Anda di halaman 1dari 5

Rosihan Anwar, Nasionalisme dalam Sajak

1.

Biografi Rosihan Anwar


Rosihan Anwar lahir pada tanggal 10 Mei 1922 di Kubang, Nan Dua,

Sumatera Barat. Beliau menempuh pendidikan di HIS Padang, MULO Padang, AMS
A Jurusan Klasik Barat di Yogyakarta (1942), beliau juga melanjutkan sekolah di
School of Journalism, University of Colmbia, New York, Amerika Serikat (1954).
Seusai menyelesaikan pendidikan di AMS, setahun kemudian hingga 1945 beliau
menjadi wanrtawa di Asia Raya, Jakarta. Setelah itu, pada tahun 1945 1957, ia
menjadi redaktur pertama harian Merdeka, Jakarta. Setelah bertahun-tahun kemudian,
beliau menjadi pendiri dan pemimpin redaksi majalah siasat, Jakarta (1947 1957)
dan memimpin sebuah redaksi majalah harian Pedoman. Beliau wafat pada tanggal
14 April 2011.
Selama perjalanan hidupnya Rosihan Anwar telah memperoleh penghargaan
dan tanda kehormatan dari Bintang Kerajaan Tunisia (1955), sampai Pigaagam
Penghargaan Pengabdian sebagai Wartawan dari Gubernur Sumatera Barat (1984).
Belau telah menulis sejumlah buku seperti buku autobiografinya yang berjudul
Menulis dalam Air (1982) hingga buku sejarah yang berjudul Sejarah Kecil Petite
Historie Indonesia jilid 1 4, dan masih banyak lagi. Meskipun seorang jurnalis,
beliau juga menulis sejumlah sajak-sajak pada zaman Jepang yang dikumpulkan oleh
H.B Jassin, diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Seruan Lepas
Lahir dengan Batin
Untuk Saudara
Bertanya
Damba
Kisah di Waktu Pagi
Lukisan
Manusia Baru
Keyakinan

2.

Gaya Bahasa dan Nasionalisme Rosihan Anwar


Di tengah kemelut penjajahan Jepang, di usianya yang masih muda, Rosihan

Anwar telah menjadi seorang wartawan di harian Asia Raja. Beliau meliput berbagai
peristiwa sekaligus saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada saat itu. pada
zaman penjajahan Jepang menjadi pintu berubahnya segi pandangan hidup seorang
Rosihan Anwar tentang politik dan gaya bahasa. Awal mulanya ia tertarik untuk
menguasai bahasa Indonesia ia, di dalam buku autobiografinya 1 ia mengaku belum
menguasai perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia. Oleh sebab itu ia
memperluasnya dengan membaca buku-buku dalam bahasa Indonesia dalam waktu
yang singkat. Seiring dengan berjalannya waktu, ia makin cenderung kebih pandai
dalam berbahasa, mudah mengerti orang lain, dapat menampung pemikiran dan
perasaan orang lain. Karena ia telah menjadi wartawan selama bertahun-tahun, gaya
bahasa yang digunakan cenderung lebih sederhana, spesifik, dan langsung melekat
pada dirinya. Oleh kaarena itu, di dalam buku yang sama beliau juga mengaku bahwa
ia bukanlah sesosok penulis novel yang melahirkan karya yang bernilai sastra seperti
pengarang pada umumnya. Akan tetapi, beliau menulis sajak-sajak, dan sajak pertama
kali yang berjudul Semangat Baru berhasil diterbitkan di dalam majalah Panjdi
Pustaka pada awal 1943.
Pada mulanya Rosihan Anwar dianggap sebagai a-political yakni kurang peka
terhadap keadaan politik atau rasa nasionalisme yang kurang kuat. Seiring
berjalannya waktu, beliau melihat perlakuan yang semena-mena terhadap rakyat
Indonesia membuat ia sadar atas identitasnya sebagai warga negara Indonesia. Selain
itu, rasa nasionalisme itu tumbuh oleh beberapa faktor, yang pertama, beliau sering
berdiskusi tentang pergerakan kebangsaan dengan temannya dr.Abu Hanifah. Mereka
membahas mulai dari masa Indonesia saat Sumpah Pemuda diikrarkan, pergerakan
Indonesia Muda dan sebagainya, yang menambah wawasannya tentang pergerakan
1 Menulis dalam Air

kebangsaan. Faktor yang kedua, yakni beliau mengikuti pelatihan baris-berbaris para
Pemuda Asia Raya. Selain baris-berbaris, beliau memperoleh pelajaran saat ia
pertama kali melihat bung Karno dengan bung Hatta di depan masyarakat luas yang
biasa diadakan di lapangan Ikada, dari situ beliau menyadari bahwa kemerdekaan
suatu bangsa dan negara harus diusahakan.
Untuk lebih mengenal lagi Rosihan Anwar melalui sajaknya, penulis
menggunakan salah satu sajaknya yang berjudul Manusia Baru yang berbunyi
sebagai berikut.
Hatiku gembira tidak terkira
Kuhisap udara alangkah nikmat
Kulayangkan pandang sekitar rata
Nampaklah perubahan pada masyarakat
Di dalam orang ber-Taiso giat
Berolah raga memeras keringat
Berempakan baris di jalan raya
Gemuruh nyanyi kuat gembira
Berduyun pemuda jadi perjurit
Berdengung semboyan Ayo ke Laut
Semakin dalam dibenamkan pacul
Semakin sungguh diayunkan tukut
Di kamar sunyi duduk bertekun
Mengumpul ilmu lebih sempurna
Semua bekerja
Semua berusaha
Semua bergembira
Di dalam segala kulihat tanda
Ya Manusia Baru pasti menjelma
Bangsa Baru tengah ditempa!
Mari saudara se-Nusa dan se-Bangsa
Kita berjalan di jalan Tuhan
Mari berjuang runtuhan lawan

Terus ke arah Kemenangan Kita!

Di dalam sajak ini, beliau mengajak masyarakat Indonesia untuk memperjuangkan


kemerdekaan Indonesia. Meskipun beliau mengakui bahwa sajak di atas terlihat
seperti karya sastra pada umumnya, beliau menganggap bahwa menulis sajak sebagai
ilustrasi perasaan seorang pemuda yang harus dicurahkan. Menurutnya, Jepang mesti
diruntuhkan agar Indonesia merdeka.
Rasa nasionalisme dalam Rosihan Anwar menjadi meningkat ketika beliau
ikut serta memperjuangkan pengakuan dunia internasional terhadap kemerdekaan dan
kedaulatan bangsa Indonesia, beliau berada pada pihak nasionalis dan Republiken
sejati. Menurutnya, sesungguhnya, kekuatan dan ketangguhan nasonalisme tidak
dapat disangsikan, berkat nasionalisme, kolonialisme tamat. Di dalam buku
autobiografinya ia menceritakan pengalamannya dari beliau disebut sebagai apolitical dan bego politik sampai turut berjuang sebagai nasionalisme. Ialah Rosihan
Anwar yang tidak malu mengakuinya. Oleh sebab itu ia mengharapkan diterapkannya
pendidikan politik untuk generasi muda. Hal tersebut juga diutarakan oleh H.B Jasiin
tentang Rosihan Anwar yang saat itu sebagai pemuda yang tidak tertelan oleh
propaganda Jepang. Dinamika kejadian-kejadian dan perubahan pikiran sekitarnya
tidak dapat mempengaruhinya.

3.Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian seputar Rosihan Anwar di atas, dapat diketahui
bahwa beliau merupakan seorang wartawan Indonesia yang telah meliputi berbagai
peristiwa penting di Indonesia, salah satunya pada masa penjajahan Jepang. Selain
sebagai sesosok wartawan, ia juga merupakan penulis sajak pada zaman Jepang. Isi
sajak-sajaknya mengajak masyarakat agar turut serta memperjuangkan kemerdekaan

Indonesia. Rosihan Anwar pada zamam kependudukan Jepang mengalami peralihan


gaya bahasa dan sikap a-politica menjadi nasionalisme. Melalui karyanya, diharapkan
adanya pendidikan politik pada generasi muda agar menanamkan rasa cinta yang
kental terhadap tanah air.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar. Rosihan. 1983. Menulis dalam Air. Otobiografi H.Rasihan Anwar. Jakarta:
Penerbit Sinar harapan
Anwar, Rosihan.2009. Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia, jilid 2. Jakarta:
Kompas
Anwar, Rosihan. 2012. Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia, jilid 5. Jakarta:
Kompas
Jassin, H.B. 1993. Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang. Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai