Anda di halaman 1dari 71

PEMANFAATAN TANGKIL (Gnetum gnemon) UNTUK CAMPURAN

KERUPUK DENGAN VARIASI PERBANDINGAN ANTARA TEPUNG


TANGKIL DAN TEPUNG TAPIOKA

SKRIPSI

IMELDA SIAHAAN
070822011

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Universitas Sumatera Utara


2

PEMANFAATAN TANGKIL (Gnetum gnemon) UNTUK CAMPURAN


KERUPUK DENGAN VARIASI PERBANDINGAN ANTARA TEPUNG
TANGKIL DAN TEPUNG TAPIOKA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

IMELDA SIAHAAN
070 822 011

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Universitas Sumatera Utara


3

PERSETUJUAN

Judul : PEMANFAATAN TANGKIL (Gnetum gnemon)


UNTUK CAMPURAN KERUPUK DENGAN
VARIASI PERBANDINGAN ANTARA TEPUNG
TANGKIL DAN TEPUNG TAPIOKA
Kategori : SKRIPSI
Nama : IMELDA SIAHAAN
Nomor Induk Mahasiswa : 070822011
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di:
Medan, September 2009

Komisi Pembimbing

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Harlinah SPW, M.Sc Dra. Yuniarti Yusak, MS


NIP. 130 175 778 NIP. 130 809 726

Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS


NIP. 131 459 466

Universitas Sumatera Utara


4

PERNYATAAN

PEMANFAATAN TANGKIL (Gnetum gnemon) UNTUK CAMPURAN KERUPUK


DENGAN VARIASI PERBANDINGAN ANTARA TEPUNG TANGKIL DAN
TEPUNG TAPIOKA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, September 2009

IMELDA SIAHAAN
070 822 011

Universitas Sumatera Utara


5

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha kuasa yang telah memberikan
Kasih setia dan anugrah kebaikan yang penulis rasakan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini dengan tepat pada waktu yang telah ditetapkan.

Dengan sepenuh kasih penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada Ibu Dra. Yuniarti Yusak, MS, selaku pembimbing I dan Ibu Prof. Dr. Harlinah
SPW, M.Sc selaku pembimbing II, yang telah banyak memberikan panduan dan
membimbing penulis untuk menyempurnakan Skripsi ini. Ucapan terima kasih
juga ditujukan kepada ketua dan sekretaris Departemen Kimia, Ibu Dr. Rumondang
Bulan, MS dan Bapak Drs. Firman Sebayang,MS, Dekan dan Pembantu Dekan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, dan
Ibu dan Bapak Pegawai Laboratorium Oleopangan Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS), rekan-rekan kuliah Sanni, Maria, Septian, Ema Suryani dan semua anak S1
Ekstensi stambuk 2007, dan teman – teman kost Simplex serta teman – teman yang
tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu mendukung dengan kasihnya.
Akhirnya tidak terlupakan kepada orangtua penulis, Ayahanda M. Siahaan, Ibunda
tercinta M. Rajagukguk, Saudara-saudara penulis David Siahaan, ST, Martua Siahaan,
dan Daniel Siahaan yang telah memberikan bantuan moril maupun materil serta doa
dan dorongan kepada penulis selama menuntut ilmu sampai terselesainya skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


6

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan salah satu usaha penganekaragaman bahan pangan untuk
menciptakan suatu makanan baru yang bernilai gizi yang baik dan bernilai ekonomis.
Telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan tangkil (Gnetum gnemon) untuk
campuran kerupuk dengan variasi perbandingan antara tepung tangkil dan tepung
tapioka dan kandungan nutriennya. Kadar nutrient yang dianalisa adalah Kadar
Protein dilakukan dengan metode Kjeldahl, kadar serat dilakukan dengan metode
pendidihan, penyaringan, pengeringan dan pengabuan dan kadar β – karoten dan
uji organoleptik terhadap rasa, aroma dan bau dari kerupuk yang dihasilkan yang
ditentukan dengan menggunakan metode skla hedonik. Kadar protein , kadar serat
dan kadar β – karoten tertinggi diperoleh pada kerupuk dengan perbandingan (1:4)
dengan penambahan ekstrak wortel yaitu 16,45 %, 0,38 %, dan 951,92 ppm.
Sedangkan kadar protein , kadar serat dan kadar β – karoten terendah diperoleh pada
kerupuk dengan perbandingan (1:3) tanpa penambahan ekstrak wortel yaitu 11,69 %,
0,18 %, dan 899,19 ppm. Kerupuk yang paling enak, ahrum renyah dan paling
bannyak disukai yaitu kerupuk dengan perbandingan (1:4).

Universitas Sumatera Utara


7

THE USING OF TANGKIL (Gnetum gnemon) AS THE MIXTURE OF


CRACKERS WITH VARIOUS COMPARISON BETWEEN TANGKIL
POWDER AND TAPIOCA POWDER

ABSTRACT

This research is one of diversification effort of food substance to create an economic


valuable nutrious food. It has been done tehe research about the using of Tangkil
(Gnetum gnemon) as the mixture of crackers with various comparison between tangkil
powder and tapioca and about it’s nutrient content also. The analyzing nutrient are
protein content by using Kjeldahl method, fiberous content by using boiling, drying,
and turning to dust β – karotena and organoleptic test about taste, smell and colour of
crackers by using hedonic scale. The highest content of protein, fiberous, and beta –
karotena is found in the crackers in comparison (1:4) by adding extract aof carrot
namely 16,45 %, 0,38 %, and 951,92 ppm. And the lowest content of protein, fiberous,
and beta – karotena is found in the crackers in comparison (1:3) namely 11,69 %,
0,18 %, and 899,19 ppm. The most delicious, aromatic, crispy and the most people
like is the crackers with comparison (1:4).

Universitas Sumatera Utara


8

DAFTAR ISI

Halaman
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Pembatasan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penalitian 3
1.6 Metode Penelitian 3
1.7 Lokasi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5


2.1 Multi Purpose Food 5
2.2 Tanaman Melinjo 5
2.2.1 Klasifikasi tanaman melinjo 6
2.2.2 Ciri-ciri morfologi tanaman melinjo 7
2.2.3 Manfaat tanaman melinjo 7
2.2.4 Syarat tumbuh tanaman melinjo 7
2.2.5 Pedoman budidaya tanaman melinjo 8
2.2.6 Pemeliharaan tanaman melinjo 8
2.2.7 Hama dan penyakit tanaman melinjo 8
2.2.8 Kandungan gizi melinjo 9
2.3 Tepung Tapioka 9
2.3.1 Kandungan Unsur Gizi 10
2.4 Kerupuk 10
2.5 Protein 11
2.6 Karbohidrat 13
2.6.1 Serat Makanan 14
2.7 Tanaman Wortel 14
2.8 β – karoten 16
2.9 Uji Organoleptik 17

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 18


3.1 Alat - Alat 18
3.2 Bahan – Bahan 19

Universitas Sumatera Utara


9

3.3 Prosedur Penelitian 20


3.3.1 Penyediaan indikator dan katalis 20
3.3.2 Pembuatan reagen 20
3.3.3 Pembuatan kerupuk 21
3.3.4 Penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl 22
3.3.5 Penentuan kadar serat dengan metode pendidihan
penyaringan, pengeringan dan pengabuan 22
3.3.6 Penentuan kurva standar β – karoten 23
3.3.6.1 Penentuan panjang gelombang
Maksimum β – karoten 23
3.3.6.2 Penentuan kurva standar β – karoten 23
3.3.7 Penentuan kadar β – karoten sampel
(MPOB Test Method p2.6: 2004) 24
3.3.7.1 Preparasi sampel 24
3.3.7.2 Proses pemurnian β – karoten dari pelarutnya 24
3.3.7.3 Penentuan kadar β – karoten dengan
Spektrofotometer UV – Vis 24
3.3.8 Uji organoleptik 25
3.4 Bagan Penelitian 26
3.4.1 Pembuatan kerupuk 26
3.4.2 Penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl 27
3.4.3 Penentuan kadar serat dengan metode pendidihan
penyaringan, pengeringan dan pengabuan 28
3.4.4 Penentuan kurva standar β – karoten 29
3.4.4.1 Penentuan panjang gelombang
Maksimum β – karoten 29
3.4.4.2 Penentuan kurva standar β – karoten 29
3.4.5 Penentuan kadar β – karoten sampel
(MPOB Test Method p2.6: 2004) 30
3.4.5.1 Preparasi sampel 30
3.4.5.2 Proses pemurnian β – karoten dari pelarutnya 30
3.4.5.3 Penentuan kadar beta karoten dengan
Spektrofotometer UV – Vis 31
3.4.6 Uji organoleptik 31

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 32


4.1 Hasil Penelitian 32
4.1.1 Penentuan kadar protein 34
4.1.1.1 Analisa data dengan metode CCT
(Chauvenet Criterion Test) 34
4.1.2 Penentuan kadar serat 35
4.1.2.1 Analisa data dengan metode CCT
(Chauvenet Criterion Test) 35
4.1.3 Perhitungan Kadar β – karoten 36
4.1.2.1 Analisa data dengan metode CCT
(Chauvenet Criterion Test) 38
4.1.4 Analisa data statistik penilaian uji organoleptik 39
4.1.4.1 Analisa data statistik pada penilaian

Universitas Sumatera Utara


10

uji organoleptik terhadap rasa 39


4.1.4.2 Analisa data statistik pada penilaian
uji organoleptik terhadap aroma 40
4.1.4.3 Analisa data statistik pada penilaian
uji organoleptik terhadap warna 41
4.2 Pembahasan 42

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 44


5.1 Kesimpulan 44
5.2 Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 45
LAMPIRAN 47

Universitas Sumatera Utara


11

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Komposisi Tangkil, Tapioka dan Wortel 2


Tabel 2.1 Daftar Komposisi Bahan Makanan pada Melinjo 9
Tabel 2.2 Kandungan Unsur Gizi pada Ubi Kayu/Singkong dan Tepung 10
Tapioka/100 g Bahan
Tabel 2.3 Kandungan Gizi dalam tiap 100 gram Umbi Wortel Segar 15
Tabel 2.4 Uji Kesukaan dengan Skala Hedonik 17
Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Kadar Protein 32
Tabel 4.2 Data Hasil Pengukuran Kadar Serat 33
Tabel 4.3 Data Hasil Pengukuran Kadar β – karoten 33
Tabel 4.4 Data Larutan Standar β – karoten pada berbagai Konsentrasi 36

Universitas Sumatera Utara


12

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Tanaman Melinjo (Gnetum gnemon) 2

Universitas Sumatera Utara


13

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Tabel L1. Data Kadar Nutrien Kerupuk 48


Tabel L2. Data Pengamatan Kadar Protein 49
Tabel L3. Data Statistik Kadar Protein 49
Tabel L4. Data Kadar Protein Tepung Tangkil 49
Tabel L5. Data Pengamatan Kadar Serat 50
Tabel L6. Data Statistik Kadar Serat 50
Tabel L7. Data Kadar Serat Tepung Tangkil 50
Tabel L8. Data Absorbansi Larutan Standar β – karoten pada
berbagai Panjang Gelombang Maksimum 51
Tabel L9. Data Absorbansi Larutan Standar β – karoten pada
berbagai Konsentrasi pada Panjang Gelombang 446 nm 51
Tabel L10. Data Pengamatan Kadar β – karoten Sampel 52
Tabel L11. Data Statistik Kadar β – karoten 52
Tabel L12. Data Kadar β – karoten Tepung Tangkil 52
Tabel L13. Hasil Penilaian Panelis terhadap Uji Rasa Kerupuk 53
Tabel L14. Data Penilaian Uji Rasa 54
Tabel L15. Data Statistik Uji Organoleptik terhadap Rasa 54
Tabel L16. Hasil Penilaian Panelis terhadap Uji Rasa Kerupuk 55
Tabel L17. Data Penilaian Uji Aroma 56
Tabel L18. Data Statistik Uji Organoleptik terhadap Aroma 56
Tabel L19. Hasil Penilaian Panelis terhadap Uji Rasa Kerupuk 57
Tabel L20. Data Penilaian Uji Warna 58
Tabel L21. Data Statistik Uji Organoleptik terhadap Warna 58
Grafik L1. Grafik Absorbansi Larutan Standar β – karoten pada
berbagai Panjang Gelombang Maksimum 59
Grafik L2. Kurva Larutan Standar β – karoten pada berbagai
Konsentrasi pada Panjang Gelombang 446 nm 59
Tabel L22. Harga erf (t) atau erf (hx) dari harga t 60

Universitas Sumatera Utara


6

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan salah satu usaha penganekaragaman bahan pangan untuk
menciptakan suatu makanan baru yang bernilai gizi yang baik dan bernilai ekonomis.
Telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan tangkil (Gnetum gnemon) untuk
campuran kerupuk dengan variasi perbandingan antara tepung tangkil dan tepung
tapioka dan kandungan nutriennya. Kadar nutrient yang dianalisa adalah Kadar
Protein dilakukan dengan metode Kjeldahl, kadar serat dilakukan dengan metode
pendidihan, penyaringan, pengeringan dan pengabuan dan kadar β – karoten dan
uji organoleptik terhadap rasa, aroma dan bau dari kerupuk yang dihasilkan yang
ditentukan dengan menggunakan metode skla hedonik. Kadar protein , kadar serat
dan kadar β – karoten tertinggi diperoleh pada kerupuk dengan perbandingan (1:4)
dengan penambahan ekstrak wortel yaitu 16,45 %, 0,38 %, dan 951,92 ppm.
Sedangkan kadar protein , kadar serat dan kadar β – karoten terendah diperoleh pada
kerupuk dengan perbandingan (1:3) tanpa penambahan ekstrak wortel yaitu 11,69 %,
0,18 %, dan 899,19 ppm. Kerupuk yang paling enak, ahrum renyah dan paling
bannyak disukai yaitu kerupuk dengan perbandingan (1:4).

Universitas Sumatera Utara


7

THE USING OF TANGKIL (Gnetum gnemon) AS THE MIXTURE OF


CRACKERS WITH VARIOUS COMPARISON BETWEEN TANGKIL
POWDER AND TAPIOCA POWDER

ABSTRACT

This research is one of diversification effort of food substance to create an economic


valuable nutrious food. It has been done tehe research about the using of Tangkil
(Gnetum gnemon) as the mixture of crackers with various comparison between tangkil
powder and tapioca and about it’s nutrient content also. The analyzing nutrient are
protein content by using Kjeldahl method, fiberous content by using boiling, drying,
and turning to dust β – karotena and organoleptic test about taste, smell and colour of
crackers by using hedonic scale. The highest content of protein, fiberous, and beta –
karotena is found in the crackers in comparison (1:4) by adding extract aof carrot
namely 16,45 %, 0,38 %, and 951,92 ppm. And the lowest content of protein, fiberous,
and beta – karotena is found in the crackers in comparison (1:3) namely 11,69 %,
0,18 %, and 899,19 ppm. The most delicious, aromatic, crispy and the most people
like is the crackers with comparison (1:4).

Universitas Sumatera Utara


14

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Multi purpose food (MPF) merupakan suatu teknologi tepat guna yang mempunyai
tujuan untuk menciptakan suatu makanan baru yang mempunyai nilai gizi yang baik
dan bernilai ekonomis rendah serta dapat menciptakan makanan yang siap saji tetapi
mempunyai mutu yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia dalam
bidang pangan. (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1997)

Kadar nutrien (karbohidrat, protein, lemak, air dan abu) dari bahan makanan
sangat penting untuk diketahui. Dimana seperti protein merupakan suatu zat makanan
yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan
bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Kandungan
air sangat berpengaruh terhadap konsistensi bahan pangan, pada umumnya keawetan
bahan pangan mempunyai hubungan erat dengan kadar air yang dikandungnya.
(Winarno, F.G, 1980)

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia tahun 1999, kerupuk adalah suatu


produk makanan kering yang dibuat dari tepung pati dengan penambahan bahan-
bahan lainnya dan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Bahan baku yang paling
banyak digunakan untuk pembuatan kerupuk adalah tepung tapioka, namun ada juga
yang menggunakan bahan baku tepung kedelai, dan tepung sagu. Namun selama ini
produk kerupuk hanya digunakan sebagai makanan ringan yang bersifat sebagai
makanan sampingan/cemilan saja tanpa memperhatikan nilai maupun mutu gizinya.
(http://ptp2007.wordpress.com/2008/03/27/kerupuk-tinggi-kalsium-perbaikan-nilai-
tambah-limbah-cangkang-kerang-hijau-melalui-aplikasi-teknologi-tepat-guna/)

Berdasarkan uraian di atas, untuk meningkatkan kandungan nutrient dari


kerupuk asli yang hanya menggunakan bahan pokok tepung tapioka, peneliti tertarik
memanfaatkan tangkil yang dibuat menjadi tepung tangkil dan diaplikasikan sebagai

Universitas Sumatera Utara


15

bahan tambahan dalam produk kerupuk, berdasarkan Daftar komposisi bahan


makanan, Direktorat Gizi Departemen Kesehatan tangkil memiliki nilai gizi yang
cukup tinggi yang dibutuhkan oleh tubuh. Untuk menambah daya tarik dari kerupuk
yang dihasilkan, Peneliti melakukan penambahan zat warna alami yaitu wortel.

Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan, Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI,
1996, adapun kandungan gizi dari tangkil, tapioka dan wortel dapat dilihat pada tabel 2
dalam tinjauan pustaka.

1.2. Permasalahan
Berdasarkan daftar komposisi bahan makanan, Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan tangkil memiliki nilai gizi yang cukup tinggi yang dibutuhkan oleh tubuh
Pemanfaatan tangkil pada umumnya digunakan sebagai bahan pelengkap sayur yang
sudah cukup popular di kalangan masyarakat. Namun pada kenyataannya, tidak semua
masyarakat menyukai tangkil tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka
peneliti tertarik memanfaatkan tangkil dengan cara mengolahnya menjadi kerupuk
dengan memvariasikan perbandingan tepung tangkil dengan tepung tapioka dan
melakukan pemeriksaan pendahuluan pada tangkil serta menganalisa kadar
nutrient bahan pangan yang dihasilkan (protein, serat, dan β – karoten), sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai MPF (Multi Purpose Food).

1.3. Pembatasan Masalah


Dalam penelitian ini, Penulis memberikan batasan masalah sebagai berikut:
1. Sampel yang digunakan adalah tangkil yang diperoleh dari daerah Tembung.
2. MPF berupa bahan pangan kerupuk dengan memvariasikan perbandingan
tepung tangkil dengan tepung tapioka, yaitu 1:1, 1:2, 1;3, 1:4 dengan
penambahan wortel dan tanpa penambahan wortel.
3. Dilakukan uji organoleptik untuk memperoleh kerupuk terbaik.

Universitas Sumatera Utara


16

4. Parameter yang dianalisa dibatasi pada penentuan kadar protein, kadar serat,
dan kadar β – karoten pada kerupuk terbaik pada perbandingan 1:3 dan 1:4
dengan penambahan wortel dan tanpa penambahan wortel.
5. Bagaimana uji organoleptis terhadap uji rasa, aroma, dan warna dari kerupuk
pada jenis kerupuk dengan perbandingan 1:3 dan 1:4.

1.4. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini:
1. Untuk menentukan kandungan nutrien dari bahan pangan yang dihasilkan serta
kualitas rasa, warna, dan bau dari kerupuk yang dihasilkan secara uji
organoleptik.
2. Untuk membandingkan kandungan nutrien dari hasil kerupuk tangkil dengan
perbandingan tepung tapioka.

1.5. Manfaat Penelitian


1. Untuk mensosialisasikan pemanfaatan tangkil sebagai bahan tambahan dalam
pembuatan kerupuk dengan perbandingan tepung tapioka.
2. Dapat memanfaatkan dan meningkatkan nilai gizi bahan makanan yang rendah
nilai gizinya menjadi suatu bahan pangan yang tinggi nilai gizinya.

1.6. Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/KBM (Kimia Bahan Makanan)
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Pangan
Teknologi Hasil Pertanian (THP) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Laboratorium Oleopangan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) atau Indonesian Oil
Palm Research Institute (IOPRI), Jl. Brigjend Katamso No. 51 Kp. Baru Medan.

Universitas Sumatera Utara


17

1.7. Metodologi Penelitian


Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium, yang menggunakan metode
statistik. Penelitian ini dilakukan dengan cara:
1. Pengambilan Sampel
2. Penyediaan Sampel, yaitu:
a. dihaluskan
b. dikeringkan dalam oven pada suhu 500C
c. ditumbuk menjadi tepung
d. ditimbang tepung tangkil kering
e. ditentukan parameter kadar protein, kadar serat, kadar air dan
kadar β – karoten, yaitu:
 Penentuan Kadar Protein dilakukan dengan metode
Kjeldahl.
 Penentuan Kadar Serat dilakukan dengan metode
pendidihan, penyaringan, pengeringan dan pengabuan.
 Penentuan Kadar β – karoten dengan MPOB Test
Method p2.6: 2004.
f. pembuatan kerupuk dengan variasi perbandingan antara tangkil dan
tepung tapioka 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 dengan penambahan wortel dan tanpa
penambahan wortel.
g. dilakukan uji organoleptik dengan skala hedonik.
h. ditentukan kerupuk terbaik dari variasi perbandingan kerupuk yang
ad kemudian diukur parameter kadar protein, kadar serat, kadar air
dan kadar β – karoten.
i. dilakukan uji organoleptik dengan skala hedonik.
j. data diolah secara statistik dengan metode CCT (Chauvenet Criterion
Test).

Universitas Sumatera Utara


18

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Multi Purpose Food ( MPF )


Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk
mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja. (Suyarno, E.,
1989). MPF (Multi Purpose Food) merupakan teknologi tepat guna yang mempunyai
tujuan untuk menciptakan makanan baru yang mempunyai nilai gizi yang baik,
menciptakan makanan yang lezat dan bernilai ekonomis rendah dan menciptakan
makanan yang siap saji tetapi mempunyai mutu yang tinggi untuk memenuhi
kebutuhan manusia dalam bidang pangan. (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1997)

Menurut W.C. Rose 1950 bahwa MPF mempunyai 4 fungsi yaitu:


1. Konsumsi protein boleh dipenuhi oleh protein nabati
2. Peningkatan nilai gizi bahan makanan yang rendah nilai gizinya
3. Pemanfaatan bahan makanan rendah nilai gizi
4. Diversifikasi bahan pangan.

2.2. Tanaman Melinjo


Melinjo banyak manfaatnya, hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan.
Daun muda (disebut dengan so) dan tangkil dapat digunakan sebagai bahan sayuran
yang cukup popular di kalangan masyarakat. Bahkan kulit biji yang tua itu setelah
diberi bumbu kemudian digoreng menjadi makanan ringan yang cukup lezat. Semua
bahan makanan yang berasal dari tanaman melinjo mempunyai kandungan gizi yang
cukup tinggi, selain karbohidrat juga mengandung lemak, protein, mineral dan
vitamin – vitamin. (Sunanto, 1992)

Universitas Sumatera Utara


19

Gambar 2.1. Tanaman Melinjo (Gnetum gnemon).

Daun Melinjo

Melinjo Tangkil

(http://iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?mnu=2&id=270)

2.2.1. Klasifikasi Tanaman Melinjo


Dalam dunia tumbuh – tumbuhan, dikenal adanya suatu divisi yang dinamakan
Spermatophyta (tumbuhan berbiji). Divisi ini dibagi dalam dua subdivisi:
Gymnospermae (tumbuhan berbiji telanjang/terbuka) dan Angiospermae (tumbuhan
berbiji tertutup). Seperti telah dijelaskan di atas, ke dalam kelompok Gymnospermae
itulah melinjo digolongkan. Sementara itu Angiospermae masih dibagi lagi menjadi
dua kelas, yaitu Monocotyledonae ( tumbuhan biji berkeping satu) dan Dicotyledone
(tumbuhan biji berkeping dua). Jenis ini dikatakan sebagai bentuk peralihan antara
Gymnospermae dan Angiospermae. (Tim Penulis PS, 1999)

Secara garis besar, klasifikasi tanaman melinjo dalam dunia tumbuh – tumbuhan
adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Gymnospermae
Kelas : Gnetinae
Ordo : Gnetales
Famili : Gnetaceae
Genus : Gnetum
Spesies : Gnetum gnemon (melinjo)
(Tim Penulis PS., 1999)

Universitas Sumatera Utara


20

2.2.2. Ciri – ciri Morfologi Tanaman Melinjo


Seperti umumnya tumbuhan tingkat tinggi, pohon melinjo juga dapat dibedakan atas
akar, batang, daun, dan bunga. Melinjo yang tumbuh dari biji bersistem perakaran
tunggang, seperti halnya tumbuhan Dicotyledone. Batang melinjo berkayu dan
bercabang. Tinggi pohon ini antara 5 – 22 meter. Bentuk percabangannya sangat khas.
Pohon melinjo berdaun rimbun. Bunga melinjo membentuk kerucut dengan karangan
bunga melingkar. (Tim Penulis PS, 1999)

2.2.3. Manfaat Tanaman Melinjo


Daun muda, perbungaan, tangkil, dan buah tua melinjo dimasak sebagai sayur
(terutama sayur asem). Bijinya merupakan bagian yang terpenting; buahnya tidak
lain dari biji yang terbungkus oleh kulit dalam yang kaku (kulit biji) dan kulit
luar yang tipis dan dapat dimakan. Biji melinjo umumnya direbus atau dijadikan
emping dan digoreng. Suatu macam serat yang berkualitas tinggi dihasilkan dari
kulit batang bagian dalam; kulit ini dimanfaatkan sebagai tali panah yang terkenal di
pulau Sumba, juga untuk tali pancing atau jaring, berkat ketahanannya terhadap air
laut. Kayu melinjo tak ada manfaatnya yang khusus, mungkin alasannya ialah
karena kambium sekundernya membentuk struktur batang yang tidak normal.
(http://iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?mnu=2&id=270)

2.2.4. Syarat Tumbuh Tanaman Melinjo


Pohon melinjo tumbuh liar di hutan-hutan; umum dijumpai di pinggiran sungai di
Niugini. Tidak ada persyaratan khusus mengenai kualitas tanah dan kedalamannya,
tetapi diperlukan retensi kelembapan yang memadai, demikian juga air irigasi, untuk
menjembatani musim kemarau. Pohon melinjo dianjurkan untuk program penghijauan
wilayah. (http://iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?mnu=2&id=270)

Universitas Sumatera Utara


21

2.2.5. Pedoman Budidaya Tanaman Melinjo


Pohon melinjo diperbanyak dengan benih, juga dapat dilakukan dengan cara stek.
Untuk sejumlah kecil pohon semai yang tumbuh spontan di bawah-bawah pohon yang
berbuah dapat dikumpulkan dan dipelihara di persemaian sampai cukup besar untuk
ditanam di lapangan. Untuk memperoleh pohon dalam jumlah besar, buah-buah
matang berukuran besar yang telah berjatuhan dari pohonnya, dikumpulkan. Kulit
buahnya dibuang dan bijinya dikering-anginkan serta disimpan sampai terkumpul
dalam jumlah yang besar. Benih yang akan ditumbuhkan diprasemaikan (pre-
germinated) dalam kotak yang diisi dengan beberapa lapis pasir yang letaknya
berselang-seling dengan lapisan benih.
(http://iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?mnu=2&id=270)

2.2.6. Pemeliharaan Tanaman Melinjo


Pohon melinjo dapat segera pulih dari pemangkasan yang dilakukan untuk
membatas tinggi pohon, dengan maksud untuk merangsang terjadinya pucuk
secara serempak, yang akan dimanfaatkan sebagai sayuran, atau untuk
memperbaiki bentuk pohon setelah berulang-ulang dipanen pucuknya. Perbungaan
muncul dari pucuk muda, juga dari cabang-cabang yang lebih tua.
(http://iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?mnu=2&id=270)

2.2.7. Hama dan Penyakit Tanaman Melinjo


Tak ada laporan mengenai hama dan penyakit, kecuali hama sejenis serangga
pengisap yang dijumpai di kabupaten Batang, yang kadang-kadang menghancurkan
panen. Pohon melinjo mungkin perlu dijaga dari serangan tikus dan bajing.
(http://iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?mnu=2&id=270)

Universitas Sumatera Utara


22

2.2.8. Kandungan Gizi Melinjo


Tabel 2.1. Daftar Komposisi Bahan Makanan pada Melinjo
Daun Emping
No. Kandungan Unsur Gizi Tangkil
Melinjo Melinjo
1 Kalori (kal) 99 345 66
2 Protein (g) 5,0 12,0 5,0
3 Lemak (g) 1,3 1,5 1,7
4 Karbohidrat (g) 21,3 71,5 13,3
5 Air (g) 70,8 13,0 80,0
6 Vitamin A (SI) 10.000,00 0 1.000,00
7 Kalsium 219 100 163
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1996

2.3 Tepung Tapioka


Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman singkong diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotylledonae (biji berkeping dua)
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Species : Manihot esculenta.
Tepung tapioka (kanji) dibuat secara langsung dari singkong segar. Tepung tapioka
adalah pati dari umbi singkong yang dikeringkan dan dihaluskan. Tepung
tapiokaSingkong yang telah diolah menjadi tepung tapioka dapat bertahan selama 1 –
2 tahun dalam penyimpanan (apabila dikemas dengan baik). (Lies Suprapti, 1995)

Universitas Sumatera Utara


23

2.3.1 Kandungan Unsur Gizi


Tepung tapioka meskipun dibuat dari bahan (singkong) dengan kandungan unsur gizi
yang rendah, namun masih memiliki unsur gizi. Perbandingan unsur gizi pada
singkong dan tepung tapioka sebagai berikut:

Tabel 2.2 Kandungan Unsur Gizi pada Ubi Kayu/Singkong dan Tepung
Tapioka/100 g Bahan
Singkong Singkong Tepung
No. Kandungan Unsur Gizi
Putih Kuning Tapioka
1 Kalori (kal) 146,00 157,00 362,00
2 Protein (g) 1,20 0,80 0,50
3 Lemak (g) 0,30 0,30 0,30
4 Karbohidrat (g) 34,70 37,90 86,90
5 Fosfor (mg) 33,00 33,00 0,00
6 Zat Besi (mg) 40,00 40,00 0,00
7 Vitamin A (SI) 0,70 0,70 0,00
8 Vitamin B (SI) 0,00 385,00 0,00
9 Vitamin C (SI) 0,06 0,06 0,00
10 Kalsium (mg) 30,00 30,00 0,00
11 Air (g) 62,50 60,00 12,00
12 Bagian yang dapat
75,00 75,00 0,00
dimakan (%)
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI, 1981

2.4 Kerupuk
Kerupuk merupakan makanan ringan yang bersifat kering, ringan, yang terbuat dari
bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi. Kerupuk merupakan makanan
ringan yang sangat populer, mudah cara pembuatannya, beragam warna dan rasa,
disukai oleh semua lapisan usia dan suku bangsa di Indonesia ini. Namun selama ini
produk kerupuk hanya digunakan sebagai makanan kudapan yang bersifat sebagai

Universitas Sumatera Utara


24

makanan sampingan/cemilan saja dan nyaris tanpa memperhatikan nilai maupun mutu
gizinya.

Kerupuk adalah bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan
yang bahan utamanya adalah pati. Berbagai bahan berpati dapat diolah menjadi
kerupuk, diantaranya adalah ubi kayu, ubi jalar, beras, sagu, terigu, tapioka, dan talas.
(http://ptp2007.wordpress.com/2008/03/27/kerupuk-tinggi-kalsium-perbaikan-nilai-
tambah-limbah-cangkang-kerang-hijau-melalui-aplikasi-teknologi-tepat-guna/)

Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka
dicampur bahan perasa. Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong
tipis – tipis, dikeringkan dibawah sinar matahari, dan digoreng dengan minyak goreng
yang banyak. Kerupuk bertekstur garing dan sering dijadikan pelengkap untuk
berbagai makanan Indonesia seperti nasi goreng dan gado – gado. Kerupuk biasanya
dijual dalam kemasan yang belum digoreng. (http://id.wikipedia.org/wiki/kerupuk)

2.5. Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini
di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam – asam amino yang
mengandung unsur – unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan
karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein
yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Protein sebagai pembentuk
energi akan menghasilkan 4 kalori tiap gram protein. (Agus Krisno Budiyanto, 2004)

Beberapa makanan sumber protein ialah daging, telur, susu, ikan, beras,
kacang, kedelai, gandum, jagung, dan buah – buahan. Di samping digunakan untuk
pembentukan sel – sel tubuh, protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi
apabila tubuh kita kekurangan karbohidrat dan lemak. Komposisi rata – rata unsur
kimia yang terdapat dalam protein ialah sebagai berikut: Karbon 50%, Hidrogen 7%,
Oksigen 23%, Nitrogen 16%, Belerang 0–3% dan fosfor 0–3%. Dengan berpedoman

Universitas Sumatera Utara


25

pada kadar nitrogen sebesar 16%, dapat dilakukan penentuan kandungan protein
dalam suatu bahan makanan. (Anna Poedjiadi, 2006)

Penentuan kadar protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan


berdasarkan penentuan empiris (tidak langsung), yaitu melalui penentuan kandungan
N yang ada dalam bahan. Penentuan jumlah protein secara empiris yang umum
dilakukan adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu
bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia
Denmark pada tahun 1883. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl
ini dengan demikian sering disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein).

Analisa kuantitatif protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.

1. Tahap Destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur – unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi
CO, CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
Asam sulfat yang dipergunakan untuk destruksi diperhitungkan adanya bahan protein,
lemak dan karbohidrat. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan
katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Selain katalisator yang telah
disebutkan tadi, kadang – kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat
mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga
mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna.

2. Tahap Destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan
selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dapat
dipakai adalah asam khlorida atau asam boraks 4% dalam jumlah yang berlebihan.
Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung

Universitas Sumatera Utara


26

tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam
dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya bromcresol green + MR
Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi sempurna dengan ditandai
destilat tidak bereaksi basis.

3. Tahap Titrasi
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang
bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida
0,1 N dengan indikator (bromcresol green + MR). Akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel
dan blanko merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.
ml HCl ( sampel  blanko )
  N . HCl  14,008  100 %
berat sampel ( g )  1000
%N

Se
telah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu
faktor (f). Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase
N yang menyusun protein dalam suatu bahan.

Pr otein  %N  f

(Slamet Sudarmadji, 1989)

2.6. Karbohidrat
Karbohidrat adalah kelompok nutrien dalam susunan makanan, sebagai sumber
energi. Jenis – jenis karbohidrat menurut ukuran molekulnya yaitu monosakarida yang
umumnya terdapat dalam pangan mengandung enam atom karbon dan mempunyai
rumus umum C6H12O6, disakarida merupakan gula yang mempunyai rumus umum
C12H22O11, dan polisakarida merupakan polimer yang tersusun dari banyak
monosakarida yang berikatan satu sama lain, dengan melepaskan sebuah molekul air
untuk setiap ikatan yang terbentuk. Senyawa ini mempunyai rumus umum (C6H12O6)n,
dimana “n” adalah bilangan yang besar.

Universitas Sumatera Utara


27

2.6.1 Serat Makanan


Serat makanan adalah bahan dalam pangan asal tanaman yang tahan terhadap
pemecahan oleh enzim dalam saluran pencernaan dan karenanya tidak diabsorpsi. Zat
ini terdiri dari, terutama selulosa dan senyawa – senyawa dari polisakarida lainnya
seperti lignin dan hemiselulosa. (P.M. Gaman, 1992)

Serat merupakan bahan yang berasal dari dinding sel tanaman yang tidak dapat
dicerna oleh enzim pada usus kecil manusia. Serat seringkali diklasifikasikan
berdasarkan kelarutannya di dalam air. (Charles W. Van Way III, MD., 1999)
Prinsip. Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah
diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih, dan terdiri dari sellulosa dengan
sedikit lignin dan pentosan. (Apriyantono, A., 1989)
Di dalam analisa penentuan kadar serat kasar diperhitungkan banyaknya zat – zat
yang tak larut dalam asam encer ataupun basa encer dengan kondisi tertentu.
(Slamet Sudarmadji, 1989)
Menurut metode Waren Wet (1935), langkah – langkah analisa adalah:
1. defatting, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel
menggunakan pelarut lemak,
2. degradasi, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan
pelarutan dengan basa. Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam
keadaan tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin
dihilangkan dari pengaruh luar. ,
3. delignifikasi, dengan menggunakan NaOH 1,25%,
4. pengeringan dan pengabuan.

2.7 Tanaman Wortel


Bagian utama yang dikonsumsi masyarakat dunia dari tanaman wortel adalah
umbinya. Meskipun demikian, hampir semua bagian tanaman tersebut dapat
digunakan untuk berbagai keperluan hidup dan penghidupan manusia. Menurut hasil
penelitian National Cancer Institute (1991), wortel mengandung senyawa “β –
karoten”. Zat ini dapat mencegah “bensopiren” penyebab kanker paru – paru.

Universitas Sumatera Utara


28

Kandungan karoten (pro – vitamin A) pada umbi wortel dapat mencegah penyakit
rabun senja (buta ayam). Wortel merupakan sayuran yang multi guna bagi pelayanan
kesehatan masyarakat luas. Bahkan di Indonesia, wortel dapat dianjurkan sebagai
bahan pangan potensial untuk mengentas masalah penyakit kurang vitamin A dan
kurang gizi (anemia). Wortel selain kaya akan vitamin A juga mengandung gizi yang
tinggi dan lengkap, seperti uraian pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kandungan Gizi dalam tiap 100 gram Umbi Wortel Segar
Banyaknya
No. Kandungan Unsur Gizi
1 2
1 Kalori (kal) 42,00 55,00
2 Protein (g) 1,20 1,30
3 Lemak (g) 0,30 0,40
4 Karbohidrat (g) 9,30 12,40
5 Fosfor (mg) 37,00 28,00
6 Zat Besi (mg) 0,80 1,70
7 Vitamin A (SI) 12.000,00 18.000,00
8 Vitamin B (SI) 0,06 0,04
9 Vitamin C (SI) 6,00 9,00
10 Serat - 0,90
11 Abu - 0,80
12 Natrium - 32,00
13 Vitamin B2 - 0,04
14 Niacin - 0,60
15 Kalsium (mg) 39,00 60,00
16 Air (g) 88,20 -
17 Bagian yang dapat
75,00 85,10
dimakan (%)
Keterangan: B.d.d. (Bagian dapat dicerna)
Sumber: (1) Direktorat Gizi Depkes RI, 1981
(2) Food and Nutrition Research Center Handbook No.1, Manila (1964)

Universitas Sumatera Utara


29

2.8 β – Karotena
Karotenoid mula – mula ditemukan pada tahun 1831, pada wortel. Delapan puluh dua
tahun kemudian baru ditemukan vitamin A pada minyak ikan dan mentega, yaitu pada
tahun 1913. Dan baru sesudah seratus tahun setelah ditemukannya karoten diketahui
bahwa karoten ada hubungannya dengan vitamin A. Pada tahun itu juga yaitu tahun
1913 disepakati satuan vitamin A dinyatakan dengan Satuan Internasional (SI) yang
setara dengan 0,6 μg β – karoten. (Andarwulan, 1992)

Karotenoid merupakan precursor vitamin A disebut sebagai pro-vitamin A,


sedangkan vitamin A yang disimpan dalam jaringan hewan disebut sebagai vitamin A.
Terdapat 10 macam provitamin A dan 2 macam vitamin A secara alami. Provitamin A
yang paling potensial adalah β – karoten yang ekuivalen dengan 2 molekul vitamin A.
(Andarwulan, 1992)

Karoten yang paling penting untuk manusia adalah β – karoten, yaitu yang
paling umum dijumpai sebagai pigmen dan sebagai sumber vitamin A. β – karoten
dapat dikristalkan berbentuk prisma dan berwarna merah dengan titik lebur yang
tinggi yaitu 1840 C. β – karoten sangat sensitive terhadap oksidasi dan cahaya,
tetapi stabil terhadap panas dalam atmosfer inert (bebas O2). Dari hasil penelitian
ternyata kerusakan β – karoten yang umum terjadi dalam jaringan sel hidup
sangat kecil. Bahkan dalam beberapa produk seperti wortel, tomat, dan buah
persik, sintesis β – karoten akan terus berlangsung meskipun sesudah panen sehingga
β – karotennya meningkat. (Andarwulan, 1992)

Analisa Kuantitatif β – karoten


Kadar β – karoten biasanya ditentukan dengan menggunakan metode spektrofotometri
ultraviolet – visible pada panjang gelombang 446 nm. (Moh, Che Man, Badlishah,
Jinap, Saad, dan Abdullah, 2007)

Universitas Sumatera Utara


30

2.9 Uji Organoleptik


Uji organoleptik adalah penilaian penggunaan indera, penilaian menggunakan
kemampuan sensorik, tidak dapat diturunkan pada orang lain. Salah satu cara
pengujian organoleptik adalah dengan metode uji pencicipan yang disebut juga
dengan “Acceptance Test”. Uji pencicipan menyangkut penilaian seseorang akan
suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Pada uji
pencicipan dapat dilakukan menggunakan panelis yang belum berpengalaman. Dalam
kelompok uji pencicipan ini termasuk uji kesukaan (hedonik). (Soekarto, S.T., 1981)

Tabel 2.4. Uji Kesukaan dengan Skala Hedonik


Uji Kesukaan (Skala Hedonik) Skala Numerik
Amat Sangat Suka 5
Sangat Suka 4
Suka 3
Kurang Suka 2
Tidak Suka 1

Universitas Sumatera Utara


31

BAB 3
BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat – Alat


1. Spektrofotometer UV – 1700 Shimadzu
2. Alat Kjeldahl Gerhardt
3. Tabung Reaksi Pyrex
4. Gelas Erlenmeyer Pyrex
5. Gelas Beaker Pyrex
6. Labu Ukur Pyrex
7. Neraca Analitik Sartorius
8. Buret Duran
9. Alat Pendingin Liebig
10. Selang
11. Lemari Asam
12. Corong
13. Statif dan klem
14. Hot Plate
15. Cawan Porselen
16. Kondensor
17. Desikator
18. Cawan Krusch
19. Loyang
20. Dandang
21. Kompor
22. Talam

Universitas Sumatera Utara


32

3.2. Bahan – Bahan


1. H2SO4 (p) p.a.Merck
2. n-heksan p.a.Merck
3. HCl (p) p.a.Merck
4. Na2B4O7 . 10H20 p.a.Merck
5. NaOH
6. H3BO3
7. K2SO4
8. Alkohol 96 %
9. Selenium (s)
10. Indikator Thasiro
11. Indikator Universal
12. Aquades
13. Tangkil (Gnetum gnemon)
14. Tepung Tapioka
15. Garam
16. Merica
17. Bawang Merah
18. Bawang Putih
19. Backing Powder
20. Buah bit
21. Wortel
22. Daun Suji

Universitas Sumatera Utara


33

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyediaan Indikator dan Katalis


1. Indikator Tashiro
Siapkan larutan Bromocresol Green 0,1 % dan larutan Merah Metil 0,1 %
dalam alkohol 95 % secara terpisah. Campurkan 10 ml Bromocresol Green
dengan 2 ml Merah Metil.

2. Katalis Selenium
Campurkan 2,5 g serbuk SeO2, 100 g K2SO4 dan 20 g CuSO4 . 5 H2O

3.3.2. Pembuatan Reagen


1. NaOH 30 %
Ditimbang 30 g kristal NaOH dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu
takar 100 ml sampai garis tanda lalu diaduk rata.

2. HCl 0,1 N
Dipipet 2,07 ml HCl 37 % kemudian diencerkan dengan aquadest dalam
labu takar 250 ml sampai garis tanda lalu diaduk rata.

Standarisasi HCl 0,1 N


Dipipet 25 ml HCl 0,1 N lalu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer.
Ditambah 3 tetes indikator Metil Orange (MO) kemudian dititrasi dengan
Na2B4O7 . 10H20 0,1 N hingga larutan berwarna kuning orange. Dilakukan
sebanyak 3 kali. Diperoleh konsentrasi HCl sebesar 0,0990 N.

3. K2SO4 10 %
Ditimbang 10 g kristal K2SO4 dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu
takar 100 ml sampai garis tanda lalu diaduk rata.

Universitas Sumatera Utara


34

4. H2SO4 1,25 %
Dipipet 13,0 ml H2SO4 (p) kemudian diencerkan dalam labu takar 1000 ml
sampai garis tanda lalu diaduk rata.

5. NaOH 1,25 %
Ditimbang 12,5 g kristal NaOH dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu
takar 1000 ml sampai garis tanda lalu diaduk rata.

6. H3BO3 4 %
Ditimbang dengan tepat 20 g H3BO3 dan dilarutkan dengan aquadest dalam
labu takar 500 ml sampai garis tanda lalu diaduk rata.

3.3.3. Pembuatan Kerupuk


Sebagai contoh pembuatan kerupuk dengan perbandingan tepung tangkil : tepung
tapioka ( 1:3):
1. ditimbang tepung tangkil kering dan halus sebanyak 100 g
2. disiapkan bumbu, yaitu yang terdiri dari: 10 g garam, 10 g bawang merah dan
10 g bawang putih yang telah dihaluskan, 15 g backing powder, 8 g merica
halus, gula
3. dicampurkan bumbu tersebut ke dalam tepung tangkil sambil diaduk perlahan
supaya bumbunya tercampur rata
4. ditambah tepung tapioka sebanyak 300 g
5. ditambah 4 g kuning telur dan diaduk rata
6. adonan digulung memanjang, lalu dikukus dalam dandang selama ± 1 jam
7. setelah matang, adonan diangkat dan didiamkan selama satu malam
8. selanjutnya gulungan tersebut dipotong tipis – tipis dan dijemur di bawah sinar
matahari hingga kering merata
9. digoreng
10. dilakukan uji organoleptik untuk perbandingan kerupuk 1:1, 1:2 , 1:3, dan 1:4.
11. dilakukan analisa kandungan nutrient untuk perbandingan kerupuk 1:3, dan
1:4.

Universitas Sumatera Utara


35

3.3.4. Penentuan Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl


1. ditimbang sampel kering dan halus sebanyak 1,0000 g
2. dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl
3. ditambahkan Selenium sebanyak 5 g dan 25 ml H2SO4 (p)
4. didestruksi sampel di dalam lemari asam sampai larutan yang di dalam tabung
reaksi menjadi jernih
5. diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 250 ml
6. dipipet 50 ml ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 40 ml NaOH 30 %
7. disediakan penampung destilat berupa gelas Erlenmeyer yang berisi 50 ml
H3BO3 4 % dan 2 tetes indikator Tashiro
8. dipasang labu Kjeldahl pada alat destilasi, kemudian diletakkan penampung
destilat pada tempatnya, kemudian didestilasi sampai diperoleh destilat
berwarna hijau tua
9. dititrasi destilat dengan larutan standart HCl 0,1 N sampai larutan berwarna
merah lembayung
10. dihitung % N dan kadar proteinnya.

fp  VHCl  N HCl  0,014  f k


%P   100%
berat sampel

3.3.5 Penentuan Kadar Serat dengan metode Pendidihan, Penyaringan,


Pengeringan dan Pengabuan
1. ditimbang sampel kering dan halus sebanyak 2,5000 g
2. dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer yang telah diketahui beratnya
3. ditambahkan 200 ml H2SO4 1,25 %, lalu dipasang Erlenmeyer pada pendingin
Liebig
4. dididihkan selama 30 menit
5. disaring dengan menggunakan kertas saring, residu yang tertinggal dibilas
6. dengan aquadest panas sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (sampai
pH=6)

Universitas Sumatera Utara


36

7. dipindahkan residu ke dalam gelas Erlenmeyer menggunakan spatula dan sisa


residu pada kertas saring dicuci dengan 200 ml NaOH 1,25 % sampai
semua residu masuk ke dalam Erlenmeyer
8. dididihkan dengan pendingin balik selama 30 menit
9. ditambahkan 10 ml K2SO4 10 %
10. ditambahkan aquadest panas sampai pH=6
11. ditambahkan alkohol 96 % ± 15 ml
12. diletakkan dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya
13. Dikeringkan pada suhu 100 – 105 0C selama ± 5 jam
14. Didinginkan dalam desikator
15. Ditimbang sampai berat konstan
16. Diabukan pada suhu 6000C
17. Didinginkan dalam desikator
18. Ditimbang sampai berat konstan
19. Dihitung kadar seratnya.

Kadar Serat   100%


Wakhir
Wawal

3.3.6 Penentuan Kurva Standar β – Karoten

3.3.6.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum β – Karoten


1. ditimbang 0,005 g larutan standar β – Karoten , dilarutkan dengan n –
heksana p.a dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml. Kemudian diencerkan
dengan n – heksana p.a. sampai garis tanda dan dihomogenkan (Larutan
standar beta – karotena 500 mg/L).
2. diukur Absorbansi pada panjang gelombang 440 – 455 nm.

Universitas Sumatera Utara


37

3.3.6.2 Penentuan Kurva Standar β – Karoten


1. untuk membuat larutan 0,5; 1; 2; 3; dan 4 mg/L, masing – masing dipipet
0,01; 0,02; 0,04; 0,06; 0,08 ml dari larutan standar β – Karoten 500 mg/L, dan
dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml. Diencerkan dengan n – heksana p.a.
sampai garis tanda dan dihomogenkan.
2. diukur Absorbansi pada panjang gelombang 446 nm kemudian dibuat kurva
standar β – Karoten.

3.3.7. Penentuan Kadar β – Karoten Sampel (MPOB Test Method p2.6: 2004)

3.3.7.1 Preparasi Sampel


1. ditimbang sampel kering sebanyak 20 gram, kemudian dimasukkan ke dalam
kertas saring lalu dimasukkan ke dalam alat soklet.
2. dimasukkan n – heksana ke dalam labu alas sebanyak 100 ml .
3. dirangkai alat soklet kemudian disokletasi selama ± 2 jam.
4. diperoleh hasil ekstrak sebanyak ± 75 ml berwarna kuning.

3.3.7.2 Proses Pemurnian β – Karoten dari Pelarutnya


1. proses pemurnian dilakukan dengan cara pemekatan menggunakan alat
rotarievaporator.
2. ekstrak pekat yang diperoleh di – gashing dengan gas N2 sampai diperoleh
berat konstan.
3. dicatat berat konstan sampel.

3.3.7.3 Penentuan Kadar β – Karoten dengan Spektrofotometer UV – Vis


1. dilarutkan sampel 0,1 gram dengan n – heksana p.a. dan dimasukkan ke dalam
labu takar 25 ml.
2. diencerkan dengan n – heksana p.a. sampai garis tanda lalu dihomogenkan
sampai sampel dapat larut dengan sempurna.

Universitas Sumatera Utara


38

3. diukur absorbansi pada panjang gelombang 446 nm.


4. dihitung kadar β – karoten.

Perhitungan Kadar β – Karoten:


Absorbansi sampel diplotkan ke dalam persamaan kurva standar ( Y = aX + b ).
Dimana: a = slope,
b = intersept,
Y = Absorbansi Sampel
X = Konsentrasi β – Karoten sampel
Dan dengan pertimbangan fakor pengenceran, maka Konsentrasi β – Karoten
sampel dapat diperoleh dalam mg/L.

3.3.8 Uji Organoleptik


Uji ini meliputi warna, rasa, dan bau yang ditentukan dengan uji kesukaan oleh 30
orang panelis, dimana para panelis bukan perokok dan sebelum mencicipi diharuskan
minum air putih terlebih dahulu.

Universitas Sumatera Utara


39

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Kerupuk


Sebagai contoh pembuatan kerupuk dengan perbandingan tepung melinjo : tepung
tapioka ( 1:3) :

Tepung Tangkil Kering 10 g bawang merah, 10 g bawang


putih, 10 g garam, 8 g backing
powder dan 8 g merica
Ditimbang 100 g
Dihaluskan

Bumbu Halus

Dicampur dan diaduk rata


Ditambah 4 gram kuning telur
Ditambah tepung tapioka sebanyak 300 g
Diaduk rata

Adonan Padat

Digulung memanjang
Dikukus dalam dandang selama ± 1 jam
Didiamkan selama 1 malam
Dipotong tipis – tipis
Dijemur di bawah sinar matahari

Hasil

Dianalisa

Kadar Kadar Kadar Beta Uji


Protein Serat Karoten Organoleptik

Universitas Sumatera Utara


40

3.4.2. Penentuan Kadar Protein dengan metode Kjeldahl

1,0000 g Sampel Kering dan Halus

Dimasukkan ke dalam Labu Kjeldahl


Ditambahkan Selenium sebanyak 5 g
Ditambah 25 ml H2SO4 (p)

Larutan Sampel

Didestruksi sampel dalam lemari asam hingga larutan


jernih

Larutan Jernih

Diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 250 ml


sampai garis tanda
Dipipet 50 ml ke dalam labu Kjeldahl
Ditambah 40 ml NaOH 30 %
Didestilasi

Hasil Destilat

Ditampung dalam gelas Erlenmeyer yang berisi


50 ml H3BO3 4 %, 2 tetes indikator Tashiro

Larutan berwarna Hijau Muda

Dititrasi destilat dengan larutan standart HCl 0,0990 N

Larutan merah lembayung

Dicatat volume larutan standart titran HCl 0,0990 N


Dihitung % N dan kadar proteinnya

Hasil

Universitas Sumatera Utara


41

3.4.2. Penentuan Kadar Serat dengan metode Pendidihan, Penyaringan,


Pengeringan dan Pengabuan

2,5000 g Sampel Kering dan Halus

Dimasukkan dalam gelas Erlenmeyer


Ditambahkan 200 ml H2SO4 1,25 %
Dididihkan selama 30 menit
Disaring

Residu Filtrat

Dicuci dengan aquadest panas sampai air cucian tidak bersifat asam lagi
Dicuci residu dengan 200 ml NaOH 1,25 %
Dididihkan selama 30 menit
Disaring

Residu Filtrat

Dicuci dengan 10 ml K2SO4 10 % dan aquadest panas


Dicuci kembali dengan 15 ml alkohol 95 %
Dikeringkan pada suhu 100 – 105 0C selama ± 5 jam
Didinginkan dalam desikator
Ditimbang sampai berat konstan
Diabukan pada suhu 600 0C
Didinginkan dalam desikator
Ditimbang sampai berat konstan
Dihitung kadar seratnya

Hasil

Universitas Sumatera Utara


42

3.4.4. Penentuan Kadar β – Karoten

3.4.4.1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum β – Karoten

Larutan Standar β – Karoten

Ditimbang sebanyak 0,005 gram


Dilarutkan dengan n – heksana p.a.
Dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml
Diencerkan sampai garis tanda
Dihomogenkan
Diukur absorbansi pada panjang
gelombang 440 – 455 nm
Dibuat kurva panjang gelombang maksimum

Hasil

3.4.4.2. Penentuan Kurva Standar β – Karoten

Larutan Standar β – Karoten 500 mg/L

Dipipet masing – masing 0,01; 0,02;


0,04; 0,06; 0,08 ml
Dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml
Dilarutkan dengan n – heksana p.a. sampai
garis tanda
Dihomogenkan
Diukur absorbansi pada panjang
gelombang 446 nm
Dibuat kurva standar β – Karoten

Hasil

Universitas Sumatera Utara


43

3.4.5. Penentuan Kadar β – Karoten Sampel (MPOB Test Method P2.6: 2004)

3.4.5.1. Preparasi Sampel

Sampel Kering dan Halus

ditimbang sebanyak 20 gram


dimasukkan ke dalam kertas saring
dirangkai alat soklet
dimasukkan n – heksan p.a. ke dalam
labu alas sebanyak 100 ml
disokletasi selama ± 2 jam

Hasil

3.4.5.2. Proses Pemurnian β – Karoten Dari Pelarutnya

75 ml larutan β – Karoten

dipekatkan dengan alat rotarievaporator

Ekstrak Pekat beta – karotena

di – gashing dengan gas N2 sampai berat


konstan

Hasil

Universitas Sumatera Utara


44

3.4.5.3 Penentuan Kadar β – Karoten Dengan Spektrofotometer UV – Vis

0,1004 gram sampel

Dilarutkan dengan n – heksana p.a.


Dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml
Diencerkan dengan n – heksana p.a.
sampai garis tanda
Dihomogenkan
Diukur absorbansi pada panjang
gelombang 446 nm
Dihitung kadar β – Karoten

Hasil

3.4.6. Uji Organoleptik

Panelis

Disajikan kerupuk MPF


Diharuskan kepada Panelis meminum
air putih terlebih dahulu

Panelis dan Kerupuk

Dilakukan uji kesukaan (warna, rasa,


bau)
Ditentukan skor nilainya

Hasil

Universitas Sumatera Utara


45

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya data yang diperoleh pada masing – masing
kadar gizi kerupuk maka digunakan analisa data statistik dengan metode CCT
(Chauvenet Criterion Test). Pada metode ini, suatu hasil data dikatakan signifikan
apabila harga htabel berdasarkan harga erf (t) atau erf (hx) dari harga T (pada
Lampiran) lebih besar daripada harga hhitung.

Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Kadar Protein


Volume Titrasi Rataan
Kadar Protein (%)
Jenis (mL) ∑ Xt Kadar
No.
Kerupuk (%) Protein
I II III I II III
(%)
1. A 0,95 0,90 0,85 4,11 3,9 3,68 11,69 3,9
2. B 1,15 1,10 1,05 4,98 4,76 4,55 14,29 4,76
3. C 1,05 1,00 1,05 4,55 4,33 4,55 13,43 4,48
4. D 1,3 1,25 1,25 5,63 5,41 4,55 16,45 5,48
TOTAL 55,86 18,62

Universitas Sumatera Utara


46

Tabel 4.2 Data Hasil Pengukuran Kadar Serat

Berat Setelah Pengovenan Berat Setelah Pengabuan


Jenis Berat Sampel (g) Kadar Serat (%) ∑ Xt
(g) (g) Rataan
Kerupuk (%)
I II III I II III I II III I II III
A 2,5 2,5 2,5 0,3760 0,3754 0,3745 0,0052 0,0034 0,0046 0,21 0,14 0,19 0,54 0,18
B 2,5 2,5 2,5 0,3780 0,3775 0,3745 0,0073 0,0060 0,0054 0,29 0,24 0,22 0,75 0,25
C 2,5 2,5 2,5 0,3888 0,3850 0,3872 0,0085 0,0075 0,0070 0,34 0,30 0,28 0,92 0,31
D 2,5 2,5 2,5 0,4108 0,4202 0,4005 0,0097 0,0102 0,0087 0,30 0,40 0,35 1,14 0,38
TOTAL 3,35 1,12

Tabel 4.3 Data Hasil Pengukuran Kadar β – Karoten


Kadar Beta – Karotena Rataan
ABSORBANSI
(%) Kadar
Jenis ∑ Xt
No. Beta –
Kerupuk (%)
I II III I II III Karotena
(%)
1. A 0,7424 0,7415 0,7412 899,73 898,65 898,29 2696,67 898,89
2. B 0,7857 0,7850 0,7845 951,13 951,98 950,53 2853,64 951,21
3. C 0,7420 0,7418 0,7415 899,25 899,01 898,65 2696,91 898,97
4. D 0,7860 0,7853 0,7850 952,34 951,50 951,13 2854,97 951,66
TOTAL 11102,19 3700,73

Keterangan: A = perbandingan tepung tangkil dan tepung tapioka 1:3


B = perbandingan tepung tangkil dan tepung tapioka 1:3 dengan
penambahan pewarna alami wortel
C = perbandingan tepung tangkil dan tepung tapioka 1:4
D = perbandingan tepung tangkil dan tepung tapioka 1:4 dengan
penambahan pewarna alami wortel

Universitas Sumatera Utara


47

4.1.1. Penentuan Kadar Protein


f p  V HCl  N HCl  0,014  f k
%P   100%
berat sampel
Keterangan: fp = Faktor Pengenceran, 5
Fk = Faktor Konversi Tangkil, 6,25
VHCl = Volume Larutan Standar yang telah di standarisasi, N
W = Berat Sampel , g
Sebagai contoh perhitungan penentuan kadar protein dari kerupuk:
5  1,05  0,0990  0,014  6,25
%P   100%
1,0
 4,55%
Hasil pengukuran kadar protein selengkapnya terdapat pada Tabel 4.1.

4.1.1.1 Analisa Data dengan Metode CCT (Chauvenet Criterion Test)


1. Jenis Sampel A
V1 = 0,95
V2 = 0,90
V3 = 0,85

 (V
V = 0,90
 V ) 2  (V2  V ) 2  (V3  V ) 2
S2
n 1
1


 (0,95  0,90)  (0,90  0,90)2  (0,85  0,90)2
2

3 1
S  5  10
2 3

S  0,0707

H arg a erf ht V1  


2n  1

2(3)  1
2n
  0,833  ht  0,98
2(3)

ht V1    19,6
0,98
0,05

   10
0,07071,4142 
1 1
S n 1
hhitung

Universitas Sumatera Utara


48

Hasil analisa diperoleh htabel lebih besar daripada hhitung, yaitu 19,6 > 10, maka data
tersebut adalah signifikan.
Untuk data selanjutnya dapat dilihat pada tabel L3 pada Lampiran.

4.1.2. Penentuan Kadar Serat

Kadar Serat   100%


Wakhir
Wawal

Keterangan: Wawal = Berat awal sampel, g


Wakhhir = Berat akhir sampel setelah pengabuan, g

Sebagai contoh perhitungan penentuan kadar serat dari kerupuk:

Kadar Serat   100%


0,0085 g
2,5 g
 0,34%

Hasil pengukuran kadar serat selengkapnya terdapat pada Tabel 4.2.

4.1.2.1. Analisa Data dengan Metode CCT (Chauvenet Criterion Test)

1. Jenis Sampel A
V1 = 0,21
V2 = 0,14
V3 = 0,19
V = 0,18

Universitas Sumatera Utara


49

 (V1  V )  (V2  V )  (V3  V )



2 2 2

n 1
2
S

 (0,21  0,18)  (0,14  0,18)  (0,19  0,18)



2 2 2
3 1
S 2  1,3  10 3
S  0,0361

H arg a erf ht V1   2n  1

2(3)  1
2n
  0,833  ht  0,98

 
2(3)

ht V1   32,67
0,98
0,03

   19,57
0,03611,4142 
1 1
S n 1
h
hitung

Hasil analisa diperoleh htabel lebih besar daripada hhitung, yaitu 32,67 > 19,57, maka
data tersebut adalah signifikan.
Untuk data selanjutnya dapat dilihat pada tabel L6 pada Lampiran.

4.1.3. Perhitungan Kadar β – Karoten


Untuk menghitung kadar β – karoten dalam sampel, terlebih dahulu harus dicari
persamaan garis regresi larutan standar β – karoten dari berbagai konsentrasi.

Tabel 4.4 Data Larutan Standar β – Karoten pada berbagai Konsentrasi


Xi
No Yi (A) (Xi – X ) (Xi – X )2 (Yi – Y ) (Yi – Y )2 (Xi – X ) (Yi – Y )
(mg/L)
1 0,5000 0,0980 -1,6 2,56 -0,3338 0,1114 0,5341
2 1,0000 0,2140 -1,1 1,21 -0,2178 0,0474 0,2396
3 2,0000 0,3930 -0,1 0,01 -0,0388 0,0015 0,0039
4 3,0000 0,6320 0,9 0,81 0,2002 0,0401 0,1802
5 4,0000 0,8220 1,9 3,61 0,3902 0,1523 0,7414
∑ 10,5000 2,1590 0 8,2 0,3 0,3527 1,6992

Universitas Sumatera Utara


50

Persamaan garis regresi dengan menggunakan data di atas dapat diturunkan dari
persamaan umum garis regresi sebagai berikut:
Y = aX + b

Keterangan: Y = absorbansi dari pengukuran beta – karotena


a = slope
b = intersept
X = kadar beta – karotena (mg/L)

X 
X 
10 ,5
 2 ,1
n 5

Y 
Y 
2 ,1590
 0 , 4318
n 5

 ( X - X )Y - Y 
 ( X - X )
a 
i i
2
i


1,6992
8,2
a  0,2072

Harga a disubstitusi ke persamaan Y = aX + b, dimana harga X dan Y adalah harga


rata – rata.
Y = aX + b
0,4318 = (0,2072) (X) + b
b = - 0,0033
Maka persamaan garis regresi adalah:
Y = aX + b
Y = 0,2072 X – 0,0033

Sebagai contoh, absorbansi dari suatu pengukuran adalah 0,7415, maka:


0,7415 = 0,2072 X – 0,0033
0,7448 = 0,2072 X
X = 3,5946

Universitas Sumatera Utara


51

Setelah diperoleh harga X, kemudian X di substitusikan ke persamaan:


Kadar beta karoten = X . fp
= 3,5946 . 250
= 898,65
Hasil pengukuran kadar β – karoten selengkapnya terdapat pada Tabel 4.3.

 ( X  
Untuk mencari Koefisien Korelasi yaitu:

 ( X - X )  Y 
r 
i - X ) Yi - Y
1
2 2 2
i i -Y


8,20,352712
1,6992

 0,9991

4.1.3.1. Analisa Data dengan Metode CCT (Chauvenet Criterion Test)

1. Jenis Sampel A
A1 = 0,7424

A2 = 0,7415

A3 = 0,7412

A = 0,7417

S 
 (V  V ) 2  (V2  V ) 2  (V3  V ) 2
n 1
2 1


 (0,7424  0,7417)2  (0,7415  0,7417)2  (0,7412  0,7417)2
3 1
S  3,9  10
2 7

S  6,245  10  4

H arg a erf ht V1  


2n  1

2(3)  1
2n
  0,833  ht  0,98

ht V1  
2(3)

 1400
0,98
0,0007

   1132,29
6,245  10 4 1,4142 
1 1
S n 1
hhitung

Universitas Sumatera Utara


52

Hasil analisa diperoleh htabel lebih besar daripada hhitung, yaitu 1400 > 1132,29, maka
data tersebut adalah signifikan.
Untuk data selanjutnya dapat dilihat pada tabel L11 pada Lampiran.

4.1.4. Analisa Data Statistik terhadap Penilaian Uji Organoleptik


4.1.4.1. Analisa Data Statistik pada Penilaian Uji Organoleptik terhadap Rasa
A. Analisa Data dengan Metode CCT (Chauvenet Criterion Test)
1. Jenis Sampel A
V1 = 3,1333
V2 = 3,0667
V3 = 2,9667
V = 3,0556

S 
 (V  V ) 2  (V2  V ) 2  (V3  V ) 2
n 1
2 1


 (3,1333  3,0556)2  (3,0667  3,0556)2  (2,9667  3,0556)2
3 1
S  7,0321855  10
2 3

S  0,0839

H arg a erf ht V1  


2n  1

2(3)  1
2n
  0,833  ht  0,98
2(3)

V1 ht   12,61
0,98
0,0777

   8,43
0,0839 1,4142
1 1
S n 1
hhitung

Hasil analisa diperoleh htabel lebih besar daripada hhitung, yaitu 12,61 > 8,43, maka
data tersebut adalah signifikan.
Untuk data selanjutnya dapat dilihat pada tabel L15 pada Lampiran.

Universitas Sumatera Utara


53

4.1.4.2. Analisa Data Statistik pada Penilaian Uji Organoleptik terhadap Aroma
Analisa Data dengan Metode CCT (Chauvenet Criterion Test)

1. Jenis Sampel A
V1 = 3,2667
V2 = 3,2
V3 = 3,2
V = 3,2222

S 
 (V  V ) 2  (V2  V ) 2  (V3  V ) 2
n 1
2 1


 (3,2667  3,2222)2  (3,2  3,2222)2  (3,2  3,2222)2
3 1
S  2,9658  10
2 3

S  0,038

H arg a erf ht V1  


2n  1

2(3)  1
2n
  0,833  ht  0,98

ht V1  
2(3)

 22,02
0,98
0,0445

   18,36
0,038 1,4142
1 1
S n 1
hhitung

Hasil analisa diperoleh htabel lebih besar daripada hhitung, yaitu 22,02 > 18,36, maka
data tersebut adalah signifikan.
Untuk data selanjutnya dapat dilihat pada tabel L18 pada Lampiran.

Universitas Sumatera Utara


54

4.1.4.3. Analisa Data Statistik pada Penilaian Uji Organoleptik terhadap Warna
Analisa Data dengan Metode CCT (Chauvenet Criterion Test)

1. Jenis Sampel A
V1 = 3,2667
V2 = 3,2333
V3 = 3,2
V = 3,2333

S 
 (V  V ) 2  (V2  V ) 2  (V3  V ) 2
n 1
2 1


 (3,2667  3,2333)2  (3,2  3,2333)2  (3,2  3,2333)2
3 1
S  0,0173
2

S  0,1314

H arg a erf ht V1  


2n  1

2(3)  1
2n
  0,833  ht  0,98

ht V1  
2(3)

 29,34
0,98
0,0334

   5,38
0,1314 1,4142
1 1
S n 1
hhitung

Hasil analisa diperoleh htabel lebih besar daripada hhitung, yaitu 29,34 > 5,38, maka
data tersebut adalah signifikan.
Untuk data selanjutnya dapat dilihat pada tabel L21 pada Lampiran.

Universitas Sumatera Utara


55

4.2. Pembahasan
a. Kadar Protein
Penentuan kadar protein berdasarkan jumlah N terjadi dalam tiga tahapan,
berdasarkan reaksi berikut:
1. Tahap Destruksi
(C,H,O,N)n + H2SO4(p) Se (NH4)2 SO4 + SO2 CO2 (g) + H2O
2. Tahap Destilasi
(NH4)2 SO4 + 2 NaOH dipanaskan Na2SO4 + 2 NH4OH

NH4OH dipanaskan NH3(g) + H2O

NH3(g) dipanaskan NH3(l)

NH3(l) + 4 H3BO3 tashhiro (NH4)2 B4O7 + 5 H2O


3. Tahap Titrasi
(NH4)2 B4O7 + 2 HCl 2 NH4Cl + H2B4O7 + 5 H2O

Berdasarkan reaksi di atas, banyaknya asam borat yang bereaksi dengan amonia dapat
diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida sehingga diperoleh %N,
selanjutnya dihitung kadar protein dengan mengalikan suatu faktor.

Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi sebesar 5,48 %
untuk perbandingan 1:4 pada penambahan wortel, sedangkan kadar protein terendah
diperoleh 3,9 % untuk perbandingan 1:3 tanpa penambahan wortel. Hal ini disebabkan
semakin banyak tepung tapioka yang ditambahkan maka kadar protein akan semakin
tinggi, dan dengan adanya penambahan ekstrak wortel maka akan semakin
meningkatkan kadar protein. Dari hasil penelitian kadar protein dari tangkil
adalah 5,05 %.

Universitas Sumatera Utara


56

b. Kadar Serat
Di dalam analisa penentuan kadar serat kasar dihitung berdasarkan banyaknya
zat – zat yang tak larut dalam asam encer ataupun basa encer dengan kondisi
tertentu. Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa kadar serat tertinggi sebesar 0,38 %
untuk perbandingan 1:4 pada penambahan wortel, sedangkan kadar protein terendah
sebesar 0,18 % untuk perbandingan 1:3 tanpa penambahan wortel. Hal ini disebabkan
semakin banyak tepung tapioka yang ditambahkan maka kadar serat akan semakin
tinggi, dan dengan adanya penambahan ekstrak wortel maka akan semakin
meningkatkan kadar serat. Dari hasil penelitian kadar serat dari tangkil adalah 0,35
%.

c. Kadar β – Karoten
Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa kadar serat tertinggi diperoleh sebesar 951,92 %
pada kerupuk dengan perbandingan 1:4 pada penambahan wortel, sedangkan kadar
protein terendah diperoleh sebesar 899,13 % pada kerupuk dengan perbandingan
kerupuk tanpa penambahan wortel. Hal ini disebabkan adanya penambahan ekstrak
wortel yang meningkatkan kadar β – karoten. Dari hasil penelitian kadar β – karoten
dari tangkil adalah 898,17 %.

d. Uji Organoleptik
Dari Tabel 7, 9, dan 11 pada Lampiran bahwa untuk uji organoleptik ini para Panelis
lebih banyak yang menyukai jenis kerupuk perbandingan 1:4 dengan penambahan
ekstrak wortel. Hal ini disebabkan rasa kerupuk yang lebih gurih, aromanya lebih
harum dan warna yang lebih menarik dibandingkan jenis kerupuk yang lain.

Universitas Sumatera Utara


57

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Kadar protein yang tertinggi diperoleh sebesar 5,48 % yaitu pada kerupuk
dengan perbandingan 1:4 dengan penambahan pewarna alami wortel dan
terendah yaitu 3,9 % pada kerupuk dengan perbandingan 1:3 tanpa
penambahan pewarna alami wortel.
2. Kadar serat yang tertinggi diperoleh sebesar 0,38 % yaitu pada kerupuk
dengan perbandingan 1:4 dengan penambahan pewarna alami wortel dan
terendah yaitu 0,18 % pada kerupuk dengan perbandingan 1:3 tanpa
penambahan pewarna alami wortel.
3. Kadar β – karoten yang tertinggi diperoleh sebesar 2334 ppm yaitu pada
pada kerupuk dengan perbandingan 1:4 dengan penambahan pewarna alami
wortel dan terendah yaitu 750 ppm pada kerupuk dengan perbandingan 1:3
tanpa penambahan pewarna alami wortel.
4. Kerupuk yang paling enak, gurih, dan harum serta yang paling banyak
disukai yaitu kerupuk dengan perbandingan 1:4 dengan penambahan wortel.

5.2. Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan MPF dari bahan
pangan yang lain sehingga dapat menghasilkan bahan pangan yang mempunyai
nilai/mutu gizi yang baik.

Universitas Sumatera Utara


58

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, A. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas
Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Budiyanto, A. K. 2004. Dasar – Dasar Ilmu Gizi. Malang: Penerbit Universitas


Muhammadiyah Malang.

Charles W. Van Way III, MD. 1999. Nutrition Secrets. New York: Book Promotion &
Service Co. LTD.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Cetakan Ketujuh. Jakarta: Penerbit Bhratara.

Gaman, P.M. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi.
Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hatta, S. 1991. Budidaya Melinjo dan Usaha Produksi Emping. Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hatta, S. 1992. Budidaya Melinjo dan Usaha Produksi Emping. Cetakan Kedua.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kerupuk. Diakses Tanggal 24 April 2009.

http://iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?mnu=2&id=270. Diakses Tanggal


15 Maret 2009.

http://ptp2007.wordpress.com/2008/03/27/kerupuk-tinggi-kalsium-perbaikan-nilai-
tambah-limbah-cangkang-kerang-hijau-melalui-aplikasi-teknologi-tepat-guna/.
Diakses Tanggal 25 Maret 2009.

http://www.ristek.go.id. Diakses Tanggal 18 Maret 2009.

Kuntom, A. 2005. MPOB test methods: a compendium of test on palm oil products,
palm kernel products, fatty acids, food related products. Perpustakaan Negara
Malaysia, Cataloging-in-Publication Data. Malaysia: Malaysian Palm Oil
Board.

Lubis, V. I. 2007. Pengaruh Temperatur dan waktu Pemanasan terhadap Penurunan


Indeks Pemucatan dan Beta – Karotena Minyak Sawit Mentah. Skripsi.
Medan, Indonesia: Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


59

Manik, A. P. 2007. Pengaruh Sinar Matahari terhadap Kandungan Beta – Karotena


pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum) yang Masak antara Umur
117 – 141 hari. Skripsi. Medan, Indonesia: Universitas Sumatera Utara

Poedjiadi, A. 2006. Dasar – Dasar Biokimia. Edisi Revisi. Jakarta: UI – Press.

Rukmana, R. 1992. Bertanam Wortel. Yogyakarta: Kanisius.

Siregar, W. L. 2006. Studi Perbandingan Kandungan Nutrien dari MPF (Multi


Purpose Food) pada Beberapa Jenis Bolu. Medan, Indonesia: Universitas
Sumatera Utara.

Soekarto, S. T. 1981. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil


Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Pertama.


Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Sudarmadji, S. 1989. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi
Ketiga. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Suprapti, L. 1992. Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta:


Kanisius.

Tim Penulis, PS. 1999. Melinjo Budidaya dan Pengolahan. Cetakan Kesembilan.
Jakarta: PT. Penebar Swadaya.

Warenwet, 1935. Neidherland Ministry of Trade.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan Kedelapan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Universitas Sumatera Utara


60

Universitas Sumatera Utara


61

Tabel L1. Data Kadar Nutrien Kerupuk

Kadar Nutrien
No. Jenis Kerupuk
Protein (%) Serat (%) Beta Karoten (ppm)

1. A 3,9 0,18 750

2. B 4,76 0,25 1911

3. C 4,48 0,31 899

4. D 5,48 0,38 2334

Keterangan: A = perbandingan tepung tangkil dan tepung tapioka 1:3


B = perbandingan tepung tangkil dan tepung tapioka 1:3 dengan
penambahan pewarna alami wortel
C = perbandingan tepung tangkil dan tepung tapioka 1:4
D = perbandingan tepung tangkil dan tepung tapioka 1:4 dengan
penambahan pewarna alami wortel

Universitas Sumatera Utara


62

Tabel L2. Data Pengamatan Kadar Protein


Volume Titrasi Rataan
Kadar Protein (%)
Jenis (mL) ∑ Xt Kadar
No.
Kerupuk (%) Protein
I II III I II III
(%)
1. A 0,95 0,90 0,85 4,11 3,9 3,68 11,69 3,9
2. B 1,15 1,10 1,05 4,98 4,76 4,55 14,29 4,76
3. C 1,05 1,00 1,05 4,55 4,33 4,55 13,43 4,48
4. D 1,3 1,25 1,25 5,63 5,41 4,55 16,45 5,48
TOTAL 55,86 18,62

Keterangan: ∑ Xt = Total Kadar Protein

Tabel L3. Data Statistik Kadar Protein

No. Jenis Kerupuk Fhitung Ftabel Kesimpulan


1. A 19,6 10 Signifikan
2. B 19,6 10 Signifikan
3. C 58,68 24,45 Signifikan
4. D 29,43 24,46 Signifikan

Keterangan: jika Fhitung > Ftabel maka data adalah signifikan, dan sebaliknya
jika Fhitung < Ftabel maka data tidak signifikan.

Tabel L4. Data Kadar Protein Tepung Tangkil


Kadar Protein (%) ∑ Xt Rataan Kadar Protein
Sampel
I II III (%) (%)
Tepung
4,98 5,2 4,98 15,16 5,05
Tangkil

Universitas Sumatera Utara


63

Tabel L5. Data Pengamatan Kadar Serat

Berat Setelah Pengovenan Berat Setelah Pengabuan


Jenis Berat Sampel (g) Kadar Serat (%) ∑ Xt
(g) (g) Rataan
Kerupuk (%)
I II III I II III I II III I II III

A 2,5 2,5 2,5 0,3760 0,3754 0,3745 0,0052 0,0034 0,0046 0,21 0,14 0,19 0,54 0,18

B 2,5 2,5 2,5 0,3780 0,3775 0,3745 0,0073 0,0060 0,0054 0,29 0,24 0,22 0,75 0,25

C 2,5 2,5 2,5 0,3888 0,3850 0,3872 0,0085 0,0075 0,0070 0,34 0,30 0,28 0,92 0,31

D 2,5 2,5 2,5 0,4108 0,4202 0,4005 0,0097 0,0102 0,0087 0,30 0,40 0,35 1,14 0,38

TOTAL 3,35 1,12

Keterangan: ∑ Xt = Total Kadar Serat

Tabel L6. Data Statistik Kadar Serat

No. Jenis Kerupuk Fhitung Ftabel Kesimpulan


1. A 32,67 19,57 Signifikan
2. B 24,5 19,57 Signifikan
3. C 29,43 16,37 Signifikan
4. D 98 18,9 Signifikan

Keterangan: jika Fhitung > Ftabel maka data adalah signifikan, dan sebaliknya
jika Fhitung < Ftabel maka data tidak signifikan.

Tabel L7. Data Kadar Serat Tepung Tangkil


Berat Setelah Pengovenan Berat Setelah Pengabuan
Jenis Berat Sampel (g) Kadar Serat (%) ∑ Xt
(g) (g) Rataan
Kerupuk (%)
I II III I II III I II III I II III

A 2,5 2,5 2,5 0,3868 0,3798 0,3856 0,0087 0,0086 0,0087 0,35 0,34 0,35 1,04 0,35

Universitas Sumatera Utara


64

Tabel L8. Data Absorbansi Larutan Standar β – Karoten pada berbagai Panjang
Gelombang Maksimum

Panjang Gelombang (nm) Absorbansi


440 0,5875
441 0,6025
442 0,6085
443 0,6203
444 0,6288
445 0,6382
446 0,6398
447 0,6381
448 0,6302
449 0,6262
450 0,6232
451 0,6163
452 0,6043
453 0,5974
454 0,5926
455 0,5836

Tabel L9. Data Absorbansi Larutan Standar β – Karoten pada berbagai


Konsentrasi pada Panjang Gelombang 446 nm

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi


0,5 0,098
1 0,214
2 0,393
3 0,632
4 0,822

Universitas Sumatera Utara


65

Tabel L10. Data Pengamatan Kadar β – Karoten Sampel

ABSORBANSI Kadar β – Karoten (%) Rataan


Jenis ∑ Xt Kadar
No.
Kerupuk I II III I II III (%) β – Karoten
(%)
1. A 0,7424 0,7415 0,7412 899,73 898,65 898,29 2696,67 898,89
2. B 0,7857 0,7850 0,7845 951,13 951,98 950,53 2853,64 951,21
3. C 0,7420 0,7418 0,7415 899,25 899,01 898,65 2696,91 898,97
4. D 0,7860 0,7853 0,7850 952,34 951,50 951,13 2854,97 951,66
TOTAL 11102,19 3700,73

Keterangan: ∑ Xt = Total Kadar β – Karoten

Tabel L11. Data Statistik Kadar β – Karoten

No. Jenis Kerupuk Fhitung Ftabel Kesimpulan


1. A 1400 1132,29 Signifikan
2. B 1633 99,65 Signifikan
3. C 4900 70,7 Signifikan
4. D 1633,33 1373,62 Signifikan

Keterangan: jika Fhitung > Ftabel maka data adalah signifikan, dan sebaliknya jika
Fhitung < Ftabel maka data tidak signifikan.

Tabel L12. Data Kadar β – Karoten Tepung Tangkil

Kadar Kadar β – Karoten


ABSORBANSI Rataan Kadar
Jenis (%) ∑ Xt
β – Karoten
Kerupuk (%)
I II III I II III (%)

Tepung
0,7420 0,7418 0,7415 899,25 899,01 898,65 2696,91 898,97
Tangkil

Universitas Sumatera Utara


66

Tabel L14. Data Penilaian Uji Rasa

Jenis Ulangan ∑ Xt Uji Organoleptik


No.
Kerupuk I II III (%) rata-rata (%)
1. A 3,1333 3,0667 2,9667 9,1667 3,0556
2. B 3,2333 3,1667 3,2 9,6 3,2
3. C 3,3333 3,2667 3,2333 9,8333 3,2778
4. D 3,4 3,3333 3,3667 10,1 3,3667
TOTAL 38,7 12,9

Keterangan: ∑ Xt = Total Uji Organoleptik

Tabel L15. Data Statistik Uji Organoleptik terhadap Rasa

No. Jenis Kerupuk Fhitung Ftabel Kesimpulan


1. A 12,61 8,43 Signifikan
2. B 29,43 21,23 Signifikan
3. C 17,66 13,8 Signifikan
4. D 29,39 21,17 Signifikan

Keterangan: jika Fhitung > Ftabel maka data adalah signifikan, dan sebaliknya jika
Fhitung < Ftabel maka data tidak signifikan.

Universitas Sumatera Utara


67

Tabel L17. Data Penilaian Uji Aroma

Jenis Ulangan ∑ Xt Uji Organoleptik


No.
Kerupuk I II III (%) rata-rata (%)
1. A 3,2667 3,2 3,2 9,6667 3,2222
2. B 3,3333 3,2667 3,2333 9,8333 3,2778
3. C 3,4333 3,3333 3,3667 10,1333 3,3777
4. D 3,4667 3,4333 3,4 10,3 3,4333
TOTAL 39,9333 13,3111

Keterangan: ∑ Xt = Total Uji Organoleptik

Tabel L18. Data Statistik Uji Organoleptik terhadap Aroma

No. Jenis Kerupuk Fhitung Ftabel Kesimpulan


1. A 22,02 18,36 Signifikan
2. B 17,66 13,89 Signifikan
3. C 17,66 13,89 Signifikan
4. D 29,34 21,20 Signifikan

Keterangan: jika Fhitung > Ftabel maka data adalah signifikan, dan sebaliknya jika
Fhitung < Ftabel maka data tidak signifikan.

Universitas Sumatera Utara


68

Tabel L20. Data Penilaian Uji Warna

Jenis Ulangan ∑ Xt Uji Organoleptik


No.
Kerupuk I II III (%) rata-rata (%)
1. A 3,2667 3,2333 3,2 9,7 3,2333
2. B 3,3 3,2667 3,2333 9,8 3,2667
3. C 3,3667 3,3333 3,3 10 3,4
4. D 3,4333 3,4 3,3667 10,2 3,43
TOTAL 39,7 13,2333

Keterangan: ∑ Xt = Total Uji Organoleptik

Tabel L21. Data Statistik Uji Organoleptik terhadap Warna

No. Jenis Kerupuk Fhitung Ftabel Kesimpulan


1. A 29,34 5,38 Signifikan
2. B 29,43 5,38 Signifikan
3. C 29,34 5,38 Signifikan
4. D 29,42 21,23 Signifikan

Keterangan: jika Fhitung > Ftabel maka data adalah signifikan, dan sebaliknya jika
Fhitung < Ftabel maka data tidak signifikan.

Universitas Sumatera Utara


69

Grafik L1. Grafik Absorbansi Larutan Standar β – karoten pada berbagai


Panjang Gelombang Maksimum

0,65

0,64

0,63
Absorbansi

0,62

Series1
0,61

0,6

0,59

0,58
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
456
Panjang Gelombang (nm)

Grafik L2. Kurva Larutan Standar β – karoten pada berbagai Konsentrasi


pada Panjang Gelombang 446 nm

0,900

0,800

0,700

0,600
Absorbansi

0,500
Series1
Linear (Series1)
0,400

0,300

0,200

0,100

0,000
0 1 2 3 4 5
Konsentrasi (m g/L)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai