)
DENGAN PERLAKUAN STRA TIFlKASI
SKRIPSI
NAZMULASRI
130805043
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA urARA
MEDAN
2018
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Nazmul Asri
130805043
Disetuj ui di
Medan, Mei 2018
Pembimbing 1
ABSTRAK
11
ABSTRACT
111
Alhamdulillahirabbil 'alamin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT
alas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat rnenyelesaikan penulisan skripsi ini denganjudul
Induksi Perkecambahan Biji Apel (Malus sylvestris Mill.) Dengan Perlakuan
Stratifikasi dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana Sains
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada lbu Dr. Isnaini Nurwahyuni M.Sc
dan bapak M. Zaidun Sofyan, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi. Bapak Dr. Salomo Hutahaean M. Si dan lbu Dr. Suci
Rahayu M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik, saran dan
masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. Ibu Dr. Saleha Hannum, M.Si selaku ketua
departemen Biologi dan Bapak Arlen Hanel llion, M.Si selaku dosen pembimbing
akademik yang telah banyak memberikan bimbingan nasihat kepada penulis selarna
perkuliahan. Abangda Endra Raswin selaku pegawai administrasi, kakanda Siti
Khadijah selaku laboran dan seluruh staf dan dosen di Departemen Biologi Fakultas
MIP A USU dalam membantu dan memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat
bagi penulis. Penulis juga berterima kasih kepada seluruh ternan-ternan dan kakak
senior yang telah banyak membantu penulis selarna menjalani perkuliahan dan juga
selama penulis menyelesaikan penelitian hingga skripsi ini.
Penyelesaian skripsi ini juga tidak teriepas dari dukungan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih terbesar dan
teristimewa untuk Ayahanda tercinta Muhammad Yusuf Syah dan lbunda Nur'aini,
abangda Fadlan, Ridwan, Faisal, Abduh, kakanda Uswatun Hasanah dan adik-
adikku, Amin, Rasyid dan Khairani, serta penyemangat terbaik Suga yang senantiasa
memberikan doa, seman gat, kasih sayang dan bantuan dengan setulus hati dalam
penulis menyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
IV
Nazmul Asri
Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI
ABSTRAK 11
ABSTRACT 111
PENGHARGAAN IV
DAFTARISI VI
DAFTAR TABEL V111
DAFTAR GAMBAR IX
DAFTAR LAMPIRAN X
BAB 1. PendahnInan
1.1 Latar Be lakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Hipotesis 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
Vll
V111
IX
1.2 Pennasalahan
Permintaan buah apel yang tinggi tidak diikuti dengan jumlah produksi
sehingga harus dilakukan kegiatan impor. Jumlah produksi yang rendah diakibatkan
oleh kurang maksimalnya lahan penanaman buah apel dan kurangnya penyediaan
bibit. Bij i apel mengalami dorm ansi sehingga perlu dilakukan upaya pemecahan
dormansi secara stratifikasi sehingga pada penelitian ini dapat diketahui apakah
stratifikasi dengan lama inkubasi yang berbeda berpengaruh terhadap lama
perkecambahan dan pertumbuhan kecambah.
1.4 Hipotesis
Perlakuan stratifikasi dengan lama inkubasi yang berbeda terhadap biji apel
mampu mematahkan dormansi sehingga berpengaruh nyata meningkatkan
perkecambahan biji apel secara in vitro.
senyawa fenolik ke dalam medium sebagai respon terhadap perlukaan pada area
pemotongan yang dapat menyebabkan kematian pada eksplan. Sota et al. (2015)
menunjukkan bahwa kultur biji yang dilakukan pada tanaman apel mampu
menghindari terjadinya browning pada media akibat keluarnya senyawa fenolik ke
dalam media sebagai respon terhadap perlukaan.
dengan zat kimia, penyimpanan benih dalam kondisi lembab dengan suhu dingin dan
hangat atau disebut stratifikasi dan berbagai perlakuan lain (Yuniarti, 2015).
Perlakuan mekanis pada umumnya dipergunakan untuk memecahkan
dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air
atau gas, resistensi mekanis kulit perkecambahan yang terdapat pada kulit biji.
Perlakuan mekanis terdiri dari: Skarifikasi (mencakup seperti mengikir atau
mengosok kulit biji dengan kertas empelas, melubangi kulit biji dengan pisau dan
lain sebagainya) dan tekanan. Perlakuan kimia;yaitu perlakuan dengan memberikan
bahan-bahan kimia untuk memecahkan dormansi pada benih. Perlakuan pemberian
temperatur tertentu terdiri dari stratifikasi dan perlakuan dengan temperatur rendah
dan tinggi (Sutopo, 2004).
Pemecahan dormansi pada tanaman daerah temperate telah dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu dengan stratifikasi, perendaman dalam giberelin maupun
kombinasi keduanya. Penelitian pemecahan dormansi pada biji apel telah dilakukan
oleh Wan and Denis (1992) dengan memberikan perlakuan stratifikasi 9 dan 12
minggu. Berdasarkan penelitian terse but didapatkan hasil bahwa pemecahan
dormansi tercepat terdapat pada perlakuan stratifikasi selama 12 minggu. Selain
menggunakan stratifikasi, Wani et aI, (2014) telah melakukan pematahan dormansi
pada biji apel dengan perendaman menggunakan GA3 . Hasil penelitian menunjukkan
bahwa biji dengan perendaman di dalam GA3 selama 48 jam memberikan hasil yang
terbaik dalam meningkatkan perkecambahan.
Salah satu ZPT yang digunakan untuk memecah donnansi adalah giberelin.
Selain itu, giberelin juga dapat mengaktifkan pembelahan dan perbesaran sel, sintesis
RN A dan protein, pemanjangan batang dan pengaktifan enzim amilase, mobilisasi
endospenn cadangan selama pertumbuhan awal embrio, pemecahan donnansi tunas,
pemecahan donnansi sehingga biji dapat berkecambah, perkembangan bunga,
mampu memperpanjang internodus pada tumbuhan roset dan perkembangan buah
(Asra, 2012). Giberelin yang banyak dipasarkan dan paling lambat terurai adalah
GA3 (Murniati, 2007).
2.5 Stratifikasi
Selain penggunaan ZPT, pemecahan donnansi dapat dilakukan dengan
met ode stratifikasi. Stratifikasi merupakan salah satu cara pematahan donnansi
(breaking seeds dormancy) bagi beberapa jenis biji terutama famili Rosaceae.
Stratifikasi merupakan perlakuan dengan suhu rendah pada keadaan lembab.
Temperatur adalah faktor pemecah donnansi lingkungan paling penting bagi
tanaman di daerah temperate. Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam
benih yang berakibat menghilangnya bahan-bahan penghambat pertumbuhan atau
terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhandan zat pengatur
tumbuh seperti giberelin mulai aktif selama pendinginan. Metode stratifikasi dapat
dilakukan secara tunggal ataupun dengan melakukan kombinasi bahan lain seperti
ZPT (Suhendra, 2014).
Joshi and Ravi (2016) telah melakukan penelitian dengan mengkombinasikan
stratifikasi pada suhu 4°C dengan pemberian tambahan potassium nitrate (KN0 3) 0,3
% dan asam giberelin (GA3) 1000 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
stratfikasi dan perendaman di dalam KN0 3dan GA3seiama 48 jam merupakan hasil
yang terbaik dalam meningkatkan rata-rata perkecambahan sebesar 15,324 hari.
Perlakuan stratifikasi terhadap tanaman yang berada dalam famili yang sarna
dengan apel adalah stratifikasi terhadap tanaman stroberi. Arda (2014) telah
melakukan penelitian dengan melakukan kombinasi stratifikasi dan perendaman
dalam giberelin. Hasil menunjukkan bahwa stratifikasi pada suhu 4°C selama 1
minggu terhadap biji stroberi diperoleh waktu perkecambahan 16 hari lebih cepat
dibanding dengan bij i yang tidak diberi perlakuan stratifikasi.
iklim basah tanaman akan mengalami banyak kendala. Curah hujan yang ideal untuk
budidaya tanaman apel adalah 1000-2600 mm pertahun. Hal ini dikarenakan curah
hujan yang tinggi saat tanaman berbunga bisa menyebabkan bunga gugur dan gagal
menjadi buah. Tanaman apel juga membutuhkan cahaya matahari yang cukup,
minimum 50-60% setiap harinya dengan suhu berkisar l6-27°C karena tanaman apel
di Indonesia merupakan introduksi dari daerah subtropik. Sementara kelembaban
yang sesuai untuk tanaman apel adalah 75-85% (Sufrida, 2007).
Tanaman apel dapat tumbuh baik pada tanah yang bersolum dalam. Lapisan
tanah mempunyai bahan organik tinggi dan struktur tanahnya remah dan gembur,
mempunyai aerasi, penyerapan air dan porositas yang baik. Dengan demikian
pertukaran oksigen, pergerakan hara dan kemampuan menyimpan airnya optimal.
Seluruh kultivar apel yang ditanam di Indonesia pada kenyataannya adalah
introduksi dari luar negeri. Jenis Rome Beauty merupakan kultivar yang paling
banyak ditanam, hampir sekitar 70% dari total populasi apel di Malang. Tanaman
apel di Indonesia dapat dipanen 2 kali setahun. Pada umumnya buah apel dapat
dipanen pada umur 4-5 bulan setelah bunga mekar, tergantung pada varietas dan
iklim wilayah tersebut (Irawan, 2007).
Gambar 4.1 Tipe pertumbuhan pada eksplan biji apel (a). kecambah (b). kalus
Tabel 4.1 Jenis pertumbuhan biji apel yang ditanam dalam media MS
No. Perlakuan Jenis Pertumbuhan
1 2 3 4 5
1. So
2. S, Kecambah Kecambah Kecambah
3. S2 Kecambah Kecambah Kecambah Kecarnbah Kecarnbah
4. S3 Kecarnbah Kecarnbah Kecarnbah Kecarnbah Kecarnbah
5. S4 Kecarnbah Kecarnbah Kecarnbah Kecarnbah Kecarnbah
6. S, Kecarnbah Kecarnbah Kecarnbah Kalus Kalus
Ket: So: Tanpa perlakuan, S,: Stratifikasi 15 hari, S2: StratifIkasi 30 hari, S3~:StratifIkasi 45
hari, S4: Stratifikasi 60 hari, S,: StratifIkasi 75 hari
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat terlihat bahwa jenis pertumbuhan yang dialami biji
hampir rata-rata berupa kecambah, kecuali pada perlakuan S5. Pada perlakuan S5
yang merupakan perlakuan stratifikasi selama 75 hari ditemukan terbentuknya kalus
pada ulangan 4 dan ulangan 5. Kalus terbentuk setelah dilakukan subkultur terhadap
eksplan biji akibat adanya kontarninasi di sekitar eksplan. Terbentuknya kalus pada
bagian eksplan yang terluka diakibatkan oleh autolisis sel pada bagian yang terluka,
sehingga akan merangsang pembelahan sel pada lapisan berikutnya (Gunawan,
1992).
Induksi kalus diawali dengan dengan penebalan eksplan pada area yang telah
dipotong dan daerah yang mengalami perlukaan. Penebalan tersebut merupakan
interaksi antara eksplan dengan media tumbuh, zat pengatur tumbuh dan lingkungan
sehingga eksplan bertambah besar (Mahadi et al., 2014). Selain itu, terbentuknya
kalus pada media yang tidak diberikan zat pengatur tumbuh menunjukkan bahwa
eksplan memiliki kandungan auks in endogen yang cukup tinggi. Auksin endogen ini
dapat memicu terbentuknya kalus (Toharah et aI., 2015).
Gambar 4.2 Kecambah pada biji apel (a) kulit biji (b) bakal akar/radikula (c) bakal
daun/plurnula
Gambar 4.2 menunjukkan kecambah yang muncul setelah dilakukan
penanaman pada media. Munculnya kecambah diawali dengan terbentuknya bakal
daun dari biji hingga akhimya batang, daun dan akar terbentuk sempuma. Waktu
terbentuk kecambah pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.2.
30
~.
'"
..
:I: 2S
~
a
Ket:
"'" 20
rl
:;::;"
So: Stratiflkasi 0 hari
Sl: Stratiftkasi 15 hari
.,;;'"
rl
15 S2: Stratiflkasi 30 hari
§ S3: Stratif1kasi 45 hari
u
0
10 S4: Stratiftkasi 50 hari
;::" S5 : Stratifikasi 75 hari
• 5
"'
"
.!l
0 "
~ 0
SO 81 S2 S] 84 S5
Pcrlnkllflll
hari (S5) sedangkan yaitu 1,93 em dan yang terendah terdapat pada biji tanpa
perlakuan (So) dan stratifikasi se1ama 15 hari (SI). Pada perlakuan SI be1um dapat
di1akukan pengukuran panjang akar dikarenakan biji baru saja berkeeambah.
Pengaruh nyata pada perlakuan stratifikasi disebabkan oleh kemampuan stratifikasi
memeeahkan dormansi dan mengaktifkan berbagai hormon di da1am biji, salah
satunya ada1ah gibere1in sehingga mempengaruhi pemanjangan akar pada keeambah.
Perlakuan suhu dingin memberikan dampak terhadap perkeeambahan biji.
Sebe1um terjadi perkeeambahan, biji menyerap air yang menyebabkan pemanjangan
dari embrio biji. Ketika radiku1a te1ah dewasa dan ke1uar dari 1apisan penutup biji,
proses perkeeambahan baru dapat dikatakan sempurna (Miransari and Smith, 2013).
Perlakuan pemeeahan dormansi berupa stratifikasi ataupun stratifikasi dengan
penambahan gibere1in seeara signifikan memberikan dampak terhadap pertumbuhan
akar. Hal ini dikarenakan terjadinya pengaktifan gibere1in sehingga gibere1in tidak
hanya mematahkan dormansi tetapi juga memaeu proses pembentukan akar serta
pertumbuhan akar dengan 1ebih baik (Nasri et aI., 2013).
(SI). Rata-rata panjang batang tertinggi terdapat pada perlakuan stratifikasi selama 75
hari (S5) yaitu 2,4 em, sedangkan yang terendah terdapat pada biji tanpa perlakuan
(So) dan stratifikasi selama 15 hari (SI). Pengaruh nyata pada perlakuan stratifikasi
disebabkan oleh telah aktifnya berbagai hormon yang berperan dalam pemanjangan
batang, salah satunya adalah giberelin.
Giberelin berperan dalam pemanjangan dan pembelahan sel, pemeeahan
dormansi sehingga biji dapat berkembah, mobilisasi endosperm selama pertumbuhan
awal embrio, pemeeahan dormansi tunas, pertumbuhan dan pemanjangan batang,
perkembangan bunga dan buah, dan perpanjangan internodus sehingga tumbuhan
dapat memanjang (Hopkins, 1995).
Peran giberelin dalam pemanjangan sel melalui 2 eara yaitu pertama dengan
meningkatkan kadar auksin. Giberelin akan memaeu pembentukan enzim yang
melunakkan dinding sel yang akan melepaskan asam amino triftofan sehingga kadar
auksin meningkat. Kedua adalah dengan merangsang enzim a-ami lase yang akan
menghidrolisis pati sehingga kadar gula dalam sel akan naik dan menyebabkan air
yang masuk ke dalam sellebih banyak hingga sel memanjang (Asra et al., 2012).
Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa hampir seluruh pedakuan stratifikasi
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, keeuali pada stratifikasi s elama 15 hari
(SI). Rata-rata panjang keeambah tertinggi terdapat pada pedakuan stratifikasi
selama 75 hari (S5) sedangkan yang terendah terdapat pada pedakuan biji tanpa
pedakuan (So) dan stratifikasi selama 15 hari (SI). Pada pedakuan SI belum dapat
dilakukan pengukuran tinggi tanaman dikarenakan bij i baru saj a berkeeambah.
Pengaruh nyata yang diberikan oleh pedakuan stratifikasi disebabkan oleh telah
aktifnya berbagai hormon yang dapat memaeu pertumbuhan, sehingga keeambah
dapat tumbuh dengan baik.
Tinggi tanaman merupakan hasil dari proses pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Pertumbuhan tanaman pada dasarnya disebabkan oleh pembesaran sel (cell
enlargement) dan pembelahan sel (cell division). Peningkatan tinggi tanaman akibat
hormon giberelin diakibatkan oleh kemampuan giberelin merangsang pembelahan
sel, perbesaran sel hingga tanaman akan bertambah ukurannya. Giberelin mampu
melenturkan dinding sel dan menaikkan tekanan osmosis sehingga sel akan
membesar dan aktif dalam melakukan pembelahan (Arda, 2014).
Pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa hampir seluruh perlakuan stratifikasi
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun keeuali pada stratifikasi selama 15 hari (SI).
Rata-rata jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan stratifikasi selama 75 hari
(S5) yaitu 2,5 helai sedangkan yang terendah terdapat pada biji tanpa perlakuan (So)
dan stratifikasi selama 15 hari (SI). Pada perlakuan SI belum dapat dilakukan
penghitungan jumlah daun dikarenakan biji baru saja berkeeambah. Pengaruh nyata
pada perlakuan stratifikasi dibandingkan dengan biji tanpa perlakuan disebabkan
oleh peeahnya dormansi yang menyebabkan biji berkeeambah sehingga daun dapat
muneul seiring dengan pertumbuhan keeambah. Stratifikasi mampu mengaktifkan
berbagai hormon, seperti giberelin yang dapat memaeu terbentuknya daun.
Giberelin merupakan hormon yang mampu memaeu pertumbuhan seluruh
organ tumbuhan, termasuk daun dan akar. Hal ini dikarenakan hormon giberelin
mampu meningkatkan pembelahan sel dan apeks tajuk sehingga dapat memaeu
pertumbuhan batang dan daun muda, sehingga menyebabkan aktifnya proses
fotosintesis dan meningkatkan pertumbuhan seluruh organ tanaman, termasuk akar
(Salisbury and Ross, 1995).
Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa hampir seluruh perlakuan stratifikasi
berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas apabila dibandingkan dengan biji tanpa
perlakuan, keeuali pada stratifikasi selama 15 hari (SI). Rata-rata jumlah tunas
tertinggi terdapat pada perlakuan stratifikasi selama 60 hari (S4) dan 75 hari (S5)
yaitu S5 sedangkan yang terendah terdapat pada biji tanpa perlakuan (So) dan
stratifikasi selama 15 hari (SI). Pada perlakuan SI belum dapat dilakukan
penghitungan jumlah tunas dikarenakan biji baru saja berkeeambah.Akan tetapi, jika
dibandingkan antar masing-masing perlakuan stratifikasi tidak berbeda nyata.
Pengaruh nyata yang terlihat antara perlakuan stratifikasi jika dibandingkan dengan
biji tanpa perlakuan disebabkan oleh peeahnya dormansi yang diakibatkan oleh
perlakuan stratifikasi sehingga menyebabkan biji dapat berkeeambah dan tunas dapat
muneul seiring dengan pertumbuhan keeambah. Selain itu stratifikasi mampu
mengaktifkan berbagai hormon yang dapat memaeu terbentuknya tunas.
Giberelin dapat memaeu pembelahan sel karena hormon 1m mampu
meningkatkan hidrolisis pati, fruktan dan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yang
digunakan untuk respirasi sel sehingga energi untuk pertumbuhan tersedia. Kedua
monosakarida ini menyebabkan potensial air sel menjadi negatif sehingga air masuk
lebih eepat dan menyebabkan pembesaran selsehingga pertumbuhan tunas lebih
eepat (Lakitan, 1995).
Tunas merupakan hasil perkembangan meristem apikal sehingga tunas yang
berkembang nantinya akan membentuk formasi daun. Giberelin mampu mendorong
orientasi mikrotubul ke arah sumbu pertumbuhan sel dan penimbunan selulosa
sehingga sel membesar hanya ke aksis pertumbuhan dan menyebabkan tunas
memanj ang (Arif et aI., 2016).
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
a. Perlakuan stratifikasi mampu mematahkan dormansi terhadap biji ape\.
Perlakuan terbaik yaitu terdapat pada perlakuan stratifikasi selama 75 hari.
b. Perlakuan stratifikasi mampu meningkatkan pertumbuhan kecambah.
Pertumbuhan terbaik terdapat pada perlakuan stratifikasi selama 75 hari.
5.2 Saran
Saran dari penelitian ini adalah:
a. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan parameter tambahan lainnya
seperti luas permukaan daun, diameter batang dan lain-lain.
b. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan variasi suhu atau lama
stratifikasi
c. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan penambahan zat pengatur
tumbuh ke dalam media.