangan
ini selain bargantung pada tingkat pengikatsilangan, juga bergantung pada afinitas
antara pelarut dan polimer. Ikat silang fisika merupakan ikatan-ikatan silang yang
labil secara termal yakni ikatan-ikatan silang kimia yang putus oleh pemanasan dan
mengikat kembali setelah pendinginan, ikat silang ion termasuk ikat silang fisika
(Stevens, 2001).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Ikat silang dapat terbentuk melalui reaksi kimia yang dipengaruhi oleh panas,
perubahan tekanan, pH, atau radiasi, ikat silang juga dapat diinduksi kedalam bahan
termoplastik melalui paparan sinar elektron, radiasi gamma, maupun sinar uv.
Seringkali, polimer yang terikat silang tidak dapat terurai jika dipanaskan (tidak
meleleh) sehingga bentuknya tidak dapat dirubah kebentuk lain yang disebut dengan
polimer termoset (Muthoharoh, 2012).

Sifat polimer yang dapat ditingkatkan dengan reaksi ikat silang meliputi:
 Sifat mekanik seperti tensile strenght
 Daya tahan terhadap goresan
 Kinerja pada suhu tinggi, seiring dengan peningkatan suhu leleh
 Ketahanan terhadap bahan kimia karena kelarutannya rendah dalam pelarut
organik

2.4. Glutaraldehid
Glutaraldehid adalah suatu senyawa organik dengan Rumus Molekul
C5H8O2 / CH2(CH2CHO)2, dengan massa molar 100.12 g mol-1 dan densitasnya
adalah 1.06 g/mL. Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer
pada kedokteran gigi, baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi.

Aldehid merupakan desinfektan yang kuat. Glutaraldehid 2% dapat dipakai


untuk mendesinfeksi alat-alat yang tidak dapat disterilkan, diulas dengan kasa steril
kemudian diulas kembali dengan kasa steril yang dibasahi dengan akuades, karena
glutaraldehid yang tersisa pada instrumen dapat mengiritasi kulit atau mukosa,
operator harus memakai masker, kacamata pelindung dan sarung tangan heavy duty.
Larutan glutaraldehid 2% efektif terhadap bakteri vegetatif seperti M. tuberculosis,
fungi, dan virus akan mati dalam waktu 10-20 menit, sedang spora baru akan mati
setelah 10 jam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

O O
Gambar.2.4. Struktur Glutaraldehid

Dilihat dari strukturnya, glutaraldehid mempunyai 2 gugus aldehid yang


reaktif. Gugus aldehid tersebut sangat reaktif terhadap gugus amina pada kitosan
sehingga apabila direaksikan, gugus aldehid akan berikatan kovalen dengan gugus
amina dan membentuk jembatan yang menghubungkan polimer kitosan yang satu
dengan yang lainnnya. Dengan penambahan agen crosslinking ini dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan mekanik film.

Glutaraldehid digunakan di beberapa fasilitas perawatan kesehatan sebagai


fiksatif elektron dan mikroskop cahaya dan sebagai pengawet jaringan. Pada
laboratorium dapat terkena solusi yang mengandung hingga 50% glutaraldehid
selama persiapan larutan fiksatif untuk digunakan dalam mikroskop dan histologi,
dan untuk jumlah yang sangat kecil solusi kekuatan kerja (3-6%) selama fiksasi
jaringan (Osha,2006).

Untuk eksposur lebih pendek glutraldehid memberikan perlindungan pada,


sarung tanganterbuat dari polyethylene dan stirena-butadiena, stirena-isoprena
kopolimer menyediakanperlindungan selama beberapa jam dengan glutaraldehid
encer (2% hingga 3,4%) (Ansell Health Care, 2003).

2.5.Gliserol sebagai Platisizer


Plasticizerdidefenisikan sebagai zat non volatil, bertitik didih tinggi, yang
pada saat ditambahkan pada material lain mengubah sifat fisik dari material tersebut.
Plasticizer bahan yang tidak mudah menguap, dapat merubah struktur dimensi objek,
menurunkan ikatan rantai antar protein dan mengisi ruang-ruang yang kosong pada
produk (Murni, dkk,.2013).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Plastisizerberfungsi untuk meningkatkan elastisitas dengan mengurangi


derajat ikatan hidrogen dan meningkatkan jarak antar molekul dari polimer. Syarat
plastisizer yang digunakan sebagai zat pelembut adalah stabil (inert), yaitu tidak
terdegradasi oleh panas dan cahaya, tidak merubah warna polimer dan tidak
menyebabkan korosi. Salah satu jenis plasticizeryang banyak digunakan selama ini
adalah gliserol. Gliserol cukup efektif digunakan untuk meningkatkan sifat plastis
filmkarena memiliki berat molekul yang kecil (Huri dan Fitri, 2014).

Gliserol adalah senyawa kimia murni1,2,3- propanatriol yang berbentuk


cairan kental, jernih dan bersifat higroskopis padatemperatur ruang. Gliserol
merupakan senyawa yang netral,dengan rasa manis,tidak berwarna, cairan kental
dengan titik lebur 200C dan memiliki titik didih yang tinggi, yaitu 290 0C.Gliserol
dapat larut secara sempurna didalam air dan alkohol, tetapi tidak dalam
minyak.Sebaliknya banyak zat mudah larut dalam gliserol dibandingkan dalam air
maupun alkohol. Oleh karena itu gliserol merupakan suatu pelarut yang baik
(Anonymous,2006).

H2C OH

HC OH

H2C OH
Gambar 2.5. Struktur Gliserol

Gliserol dapat larut dalam air dan alkohol, sedikit larut dalam dietil eter, etil
asetat, dan dioksan serta tidak terlarut dalam hidrokarbon (Knothe et al., 2005).
Gliserol terdapat dalam bentuk campuran lemak hewan atau minyak
tumbuhan. Gliserol jarang ditemukan dalam bentuk lemak bebas. Tetapi biasanya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

terdapat sebagai trigliserida yang tercampur dengan bermacam-macam asam lemak,


misalnya asam stearat, asam palmitat, asam laurat serta sebagian lemak. Beberapa
minyak dari kelapa, kelapa sawit, kapok, lobak dan zaitun menghasilkan gliserol
dalam jumlah yang lebih besar dari pada beberapa lemak hewan tallow maupun lard.
Gliserol juga terdapat secara ilmiah sebagai trigliserida pada semua jenis hewan dan
tumbuhan dalam bentuk lipida sebagai lecitin dan chepalins (Mirzayanti, 2013).

Produksi gliserol telah berkembang akhir-akhir ini terutama sebagai produk


sampingan dari produksi biodiesel. Gliserol telah banyak digunakan sebagai
emulsifier, stabilizer, plastizer. Gliserol juga dimanfaatkan sebagai pelarut reaksi dan
sebagai crooslinker untuk polimer jaringan.

2.6 Amilum
Amilum adalah polisakarida yang memilikimonomer glukosa yang
dihubungkan dengan ikatan glikosidik. Amilum memiliki kristalbergranula yang
tidak dapat larut dalam airdalam kondisi murni pada temperatur ruanganyang
memiliki bentuk dan ukuran sesuai jenis tanamanannya (Aditya , 2009).
Amlum initidak larut di dalam air, tetapi dapat larut padaasam asetat 1%-2% (
I Gede Sanjaya,2011). Amilum tersusun atas dua polimer utama yaitu amilosadan
amilopektin, juga mengandung protein0,25% dan lemak 0,1%-0,3% (Ashogbon
danAkintayo, 2012). Pemanfaatan amilum masih sangatjarang dikarenakan sifat fisik
dan kimianyayang sulit digunakan secara luas, sehinggadilakukan modifikasi secara
fisika dan kimiamaupun kombinasi keduanya. Modifikasi amilum dapat dilakukan
dengan memotong strukturmolekul dan menyusun kembali strukturmolekul pati
tersebut, mengoksidasi ataumensubstitusi gugus molekul amilum. Beberapamacam
pati memberikan sifat yang berbeda, amilum nasi misalnya, amilum ini memiliki
sifat opaqueyaitu tidak transparan ketika dimasak. Padapembuatan film
biodegradable, amilum digunakan sebagai bahan utama pembuatanfilm karena
sifatnya yang elastis danmenyerupai plastik dari polimer minyak bumi.Amilosa
adalah polimer dari glukosayang tidak larut dalam air, berwujud bubukputih dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

tidak berbau. Amilosa merupakanbagian polimer linier glukosa dengan alfa (1- 4)unit
glukosa. Amilosa memiliki berat molekulyang berbeda, tergantung dari jenisnya.

Amilosa yang terlarut dalam larutan asam lalu tergelatinisasi dan dikeringkan
dankembali menjadi kristalin berbentuk lapisan film. Sedangkan amilopektin
merupakan unit – unit polimerisasi glukosa anhydrous melaluiikatan 1,4 alfa
glikosidik dan ikatan cabang alfa 1,6 pada setiap 20-26 unit monomer glukosa
Amilopektin pada pati memiliki sekitar 200 unit glukosa yang saling berikatan pada
ikatan 1,4 alfa glikosidik yang panjang dancenderung berbentuk heliks. Struktur
cabang amilopektin merupakan hasil enzim yang memecah rantai linier yang
panjang, Kandungan amilosa di dalam pati berkisar 10%-30% sedangkan
amilopektin berkisar 70% - 90% (I Gede Sanjaya, 2014).

CH2OH CH2OH
O O H
H
H
H H
H
-
OH OH
- O O

H OH H OH

Gambar 2.6. Struktur Amilosa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

CH2OH
O H
H
OH H
- O

H OH
CH2OH CH2OH
O O H
H
H
H H
H
-
OH OH
- O O

H OH H OH

2.7 Struktur Amilopektin

2.7. Antibakteri
Antibakteri merupakan zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau
bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang
merugikan Antibakteri tertentu aktivitasnya dapat meningkat menjadi bakterisida bila
kadar antibakterinya ditingkatkan melebihi KHM.
Mekanisme kerja antibakteri adalah sebagai berikut :
1. Kerusakan pada dinding sel. Bakteri memiliki lapisan luar yang disebut dinding
sel yang dapat mempertahankan bentuk bakteri dan melindungi membran
protoplasma dibawahnya.
2. Perubahan permeabilitas sel. Beberapa antibiotik mampu merusak atau
memperlemah fungsi ini yaitu memelihara integritas komponenkomponen seluler.
3. Perubahan molekul protein dan asam nukleat. Suatu antibakteri dapat mengubah
keadaan ini dengan mendenaturasikan protein dan asam-asam nukleat sehingga
merusak sel tanpa dapat diperbaiki lagi. Penghambatan kerja enzim. Setiap enzim
yang ada di dalam sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu
penghambat. Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme
atau matinya sel (Suryaningrum.S , 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang hidup


dipermukaantubuh individu sehat tanpa membahayakan,terutama sekitar hidung,
mulut, alat kelamin,dan rectum. Namun, ketika kulit kitamengalami luka atau
tusukan, bakteri ini akanmasuk melalui luka dan menyebabkan infeksi. Penyakit
yang ditimbulkan oleh Staphylococcus aureus adalah menimbulkan infeksi bernanah
dan abses. Infeksinya akan lebih berat apabila menyerang anak-anak, usia lanjut dan
orang yang daya tahan tubuhnya sedang menurun, seperti penderita Diabetes
miletus, luka bakardan AIDS. Staphylococcus aureus juga dapat menyebabkan
penyakit seperti, infeksi pada folikel rambut dan kelenjar keringat, bisul infeksi pada
luka, menengitis edocarditis, pneumonia, phylonepharitis, osteomylitis dan
pneumonia. Sedangkan dirumah sakit sering menimbulkan nosocomial infection
pada bayi, pasien luka bakar atau pasien bedah yang sebagian besar disebabkan
kontaminasi oleh personil rumah sakit (medis dan paramedis) (Entjang. I, 2003).

2.8. Karakterisasi Polimer


2.8.1. Persentase Ikat Silang
Persentase ikat silang dilakukan dengan penentuan persen derajat ikat silang
(degree of crosslink). Berat kering film yang dihasilkan ditimbang, kemudian film
tersebut direndam dengan pelarutnya selama 24 jam. Setelah perendaman, film
dioven pada suhu 370C hingga kering selama 2 jam. Berat kering membran setelah
perendaman ditentukan dengan penimbangan menggunakan neraca analitis.
Persen Derajat ikat silang (degree of crosslinking) dapat ditentukan dengan :

Wg
%DC =
Wo
x 100
Dimana Wg adalah berat film setelah perendaman dan Wo adalah berat kering film
sebelum perendaman ( Muthoharoh, 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

2.8.2. Daya Serap Air


Daya serap air dilakukan dengan metode penentuan persen rasio swelling.
Semakin banyak rantai yang berikatan silang dalam suatu polimer, kemampuan
mengembangnya akan menurun dan film akan semakin kuat. Film diuji dengan cara
mengukur berat awal (mo) sampel yang kemudian direndam dalam aquadest selama
24 jam. Sampel yang telah direndam kemudian disaring dengan menggunakan kertas
saring dan diukur lagi berat akhirnya (m e). Banyaknya air yang terserap pada film
dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

me - mo
E = x 100%
mo

2.8.3. Spektroskopi Infra Merah (FT-IR)


Pada tahum 1965, cooley dan Turky mendemostrasikan teknik spektroskopi
FT-IR (Fourier Transfrom Infrared Spectroscopy). Teknik ini dilakukan dengan
penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan Michelson pada
akhir abad 19. Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa banyak diajukan
untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spectrum FT-IR suatu senyawa
(misalnya senyawa organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan
mempunyai spectrum yang berbeda pula.
Pada temperatur biasa molekul organic frekuensi vibrasinya dalam keadaan
tetap. Masing-masing ikatan mempunyai vibrasi renggangan (stretching) dan vibrasi
tekuk (bending) yang dapat mengadsorpsi energi radiasi pada frekuensi itu. Yang
dimaksud vibrasi renggangan ini ada dua macam, yaitu renggangan simetris dan
tidak simetris. Yang dimaksud vibrasi tekuk adalah terjadinya perubahan sudut
antara dua ikatan kimia. Umumnya pita serapan polimer pada spectrum infra merah
adalah adanya ikatan C-H regangan pada daerah 2880 cm-1 – 2990 cm -1
dan
regangan dari gugus fungsi lain yang mendukung untuk analisis suatu material.
Pada dasarnya tekhnik FT-IR adalah sama dengan infra merah biasa, kecuali
dilengkapi dengan cara penghitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk
mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi (Wirjosentono, 1995).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

2.8.4. Transmission Electron Microscopy (SEM)


Konsep awal yang melibatkan teori pemindaian mikroskop elektron pertama
kali diperkenalkan di Jerman (1935) oleh M. Knoll. Konsep standar dari SEM
moderen dibangun oleh von Ardenne pada tahun 1938 yang menambahkan
kumparan scan untuk mikroskop elektron transmisi. Desain SEM telah diubah cukup
dengan Zworykin et al. pada tahun 1942 saat bekerja untuk RCA Laboratorium di
Amerika Serikat. Desain itu lagi kembali di rancang oleh CW Oatley pada tahun
1948 seorang profesor di Universitas Cambridge. Sejak itu ada banyak kontribusi
penting lainnya yang telah sangat ditingkatkan dan dioptimalkan kerja dari scanning
mikroskop elektron moderen. Cara kerja SEM yaitu dengan memindai sinar halus
fokus elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan komposisi molekul sampel.
Energi dari elektron berinteraksi ke sampel secara langsung sebanding dengan jenis
interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi elektron yang
terukur dapat dianalisis oleh mikroprosesor canggih yang menciptakan pseudo
gambar tiga dimensi atau spektrum elemen unik dari sampel yang dianalisis
(Aravind, 2016).

Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa


permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan. Dari
gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan,
lekukan, dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan
electron sekunder yang dipancarkan oleh specimen. Sinyal elektron skunder yang
dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan
diperoleh gambar yang khas menggambarkan suatu struktur permukaan specimen.
Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih
atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket (Negulescu, 2004).

2.8.5. Uji Antibakteri


Antibakteri adalah zat yang dapat digunakan sebagai pembasmi bakteri
khususnya yang merugikan manusia. Berdasarkan toksisitas selektif, ada antibakteri
yang bersifat menghalangi pertumbuhan bakteri yang dikenal sebagai bakteriostatik
contohnya tetracycline, sulfonamida, dan chloramphenicol. Sedangkan antibakteri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

yang bersifat membunuh bakteri dikenal sebagai bakterisidal. Contohnya penicilin,


streptomycine, polymixin (Vincent, 1987).

Kultur jaringan sel tanaman secara in vitro merupakan salah satu cara untuk
produksi metabolit sekunder, terutama senyawa yang berkhasiat obat yang dapat
menghasilkan senyawa setiap waktu pada kondisi lingkungan yang dapat diatur dan
dimungkinkan pula mengatur proses metabolismenya untuk memperoleh hasil yang
sebesar-besarnya (Sandra, 2000).

Pengujian aktivitas anti bakteri edible film dilakukan untuk mengetahui


konsentrasi minyak atsiri yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba
pembusuk pada produk perikanan (E. coli dan S. aureus). Pengujian ini
menggunakan metode MIC (Minimum Inhibitor Concentration) metode difusi agar.
(Pranoto, et al., 2005)

Menurut Lay (1994) kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat


pertumbuhan mikroba dapat diketahui dengan mengukur zona hambat yang terbentuk
di sekeliling cakram. Hal ini juga dipertegas oleh Gupte (1990) bahwa besarnya zona
hambat yang terbentuk menunjukkan derajat kepekaan bakteri terhadap antibiotik
yang digunakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU, Analisa FTIR
dilakukan di Laboratorium Organik UGM, Yogyakarta, Uji Antibakteri dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU, Analisa SEM dilakukan di Laboratorium
Fisika, UNIMED Medan pada bulan Maret sampai Juni 2018.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


3.2.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah:
Nama Alat Merek
Alat-alat gelas Pyrex
Batang pengaduk Pyrex
Alat pemanas stirrer PMC
Kertas saring Whatman No.1 -
Rotari evaporator Buch
Ayakan -
Oven Carbolite
Blender philips
Neraca analitis Meltes AE 2000
Termometer Fisher
Cawan petridish Pyrex
Gunting Kenko
Chamber -
Aluminium voil Diamond
Labu destilat -
Jarum ose USBECK 5460
Laminar air flow -
Autoklaf -

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

Analytical Scanning Electron Microscope JEOL type JSM-6360LA


Spektrofotometer FTIR Shimadzu FT-IR 8201PC

3.2.2 Bahan Penelitian


Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Bahan Merek
Daun pegagan Helvetia, Tanjung gusta
Kitosan
Gliserol Merch
Asam asetat 2% Merch
Metanol Merch
Amilum 10%
Glutaraldehid
Nutrient agar
Staphylococcus aureus
Aquadest

3.3 Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Pegagan (Centella asiatica [L] Urb.)
Ditimbang sebanyak 300 gram serbuk daun pegagan (Centella asiatica [L] Urb.)
yang telah dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, kemudian dimaserasi dengan
metanol sebanyak 1 Liter sampai sampel terendam dan dibiarkan selama 48 jam dan
ditutup dengan rapat lalu disaring menggunakan kertas saring. Pada saat disaring
maka akan diperoleh filtrat dan residu, selanjutnya filtrat yang diperoleh dipekatkan
dengan rotari evavorator untuk memisahkan pelarutnya hingga diperoleh ekstrak
metanol dari daun pegagan.

3.4 Pembuatan Kitosan 2%


Ditimbang 2 gram bubuk kitosan dilarutkan dalam 100 mL larutan asam asetat
2% dibawah pengadukan terus menerus selama 5 jam pada suhu kamar dan dibiarkan
selama satu malam sehingga membentuk larutan kitosan 2%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

3.5 Pembuatan Film Kitosan – Gliserol


Diukur 50 mL larutan kitosan 2%, kemudian ditambahkan 2 mL gliserol 2%
dan distirrer selama 1 jam kemudian dituangkan kedalam cawan petridish lalu
dikeringkan didalam oven pada suhu 500C selama 24 jam, hasil kemudian disimpan
kedalam desikator. Selanjutnya film yang diperoleh ditentukan persentase ikat silang,
diuji daya serap air, dikarakterisasi dengan analisis FT-IR dan analisis SEM dan diuji
antibakteri.

3.6 Pembuatan Film Kitosan-Gliserol -Amilum


Diukur 50 mL larutan kitosan 2%, kemudian ditambahkan 2 mL gliserol 2%
dan distirrer selama 1 jam kemudian ditambahkan 2ml larutan amilum 10%
selanjutnya dituangkan kedalam cawan petridish lalu dikeringkan didalam oven pada
suhu 500C selama 24 jam, hasil kemudian disimpan kedalam desikator. Selanjutnya
film yang diperoleh ditentukan persentase ikat silang,diuji daya serap air,
dikarakterisasi dengan analisis FT-IR dan analisis SEM dan diuji antibakteri.

3.7 Pembuatan Film Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid


Diukur 50 mL larutan kitosan 2%, kemudian ditambahkan 2 mL gliserol 2%
dan distirrer selama 1 jam kemudian ditambahkan 20 mL glutaraldehid 0,5 % dan
distirrer selama 6 jam pada suhu ruangan kemudian dituangkan kedalam cawan
petridish lalu dikeringkan didalam oven pada suhu 50 0C selama 24 jam, hasil
kemudian disimpan kedalam desikator. Selanjutnya film yang diperoleh ditentukan
persentase ikat silang,diuji daya serap air, dikarakterisasi dengan analisis FT-IR dan
analisis SEM dan diuji antibakteri.

3.8 Pembuatan Film Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid-Ekstrak Metanol Daun


Pegagan
Diukur 50 mL larutan kitosan 2%, kemudian ditambahkan 2 mL gliserol 2%
dan distirrer selama 1 jam kemudian ditambahkan 20 mL glutaraldehid dan distirrer
selama 6 jam pada suhu ruangan kemudian setiap larutan tersebut ditambahkan
ekstrak metanol daun pegagan dengan konsentrasi yang berbeda ( 0,1,3 dan 5 %)
dan diaduk selama 3 jam pada suhu kamar lalu dikeringkan didalam oven pada suhu
500C selama 24 jam, hasil kemudian disimpan kedalam desikator. Selanjutnya film

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

yang diperoleh ditentukan persentase ikat silang,diuji daya serap air, dikarakterisasi
dengan analisis FT-IR dan analisis SEM dan diuji antibakteri.

3.9 Uji persentase Ikat Silang


Persentase ikat silang dilaukan denganpenentuan persen derajat ikat silang
(degree of crosslinking) Berat kering film yang dihasilkan ditimbang, kemudian film
tersebut direndam dengan pelarutnya (Toluena) selama 24 jam. Setelah perendaman,
film dioven pada suhu 60 0C hingga kering selama 3 jam. Berat kering film setelah
perendaman ditentukan dengan penimbangan menggunakan neraca analitis.
Persen Derajat ikat silang (degree of crosslinking) dapat ditentukan dengan
persamaan (1) berikut :

Wg
%DC =
Wo
x 100
(1)
Dimana Wg adalah berat film setelah perendaman dan Wo adalah berat kering film
sebelum perendaman.

3.10 Uji Daya Serap Air


Film diuji dengan cara mengukur berat awal (m o) sampel yang kemudian
direndam dalam aquadest selama 24 jam. Sampel yang telah direndam kemudian
disaring dengan menggunakan kertas saring dan diukur lagi berat akhirnya (m e).
Banyaknya air yang terserap pada film dapat dihitung menggunakan persamaan (2)
berikut :

me - mo
E = x 100%
mo
(2)

3.11 Analisa Gugus Fungsi dengan FTIR


Analisa gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan alat Shimadzu IR
Prstige-21. Sampel di preparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa dalam
sebuah film tipis yang diletakkan diantara lempengan-lempengan garam yang datar.
Pengujian dilakukan dengan menjepit film hasil campuran pada tempat sampel.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

Kemudian film diletakkan pada alat ke arah sinar infra red. Hasilnya akan
ditampilkan sebagai kurva bilangan gelombang dari 4000-500 cm-1.

3.12 Analisa Permukaan Dengan SEM


Proses pengamatan mikroskopik menggunakan SEM diawali dengan
merekatkan sampel dengan Stab yang terbuat dari logam spesimen older. Kemudian
setelah sampel dibersihkan dengan alat peniup, sampel dilapisi dengan emas dan
palladium dengan mesin dionspater yang bertekanan 1492x10-2 atm. Sampel
selanjutnya dimasukkan ke dalam ruangan yang khusus dan kemudian disinari
dengan pancaran elektron bertenaga 10 Kvolt sehingga sampel mengeluarkan
elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat dideteksi dengan detektor
scientor yang kemudian diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan
timbulnya gambar CRT ( Chatode Ray Tube). Pemotretan dilakukan setelah memilih
bagian tertentu dari objek (sampel) dan perbesaran yang diinginkan sehingga
diperoleh foto yang baik dan jelas (Negulescu, 2004).

3.13 Uji Antibakteri


3.13.1 Pembuatan Media mueller Hinton Agar (MHA)
Ditimbang sebanyak 9,5 gram media mueller hinton agar, kemudian
dilarutkan dengan 250 mL aquadest kedalam erlenmeyer. Larutan dipanaskan sambil
diaduk hingga larut dan mendidih, disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 0C
selama 15 menit.

3.13.2 Pembuatan Stok Kultur Bakteri


Ditimbang 7 gram media Nutrient Agar (NA), dilarutkan dengan 250 mL
aquadest dalam erlenmeyer, dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih.
Kemudian dituang sebayak 10 mL kedalam tabung reaksi dan disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit hingga terbentuk media Nutrient Agar
(NA) yang steril. Dimiringkan media NA membentuk sudut 30-450C dan dibiarkan
memadat, diambil biakan bakteri Staphylococcus aureus dari strain utama dengan
jarum ose bengkok lalu digoreskan pada media Nutrient Agar (NA) kemudian
diinkubasi pada suhu 350C selama 18-24 jam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

3.13.3 Pembuatan Suspensi Bakteri


Dimasukkan 10 mL aquadest kedalam tabung reaksi, disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit, diambil koloni bakteri dengan jarum ose
bengkok lalu dimasukkan ke dalam 10 mL aquades steril kemudian dihomogenkan
dengan vortex, dan diukur nilai absorbansi blanko berupa aquadest steril dengan
panjang gelombang 600 nm.

3.13.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri


Dimasukkan 15-20 media MHA steril kedalam cawan petri, dibiarkan sampai
mendidih, diambil cotton bud steril lalu dicelupkan ke suspensi bakteri. Kemudian
digoreskan ke permukaan media MHA yang telah memadat, dimasukkan kertas
cakram yang telah disterilkan. Kemudian ditempatkan film Kitosan2%-Gliserol 2%,
Kitosan 2% -Gliserol 2% -Amilum 10%, Kitosan 2%-Gliserol 2% -Glutaraldehid
0,5% , Kitosan 2%-Gliserol 2% -Glutaraldehid 0,5%-Ekstrak Metanol Daun Pegagan
1%, Kitosan 2%- Gliserol 2%- Glutaraldehid 0,5%- Ekstrak Metanol Daun Pegagan
3%, Kitosan 2%- Gliserol 2%- Glutaraldehid 0,5%- Ekstrak Metanol Daun Pegagan
5% pada permukaan NA. Kemudian diinkubasi pada 370C selama 24 jam dan 280C
untuk 72 jam dan diukur diameter zona bening disekitar kertas cakram dengan
jangka sorong. Suatu antibakteri/ antibiotik dikatakan mempunyai aktivitas terhadap
bakteri jika mempunyai kekuatan sebagai berikut: bila memberikan nilai zona
hambat dengan ukuran 6-10 mm dikategorikan lemah, 11-20 mm dikategorikan aktif,
dan 21-30 mm atau lebih dikategorikan sangat aktif (Muharni,2017).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

3.14 Bagan Penelitian


3.14.1 Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Pegagan (Centella asiatica [L] Urb.)

300 gram Serbuk Daun Pegagan (Centella


asiatica (L.) Urban)

dimaserasi dengan metanol sebanyak 1 L

didiamkan selama 48 jam

disaring maserat dengan kertas saring whatman no.1

Filtrat Residu

dipekatkan dengan rotari evaporator


diuapkan diatas penangas air sampai
semua pelarut menguap

Ekstrak Metanol Daun Pegagan

3.14.2 Pembuatan Kitosan 2%

2 gram Kitosan

dilarutkan dengan 100 ml asam asetat 2%

distirrer selama 5 jam


dibiarkan selama 1 malam

Kitosan 2 %

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

3.14.3 Pembuatan Film Kitosan – Gliserol

50 ml Kitosan 2%

ditambahkan 2 ml gliserol 2%

distirrer selama 1 jam


dituangkan kedalam cawan petridish
dikeringkan didalam oven pada suhu 500C
selama 24 jam

Film Kitosan-Gliserol

dikarakterisasi

Uji persentase Uji Daya Serap Uji


ikat silang Air Uji FT-IR Uji SEM
Antibakteri

3.14.4 Pembuatan Film Kitosan-Gliserol-Amilum

50 ml Kitosan 2%

ditambahkan 2 ml gliserol 2%

distirrer selama 1 jam

ditambahkan 2 ml Amilum 10%

distirrer selama 1 jam

dituangkan kedalam cawan petridish

dikeringkan didalam oven pada suhu 500C


selama 24 jam

Film Kitosan-Gliserol

dikarakterisasi

Uji persentase Uji Daya Serap Uji


ikat silang Air Uji FT-IR Uji SEM
Antibakteri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

3.14.4 Pembuatan Film Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid

50 ml Kitosan 2%

ditambahkan 2 ml gliserol 2%

distirrer selama 1 jam

ditambahkan 20 ml glutaraldehid 0,5%

distirrer selama 6 jam pada suhu ruangan

dituangkan kedalam cawan petridish

dikeringkan didalam oven pada suhu 500C


selama 24 jam

Film Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid

dikarakterisasi

Uji persentase Uji Daya Serap Uji


ikat silang Air Uji FT-IR Uji SEM
Antibakteri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

3.14.5 Pembuatan Film Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid-Ekstrak Metanol Daun


Pegagan

50 ml Kitosan 2%

ditambahkan 2 ml gliserol 2%

distirrer selama 1 jam

ditambahkan 20 ml glutaraldehid 0,5%

distirrer selama 6 jam pada suhu ruangan

ditambahkan ekstrak metanol daun pegagan1%

distirrer selama 3 jam

dituangkan kedalam cawan petridish

dikeringkan didalam oven pada suhu 500C


selama 24 jam

Film Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid-
Ekstrak Metanol Daun Pegagan1%

dikarakterisasi

Uji persentase Uji Daya Serap


ikat silang Uji FT-IR Uji SEM Uji
Air Antibakteri

Catatan: dilakukan penambahan ekstrak metanol daun pegagan (Centella asiatica


[L] Urb.)dengan konsentrasi ( 3 dan 5% ) pada setiap pembuatan film.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Pembuatan film kitosan dilakukan dengan melarutkan dalam asam asetat 2%,
sehingga diperoleh larutan kitosan 2%. Kemudian larutan kitosan 2% divariasikan
dengan penambahan Gliserol 2%, Amilum 10%, Glutaraldehid 0,5% dan Ekstrak
metanol daun pegagan yang dilakukan menggunakan metode ekstraksi maserasi
dengan konsentrasi (1%,3% dan 5%).
Pada pembuatan film kitosan dengan gliserol sebagai plastizer dapat
meningkatkan sifat mekanis dari film yang dihasilkan, dan pada pembuatan film
kitosan-gliserol yang ditambahkan amilum 10% . Gliserol banyak digunakan sebagai
pemlastis dalam pembuatan biofilm karena mampu mengurangi ikatan hidrogen pada
amilum. Hal ini sesuai dengan penelitian Agustin dan Karsono (2016) yang
menyatakan bahwa gliserol yang bertindak sebagai plastisizer akan terletak diantara
rantai biopolimer sehingga jarak kitosan dengan amilum akan meningkat. Hal ini
membuat ikatan hidrogen antara kitosan dan amilum berkurang dan digantikan
menjadi interaksi hidrogen antara gliserol-kitosan dan gliserol-pati. Berkurangnya
ikatan hidrogen akan menurunkan tingkat kerapuhan dan meningkatkan fleksibilitas
dari biofilm. Interaksi antara Kitosan-Gliserol-Amilum dapat dilihat pada Gambar
4.1

KITOSAN
N N N NH N

H H H H H H H H H H

OH H
H O O H OH GISEROL
O OH

H H
H
O O HO
HO O
AMILUM

Gambar 4.1. Interaksi antara Kitosan-Gliserol-Amilum (Agustin et al., 2010)


Pada pembuatan film Kitosan dengan gliserol sebagai plastisizer yang diikat
silang menggunakan glutaraldehid, penambahan agen pengikat silang pada kitosan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

dilakukan dengan menghilangkan sejumlah gugus amina melalui reaksi silang namun
tetap mempertahankan gugus amina bebasnya. Reaski ikat silang pada saat
polimerisasi sangat penting untuk menghasilkan jejaring polimer (yang dapat
menyerap air), berikut ini Mekanisme ikat silang antara Kitosan dengan
Glutaraldehid dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Mekanisme Ikat Silang Kitosan- Glutaraldehid (Sanjaya,2009)


Hasil variasi Film Kitosan dapat dilihat pada Gambar 4.3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)
Gambar 4.3. Film (a) Kitosan2%-Gliserol 2%, (b)Kitosan 2% -Gliserol 2% -Amilum
10%, (c) Kitosan 2%-Gliserol 2% -Glutaraldehid 0,5% (d) Kitosan 2%-Gliserol
2% -Glutaraldehid 0,5%-Ekstrak Metanol Daun Pegagan 1%, (e) ) Kitosan 2%-
Gliserol 2%- Glutaraldehid 0,5%- Ekstrak Metanol Daun Pegagan 3%, (f)
Kitosan 2%- Gliserol 2%- Glutaraldehid 0,5%- Ekstrak Metanol Daun Pegagan
5%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Pada gambar diatas terjadi perubahan warna yang signifikan selama proses
pengeringan dimana pada gambar (a) warna yang dihasilkan bening dan ketebalan
menurun, gambar (b) warna yang dihasilkan bening dan film yang dihasilkan lebih
tebal karena kandungan dari film tersebut berupa amilum sehingga menambah
ketebalan dan meningkatkan sifat mekaniknya, gambar (c) warna yang dihasilkan
mengalami perubahan dari bening menjadi kuning kecoklatan, adanya perubahan
warna ini menunjukkan secara visual adanya pembentukan ikat silang antara kitosan
dengan gluataraldehid (Monteiro, 1999), gambar (d) warna yang dihasilkan
mengalami perubahan dari kuning kecoklatan menjadi coklat, ini terjadi karena
penambahan ekstrak 1% sehingga menambah senyawa pada film, gambar (e) warna
yang dihasilkan menjadi coklat kehitaman, pada gambar adanya suatu bercak hitam
menunjukkan bahwa pada ekstrak daun pegagan yang ditambahkan tidak semua
komponen tercampur merata karena berat molekul yang besar dari kandungan daun,
gambar (f) warna yang dihasilkan menjadi coklat kehitaman, pada gambar adanya
suatu bercak hitam menunjukkan bahwa pada ekstrak daun pegagan yang
ditambahkan tidak semua komponen tercampur merata karena berat molekul yang
besar dari kandungan daun.

4.2 Uji Persentase Ikat Silang


Data dari penentuan persen derajat ikat silang (degree of croslinking)
menggunakan persamaan (2) dapat dilihat pada tabel 4.1 dan gambar 4.4
Tabel 4.1. Data Persen derajat ikat silang (degree of croslinking) dari Film Kitosan-
Gliserol, Kitosan-Gliserol- Amilum, Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid dan
Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid-Ekstrak Metanol Daun Pegagan

Kit Gliser Amilum Glutarald Ekstrak Berat Berat Deraja


osa ol 2% 10% ehid 0.5 Metanol Awal Film Akhir t ikat
n (ml) (ml) % (ml) Daun sebelum Film silang
2% Pegaga Perendama setelah (%)
(gr) n (%) n perenda
man
(gr)

2 2 - - - 0,1 0 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

2 2 2 - - 0,05 0 0
2 2 - 20 - 0,1 0,05 50
2 2 - 20 1 0,16 0,1 62,50
2 2 - 20 3 0,16 0,1 62,50
2 2 - 20 5 0,21 0,16 76,19

Derajat ikat silang (%)


80

60

40
Derajat ikat silang (%)
20

0
A B C D E F

Gambar 4.4. Grafik Persen Derajat Ikat Silang dari Produk Film Kitosan
Berdasarkan Tabel 4.1, terlihat bahwa persen derajat ikat silang meningkat
dengan penambahan ekstrak daun pegagan. Hal ini disebabkan kandungan dari daun
pegagan seperti halnya senyawa metabolit sekunder yang berikatan dengan bahan
lainnya. Ikat silang sangat berperan dalam menentukan elastisitas. Ikat silang
berfungsi sebagai pengikat bentuk yang memungkinkan terjadinya deformasi elastik
yang sangat besar (Wijayanti,2012). Jaringan yang diharapkan yaitu terbentuknya
rantai sepanjang mungkin dan terikat silang hanya dibeberapa tempat. Dan pada film
Kitosan-Gliserol dan Kitosan-Gliserol-Amilum tidak terjadinya ikat silang karena
film dari bahan tersebut ikut terlarut di dalam pelarutnya sehingga ikatan fisiknya
tidak terbentuk.
4.3 Hasil Uji Daya Serap Air
Sifat ketahanan film terhadap air ditentukan dengan uji swelling yaitu
persentase pengembangan film oleh adanya air (Utomo, 2013). Uji ini dilakukan
untuk menegtahui terjadinya ikatan dalam polimer serta tingkatan atau keteraturan
ikatan dalam polimer yang ditentukan melalui persentase penambahan berat polimer
setelah mengalami penggembungan. Proses terdifusinya molekul pelarut kedalam
polimer akan menghasilkan gel yang menggembung (Kristiani, 2015). Ketahanan
film terhadap air ditandai dengan rendahnya hasil persentase swelling yang dialami
film pada saat penambahan ekstrak. Nilai persentase rasio swelling dapat dilihat pada
tabel 4.2 dan Gambar 4.5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

Tabel 4.2. Data Persen Rasio Swelling dari Film Kitosan-Gliserol, Kitosan-Gliserol-
Amilum, Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid dan Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid-Ekstrak
Metanol Daun Pegagan
Kitosan Gliserol Amilum Glutaraldehid Ekstrak Berat Berat Rasio
2% (gr) 2% (ml) 10% 0.5 % (ml) Metanol Awal Akhir Swelling
(ml) Daun Film Film (%)
Pegagan (gr) (gr)
(%)
2 2 - - - 0,04 0,30 650
2 2 2 - - 0,06 0,56 833
2 2 - 20 - 0,04 0,08 100
2 2 - 20 1 0,05 0,11 120
2 2 - 20 3 0,06 0,09 50
2 2 - 20 5 0,04 0,06 50

Rasio Swelling (%)


1000
800
600
400 Rasio Swelling (%)
200
0
A B C D E F

Gambar 4.5. Grafik Persen Rasio Swelling dari Produk Film Kitosan

Keterangan :
A = Kitosan 2% + Gliserol 2%
B = Kitosan 2% + Gliserol 2% + Amilum 10 %
C = Kitosan 2% + Gliserol 2% + Glutaraldehid 0,5%
D = Kitosan 2% + Gliserol 2% + Glutaraldehid 0,5% + Ekstrak Metanol Daun
Pegagan 1%
E = Kitosan 2% + Gliserol 2% + Glutaraldehid 0,5% + Ekstrak Metanol Daun
Pegagan 3%
Berdasarkan Tabel 4.2, terlihat bahwa nilai persen rasio swelling semakin
F = Kitosan
menurun 2% +bertambahnya
dengan Gliserol 2% +variasi
Glutaraldehid 0,5%
konsentrasi + Ekstrak
dari ekstrak.Metanol Daun
Hal ini dikarenakan
Pegagan
adanya 5%
komponen yang ada didalam daun sehingga mempengaruhi nilai persen rasio
swelling pada film. Komponen yang ada di ekstrak daun pegagan mengalami ikatan
dengan komponen lainnya seperti gliserol yang ditambahkan maka gugus –OH pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

gliserol memungkinkan film untuk berikatan dengan air (Darni, et al. 2009),
sehingga jika adanya gugus –OH yang mengalami ikat silang maka kemampuan
suatu film untuk berikatan dengan air semakin menurun yang ada di film sehingga
struktur pada film menjadi tertutup dan sulit untuk terjadi difusi air. Film dengan
komposisi amilum 10% mengalami rasio swelling meningkat karena adanya gugus –
OH yang bersifat hidrofilik sehingga mampu mengikat molekul air lebih banyak dan
dapat membentuk ikatan hidrogen antara amilum dan air.
4.4 Hasil Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR
Analisa gugus fungsi secara kualitatif dilakukan dengan menginterprestasikan
puncak-puncak serapan dari spektrum inframerah. Analisa ini dikenal sebagai salah
satu tekhnik identifikasi struktur baik untuk senyawa organik maupun anorganik.
Secara teoritis dapat diramalkan frekuensi vibrasi dari berbagai gugus fungsi dalam
suatu molekul. Kemudian dengan cara ekspeimental yang teliti ditemukan frekensi
vibrasi gugus-gugus fungsi tersebut. Maka tersusunlah suatu tabel antara frekuensi
fibrasi dengan gugus fungsi dari berbagai sistem molekul yang dikenal dengan
“Correlation Charts”. Data analisis gugus fungsi Film Kitosan-Gliserol, Kitosan-
Gliserol- Amilum, Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid, Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid-
Ekstrak Pegagan1%, Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid-Ekstrak Pegagan 3%, Kitosan-
Gliserol-Glutaraldehid-Ekstrak Pegagan 5% dengan menggunakan FTIR dapat
dilihat dalam tabel 4.3, 4.4, 4.5, 4.6, 4.7 dan 4.8 dan Gambar 4.6
Tabel 4.3. Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi Pada Kitosan 2%-
Gliserol 2%
Gugus Fungsi Bilangan Gelombang (cm-1)
O-H 3448,72
C-H 2924,09
N-H 1566,20
C-O 1157,29
Tabel 4.4. Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi Pada Kitosan 2%-
Gliserol 2%- Amilum 10%
Gugus Fungsi Bilangan Gelombang (cm-1)
O-H 3448,72
C-H 2924,09

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

N-H 1566,20
C-O 1157,29
Tabel 4.5. Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi Pada Kitosan 2%-
Gliserol 2%- Gluataraldehid 0,5%
Gugus Fungsi Bilangan Gelombang (cm-1)
O-H 3448,72
C-H 2924,09
N-H 1404,18
C-O 1157,29
COO- 1566,20
N-H Stretch 3749,62
Tabel 4.6. Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi Pada Kitosan 2%-
Gliserol 2%- Gluataraldehid 0,5% - Ekstrak Pegagan 1%
Gugus Fungsi Bilangan Gelombang (cm-1)
O-H 3448,72
C-H 2924,09
N-H 1404,18
C-O 1072,42
COO- 1635,64
C=C 1581,63

Tabel 4.7. Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi Pada Kitosan 2%-
Gliserol 2%- Glutaraldehid 0,5% - Ekstrak Pegagan 3%
Gugus Fungsi Bilangan Gelombang (cm-1)
O-H 3394,72
C-H 2924,09
N-H 1404,18
C-O 1064,71
COO- 1689,64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

C=C 1620,21
N-H Stretch 3729,62

Tabel 4.8. Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi Pada Kitosan 2%-
Gliserol 2%- Gluataraldehid 0,5% - Ekstrak Pegagan 5%
Gugus Fungsi Bilangan Gelombang (cm-1)
O-H 3394,72
C-H 2924,09
N-H 1404,18
C-O 1064,71
COO- 1689,64
C=C 1620,21
N-H Stretch 3729,62

Pada spektrum FTIR dari Film Kitosan- gliserol menunjukkan adanya gugus O-H
pada daerah serapan 3448,72 cm-1 dan pada bilangan gelombang 2924,09 cm -1
merupakan daerah puncak N-H dari gugus amina dan Kitosan juga mengalami ikat
silang dengan gliserol melalui interaksi antara gugus hidroksil kitosan dan gliserol
oleh ikatan hidrogen( Leceta and Guerrero, 2012), untuk Film Kitosan-Gliserol-
Amilum adanya perubahan serapan baru dengan penambahan amilum 10% adanya
ikatan C-H stretch pada bilangan gelombang 2924,09 cm -1 dan pada gugus fungsi O-
H mengalami vibrasi yang kuat dengan bilangan gelombang 3448,72 cm -1. Untuk
data FTIR pada film Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid menunjukkan daerah bilangan
gelombang 3600-3200 cm-1 yang merupakan gugus O-H yaitu pada 3448,72 cm-1
selain itu daerah bilangan gelombang 1404,18 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus
N-H identik satu sama lain dan adanya penambahan pengikat silang Glutaraldehid
menunjukkan adanya gugus COO- pada bilangan gelombang 1566,20 cm-1, selain
gugus O-H, gugus N-H, dan gugus COO- gugus fungsi lainnya yang terdapat dalam
film ini juga adanya gugus C-O (aldehid) pada bilangan gelombang 1300-1000 cm-1
yaitu 1157,29 cm-1. Dan untuk film Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

penambahan ekstrak pegagan 1%,3% dan 5% terdapat adanya gugus O-H dengan
bilangan gelombang antara 3600-3200 cm-1 dan adanya gugus N-H juga terdapat
ikatan C=C yang menunjukkan adanya kandungan dari daun pegagan yang ikut
bereaksi berupa Asiaticosida (Terpenoid) pada bilangan gelombang sekitar 16500-
1500 cm-1.

Gambar 4.6 Spektrum FTIR dari Produk Film Kitosan

4.5 Hasil Analisa SEM


Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa
permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan. Dari
gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan,
lekukan, dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan
electron sekunder yang dipancarkan oleh specimen. Sinyal elektron skunder yang
dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan
diperoleh gambar yang khas menggambarkan suatu struktur permukaan specimen.
Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih
atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket (Negulescu, 2004). Pada penelitian ini
analisis SEM hanya dilakukan pada 4 Film pada perbesaran 500x,1000x dan 1500x,
analisis SEM Film Kitosan- Gliserol, Kitosan- Gliserol-Amilum, Kitosan-Gliserol-
Glutaraldehid dan Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid-Ekstrak Daun Pegagan 1% pada
gambar 4.7, 4.8, 4.9 dan 4.10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Gambar 4.7 Hasil SEM Film Kitosan-Gliserol


Pada analisa SEM Film Kitosan-gliserol untuk pembesaran 500x, 1000x, dan
1500x dimana struktur permukaannya kurang haus dan terlihat kurang homogen
dalam masing-masing komposisinya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

Gambar 4.8 Film Kitosan-Gliserol-Amilum


Pada analisa SEM Film Kitosan-Gliserol-Amilum pada pembesaran 500x
struktur permukaan film halus, sedangkan pada pembesaran 1000x terlihat struktur
permukaannya terdaat bagian molekul yang menonjol pada pinggiran film dan pada
pembesaran 1500x permukaan struktur halus tetapi terdapat tonjolan beberapa titik
disekitar film tersebut.

Gambar 4.9 Film Kitosan-Gliserol-Gluteraldehid


Pada analisis SEM Film Kitosan-Gliseol-Glutaraldehid untuk perbesaran
500x, 1000x dan1500x terdapat struktur permukaan yang rata dan halus, hal ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

menunjukkan telah terjadi perubahan bentuk yang baik saat penambahan pengikat
silang Glutaraldehid sehingga menjadi lebih homogen.

Gambar 4.10 Film Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid-Ekstrak Daun Pegagan 1%


Pada analisis SEM Film Kitosan-Gliserol-Glutaraldehid- Ekstrak Daun
Pegagan 1% untuk perbesaran 500x, 1000x, dan 1500x terdapat suatu cairan yang
memisah pada lapisan dasarnya, hal ini menunjukkan bahwa kandungan ekstrak pada
daun pegagan memiliki Kandungan Molekul yang besar sehingga tidak seluruh
ekstrak tercampur dengan rata pada film.

4.6 Uji Antibakteri


Hasil uji daya hambat ekstrak metanol daun pegagan (Centella asiatica [L]
Urb.) terhadap pertumbuhan S. aureus pada pengamatan 48 jam diperoleh bahwa
perlakuan Film Kitosan 2%-Gliserol 2% -Amilum 10%, Kitosan 2%-Gliserol 2%-
Glutaraldehid 0,5% , Kitosan 2%-Gliserol 2% -Glutaraldehid 0,5%-Ekstrak Metanol
Daun Pegagan 1%, Kitosan 2%- Gliserol 2%- Glutaraldehid 0,5%- Ekstrak Metanol
Daun Pegagan tidak membentuk zona hambat. Zona hambat yang terbentuk pada
perlakuan Film Kitosan 2%+ Gliserol 2% dengan diameter 21mm dan Kitosan 2%-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Gliserol 2% -Glutaraldehid 0,5%-Ekstrak Metanol Daun Pegagan 5% dengan


diameter 19 mm.
Isolat Bakteri Perlakuan Diameter Zona Bening
(mm)
Kitosan 2% + Gliserol 2% 21
Kitosan 2% + Gliserol 2% + -
Staphylococcus Amilum 10 %
aureus Kitosan 2% + Gliserol 2% + -
Glutaraldehid 0,5%
Kitosan 2% + Gliserol 2% + -
Glutaraldehid 0,5% +
Ekstrak Pegagan 1%
Kitosan 2% + Gliserol 2% + -
Glutaraldehid 0,5% +
Ekstrak Pegagan 3%
Kitosan 2% + Gliserol 2% + 19
Glutaraldehid 0,5% +
Ekstrak Pegagan 5%
Keterangan (-) : Tidak terdapat zona bening
Gambar 4.11 Uji antimikrobial pada Variasi Film Kitosan
Hasil uji antiaktibakteri pada Bakteri Staphylococcus aureus yang terdapat zona
bening pada film (a) dan (f) dapat dilihat Gambar 4.1.7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Gambar 4.12 Aktivitas Antibakteri pada Film (a) Kitosan2%-Gliserol 2%, (b)Kitosan
2% -Gliserol 2%-Amilum 10%, (c) Kitosan 2%-Gliserol 2% -Glutaraldehid
0,5% (d) Kitosan 2%-Gliserol 2% -Glutaraldehid 0,5%-Ekstrak Metanol Daun
Pegagan 1%, (e) ) Kitosan 2%- Gliserol 2%- Glutaraldehid 0,5%- Ekstrak
Metanol Daun Pegagan 3%, (f) Kitosan 2%- Gliserol 2%- Glutaraldehid 0,5%-
Ekstrak Metanol Daun Pegagan 5%.
Pada uji antibakteri untuk kitosan ditambah gliserol menunjukkan zona
hambat yang tinggi yaitu >20 mm, hal ini menunjukkan aktivitas mikroba yang kuat
(sensitif). Kitosan yang berperan penting karena dapat mencegah aktivitas antibakteri
dengan sifat mengganggu aktivitas membran luar bakteri (Helander, 2001).
Kitosan memiliki gugus fungsional amina (–NH2) yang bermuatan positif yang
sangat reaktif, sehingga mampu berikatan dengan dinding sel bakteri yang bermuatan
negatif. Ikatan ini terjadi pada situs elektronegatif di permukaan dinding sel bakteri.
Selain itu, karena –NH2 juga memiliki pasangan elektron bebas, maka gugus ini
dapat menarik mineral Ca+2 yang terdapat pada dinding sel bakteri dengan
membentuk ikatan kovalen koordinasi. Pada Kitosan 2% + Gliserol 2% +
Glutaraldehid 0,5% + Ekstrak Pegagan 5% memiliki zona hambat 19 mm yang
menyatakan bahwa pada ekstrak pegagan 5% memiliki kemampuan dalam
menghambat aktifitas bakteripada kategori aktif karena kandungan metabolit
sekunder pada daun pegagan salah satunya yaitu senyawa flavonoid dan asiaticosida
(Terpenoid) merupakan senyawa yang berperan sebagai antibakteri. Turunan fenol
berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan
hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

lemah dan segela mengalami penguraian, diikuti penetrasi fenol kedalam sel dan
menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein (Sholehah,2016). Sedangkan pada
ekstrak pegagan 1% dan 3% tidak terdapat aktivitas antibakteri yang optimum dalam
menghambat aktifitas bakteri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pembuatan Film Kitosan
Glutaraldehid dengan daun pegagan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada penambahan ekstrak daun pegagan untuk konsentrasi 1% dan3% tidak
menunjukkan aktivitas antibakteri, sedangkan pada konsentrasi 5%
menunjukkan aktivitas antibakteri dengan diameter zona hambat yaitu 19 mm
ini menunjukkan pada konsentrasi 5% kandungan dari daun pegagan dapat
menghambat bakteri Staphylococcus aureus untuk kategori aktif.
2. Hasil persentase ikat silang, daya serap air, analisa gugus fungsi, sifat
morfologi film menggunakan SEM, dan uji antibakteri dari film kitosan-
gliserol, kitosan-gliserol- amilum, kitosan-gliserol-glutaraldehid dan kitosan-
gliserol-glutaraldehid-ekstrak daun pegagan sebagai berikut :
a) Persentase ikat silang paling besar yaitu 76,19% pada film Kitosan
2%-Gliserol 2% -Glutaraldehid 0,5% -Ekstrak Pegagan 5% dan
paling terkecil yaitu 0% pada Film Kitosan 2% - Gliserol 2% dan
Kitosan 2% - Gliserol 2% - Amilum 10%.
b) Uji daya serap air paling besar yaitu 833% pada Film Kitosan 2% -
Gliserol 2% dan Kitosan 2% - Gliserol 2% - Amilum 10%. Dan paling
terkecil yaitu 50% pada film Kitosan 2%-Gliserol 2% -Glutaraldehid
0,5% -Ektrak Pegagan 5%.
c) Uji FTIR dihasilkan perubahan serapan dengan penambahan ekstrak
pegagan pada panjang gelombang tertentu.
d) Uji morfologi menggunakan SEM didapatkan hasil terbaik pada film
Kitosan 2%-Gliserol 2% -Glutaraldehid 0,5% dimana permukaannya
halus dan fleksibel.
e) Pada uji antibakteri terdapat dua film yang memiliki zona bening
yaitu pada Film Kitosan 2%- Gliserol 2% yang memiliki diameter
zona bening 21 mm dan pada Film Kitosan 2%-Gliserol 2% -
Glutaraldehid 0,5% -Ekstrak Pegagan 5% yang memiliki diameter
zona bening 19 mm.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

5.2 Saran
Adapun saran untuk penelitian selanjutnya yaitu :
1. Disarankan bagi peneliti selanjutnya agar meningkatkan berat ekstrak daun
pegagan untuk meningkatkan uji antibakteri yaitu diatas 5%.
2. Disarankan bagi peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian secara in-vivo
pada organisme yang diaplikasikan sebagai pembalut luka.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Y.E. et al. 2016. Sintesis Bioplastik Dari Kitosan Pati Kulit Pisang Kepok
dengan Penambahan Zat Adiktif. Universitas Surabaya: Surabaya.

Andreas, H., In Gatcher, R., and Muller, H. 1990. PVC Stabilizer and Plstics
Addictives Handbook Publishers, Munich.

Anonymous.2006. Gliserin.www.Pioneethinking.com/glucerine.html

Aravind SR, Nikhil AH, Vinay PR, Chandrashekar BS, Mahendra S, Harishkoushik
SR. An In Vivo Study on Bacterial Colonization With Metal, Ceramic, and
Self-ligating Brackets: A Scanning Electron Microscopy Study. [serial
online] 2013 Apr-June [cited June 2016].

Aryanto, A. Y., 2002, Pemanfaatan Kitosan dari Limbah Kulit Udang


(Crustacea)sebagai Bahan untuk Pembuatan Membran, Skripsi, Fakultas
Teknologi Perikanan, IPB, Bogor.

Ashogbon, A.O. Dan Akintayo E.T. 2012. Morpholigical,Functional and Pasting


Properties of Starches Separated Cultivars Rice Grown in Nigeria.
International Food Research Journal.

Berg, J.C., and Bhosale, P. (2010). Acoustic Spectroscopy For Colloids Dispersed in
a Polymer Gel System.

Besung, K.I. 2009. Pegagan (Centella aisatica) sebagai alternatif pencegahan infeksi
pada ternak. Jurnal Penelitian Universitas Udayana.

Burkatovskaya, M., Tegos, GP., Swietlick, E., Demidova, TN., Castano, AP &
Hamblin, MR. (2006). Use of chitosan bandage to prevent fatal infections
developing from highly
contaminated wounds in mice. J. Biomaterials.

Cerquira, Miguel A., Alvaro M. Lima., dkk. 2009. Suitability Of Novel


Galactomanan as Edible Coating for Tropical Fruits. Journal of food
engineering.

Darni, Yuli et al. 2009. Peningkatan Hidrofobisitas dan Sifat Fisik Plastis
Biodegrable Pati Tapioka dengan Penambahan Selulosa Residu Rumput

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Laut Euchema Spinossum. Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada


Masyarakat, Universitas Lampung:Lampung.

Diaz-Visurraga, J., Melendrez, M.F., Garcia, A., Paulraj, M., and Cardenas, G.,
2010. Semitransparent Chitosan-TiO2 Nanotubes Composite Film for Food
Package Applications. Journal of Applied Polymer Science.

Entjang, I., 2003, Mikrobiologi & Parasitologi untuk Akademi Keperawatan,


Bandung, Citra Aditya Bakti.

Gupte. S., 1990. Mikrobiologi Dasar Edisi Ketiga. Terjemahan dari The Textbook of
Medical Microbiology, oleh J. E. Suryawidjaja. Binarupa Aksara, Jakarta.

Hardijito, L. 2006. Aplikasi Chitosan sebagai bahan tambahan makanan dan


pengawet.Bogor:
Prosding Seminar Nasional Chitin-Chitosan.

Helander, I.M. 2001. Chitosan Distrupts The Barier Properties of The Outer
Membran of Gram-Negative Bacteria. J Food Microbial.

Henriette, M.C. Azeredo, de Britto, D. and Assis., O.B.G., (2010). Chitosan Edible
Films and
Coating – Review, Embrapa Tropical Agroindustry, Fortaleza.

Herliana, P., 2010. Potensi Khitosan Sebagai Anti Bakteri Penyebab Periodontiti,
Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Kesehatan, Sains, Teknologi.

Huri, Daman dan Fithri Choirun Nisa. “Pengaruh Konsentrasi Gliserol Dan Ekstrak
Ampas Kulit Apel Terhadap Karakteristik Fisik Dan Kimia Edible Film”
Jurnal Pangan dan Agroindustri.

Jawetz, M., dan Adelberg’s. 1986. Mikrobiologi kedokteran. (Buku 2).


Penerjemah: N. Widorini. Penerbit Salemba Medika : Jakarta

Jin.C. Gaston Wu, dan Jaung-geng Lin, 2004. Relationship Between Antibacterial
Activity of Chitosan and Surface Characteristics of Cell Wall, Acta
Pharmacol Sin Kamel, N.A. 2017. Chitosan-banana peel powder
nanocomposite for wound dressin aplication.National Research Center:
Cairo.

Kaban J. 2009. Modifikasi Kimia dari Kitosan dan Aplikasi Produk yang Dihasilkan.
Pidato Pengukuhan Guru Besar. Kimia FMIPA USU Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Kamel, N.A. 2017. Chitosan/Banana Peel Powder Nanocomposites For Wound


Dressing Aplication. Elsevier: India.

Kittur, F.S., K.R. Kumar dan R.N. Tharanathan. 1998. Functional Packaging
Properties of Chitosan Film. Z. Lebesm Unters Forsch A.

Knothe, G. 2005. Chapter 4:Biodiesel Production. The Biodiesel Handbook, AOCS


press, Illinois.

Kristiani, M.2015. “Pengaruh Penambahan Kitosan dan Plasticizer Sorbitol


Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Bioplastik dari Pati Biji Durian (Durio
Zibethinus)”.

Lay, B. W., 1994, Analisis Mikroba Di laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.

Martínez-Camacho, et.al., 2010. Chitosan composite films: Thermal, structural,


mechanical and antifungal properties. Carbohydrate Polymers.

Mirzayanti,Y.W. 2013. ” Pemurnian Gliserol Dari ProsesTransesterifikasi Minyak


Jarak Dengan Katalis Sodium Hidroksida”Jurusan Teknik Kimia, Institut
Teknologi Adhi Tama Surabaya.

Monteiro, O.A.C, Airoldi, C. 1999. Somestudies Of Croslingking Chitosan


Glutaraldehyde Interaction In Homogeneous System.

Muharni,2017. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Tanaman Obat Suku Musi
di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.Artikel Riset: Universitas
Sriwijaya.

Muthoharoh, S.P. 2012. Sintesis Polimer Superadsorben Dari Hidrogen Kitosan


Terikat Silang.[Skripsi]. Depok : Universitas Indonesia.

Negulescu, I. 2004. Maleated Wood-Fiber/High-Density Polyethylene Composites:


Coupling Mechanisms and Interfacial Characterization. USA : Department
of Chemistry, Louisiana State University.

Neto, C. G. T., Giacometti, J., Job, A., Ferreira, F., Fonseca, J., & Pereira, M., 2005,
Thermal analysis of chitosan based networks, Carbohydrate Polymers.

Osha.2006. Safe Use Of Glutaraldehyde. America :In Health Care Depatment Of


Labor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Pranoto, Y., Rakshit, S.,and Saloke, V. 2005. Physical and antibacterial properties of
alginate-based edible film incorporate with garlic oil. Food Research
International.

Purwatinigsih, S., Wukirsari, T., Sjahriza, A., Wahyono, D. 2009. Sumber


Biomaterial Masa Depan. IPB Press. Bogor.
Rudyarjo. 2014. Pengaruh Penambahan Plastisizer Gliserol Terhadap Karakteristik
Hidrogel Kitosan-Glutaraldehid Untuk Aplikasi Penutup Luka. Universitas
Airlangga: Surabaya.

Rusmiati. 2007. Pengaruh Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) terhadap
viabilitas spermatozoa mencit jantan (Mus musculus L.). J. Biosci.

Sanjaya, G.M. 2009. Sintesis Ikat Silang Kitosan dengan Gluataraldehid Serta
Identifikasi Gugus Fungsi dan Derajat Deasetilasinya. Universitas Negara
Surabaya: Surabaya

Sanjaya, I Gede & T. Puspita. 2011. Pengaruh Penambahan Khitosan dan Plasticizer
Gliserol
pada Karakteristik Plastik Biodegradable dari Pati Limbah Kulit Singkong.
Skripsi.
Surabaya: ITS.

Satish,et al., 2017. Preparation and Optimization of Chitosan-Gelatin films for


Sustained Delivery of Lupeol for Wound Healing. Pt.Ravishankar : India

Sezer, A.D., Hatipoglu, F., Cevher, E., Ogurtan, Z., Bas, A.L. & Akbuga J. (2007).
Chitosan film containing Fucoidan as a wound dressing for dermal burn
healing. AAPS Pharm.Sci.Tech.

Setiawan WK. 2012. Kombinasi Kitosan-Ekstrak Pala Sebagai Bahan Antibakteri


dan Pengawet Alami pada Filet Kakap Merah (Lutjanus sp). Jurnal
Teknologi Industri Pertanian.

Sholehah,M.M. 2016. KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EDIBLE FILM


DARI REFINED CARAGEENAN DENGAN PENAMBAHAN MINYAK ATSIRI
LENGKUAS MERAH (Alpinia purpurata). Jurusan Perikanan: Jawa Tengah.

Sinha, V.R., Singla, A.K., Wadhawan, S., Kaushik, R., Kumria, R., Bunsal, K. 2004.
Chitosan Microsphere as A Potential carrier for Drug. International Journal
of Pharmoceutics.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

Suryaningrum, S., 2009, Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Buah Jeruk Purut
Terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli. Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.

Sutardi. 2008. Kajian waktu panen dan pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan
produksi asiatikosida tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) di
dataran tinggi. Tesis. Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.

Widyatama, D. 2011. Efektivitas Kombinasi Glutaraldehid dan Didecil Dimetil


Amonium Klorida Sebagai Desinfektan Terhadap Penurunan Jumlah
Bakteri Pada Kandang Ayam Layer. Universitas Airlangga: Surabaya.

Winarto, W. P., dan M. Surbakti. 2003. Khasiat dan Manfaat Pegagan, Tanaman
Penambah Daya Ingat. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Wirjosentono, B.1995. Analisa dan Karakterisasi Polimer. Medan : USU Press.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

Lampiran Bahan

Kitosan Asam Asetat

Gliserol Daun Pegagan

Rotari Evaporator

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

Lampiran Alat

Oven Hotplate

Penangas Air

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai