Anda di halaman 1dari 4

Aceh di masa Penjajahan Jepang dalam Sumber Ephemera

Hallo stemian. Saya berharap semua dalam keadaan yang sehat. Kesehatan dan kesempatan
merupakan anugrah yang perlu kita syukuri. Salah satu kesempatan yang berharga perjalanan saya ke
pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial di Universitas Negeri Medan. Hari ini, saya ingin
membaginya dengan anda.

Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial, UNIMED menyimpan berbagai sumber sejarah yang
bernilai tinggi. Sebagian besar koleksinya merupakan sumbangan dari kolektor yang juga merupakan
salah satu dosen senior di Kampus tersebut. Selain teks-teks lokal yang memuat hikayat, novel,
dongeng-dongeng setempatan dan memorabilia lainnya, PUSSIS juga menyimpan banyak koran-
koran lama, seperti Aceh Shinbun, Tempo dan lain sebagainya.

Salah satu hal menarik adalah mengamati sumber-sumber remahan yang biasa disebut dengan
Ephemera. Sebagai salah satu sumber data untuk penulisan sejarah, Ephemera dapat berasal
dari berbagai dokumen yang memiliki sifat dan tujuan yang bermacam-macam. Ephemera
dapat berbentuk brosur, pamflet, advertensi atau pengumuman dari badan-badan atau
organisasi, agen/usaha dagang di tingkat lokal, jadwal perjalanan bus, kereta api, kapal laut
dan sebagainya. Ephemera sebagai sumber khusus tentu saja tidak hanya bersifat teks atau
narasi saja, tetapi dapat pula bersifat non teks seperti iklan radio, opera sabun, iklan di TV,
dan lain sebagainya.
Ephemera merupakan istilah yang digunakan oleh Kying dan Marty untuk menyebut suatu
dokumen khusus dalam bentuk yang campur aduk dan ‘remahan’ sebagai dokumen “gado-
gado”. Dokumen yang tergolong dokumen khusus ini memang lebih banyak digunakan dalam
historiografi sejarah lokal. Pemanfaatan Ephemra seringkali terfokus dalam penulisan sejarah
lokal sebab sifat Ephemera memiliki ruang lingkup yang sempit dan kadang terbatas pada
lokal-lokal tertentu atau dengan kata lain, tidak banyak menyangkut kondisi secara nasional
dan kurang mampu memberi gambaran suatu kejadian yang bersifat makro.
Pada kesempatan tersebut saya tertarik dengan berbagai Ephemera yang tersebar pada koran Aceh
Shinbun. Koran tersebut terbit perdana pada masa Penjajahan Jepang, tepatnya Tahun 1942. Koran ini
menggunakan nama ‘Atjeh Shinbun’ disertai dengan ejaan Jepang pada bagian tengahnya. Didirikan
dibawah jawatan penerangan Jepang, Koran Atjeh Shinbun dimaksudkan untuk melakukan
propaganda pada masyarakat Aceh dengan mempengaruhi opini publik. Media massa ini merekrut
kelompok intelektual Aceh termasuk Aly Hasjmy dan T.A.Talsya.
Repro Koran Atjeh Sinbun, koleksi PUSSIS Unimed.

Ephemera yang menunjukan kondisiAceh pada Masa pendudukan Jepang antara lain memperlihatkan
Perhatian Jepang terhadap budaya bersyair. Masyarakat Aceh dikenal dengan seni tradisi lisan yang
berkembang secara turun temurun. Tradisi bersyair biasanya dilakukan pada berbagai aktivitas.
Bersyair adalah menyanyikan suatu sajak dengan tema tertentu. Perhatian Jepang menjadi lebih unik
sebab Lomba Mengarang Syair yang dibuat bertema Syair Pertahanan Aceh dan persyaratan
menggunakan bahasa Indonesia.
Pada Masa Jepang, pendidikan wajib di selenggarakan di sekolah rendah di seluruh Aceh. Pelajaran
yang wajib diberikan kepada anak-anak yang cukup umur disebut sebagai pendidikan wajib. Kebijkan
tersebut mulai berlaku tanggal 29 bulan 5. Anak-anak yang disebut cukup umur adalah anak yang
telah berusia 7 tahun. Kebijakan ini berlaku bagi anak-anak perempuan dan laki-laki. Lamanya
pendidikan wajib pada masa Jepang adalah 3 tahun. Himbaun Jepang untuk bersekolah disebutkan
dengan kalimat: “marilah semuanya bersama-sama pergi ke sekolah dengan gembira”

Selain beberapa hal positif diatas, ada suatu kondisi yang menunjukan maraknya perjudian di masa
Jepang di Aceh. Lotere atau undian uang yang berjalan di Aceh masa bernama Atjeh Syu. Melalui
iklan pengumuman tersebut diketahui bahwa hadiah lotere diperuntukan untuk 4 tingkatan pemenang.
Pemenang I, II, III dan IV dengan jumlah Pemenang I sebanyak 1 lembar, Pemenang II-2 lembar,
pemenang III-3 lembar da pemenang ke IV sebanyak 14 lembar. Salah satu tanggal pengundiannya
adalah 13 April 2605 (Penanggalan showa Jepang, dalam kalender masehi tahun 1945). Hadiah untuk
pemenang utama sebesar 11.000 gulden dan dapat diambil di Kutaraja.

Penggunaan Ephemera sebagai sumber sejarah pada dasarnya akan lebih bermakna dengan
membedahnya melalui semiotika atau ilmu tentang tanda. Lain waktu saya akan membagi bagaimana
semiotika bekerja untuk membedah ephemera. Demikian yang dapat saya bagi, mohon maaf jika
terjadi kesalahan. Kritik yang membangun sangat saya harapkan.

Anda mungkin juga menyukai