SKRIPSI
Oleh :
Yuni Elmaya Santi
200209168
iv
SURAT PERNYATAAN
v
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karunianya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Dengan selesainya skripsi yang berjudul “UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
FRAKSI ETIL ASETAT, FRAKSI n-HEKSAN, DAN FRAKSI DAUN TEH
HIJAU (Camelia sinensis L) TERHADAP Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853” ini, perkenankanlah saya .mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Dr. H. Singgih Purnomo, M.M selaku Rektor Universitas Duta Bangsa
Surakarta.
2. Ibu Warsi Maryati, S,KM., MPH selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Duta Bangsa Surakarta,
3. Ibu apt.Tatiana Siska Wardani, M.Farm selaku Ketua Program Studi S1
Farmasi Universitas Duta Bangsa Surakarta.
4. Ibu apt.Tatiana Siska Wardani, M.Farm selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan mengarahkan dalam penyusunan Skripsi ini
5. Ibu apt. Anita Dwi Septiarini, M.,Farm Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan mengarahkan dalam penyusunan Skripsi ini.
6. Dosen dan staff pengajar Universitas Duta Bangsa Surakarta yang telah
memberikan bimbingan serta ilmu pengetahuan kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memanjatkan doa sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini.
8. Rekan-rekan seperjuangan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu.
vi
Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan Skripsi ini masih jauh dari
sempurna dan masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya penulis
memohon maaf apabila dalam penyusunan Skripsi ini terdapat kesalahan kata dan
semoga Skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pembaca.
vii
ABSTRAK
Daun teh hijau (Camelia sinensis L) adalah salah satu tanaman yang
dapat digunakan sebagai antibakteri. Daun teh hijau memiliki kandungan kimia
alkaloid, katekin, saponin, dan fenol. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
aktivitas antibakteri fraksi etil asetat, fraksi n-heksan dan fraksi air dari daun teh
hijau serta untuk mengetahui Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan
Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) dari fraksi teraktif daun teh hijau terhadap
pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. Serbuk daun teh hijau
dimaserasi menggunakan etanol 96%, kemudian difraksinasi menggunakan
pelarut etil asetat, n-heksan, dan air. Fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi
air diuji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi dan dilusi. Metode difusi
dengan konsentrasi 25%, 12,5% 6,25% dan metode dilusi konsentrasi dilusi
konsentrasi 6,25%, 3,12%, 1,56%, 0,78% terhadap Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853. Hasil pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi
menunjukkan fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air daun teh hijau dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dengan adanya daya hambat. Fraksi etil asetat
25% paling efektif karena memili rata-rata daya hambat paling besar yaitu 20,2
mm. Hasil uji metode dilusi menunjukkan nilai KBM fraksi etil asetat yaitu 6,25%.
Berdasakan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fraksi etil asetat adalah
fraksi teraktif.
Kata kunci : Camelia sinensis L; antibakteri; Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853.
viii
ABSTRACT
Green tea leaf (Camellia sinensis L) is one of the plants that can be used
as an antibacterial. Green tea leaves contain chemical alkaloids, catechins,
saponins, and phenols. The purpose of this study was to determine the
antibacterial activity of the ethyl acetate fraction, n-hexane fraction and water
fraction from green tea leaves and to determine the Minimum Inhibitory
Concentration (MIC) and Minimum Kill Concentration (MBC) of the most active
fraction of green tea leaves on the growth of Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853. Green tea leaf powder was macerated using 96% ethanol, then
fractionated using ethyl acetate, n-hexane, and water as solvents. The ethyl
acetate fraction, n-hexane fraction, and water fraction were tested for antibacterial
activity using diffusion and dilution methods. Diffusion method with a
concentration of 25%, 12.5% 6.25% and dilution method with a concentration of
6.25%, 3.12%, 1.56%, 0.78% against Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853.
The results of the antibacterial activity test with the diffusion method showed the
ethyl acetate fraction, n-hexane fraction, and green tea leaf water fraction could
inhibit bacterial growth in the presence of inhibitory power. The 25% ethyl
acetate fraction was the most effective because it had the highest average
inhibition of 20.2 mm. The results of the dilution method test showed that the
MBC value of the ethyl acetate fraction was 6.25%. Based on the results of the
study, it can be concluded that the ethyl acetate fraction is the most active
fraction.
Keywords : Camellia sinensis L; antibacterial; Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853
ix
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN.......................................................................... v
D. Hipotesis .......................................................................................... 3
D. Fraksinasi .......................................................................................13
F. Bakteri ............................................................................................14
x
G. Pseudomonas aeruginosa ..............................................................15
H. Antibakteri .....................................................................................16
xi
C. Penetapan Susut Pengeringan Serbuk Daun Teh Hijau .............37
A. Kesimpulan ................................................................................49
B. Saran ..........................................................................................49
LAMPIRAN........................................................................................54
xii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teh menjadi bahan minum paling terkenal di seluruh dunia. Beberapa
senyawa kimia paling besar peranannya dalam pembentukan cita rasa dan berbagai
khasiat istimewa teh adalah katekin. Multikhasiat senyawa katekin membuka
peluang besar pasar baru sehingga teh digunakan secara luas dan bukan sekedar
minuman pemberi nikmat. Industri yang mengandalkan senyawa katekin teh
sebagai bahan baku kini meluas, meliputi farmasi, kimia, makanan dan industri
kosmetik. Teh hijau dapat membantu membangun respon tubuh terhadap obat-
obatan antibiotik yang dikonsumsi untuk mengobati infeksi (Syah, 2005).
Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya mikroba. Penggunaan
antibiotik dalam mengatasi penyakit bakterial akan menyebabkan organisme
menjadi resistensi obat. Maka dikembangkan tanaman herbal teh hijau yang dapat
mengembalikan tubuh dari resistensi (kebal) terhadap antibiotik (Zen et al., 2015).
Pseudomonas aeruginosa adalah patogen bakteri yang menyebabkan infeksi
saluran pernapasan. Bakteri ini membuat tubuh menjadi kebal (resisten) terhadap
antibiotik dari waktu ke waktu. Para peneliti mengklaim telah menemukan
antioksidan alami yakni epigallocatechin (EGCG) dalam teh hijau yang dapat
melawan dan membunuh bakteri yang kebal antibiotik. EGCG dalam teh hijau
memiliki efek antibiotik yang bekerja langsung dengan cara merusak membran sel
bakteri, menghambat sintesis asam lemak dan menghambat aktivitas enzim pada
bakteri sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri, antibiotik yang biasa
digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh P. aeruginosa (Noriko,
2013).
Pada penelitian sebelumnya membuktikan bahwa hasil uji antibakteri
menunjukkan bahwa isolat 2 dari ekstrak daun teh memberikan efektivitas terbaik
sebagai antibakteri Pseodomonas fluorescens dengan zona hambat 23,3 mm (Elly,
2016). Penelitian oleh Iloh (2021) membuktikan bahwa ekstrak etanolik daun kelor,
daun teh hijau, daun binahong, dan meniran hijau memiliki aktivitas antibakteri
1
2
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui daya antibakteri fraksi etil asetat, fraksi n-heksan dan fraksi air
daun teh hijau terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853?
2. Mengetahui nilai Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi
Bunuh Minimal (KBM) fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air daun
teh hijau terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853?
3
D. Hipotesis
Penelitian ini dapat ditarik hipotesis antara lain :
1. Fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air daun teh hijau memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853?
2. Fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air daun teh hijau memiliki nilai
Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimal (KBM)
terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853?
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan tentang kemampuan tanaman obat tradisional
khususnya ekstrak daun teh hijau dalam menghambat pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa yang merupakan bakteri kariogenik.
2. Bagi Institusi
Menambah bahan bacaan dan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut
mengenai efektivitas daun teh hijau dibidang sediaan farmasi obat tradisional.
3. Bagi Masyarakat
Menambah informasi mengenai potensi daun teh hijau sebagai bahan obat
alternatif dalam pengobatan terhadap penyakit akibat bakteri Pseudomonas
aeruginosa.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tanaman
1. Tanaman Teh Hijau (Camellia sinensis L)
Teh merupakan sebutan yang lazim digunakan untuk daun tanaman teh
(Camellia sinensis L) yang telah dipetik dan diolah dengan proses pengolahan tertentu.
Terkadang teh dapat diartikan sebagai minuman yang dihasilkan dengan menyeduh
hasil olahan daun teh tersebut dengan air mendidih. Tanaman teh memiliki berbagai
macam jenis berdasarkan proses pengolahannya, yaitu teh putih, teh hijau, teh oolong,
teh hitam dan teh wangi. Teh hijau merupakan jenis teh yang diperoleh tanpa proses
fermentasi (oksidasi enzimatis). Sebelum menjadi teh hijau yang kering dan dapat
dikonsumsi secara praktis, teh hijau mengalami beberapa tahapan proses yaitu proses
pemetikan dilakukan dengan tangan agar lebih selektif, proses pelayuan yang
bertujuan untuk inaktivasi enzim (Azizah et al., 2020). Proses penggulungan teh hijau
dilakukan dengan open top roller selama 15-17 menit, agar memecah sel daun sehingga
menghasilkan rasa sepet. Tahap terakhir proses pengeringan dilakukan dua tahap.
Pertama dilakukan pada suhu 110-135oC selama 30 menit. Tahap berikutnya
pemanasan 70-90 oC selama 90 menit. selnjutnya proses sortassi dan pengemasan
(Pratiwi, 2018). Teh hitam merupakan hasil pengolahan dari pucuk dan daun pertama
daun teh segar dengan mengusahakan agar senyawa polifenol yang terdapat dalam
5
pucuk daun teh mengalami proses fermentasi sempurna. Teh oolong dihasilkan dari
Taiwan, yang dapat digolongkan sebagai mutu antara teh hijau dan teh hitam, karena
hanya memperoleh proses fermentasi sedikit. Teh yang dibuat dari pucuk daun yang
tidak mengalami proses oksidasi dan sewaktu belum dipetik dilindungi dari sinar
matahari untuk menghalangi pembentukan klorofil. Teh putih berasal dari daun teh
muda atau pucuk teh yang dilapisi dengan bulu halus bewarna silver, dipanen 1 tahun
sekali awall musim semi, dilindungi dari sinar matahari sehingga mengurangi
pembentukan klorofil, sehingga memberu warna putih. Teh putih diproduksi dalam
jumlah lebih sedikit dibandingkan teh jenis lainnya sehingga harga menjadi lebih
mahal polifenol oksidase dan mengurangi kadar air hingga 60-70% (Atmojo, 2012).
2. Klasifikasi Tanaman
Secara taksonomi, tanaman teh di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Dicotylledoneae
Ordo : Theales
Famili : Theaceae
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis L. (Pratiwi, 2018).
3. Morfologi Tanaman
Tanaman teh memiliki ciri-ciri batangnya tegak, berkayu, bercabang-cabang,
ujung ranting dan daun mudanya berambut halus. Daun tanaman teh berbentuk daun
tunggal, bertangkai pendek, letaknya berseling, helai daunnya kaku seperti kulit tipis,
panjangnya 6-18 cm, lebarnya 2-6 cm, warnanya hijau, dan permukaan mengkilap. Teh
yang dihasilkan dari bagian pucuk (peko) ditambah 2-3 helai daun muda, karena pada
daun muda tersebut kaya akan senyawa polifenol, kafein serta asam amino. Senyawa -
senyawa inilah yang akan mempengaruhi kualitas warna, aroma dan rasa dari teh.
Adapun jenis teh yang umumnya dikenal dalam masyarakat adalah teh hijau, teh
oolong, teh hitam, dan teh putih. Daun teh hijau merupakan pohon berdaun hijau yang
memiliki tinggi 10 - 15 meter di alam bebas dan tinggi 0,6 - 1,5 meter jika dibudayakan
sendiri. Daun dari tanaman ini berwarna hijau muda dengan panjang 5 - 30 cm dan
6
lebar sekitar 4 cm. Tanaman ini memiliki bunga yang berwarna putih dengan diameter
2,5 - 4 cm dan biasanya berdiri sendiri atau saling berpasangan dua-dua. Buahnya
berbentuk pipih, bulat, dan terdapat satu biji dalam masing-masing buah dengan ukuran
sebesar kacang (Mahmood et al., 2010).
4. Kandungan Kimia
Teh hijau terdiri atas kandungan kimia yang kompleks. Teh hijau mengandung
alkaloid, saponin, tanin, katekin polifenol 15-20% protein dan 1-4% asam amino
seperti asam glutamat, triptopan, glycine, serin, tirosin, valin, leucine, threonin dan
arginin. Selain itu, terdapat unsur karbohidrat seperti selulosa, glukosa, pektin dan
fruktosa. Teh hijau juga mengandung berbagai macam mineral dan vitamin (B, C dan
E), lipid, pigmen berupa klorofil dan enzim-enzim yang berperan sebagai katalisator
contohnya enzim amilase, protease, peroksidase dan polifenol oksidase.
Tabel 2.1 Kandungan Senyawa Dalam Teh Hijau
Komponen Teh Hijau
Polifernol 30-35%
Karbohidrat 23%
Kafein 3,5%
Protein 15%
Asam amino 4%
Lignin 6,5%
Lipid 2%
Klorofil 0,5%
5. Khasiat Tumbuhan
Teh hijau memiliki beberapa manfaat antara lain sebagai antikanker,
antibakteri, menurunkan kolesterol, serta meningkatkan kekebalan tubuh. Komponen
medis yang penting dari teh hijau adalah polifenol. Polifenol yang paling banyak
ditemukan dalam teh hijau adalah flavanol, yaitu katekin. Katekin dalam teh hijau
terdiri atas epigallocatechin-3 gallate (EGCG), epigallatocatechin (EGC), epicatechin-
3- gallate (ECG), dan epicatechin (EC). Dalam teh hijau, EGCG merupakan kandungan
yang paling tinggi, yaitu sekitar 59% dari total katekin. Kemudian EGC sekitar 19%,
ECG, 13,6%; dan EC sebesar 6,4%. Senyawa polifenol di dalam teh sebagian besar
merupakan senyawa golongan flavonoid subgolongan flavan-3-ol dan flavonol.
Katekin yang terkandung dalam teh hijau dapat bersifat bakteriostatik atau bakterisid
yang dapat bekerja dengan cara merusak dinding sel bakteri dan membran sitoplasma
sehingga menyebabkan denaturasi protein (Amriani & Sari, 2015).
Teh hijau memiliki khasiat yang sangat berpengaruh bagi kesehatan manusia,
diantaranya antioksidan, mempertahankan berat tubuh ideal, mereduksi kolestrol,
menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein), meningkatkan HDL (High Density
Lipoprotein), mengurangi kadar gula darah, menurunkan tekanan darah, mengurangi
stres, antitrombosis, dan antikanker (Herwin et al., 2018).
B. Senyawa Metabolit Sekunder
1. Katekin
Katekin adalah segolongan metabolit sekunder yang secara alami dihasilkan
oleh tumbuhan dan termasuk dalam golongan flavonoid. Senyawa ini dapat
membunuh bakteri dengan cara menghambat bakteri dengan merusak membran
sitoplasma bakteri yang tersusun oleh 60 protein dan 40% lipid yang umumnya berupa
fosfolipid. Senyawa katekin meruksa membran plasma yang menyebabkan bocornya
metabolit penting yang mengaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan pada membran
sitoplasma dapat mencegah masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi yang
diperlukan bakteri untuk menghasilkan energi akibatnya bakteri akan mengalami
hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian (Rustanti et al.,2013). Katekin cepat
8
diserap ke dalam tubuh dan berhubungan dengan beberapa potensi manfaat kesehatan
teh. Mekanisme polifenol teh sebagai antioksidan yaitu dengan menangkap oksigen,
nitrogen reaktif dan senyawa khelat sehingga dapat mengurangi risiko berbagai
penyakit, termasuk kanker dan penyakit jantung koroner (Gupta et al., 2009). Sebagai
obat herbal, teh hijau ini sering digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan perut,
muntah dan untuk menghentikan diare (Namita, 2012).
2. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder megandung unsur nitrogen (N)
biasanya pada cincin heterosiklis dan bersifat basa. Senyawa alkaloid kebanyakan
berbentuk padatan dan berwarna putih, tetapi ada yang berupa cairan yaitu nikotin, ada
juga yang berwarna kuning, seperti berberin dan serpetin, sedangkan kolkisin dan
risinin merupakan akaloid bersifat tidak basa. Senyawa efedrin dan meskalin
merupakan contoh alkaloid dengan unsur N pada rantai alifatik yang sering disebut
dengan istilah aminakaloid atau protokaloid. Senyawa yang memiliki atom N, tetapi
tidak termasuk dalam golongan alkalod antara lain asam amino, asam nukleat,
nukleotida, porfirin, senyawa nitro dan nitroso (Hanani, 2015). Rumus Bangun
Alkaloid dapat dilihat pada Gambar 2.2
Senyawa golongan alkaloid yang berasal dari tanaman, umumnya merupakan amina
tersier yang terdiri dari nitrogen primer, sekunder, dan quartener. Alkaloid minimal
mengandung atom nitrogen yang bersifat basa dan sebagian besar memiliki cincin
aromatis. Pelarut non polar (n-heksan) dikenal efektif terhadap alkaloid, selain itu
alkaloid juga dapat terlarut dalam senyawa semi polar (etil asetat) dan polar (metanol).
Senyawa alkaloid sebagai antibakteri memiliki mekanisme menghambat enzim
topoisomerase bakteri dan menghambat replikasi DNA. Penghambatan replikasi DNA
akan menyebabkan DNA tidak dapat membelah dan menghambat pertumbuhan bakteri
(Ernawati, 2015).
3. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpenoid dan sterol. Saponin mula-mula diberi nama
demikian karena sifatnya menyerupai sabun (bahasa Latin sapo berarti sabun). Saponin
merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat, yang menimbulkan busa jika dikocok
dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menimbulkan hemolisis sel darah
merah, dalam larutan yang sangat encer. Pencarian saponin dalam tumbuhan telah
dirangsang oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat
diubah dilaboratorium menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting (misalnya
kortison, estrogen kontraseptif, dan lain-lain). Pola glikosida saponin kadang-kadang
rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang
umum ialah asam glukoronat. Senyawa saponin secara umum dapat diidentifikasi dari
warna yang dihasilkannya dengan pereaksi Liebermann Burchard. Warna biru-hijau
menunjukkan adanya senyawa saponin steroida, dan warna merah, merah muda, atau
ungu menunjukkan adanya senyawa saponin triterpenoida. Saponin triterpenoida dan
saponin steroida memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan memiliki asal usul
biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid. Kedua
jenis saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonnya
diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau enzim, dan tanpa gula ciri
kelarutannya sama dengan ciri sterol lain. Tipe aglikon senyawa saponin dapat dilihat
pada gambar di bawah ini :
10
4. Fenol
Fenol merupakan metabolit sekunder pada tanaman yang terdiri dari satu atau lebih
turunan hidroksi dari cincin benzena. Senyawa fenol tersebar luas pada seluruh bagian
tanaman dan digunakan sebagai pertahanan diri. Fenol dalam kesehatan memiliki
berbagai macam aktivitas seperti antibakteri dan antifungi (Christina dkk, 2010). Fenol
larut dalam air pada temperatur kamar, selain itu fenol larut dalam benzena, dan sangat
larut dalam kloroform, eter, gliserol, dan karbon disulfida (Cichy dan Szymanowski,
2002). Senyawa fenol sebagai antibakteri memiliki mekanisme denaturasi protein sel.
Ikatan fenol yang terbentuk antara fenol dan protein mengakibatkan struktur menjadi
rusak, sehingga menyebabkan terjadinya lisis pada sel dikarenakan terganggunya
permeabilitas dinding sel dan membran sitoplasma (Rustanti et al.,2013).
C. Metode Ekstraksi
Ekstrak merupakan material hasil penarikan oleh pelarut air atau pelarut organik
dari bahan kering atau dikeringkan. Pelarut dari hasil penyarian dapat dihilangkan
dengan cara penguapan menggunakan alat evaporator. Pelarut organik akan
menghasilkan ekstrak kental, sedangkan pelarut air didapatkan hasil serbuk yang pada
tahap akhirnya menggunakan alat freeze dryer (Paju et al ., 2013). Ekstraksi adalah
metode yang digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen dari suatu tanaman
atau hewan menggunakan sejumlah massa bahan (pelarut) yang tepat sebagai pemisah.
Pelarut pilihan utama untuk mengekstraksi metabolit sekunder yang belum diketahui
strukturnya dan untuk tujuan skrining adalah metanol, etanol 70%, dan etanol 96%.
11
perendaman bahan dengan pelarut yang sesuai dengan senyawa aktif yang akan
diambil dengan pemanasan rendah atau tanpa adanya proses pemanasan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi ekstraksi antara lain waktu, suhu, jenis pelarut,
perbandingan bahan dan pelarut, dan ukuran partikel (Suharto et al., 2016).
Umumnya ekstraksi metode maserasi menggunakan suhu ruang pada prosesnya,
namun dengan menggunakan suhu ruang memiliki kelemahan yaitu proses
ekstraksi kurang sempurna yang menyebabkan senyawa menjadi kurang terlarut
dengan sempurna. Dengan demikian perlu dilakukan modifikasi suhu untuk
mengetahui perlakuan suhu agar mengoptimalkan proses ekstraksi (Ningrum,
2017). Kelarutan zat aktif yang diekstrak akan bertambah besar dengan bertambah
tingginya suhu. Akan tetapi, peningkatan suhu ekstraksi juga perlu diperhatikan,
karena suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada bahan yang
sedang diproses (Margaretta et al., 2011).
b. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat perkolator
dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya
dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat.
2. Cara Panas
a. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
b. Digesti adalah proses penyarian simplisia dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu 40-50°C.
c. Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru, yang
umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
d. Infudasi adalah proses penyarian dengan pelarut air pada temperatur 90°C selama
15 menit
13
e. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan pelarut air pada temperatur 90°C
selama 30 menit.
D. Fraksinasi
Fraksinasi dapat diartikan sebagai pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak
berdasarkan perbedaan tingkat kepolaran. Pada prinsipnya senyawa polar diekstraksi
dengan pelarut polar, sedangkan pelarut non polar diekstraksi dengan senyawa non
polar. Ekstrak kental yang telah didapatkan dari proses ekstraksi masih berpa ekstrak
kasar dan isinya masih kompleks, untuk itu perl dilakukan fraksinasi cair- cair atau
partisi. Pemisahan yang dilakukan berdasarkan tingkat kepolaran, dimulai dari non
polar, semi polar, hingga polar. Ekstrak metanol atau etanol harus dilarutkan dengan
air terlebih dahulu. Dalam pelaksanaan fraksinasi partisi, untuk memisahkan dua
pelarut yang konstanta dielektriknya berjauhan dianjurkan menggunakan corong pisah
bentuk buah pear atau yang lebih bulat. Pelarut yang konstanta dielektriknya
berdekatan, pada saat partisi dianjurkan menggunakan corong pisah yang bentuknya
lebih memanjang. Hasil pemisahan partisi yang memiliki konstanta dielektrik lebih
tinggi akan berada pada posisi atas, sedangkan yang memiliki konstanta dielektrik lebih
rendah akan berada pada posisi bawah corong pisah (Saifuddin, 2014).
E. Cairan Penyari
Dalam melakukan proses ektraksi diperlukan jenis pelarut yang sesuai dengan
komponen yang ingin diekstrak. Hal ini sesuai dengan prinsip dari ektraksi like dissolve
like, dimana pelarut non polar akan melarutkan komponen polar dan sebaliknya,
komponen non polar akan larut pada pelarut non polar. Pemilihan pelarut harus
disesuaikan dengan komponen bioaktif yang ingin diekstrak. Pelarut yang baik harus
memiliki nilai toksisitas yang rendah, mudah diuapkan pada suhu rendah, bersifat
mengawetkan, dan tidak menyebabkan ekstrak terurai. Pelarut yang paling umum
digunakan dalam penelitian aktivitas antimikroba adalah metanol, etanol dan air
pelarur seperti etanol bersifat polar akan mengektraksi senyawa fenol. Pelarut semi
polar mampu mengektrak senyawa fenol, terpenoid, alkaloid, aglikon, dan glikosida.
Sedangkan pelarut non polar dapat mengektraksi senyawa kimia seperti lilin, lipid dan
minyak yang mudah menguap (Anwar, 2013).
F. Bakteri
Nama bakteri berasal dari bahasa Yunani “bacterium” yang berarti batang. Saat
ini, nama tersebut digunakan untuk menyebut sekelompok mikroorganisme bersel satu.
Tubuhnya bersifat prokariotik, yaitu terdiri atas sel yang tidak mempunyai
pembungkus inti. Bakteri berkembang biak dengan membelah diri, karena begitu kecil
maka hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop. Bakteri walaupun bersel satu tetapi
mempunyai beberapa organel yang dapat digunakan untuk melaksanakan beberapa
fungsi hidup (Waluyo, 2004). Salah satu komponen penting penyusun sel bakteri
adalah peptidoglikan. Peptidoglikan ini memberikan bentuk dan menyebabkan
kakunya dinding sel. Susunan kimiawi dan struktur peptidoglikan khas untuk setiap
bakteri, sehingga perbedaan pada dinding sel inilah yang dimanfaatkan dalam
mengelompokkan bakteri berdasarkan teknik pewarnaan gram. Berdasarkan teknik
tersebut bakteri dibagi dua kelompok, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram
negatif (Pelczar dan Chan, 1986).
15
G. Pseudomonas aeruginosa
H. Antibakteri
Antibakteri adalah suatu senyawa yang digunakan untuk mengobati penyakit
infeksi dengan cara mempengaruhi pertumbuhan, perkembangbiakan, dan
kelangsungan hidup mikroorganisme, tanpa membahayakan kesehatan
penggunaannya. Mekanisme penghambatan antibaketi secara umum meliputi inhibisi
sintesis dinding sek atau sintesis asam nukleat, inhibisi fungsi ribosom atau fungsi
membran sel. Antibakteri dikategorikan menjadi 2 berdasarkan aktivitas spektrumnya,
yaitu berspektrum sempit (narroow spectrum) dan berspektrum luas (broad spectrum).
Antibakteri berspektrum sempit hanya bekerja efektif pada salah satu golongan bakteri,
baik yang Gram positif ataupun Gram negatif saja. Sedangkan antibskteri berspektrum
luas dapat secara efektif melawan keduanya. Senyawa antibakteri diproduksi oleh
tanaman dalam bentuk senyawa fitokimia sebagai respon pertahanan terhadap stress
lingkungan mikroorganisme patogen. Senyawa fitokimia tanaman dikategorikan
menjadi metabolit primer dan sekunder. Senyawa metabolite sekunder banyak
dimanfaatkan dalam produksi obat-obatan untuk mengatasi berbagai macam penyakit
17
khususnya penyakit infeksi. Senyawa metabolit sekunder dari tanaman telah banyak
dibuktikan memiliki aktivitas terapeutik yang luas terhadap mikroogranisme patogen.
Secara langsung, senyawa metabolt sekunder berinteraksi dengan beberapa reseptor,
sel membran dan asam nukleat pada mikroorganisme patogen (Maulidina, 2020).
Menurut (Rusmiati, 2010). Berdasarkan mekanisme kerjanya dalam menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, antibakteri digolongkan sebagai berikut:
a. Antibakteri yang dapat menghambat sintesis dinding sel
Dinding sel bakteri sangat penting untuk mempertahankan struktur sel bakteri.
Oleh karena itu, zat yang dapat merusak dindingsel akan melisiskan dinding sel
sehingga dapat mempengaruhi bentuk dan struktur sel, yang pada akhirnya dapat
membunuh sel bakteri tersebut.
b. Antibakteri yang dapat menganggu atau merusak membran sel. Membran sel
mempunyai peranan penting dalam mengatur transportasi nutrisi dan metabolit
yang dapat keluar masuk sel. Membran sel juga berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya respirasi dan aktivitas biosintesis dalam sel. Beberapa jenis
antibakteri dapat mengganggu membran sel sehingga dapat mempengaruhi
kehidupan sel bakteri.
c. Antibakteri yang dapat menganggu biosintesis asam nukleat
Proses replikasi DNA di dalam sel merupakan siklus yang sangat penting bagi
kehidupan sel. Beberapa jenis antibakteri dapatmengganggu metabolisme asam
nukleat tersebut sehingga mempengaruhi seluruh fase pertumbuhan sel bakteri.
d. Antibakteri yang menghambat sintesis protein
Sintesis protein merupakan suatu rangkaian proses yang terdiri atas proses
transkripsi (yaitu DNA ditranskripsi menjadi mRNA) dan proses translasi (yaitu
mRNA ditranslasi menjadi protein). Antibakteri dapat menghambat proses-proses
tersebut akan menghambat sintesis protein.
Daya antibakteri dapat ditentukan berdasarkan nilai KHM dan KBM terhadap
pertumbuhan suatu bakteri. Konsentrasi minimal yang diperlukan untuk menghambat
pertumbuhan banteri dikenal sebagai konsentrasi/ kadar hambat minimal (KHM).
18
≥ 20 mm Sangat kuat
10-20 mm Kuat
5-10 mm Sedang
≤ 5 mm Lemah
1) Metode Difusi
a. Cara Cakram (disc) bertujuan untuk menentukan aktivitas agen antibakteri.
19
Metode ini dilakukan dengan meletakkan piringan yang berisi antibakteri agar
berdifusi kedalam media agar (Pratiwi, 2008). Setelah itu diinkubasi pada suhu
37oC selama 18-24 jam. Daerah bening disekitar cakram menunjukkan adanya
hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antibakteri (Maradona, 2013).
b. Cara Parit (ditch) Metode ini dilakukan dengan meletakkan sampel uji berupa agen
antibakteri kedalam parit yang dibuat dengan memotong media agar dalam cawan
petri pada bagian tengah secara membujur, kemudian bakteri digoreskan kearah
parit yang berisi agen antibakteri (Pratiwi, 2008). Langkah selanjutnya yaitu
diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Adanya daerah bening disekitar parit
menunjukkan hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antibakteri
(Maradona, 2013).
c. Cara Sumur (cup) Cara sumur ini mirip dengan cara parit, yaitu dengan dibuat
sumur pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme dan pada sumur
tersebut telah diberi agen antibakteri yang akan diuji (Pratiwi, 2008). Selanjutnya
diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Adanya daerah bening disekitar parit
menunjukkan hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antibakteri
(Maradona, 2013). Metode sumur ini memiliki kelebihan, yaitu lebih mudah
digunakan untuk mengukur zona hambat yang terbentuk karena isolat beraktivitas
tidak hanya dipermukaan atas media agar tetapi juga dibagian bawah (Listari,
2009).
2) Metode Dilusi
a. Metode Dilusi Cair (broth dilution test) Metode ini bertujuan untuk mengukur
Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Proses
dilakukannya cara ini adalah dengan membuat seri pengenceran agen antibakteri
pada media cair yang ditambahkan dengan bakteri uji. KHM dapat ditentukan dari
kadar terkecil agen antibakteri yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan
mikroba uji. Selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan media
uji ataupun agen antibakteri dan diinkubasi selama 18-24 jam. Daerah bening pada
media cair setelah diinkubasi menunjukkan KBM (Pratiwi, 2008).
20
b. Metode Dilusi Padat (solid dilution test) Metode ini mirip dengan metode dilusi
cair, perbedaanya untuk metode ini menggunakan media padat. Keuntungan dari
metode ini adalah untuk menguji beberapa bakteri uji dapat hanya menggunakan
satu agen antibakteri (Pratiwi, 2008).
21
J. Keaslian Penelitian
Tabel 2. 1 Keaslian Penelitian
Ifan A. Skrining Fitokimia dan Uji metode Hasil Ekstrak mengandung terpenoid/steroid,
Maulana, Aktivitas Antibakteri Ekstrak mikrodilusi flavonoid, polifenol. Fraksi n-heksana dan
Bawon dan Fraksi Tanaman Senggugu untuk diklorometana mengandung terpenoid/steroid.
Triatmoko (Rotheca serrata (L.) Steane & menentuka Fraksi etil asetat dan residu mengandung
dan Ari S. Mabb.) terhadap Pseudomonas n nilai IC50. flavonoid dan polifenol. Nilai IC50 terendah
Nugraha aeruginosa dicapai oleh fraksi n-heksana sebesar 176,919
± 6,303 µg/mL. Ekstrak dan fraksi senggugu
memiliki aktivitas antibakteri yang moderat.
5 Herwin, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metode Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak
Zulhisda Etanol Daun Dan Ampas Teh difusi agar etanol daun dan ampas teh hijau secara difusi
Premeita Hijau (Camellia sinensis L. ) agar terhadap bakteri Propionibacterium acne
Sari, Siska Terhadap Bakteri Penyebab dan Staphylococcusc epidermidis dengan enam
Nuryanti Jerawat (Propionibacterium seri konsentrasi yaitu 0,1%, 0,5%, 1%, 2%, 4%
acne) dan (Staphylococcus dan 8%, diperoleh diameter zona hambat
epidermidis) Secara Difusi terhadap Propionibacterium acne yaitu pada
Agar kosentrasi 8% sebesar 18.11 mm.
23
K. Alur Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
Variabel Independen dari penelitian ini adalah konsentrasi 25% b/v, 12,5% b/v dan
6,25% b/v fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air dari daun teh hijau.
2. Variabel Dependen
Variabel Dependen dari penelitian ini adalah diameter zona hambat (mm), KHM
(Kadar Hambat Minimum) dan KBM (Kadar Bunuh Minimum) antibakteri fraksi etil
asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air dari daun teh hijau.
3. Variabel Terkendali
Variabel terkendali dari penelitian ini adalah media biakan P.aeruginosa yang
digunakan ialah Muller Hinton Agar (MHA), serta suhu dan lama inkubasi sampel yaitu
37oC selama 1 x 24 jam.
jarum ose, kapas lidi steril, lampu spiritus (Pudak), pinset, pipet tetes, gunting, tabung
reaksi (Iwaki), rak tabung, penjepit kayu, timbangan analitik (Kern), vial, cotton bud
steril, vortex (DLAB MX-S), kertas saring (GE), tangkrus, moisture balance
(OHAUS), corong gelas (Pyrex), blue tip, dan mikropipet (Dragonlab), oven
(Menmert).
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun teh hijau (Camelia
sinensis L), biakan bakteri P.aeruginosa ATCC 27853, etanol 96% (FG), tablet
ciprofloxacin (Floxigra) 500 mg, kertas cakram (Oxoid), media NB (Nutrient Broth)
(Himedia), media MHA (Mueller Hinton Agar) (Himedia), DMSO (PA), peresksi
mayer (Nitra kimia), serbuk magnesium (Emsure), HCl pekat (Emsure), larutan FeCl3
(PA), kloroform (Emsure), H2SO4 (Emsure), aquadest (Sinka), n-heksan (Emsure), etil
asetat (Emsure), NaCl (PA), Kliger Iron Agar (Oxoid), Sulfide Indol Mptilitas
(Himedia), Lisin Iron Agar (Himedia), Citrate (Emsure), reagen Erlich (Nitra Kimia),
MC Farland (remel), silika gel GF254 (105554), pereaksi liberman burchard (Nitra
Kimia).
D. Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian ini meliputi determinasi tanaman, pengumpulan simplisia,
penyiapan alat, pembuatan ekstrak, uji organoleptis, pemeriksaan karaktersitik ekstrak,
identifikasi senyawa, fraksinasi dan uji aktivitas antibakteri.
1. Determinasi Tanaman
Identifikasi dan determinasi tanaman teh hijau dilakukan di UPT Laboratorium
Universitas Setia Budi.
2. Pembuatan Simplisia
Daun teh hijau diambil di Desa Kemuning, Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.
Daun teh hijau dipilih, dipisahkan dari akar dan daun, kemudian dicuci bersih dengan air
mengalir, dipotong kecil-kecil kemudian dikering anginkan selama kurang lebih 10
hari, setelah itu, daun teh hijau hasil pengeringan dihaluskan menggunakan blender,
kemudian diayak dengan ayakan mesh No 60 (Wahyuni et al., 2014).
28
3. Susut Pengeringan
Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah dikeringkan dengan cara
yang telah ditetapkan. Tujuan susut pengeringan adalah untuk memberikan batasan
maksimal (rentang) tentang banyaknya senyawa yang hilang pada saat proses
pengeringan. Sebanyak 2 g serbuk daun teh hijau dimasukkan ke dalam piringan logam
yang telah dilapisi oleh aluminium foil secara merata. Kemudian piringan logam
kedalam moisture balance. Atur suhu 105 oC selama 10 menit kemudian baca hasil
(Sandy et al., 2021).
4. Ekstraksi Daun Teh Hijau
Ekstrak dibuat dengan metode maserasi. Simplisia dimasukkan kedalam dua buah
botol berwarna coklat sebanyak masing-masing 250 gram. Kemudian ditambahkan
cairan penyari yaitu etanol 96% hingga seluruh simplisia terendam ditandai hingga
terdapat selapis pelarut diatasnya (2,5 liter). Botol ditutup rapat, kemudian disimpan
ditempat yang terlindung matahari selama 5 hari. Selama penyimpanan, kocok botol 3
kali sehari selama 15 menit. Pengocokan dilakukan untuk mempercepat proses pelarutan
komponen kimia yang terdapat dalam sampel.
Setelah 5 hari, hasil maserasi disaring dan ampasnya diperas, kemudian dilakukan
remaserasi selama 2 hari. Hasil yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator
sampai pelarutnya menguap dan dilanjutkan proses pengeringan sisa pelarut pada ekstrak
menggunakan oven pada suhu 40 oC agar diperoleh ekstrak kental (Wahyuni, 2014).
Randemen Ekstrak dapat dihitung dengan rumus :
𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒆𝒌𝒔𝒕𝒓𝒂𝒌 (𝒈𝒓𝒂𝒎)
Randemen = 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒔𝒊𝒎𝒑𝒍𝒊𝒔𝒊𝒂 𝒌𝒆𝒓𝒊𝒏𝒈 (𝒈𝒓𝒂𝒎) x 100%
Keterangan :
A= Berat sampel sebelum dipanaskan
B= Berat sampel setelah dipanaskan
(Depkes RI, 2000).
gelap pada sinar UV 254 nm dan UV 366 nm. Pada sinar tampak bercak berwarna merah,
kuning, biru tua, ungu, hijau atau kuning coklat (Endarini, 2019).
4. Fenol
Uji kualitatif menggunakan metode KLT. Larutkan ekstrak ditotolkan pada plat KLT
dengan menggunakan pipa kapiler pada jarak 1 cm dari garis bawah. Plat KLT yang
digunakan terbuat dari silika gel GF254 dengan ukuran 6,5 cm x 2 cm. Selanjutnya
dielusi menggunakan fasa gerak yaitu n-heksan: etil asetat: metanol dengan
perbandingan (2:7:2). Setelah terelusi lempeng diangkat dan dikeringkan, diamati bercak
pada lampu UV254 nm dan UV366 nm dengan penampak bercak besi (III) klorida
(FeCl3). Hasil positif fenol jika noda berwarna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang
kuat (Endarini, 2019).
Bakteri P.aeruginosa ATCC 27853 diambil dari media biakan dengan jarum ose yang
telah dipijarkan, lalu ratakan diatas object glass. Larutan zat warna kristal violet
diteteskan sebanyak 2-3 tetes dan didiamkan selama 3 menit. Preparat diberikan aquadest
mengalir dan dikeringkan. Larutan lugol diteteskan dan dibiarkan selama 1 menit,
kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Larutan diberikan selama 1 menit,
dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Larutan alkohol diberikan selama 1 menit,
dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Larutan safranin diberikan selama 3 menit,
dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Minyak imersi diberikan diatas kaca
preparat bakteri. Kaca preparat diamati menggunakan mikroskop. Jika hasil warna yang
terlihat adalah ungu maka bakteri tersebut adalah gram positif, jika hasil warna yang
terlihat adalah merah maka bakteri tersebut adalah gram negatif.
33
sebagai kontrol positif dan tabung reaksi 6 diisi 2 ml DMSO 10% sebagai kontrol negatif.
Kemudian seluruh tabung reaksi 20 µL suspensi bakteri. Suspensi bakteri yang
ditambahkan sebelumnya telah distandarkan terlebih dahulu kekeruhannya. Dengan MC
farland 0,5. Setelah itu dilakukan Inkubasi selama 24 jam pada Pada suhu 37°C.
Konsentrasi terkecil bahan uji pada tabung yang menunjukkan tidak adanya kekeruhan
Disebut sebagai konsentrasi hambat minumum (KHM).
Selanjutnya kadar bunuh minimum (KBM) dihitung dengan mensubkultur sampel
pada media Mueller Hinton Agar (MHA), Diinkubasi pada suhu 37°C selama 2 x 24 jam.
P. augereus Yang tumbuh pada media MHA dihitung dan jumlah koloni bakteri
dinyatakan dalam satuan CFU/ml. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman Daun Teh Hijau (Camelia sinensis L)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa daun teh hijau dengan bobot basah 3000
gram dikeringkan diperoleh bobot kering sebesar 1000 gram. Persentase bobot kering
terhadap bobot basah sebesar 33,3%. Perhitungan persentase bobot basah terhadap bobot
kering dapat dilihat pada lampiran 2.
Daun teh hijau yang telah kering dibuat serbuk dengan cara diblender sampai halus
dan diayak dengan ayakan mesh nomor 60 untuk memperkecil ukuran partikel serbuk.
Hal ini dikarenakan semakin kecil ukuran partikel maka semakin halus serbuk yang
digunakan akan menghasilkan randemen yang tinggi, selain itu ukuran bahan yang sesuai
37
akan menjadikan proses ekstraksi berlangsung dengan baik dan tidak memakan waktu
yang lama.
C. Penetapan Susut Pengeringan Serbuk Daun Teh Hijau
Pembuatan ekstrak dibuat dengan metode maserasi. Serbuk dimasukkan kedalam dua
buah botol berwarna coklat sebanyak masing-masing 250 gram. Kemudian ditambahkan
cairan penyari yaitu etanol 96% hingga seluruh simplisia terendam dita ndai hingga
terdapat selapis pelarut diatasnya (2,5 liter). Maserasi dilakukan selama 5 hari sesekali
sambil diaduk, setelah itu disaring dengan kain flanel diperoleh hasil maserasi, kemudian
hasil maserasi tadi disaring lagi menggunakan kertas saring agar tidak ada endapan pada
hasil maserasi akhir. Hasil yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator sampai
pelarutnya menguap dan dilanjutkan proses pengeringan sisa pelarut pada ekstrak. Hasil
dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4. 3 Hasil Ekstrak Etanol 96% Daun Teh Hijau
Berdasarkan hasil pada tabel 4.2 menunjukkan persentase randemen ekstrak etanol
96% pada daun teh hijau diperoleh sebanyak 29,3%. Organoleptis ekstrak berwarna
38
hijau tua dan bentuk kental. Rendemen dikatakan baik jika nilainya lebih dari 10%. Oleh
karena itu rendemen ekstrak kental yang didapatkan dinyatakan baik karena hasil
rendemen >10% (Depkes RI, 2000). Hasil perhitungan persentase randemen ekstrak
etanol 96% daun teh hijau dapat dilihat pada lampiran 2.
E. Penetapan Kadar Air Ekstrak Daun Teh Hijau
Penetapan kadar air ekstrak daun teh hijau 2 gram ditimbang dengan wadah yang
sudah ditara sebelumnya. Kemudian ekstrak dikeringkan dengan suhu 1050C selama 1
jam, dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai
perbedaan 2 penimbangan berturut-turut. Hasil dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4. 4 Hasil Kadar Air Ekstrak Etanol 96% Daun Teh Hijau
Hasil Uji kadar air didapatkan pada setiap pengulangan sampai berat konstan adalah
1,03%, 1,14%, dan 1,19%. Hasil uji kadar air teh hijau memenuhi syarat yaitu selisih
setiap penimbangan < 0,25% (Departemen Kesehatan RI, 2000). Hasil perhitungan kadar
air dapat dilihat pada lampiran 3.
F. Uji Bebas Etanol Daun Teh Hijau
Uji bebas etanol dilakukan dengan cara ekstrak kental dau teh hijau ditambahkan
dengan H2SO4 pekat dan CH3COOH 1% kemudian dipanaskan. Hasil uji bebas etanol
daun teh hijau dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4. 5 Hasil Uji Bebas Etanol
selain itu etanol sendiri bersifat sebagai antibakteri dan antifungi sehingga tidak akan
menimbulkan positif palsu pada perlakuan sampel (Kurniawati, 2015). Hasil uji bebas
etanol dauh teh hijau dapat dilihat pada lampiran 2.
Identifikasi terhadap kandungan kimia dengan uji kromatografi lapis tipis (KLT)
dilakukan pada ekstrak kental daun teh hijau (Camelia sinensis L) tujuannya untuk
mengetahui adanya kandungan senyawa katekin, alkaloid, saponin dan fenol pada
ekstrak teh hijau tersebut. Hasil identifikasi kandungan kimia senyawa ekstrak daun teh
hijau dapat dilihat pada tabel 4.6 dan gambar identifikasi KLT bisa dilihat pada lampiran
4.
Tabel 4. 6 Hasil Uji Fitokimia Daun Teh Hijau
Kandungan Penampakan
Fase gerak Rf UV 254 UV 366 Ket
Kimia Noda
kloroform : metanol :
Saponin 0,525 Merah ungu - Merah ungu +
air (13:7:2)
KLT merupakan metode pemisahan senyawa kimia dengan menggunakan fase diam
dan kepolaran noda, pemisahan ini didasarkan pada sifat kepolaritas senyawa. Senyawa
dengan fase geraknya akan terelusi terlebih dahulu dibandingkan senyawa dengan sifat
polaritas yang berbeda dengan fase geraknya. Hal ini mengakibatkan nilai Rf dari
masing-masing noda berbeda dengan fase geraknya tergantung pada polaritasnya.
Hasil dari uji fitokimia daun teh hijau pada uji alkaloid, warna yang dihasilkan adalah
berwarna jingga yang menandakan uji positif pada golongan alkaloid dalam ekstrak.
Memberikan hasil positif yang ditandai dengan timbulnya noda berwarna jingga (Rf =
40
0,75), setelah plat KLT disemprot dengan pereaksi dragendorff. Selanjutnya pengamatan
dengan sinar tampak, berwarna jingga pada UV 254 nm dan berwarna hijau muda pada
UV 366 nm menegaskan adanya kandungan alkaloid pada ekstrak etanol teh hijau
(Endarini, 2019). Alkaloid positif bila timbul noda berwarna coklat atau jingga setelah
penyemprotan Dragendorff. Pada pengujian senyawa golongan katekin, Jika timbul
warna hitam setelah penyemprotan pereaksi FeCl3 menunjukkan adanya senyawa
katekin dalam ekstrak (Marliana, 2007). Terdapat noda dengan Rf 0,825 dugaan adanya
katekin ditunjukkan dengan adanya warna hijau kehitaman atau biru tinta (Harborne,
1987). Pada kromatografi lapis tipis (KLT) senyawa saponin akan membentuk warna
merah muda hingga ungu atau violet setelah disemprot dengan senyawa saponin akan
membentuk warna merah muda hingga ungu atau violet setelah disemprot dengan H2SO4
10% dan dipanaskan (Endarini, 2019). Terdapat timbul noda dengan Rf 5,25 berwarna
merah ungu pada pengamatan dengan sinar tampak berwarna merah pada UV 366 nm.
Jika timbul warna ungu-merah atau ungu setelah penyemprotan pereaksi anisaldehid
asam sulfat menunjukkan adanya saponin, terpenoid/steroid dalam ekstrak (Endarini,
2019). Pada pengujian senyawa golongan fenol dan tanin, Jika timbul warna hitam
setelah penyemprotan pereaksi FeCl3 menunjukkan adanya senyawa polifenol dalam
ekstrak (Marliana, 2007). Terdapat noda dengan Rf 0,95. Dugaan adanya gugus fenol
ditunjukkan dengan adanya warna hijau kehitaman atau biru tinta (Endarini, 2019).
H. Fraksinasi Ekstrak Daun Teh Hijau
Ekstrak kental daun teh hijau ditimbang sebanyak 10 gram untuk dilakukam
fraksinasi. Senyawa-senyawa yang bersifat non polar akan masuk pelarut polar, begitu
pula senyawa bersifat non polar akan masuk ke pelarut non polar dan senyawa semi polar
akan masuk ke pelarut semi polar. Kemudian dilarutkan dengan pelarut air sebanyak 75
mL kemudian difraksinasi dengan pelarut n-heksan sebanyak 75 mL. dengan corong
pisah digojog selama 15 menit sampai terjadi pemisahan. Hasil fraksi n-heksan diuapkan
dan residu yang didapat dilakukan fraksinasi lanjutan dengan etil asetat sebanyak 75 mL
digojog sampai terjadi pemisahan kemudian hasil fraksi etil asetat dan air diuapkan.
Hasil perhitungan persentase randemen fraksinasi dari fraksi etil asetat daun teh hijau
41
diperoleh persentase yaitu 24,48%, fraksi n-heksan daun the hijau diperoleh persentasse
rata-rata yaitu 44,37%, dan fraksi air daun teh hijau diperoleh persentasse rata-rata yaitu
35,61%. Hasil randemen yang berbeda dari tiap fraksi berkaitan dengan banyaknya
senyawa yang terkandung didalam daun teh hijau. Hasil hitungan randemen fraksinasi
dapat dilihat pada lampiran 5.
Tabel 4. 7 Hasil randemen fraksinasi etil asetat, n-heksan dan air daun teh hijau
Uji biokimia bakteri merupakan suatu cara atau perlakuan yang dilakukan untuk
mengindetifikasi dan mendeterminasi suatu biakan murni bakteri hasil isolasi melalui
sifat-sifat fisiologinya. Hasil Identifikasi biokimia P.aeruginosa ATCC 27853 dapat
dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4. 8 Hasil Uji Biokimia SIM, LIA, KIA dan Citrat pada P.aeruginosa ATCC 27853
Media Hasil Uji
SIM --+
KIA K/K S-
LIA K/K S-
Citrat +
Keterangan :
+ : Reaksi Positif
- : Reaksi Negatif
A : Acide (Asam)
K : Alkasli (Basa)
S : Sulfida
Pada pengujian media Sulfide Indol Motilitas (SIM) untuk mengetahui terbentuknya
sulfida, indol, dan motilitas. Hasil pengujian media SIM setelah diinkubasi selama 24
jam pada suhu 370C menunjukkan hasil positif bakteri P. aeruginosa ATCC 27853 yang
ditunjukkan dengan sulfida negatif, indol negatif, dan motilitas positif (--+). Sulfide Indol
Motilitas (SIM) artinya pada uji sulfida bakteri P. aeruginosa ATCC 27853 tidak dapat
mereduksi thiosulfat sehingga tidak menghasilkan hydrogen sulfide sehingga media
tidak berwarna hitam. Uji indol dengan menambahkan tiga tetes Erlich A dan B,
permukaan media tidak terdapat adanya cincin berwarna merah . Hasil uji motilitas P.
aeruginosa ATCC 27853 adalah positif, karena adanya pertumbuhan bakteri disekitar
area penusukan. Pergerakan dari baketri tersebut karena media semisolid (uji motilitas)
dirancang dengan mengurangi konsentrasi agar pada media yaitu sekitar 0,4% pada
media yang hanya cukup untuk mempertahankan bentuknya sementara memungkinkan
pergerakan bakteri bergerak (Usnaini, 2017).
Pengujian pada media Kliger’s Iron Agar (KIA) bertujuan untuk mengetahui bakteri
43
dapat melakukan fermentasi karbohidrat terutama dalam bentuk gula. Pengujian dengan
KIA setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C menunjukkan hasil negatif P.
aeruginosa ATCC 27853 yang ditunjukkan dengan (K/KS-). K/K artinya pada lereng
dan dasar media bewarna merah, menunjukkan bahwa bakteri tidak mampu mengurai
laktosa dan glukosa, sehingga tidak membentuk warna hitam (S-) (Usnaini, 2017).
Pengujian pada media Lysin Iron Agar (LIA) untuk mengetahui deaminasi lisin dan
sulfida. Pengujian dengan LIA setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C
menunjukkan hasil negatif P.aeruginosa ATCC 27853 (K/KS-), K/K artinya pada lereng
dan dasar media bewarna ungu, hal ini menunjukkan bahwa bakteri tidak mendeaminasi
lisin tetapi mendekarboksilasi lisin yang menyebabkan reaksi basa (warna ungu)
diseluruh media. Tanda S- artinya uji H2S negatif ditunjukkan dengan tidak adanya warna
hitam pada media LIA (Usnaini, 2017).
Pengujian pada media Citrat untuk mengetahui kemampuan bakteri menggunakan
citrat sebagai sumber karbon tunggal. Hasil pengujian pada media Citrat yang telah
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C menunjukkan hasil positif karna terjadi
perubahan pada warna media dari hijau ke biru. Hasil menunjukkan bahwa P.aeruginosa
ATCC 27853 menggunakan Citrat sebagai sumber karbon tunggal (Usnaini, 2017). Hasil
gambar identifikasi biokimia dapat dilihat pada lampiran 12.
K. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
1. Pengujian aktivitas antibakteri secara difusi
Pengujian aktivitas antibakteri fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air
terhadap pertumbuhan P.aeruginosa ATCC 27853 dengan pembanding ciprofloxacin.
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan di Laboratorium Politeknik Indonusa Surakarta
menggunakan metode difusi untuk mendapat Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
dari fraksi paling aktif. Media yang digunakan adalah Mueller Hinton Agar (MHA).
Daerah yang tidak ditumbuhi bakteri disekitas kertas cakram menandakan bahwa
kandungan dari fraksi memiliki daya hambat terhadap bakteri uji.
44
Konsentrasi yang digunakan pada pengujian ini yaitu 25%, 12,5% dan 6,25%
(Kandou & Pandiangan, 2018). Kontrol positif yang digunakan yaitu ciprofloxacin dan
DMSO 10% sebagai kontrol negatif. Hasil Perhitungan konsentrasi larutan dapat dilihat
pada lampiran 12.
Suspensi bakteri P. aeruginosa ATCC 27853 dengan diambil sebanyak 0,3 ml
menggunakan micropipet ke permukaan media yang berada dalam cawan petri, lalu
ratakan dengan speader. Kertas cakram diambil menggunakan pinset steril lalu
dicelupkan pada sampel fraksi teh hijau tunggu hingga terdifusi. Letakkan cakram
tersebut menggunakan pinset steril ke media MHA yang telah di inokulasi pada cawan
petri. Setelah inkubasi 370C selama 24 jam, zona bening yang terdapat disekitar cakram
menunjukkan bahwa fraksi teh hijau mampu menghambat pertunbuhan bakteri P.
aeruginosa ATCC 27853.
Hasil pengujian aktivitas antibakteri diperoleh hasil bahwa fraksi etil asetat, fraksi n-
heksan, fraksi dan fraksi air dari daun teh hijau dapat menghambat pertumbuhan P.
aeruginosa dengan menunjukkan adanya daya hambat disekitas kertas cakram.
Berdasarkan hasil pada tabel 4.8 pengujian aktivitas bakteri dapat dilihat semakin besar
konsentrasi maka semakin besar daya hambat pada masing-masing kelompok.
Kemampuan antibakteri dalam menghambat mikroorganisme tergantung pada
konsentrasi dan jenis antibakteri. Semakin tinggi konsentrasi suatu antibakteri, maka
daya hambat yang terbentuk semakin besar. Semakin tinggi konsentrasi pada bahan
antibakteri, maka zat aktif yang terkandung semakin banyak, sehingga akan semakin
meningkat dalam menghambat bakteri dan dapat membentuk zona bening yang lebih
luas (Rastina et al., 2015).
45
Tabel 4. 9 Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Secara Difusi Terhadap Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853
Berdasarkan pada tabel 4.8 hasil menunjukkan bahwa fraksi n-heksan, etil asetat dan
air memiliki efek dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil analisis etil asetat yang
paling efektif membunuh bakteri karna memiliki daya hambat paling besar yaitu pada
replikasi ke III sebesar 21 mm dengan rata rata 20,2 mm. Etil asetat merupakan pelarut
yang bersifat semi polar kemungkinan dapat menarik senyawa polar dan non polar.
(Sandy, et al., 2021). Hal tersebut mengakibatkan fraksi etil asetat menjadi fraksi teraktif
dengan membentuk daya hambat paling besar dibandingkan dengan fraksi yang lain.
Kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini adalah disc ciprofloxacin.
Pemilihan ciprofloxacin sebagai kontrol positif karna ciprofloxacin merupakan salah
satu antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan P.aeruginosa ATCC 27853.
ciprofloxacin membunuh bakteri dengan cara mengikat enzim DNA gyrase yang
diperlukan DNA untuk berubah dari bentuk spiral ganda menjadi bentuk spiral tunggal
pada saat pembelahan sel. Kontrol negatif yang digunakan pada penelitian ini adalah
DMSO 10% yang bertujuan untuk mengetahui pelarut yang dipakai untuk mengencerkan
fraski tidak memiliki aktivitas antibakteri. Hal ini dibuktikan dengan menunjukkan
bahwa DMSO 10% tidak memiliki zona hambat terhadap P.aeruginosa ATCC 27853.
46
Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji analisis data. Analisis data
menggunakan uji One Way ANOVA pada SPSS 23. Uji tersebut bertujuan untuk
mengetahui ada perbedaan yang signifikan antara fraksi etil asetat, n-heksan, dan air
dengan kontrol positif ciprofloxacin. Hasil uji One-Sample Kolmogorov-Smmirnov
diperoleh signifikan 0,08 > 0,05 maka H0 diterima, data tersebut terdistribusi normal
sehingga dapat dilanjutkan uji One Way ANOVA. Hasil uji Homogeneity Of Variences
adalah 0,10 > 0,05 yang artinya ketiga sampel memiliki varian yang sama atau homogen.
Hasil signifikan dari data uji ANOVA yaitu 0,000 < 0,05 yang artinya ketiga sampel ada
perbedaan dalam diameter zona hambat. Setelah pengujian One Way ANOVA, maka
dilanjutkan dengan Post Hoc Test.
Pada pengujian Post Hoc Test dengan metode Tuckey, perbandingan fraksi etil asetat,
fraksi n-heksan dan fraksi air tidak ada perbedaan bermakana (P > 0,05). Data
cifproloxacin sebagai kontrol positif pada penelitian ini juga dianalisa menggunakan
Post Hoc Tukey dengan nilai P 0.000< 0.002 berarti terdapat perbedaan bermakna.
2. Pengujian aktivitas antibakteri secara dilusi
Pengujian aktivitas antibakteri secara dilusi ini menggunakan hasil yang diperoleh
dari uji dilusi yaitu fraksi etil asetat yang paling aktif terhadap pertumbuhan
P.aeruginosa ATCC 27853. Pengujian aktivitas antibakteri metode dilusi untuk
mengetahui Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum
(KBM).
Pembuatan konsentrasi yaitu dengan larutan stok etil asetat 25%. Kemudian
diencerkan dengan pelarut DMSO 10%. Larutan stok tersebut dibuat konsentrasi
pengenceran yaitu 6,25%, 3,12%, 1,56% dan 0,78%. Kontrol positif yaitu ciprofloxacin
sebagai kontrol positif dan DMSO 10% sebagai kontrol negatif. Perhitungan pembuatan
konsentrasi dapat dilihat dilampiran 5.
Konsentrasi Hambat Minimum dapat ditentukan dari konsentrasi terendah larutan uji
yang terlihat jernih, setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37℃. Konsentrasi
Bunuh Minimum (KBM) dapat ditentukan dengan tidak ada pertumbuhan bakterti
P.aeruginosa ATCC 27853 pada media MHA setelah diinokulasikan sediaan dari tabung
47
uji pada media MHA pada cawan petri, kemudian diinkubasi selama 24 jam (Sandy,
2021). Hasil menunjukkan bahwa fraksi etil asetat memiliki konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) adalah 6,25%. Gambar
hasil uji aktivitas antibakteri secara dilusi dapat dilihat pada lampiran 13.
Tabel 4. 10 Hasil Pengamatan (KHM) Fraksi Etil Asetat Daun Teh Hijau (Camelia sinensis)
Terhadap Pseoudomonas aeruginosa ATCC 27853 dengan Metode Dilusi Cair
No
Tabung Keterangan
Tabel 4. 11 Hasil Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) Fraksi Etil Asetat Metode Dilusi Terhadap
Pseoudomonas aeruginosa ATCC 27853
Replikasi
Konsentrasi
I II III
Kontrol (+) - - -
6,25% - - -
3,125% + + +
1,56% + + +
0,78% + + +
Kontrol (-) + + +
Keterangan : (+) ada pertumbuhan bakteri
(-) tidak ada pertumbuhan bakteri
Hal ini dapat terjadi karna senyawa katekin termasuk senyawa polifenol, yang mana
senyawa ini dapat menghambat bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma
bakteri yang tersusun oleh 60 % protein dan 40 % lipid yang umumnya berupa fosfolipid.
Senyawa katekin merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit
penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan pada membran
sitoplasma dapat mencegah masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi yang
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian uji aktivitas antibakteri fraksi etil asetat, fraksi n-heksan,
dan fraksi air dari daun teh hijau (Camelia sinensis L) terhadap P.aeruginosa ATCC
27853 dapat disimpulkan bahwa:
1. Fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air dari daun teh hijau (Camellia sinensis
L) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap P.aeruginosa ATCC 27853. Fraksi etil
asetat pada konsentrasi 25% mempunyai aktivitas antibakteri teraktif terhadap
P.aeruginosa ATCC 27853 dengan zona hambat yaitu 21 mm pada replikasi II
dengan rata-rata 20,2 mm.
2. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM)
fraksi etil asetat dari ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L) sebagai antibakteri
terhadap P.aeruginosa ATCC 27853 yaitu sebesar 6,25%.
B. Saran
1. Perlu dilakukan lebih lanjut tentang uji aktivitas antibakteri daun teh hijau (Camelia
sinensis L) terhadap bakteri Escherichia coli.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentanng aktivitas antibakteri daun teh hijau
(Camelia sinensis L) dengan menggunakan metode penyari yang lain.
50
DAFTAR PUSTAKA
Amriani & Sari, L. P. (2015). Uji Efek Antibakteri Ekstrak Daun Teh (Camellia Sinensis
L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia Coli. Jurnal Ilmiah PANNMED,
9(3), 210-14.
Antarini, I., N. Puspawati & R.B.Nugroho. (2021). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanolik Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk.), Daun Teh Hijau (Camellia
sinensis L.), Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.), Dan
Meniran Hijau (Phyllanthus niruri L.) Terhadap Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853. Jurnal Labora Media, 5(2). 48-56.
Atmojo, E.D. (2012). Analisis Sikap dan Kepuasan Konsumen Terhadap The Celup
Merek Sarimurni. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Bogor.
Azizah, A. N., Ichwanuddin, & Marfu'ah, N. (2020). Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanol Teh Hijau (Camellia sinensis) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus
epidermidis. Jurnal Pharmasipha, 4(2). 15-23.
Cockerill, F.R., Matthew A. W., Jeff A., Michael N.D George M.E., Mary J.. F., (2012),
Performance Standars for Antimicrobial Disk Susceptibility Test; Approved
Standard. Edisi 8. CLSI document M02-A11.
Devi, S., & Mulyani, T. (2017). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pacar
Kuku (Lawsonia inermis Linn) pada Bakteri Pseudomonas aeruginosa. Journal
of Current Pharmaceutical Sciences, 1(1), 30–35.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Edisi I. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Dima, L. L. R., Fatimawali, & Lolo, W. A. (2016). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Daun Kelor (Moringa oleifera L.) terhadap Bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus.Jurnal Ilmiah Farmasi, 5(2). 282–289.
Fadhilah, Z. H., F. Perdana & R. A. M. R. Syamsudin. (2021). Review: Telaah
Kandungan Senyawa Katekin dan Epigalokatekin Galat (EGCG) sebagai
Antioksidan pada Berbagai Jenis Teh. Jurnal Pharmascience, 1(8). 31-44.
Fithriyah, N. (2013). Analisis Α-Tokoferol (Vitamin E) Pada Minyak Biji Kelor
(Moringa Oleifera Lam.) Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Skripsi. UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Gandjar, I.G & A. Rohman. (2012). Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Hanani, M.S.E. (2015). Analisis Fitokimia . Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
51
Putri, A. A. S., & N. Hidajati. (2015). Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Fenolik
Ekstrak Metanol Kulit Batang Tumbuhan Nyiri Batu (Xylocarpus moluccensis).
UNESA : Journal of Chemistry, 4(1). 41-47.
Radji, M., Agustama, R. A., Elya, B., & C.R. Tjampakasari. (2013). Antimicrobial
Activity of Green Tea Extract Against Isolates of Methicillin- Resistant
Staphylococcus aureus and Multi-Drug Resistant Pseudomonas aeruginosa.
Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 3(8). 663–667.
Rivai, H., Septika, R., & Boestari, A. (2013). Karakterisasi Ekstrak Herba Meniran
(Phyllanthus niruri Linn). Jurnal Farmasi Higea, 5(2). 15–23.
Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi Edisi VI. ITB, Bandung.
Rustanti, E., A.Jannah & A.G. Fasya. (2013). Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Katekin
dari Daun Teh (Cameliasinensis L. Var assamica) Terhadap Bakteri
Micrococcusluteleus. Jurnal ALCHEMY, 2(2). 138-149.
Safitri, N. A., Dewi, S. S., & Wardoyo, F. A. (2019). Aktivitas Ekstrak Meniran
(Phyllanthus niruri L.) terhadap Pertumbuhan Klebsiella pneumoniae dan
Pseudomonas aeruginosa. Jurnal Farmasi Higea, 16.(2). 76–82.
Sandy, M., T.S. Wardani & A.D.Septiarini. (2021). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak,
Fraksi n- heksan, Fraksi etil asetat, fraksi air Daun Pegagan (centella asiatica
(L.) Urb) Terhadap escherichia coli ATCC 25922. Jurnal Media Farmasi
Indonesia, 16(2). 1683-1692.
Sapara, T. U., Waworuntu, O., & Juliatri. (2016). Efektivitas Antibakteri Ekstrak Daun
Pacar Air (Impatiens balsamina L.) terhadap Pertumbuhan Porphyromonas
gingivalis. Jurnal Ilmiah Farmasi, 5(4). 10–17.
Sari, D. P., Rahmawati, & P.W, E. R. (2019). Deteksi dan Identifikasi Genera Bakteri
Coliform Hasil Isolasi dari Minuman Lidah Buaya. Jurnal Labora Medika, 3(1).
29–35.
Sulviana, A. W., Puspawati, N., & Rukmana, R. M. (2017). Identifikasi Pseudomonas
aeruginosa dan Uji Sensitivitas terhadap Antibiotik dari Sampel Pus Infeksi Luka
Operasi di RSUD Dr. Moewardi. Jurnal Biomedika, 10(2). 18–24.
Surbakti, P. A. A., Queljoe, E. De, & Boddhi, W. (2018). Skrining Fitokimia dan Uji
Toksisitas Ekstrak Etanol Daun Binahong (Andredera cordifolia (Ten.) Steenis)
dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Pharmacon: Jurnal Ilmiah
Farmasi, 7(3). 22–31.
Sutrisno, E., Adnyana, I., Sukandar, E. Y., Fidrianny, I., & Lestari, T. (2014). Kajian
Aktivitas Penyembuhan Luka dan Antibakteri Binahong (Anredera cordifolia
(Ten.) Steenis, Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) serta Kombinasinya
terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa dari
53
Pasien Luka Kaki Diabetes. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati Dan Fisik.16(2). 78–82.
Syah. (2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni
Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Torar, G.M.J., W.A.Lolo & G. Citraningtyas. (2017). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanol Biji Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Bakteri Pseudomonas
aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi, 6(2).14-22.
Towaha, J. (2013). Kandungan Senyawa Kimia Pada Daun Teh (Camellia sinensis).
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Jurnal Ilmiah Farmasi,
19(3).12-6.
Wahyuni, R., Guswandi & H. Rivai. (2014) Pengaruh Cara Pengeringan Dengan Oven
Kering Angin dan Cahaya Matahari Langsung Terhadap Mutu Simplisia Herba
Sambiloto. Jurnal Farmasi Higea, 6(2).126-132.
54
LAMPIRAN
55
• Proses Maserasi
Lampiran 5. Hasil pengujian aktivitas antibakteri secara difusi teh hijau terhadap
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
1. Hasil aktivitas antibakteri fraksi etil asetat teh hijau
R1
R2
R3
25%
25% 6,25% 6,25%
6,25% 25%
12,5%
+
12,5% 12,5%
R1
25% R2
R3
6,25%
25%
6,25%
6,25%
25%
12,5% 6,25%
12,5%
12,5% 25%
R1
R2 -
6,25%
R3
25% 6,25%
25%
61
Lampiran 8. Hasil perhitungan randemen ekstrak etanol daun teh dan kadar air
• Kadar Air
Berat krus kosong = 52,353 g
Berat Krus + ekstrak sebelum pengeringan = 54,357 g
Berat Krus + ekstrak sesudah pengeringan = 53,803 g (1), 53,735 g (2), 53,706 g (3)
(B. Krus + ekstrak sebelum pengeringan) − (B. Krus + ekstrak setelah pengeringan)
x 100%
B. Krus + Ekstrak Sebelum pengeringan
54,357 𝑔−53,803 𝑔
1. x 100% = 1,03%
54,357𝑔
54,357 𝑔−53,735 𝑔
2. x 100% = 1,14%
54,357𝑔
54,357 𝑔−53,706 𝑔
3. x 100% = 1,19%
54,357𝑔
64
Perhitungan Rf
𝟑
1. Rf Alkaloid = 4 = 0,75
𝟑,𝟑
2. Rf Katekin = = 0,825
4
𝟑,𝟖
3. Rf Fenol = = 0,95
4
𝟐,𝟏
4. Rf Saponin = = 0,525
4
65
Lampiran 10. Hasil perhitungan persen randemen fraksi daun teh hijau
23,82+24,05+24,48
= 24,11%
3
2. Hasil perhitungan persen randemen etil asetat daun teh hijau
4,595g
Randemen 1 = 10,095 𝑥 100% = 45,51%
4,499 g
Randemen 2 = 𝑥 100% = 44,53%
10,103
4,356
Randemen 3 = 10,109 𝑥 100% = 43,09%
45,51+44,53+43,09
= 44,37%
3
3. Hasil perhitungan persen randemen air daun teh hijau
3,780g
Randemen 1 = 10,095 𝑥 100% = 37,74%
3,635 g
Randemen 2 = 𝑥 100% = 35,98%
10,103
3,348
Randemen 3 = 10,109 𝑥 100% = 33,11%
37,74+35,98+33,11
= 35,61%
3
66
2. Konsentrasi 12,5%
V1 . C1 = V2 . C2
V1. 100% = 5 ml x 12,5%
5 x 12,5%
V1 = = 0,625 𝑔
100%
3. Konsentrasi 6,25%
V1 . C1 = V2 . C2
V1. 100% = 5 ml x 6,25%
5 x 6,25%
V1 = = 0,3125 𝑔
100%
Dipipet 1 ml dari larutan baku induk dimasukkan kedalam vial, kemudian ditambahkan
DMSO 10% ad 2 ml
1. Konsentrasi 6,25%
V1 . N1 = V2 . N2
V1 x 12,5% = 2 x 6,25%
2 x 6,25%
V1 = = 1 ml
12,5%
3. Konsentrasi 1,56%
V1 . N1 = V2 . N2
V1 x 3,12% = 2 x 1,56%
2 x 1,56%
V1 = = 1 ml
3,12%
Normalitass
Descriptive Statistics
Unstandardized
Residual
N 33
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 6.81818813
Most Extreme Differences Absolute .143
Positive .090
Negative -.143
Test Statistic .143
Asymp. Sig. (2-tailed) .082c
Homogenitas
Descriptives
Unstandardized Residual
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
1.887 10 22 .103
71
Descriptives
zona hambat
ANOVA
zona hambat
Fraksi Etil Asetat 25% kontrol positif -6.93939394* .46601686 .000 -8.6053170 -5.2734709
kontrol negatif 20.86363636
.46601686 .000 19.1977133 22.5295594
*
Fraksi Air 25% kontrol positif -7.42424242* .46601686 .000 -9.0901655 -5.7583194
kontrol negatif 20.37878788* .46601686 .000 18.7128648 22.0447109
Fraksi Etil Asetat 25% -.48484848 .46601686 .991 -2.1507715 1.1810745
Fraksi Etil Asetat 12,5% 4.65151515* .46601686 .000 2.9855921 6.3174382
Fraksi Etil Asetat 6,25% 7.62121212* .46601686 .000 5.9552891 9.2871352
Fraksi n-heksan 25% 5.09090909* .46601686 .000 3.4249861 6.7568321
Fraksi n-heksan 12,5% 7.72727273* .46601686 .000 6.0613497 9.3931958
Fraksi n-heksan 6,25% 9.53030303* .46601686 .000 7.8643800 11.1962261
Fraksi Air 12,5% 1.46969697 .46601686 .117 -.1962261 3.1356200
Fraksi Air 6,25% 5.43939394* .46601686 .000 3.7734709 7.1053170
Fraksi Air 12,5% kontrol positif -8.89393939* .46601686 .000 -10.5598624 -7.2280164
kontrol negatif 18.90909091* .46601686 .000 17.2431679 20.5750139
Fraksi Etil Asetat 25% -1.95454545* .46601686 .013 -3.6204685 -.2886224
Fraksi Etil Asetat 12,5% 3.18181818* .46601686 .000 1.5158952 4.8477412
Fraksi Etil Asetat 6,25% 6.15151515* .46601686 .000 4.4855921 7.8174382
Fraksi n-heksan 25% 3.62121212* .46601686 .000 1.9552891 5.2871352
Fraksi n-heksan 12,5% 6.25757576* .46601686 .000 4.5916527 7.9234988
Fraksi n-heksan 6,25% 8.06060606* .46601686 .000 6.3946830 9.7265291
Fraksi Air 25% -1.46969697 .46601686 .117 -3.1356200 .1962261
Fraksi Air 6,25% 3.96969697* .46601686 .000 2.3037739 5.6356200
Fraksi Air 6,25% kontrol positif -12.86363636* .46601686 .000 -14.5295594 -11.1977133
kontrol negatif 14.93939394* .46601686 .000 13.2734709 16.6053170
Fraksi Etil Asetat 25% -5.92424242* .46601686 .000 -7.5901655 -4.2583194
Fraksi Etil Asetat 12,5% -.78787879 .46601686 .825 -2.4538018 .8780442
Fraksi Etil Asetat 6,25% 2.18181818* .46601686 .004 .5158952 3.8477412
Fraksi n-heksan 25% -.34848485 .46601686 .999 -2.0144079 1.3174382
Fraksi n-heksan 12,5% 2.28787879* .46601686 .003 .6219558 3.9538018