Anda di halaman 1dari 52

INDUKSI PERKECAMBAHAN BIJI APEL (Malus sylvestris Mill.

)
DENGAN PERLAKUAN STRA TIFlKASI

SKRIPSI

NAZMULASRI
130805043

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA urARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

INDUKSI PERKECAMBAHAN BIJI APEL (MalussylvestrisMill.) DENGAN


PERLAKUAN STRATIFIKASI

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2018

Nazmul Asri
130805043

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Induksi Perkecambahan Biji Apel


(Malus Sylvestris Mill.) Dengan Perlakuan Stratiftkasi
Kategori : Skripsi
Nama : Nazmul Asri
Nomor Induk Mahasiswa : 130805043
Program Studi : Sarjana Biologi
Fakultas : MIPA - Un iversitas Sumatera Utara

Disetuj ui di
Medan, Mei 2018

Pembimbing 1

Drs. M. Zaidun Sofyan, M.Si. Dr. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc.


NIP. 196301231990032001 NIP. 196005231985022001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


INDUKSI PERKECAMBAHAN BIJI APEL (Malus sylvestris Mill.)
DENGAN PERLAKUAN STRATIFIKASI

ABSTRAK

Penelitian tentang induksi perkeeambahan biji apel telah dilaksanakan di


Laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Tumbuhan Departemen Biologi
Universitas Sumatera Utara, Medan dari Mei 2017 sampai Februari 2018. Penelitian
1m bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan stratifikasi terhadap
pembentukan dan pertumbuhan keeambah biji ape!. Raneangan yang digunakan
yaitu raneangan aeak lengkap (RAL) non faktorial dengan 4 ulangan yaitu tanpa
perlakuan, stratifikasi selama 15, 30, 45, 60, dan 75 hari (dan direndam di dalam
GA3 selama 20 menit). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan
stratifikasi berpengaruh nyata terhadap pembentukan dan pertumbuhan keeambah
keeuali stratifikasi selama 15 hari. Perlakuan stratifikasi selama 75 hari
menunjukkan hasil terbaik pada setiap parameter pengamatan meliputi rata-rata
waktu berkeeambah yaitu 2,5 hari setelah tanam (HST), panjang akar yaitu 1,93 em,
panjang batang yaitu 2,4 em, panjang keeambah yaitu 4,75 em, jumlah daun yaitu 2,5
daun, jumlah tunas yaitu 2,75 tunas, berat basah yaitu 0,34 g dan berat kering
keeambah yaitu 0,023 g. Hasil terendah ditunjukkan oleh perlakuan stratifikasi
selama 15 hari. Perlakuan stratifikasi berpengaruh nyata terhadap pembentukan dan
pertumbuhan keeambah, akan tetapi berdasarkan hasil penelitian ini perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan meningkatkan lama waktu stratifikasi untuk
mendapatkan waktu stratifikasi yang optima!.

Kata kunci : Dormansi, Biji apeZ, Pertumbuhan kecambah, Stratifikasi,

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


GERMINATION INDUCTION OF APPLE SEED
(Malus sylvestris Mill.) BY STRATIFICATION TREATMENT

ABSTRACT

Research on germination induction of apple seed has been conducted in


Physiology and Plant Culture Laboratory Department ofBiology University ofNorth
Sumatera, Medan from May 2017 to February 2018, The purpose of this research
was to determine the effect of stratification treatment on the formation and growth of
apple seed sprout, The design used Completely Randomized Design (CRD) non-
factorial with 4 replications, The treatment used in this research is no stratification,
stratificationfor 15,30,45,60 and 75 days (and soaked in GA3for 20 minutes), The
results of statistical analysis showed that the stratification treatment had significant
effect on the formation and growth apple seed sprout except the treatment with
stratification for 15 days, Treatment with stratification for 75 days performed the
best result on each parameter includes average of germination time (2,5 days after
planting), root length (1,9 cm), stem length (2,4 cm), sprouts length (4,73 cm), leaf
number (2,33 leaves), shoot number (3 buds), wet weight (0,43 g) and dry weight
(0,0237 g), The lowest result was shown by stratification treatment for 15 days, The
stratification treatment had significant effect on the formation and the growth of
sprouts, however based on the results, further research is needed by increasing the
stratification time to obtain optimal result,

Keywords " Apple seed, Dormancy, Sprout growth, Stratification

111

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGHARGAAN

Alhamdulillahirabbil 'alamin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT
alas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat rnenyelesaikan penulisan skripsi ini denganjudul
Induksi Perkecambahan Biji Apel (Malus sylvestris Mill.) Dengan Perlakuan
Stratifikasi dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana Sains
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada lbu Dr. Isnaini Nurwahyuni M.Sc
dan bapak M. Zaidun Sofyan, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi. Bapak Dr. Salomo Hutahaean M. Si dan lbu Dr. Suci
Rahayu M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik, saran dan
masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. Ibu Dr. Saleha Hannum, M.Si selaku ketua
departemen Biologi dan Bapak Arlen Hanel llion, M.Si selaku dosen pembimbing
akademik yang telah banyak memberikan bimbingan nasihat kepada penulis selarna
perkuliahan. Abangda Endra Raswin selaku pegawai administrasi, kakanda Siti
Khadijah selaku laboran dan seluruh staf dan dosen di Departemen Biologi Fakultas
MIP A USU dalam membantu dan memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat
bagi penulis. Penulis juga berterima kasih kepada seluruh ternan-ternan dan kakak
senior yang telah banyak membantu penulis selarna menjalani perkuliahan dan juga
selama penulis menyelesaikan penelitian hingga skripsi ini.
Penyelesaian skripsi ini juga tidak teriepas dari dukungan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih terbesar dan
teristimewa untuk Ayahanda tercinta Muhammad Yusuf Syah dan lbunda Nur'aini,
abangda Fadlan, Ridwan, Faisal, Abduh, kakanda Uswatun Hasanah dan adik-
adikku, Amin, Rasyid dan Khairani, serta penyemangat terbaik Suga yang senantiasa
memberikan doa, seman gat, kasih sayang dan bantuan dengan setulus hati dalam
penulis menyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak

IV

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

Medan, Mei 2018

Nazmul Asri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR lSI

Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI
ABSTRAK 11
ABSTRACT 111
PENGHARGAAN IV
DAFTARISI VI
DAFTAR TABEL V111
DAFTAR GAMBAR IX
DAFTAR LAMPIRAN X

BAB 1. PendahnInan
1.1 Latar Be lakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Hipotesis 3
1.5 Manfaat Penelitian 3

BAB2. Tinjauan Pustaka


2.1 Kultur Jaringan 4
2.2 Kultur Biji 5
2.3 Dormansi Pada Bij i 6
2.4 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) 7
2.5 Stratifikasi 8
2.6 Tanaman Apel 8

BAB3. Metode Penelitian


3.1 Waktu dan LokasiPenelitian 11
3.2 Alat dan Bahan 11
3.3 Metode Penelitian 11
3.4 Prosedur Penelitian 11
3.4.1 Pemilihan Eksplan 11
3.4.2 Pembuatan Media 12
3.4.3 Pemberian Perlakuan 12
3.4.4 Sterilisasi Alat dan Ruang 13
3.4.5 Sterilisasi dan Penanaman Eksplan 13
3.5 Parameter Pengamatan 13
3.6 Analisis Data 13

BAB4. HasH dan Pembahasan


4.1 Tipe Pertumbuhan Biji 15
4.2 Waktu Berkecambah 16
4.3 Panjang Akar 18
4.4 Panjang Batang 19
4.5 PanjangKecambah 20
4.6 Jumlah Daun 21
VI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.7 Jumlah Tunas 23
4.8 Berat Basah Kecambah 24
4.9 Berat Kering Kecambah 25
BAB 5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 26
5.2 Saran 26

DAFTAR PUS TAKA 27


LAMPIRAN 30

Vll

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel
4.1 Tipe pertumbuhan biji apel yang ditanam dalam 14
media MS.
4.2 Panjang akar (em) pada masing-masing perlakuan. 18
4.3 Panjang batang (em) pada masing-masing perlakuan 19
4.4 Panjang Keeambah (em) pada masing-masing 20
perlakuan
4.5 Jumlah daun (helai) pada masing-masing perlakuan 21
4.6 Jumlah tunas (helai) pada masing-masing perlakuan 22
4.7 Berat basah (g) keeambah masing-masing perlakuan 23
4.8 Berat kering (g) keeambah masing-masing perlakuan 24

V111

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar
2.4 Apel Malang varietas Manalagi (Koleksi pribadi). 8
3.3.1 Eksplan biji apel malang varietas manalagi II
4.1 Tipe pertumbuhan pada eksplan biji apel 14
4.2 Munculnya kecambah pada biji apel 15
4.3 Waktu berkecambah biji apel pada masing-masing 17
perlakuan yang dihitung sej ak hari tanam

IX

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMP IRAN

Nomor Judul Halaman


Lampiran
1. Komposisi Media MS (Murashige & Skoog) 1962. 30
2. Data Pengamatan Perkecambahan Biji Apel 31
3. Data Waktu Berkecambah Biji Apel 17
3. Data Panjang Akar dan hasil statistik 33
4. Data Panjang Batang dan hasil statistik 34
5. Data Panjang Kecambah dan hasil analisis statistik 35
6. Data Jumlah Daun dan hasil analisis statistik 36
7. Data Jumlah Tunas dan hasil analisis statistik 37
8. Data Berat Basah Kecambah dan hasil analisis 38
statistik
9. Data Berat Kering Kecambah dan hasil analisis 39
statistik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BABI
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permintaan buah-buahan selalu mengalami peningkatan tanpa diikuti oleh
jumlah produksi sehingga menyebabkan harus dilakukan impor untuk memenuhi
permintaan pasar. Buah apel adalah salah satu buah yang memiliki nilai impor cukup
tinggi dibandingkan tanaman lain seperti jeruk mandarin, pir, anggur dan buah segar
lainnya (lrawan, 2007).
Apel (Malus sylvestris Mill.) adalah salah satu buah dari famili Rosaceae
yang banyak diminati oleh masyarakat di Indonesia, karena memiliki rasa yang enak
dengan kandungan vitamin yang tinggi sehingga sangat bermanfaat untuk
dikonsumsi. Di Indonesia, sentra tanaman apel terletak di kota Batu serta kecamatan
Poncokusumo, kabupaten Malang (Sellitasari, 2013). Pengembangan apel di
Indonesia belum begitu pesat sebagaimana yang diharapkan, bahkan pada beberapa
tempat mengalami penurunan yang cukup drastis (Irawan, 2007).
Selama ini, budidaya tanaman apel dilakukan dengan cara okulasi atau
penempelan (budding), sambungan (grafting) dan stek. Hanya saja cara ini
memerlukan tanaman donor ataupun tanaman penerima yang cukup banyak. Cara
lain yang dapat digunakan adalah dengan cara generatif, yaitu menggunakan biji.
Penggunaan biji dapat menyediakan jumlah bibit yang dibutuhkan. Akan tetapi
perbanyakan dengan menggunakan biji memiliki beberapa hambatan seperti
memerlukan waktu pertumbuhan yang lama, munculnya bibit yang menyimpang dari
induk dan dormansi pada biji.
Stratifikasi merupakan metode pemecahan dormansi dengan cara menyimpan
biji pada suhu rendah dengan kondisi lembab selama kurun waktu tertentu untuk
meningkatkan metabolisme biji sehingga biji dapat berkecambah. Salah satu
kesulitan perbanyakan apel dengan menggunakan biji adalah dormansi yang dialami
oleh biji. Apel yang merupakan tanaman daerah temperate memerlukan perlakuan
khusus untuk memecah dormansi agar dapat berkecambah. Pemecahan dormansi
pada biji apel dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

stratifikasi. Pitera dan Odziemkowski (2006) telah melakukan penelitian dengan


menyimpan buah apel dan pir pada suhu 2_3°C selama 5 bulan. Biji dipisahkan dari
buah dan disimpan kembali selama 59 hari pada suhu 2_3°C di dalam wadah yang
telah berisi media tumbuh berupa gambut spaghnum lembab dan diperkaya nutrisi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata waktu berkecambah 2,5-4,2 hari.
Perbanyakan tanaman apel tidak hanya dilakukan dengan media tanah tetapi
juga dapat menggunakan teknik kultur jaringan untuk memenuhi kebutuhan bibit.
Bibit hasil kultur jaringan bebas dari penyakit dan bahan bibit yang dihasilkan dapat
diperbanyak dengan cara subkultur sehingga kebutuhan bibit dapat terpenuhi.
Keberhasilan dalam teknik kultur jaringan dipengaruhi oleh media eksplan dan zat
pengatur tumbuh. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan
jaringan untuk hidup. Media yang digunakan pada induksi perkecambahan apel ini
merupakan media Murashige & Skoog yang merupakan medium dasar yang
mengandung hara essensial yang dapat menunjang kebutuhan nutrisi untuk
mikropropagasi banyak jenis tanaman (Razdan, 2004). Berdasarkan manfaat inilah
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap induksi
perkecambahan ape\.

1.2 Pennasalahan
Permintaan buah apel yang tinggi tidak diikuti dengan jumlah produksi
sehingga harus dilakukan kegiatan impor. Jumlah produksi yang rendah diakibatkan
oleh kurang maksimalnya lahan penanaman buah apel dan kurangnya penyediaan
bibit. Bij i apel mengalami dorm ansi sehingga perlu dilakukan upaya pemecahan
dormansi secara stratifikasi sehingga pada penelitian ini dapat diketahui apakah
stratifikasi dengan lama inkubasi yang berbeda berpengaruh terhadap lama
perkecambahan dan pertumbuhan kecambah.

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh lama stratifikasi yang terbaik
untuk perkecambahan biji apel secara in vitro.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

1.4 Hipotesis
Perlakuan stratifikasi dengan lama inkubasi yang berbeda terhadap biji apel
mampu mematahkan dormansi sehingga berpengaruh nyata meningkatkan
perkecambahan biji apel secara in vitro.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi cara mematahkan
dormansi biji pada apel secara stratifikasi di dalam media MS.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kultur Jaringan


Kultur jaringan di dalam beberapa bahasa asing disebut dengan tissue culture,
weefsel cultuus atau gewebe kultur. Pengertian kultur adalah budidaya sedangkan
jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sarna.
Maka kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi
tanaman anakan yang mempunyai sifat seperti induknya (Hendaryono, 1994).
Prinsip dasar dari kultur jaringan adalah totipotensi sel. Kultur jaringan
berkembang pesat dan banyak dipergunakan untuk berbagai keperluan penelitian
dasar seperti dalam agrobisnis dan farmasi. Dalam bidang agrobisnis, aplikasi teknik
kultur jaringan dapat menekan biaya produksi karena dapat menghasilkan bibit
dalam jumlah banyak dan dalam waktu relatif singkat, tidak memerlukan lahan yang
terlalu luas, tidak bergantung kepada iklim, bebas hama dan penyakit sehingga jika
dikirim ke luar negeri tidak perlu melalui proses karantina. Di Indonesia aplikasi
kultur jaringan telah membantu program hutan tanaman industri (Yuliarti, 2010).
Adapun keberhasilan kultur jaringan akan dipengaruhi oleh hal-hal seperti
bentuk regenerasi dalam kultur (pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio somatik,
pembentukan protocom like bodies dU), eksplan (yang merupakan bahan awal untuk
perbanyakan tanaman dengan mempertimbangkan varietas, umur eksplan, letak
cabang dan seks), media tumbuh yang mengandung garam anorganik dan zat
pengaturtumbuh (Yuliarti, 2010).
Penelitian mengenai kultur jaringan tanaman apel telah dilakukan dengan
menggunakan berbagai jenis media dan sumber eksplan yang berbeda. Media kultur
yang sering digunakan dalam kultur jaringan apel adalah media Murashige & Skoog
(MS), Quoirin and Lepoivre (QL), juglans medium dan Woody Plant Medium
(WMP). Cicotti et al (2006) telah melakukan penelitian perbanyakan tanaman
dengan menggunakan media MS, QL, WMP danjuglans medium. Media diperkaya
0.25 /lMIBA, 0.44 /lMBAP, dan 0.28 /lM GA3 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa
media MS merupakan media terbaik untuk pertumbuhan tunas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

Samudin (2009) telah melakukan penelitian kultur jaringan pada tanaman


apel dengan menggunakan tunas steril yang didapatkan dari kecambah biji apel
varietas fuji. Tunas sterillalu ditanam dalam media MS yang diperkaya NAA, BAP
dan kombinasi keduanya. Hasil penelitan menunjukkan bahwa kombinasi 4 ppm
BAP + 0,2 ppm N AA meningkatkan rata-rata jumlah ruas sebesar 20,33 ruas, jumlah
tunas sebesar 17,50 tunas danjumlah daun sebesar 31,83 daun.
Kumar et ai, (2016) melakukan perbanyakan tanaman apel varietas golden
delicious dengan menggunakan media MS dan eksplan daun steril. Media MS
diperkaya BA, IBA, kinetin, GA3 dan NAA. Hasil dari penelitian menunjukkan
bahwa kombinasi BA 2,0 mg/I dan NAA 0,02 mg/I merupakan perlakuan terbaik
untuk regenerasi tunas dari daun. Selain itu, kombinasi BA 2,0 mg/I, N AA 0,02 mg/I
dan GA30,4 mg/I merupakan perlakuan terbaik untuk meningkatkan panjang tunas.
Penelitian lainnya yang dilakukan terhadap tanaman yang berada dalam satu
famili dengan tanaman apel adalah kultur pada tanaman stroberi yaitu dengan
menggunakan eksplan daun yang ditanam di dalam media MS yang diperkaya asam
2,4-D untuk memicu pertumbuhan kalus. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil
bahwa pemberian 2,4-D sebanyak I ppm ke dalam media menunjukkan hasil
pertumbuhan kalus terbaik (Dwipayana et al., 2016).

2.2 Kultur Biji


Usaha untuk mencari bahan eksplan untuk dibudidayakan secara kultur
jaringan,dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Biji adalah eksplan yang
paling sederhana dalam kultur jaringan. Biji yang telah masak fisiologis disterilkan
dan ditanam pada media MS steril tanpa hormon dan diinkubasi dalam ruang gelap
selama 7 hari. Biji yang telah tumbuh pada media steril selanjutnya dirangsang
dengan hormon agar terjadi penggandaan sel yang nantinya menjadi bahan
perbanyakan (Lingga, 2007).
Kultur bij i merupakan teknik yang penting ketika eksplan berasal dari
tanaman yang diturunkan secara in vitro dan menggunakan biji sebagai eksplan.
Kultur biji memiliki keunggulan dari kultur lainnya, seperti lebih rendahnya
kerusakan jaringan pada saat proses sterilisasi dan memperkecil munculnya
browning (Chawla, 2002). Browning atau penguningan terjadi akibat pengeluaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

senyawa fenolik ke dalam medium sebagai respon terhadap perlukaan pada area
pemotongan yang dapat menyebabkan kematian pada eksplan. Sota et al. (2015)
menunjukkan bahwa kultur biji yang dilakukan pada tanaman apel mampu
menghindari terjadinya browning pada media akibat keluarnya senyawa fenolik ke
dalam media sebagai respon terhadap perlukaan.

2.3 Dormansi Pada Biji


Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami orgamsme
hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak mendukung
pertumbuhan normal. Dengan demikian, dorm ansi merupakan suatu reaksi atas
keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Pemacu dormansi dapat bersifat mekanis,
keadaan fisik lingkungan atau kimiawi. Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak
benih masak secara fisiologis. Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut
sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang
secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan
(Fuziyah,2012).
Perkecambahan biji adalah kembalinya pertumbuhan embrio dari benih yang
matang. Perkecambahan tergantung kepada kondisi lingkungan yang sarna seperti
yang terjadi pada pertumbuhan vegetatif. Air dan oksigen harus tersedia, suhu yang
sesuai dan tidak adanya kehadiran inhibitor (Taiz and Zeiger, 2002). Dormansi benih
menyebabkan benih menjadi sulit berkecambah. Dormansi dapat dibedakan menjadi
dormansi fisik ataupun dormansi fisiologis. Dormansi fisik menyebabkan
pembatasan struktural terhadap perkecambahan, seperti kulit biji yang keras.
Dormansi fisiologis merupakan dormansi yang disebabkan oleh faktor dalam seperti
kematangan atau ketidaksamaan embrio (Mulyana dan Asmarahman, 2012).
Tingkat dormansi benih bervariasi baik antar maupun di dalam spesles.
Terdapat metoda dan tehnik yang berbeda untuk mengatasi dormansi tergantung
faktor yang mempengaruhinya (Ramadhani, 2015). Dormansi dapat dipatahkan
dengan perlakuan pendahuluan untuk mengaktifkan kembali benih yang dorman.
Ada berbagai cara perlakuan pendahuluan yang dapat diklasifikasikan yaitu
pengurangan ketebalan kulit atau skarifikasi, perendaman dalam air, perlakuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

dengan zat kimia, penyimpanan benih dalam kondisi lembab dengan suhu dingin dan
hangat atau disebut stratifikasi dan berbagai perlakuan lain (Yuniarti, 2015).
Perlakuan mekanis pada umumnya dipergunakan untuk memecahkan
dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air
atau gas, resistensi mekanis kulit perkecambahan yang terdapat pada kulit biji.
Perlakuan mekanis terdiri dari: Skarifikasi (mencakup seperti mengikir atau
mengosok kulit biji dengan kertas empelas, melubangi kulit biji dengan pisau dan
lain sebagainya) dan tekanan. Perlakuan kimia;yaitu perlakuan dengan memberikan
bahan-bahan kimia untuk memecahkan dormansi pada benih. Perlakuan pemberian
temperatur tertentu terdiri dari stratifikasi dan perlakuan dengan temperatur rendah
dan tinggi (Sutopo, 2004).
Pemecahan dormansi pada tanaman daerah temperate telah dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu dengan stratifikasi, perendaman dalam giberelin maupun
kombinasi keduanya. Penelitian pemecahan dormansi pada biji apel telah dilakukan
oleh Wan and Denis (1992) dengan memberikan perlakuan stratifikasi 9 dan 12
minggu. Berdasarkan penelitian terse but didapatkan hasil bahwa pemecahan
dormansi tercepat terdapat pada perlakuan stratifikasi selama 12 minggu. Selain
menggunakan stratifikasi, Wani et aI, (2014) telah melakukan pematahan dormansi
pada biji apel dengan perendaman menggunakan GA3 . Hasil penelitian menunjukkan
bahwa biji dengan perendaman di dalam GA3 selama 48 jam memberikan hasil yang
terbaik dalam meningkatkan perkecambahan.

2.4 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)


Di dalam tubuh tanaman terdapat hormon tumbuh, yatu senyawa organik
yang jumlahnya sangat sedikit dan dapat merangsang ataupun menghambat berbagai
proses fisiologi tanaman. Hormon sintesis yang ditambahkan dari luar tubuh tanaman
disebut zat pengatur tumbuh (ZPT). Zat ini berfungsi untuk merangsang
pertumbuhan, misalnya pertumbuhan akar, tunas, perkecambahan dan sebagainya
(Hendaryono, 1994). Zat pengatur tumbuh yang terdapat pada tanaman terdiri atas 5
kelompok yaitu auksin, giberelin, sitokinin, etilen dan asam absisat (Katikasari,
2013).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

Salah satu ZPT yang digunakan untuk memecah donnansi adalah giberelin.
Selain itu, giberelin juga dapat mengaktifkan pembelahan dan perbesaran sel, sintesis
RN A dan protein, pemanjangan batang dan pengaktifan enzim amilase, mobilisasi
endospenn cadangan selama pertumbuhan awal embrio, pemecahan donnansi tunas,
pemecahan donnansi sehingga biji dapat berkecambah, perkembangan bunga,
mampu memperpanjang internodus pada tumbuhan roset dan perkembangan buah
(Asra, 2012). Giberelin yang banyak dipasarkan dan paling lambat terurai adalah
GA3 (Murniati, 2007).

2.5 Stratifikasi
Selain penggunaan ZPT, pemecahan donnansi dapat dilakukan dengan
met ode stratifikasi. Stratifikasi merupakan salah satu cara pematahan donnansi
(breaking seeds dormancy) bagi beberapa jenis biji terutama famili Rosaceae.
Stratifikasi merupakan perlakuan dengan suhu rendah pada keadaan lembab.
Temperatur adalah faktor pemecah donnansi lingkungan paling penting bagi
tanaman di daerah temperate. Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam
benih yang berakibat menghilangnya bahan-bahan penghambat pertumbuhan atau
terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhandan zat pengatur
tumbuh seperti giberelin mulai aktif selama pendinginan. Metode stratifikasi dapat
dilakukan secara tunggal ataupun dengan melakukan kombinasi bahan lain seperti
ZPT (Suhendra, 2014).
Joshi and Ravi (2016) telah melakukan penelitian dengan mengkombinasikan
stratifikasi pada suhu 4°C dengan pemberian tambahan potassium nitrate (KN0 3) 0,3
% dan asam giberelin (GA3) 1000 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
stratfikasi dan perendaman di dalam KN0 3dan GA3seiama 48 jam merupakan hasil
yang terbaik dalam meningkatkan rata-rata perkecambahan sebesar 15,324 hari.
Perlakuan stratifikasi terhadap tanaman yang berada dalam famili yang sarna
dengan apel adalah stratifikasi terhadap tanaman stroberi. Arda (2014) telah
melakukan penelitian dengan melakukan kombinasi stratifikasi dan perendaman
dalam giberelin. Hasil menunjukkan bahwa stratifikasi pada suhu 4°C selama 1
minggu terhadap biji stroberi diperoleh waktu perkecambahan 16 hari lebih cepat
dibanding dengan bij i yang tidak diberi perlakuan stratifikasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

2.6 Tanaman Apel


Apel merupakan tanaman buah yang dikembangkan dalam usaha perkebunan.
Tanaman apel dikelompokkan ke dalam tanaman holtikultura. Secara prinsip
produksi suatu tanaman ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor genetik dan
lingkungan. Faktor genetik diterapkan dengan penggunaan bibit unggul yang
mempengaruhi potensi produksi tinggi baik secara kualitas maupun kuantitas.
Adapun faktor lingkungan me!iputi lingkungan pertanaman baik biotik maupun
abiotik (Sellitasari, 2013).
Apel dalam ilmu botani disebutMalus sylvestris Mill. Apel merupakan
tanaman buah tahunan yang berasal dari daerah Asia Barat dengan iklim sub tropis.
Di Indonesia ape! te!ah ditanam sejak tahun 1934 hingga saat ini. Tanaman apel
mulai berkembang setelah tahun 1960, terutama jenis Rome Beauty. Dari spesies
Malus sylvestris l'v1.ill. ini, terdapat bermacam-macam varietas yang memiliki ciri-ciri
atau kekhasan tersendiri. Beberapa varietas apel unggulan antara lain: Rome Beauty,
Manalagi, A nna, Princess Noble dan WanglilLali jiwo (Irawan, 2007). Ape!
merupakan pohon dengan dengan tinggi batang 7-10 m dengan daun berbentuk bulat
telur dengan tepi bergerigi keci!. Bunga akan mengembang dan membesar yang
nantinya akan menjadi buah yang padat dan berisi. Buah berbentuk bulat dan bersegi
empat. Warna buah merah dan hijau (Agromedia, 2008).

Gambar 2.4 Apell'vIalang varietas l'vIanalagi (Koleksi pribadi)


Di Indonesia, tanaman apel dapat tumbuh dan berbuah baik pada dataran
tinggi. Beberapa sentra produksi apel di Indonesia diantaranya terdapat di Batu,
Poncokusumo, Nongkoj aj ar, l'vIalang dan Pasuruan. Sedangkan sentra produksi ape I
di dunia adalah Eropa, Amerika dan Australia. Apel dapat tumbuh dengan baik di
dataran tinggi dengan ketinggian 700-1200 mdp!' Di dataran rendah, tanaman apel
suli! untuk berbunga. Pertumbuhannya membutuhkan ikIim yang kering karena di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

iklim basah tanaman akan mengalami banyak kendala. Curah hujan yang ideal untuk
budidaya tanaman apel adalah 1000-2600 mm pertahun. Hal ini dikarenakan curah
hujan yang tinggi saat tanaman berbunga bisa menyebabkan bunga gugur dan gagal
menjadi buah. Tanaman apel juga membutuhkan cahaya matahari yang cukup,
minimum 50-60% setiap harinya dengan suhu berkisar l6-27°C karena tanaman apel
di Indonesia merupakan introduksi dari daerah subtropik. Sementara kelembaban
yang sesuai untuk tanaman apel adalah 75-85% (Sufrida, 2007).
Tanaman apel dapat tumbuh baik pada tanah yang bersolum dalam. Lapisan
tanah mempunyai bahan organik tinggi dan struktur tanahnya remah dan gembur,
mempunyai aerasi, penyerapan air dan porositas yang baik. Dengan demikian
pertukaran oksigen, pergerakan hara dan kemampuan menyimpan airnya optimal.
Seluruh kultivar apel yang ditanam di Indonesia pada kenyataannya adalah
introduksi dari luar negeri. Jenis Rome Beauty merupakan kultivar yang paling
banyak ditanam, hampir sekitar 70% dari total populasi apel di Malang. Tanaman
apel di Indonesia dapat dipanen 2 kali setahun. Pada umumnya buah apel dapat
dipanen pada umur 4-5 bulan setelah bunga mekar, tergantung pada varietas dan
iklim wilayah tersebut (Irawan, 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB3
MET ODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2017 sampai dengan Februari
2018 di Laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Tumbuhan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Biologi, Universitas Sumatera Utara,
Medan.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas yang terdiri
atas botol kultur, gelas ukur, erlenmeyer, beaker glass, corong, laminar air flow
cabinet, cawan petri, pipet tetes, alat diseksi seperti pinset dan pisau, spryer, spatula,
botol akuades dan bunsen. Bahan yang digunakan adalah komponen dasar media
Murashige dan Skoog (MS) atau modifikasinya yang diperkaya dengan sukrosa dan
agar, eksplan biji tanaman apel, GA3, akuades, cling wrap, alumunium foil, kertas
saring, spritus dan alkohol 70%.

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
nonfaktorial yaitu tanpa perlakuan (So), stratifikasi selama 15 hari (SI), 30 hari
(S2),45 hari (S3) 60 hari (S4) dan 75 hari (S5) dengan masing-masing 5 ulangan.
Perlakuan SI, S2, S3, S4 dan S5 kemudian di rendam dengan menggunakan GA3
dengan konsentrasi 500 ppm selama 20 menit dan di tanam dalam media MS.

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Pernilihan Eksplan
Biji yang digunakan merupakan biji utuh yang berasal dari buah segar dan
matang. Biji kemudian direndam di dalam air. Biji yang tenggelam di dasar air
digunakan sebagai bahan tanam. Eksplan biji apel dapat dilihat pada Gambar 3.3.1
sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Gambar 3.3.1 Eksplan biji apel malang varietas manalagi

3.4.2 Pembuatan Media


Media tnmbuh yang digunakan yaitn media MS (Murashige&Skoog) dengan
menyiapkan teriebih dahulu makronutrien, mikronutrien, sumber vitamin, besi yang
seluruhnya tersedia dalam bentnk stok. Stok dilarutkan dengan menggunakan
akuades bersama dengan gula sebanyak 30 gram. Keasaman media diukur dengan
menggunakan pH meter sekitar 5,8. Untnk mendapatkan keasaman yang diharapkan,
ditambah dengan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N. Larutan dipanaskan bersama dengan
agar sebanyak 7 gram hingga mendidih. Pembuatan media dilakukan untnk fomulasi
1 liter media. Media ditnang ke dalam botol dan disterilisasi dengan menggunakan
autoklaf. Media disimpan di ruang kultnr pada suhu 25°C sebelum digunakan.

3.4.3 Pemberian Perlakuan


Penelitian yang dilakukan dengancara stratifikasi yaitn dengan menyimpan
biji apel pada suhu 4°C di dalam lemari pendingin. Penelitian ini terdiri atas 6
periakuan, yai tn :
So: Tanpa perJakuan
SI: Stratifikasi selama 15 hari
S2 : Stratifikasi selama 30 hari
S3 : Stratifikasi selama 45 hari
S4 : Stratifikasi selama 60 hari
S5 : Stratifikasi selama 75 hari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

3.4.4 Sterilisasi Alat dan Ruang


Stertilisasi diawali dengan melakukan penyalaan smar UV sebelum hari
penanaman untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi. Sterilisasi alat dan media
dilakukan dengan met ode panas basah dan panas kering yaitu menggunakan
autoclave dan oven sesuai dengan prinsip kerja yang dilakukan. Sterilisasi ruang
dilakukan dengan cara membersihkan laminar air flow dengan menggunakan wipol
dan menyemprotkan alkohol 70 % di sekitar area kerja. Dinyalakan Bunsen berbahan
baku spiritus.

3.4.5 Sterilisasi dan Penanaman Eksplan


Biji apel yang telah distratifikasi dibersihkan terlebih dahulu pada air
mengalir selama 2 menit, direndam dalam deterjen selama 10 menit, dibilas dengan
air mengalir selama 10 menit. Biji dibawa ke laminar air flow dan disterilisasi lebih
lanjut dengan dicuci menggunakan akuades steril. Biji direndam dalam larutan
NaClO (Bayclin) 3 % yang sudah diberi larutan tween 80 sebanyak 2 tetes selama 2
menit, dicuci dengan akuades steril sebanyak 2 kali, direndam kembali dengan
larutan NaClO (Bayclin) 2 % yang sudah diberikan larutan tween 80 sebanyak 2
tetes selama 1 menit, dicuci dengan akuades steril sebanyak 2 kali. Biji lalu direndam
dengan alkohol 70% selama 30 detik, dibilas dengan akuades steril selama 5 menit
sebanyak 2 kali. Biji ditanam pada media kultur.

3.5 Parameter Pengamatan


Parameter pengamatan pada kultur biji apel yaitu: tipe pertumbuhan biji,
waktu saat biji berkecambah (RST), panjang akar (cm), panjang batang (cm), tinggi
kecambah (cm), jumlah daun (helai),jumlah tunas (helai), berat basah (g) dan berat
kering (g).
a. Tipe Pertumbuhan Biji
Pengamatan jenis pertumbuhan biji dilakukan dengan cara melihat pertumbuhan
biji meliputi kecambah ataupun kalus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

b. Waktu Biji Berkecambah


Waktu biji berkecambah merupakan waktu (hari) yang dibutuhkan oleh biji untuk
berkecambah. Perhitungan waktu biji berkecambah dimu1ai sejak hari mu1ai
penanaman hingga akhir pengamatan.
c. Panjang Akar
Panjang akar diukur dari pangka1 akar hingga ujung akar terpanjang. Panjang akar
diukur pada hari terakhir pengamatan ..
d. Panjang Batang
Panjang batang diukur dari ujung batang hingga pangka1 batang. Panjang batang
diukur pada hari terakhir pengamatan ..
e. Panjang Kecambah
Panjang Kecambah diukur mu1ai dari uJung akar hingga daun pertama pada
tanaman. Panjang kecambah diukur pada hari terakhir pengamatan..
f. Jum1ah Daun
Pengamatan terhadap jum1ah daun di1akukan dengan menghitung daun yang te1ah
muncul. Jum1ah daun dihitung pada hari terakhir pengamatan.
g. Jum1ah Tunas
Pengamatan terhadap jum1ah tunas di1akukan dengan menghitung daun yang te1ah
muncul. Jum1ah tunas dihitung pada hari terakhir pengamatan.
h. Berat Basah
Berat basah diukur dengan cara membersihkan kecambah dari media yang tersisa
kemudian ditimbang menggunakan neraca ana1itik. Berat basah dihitung pada hari
terakhir pengamatan ..
i. Berat Kering
Berat kering diukur dengan cara mengeringkan tanaman di da1am oven dengan
suhu 60°C, kemudian kecambah ditimbang dan dicatat hasi1nya ketika berat te1ah
konstan. Berat kering dihitung pada hari terakhir pengamatan ..

3.6 Analisis Data


Data yang dipero1eh diana1isis dengan uji Analisis of Variance (ANOV A)
satu ja1ur dengan program SPSS 2l. Hasi1 uji ANOV A yang berbeda nyata
di1anjutkan dengan uji Duncan pada taraf nyata 5 % (Ghoza1i, 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Induksi perkecambahan biji apel dengan perlakuan stratifikasi dan


perendaman dalam GA3 menunjukkan perbedaan terhadap biji tanpa periakuan.
Parameter yang diamati antara lain jenis pertumbuhan biji, waktu berkecambah,
panjang akar, panjang batang, panjang kecambah, jumlah daun, jumlah tunas, berat
basah dan berat kering kecambah.

4.1 Tipe Pel1umbuhan Biji


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai tipe
pertumbuhan biji yang ditumbuhan dalam media MS. Tipe pertumbuhan biji dicatat
dengan cara mengamati tipe pertumbuhan yaitu biji membentuk kecambah atau
membentuk kalus. Pada penelitian ini diketahui bahwa biji apel membentuk 2 jenis
pertumbuhan, yaitu kecambah dan juga kalus.

Gambar 4.1 Tipe pertumbuhan pada eksplan biji apel (a). kecambah (b). kalus

Gambar 4.1 menunjukkan terdapat 2 jenis peltumbuhan dari biji ape\.


Gambar 4.1 (a) menunjukkan pertumbuhan apel berupa kecambah. Gambar 4.1 (b)
menunjukkan terbentuknya kalus dari biji apel yang diakibatkan perlukaan pada saat
melakukan subkultur ketika tetjadi kontaminasi pada media. Tipe perkecambahan
biji pada seluruh perlakuan dapat dilihat pada Tabel4.1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

Tabel 4.1 Jenis pertumbuhan biji apel yang ditanam dalam media MS
No. Perlakuan Jenis Pertumbuhan
1 2 3 4 5
1. So
2. S, Kecambah Kecambah Kecambah
3. S2 Kecambah Kecambah Kecambah Kecarnbah Kecarnbah
4. S3 Kecarnbah Kecarnbah Kecarnbah Kecarnbah Kecarnbah
5. S4 Kecarnbah Kecarnbah Kecarnbah Kecarnbah Kecarnbah
6. S, Kecarnbah Kecarnbah Kecarnbah Kalus Kalus
Ket: So: Tanpa perlakuan, S,: Stratifikasi 15 hari, S2: StratifIkasi 30 hari, S3~:StratifIkasi 45
hari, S4: Stratifikasi 60 hari, S,: StratifIkasi 75 hari

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat terlihat bahwa jenis pertumbuhan yang dialami biji
hampir rata-rata berupa kecambah, kecuali pada perlakuan S5. Pada perlakuan S5
yang merupakan perlakuan stratifikasi selama 75 hari ditemukan terbentuknya kalus
pada ulangan 4 dan ulangan 5. Kalus terbentuk setelah dilakukan subkultur terhadap
eksplan biji akibat adanya kontarninasi di sekitar eksplan. Terbentuknya kalus pada
bagian eksplan yang terluka diakibatkan oleh autolisis sel pada bagian yang terluka,
sehingga akan merangsang pembelahan sel pada lapisan berikutnya (Gunawan,
1992).
Induksi kalus diawali dengan dengan penebalan eksplan pada area yang telah
dipotong dan daerah yang mengalami perlukaan. Penebalan tersebut merupakan
interaksi antara eksplan dengan media tumbuh, zat pengatur tumbuh dan lingkungan
sehingga eksplan bertambah besar (Mahadi et al., 2014). Selain itu, terbentuknya
kalus pada media yang tidak diberikan zat pengatur tumbuh menunjukkan bahwa
eksplan memiliki kandungan auks in endogen yang cukup tinggi. Auksin endogen ini
dapat memicu terbentuknya kalus (Toharah et aI., 2015).

4.2 Waktu Biji Berkecambah


Pengamatan waktu berkecambah dilakukan dengan cara mengamati
terbentuknya kecambah dari biji yang telah diberikan perlakuan ataupun tanpa
perlakuan dan di tanaman dalam media MS. Pada penelitian ini didapatkan hasil
bahwa perlakuan stratifikasi berpengaruh terhadap perkecarnbahan biji. Pada Gambar
4.2 menunjukkan munculnya kecambah dari biji.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

Gambar 4.2 Kecambah pada biji apel (a) kulit biji (b) bakal akar/radikula (c) bakal
daun/plurnula
Gambar 4.2 menunjukkan kecambah yang muncul setelah dilakukan
penanaman pada media. Munculnya kecambah diawali dengan terbentuknya bakal
daun dari biji hingga akhimya batang, daun dan akar terbentuk sempuma. Waktu
terbentuk kecambah pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

30
~.

'"
..
:I: 2S
~
a
Ket:
"'" 20
rl
:;::;"
So: Stratiflkasi 0 hari
Sl: Stratiftkasi 15 hari
.,;;'"
rl
15 S2: Stratiflkasi 30 hari
§ S3: Stratif1kasi 45 hari
u
0
10 S4: Stratiftkasi 50 hari
;::" S5 : Stratifikasi 75 hari
• 5
"'
"
.!l
0 "
~ 0
SO 81 S2 S] 84 S5
Pcrlnkllflll

Gambar 4.2 Waktu berkecambah biji apel pada masing-masing perlakuan


yang dihitung sejak hari tanam
Pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa perlakuan stratifikasi mampu
mempercepat perkecambahan biji dari pada tanpa perlakuan. Rata-rata waktu
perkecambahan tercepat terdapat pada perlakuan S. Waktu perkecambahan terlama
terdapat pada perlakuan So yang merupakan biji tanpa perlakuan. Hingga hari
terakhir pengamatan, belurn ditemukan adanya tanda-tanda perturnbuhan pada
perlakuan tanpa stratifikasi. Hal ini disebabkan pada perlakuan tanpa stratifikasi
belurn dilakukan metode pernecahan donnansi agar biji dapat berkecambah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

Perkeeambahan biji merupakan sebuah mekanisme perubahan baik seeara


morfo1ogi maupun fisio1ogi yang merupakan hasi1 pengaktifan embrio.
Perkeeambahan ditentukan oleh kua1itas benih, kondisi 1ingkungan perkeeambahan
dan perlakuan awa1 (pematahan dormansi). Da1am kondisi a1ami, persyaratan
stratifikasi meneegah matang terla1u dini di saat musim gugur, dimana persyaratan
ke1embababan dan suhu untuk mendorong perkeeambahan benih be1um mampu
terpenuhi. Hal ini memungkinkan bahwa perkeeambahan hanya terjadi sete1ah biji
menga1ami musim dingin dengan suhu rendah (Lohengrin, 2000).
Pendinginan yang di1akukan terhadap benih sebe1um dikeeambahkan akan
merangsang berbagai proses fisio1ogis da1am biji. Perkeeambahan yang dipieu oleh
suhu rendah dikarenakan zat inhibitor hi1ang dan hormon tumbuhan seperti gibere1in
mu1ai aktif se1ama pendinginan. Penyimpanan pada suhu dingin yang di1akukan
terhadap biji merupakan stimu1asi seeara fisio1ogis agar biji merespon suhu dingin
yang diberikan sebagai musim dingin (Arda, 2014).

4.3 Panjang Akar


Pengamatan panJang akar di1akukan dengan eara mengukur panJang akar
mu1ai dari pangka1 akar hingga ujung akar. Pada penelitian ini didapatkan hasi1
bahwa beberapa perlakuan stratifikasi berpengaruh terhadap panjang akar keeambah
jika dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Panjang akar pada masing-masing
perlakuan dapat di1ihat pada Tabe1 4.2
Tabe14.2 Panjang akar (em) pada masing-masing perlakuan
No. Per1akuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0 0 0 0 0'
2. S, 0 0 0 0 0'
3. S2 0,8 0,9 1 0,9 0±0,9b
4. S3 1,40 1,30 1,10 0,9 1±0,18'
5. S4 1,50 1,40 1,70 1,60 l±0,55 d
6. S, 1,90 2 1,80 2 1±0,93'
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada ko1orn yang sarna rnenunjukkan perbedaan
yang nyata pada taraf 5% uji DNMRT.
Ket: So: Tanpa perlakuan, S, : Stratifikasi 15 hari, S2 : Stratifikasi 30 hari, S3 : Stratifikasi 45
hari, S4 : Stratifikasi 60 hari, S, : Stratifikasi 75 hari.
Pada Tabe1 4.2 dapat di1ihat bahwa hampir se1uruh perlakuan stratifikasi
berpengaruh nyata terhadap panjang akar, keeua1i pada stratifikasi se1ama 15 hari
(SI). Rata-rata panjang akar tertinggi terdapat pada perlakuan stratifikasi se1ama 75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

hari (S5) sedangkan yaitu 1,93 em dan yang terendah terdapat pada biji tanpa
perlakuan (So) dan stratifikasi se1ama 15 hari (SI). Pada perlakuan SI be1um dapat
di1akukan pengukuran panjang akar dikarenakan biji baru saja berkeeambah.
Pengaruh nyata pada perlakuan stratifikasi disebabkan oleh kemampuan stratifikasi
memeeahkan dormansi dan mengaktifkan berbagai hormon di da1am biji, salah
satunya ada1ah gibere1in sehingga mempengaruhi pemanjangan akar pada keeambah.
Perlakuan suhu dingin memberikan dampak terhadap perkeeambahan biji.
Sebe1um terjadi perkeeambahan, biji menyerap air yang menyebabkan pemanjangan
dari embrio biji. Ketika radiku1a te1ah dewasa dan ke1uar dari 1apisan penutup biji,
proses perkeeambahan baru dapat dikatakan sempurna (Miransari and Smith, 2013).
Perlakuan pemeeahan dormansi berupa stratifikasi ataupun stratifikasi dengan
penambahan gibere1in seeara signifikan memberikan dampak terhadap pertumbuhan
akar. Hal ini dikarenakan terjadinya pengaktifan gibere1in sehingga gibere1in tidak
hanya mematahkan dormansi tetapi juga memaeu proses pembentukan akar serta
pertumbuhan akar dengan 1ebih baik (Nasri et aI., 2013).

4.4 Panjang Batang


Pengamatan panjang batang di1akukan dengan eara mengukur panjang batang
mu1ai dari pangka1 batang hingga ujung batang. Pada pene1itian ini didapatkan hasi1
bahwa beberapa perlakuan stratifikasi berpengaruh terhadap panjang batang
keeambah jika dibandingkan dengan biji tanpa perlakuan. Panjang batang pada
masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabe1 4.3
Tabe14.3 Panjang batang (em) pada masing-masing perlakuan
No. Per1akuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
1. So 0 0 0 0 0'
2. S, 0 0 0 0 0'
3. S2 1,20 1,10 1,20 1 l±O,13 b
4. S3 1,60 1,60 1,50 1,30 l±0,5'
5. S4 1,90 2,20 2 1,90 2d
6. S, 2,60 2,40 2,20 2,40 2±OA'
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada ko1orn yang sarna rnenunjukkan perbedaan
yang nyata pada taraf 5% uji DNMRT.
Ket: So: Tanpa per1akuan, S, : Stratifikasi 15 hari, S2 : Stratifikasi 30 hari, S3 : Stratifikasi 45
hari, S4 : Stratifikasi 60 hari, S, : Stratifikasi 75 hari.
Pada Tabe1 4.3 dapat di1ihat bahwa hampir se1uruh perlakuan stratifikasi
berpengaruh nyata terhadap panjang batang, keeua1i pada stratifikasi se1ama 15 hari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

(SI). Rata-rata panjang batang tertinggi terdapat pada perlakuan stratifikasi selama 75
hari (S5) yaitu 2,4 em, sedangkan yang terendah terdapat pada biji tanpa perlakuan
(So) dan stratifikasi selama 15 hari (SI). Pengaruh nyata pada perlakuan stratifikasi
disebabkan oleh telah aktifnya berbagai hormon yang berperan dalam pemanjangan
batang, salah satunya adalah giberelin.
Giberelin berperan dalam pemanjangan dan pembelahan sel, pemeeahan
dormansi sehingga biji dapat berkembah, mobilisasi endosperm selama pertumbuhan
awal embrio, pemeeahan dormansi tunas, pertumbuhan dan pemanjangan batang,
perkembangan bunga dan buah, dan perpanjangan internodus sehingga tumbuhan
dapat memanjang (Hopkins, 1995).
Peran giberelin dalam pemanjangan sel melalui 2 eara yaitu pertama dengan
meningkatkan kadar auksin. Giberelin akan memaeu pembentukan enzim yang
melunakkan dinding sel yang akan melepaskan asam amino triftofan sehingga kadar
auksin meningkat. Kedua adalah dengan merangsang enzim a-ami lase yang akan
menghidrolisis pati sehingga kadar gula dalam sel akan naik dan menyebabkan air
yang masuk ke dalam sellebih banyak hingga sel memanjang (Asra et al., 2012).

4.5 Panjang Kecambah


Pengamatan panjang keeambah dilakukan dengan eara mengukur panjang
mulai dari ujung akar sampai daun pertama pada keeambah. Pada penelitian ini
didapatkan hasil bahwa beberapa perlakuan stratifikasi berpengaruh nyata terhadap
panjang keeambah dibandingkan tanpa perlakuan. Panjang keeambah pada masing-
masing perlakuan pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Panjang keeambah (em) pada masing-masing perlakuan
No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
1. So 0 0 0 0 0'
2. S, 0 0 0 0 0'
3. S2 2,30 2,40 2,60 2,20 2±0,38b
4. S3 3,60 3,30 3 2,70 3±0,15'
5. S4 3,80 3,90 4,20 3,80 4d
6. S, 4,90 5 4,30 4,80 4±0,75'
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolorn yang sarna rnenunjukkan perbedaan
yang nyata pada taraf 5% uji DNMRT.
Ket: So: Tanpa perlakuan, S, : Stratifikasi 15 hari, S2 : Stratifikasi 30 hari, S3 : Stratifikasi 45
hari, S4 : Stratifikasi 60 hari, S, : Stratifikasi 75 hari.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa hampir seluruh pedakuan stratifikasi
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, keeuali pada stratifikasi s elama 15 hari
(SI). Rata-rata panjang keeambah tertinggi terdapat pada pedakuan stratifikasi
selama 75 hari (S5) sedangkan yang terendah terdapat pada pedakuan biji tanpa
pedakuan (So) dan stratifikasi selama 15 hari (SI). Pada pedakuan SI belum dapat
dilakukan pengukuran tinggi tanaman dikarenakan bij i baru saj a berkeeambah.
Pengaruh nyata yang diberikan oleh pedakuan stratifikasi disebabkan oleh telah
aktifnya berbagai hormon yang dapat memaeu pertumbuhan, sehingga keeambah
dapat tumbuh dengan baik.
Tinggi tanaman merupakan hasil dari proses pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Pertumbuhan tanaman pada dasarnya disebabkan oleh pembesaran sel (cell
enlargement) dan pembelahan sel (cell division). Peningkatan tinggi tanaman akibat
hormon giberelin diakibatkan oleh kemampuan giberelin merangsang pembelahan
sel, perbesaran sel hingga tanaman akan bertambah ukurannya. Giberelin mampu
melenturkan dinding sel dan menaikkan tekanan osmosis sehingga sel akan
membesar dan aktif dalam melakukan pembelahan (Arda, 2014).

4.6 Jurnlah Daun


Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan eara mengamati dan menghitung
jumlah daun yang muneul pada keeambah. Pada penelitian ini didapatkan hasil
bahwa beberapa pedakuan stratifikasi berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dari
biji tanpa pedakuan. Jumlah daun pada masing-masing pedakuan dapat dilihat pada
Tabe14.5
Tabel 4.5 Jumlah daun (helai) pada masing-masing pedakuan
No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
1. So 0 0 0 0 0'
2. S, 0 0 0 0 0'
3. S2 2 2 2 2 2b
4. S3 2 2 2 2 2b
5. S4 2 2 2 2 2b
6. S, 2 3 2 3 2±0,5'
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolorn yang sarna rnenunjukkan perbedaan
yang nyata pada taraf 5% uji DNMRT.
Ket: So: Tanpa perlakuan, S, : Stratifikasi 15 hari, S2 : Stratifikasi 30 hari, S3 : Stratifikasi 45
hari, S4 : Stratifikasi 60 hari, S, : Stratifikasi 75 hari.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

Pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa hampir seluruh perlakuan stratifikasi
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun keeuali pada stratifikasi selama 15 hari (SI).
Rata-rata jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan stratifikasi selama 75 hari
(S5) yaitu 2,5 helai sedangkan yang terendah terdapat pada biji tanpa perlakuan (So)
dan stratifikasi selama 15 hari (SI). Pada perlakuan SI belum dapat dilakukan
penghitungan jumlah daun dikarenakan biji baru saja berkeeambah. Pengaruh nyata
pada perlakuan stratifikasi dibandingkan dengan biji tanpa perlakuan disebabkan
oleh peeahnya dormansi yang menyebabkan biji berkeeambah sehingga daun dapat
muneul seiring dengan pertumbuhan keeambah. Stratifikasi mampu mengaktifkan
berbagai hormon, seperti giberelin yang dapat memaeu terbentuknya daun.
Giberelin merupakan hormon yang mampu memaeu pertumbuhan seluruh
organ tumbuhan, termasuk daun dan akar. Hal ini dikarenakan hormon giberelin
mampu meningkatkan pembelahan sel dan apeks tajuk sehingga dapat memaeu
pertumbuhan batang dan daun muda, sehingga menyebabkan aktifnya proses
fotosintesis dan meningkatkan pertumbuhan seluruh organ tanaman, termasuk akar
(Salisbury and Ross, 1995).

4.7 Jumlah Tunas


Pengamatan jumlah tunas dilakukan dengan eara mengamati dan menghitung
jumlah tunas yang muneul pada keeambah. Pada penelitian ini didapatkan hasil
bahwa beberapa perlakuan stratifikasi berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas dari
bij i tanpa perlakuan. Jumlah tunas pada masing -masing perlakuan dapat terlihat pada
Tabel4.6
Tabel 4.6 Jumlah tunas (helai) pada masing-masing perlakuan
No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
1. So 0 0 0 0 0'
2. S, 0 0 0 0 0'
3. S2 1 2 2 2 l±0,75 b
4. S3 2 1 3 2 2b ,
5. S4 3 2 4 2 2±0,75'
6. ~ 3 3 3 2 2±OJ5'
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolorn yang sarna rnenunjukkan perbedaan
yang nyata pada taraf 5% uji DNMRT.
Ket: So: Tanpa perlakuan, S, : Stratifikasi 15 hari, S2 : Stratifikasi 30 hari, S3 : Stratifikasi 45
hari, S4 : Stratifikasi 60 hari, S, : Stratifikasi 75 hari.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa hampir seluruh perlakuan stratifikasi
berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas apabila dibandingkan dengan biji tanpa
perlakuan, keeuali pada stratifikasi selama 15 hari (SI). Rata-rata jumlah tunas
tertinggi terdapat pada perlakuan stratifikasi selama 60 hari (S4) dan 75 hari (S5)
yaitu S5 sedangkan yang terendah terdapat pada biji tanpa perlakuan (So) dan
stratifikasi selama 15 hari (SI). Pada perlakuan SI belum dapat dilakukan
penghitungan jumlah tunas dikarenakan biji baru saja berkeeambah.Akan tetapi, jika
dibandingkan antar masing-masing perlakuan stratifikasi tidak berbeda nyata.
Pengaruh nyata yang terlihat antara perlakuan stratifikasi jika dibandingkan dengan
biji tanpa perlakuan disebabkan oleh peeahnya dormansi yang diakibatkan oleh
perlakuan stratifikasi sehingga menyebabkan biji dapat berkeeambah dan tunas dapat
muneul seiring dengan pertumbuhan keeambah. Selain itu stratifikasi mampu
mengaktifkan berbagai hormon yang dapat memaeu terbentuknya tunas.
Giberelin dapat memaeu pembelahan sel karena hormon 1m mampu
meningkatkan hidrolisis pati, fruktan dan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yang
digunakan untuk respirasi sel sehingga energi untuk pertumbuhan tersedia. Kedua
monosakarida ini menyebabkan potensial air sel menjadi negatif sehingga air masuk
lebih eepat dan menyebabkan pembesaran selsehingga pertumbuhan tunas lebih
eepat (Lakitan, 1995).
Tunas merupakan hasil perkembangan meristem apikal sehingga tunas yang
berkembang nantinya akan membentuk formasi daun. Giberelin mampu mendorong
orientasi mikrotubul ke arah sumbu pertumbuhan sel dan penimbunan selulosa
sehingga sel membesar hanya ke aksis pertumbuhan dan menyebabkan tunas
memanj ang (Arif et aI., 2016).

4.8. Berat Basah Kecambah


Penentuan berat basah keeambah dilakukan pada akhir penelitian. Hasil
analisis data menunjukkan bahwa perlakuan stratifikasi memberikan pengaruh nyata
terhadap berat basah tanaman jika dibandingkan dengan biji tanpa perlakuan. Pada
Tabel 4.7 menunjukkan perbedaan berat basah masing-masing perlakuan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Tabel 4.8 Berat basah (g) kecambah masing-masing perlakuan


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
1. So 0 0 0 0 0'
2. S, 0 0 0 0 0'
3. S2 0,11 0,13 0,18 0,1 O±O,13 b
4. S3 0,14 0,15 0,17 0,19 0±0,16b
5. S4 0,12 0,16 0,21 0,13 0±0,16b
6. S, 0,34 0,37 0,31 0,32 0±0,34'
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolorn yang sarna rnenunjukkan perbedaan
yang nyata pada taraf 5% uji DNMRT.
Ket: So: Tanpa perlakuan, S, : Stratifikasi 15 hari, S2 : Stratifikasi 30 hari, S3 : Stratifikasi 45
hari, S4 : Stratifikasi 60 hari, S, : Stratifikasi 75 hari.
Pada Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa harnpir seluruh perlakuan stratifikasi
berpengaruh nyata terhadap berat basah apabila dibandingkan dengan perlakuan
kontrol, kecuali pada stratifikasi selama 15 hari (SI). Rata-rata berat basah tertinggi
terdapat pada perlakuan stratifikasi selama 75 hari (S5) yaitu 0,34 g sedangkan yang
terendah terdapat pada biji tanpa perlakuan (So) dan stratifikasi selama 15 hari (SI).
Pada perlakuan SI belum dapat dilakukan penimbangan berat basah dikarenakan biji
baru saja berkecambah. Akan tetapi, apabila dibandingkan antar beberapa perlakuan
yaitu perlakuan S3 dengan perlakuan S2 dan S4 tidak berbeda nyata. Pengaruh nyata
pada perlakuan stratifikasi terhadap biji tanpa perlakuan disebabkan oleh telah
aktifnya berbagai hormon yang memicu pertumbuhan kecambah.
Berat basah tanaman menunjukkan aktivitas metabolisme tanaman dan nilai
berat basah tanaman dipengaruhi oleh kandungan air, unsur hara dan hasil
metabolisme (Sitompul dan Guritno, 1995). Berat basah eksplan berkaitan dengan
pertambahan volume dan jumlah sel. Apabila volume eksplan membesar maka berat
basah semakin tinggi, begitu pula sebaliknya, bila volume eksplan kecil maka berat
basahnya semakin kecil (Rahayu, 2003).

4.9 Berat Kering Kecambah


Penentuan berat kering tanaman dilakukan diakhir penelitian. Hasil analisis
data statistik menunjukkan bahwa perlakuan stratifikasi berpengaruh nyata terhadap
berat kering kecambah jika dibandingkan dengan biji tanpa perlakuan. Pada Tabel
4.8 menunjukkan perbedaan berat kering masing-masing perlakuan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

Tabel 4.9 Berat kering (g) kecambah masing-masing perlakuan


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
1. So 0 0 0 0 0'
2. S, 0 0 0 0 0'
3. S2 0,003 0,006 0,011 0,002 0,0055 b
4. S3 0,005 0,007 0,009 0,008 O,0073 b
5. S4 0,004 0,010 0,016 0,003 0,0083 b
6. S, 0,024 0,028 0,019 0,021 0,023'
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolorn yang sarna rnenunjukkan perbedaan
yang nyata pada taraf 5% uji DNMRT.
Ket: So: Kontrol, S, : Stratifikasi 15 hari, S2 : Stratifikasi 30 hari, S3 : Stratifikasi 45 hari, S4 :
Stratifikasi 60 hari, S, : Stratifikasi 75 hari.
Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa harnpir seluruh perlakuan stratifikasi
berpengaruh nyata terhadap berat basah apabila dibandingkan dengan bij i tanpa
perlakuan, kecuali pada stratifikasi selarna IS hari (SI). Rata-rata berat kering
tertinggi terdapat pada perlakuan stratifikasi selama 75 hari (S5) yaitu 0,023 gr
sedangkan yang terendah terdapat pada biji tanpa perlakuan (So) dan stratifikasi
selama IS hari (SI). Pada perlakuan SI belum dapat dilakukan penimbangan berat
kering dikarenakan biji baru saja berkecambah. Akan tetapi, apabila dibandingkan
antar masing-masing perlakuan yaitu perlakuan S3 dengan perlakuan S2 dan S4 tidak
berbeda nyata.
Produksi tanaman biasanya lebih akurat dinyatakan dengan ukuran berat
kering dari pada dengan berat basah, karena berat basah sangat dipengaruhi oleh
kelembaban. Hasil berat kering merupakan keseimbangan antara respirasi dengan
fotosintesis (Lestari et aI., 2008). Berat keringjuga merupakan hasil representasi dari
berat basah tanarnan yang merupakan kondisi tanaman yang menyatakan besarnya
akumulasi bahan organik yang terkandung dalam tanaman tanpa kadar air
(Suhartono, 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
a. Perlakuan stratifikasi mampu mematahkan dormansi terhadap biji ape\.
Perlakuan terbaik yaitu terdapat pada perlakuan stratifikasi selama 75 hari.
b. Perlakuan stratifikasi mampu meningkatkan pertumbuhan kecambah.
Pertumbuhan terbaik terdapat pada perlakuan stratifikasi selama 75 hari.

5.2 Saran
Saran dari penelitian ini adalah:
a. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan parameter tambahan lainnya
seperti luas permukaan daun, diameter batang dan lain-lain.
b. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan variasi suhu atau lama
stratifikasi
c. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan penambahan zat pengatur
tumbuh ke dalam media.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUST AKA

Agromedia, 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta: PT Agromedia Pustaka


Arda M, 2014. Pengurangan Masa Stratifikasi dengan Penambahan Hormon GA3
Pada Perkecambahan Benih Stroberi (Fragaria x annanassa (Weston
Duchesne). Jurnal Bio UA. 3(4) : 296-302.
Arif M, Murniati, Ardian, 2016. Uji Beberapa Zat Pengatur Tumbuh Alami Terhadap
Pertumbuhan Bibit Karet (Havea brassiliensis Muell Arg) Sturn Mata Tidur.
Jom Faperta. 3(1) : 1-10.
Asra R, Ubaidillah, 2012. Pengaruh Konsentrasi Giberelin (GA3) Terhadap Nilai
Nutrisi Calopogonium careuleum. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan.15(2) : 81-
85.
Chawla, 2002. Introduction to Plant Biotechnology. USA: Science Publishers, Inc
Cicotti AM, Bisognin C, Battocletti I, Salvadori A, Herdemertens M, Jarausch W,
2008. Micropropagation of Apple Ploiferation-resistant Apomitic Malus
sieboldii genotypes. Agronomy Research. 6(2) : 445-458
Dwipayana GAJ, Hestin Y, Ida A, 2016. Induksi Kalus Stroberi (Fragaria Spp.)
Melalui Aplikasi Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat secara in vitro. E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika. 5(3) : 3l0-32l.
Fauziyah, H, 2012. Fisiologi Tumbuhan: Suatu Pengantar. Medan : Unimed Press
Ghozali, I, 2009. Aplikasi Analisis Multivariat dengan SPSS. Semarang : Badan
Penerbit Undip
Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Pusat Antar Universitas.
Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hendaryono, DP. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Hopkin, WG. 1995. Introduction to Plant Physiology. Jhon Wiley & Sons, Inc
Singapore
Irawan D, 2007. Potensi Pengembangan Tanaman Apel (Jv1alus sylvestris Mill)
Berdasarkan Aspek Agroklimat di Jawa Timur. Bogor : Institut Pertanian
Bogor
Joshi C, Ravi SKT, 2016. Effect of Giberrelic Acid Potassium Nitrate and Chilling
on Seed Germination Response of Apple (Pyrus malus L. Cv. Red Delicious).
InternationalJournal ofAdvanced Research. 4(6) : 1141-1155
Karjadi, 2002. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Institut Teknologi Bandung.
Bandung
Kartikasari P, 2013. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh 2,4-D (2,4
Dichlorophenoxyacetic acid) dan Kinetin (6-Furfurylaminopurine) untuk
Pertumbuhan Tunas Eksplan Pucuk Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba
Miq. ex Roxb.) secaraIn Vitro. LenteraBio. 2(1) : 75-80.
Kumar RS, Charu J, Tapan KN, 2016. Callus Induction and Plant Regeneration from
Leaf Explants of Apple (Pyrus malus L.) CV. Golden Delicious. International
Journal of Current Microbiology and Applied Science. 5(2) : 502-510
Lakitan B, 1995. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Lestari GW, Solichatun, Sugiyarto. 2008. Pertumbuhan, Kandungan Klorofil dan
Laju Respirasi Tanaman Garut (Maranta arundinacea L.) Setelah Pemberian
Asam Giberelat (GA3). Bioteknologi. 5(1) : 1-9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Lingga L, 2007. Anthurhium. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama


Lohengrin A, Cavieres, Mary TK. 2000. Seed Germination Response to cold
stratification Period and Thermal Regime in P hacelia secunda
(Hydrophyllaceae). Plant Ecology. 149 : 1-8
Mahadi I, Sri W A, Indarwida 0, 2014.Pembentukan Kalus Tanaman Rosela
(Hibiscus sabdariffa) Pada Pemberian Naftalen Acetyl Acid (NAA) dan
Benzyl Amino Purin (BAP) Sebagai Sumber Belajar Konsep Bioteknologi.
Jurnal Biogenesis. 1(11) : 1-6.
Miransari M, Smith D, 2014. Plant Hormones and Seed Germination. Enviromental
and Experimental Botany. 99 : 110-121
Mulyana D, Asmarahman C, 2012. Petunjuk Praktis Pembibitan Jabon & Sengon.
Jakarta: PT Agromedia Pustaka
Murniati, 2007. Aplikasi Organ Tanaman Sebagai Sumber Giberelin Untuk
Mengaktifkan Tunas Dorman Batang Nenas Bagian Tengah. SAGU. 6(1) : 6-
9.
Nasri F, Ghaderi N, Mohammadi J, Mortazavi S, Saba M, 2013. The Effect Of
Gibberelic Acid and Stratification on Germination of Alstroemeria
(Alstroemeria ligtu hybrid) Seed under In Vitro and In Vivo Condition.
Journal of Orin amenta I Plants. 3(4) : 221-228.
Pagalo DB, 2015. Respon Pertumbuhan Propagul Pisang Ambon Hijau Musa
accuminata Colla Pada Beberapa Konsentrasi Ekstrak Jagung Muda Secara In
vitro. Makassar : Universitas Hasanuddin
Pitera E, Odziemkowski S, 2006. Improvement of After Ripening and Germination
of Apple and Pear Seed. Latvian Journal ofAgronomy. 1(9) : 109-113
Rahayu B, 2003. Pengaruh Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D) Terhadap
Pembentukan dan Pertumbuhan Kalus serta Kandungan Flavonolid Kultur
KalusAcalypha indica L. UNS Surakarta. ISSN : 1693-22
Ramadhani S, 2015. Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Secara Kimia
Terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica granatum L.). Jurnal Online
Agroekoteknologi. 3(2) : 590-594.
Razdan M, 2004. Kultur Jaringan. Agromedi Pustaka. Jakarta.
Salisbury FB, Ross CW, 1995.Plant Physiology. 4th Edition. Californiawardsworth
Pub!. Co.
Samudin S, 2009. Pengaruh Komposisi Media Terhadap Inisiasi Tanaman Apel
(Malus sylvestris Mill.). JurnalAgroland. 16(3) : 193-198
Sellitasari S, 2013. Perbedaan Produksi Tanaman Apel (Malus sylvestris mill.) Pada
Agroklimat Yang Berbeda. Jurnal Produksi Tanaman. 1(1) : 1-8.
Sitompul SM dan Guritno B, 1995. Analisa Pertumbuhan Tanaman. Gadjahmada
University Press: Y ogyakarta.
Sota V, Brunilda C, Ariola Band Efigjeni K, 2015. Seed Culture - a Seccessful
Method for avoiding polyphenolic oxidation of Malus domestica L. Explants
During Micropropagation. gh Euro Biotechnology Congress. Germany
Sufrida Y, 2007. Khasiat dan Manfaat Ape!. Jakarta :Penerbit Agromedia
Suhendra D, 2014. Pengaruh Metode Stratifikasi Suhu Rendah, Krioprotektan dan
Kriopreservasi Terhadap Viabilitas Benih Rosela (Hibuscus saffdarifa L.).
Jurnal Online Agroekoteknologi. 2(4): 1511-1517.
Sutopo L, 2004. Teknologi Benih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Taiz L, Zeager E, 2002. Plant Physiology, The 3 rd Edition. Sunderland: Sinauer


Associates
Toharah N, Dwi S, Zulkifli L,2014. Pertumbuhan Kalus Daun Melon (Cucumis
melo) Varietas MAl ll9 Dengan Pemberian BAP (Benzyl Amino Purin) dan
2,4-D (2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid) . e-Jurnal Penelitian Pendidikan
Ipa. 1(2) : 38-48.
Wan CK, Denis FG, 1992. Fruit-Induced Dormancy in Apple Seed: Role of Water
Inhibitors. ll7(3) : 463-466
Wani RA, TanveerHM, Malik AR, Jahangir AB, Dar NA, 2014. Studies on Apple
Seed Germination and Survival of Seedlings as Affected by Gibberelic Acid
Under Cold Arid Condition. International Journal of Scientific &
Technology Research. 3(3) : 210-216
Yamaguchi S, Kamiya Y, Sun T, P. 200l. Distinct cell-specific expression patterns
of early and late gibberellin biosynthetic genes during Arabidopsis seed
germination. Plant Journal. 286(1) : 443-453.
Yuniarti N, 2015.Teknik pematahan dormansi untuk mempercepat perkecambahan
benih kourbaril (Hymenaea courbaril). Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon.
1(6): 1433-1437.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi Media Murashige dan Skoog (MS)


Bahan Kimia Konsentrasi dalam Medium (mglL)
Makronutrien
N~N03 l.650,000
KN0 3 l.900,000
CaCh.H20 440,000
MgS04.7H 20 370,000
KH 2P04 170,000
Iron
Na2EDTA 37,000
FeS04·7H 20 27,800
Mikro Nutrien
MnS04.4H 20 22,300
ZnS04·7H 20 8,600
H 3B0 3 6,200
KI 0,830
NaMo04·2H20 0,250
CuS04. 5H20 0,025
CoC1.6H20 0,025
Vitamin
Myo-inositol 100,000
Glisin 2,000
Niasin 0,500
Piridoksin-HCl 0,500
Tiamin-HCl 0,100
Sukrosa 40.000,000
Agar 7.000,000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

Lampiran 2. Data Pengamatan Perkecambahan Biji Ape1


No. Perlakuan Pararnater Pengarnatan
Waktu Paniang Akar Paniang Batang Paniang Jumlah Jumlah tunas Berat Basah (g) Berat Kering (g)
berkeeam bah (em) (em) Keeambah daun
(BST) (em)
SoUj
1.
2. SOU2 °° °° °° °° °° °° °° °°
SOU3
3.
4. SOU4 °° °° °° °° °° °° °° °°
5.
6.
SoU,
SjUj 30 ° °° °° °° °° °° °° °°
SjU2
7.
SjU3
30
° ° ° ° ° ° °
°°° °°° °°° °°° °°° °°° °°°
8. 30
SjU4
9.
10. SjU, °°
11. S2Uj 18 0,8 1,20 2,30 2 0,11 0,003
12. S2 U2 18 0,9 1,10 2,40 2 2 0,13 0,006
13. S2 U3 17 1 1,20 2,60 2 2 0,18 0,011
14. S2 U4 17 0,9 1 2,20 2 2 0,1 0,002
S2U,
15.
16. S,Uj °
13 °
1,40 °
1,60 °
3,60 °
2 °
2 °
0,14 °
0,005
17. S3 U2 14 1,30 1,60 3,30 2 0,15 0,007
18. S,U3 14 1,10 1,50 3 2 3 0,17 0,009
19. S3 U4 15 0,9 1,30 2,70 2 2 0,19 0,008
S,U,
20. 14
~ontaminasi) ° ° ° ° ° ° °
21. S4 U j 10 1,80 1,90 3,80 2 3 0,12 0,004
22. S4 U2 11 1,40 2,20 3,90 2 2 0,16 0,010
23. S4 U3 12 1,70 2 4,20 2 4 0,21 0,016
24. S4 U4 10 1,60 1,90 3,80 2 2 0,13 0,003
25. S4U, 12 1,30 1,70 3,60 2 2 0,14 0,007
26. S,Uj 3 1,90 2,60 4,90 2 3 0,34 0,024

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

No. Perlakuan Pararnater Pengarnatan


Waktu Paniang Akar Paniang Batang Paniang Jum1ah Jum1ah tunas Berat Basah (g) Berat Kering (g)
berkeeam bah (em) (em) Keeambah daun
(BST) (em)
27. S,U2 2 2 2,40 5 3 3 0,37 0,028
28. SlUl 2 1,80 2,20 4,30 2 3 0,31 0,019
29. S,U4 Ka1us
30. S5 U4(1) 3 °
2 °
2,40 °
4,80 °
3 °
2 °
0,32 °
0,021
31. S,U, Ka1us
° ° ° ° ° ° °

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

Lampiran 3. Data Waktu Berkecambah Biji Apel


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
1. So 0 0 0 0 0
2. SI 30 30 30 0 22,5
3. S2 18 18 17 17 17,5
4. S3 13 14 14 15 14
5. S4 10 11 12 10 10,75
6. S5 3 2 2 3 2,5

Data Transfonn SquareRoot (akar) Waktu Berkecambah Biji Apel


ANOVA
No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
1. So 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
2. SI 5,48 5,48 5,48 0,22 4,17
3. S2 4,25 4,25 4,13 4,13 4,19
4. S3 3,61 3,75 3,75 3,88 3,52
5. S4 3,17 3,32 3,47 3,17 3,28
6. S5 1,75 1,43 1,43 1,75 1,59

Analisis Statistik Data Waktu Berkecambah Biji Apel


Sum of Mean
Sguares df Sguare F Sig.
Between
52.028 5 10.406 8.941 .000
Groups
Within Groups 20.948 18 1.164
Total 72.976 23

Uji DNMRT 5% Perlakuan Stratifikasi Terhadap Panjang Akar


Subset for alpha ~
Perlakuan N .05
1 2 1
SO 4 .2236
S5 4 1.5891
S4 4 3.2840
S3 4 3.7471
SI 4 4.1672
S2 4 4.1888
Sig. .090 .291

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

Lampiran 4. Data Panjang Akar


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0 0 0 0 0
2. SI 0 0 0 0 0
3. S2 0,8 0,9 1 0,9 0,9
4. S3 1,40 1,30 1,10 0,9 1,18
5. S4 1,50 1,40 1,70 1,60 1,55
6. S5 1,90 2 1,80 2 l.93

Data Transfonn Square Root (akar) Panjang Akar


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
2. SI 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
3. S2 0,92 0,97 1,02 0,97 0,97
4. S3 1,20 1,16 1,07 0,97 1,1
5. S4 1,36 1,20 1,32 1,28 1,29
6. S5 1,40 1,43 1,36 1,43 1,41

Analisis Statistik Data Panj ang Akar


ANOVA
Sum of Mean
Sguares df Sguare F Sig.
Between
5.464 5 l.093 369.257 .000
Groups
Within Groups .053 18 .003
Total 5.517 23

Uji DNMRT 5% Perlakuan Stratifikasi Terhadap Panjang Akar


Perlakuan N Subset for alJ.>ha ~ .05
1 2 3 4 5 1
SO 4 .2236
SI 4 .2236
S2 4 .9740
S3 4 l.l033
S4 4 l.2929
S5 4 l.4050
Sig. l.000 l.000 l.000 l.000 l.000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Lampiran 5. Data Panjang Batang


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0 0 0 0 0
2. SI 0 0 0 0 0
3. S2 1,20 1,10 1,20 1 1,13
4. S3 1,60 1,60 1,50 1,30 1,5
5. S4 1,90 2,20 2 1,90 2
6. S5 2,60 2,40 2,20 2,40 2.4

Data Transfonn Square Root (akar) Panjang Batang


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
2. SI 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
3. S2 1,12 1,07 1,12 1,02 1,08
4. S3 1,28 1,28 1,24 1,16 1,24
5. S4 1,40 1,50 1,43 1,40 1,43
6. S5 1,63 1,57 1,50 1,57 1,57

Analisis Statistik Data Panj ang Batang


ANOVA
Sum of Mean
Sguares df Sguare F Sig.
Between
7.072 5 l.414 812.7l7 .000
Groups
Within Groups .031 18 .002
Total 7.103 23

Uji DNMRT 5% Perlakuan Stratifikasi Terhadap Panjang Batang


Perlakuan N Subset for all2ha ~ .05
1 2 3 4 5 1
SO 4 .2236
SI 4 .2236
S2 4 l.0833
S3 4 l.2440
S4 4 l.4312
S5 4 l.5646
Sig. l.000 l.000 l.000 l.000 l.000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

Lampiran 6. Data Panjang Kecambah


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0 0 0 0 0
2. SI 0 0 0 0 0
3. S2 2,30 2,40 2,60 2,20 2,38
4. S3 3,60 3,30 3 2,70 3,15
5. S4 3,80 3,90 4,20 3,80 4
6. S5 4,90 5 4,30 4,80 4,75

Data Transfonn Square Root (akar) Panjang Kecambah


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
2. SI 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
3. S2 1,53 1,57 1,63 1,50 1,56
4. S3 1,91 1,83 1,75 1,66 1,79
5. S4 1,96 1,99 2,06 1,96 2
6. S5 2,22 2,25 2,09 2,20 2,19

Analisis Statistik Data Panjang Kecambah


ANOVA
Sum of Mean
Sguares df Sguare F Sig.
Between
15.550 5 3.110 842.932 .000
Groups
Within Groups .066 18 .004
Total 15.616 23

Uji DNMRT 5% Perlakuan Stratifikasi Terhadap Panjang Kecambah


Perlakua N Subset for all'ha ~ .05
n 1 2 3 4 5 1
SO 4 .2236
SI 4 .2236
S2 4 l.5565
S3 4 l.7864
S4 4 l.9933
S5 4 2.1900
Sig. l.000 l.000 l.000 l.000 l.000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

Lampiran 7. Data Jnmlah Dann


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0 0 0 0 0
2. SI 0 0 0 0 0
3. S2 2 2 2 2 2
4. S3 2 2 2 2 2
5. S4 2 2 2 2 2
6. S5 2 3 2 3 2,5

Data Transfonn Square Root (akar) Jumlah Daun


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
2. SI 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
3. S2 1,43 1,43 1,43 1,43 1,43
4. S3 1,43 1,43 1,43 43 1,43
5. S4 1,43 1,43 1,43 43 1,43
6. S5 1,43 1,75 1,43 1,75 1,6

Analisis Statistik Data Jumlah Daun


ANOVA
Sum of Mean
Sguares df Sguare F Sig.
Between
8.374 5 l.675 304.522 .000
Groups
Within Groups .099 18 .006
Total 8.473 23

Uji DNMRT 5% Perlakuan Stratifikasi Terhadap Jumlah Daun


Perlakua N Subset for all'ha ~ .05
n 1 2 3 1
SO 4 .2236
SI 4 .2236
S2 4 l.4318
S3 4 l.4318
S4 4 l.4318
S5 4 l.5891
Sig. l.000 l.000 l.000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

Lampiran 8. Data Jumlah Tunas


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0 0 0 0 0
2. SI 0 0 0 0 0
3. S2 1 2 2 2 1,75
4. S3 2 1 3 2 2
5. S4 3 2 4 2 2,75
6. S5 3 3 3 2 2,75

Data Transfonn Square Root (akar) Jumlah Tunas


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
2. SI 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
3. S2 1,02 1,43 1,43 1,43 1,33
4. S3 1,43 1,02 1,75 1,43 1,66
5. S4 1,75 1,43 2,01 1,43 1,66
6. S5 1,75 1,75 1,75 1,43 2,67

Analisis Statistik Data Jumlah Tunas


Sum of Mean
Sguares df Sguare F Sig.
Between
9.256 5 l.851 47.813 .000
Groups
Within Groups .697 18 .039
Total 9.953 23

Uji DNMRT 5% Perlakuan Stratifikasi Terhadap Jumlah Tunas


Perlakua N Subset for all'ha ~ .05
n 1 2 3 1
SO 4 .2236
SI 4 .2236
S2 4 l.3300
S3 4 l.4087 l.4087
S4 4 l.6556
S5 4 l.6678
Sig. l.000 .579 .094

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Lampiran 9. Data Berat Basah Kecambah


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0 0 0 0 0
2. SI 0 0 0 0 0
3. S2 0,11 0,13 0,18 0,1 0,13
4. S3 0,14 0,15 0,17 0,19 0,16
5. S4 0,12 0,16 0,21 0,13 0,16
6. S5 0,34 0,37 0,31 0,32 0,34

Data Transfonn Square Root (akar) Berat Basah Kecambah


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
2. SI 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
3. S2 0,40 0,42 0,48 0,39 0,42
4. S3 0,44 0,45 0,47 0,49 0,46
5. S4 0,41 0,46 0,51 0,42 0,45
6. S5 0,62 0,65 0,60 0,61 0,62

Analisis Statistik Data Berat Basah Kecambah


ANOVA
Sum of Mean
Sguares df Sguare F Sig.
Between
.470 5 .094 122.584 .000
Groups
Within Groups .014 18 .001
Total .484 23

Uji DNMRT 5% Perlakuan Stratifikasi Terhadap Berat Basah Kecambah


Perlakua N Subset for all'ha ~ .05
n 1 2 3 1
SO 4 .2236
SI 4 .2236
S2 4 .4228
S4 4 .4512
S3 4 .4605
S5 4 .6202
Sig. l.000 .084 l.000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Lampiran 10. Data Berat Kering Kecambah


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0 0 0 0 0
2. SI 0 0 0 0 0
3. S2 0,003 0,006 0,011 0,002 0,0055
4. S3 0,005 0,007 0,009 0,008 0,0073
5. S4 0,004 0,010 0,016 0,003 0,0083
6. S5 0,024 0,028 0,019 0,021 0,023

Data Transfonn Square Root (akar) Berat Kering Kecambah


No. Perlakuan Ulangan Rata-rata
1 2 3 4
l. So 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
2. SI 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
3. S2 0,23 0,24 0,25 0,23 0,24
4. S3 0,23 0,24 0,24 0,24 0,24
5. S4 0,23 0,24 0,26 0,23 0,24
6. S5 0,27 0,28 0,26 0,27 0,27

Analisis Statistik Data Berat Kering Kecambah


ANOVA
Sum of Mean
Sguares df Sguare F Sig.
Between
.006 5 .001 24.125 .000
Groups
Within Groups .001 18 .000
Total .007 23

Uji DNMRT 5% Perlakuan Stratifikasi Terhadap Berat Kering Kecambah


Perlakua N Subset for al12ha ~ .05
n 1 2 3 1
SO 4 .2236
Sl 4 .2236
S2 4 .2355
S3 4 .2392
S4 4 .24ll
S5 4 .2701
Sig. l.000 .292 l.000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai