Anda di halaman 1dari 1

PENCARIAN TUHAN

ٓ َّ َ َ ِ َ َ َٰ َ َ َ ٗ َ ۡ َ َ َ ُ ۡ َّ ۡ َ َ َّ َ َّ َ َ َ ۡ َ ُ َۡ َ َ َّ ‫وت‬ َ ‫ك‬ ُ َ َ َ َ ۡ ٓ ُ َ َٰ َ َ َ
‫ۡرض َو ِِلَكون م َِن ٱل ُموقِن ِني فلما جن عليهِ ٱِلل رءا كوكباۖ قال هذا ر ِّبۖ فلما‬ ِ ‫ت َوٱۡل‬ ِ َٰ ‫ٱلسمَٰو‬ ‫وكذل ِك ن ِري إِبرَٰهِيم مل‬
ِ َّ ۡ َ ۡ َ َّ َ ُ َ ِ َ
َ ‫ٓال‬ َ َ
َّ َ َ َ َ َ ٓ َ َ ِ َ َ َ َ ٗ َۡ ََ َ ُّ ‫أَفَ َل قَ َال ََلٓ أُح‬
‫ِني‬ ‫ِني فل َّما َر َءا ٱلق َم َر بَازِٗغ قال هَٰذا َر ِّبۖ فل َّما أفل قال لئِن ل ۡم َي ۡهد ِِِن ر ِّب ۡلكونن مِن ٱلقو ِم ٱلض‬ ‫ِب ٱٓأۡلفِل‬
َّ َ ۡ َ ُ ۡ َّ َ ِ َ ُ ۡ ُ َّ ِ ٞ ٓ َ ِ ۡ َ َ َ َ ۡ َ َ َ ٓ َّ َ َ ُ َ ۡ َ ٓ َ َ ِ َ َ َ َ َ ٗ َ َ َ ۡ َّ َ َ َّ َ َ
‫ۡشكون إ ِ ِِن وجهت وج ِِه ل َِّلِي‬ِ ‫فلما رءا ٱلشمس بازِغة قال هَٰذا ر ِّب هَٰذا أكبۖ فلما أفلت قال يَٰقو ِم إ ِ ِِن ب ِريء مِما ت‬
َ ‫ِيفاۖ َو َما ٓ َأنَا ۠ م َِن ٱل ۡ ُم ۡۡشك‬
‫ِني‬
ٗ َ َ َ ۡ َ َٰ َ َٰ َ َّ َ َ َ
‫ت وٱۡلۡرض حن‬
ِ ِ ‫فطر ٱلسمو‬

(Q., s. al-An‘am/6: 75-79)

Nabi Ibrahim adalah salah satu nabi yang istimewa. Nabi yang oleh Allah diberi julukan khalilullah
(kekasih Allah) itu dalam khazanah sejarah agama modern disebut juga Bapak Monoteisme. Dia sangat
dihormati baik dalam tradisi agama Yahudi, Kristen, dan juga Islam.
Dalam Islam, Nabi Ibrahim menginspirasi beberapa ritual keagamaan yang memuat nilai-nilai
mendasar dalam agama. Misalnya, pelaksanaan kurban dan juga ibadah haji. Kedua ibadah ini membawa
banyak nilai mendasar, seperti kepasrahan kepada Tuhan, persamaan derajat manusia, dan sebagainya.
Dalam bidang akidah, Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi yang dikisahkan dalam al-Qur’an yang
secara langsung meminta Alah agar diperlihatkan bagaimana Allah menghidupkan makhluk yang mati.
Allah mengabulkan permintaan Nabi Ibrahim dan memerintahkannya untuk menyembelih empat ekor
burung. Atas kekuasaan Allah, keempat burung yang masing-masing bagian tubuhnya sudah tercampur
itu hidup kembali (dikisahkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 260).
Kepercayaan Nabi Ibrahim akan Tuhan Yang Maha Esa disimpulkan melalui sebuah proses
pencarian yang cukup legendaris dan direkam oleh al-Qur’an. Allah berfirman bahwa Dia
memperlihatkan tanda-tanda alam kepada Nabi Ibrahim sehingga akhirnya Nabi Ibrahim memperoleh
keyakinan yang mantap.
Dalam mencari Tuhan, Nabi Ibrahim mengamati benda-benda langit, mulai dari bintang, bulan, dan
juga matahari. Namun, dia kecewa karena semuanya mengalami perubahan. Dari ada menjadi tiada. Dari
terbit menjadi tenggelam. Dalam pikiran Nabi Ibrahim, Tuhan tidaklah mungkin memiliki sifat yang
berubah-ubah. Perubahan hanya dimiliki oleh makhluk atau hal-hal yang baru.
Fakhruddin al-Razi mencatat beberapa pokok kesimpulan dalam menjelaskan ayat tentang
pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim ini. Di antaranya, bahwa beragama itu tidak boleh atas dasar ikut-
ikutan, tapi harus berdasarkan pencarian sehingga keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawab-
kan. Selain itu, al-Razi menyimpulkan bahwa pengetahuan para nabi tentang Tuhan adalah berdasarkan
kepada pencarian dalil atau bukti yang jelas. Lebih jauh lagi, al-Razi menyimpulkan bahwa mengenal
Tuhan hanya dapat diperoleh dengan cara pengamatan dan pencarian dalil sebagaimana yang dilakukan
oleh Nabi Ibrahim ini. Karena jika pencarian Tuhan bisa dilakukan dengan cara lain, tentu Nabi Ibrahim
akan menggunakan cara yang lainnya—bukan pengamatan dan pencarian dalil.
Pencarian Tuhan dengan cara mengamati dan merenungkan fenomena alam dengan perangkat akal
juga dikemukakan oleh beberapa filsuf muslim terkemuka, seperti Ibn Thufayl (w. 1185). Dalam
bukunya yang berjudul Hayy bin Yaqzan, filsuf yang berasal dari Cordoba, Spanyol, ini membuat sebuah
cerita rekaan tentang seseorang yang hidup di sebuah pulau tanpa penghuni manusia dan dipelihara
rusa tetapi akhirnya, berkat kejujuran dan ketajaman intelektualnya, berhasil tiba pada keyakinan akan
adanya Tuhan dan keabadian ruh.
Terlepas dari itu semua, patut dicatat bahwa dalam ayat ini Allah mengisyaratkan bahwa pencarian
Nabi Ibrahim akan Tuhan Yang Esa berada dalam bimbingan dan petunjuk Allah, sebagaimana tecermin
dalam penggalan ayat, “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku maka pastilah aku
termasuk orang-orang yang sesat.”

Daftar Pustaka
Fakhruddin Muhammad bin ‘Umar bin al-Husayn al-Razi, al-Tafsîr al-Kabîr (Mafâtîhul Ghayb), Dârul
Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, 2004.
Ibn Thufayl, Hayy bin Yaqzan: Anak Alam Mencari Tuhan, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1997.
M. Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Quran, Mizan, Bandung, 2007.
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Lentera Hati, Jakarta, 2009.
Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (ed.), Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Mizan, Bandung, 2003.

Anda mungkin juga menyukai