SKRIPSI
Oleh :
Yuni Elmaya Santi
200209168
Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat, Fraksi n-heksan, dan Fraksi Daun Teh
Hijau (Camelia Sinensis L) Terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
Oleh :
200209168
Pada Tanggal :
Dewan Penguji :
Penguji I : Tatiana Siska Wardani, S.Farm.,M.Farm ……………………..
Penguji II : apt. Anita Dwi Septriani, M., Farm ……………………..
Mengesahkan,
Dekan Ketua Program Studi
Fakultas Ilmu Kesehatan S1 Farmasi
Universitas Duta Bangsa Surakarta
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI
Materai 10.000
iii
SURAT PERNYATAAN
Materai 10.000
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karuniaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Dengan selesainya skripsi yang berjudul “UJI AKTIVITAS
ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT, FRAKSI N-HEKSAN, DAN FRAKSI
DAUN TEH HIJAU (CAMELIA SINENSIS L) TERHADAP PSEUDOMONAS
AERUGINOSA ATCC 27853” ini, perkenankanlah saya .mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. H. Singgih Purnomo, M.M selaku Rektor Universitas Duta Bangsa
Surakarta.
2. Ibu Warsi Maryati, S,KM., MPH selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Duta Bangsa Surakarta,
3. Ibu Tatiana Siska Wardani, M.Farm selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi
Universitas Duta Bangsa Surakarta.
4. Ibu Tatiana Siska Wardani, M.Farm selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan mengarahkan dalam penyusunan Skripsi ini
5. Ibu Apt. Anita Dwi Septiarini, M.,Farm Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan mengarahkan dalam penyusunan Skripsi ini.
6. Dosen dan staff pengajar Universitas Duta Bangsa Surakarta yang telah
memberikan bimbingan serta ilmu pengetahuan kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memanjatkan doa sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini.
8. Rekan-rekan seperjuangan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu.
v
Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan Skripsi ini masih jauh
dari sempurna dan masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya penulis
memohon maaf apabila dalam penyusunan Tugas Akhir ini terdapat kesalahan
kata dan semoga Tugas Akhir ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua
pembaca.
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
PERSETUJUAN.................................................Error! Bookmark not defined.
PENGESAHAN................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
DAFTAR TABEL............................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................2
A. Latar Belakang.......................................................................................2
B. Rumusan Masalah..................................................................................2
C. Tujuan Penelitian...................................................................................2
D. Hipotesis................................................................................................2
E. Manfaat Penelitian.................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................2
A. Uraian Tanaman.....................................................................................2
B. Senyawa Metabolit Sekunder................................................................2
C. Metode Ekstraksi...................................................................................2
D. Fraksinasi...............................................................................................2
E. Cairan Penyari........................................................................................2
F. Bakteri....................................................................................................2
G. Pseudomonas aeruginosa.......................................................................2
H. Antibakteri.............................................................................................2
I. Uji Aktivitas Antibakteri........................................................................2
J. Keaslian Penelitian.................................................................................2
K. Alur Penelitian.......................................................................................2
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................2
A. Waktu dan Tempat Penelitian................................................................2
B. Variabel Penelitian.................................................................................2
vii
C. Alat dan Bahan.......................................................................................2
D. Prosedur Penelitian................................................................................2
E. Uji Fitokimia Daun Teh Hijau Secara KLT...........................................2
F. Fraksinasi Ekstrak Daun Teh Hijau.......................................................2
G. Penyiapan Alat.......................................................................................2
H. Pembuatan Kontrol Positif dan Kontrol Negatif...................................2
I. Pembuatan Standar MC. Farland...........................................................2
J. Pembuatan MHA dan MHB...................................................................2
K. Pembuatan Suspensi Pseodomonas aeruginosa....................................2
L. Pembuatan Variabel Konsentrassi Ekstrak dan
Fraksi Daun Teh Hijau…...…………………………………………. 2
M. Uji Aktivitas Antibakteri........................................................................2
N. Cara pengolahan dan Analisis Data.......................................................2
Rencana Pelaksanaan Penelitian......................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................2
viii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teh menjadi bahan minum paling terkenal di seluruh dunia. Beberapa
senyawa kimia paling besar peranannya dalam pembentukan cita rasa dan
berbagai khasiat istimewa teh adalah katekin. Multikhasiat senyawa katekin
membuka peluang besar pasar baru sehingga teh digunakan secara luas dan bukan
sekedar minuman pemberi nikmat. Industri yang mengandalkan senyawa katekin
teh sebagai bahan baku kini meluas, meliputi farmasi, kimia, makanan dan
industri kosmetik. Teh hijau dapat membantu membangun respon tubuh terhadap
obat-obatan antibiotik yang dikonsumsi untuk mengobati infeksi (syah, 2005).
Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya mikroba. Penggunaan
antibiotik dalam mengatasi penyakit bakterial akan menyebabkan organisme
menjadi resistensi obat. Maka dikembangkan tanaman herbal teh hijau yang dapat
mengembalikan tubuh dari resistensi (kebal) terhadap antibiotik (Zen et al.,
2015). Pseudomonas aeruginosa adalah patogen bakteri yang menyebabkan
infeksi saluran pernapasan. Bakteri ini membuat tubuh menjadi kebal (resisten)
terhadap antibiotik dari waktu ke waktu. Para peneliti mengklaim telah
menemukan antioksidan alami yakni epigallocatechin (EGCG) dalam teh hijau
yang dapat melawan dan membunuh bakteri yang kebal antibiotik. EGCG dalam
teh hijau memiliki efek antibiotik yang bekerja langsung dengan cara merusak
membran sel bakteri, menghambat sintesis asam lemak dan menghambat aktivitas
enzim pada bakteri sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri, antibiotik
yang biasa digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh P.
Aeruginosa (Noriko, 2013).
1
2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini :
1. Apakah fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air daun teh hijau
mempunyai daya antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853?
2. Berapakah Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi Bunuh
Minimal (KBM) fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air daun teh
hijau terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853?
3
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui daya antibakteri fraksi etil asetat, fraksi n-heksan dan ftraksi air
daun teh hijau terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
2. Mengetahui nilai Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi
Bunuh Minimal (KBM) fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air daun
teh hijau terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
D. Hipotesis
Penelitian ini dapat ditarik hipotesis antara lain :
1. Fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air daun teh hijau memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
2. Fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air daun teh hijau memiliki nilai
Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimal
(KBM) terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan tentang kemampuan tanaman obat tradisional
khususnya ekstrak daun teh hijau dalam menghambat pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa yang merupakan bakteri kariogenik.
2. Bagi Institusi
Menambah bahan bacaan dan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut
mengenai efektivitas daun teh hijau dibidang sediaan farmasi obat tradisional.
3. Bagi Masyarakat
Menambah informasi mengenai potensi daun teh hijau sebagai bahan obat
alternatif dalam pengobatan terhadap penyakit akibat bakteri Pseudomonas
aeruginosa.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tanaman
1. Tanaman Teh Hijau (Camellia sinensis L)
Teh merupakan sebutan yang lazim digunakan untuk daun tanaman teh
(Camellia sinensis L) yang telah dipetik dan diolah dengan proses pengolahan
tertentu. Terkadang teh dapat diartikan sebagai minuman yang dihasilkan dengan
menyeduh hasil olahan daun teh tersebut dengan air mendidih. Tanaman teh memiliki
berbagai macam jenis berdasarkan proses pengolahannya, yaitu teh putih, teh hijau,
teh oolong, teh hitam dan teh wangi. Teh hijau merupakan jenis teh yang diperoleh
tanpa proses fermentasi (oksidasi enzimatis). Sebelum menjadi teh hijau yang kering
dan dapat dikonsumsi secara praktis, teh hijau mengalami beberapa tahapan proses
yaitu proses pemetikan dilakukan dengan tangan agar lebih selektif, proses
pelayuan yang bertujuan untuk inaktivasi enzim (Azizah et al., 2020). Proses
penggulungan teh hijau dilakukan dengan open top roller selama 15-17 menit, agar
memecah sel daun sehingga menghasilkan rasa sepet. Tahap terakhir proses
pengeringan dilakukan dua tahap. Pertama dilakukan pada suhu 110-135 oC selama 30
menit. Tahap berikutnya pemanasan 70-90 oC selama 90 menit. selnjutnya proses
5
sortassi dan pengemasan (Pratiwi, 2018). Teh hitam merupakan hasil pengolahan dari
pucuk dan daun pertama daun teh segar dengan mengusahakan agar senyawa
polifenol yang terdapat dalam pucuk daun teh mengalami proses fermentasi
sempurna. Teh oolong dihasilkan dari Taiwan, yang dapat digolongkan sebagai mutu
antara teh hijau dan teh hitam, karena hanya memperoleh proses fermentasi sedikit.
Teh yang dibuat dari pucuk daun yang tidak mengalami proses oksidasi dan sewaktu
belum dipetik dilindungi dari sinar matahari untuk menghalangi pembentukan
klorofil. Teh putih berasal dari daun teh muda atau pucuk teh yang dilapisi dengan
bulu halus bewarna silver, dipanen 1 tahun sekali awall musim semi, dilindungi dari
sinar matahari sehingga mengurangi pembentukan klorofil, sehingga memberu warna
putih. Teh putih diproduksi dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan teh jenis lainnya
sehingga harga menjadi lebih mahal polifenol oksidase dan mengurangi kadar air
hingga 60-70% (Atmojo, 2012).
2. Klasifikasi Tanaman
Secara taksonomi, tanaman teh di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Dicotylledoneae
Ordo : Theales
Famili : Theaceae
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis L. (Pratiwi, 2018).
3. Morfologi Tanaman
Tanaman teh memiliki ciri-ciri batangnya tegak, berkayu, bercabang-cabang,
ujung ranting dan daun mudanya berambut halus. Daun tanaman teh berbentuk daun
tunggal, bertangkai pendek, letaknya berseling, helai daunnya kaku seperti kulit tipis,
panjangnya 6-18 cm, lebarnya 2-6 cm, warnanya hijau, dan permukaan mengkilap.
Teh yang dihasilkan dari bagian pucuk (peko) ditambah 2-3 helai daun muda, karena
6
pada daun muda tersebut kaya akan senyawa polifenol, kafein serta asam amino.
Senyawa - senyawa inilah yang akan mempengaruhi kualitas warna, aroma dan rasa
dari teh. Adapun jenis teh yang umumnya dikenal dalam masyarakat adalah teh hijau,
teh oolong, teh hitam, dan teh putih. Daun teh hijau merupakan pohon berdaun hijau
yang memiliki tinggi 10 - 15 meter di alam bebas dan tinggi 0,6 - 1,5 meter jika
dibudayakan sendiri. Daun dari tanaman ini berwarna hijau muda dengan panjang 5 -
30 cm dan lebar sekitar 4 cm. Tanaman ini memiliki bunga yang berwarna putih
dengan diameter 2,5 - 4 cm dan biasanya berdiri sendiri atau saling berpasangan dua-
dua. Buahnya berbentuk pipih, bulat, dan terdapat satu biji dalam masing-masing
buah dengan ukuran sebesar kacang (Mahmood et al., 2010).
4. Kandungan Kimia
Teh hijau terdiri atas kandungan kimia yang kompleks. Teh hijau
mengandung alkaloid, saponin, tanin, katekin polifenol 15-20% protein dan 1-4%
asam amino seperti asam glutamat, triptopan, glycine, serin, tirosin, valin, leucine,
threonin dan arginin. Selain itu, terdapat unsur karbohidrat seperti selulosa, glukosa,
pektin dan fruktosa. Teh hijau juga mengandung berbagai macam mineral dan
vitamin (B, C dan E), lipid, pigmen berupa klorofil dan enzim-enzim yang berperan
sebagai katalisator contohnya enzim amilase, protease, peroksidase dan polifenol
oksidase. Daun teh mengandung zat-zat yang larut dalam air, seperti katekin, kafein,
asam amino, dan berbagai gula. Kandungan utama dalam teh adalah polifenol 30–
35%, sisanya berupa karbohidrat 25%, kafein 3,5%, protein 15%, asam amino 4%,
lignin 6,5%, asam organik 1,5%, lipid 2%, klorofil 0,5%, karotenoid kurang dari
0,1% dan senyawa-senyawa volatil 0,1%. Polifenol yang merupakan senyawa
terbanyak di dalam teh memiliki keluarga senyawa yang disebut dengan flavonoid.
Flavonoid telah diketahui menunjukkan sejumlah besar aktivitas di alam, salah
satunya sebagai bahan antibakteri. Teh hijau memiliki banyak manfaat dalam bidang
kesehatan, diantaranya yaitu teh hijau memiliki peran sebagai anti radang, anti
penggandaan sel, anti agregasi, menurunkan kadar kolesterol LDL, mencegah proses
aterosklerosis, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menurunkan berat badan dan
7
2. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder megandung unsur nitrogen (N)
biasanya pada cincin heterosiklis dan bersifat basa. Senyawa alkaloid kebanyakan
berbentuk padatan dan berwarna putih, tetapi ada yang berupa cairan yaitu nikotin,
ada juga yang berwarna kuning, seperti berberin dan serpetin, sedangkan kolkisin dan
risinin merupakan akaloid bersifat tidak basa. Senyawa efedrin dan meskalin
merupakan contoh alkaloid dengan unsur N pada rantai alifatik yang sering disebut
dengan istilah aminakaloid atau protokaloid. Senyawa yang memiliki atom N, tetapi
tidak termasuk dalam golongan alkalod antara lain asam amino, asam nukleat,
nukleotida, porfirin, senyawa nitro dan nitroso (Hanani, 2015). Rumus Bangun
Alkaloid dapat dilihat pada Gambar 2.2
9
4. Fenol
Fenol merupakan metabolit sekunder pada tanaman yang terdiri dari satu atau
lebih turunan hidroksi dari cincin benzena. Senyawa fenol tersebar luas pada seluruh
bagian tanaman dan digunakan sebagai pertahanan diri. Fenol dalam kesehatan
memiliki berbagai macam aktivitas seperti antibakteri dan antifungi (Christina dkk,
2010). Fenol larut dalam air pada temperatur kamar, selain itu fenol larut dalam
benzena, dan sangat larut dalam kloroform, eter, gliserol, dan karbon disulfida (Cichy
dan Szymanowski, 2002). Senyawa fenol sebagai antibakteri memiliki mekanisme
denaturasi protein sel. Ikatan fenol yang terbentuk antara fenol dan protein
mengakibatkan struktur menjadi rusak, sehingga menyebabkan terjadinya lisis pada
sel dikarenakan terganggunya permeabilitas dinding sel dan membran sitoplasma
(Palczar and Chan, 2008).
11
C. Metode Ekstraksi
Ekstrak merupakan material hasil penarikan oleh pelarut air atau pelarut organik
dari bahan kering atau dikeringkan. Pelarut dari hasil penyarian dapat dihilangkan
dengan cara penguapan menggunakan alat evaporator. Pelarut organik akan
menghasilkan ekstrak kental, sedangkan pelarut air didapatkan hasil serbuk yang pada
tahap akhirnya menggunakan alat freeze dryer (Paju et al ., 2013). Ekstraksi adalah
metode yang digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen dari suatu tanaman
atau hewan menggunakan sejumlah massa bahan (pelarut) yang tepat sebagai
pemisah. Pelarut pilihan utama untuk mengekstraksi metabolit sekunder yang belum
diketahui strukturnya dan untuk tujuan skrining adalah metanol, etanol 70%, dan
etanol 96%. Jika tujuannya mengisolasi dan memurnikan senyawa target dapat
menggunakan pelarut organik lain, seperti butanol, etil setat, kloroform, dan n-
heksana) (Saifuddin, 2014).
Tujuan ekstraksi adalah menarik atau memisahkan senyawa dari campurannya
atau simplisia. Pemilihan metode dilakukan dengan memperhatikan anatara lain sifat
senyawa, suhu dan tekanan yang merupakan faktor perlu diperhatikan dalam
melakukan ekstraksi. Metode ekstraksi yang dipilih untuk mendapatkan senyawa
bahan alam tergantung pada jenis sampel tumbuhan yang ada misalnya senyawa
berupa cairan yang mudah menguap berbeda dengan cairan yang tidak menguap
(Hanni, 2015). Ekstrak adalah sediaan cairan kental yang diperoleh dengan
mengektraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa
atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang
telah ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 2000). Hal yang perlu diperhatikan
dalam membuat ekstrak yaitu jumlah simplisia yang akan diekstrak, derajat kehalusan
simplisia, jenis pelarut yang digunakan, temperatur suhu penyari yang akan
menentukan jumlah dan kecepatan, penyaringan, lama waktu penyaringan dan proses
ektraksi (Hanani, 2015).
12
2. Cara Panas
a. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
b. Digesti adalah proses penyarian simplisia dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu 40-50°C.
c. Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru, yang
umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
d. Infudasi adalah proses penyarian dengan pelarut air pada temperatur 90°C
selama 15 menit
e. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan pelarut air pada temperatur 90°C
selama 30 menit.
D. Fraksinasi
Fraksinasi dapat diartikan sebagai pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak
berdasarkan perbedaan tingkat kepolaran. Pada prinsipnya senyawa polar diekstraksi
dengan pelarut polar, sedangkan pelarut non polar diekstraksi dengan senyawa non
polar. Ekstrak kental yang telah didapatkan dari proses ekstraksi masih berpa ekstrak
kasar dan isinya masih kompleks, untuk itu perl dilakukan fraksinasi cair- cair atau
partisi. Pemisahan yang dilakukan berdasarkan tingkat kepolaran, dimulai dari non
polar, semi polar, hingga polar. Ekstrak metanol atau etanol harus dilarutkan dengan
air terlebih dahulu. Dalam pelaksanaan fraksinasi partisi, untuk memisahkan dua
pelarut yang konstanta dielektriknya berjauhan dianjurkan menggunakan corong
pisah bentuk buah pear atau yang lebih bulat. Pelarut yang konstanta dielektriknya
berdekatan, pada saat partisi dianjurkan menggunakan corong pisah yang bentuknya
lebih memanjang. Hasil pemisahan partisi yang memiliki konstanta dielektrik lebih
tinggi akan berada pada posisi atas, sedangkan yang memiliki konstanta dielektrik
lebih rendah akan berada pada posisi bawah corong pisah (Saifuddin, 2014).
14
E. Cairan Penyari
Dalam melakukan proses ektraksi diperlukan jenis pelarut yang sesuai dengan
komponen yang ingin diekstrak. Hal ini sesuai dengan prinsip dari ektraksi like
dissolve like, dimana pelarut non polar akan melarutkan komponen polar dan
sebaliknya, komponen non polar akan larut pada pelarut non polar. Pemilihan pelarut
harus disesuaikan dengan komponen bioaktif yang ingin diekstrak. Pelarut yang baik
harus memiliki nilai toksisitas yang rendah, mudah diuapkan pada suhu rendah,
bersifat mengawetkan, dan tidak menyebabkan ekstrak terurai. Pelarut yang paling
umum digunakan dalam penelitian aktivitas antimikroba adalah metanol, etanol dan
air pelarur seperti etanol bersifat polar akan mengektraksi senyawa fenol. Pelarut
semi polar mampu mengektrak senyawa fenol, terpenoid, alkaloid, aglikon, dan
glikosida. Sedangkan pelarut non polar dapat mengektraksi senyawa kimia seperti
lilin, lipid dan minyak yang mudah menguap (Anwar, 2013).
F. Bakteri
Nama bakteri berasal dari bahasa Yunani “bacterium” yang berarti batang. Saat
ini, nama tersebut digunakan untuk menyebut sekelompok mikroorganisme bersel
satu. Tubuhnya bersifat prokariotik, yaitu terdiri atas sel yang tidak mempunyai
pembungkus inti. Bakteri berkembang biak dengan membelah diri, karena begitu
15
kecil maka hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop. Bakteri walaupun bersel
satu tetapi mempunyai beberapa organel yang dapat digunakan untuk melaksanakan
beberapa fungsi hidup (Waluyo, 2004). Salah satu komponen penting penyusun sel
bakteri adalah peptidoglikan. Peptidoglikan ini memberikan bentuk dan menyebabkan
kakunya dinding sel. Susunan kimiawi dan struktur peptidoglikan khas untuk setiap
bakteri, sehingga perbedaan pada dinding sel inilah yang dimanfaatkan dalam
mengelompokkan bakteri berdasarkan teknik pewarnaan gram. Berdasarkan teknik
tersebut bakteri dibagi dua kelompok, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram
negatif (Pelczar dan Chan, 1986).
G. Pseudomonas aeruginosa
H. Antibakteri
Antibakteri adalah suatu senyawa yang digunakan untuk mengobati penyakit
infeksi dengan cara mempengaruhi pertumbuhan, perkembangbiakan, dan
kelangsungan hidup mikroorganisme, tanpa membahayakan kesehatan
17
≥ 20 mm Sangat kuat
10-20 mm Kuat
5-10 mm Sedang
≤ 5 mm Lemah
dibunuh dengan proses fisik dan kimia. Cara kerja antibakteri antara lain dengan
merusak dinding sel, merubah permeabilitas sel, merubah molekul protein dan asam
nukleat, menghambat kerja enzim, serta menghambat sintesis asam nukleat dan
protein (Rahmadani, 2015). Semakin tinggi konsentrasi suatu zat antimikroba akan
semakin cepat sel mikroorganisme terbunuh atau terhambat pertumbuhannya.
Aktivitas antimikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, konsentrasi atau
intensitas zat antimikroba, jumlah mikroorganisme, keasaman atau kebasaan (pH),
potensi suatu zat antimikroba dalam larutan yang diuji dan kepekaan suatu mikroba
terhadap konsentrasi antibakteri. Adapun macam cara pengujian antibakteri adalah
sebagai berikut.
1) Metode Difusi
a. Cara Cakram (disc) bertujuan untuk menentukan aktivitas agen antibakteri.
Metode ini dilakukan dengan meletakkan piringan yang berisi antibakteri agar
berdifusi kedalam media agar (Pratiwi, 2008). Setelah itu diinkubasi pada suhu
37oC selama 18-24 jam. Daerah bening disekitar cakram menunjukkan adanya
hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antibakteri (Maradona, 2013).
b. Cara Parit (ditch) Metode ini dilakukan dengan meletakkan sampel uji berupa
agen antibakteri kedalam parit yang dibuat dengan memotong media agar dalam
cawan petri pada bagian tengah secara membujur, kemudian bakteri digoreskan
kearah parit yang berisi agen antibakteri (Pratiwi, 2008). Langkah selanjutnya
yaitu diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Adanya daerah bening
disekitar parit menunjukkan hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen
antibakteri (Maradona, 2013).
c. Cara Sumur (cup) Cara sumur ini mirip dengan cara parit, yaitu dengan dibuat
sumur pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme dan pada sumur
tersebut telah diberi agen antibakteri yang akan diuji (Pratiwi, 2008). Selanjutnya
diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Adanya daerah bening disekitar
parit menunjukkan hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antibakteri
(Maradona, 2013). Metode sumur ini memiliki kelebihan, yaitu lebih mudah
20
J. Keaslian Penelitian
Tabel 2. 2 Keaslian Penelitian
K. Alur Penelitian
Replikasi 3 kali
B. Variabel Penelitian
1) Variabel Independen
Variabe Independen dari penelitian ini adalah konsentrasi 25% b/v, 12,5% b/v
dan 6,25% b/v fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air dari daun teh hijau.
2) Variabel Dependen
Variabel Dependen dari penelitian ini adalah diameter zona hambat (mm),
KHM (Kadar Hambat Minimum) dan KBM (Kadar Bunuh Minimum) amtibakteri
fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air dari daun teh hijau.
3) Variabel Terkendali
Variabel terkendali dari penelitian ini adalah media biakan P.aeruginosa yang
digunakan ialah Muller Hinton Agar (MHA), serta suhu dan lama inkubasi sampel
yaitu 37oC selama 1 x 24 jam.
26
27
D. Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian ini meliputi determinasi tanaman, pengumpulan simplisia,
penyiapan alat, pembuatan ekstrak, uji organoleptis, pemeriksaan karaktersitik
ekstrak, identifikasi senyawa, fraksinasi dan uji aktivitas antibakteri.
1) Determinasi Tanaman
Identifikasi dan determinasi tanaman teh hijau dilakukan di Laboratorium
Universitas Setia Budi.
28
2) Pembuatan Simplisia
Daun teh hijau diambil di Desa Kemuning, Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.
Daun teh hijau dipilih, dipisahkan dari material lainnya misalnya akar dan daun,
kemudian dicuci bersih dengan air mengalir, dipotong kecil-kecil kemudian dikering
anginkan selama kurang lebih 10 hari, setelah itu, daun teh hijau hasil pengeringan
dihaluskan menggunakan blender, kemudian diayak dengan ayakan mesh No 60.
(Departemen Kesehatan RI, 1985).
3) Susut Pengeringan
Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah dikeringkan dengan
cara yang telah ditetapkan. Tujuan susut pengeringan adalah untuk memberikan
batasan maksimal (rentang) tentang banyaknya senyawa yang hilang pada saat proses
pengeringan. Sebanyak 3 g serbuk daun teh hijau dimasukkan ke dalam piringan
logam yang telah dilapisi oleh aluminium foil secara merata. Kemudian piringan
logam kedalam moisture balance. Atur suhu 105 oC selama 30 menit kemudian baca
hasil (Depkes, 2000).
4) Ekstraksi Daun Teh Hijau
Ekstrak dibuat dengan metode maserasi. Simplisia dimasukkan kedalam dua buah
botol berwarna coklat sebanyak masing-masing 250 gram. Kemudian ditambahkan
cairan penyari yaitu etanol 96% hingga seluruh simplisia terendam ditandai hingga
terdapat selapis pelarut diatasnya (2,5 liter). Botol ditutup rapat, kemudian disimpan
ditempat yang terlindung matahari selama 5 hari. Selama penyimpanan, kocok botol 3
kali sehari selama 15 menit. Pengocokan dilakukan untuk mempercepat proses
pelarutan komponen kimia yang terdapat dalam sampel.
Setelah 5 hari, hasil maserasi disaring dan ampasnya diperas, kemudian dilakukan
remaserasi selama 2 hari. Hasil yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator
sampai pelarutnya menguap dan dilanjutkan proses pengeringan sisa pelarut pada
ekstrak menggunakan oven pada suhu 40 oC agar diperoleh ekstrak kental (Ditjen
POM, 1979).
29
2) Katekin
Analisa kualitatif katekin digunakan fase diam berupa plat silika gel GF254 dan
fase gerak etil asetat: air: esam format dengan perbandingan (18:1:1 v/v). Noda-noda
pada proses elusi diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm, serta diuji kimia
dengan menyemprotkan larutan FeCl3, warna biru kehitaman menunjukkan adanya
katekin (Rustanti et al., 2013).
3) Saponin
Identifikasi senyawa saponin dilakukan menggunakan KLT, fase diam silika gel
GF254 dan fase geraknya fase gerak kloroform : metanol : air (13:7:2) dengan
pereaksi semprot Liberman Bourchardat (LB) Senyawa saponin akan terlihat ungu
atau noda gelap pada sinar UV 254 nm dan UV 366 nm. Pada sinar tampak bercak
berwarna merah, kuning, biru tua, ungu, hijau atau kuning coklat (Endarini, 2019).
4) Fenol
Uji kualitatif menggunakan metode KLT. Larutkan ekstrak ditotolkan pada plat
KLT dengan menggunakan pipa kapiler pada jarak 1 cm dari garis bawah. Plat KLT
yang digunakan terbuat dari silika gel GF254 dengan ukuran 6,5 cm x 2 cm.
Selanjutnya dielusi menggunakan fasa gerak yaitu n-heksan: etil asetat: metanol
dengan perbandingan (2:7:2). Setelah terelusi lempeng diangkat dan dikeringkan,
diamati bercak pada lampu UV254 nm dan UV366 nm dengan penampak bercak besi
(III) klorida (FeCl3). Hasil positif fenol jika noda berwarna hijau, merah, ungu, biru
atau hitam yang kuat.
pisah. Setelah didiamkan, akan terjadi pemisahan antara farksi n-heksan dan fraksi
air. Kemudian diambil fraksi n-heksan yang berada dibagian atas corong pisah (BJ n-
heksan lebih kecil daripada air. Ulangi fraksinasi n-heksan hingga 3 kali penyarian
disatukan.
Fraksi etanol air dari hasil ekstraksi dengan n-heksan dimasukkan kembali
kedalam corong pisah. Kemudian ditambahkan pelarut etil asetat sebanyak pada
corong pisah, lalu dikocok secara perlahan sampai pelarut tercampur dengan sekali-
kali membuka kran corong pisah. Setelah didiamkan, akan terjadi pemisahan antara
fraksi etil asetat dan fraksi air. Kemudian ambil fraksi etil asetat yang berada
dibagian atas corong pisah (BJ etil asetat lebih kecil daripada air). Ulangi fraksinasi
etil asetat hingga 3 kali sampai larutan berwarna bening. Fraksi etil asetat yang
diperoleh dari 3 kali penyarian disatukan.
Hasil fraksinasi yang telah pekat masing-masing diencerkan dengan
dimetilsulfoksida (DMSO) hingga diperoleh konsentrasi 25% b/v. Selanjutnya
dilakukan pengenceran kembali untuk mendapatkan 12,5% b/v, dan 6,25% b/v.
G. Penyiapan Alat
Alat berbahan kaca yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri disetrilkan
terlebih dahulu menggunakan oven pada suhu 170 oC selama 2 jam dan untuk alat
yang didalamnya berisi media disetrilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC
selama 15 menit. Jarum ose disterilisasi dengan cara pemijaran dengan jalan
melewatkan pada nyala api (Harti, 2015).
2017).
Buat sediaan pada objek gelas, keringkan, kemudian rekatkan (fiksasi) 3x diatas
api bunsen. Kemudian tuangkan dengan larutan karbol-gentian-violet (sesudah
sediaan dingin), biarkan selama 5 menit. Zat warna dibuang dan bubuhi dengan
larutan mordant (lugol), diamkan selama kira-kira 1-3 menit. Lugol dibuang dan
preparat dicelupkan kedalam alkohol 96%, sampai warna gentian violet lepas
(sampai gentian tidak ada luntur lagi ). Cuci dengan air kran sampai bersih,
kemudian bubuhi dengan cat-penutup (counter stain) larutan water-fuchsin, biarkan
kira-kira 1-2 menit. Cuci dengan air kran, keringkan dalam temperatur kamar, lihat
dengan mikroskop memakai lensa rendam minyak. Gram Positif = ungu. Gram
negatif = merah.
3) Media KIA
Pada medium KIA dilakukan inokulasi berupa tusukan dan goresan dengan bakteri
P.aeruginosa dan di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Identifikasi bertujuan
untuk mengetahui adanya fermentasi karbohidrat dan sulfida. Diamati pada bagian
lereng dasar, terdapatnya gas serta terbentuknya warna hitam pada media. Uji positif
bila pada bagian lereng akan berwarna merah (ditulis K), bagian dasar berwarna
kuning (ditulis A), terbentuknya gas ditandai dengan pecahnya media (ditulis G+),
sulfida positif terbentuk warna hitam pada media (ditulis G+).
4) Media CITRAT
Pada medium CITRAT biakan bakteri dilakukan inokulasi berupa tusukan dan
goresan dengan bakteri P.aeruginosa dan diinkubasi selam 24 jam pada suhu 370C.
sitrat nya menghasilkan warna biru atau positif.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel daun teh hijau diambil di Desa Kemuning, Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.
Daun teh hijau dipilih, dipisahkan dari material lainnya misalnya akar dan daun, kemudian
dicuci bersih dengan air mengalir, dipotong kecil-kecil kemudian dikering anginkan selama
kurang lebih 10 hari, setelah itu, daun teh hijau hasil pengeringan dihaluskan menggunakan
blender, kemudian diayak dengan ayakan mesh No 60. Pengeringan dilakukan untuk
mengurangi kadar air agar tidak mudah terjadi pertumbuhan bakteri serta jamur (Gunawan &
Mulyani, 2004).
Tabel 4.1 Persentase bobot kering terhadap bobot basah daun teh hijau
Bobot basah (g) Bobot Kering (g) Persentase (%)
3000 (g) 1000 (g) 33,3%
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa daun teh hijau dengan bobot basah
3000 gram dikeringkan diperoleh bobot kering sebesar 1000 gram. Persentase bobot
kering terhadap bobot basah sebesar 33,3%. Perhitungan persentase bobot basah
terhadap bobot kering dapat dilihat pada lampiran 3
Daun teh hijau yang telah kering dibuat serbuk dengan cara diblender sampai
halus dan diayak dengan ayakan mesh nomor 60 untuk memperkecil ukuran partikel
serbuk. Hal ini dikarenakan semakin kecil ukuran partikel maka semakin halus serbuk
yang digunakan akan menghasilkan randemen yang tinggi, selain itu ukuran bahan
38
yang sesuai akan menjadikan proses ekstraksi berlangsung dengan baik dan tidak
memakan waktu yang lama.
C. Penetapan Susut Pengeringan Serbuk Daun Teh Hijau
Penetapan kadar air ekstrak daun teh hijau 2 gram ditimbang dengan wadah yang
sudah ditara sebelumnya. Kemudian ekstrak dikeringkan dengan suhu 105oC selama 1 jam,
dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan 2
penimbangan berturut-turut. Hasil dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Hasil Kadar Air Ekstrak Etanol 96% Daun Teh Hijau
Berat Ekstrak Kadar Air %
1,03%
2g 1,14%
1,19%
Hasil Uji kadar air didapatkan pada setiap pengulangan sampai berat konstan
adalah 1,03%, 1,14%, dan 1,19%. Hasil uji kadar air teh hijau memenuhi syarat yaitu
selisih setiap penimbangan < 0,25% (Departemen Kesehatan RI, 2000). Hasil
perhitungan kadar air dapat dilihat pada lampiran 6.
F. Uji Bebas Etanol Daun Teh Hijau
Uji bebas etanol dilakukan dengan cara ekstrak kental dau teh hijau ditambahkan
dengan H2SO4 pekat dan CH3COOH 1% kemudian dipanaskan. Hasil uji bebas etanol
daun teh hijau dilihat pada tabel 4.5
40
Hasil Uji bebas etanol menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau sudah bebas dari pelarut
etanol 96% yang ditunjukkan tidak ada bau ester yang khas dari etanol. Tujuan uji bebas
etanol adalah untuk didapatkan ekstrak yang murni tanpa ada kontaminasi, selain itu etanol
sendiri bersifat sebagai antibakteri dan antifungi sehingga tidak akan menimbulkan positif
palsu pada perlakuan sampel (Kurniawati, 2015). Hasil uji bebas etanol dauh teh hijau dapat
dilihat pada lamiran 7
Identifikasi terhadap kandungan kimia dengan uji kromatografi lapis tipis (KLT)
dilakukan pada ekstrak kental daun teh hijau (Camelia sinensis L) tujuannya untuk
mengetahui adanya kandungan senyawa katekin, alkaloid, saponin dan fenol pada ekstrak teh
hijau tersebut. Hasil identifikasi kandungan kimia senyawa ekstrak daun teh hijau dapat
dilihat pada tabel 4.6 dan gambar identifikasi KLT bisa dilihat pada lampiran 8
Tabel 4.6 Hasil Uji Fitokimia Daun Teh Hijau
Kandungan Penampakan UV
Fase gerak Rf UV 254 Ket
Kimia Noda 366
etil Jingga
Hijau
Alkaloid asetat:metanol: 0,75 Jingga kekuni +
muda
air (9:2:2) ngan
etil
Biru
Katekin asetat:air:asan 0,875 Hitam Hitam +
kehitaman
format (18:1:1)
41
kloroform :
Merah
Saponin metanol : air 0,525 Merah ungu - +
ungu
(13:7:2)
n-heksan: etil
Biru
Fenol asetat: metanol 0,95 Hitam Hitam +
kehitaman
(2:7:2)
KLT merupakan metode pemisahan senyawa kimia dengan menggunakan fase diam dan
kepolaran noda, pemisahan ini didasarkan pada sifat kepolaritas senyawa. Senyawa dengan
fase geraknya akan terelusi terlebih dahulu dibandingkan senyawa dengan sifat polaritas yang
berbeda dengan fase geraknya. Hal ini mengakibatkan nilai Rf dari masing-masing noda
berbeda dengan fase geraknya tergantung pada polaritasnya.
Hasil dari uji fitokimia daun teh hijau pada uji alkaloid, warna yang dihasilkan adalah
berwarna jingga yang menandakan uji positif pada golongan alkaloid dalam ekstrak.
Memberikan hasil positif yang ditandai dengan timbulnya noda berwarna jingga (Rf = 0,75),
setelah plat KLT disemprot dengan pereaksi dragendorff. Selanjutnya pengamatan dengan
sinar tampak, berwarna jingga pada UV 254 nm dan berwarna hijau muda pada UV 366 nm
menegaskan adanya kandungan alkaloid pada ekstrak etanol teh hijau (Endarini, 2019).
Alkaloid positif bila timbul noda berwarna coklat atau jingga setelah penyemprotan
Dragendorff. Pada pengujian senyawa golongan katekin, Jika timbul warna hitam setelah
penyemprotan pereaksi FeCl 3 menunjukkan adanya senyawa katekin dalam ekstrak
(Marliana, 2007). Terdapat noda dengan Rf 0,825 dugaan adanya katekin ditunjukkan dengan
adanya warna hijau kehitaman atau biru tinta (Harborne, 1987). Pada kromatografi lapis tipis
(KLT) senyawa saponin akan membentuk warna merah muda hingga ungu atau violet setelah
disemprot dengan senyawa saponin akan membentuk warna merah muda hingga ungu atau
violet setelah disemprot dengan H 2SO4 10% dan dipanaskan (Endarini, 2019). Terdapat
timbul noda dengan Rf 5,25 berwarna merah ungu pada pengamatan dengan sinar tampak
berwarna merah pada UV 366 nm. Jika timbul warna ungu-merah atau ungu setelah
penyemprotan pereaksi anisaldehid asam sulfat menunjukkan adanya saponin,
terpenoid/steroid dalam ekstrak (Endarini, 2019). Pada pengujian senyawa golongan fenol
dan tanin, Jika timbul warna hitam setelah penyemprotan pereaksi FeCl menunjukkan adanya
42
senyawa polifenol dalam ekstrak (Marliana, 2007). Terdapat noda dengan Rf 0,95
Dugaan adanya gugus fenol ditunjukkan dengan adanya warna hijau kehitaman atau
biru tinta (Harborne, 1987).
Ekstrak kental daun teh hijau ditimbang sebanyak 10 gram untuk dilakukam
fraksinasi. Senyawa-senyawa yang bersifat non polar akan masuk pelarut polar,
begitu pula senyawa bersifat non polar akan masuk ke pelarut non polar dan senyawa
semi polar akan masuk ke pelarut semi polar. Kemudian dilarutkan dengan pelarut air
sebanyak 75 mL kemudian difraksinasi dengan pelarut n-heksan sebanyak 75 mL.
dengan corong pisah digojog selama 15 menit sampai terjadi pemisahan. Hasil fraksi
n-heksan diuapkan dan residu yang didapat dilakukan fraksinasi lanjutan dengan etil
asetat sebanyak 75 mL digojog sampai terjadi pemisahan kemudian hasil fraksi etil
asetat dan air diuapkan. Hasil perhitungan persentase randemen fraksinasi dari fraksi
etil asetat daun teh hijau diperoleh persentase yaitu 39,95%, kemudian pada fraksi n-
heksan hijau diperoleh persentasse rata-rata yaitu 12,02%. Hasil randemen yang
berbeda dari tiap fraksi berkaitan dengan banyaknya senyawa yang terkandung
didalam daun teh hijau. Hasil hitungan randemen fraksinasi dapat dilihat pada
lampiran 9.
Tabel 4.7 Hasiil randemen fraksinasi etil asetat, n-heksan dan air daun
hijau
Pelarut Rata-rata Randemen (%)
n-heksan 44,37%
Air 35,61%
43
Uji biokimia bakteri merupakan suatu cara atau perlakuan yang dilakukan untuk
mengindetifikasi dan mendeterminasi suatu biakan murni bakteri hasil isolasi melalui
sifat-sifat fisiologinya. Hasil Identifikasi biokimia P.aeruginosa ATCC 27853 dapat
dilihat pada tabel 4.7
44
Tabel 4.7 Hasil Uji Biokimia SIM, LIA, KIA dan CITRAT pada bakteri
P.aeruginosa
Media Hasil Uji
SIM --+
KIA K/K S-
LIA K/K S-
CITRAT +
menunjukkan hasil positif P.aeruginosa (K/KS-), K/K artinya pada lereng dan dasar
media bewarna ungu, hal ini menunjukkan bahwa bakteri tidak mendeaminasi lisin
tetapi mendekarboksilasi lisin yang menyebabkan reaksi basa (warna ungu) diseluruh
media. Tanda S- artinya uji H2S negatif ditunjukkan dengan tidak adanya warna hitam
pada media LIA (Maneak, 2018).
Pengujian pada media citrate untuk mengetahui kemampuan bakteri
menggunakan citrat sebagai sumber karbon tunggal. Hasil pengujian pada media
citrate yang telah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C menunjukkan hasil
positif. Hasil menunjukkan bahwa P.aeruginosa menggunakan citrate sebagai
sumber karbon tunggal (Bridson, 2006). Hasil gambar identifikasi biokimia dapat
dilihat pada lampiran 14.
pada cawan petri. Setelah inkubasi 370C selama 24 jam, zona bening yang terdapat
disekitar cakram menunjukkan bahwa fraksi teh hijau mampu menghambat
pertunbuhan bakteri P. aeruginosa ATCC 27853
Hasil pengujian aktivitas antibakteri diperoleh hasil bahwa fraksi etil asetat, fraksi
n-heksan, fraksi dan fraksi air dari daun teh hijau dapat menghambat pertumbuhan P.
aeruginosa dengan menunjukkan adanya daya hambat disekitas kertas cakram.
Berdasarkan hasil pada tabel 4.8 pengujian aktivitas bakteri dapat dilihat semakin
besar konsentrasi maka semakin besar daya hambat pada masing-masing kelompok.
Kemampuan antibakteri dalam menghambat mikroorganisme tergantung pada
konsentrasi dan jenis antibakteri. Semakin tinggi konsentrasi suatu antibakteri, maka
daya hambat yang terbentuk semakin besar. Semakin tinggi konsentrasi pada bahan
antibakteri, maka zat aktif yang terkandung semakin banyak, sehingga akan semakin
meningkat dalam menghambat bakteri dan dapat membentuk zona bening yang lebih
luas (Rastina et al., 2015).
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Secara Difusi Terhadap
Bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
Pelarut Konsentrasi Hasil Zona Hambat Rata-rata
I II III
6,25% 12,5 13 12,5 12,8
Etil Asetat 12,5% 14,5 15,5 15,5 15,5
25% 20 20,5 21 20,5
6,25% 6 6,5 6,5 6,2
N-Heksan 12,5% 8,8 8,5 8,5 8,6
25% 10,5 12,3 12,5 11,7
6,25% 6,3 7,5 7,7 7,1
Air 12,5% 9 9,4 9 9,1
25% 14 15 15,5 14,8
Kontrol (-)
10% 0 0 0 0
DMSO
Kontrol (+)
5µL 29 28,5 29 28,8
ciprofloxacin
Berdasarkan pada tabel 4.8 hasil menunjukkan bahwa fraksi n-heksan, etil asetat
47
dan air memiliki efek dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil analisis etil
asetat yang paling efektif membunuh bakteri karna memiliki daya hambat paling
besar dengan rata-rata diameter 20,5 mm. Etil asetat merupakan pelarut yang bersifat
semi polar kemungkinan dapat menarik senyawa polar dan non polar. (Murdiyansah,
et al., 2020). Hal tersebut mengakibatkan fraksi etil asetat menjadi fraksi teraktif
dengan membentuk daya hambat paling besar dibandingkan dengan fraksi yang lain.
Hal ini dapat terjadi karna senyawa katekin termasuk senyawa polifenol, yang
mana senyawa ini dapat menghambat bakteri dengan cara merusak membran
sitoplasma bakteri yang tersusun oleh 60 % protein dan 40 % lipid yang umumnya
berupa fosfolipid. Senyawa katekin merusak membran sitoplasma yang menyebabkan
bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan
pada membran sitoplasma dapat mencegah masuknya bahan-bahan makanan atau
nutrisi yang diperlukan bakteri untuk menghasilkan energi akibatnya bakteri akan
mengalami hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian. Senyawa katekin juga
menghambat salah satu enzim bakteri yaitu DNA gyrase yang berfungsi sebagai
katalisator untuk membuka ikatan double helix agar untai DNA dapat direplikasi dan
ditranskirpsi. Katekin menempel pada situs pengikat ATP, sehingga ATP tidak bisa
terikat pada enzim. Hal itu menyebabkan pertumbuhan bakteri menjadi terlambat
(Rustanti et al., 2013).
Kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini adalah disc ciprofloxacin.
Pemilihan ciprofloxacin sebagai kontrol positif karna ciprofloxacin merupakan salah
satu antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan P.aeruginosa ATCC 27853.
Ciprofloxacin membunuh bakteri dengan cara mengikat enzim DNA gyrase yang
diperlukan DNA untuk berubah dari bentuk spiral ganda menjadi bentuk spiral
tunggal pada saat pembelahan sel. Kontrol negatif yang digunakan pada penelitian ini
adalah DMSO 10% yang bertujuan untuk mengetahui pelarut yang dipakai untuk
mengencerkan fraski tidak memiliki aktivitas antibakteri. Hal ini dibuktikan dengan
menunjukkan bahwa DMSO 10% tidak memiliki zona hambat terhadap P.aeruginosa
ATCC 27853.
48
Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji analisis data. Analisis data
menggunakan uji One Way ANOVA pada SPSS 23. Uji tersebut bertujuan untuk
mengetahui ada atau tidak perbedaan yang signifikan antara fraksi etil asetat, n-
heksan, dan air dengan kontrol positif ciprofloxacin. Hasil uji One-Sample
Kolmogorov-Smmirnov diperoleh signifikan 0,112 > 0,05 maka H 0 diterima, data
tersebut terdistribusi normal sehingga dapat dilanjutkan uji One Way ANOVA. Hasil
uji Homogeneity Of Variences adalah 0,184 > 0,05 yang artinya ketiga sampel
memiliki varian yang sama atau homogen. Hasil signifikan dari data uji ANOVA
yaitu 0,000 < 0,05 yang artinya ketiga sampel ada perbedaan dalam diameter zona
hambat.
2) Pengujian aktivitas antibakteri secara dilusi
Pengujian aktivitas antibakteri secara dilusi ini menggunakan hasil yang diperoleh
dari uji difusi yaitu fraksi etil asetat yang paling aktif terhadap pertumbuhan
P.aeruginosa ATCC 27853. Pengujian aktivitas antibakteri metode dilusi untuk
mengetahui Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh
Minimum (KBM).
Pembuatan konsentrasi yaitu dengan larutan stok etil asetat 25%. Kemudian
diencerkan dengan pelarut DMSO 10%. Larutan stok tersebut dibuat konsentrasi
pengenceran yaitu 6,25%, 3,12%, 1,56% dan 0,78%. Kontrol positif yaitu
Ciprofloxacin sebagai kontrol positif dan DMSO 10% sebagai kontrol negatif.
Perhitungan pembuatan konsentrasi dapat dilihat dilampiran 5
Konsentrasi Hambat Minimum dapat ditentukan dari kadar terendah larutan uji
yang terlihat jernih, setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37℃ . Hasil
pengujian aktivitas antibakteri dari fraksi etil asetat daun teh hijau dengan metode
dilusi dapat dilihat pada tabel 4.9
Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) yang menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri dapat diketahui dengan menginokulasikan sediaan dari tabung uji pada
media MHA pada cawan petri, kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu
37℃. Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ditentukan pada media MHA dengan
49
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Secara
Dilusi Terhadap Pseoudomonas aeruginosa ATCC 27853
Replikasi
Konsentrasi
I II III
Kontrol (+) - - -
6,25% - - -
3,125% + + +
1,56% + + +
0,78% + + +
Kontrol (-) + + +
Keterangan : (+) ada pertumbuhan bakteri
(-) tidak ada pertumbuhan bakteri
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dapat ditentukan dari kadar terendah
larutan uji yang terlihat jernih, setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C hasil
menunjukkan terdapat larutan uji yang terlihat jernih yaitu konsentrasi 6,25%.
Konsentrasi Bunuh Minimum ditentukan pada media MHA dengan konsentrasi
minimum yang tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri. Hasil menunjukkan bahwa
fraksi etil asetat memiliki konsentrasi bunuh minimum sebesar 12,5%. Gambar hasil
uji aktivitas antibakteri secara dilusi dapat dilihat pada lampiran 17.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian uji aktivitas antibakteri fraksi etil asetat, fraksi n-
heksan, dan fraksi air dari daun teh hijau (Camelia sinensis L) terhadap Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853 dapat disimpulkan bahwa:
1. Fraksi etil asetat, fraksi n-heksan, dan fraksi air dari daun teh hijau (Camellia
sinensis L) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853.
2. Fraksi etil asetat dari ekstrak daun teh hijau (Camelia sinensis L) pada
konsentrasi 25% mempunyai aktivitas antibakteri teraktif terhadap Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853.
3. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) fraksi etil asetat dari ekstrak daun teh
hijau (Camellia sinensis L) sebagai antibakteri terhadap Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853 yaitu sebesar 6,25% dan Konsentrasi Bunuh Minimum
(KBM) fraksi etil asetat dari ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L) sebagai
antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yaitu sebesar
6,25%.
B. Saran
1. Perlu dilakukan lebih lanjut tentang uji aktivitas antibakteri daun teh hijau
(Camelia sinensis L) terhadap bakteri lain.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentanng aktivitas antibakteri daun teh
hijau (Camelia sinensis L) dengan menggunakan metode penyari yang lain.
51
DAFTAR PUSTAKA
Amriani & Sari, L. P. (2015). Uji Efek Antibakteri Ekstrak Daun Teh (Camellia
sinensis L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. Jurnal Ilmiah
PANNMED, 9(3), 210-14.
Atmojo, E.D. (2012). Analisis Sikap dan Kepuasan Konsumen Terhadap The Celup
Merek Sarimurni. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Bogor.
Bistani, D. A. (2006). Efek Diuretik Kopi Susu Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus)
dengan Variasi Jenis Susu. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Cockerill, F.R., Matthew A. W., Jeff A., Michael N.D George M.E., Mary J.. F.,
(2012), Performance Standars for Antimicrobial Disk Susceptibility Test;
Approved Standard. Edisi 8. CLSI document M02-A11. Wayne, PA: Clinical
and Laboratory Standards Institute.Aulia, S. S., S. I. Iyan & Muchtaridi. 2014.
Devi, S., & Mulyani, T. (2017). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pacar
Kuku (Lawsonia inermis Linn) pada Bakteri Pseudomonas aeruginosa.
Journal of Current Pharmaceutical Sciences. 1(1), 30–35.
journal.umbjm.ac.id/index.php/jcps.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Edisi I.
Jakarta. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Dima, L. L. R., Fatimawali, & Lolo, W. A. (2016). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Daun Kelor (Moringa oleifera L.) terhadap Bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Pharmacon:Jurnal Ilmiah Farmasi. 5(2), 282–289.
Fatoni, A. (2015). Analisis secara Kualitatif dan Kuantitatif Kadar Kafein dalam
Kopi Bubuk Lokal yang Beredar di Kota Palembang menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis. STIFI Bhakti Pertiwi Palembang, Palembang.
Gandjar, I.G & A. Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
53
Gandjar, I.G & A. Rohman. (2012). Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Gritter, R.J., J.M.Bobbitt, & A.E. Schwarting. (1991). Pengantar Kromatografi. Edisi
Kedua. Penerbit ITB, Bandung.
Hayati, Z., Jannah, S. N., & Suprihadi, A. (2016). Isolasi Bakteriofag Spesifik
Pseudomonas sp. DA1 dari Biofilm pada Sistem Pengisian Air Minum Isi
Ulang. Jurnal Biologi, 5(3), 29–35.
Ifriana, F. N., & Kumala, W. (2018). Pengaruh ekstrak biji pala (Myristica fragrans
Houtt) sebagai antibakteri terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa.
Jurnal Biomedika Dan Kesehatan, 1(3), 172–178.
Irving, W., D. Ala’Aldeen, dan T. Boswell. 2006. Medical Microbiology. New York:
Taylor & Francis Group.
54
Kurniawati, E. (2015). Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Tunas Bambu Apus terhadap
Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara In Vitro. Jurnal
Wiyata, 2(2), 193– 199.
Puspitasari, L., D.A, S., & C.I.A., A. (2013). Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 95%
Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal Farmasi Udayana, 2(3),
1–5.
Putri, A. A. S., & Hidajati, N. (2015). Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Fenolik
Ekstrak Metanol Kulit Batang Tumbuhan Nyiri Batu (Xylocarpus
moluccensis). UNESA : Journal of Chemistry, 4(1), 41.
Radji, M., Agustama, R. A., Elya, B., & Tjampakasari, C. R. (2013). Antimicrobial
Activity of Green Tea Extract Against Isolates of Methicillin- Resistant
Staphylococcus aureus and Multi-Drug Resistant Pseudomonas aeruginosa.
55
Rivai, H., Septika, R., & Boestari, A. (2013). Karakterisasi Ekstrak Herba Meniran
(Phyllanthus niruri Linn). Jurnal Farmasi Higea, 5(2), 15–23.
Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi Edisi VI. ITB, Bandung.
Rustanti, E., A.Jannah & A.G. Fasya. 2013. Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa
Katekin dari Daun Teh (Cameliasinensis L. Var assamica) Terhadap Bakteri
Micrococcusluteleus. Jurnal ALCHEMY. 2(2). 138-149.
Safitri, N. A., Dewi, S. S., & Wardoyo, F. A. (2019). Aktivitas Ekstrak Meniran
(Phyllanthus niruri L.) terhadap Pertumbuhan Klebsiella pneumoniae dan
Pseudomonas aeruginosa. Prosiding Mahasiswa Seminar Nasional Unimus, 2,
76–82.
Sapara, T. U., Waworuntu, O., & Juliatri. (2016). Efektivitas Antibakteri Ekstrak
Daun Pacar Air (Impatiens balsamina L.) terhadap Pertumbuhan
Porphyromonas gingivalis. Pharmacon:Jurnal Ilmiah Farmasi, 5(4), 10–17.
Sari, D. P., Rahmawati, & P.W, E. R. (2019). Deteksi dan Identifikasi Genera Bakteri
Coliform Hasil Isolasi dari Minuman Lidah Buaya. Jurnal Labora Medika,
3(1), 29–35.
Surbakti, P. A. A., Queljoe, E. De, & Boddhi, W. (2018). Skrining Fitokimia dan Uji
Toksisitas Ekstrak Etanol Daun Binahong (Andredera cordifolia (Ten.)
Steenis) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Pharmacon:
56
Sutrisno, E., Adnyana, I., Sukandar, E. Y., Fidrianny, I., & Lestari, T. (2014). Kajian
Aktivitas Penyembuhan Luka dan Antibakteri Binahong (Anredera cordifolia
(Ten.) Steenis, Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) serta Kombinasinya
terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa dari
Pasien Luka Kaki Diabetes. Bionatura-Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati Dan Fisik,
16(2), 78–82.
Towaha, J. (2013). Kandungan Senyawa Kimia Pada Daun Teh (Camellia sinensis).
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 19(3), 12-6.
57
58
LAMPIRAN
59
Hijau
Perhitungan RF
Perhitungan Rf
3
1. Rf Alkaloid = =0,75
4
3,3
2. Rf Katekin = =0,825
4
3,8
3. Rf Saponin = =0,95
4
2,1
4. Rf Fenol = =0,525
4
63
bobot fraksi( g)
Randemen Fraksi = x 100 %
bobot ekstrak (g)
45,51+44,53+ 43,09
= 44,37%
3
3. Hasil perhitungan persen randemen air daun teh hijau
64
3,780 g
Randemen 1 = x 100 %=37,74 %
10,095
3,635 g
Randemen 2 = x 100 %=35,98 %
10,103
3,348
Randemen 3 = x 100 %=33,11 %
10,109
37,74+35,98+33,11
= 35,61%
3
Lampiran 10. Sertifikat hasil uji bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
65
66
2. Konsentrasi 12,5%
V 1 . C1 = V 2 . C2
V1. 100% = 5 ml x 12,5%
5 x 12,5 %
V1 = =0,625 g
100 %
Dilarutkan dengan DMSO 10% sampai 5 ml
3. Konsentrasi 6,25%
V 1 . C1 = V 2 . C2
V1. 100% = 5 ml x 6,25%
5 x 6,25 %
V1 = =0,3125 g
100 %
Dilarutkan dengan DMSO 10% sampai 5 ml
3. Konsentrasi 1,56%
V1 . N1 = V2 . N2
V1 x 3,12% = 2 x 1,56%
2 x 1,56 %
V1 = =¿ 1 ml
3,12 %
Dipipet 1 ml dari sediaan awal (3,12%) kemudian ditambahkan media NB 2 ml
4. Konsentrasi 0,78
V1 . N1 = V2 . N2
V1 x 1,56% = 2 x 0,78%
2 x 0,78 %
V1 = =¿ 1 ml
1,56 %
Dipipet 1 ml dari sediaan awal (1,56%) kemudian ditambahkan media NB 2 ml
Lampiran 13. Hasil pengenceran fraksi n-heksan, etil asetat dan air
Lampiran 15. Hasil pengujian aktivitas antibakteri secara difusi teh hijau
terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
R1
R2
R3
25%
25% 6,25% 6,25%
6,25% 25%
12,5%
+
12,5% 12,5%
R1
25% R2
R3
6,25%
25%
6,25%
6,25%
25%
12,5% 6,25%
12,5%
12,5% 25%
R1
R2 -
6,25%
R3
25% 6,25%
25%
71
Lampiran 16. Hasil pengujian aktivitas antibakteri secara difusi teh hijau
terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
Unstandardized Residual
N 33
Normal Parameters a,b
Mean .0000000
Std. Deviation 6.63641634
Most Extreme Differences Absolute .174
Positive .142
Negative -.174
Test Statistic .174
Asymp. Sig. (2-tailed) .112
1.561 10 22 .184
ANOVA
zona hambat