Anda di halaman 1dari 38

Download Gratis: MUSHAF

MADINAH DALAM BENTUK PDF


Alhamdulillah, Kesempatan kali ini kami akan membagikan hadiah menarik di
tengah-tengah bulan Ramadhan. Mushaf Madinah dalam Format PDF, barangkali
ada di antara teman-teman yang membutuhkannya untuk referensi bisa
langsung di download melalui link di bawah ini:

ALQURAN MADINAH
Quran_Madinah.rar
Version: Mushaf Madinah
134.4 MiB
5248 Downloads
Details

KISAH MUALLAF SUKU


TERASING LAUJE
Bismillahirrahmanirrohim

KABAR TENTANG PARA MUALLAF

Pada akhir bulan Muharram 1435 H yang lalu, ada seorang teman dari Poso
mengabarkan tentang masuk islamnya beberapa orang suku terasing di Desa
Dongkalan Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong (PARIMO) Sulawesi
Tengah. Mereka adalah suku terasing Lauje atau yang lebih dikenal oleh warga
setempat dengan sebutan “Orang Bela”. Walaupun Bapak Bupati PARIMO lebih
menganjurkan untuk memanggil mereka dengan sebutan “Orang La Uje Asli”,
agar lebih menghargai mereka. Karena kegiatan misionaris Canada (Amerika),
mayoritas mereka sudah di kristenkan. Mereka mendiami pegunungan Pantai
Timur (istilah untuk wilayah pesisir timur provinsi Sulawesi Tengah).
Alhamdullillah ada beberapa orang dari mereka yang tersentuh hidayah untuk
memeluk Islam, sehingga mereka pun menjadi muallaf.

Para muallaf ini sangat membutuhkan bimbingan demi memperkuat keimanan


mereka. “ Kami tidak ingin berislam sekedar islam KTP”, kata salah satu
muallaf. Akan tetapi sayang, mereka belum mendapatkan penanganan serius.
Kondisi ini sangat di khawatirkan membuat mereka akan kembali lagi kepada
kekafiran. Karena sudah banyak warga muallaf yang tidak terbina, akhirnya
mereka pun murtad kembali.

PERJALANAN MENUJU KAMPUNG MUALLAF

Mendengar berita masuk Islamnya


beberapa orang suku terasing
tersebut, sejumlah da’i Ahlus
Sunnah di Poso dan Palu, merasa
t er pa n g gil untuk beran gka t
menemui para muallaf tersebut.
Jarak dari Poso menuju menuju
kecamatan Palasa itu sekitar 300
km, kalau dari palu sekitar 200 km.
Rombongan Poso sepakat untuk
bertemu dengan rombongan Palu di kota Parigi, lalu mereka bersama-sama
menuju kecamatan Palasa.

Dengan bermodalkan nomor HP, pada pukul 14.30 WITA rombongan pun
meluncur dari Parigi menuju tempat tinggal para muallaf tersebut. Pada
pukul
18.30 WITA rombongan sudah tiba di desa Dongkalan. Kemudian rombongan
langsung di sambut ramah oleh Pak Arsyad (yang lebih akrab disapa Pak Acat).
Seorang warga desa Dongkalan yang sering berinteraksi dengan orang-orang
Bela. Dari Pak Acat inilah informasi awal tentang para muallaf ini didapat.

BEBERAPA ORANG BELA MENJADI MUALLAF


Setiap hari sabtu (hari pasaran Dongkalan) beberapa Orang Bela selalu turun
membawa barang dagangan dari gunung, seperti kayu manis, rotan, bawang
merah dan hasil bumi lainnya untuk di jual di pasar. Uang yang didapat, mereka
pakai untuk membeli ikan asin, garam, minyak goreng dan keperluan lainnya.

Sehari sebelum hari pasar, banyak orang bela yang turun dan berinteraksi
dengan kaum muslimin, termasuk pak Arsyad. Dengan sebab interaksi tersebut,
sebagian mereka akhirnya masuk islam. Mereka memilih masuk Islam tanpa
paksaan. Mereka pun masuk Islam dengan dibimbing Pak Imam Masjid setempat
mengucapkan dua kalimat syahadat lalu dimandikan oleh Pak Imam Masjid.
Sebagian mereka juga masuk Islam lantaran pernikahan mereka dengan
beberapa warga muslim di sekitar desa Dongkalan.

Akan tetapi setelah keislaman tersebut, mereka tidak mendapatkan pembinaan


lanjutan dari tokoh setempat, sehingga keadaan mereka sangat memprihatinkan.
Kebanyakan mereka belum mengerti sholat, puasa dan amal ibadah lainnya. Ada
yang sudah masuk Islam sejak satu atau dua tahun lalu, akan tetapi masih belum
mengerti shalat, puasa dan dasar-dasar Islam lainnya. Bahkan penulis menemui,
ada seorang yang masih terbata-bata dalam mengucapkan dua kalimat syahadat.
“Kami baru bersyahadat satu kali saja pak“ ujar salah satu muallaf. Jumlah para
muallaf desa Dongkalan hingga sekarang ada 18 keluarga atau sekitar 60 jiwa,
yang semuanya membutuhkan bimbingan. Kehidupan mereka yang di bawah garis
kemiskinan membuat mereka sangat rawan untuk kembali murtad keajaran
agama nasrani.

SEORANG MANTAN PENGINJIL YANG MENJADI MUALLAF


Setibanya rombongan di rumah pak Acat, beliau langsung menelepon salah satu
muallaf untuk turun kerumah beliau. Sepulang dari Sholat Isya, rombongan
sudah mendapati dua orang duduk di teras rumah pak Acat. Mereka
langsung menyalami keduanya, Pak Andi dan Pak Asmin namanya. Pak Andi
adalah seorang mantan Penginjil yang baru satu pekan masuk islam.

Beliau sempat mengenyam pelatihan Penginjil di Manado selama sebulan.


Dahulu pak Andi berganti-gantian memimpin kebaktian jemaat Solongan
bersama pendeta. Karena beliau lancar berbahasa Indonesia, juga pandai baca
tulis, maka beliau sering mendampingi para tamu dari kalangan pendeta dan
tokoh nasrani yang datang ke dusun Solongan.

Adapun pak Asmin, beliau sudah berislam sejak lahir, hanya saja isteri beliau
adalah seorang muallaf. Dalam kesempatan berjumpa dengan muallaf itu
salah seorang rombongan menawarkan untuk menyampaikan beberapa ajaran
Islam. Keduanyapun mengiyakan. Maka sambil berbincang santai, salah
seorang diantara mereka menyampaikan makna dua kalimat syahadat secara
ringkas, juga rukun islam lainnya, tata cara bersuci dan beberapa adab Islam
lainnya.

Dua orang tersebut mendengarkan dengan seksama. Bahkan pak Andi sempat
merekam beberapa penjelasan tersebut dengan HP-nya. Dengan harapan bisa
didengar ulang nanti di rumahnya. Kemudian mereka menyampaikan kepada
pak Andi, rencana akan naik ke gunung besok pagi Insya Allah. Rencana
tersebut di sambut baik Pak Andi, bahkan beliau meminta diadakan
pengajaran Islam di gunung untuk warga muallaf lainnya.

Tidak beberapa lama, datanglah Pak Sekdes dan Pak Ketua P2N, maka
pembicaraan beralih ke topik kondisi orang-orang Bela. Tak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul; 22.30 Wita, maka kedua orang bela tersebut berpamitan
untuk pulang kerumahnya di gunung.

SEMANGAT BELAJAR SEORANG MUALLAF

Walaupun malam mulai larut, pak Andi dan pak Asmin tetap berangkat pulang
ke gunung. Dengan menaiki sebuah motor bebek, keduanya menaiki jalan
terjal di kegelapan malam sejauh 8 km untuk sampai di rumahnya. Setibanya
di rumah, pak Andi bukannya langsung tidur, akan tetapi malah
membangunkan
keluarganya yang sudah tertidur. “Bangun-bangun, ini ada rekaman pelajaran
agama islam dari Pak Ustad. Mari
kita dengarkan!” Akhirnya mereka
pun bangun dan mendengarkan
rekaman tersebut. Pak Andi
mengatakan. “Kami mengulang-
ulang mendengarkan rekaman
tersebut hingga jam 2 malam, baru
kami tidur.“ (Waktu itu isteri pak
Andi masih Nasrani, dengan ijin
Allah beberapa pekan kemudian
masuk islam walhamdulillah). Masya Allah, demikianlah semangat seorang
muallaf yang ingin mengetahui ajaran islam. Semoga Allah mengokohkan iman
pak Andi sekeluarga.

Besok harinya, masih pagi-pagi sekali, Pak Andi dan Pak Asmin berjalan naik
turun bukit untuk menyampaikan undangan ta’lim kepada para muallaf lainnya
yang akan dilaksanakan di Ruang Kelas SD terpencil Punsung Lemo.

TA’LIM BERSAMA PARA MUALLAF

Pagi harinya, sekitar jam 08.00 Wita, rombongan naik ke SD Punsung Lemo guna
bertemu langsung dengan para
muallaf. Perjalanan ke sana dengan
menggunakan motor ojek.
Mengingat medan yang terjal,
dengan tinggi gunung sekitar 1500
meter di atas permukaan laut dan
jarak yang lumayan jauh, yaitu 8
km, maka tarifnya pun
menyesuaikan. Untuk pulang
pergi tukang ojek memasang tarif
Rp. 70.000-, untuk
sekali antar Rp. 40.000-. Setelah menaiki banyak tanjakan, tak terlihat
perkumpulan rumah layaknya perkampungan. Akan tetapi yang terlihat rumah-
rumah yang terpencar diantara kebun yang terjal. Jarang sekali didapati tanah
yang rata. Itulah tempat tinggal mereka, layaknya gubuk-gubuk tempat
beristirahat dikebun. Hanya saja mereka telah mendapatkan bantuan dari
pemerintah, sehingga atapnya sudah terbuat dari seng dan dindingnya papan.
Adapun rumah mereka yang masih asli berdindingkan kulit kayu dan beratapkan
daun rotan, dalam keadaan tidak menggunakan paku tapi diikat dengan rotan.
Akhirnya rombongan tiba di SD Terpencil Punsung Lemo. Terlihat sekumpulan
warga yang berjalan menaiki bukit. Merekalah para muallaf yang hendak
menghadiri ta’lim di SD Punsung Lemo. Diantara mereka juga ada warga Bela
yang memang sudah muslim sejak lahir. Tidak lama merekapun masuk ke
ruangan kelas untuk mendengarkan ta’lim. Disampaikan saran, agar jama’ah
wanita dipisah di ruang sebelahnya, dan merekapun memahaminya. Sementara
anak-anak mereka bermain di halaman sekolah. Kemudian ta’limpun di mulai,
salah satu dari rombongan menyampaikan beberapa materi kajian islam : Makna
dan Keutamaan dua kalimat syahadat, rukun islam, tata cara thaharah, berwudhu,
tata cara sholat dan beberapa adab islam lainnya. Setiap 4 atau 5 menit
penyampaian materi, Pak Andi menerjemahkannya ke bahasa Lauje, karena
memang kebanyakan mereka belum paham Bahasa Indonesia.

Alhamdulillah mereka mendengarkan dengan seksama. Seusai ta’lim, salah satu


dari rombongan membagi-bagi mie instan kepada muallaf.

KRISTENISASI DI KEC. TINOMBO, KEC PALASA DAN SEKITARNYA

Menurut warga, misionaris dari Canada Amerika sudah melakukan misi


kristenisasi di Pantai Timur sejak sekitar tahun 40-an. Awal mulanya ada
beberapa penginjil bule yang datang ke kecamatan Tinombo (sebelah kec.
Palasa). Mereka meminta salah seorang guru bahasa inggris di sebuah sekolah
setempat untuk menuliskan kamus Inggris-Lauje. Akhirnya mereka menguasai
bahasa Lauje. Mereka kemudian menerjemahkan injil ke dalam bahasa lauje.
Para penginjil Canada tersebut tinggal bertahun-tahun di pegunungan suku
terasing La uje. Dahulu mereka sempat menggunakan helikopter untuk
menjangkau daerah- daerah terpencil dalam menjalankan misi kristenisasi.
(Alhamdulillah, sekarang helikopter tersebut sudah tidak terlihat lagi,
wallahu a’lam apa sebabnya). Setelah itu mereka mulai mendekati beberapa
tokoh dan kepala suku orang Bela. Dengan diiming-imingi pakaian dan makanan
mereka berhasil mengkristenkan tokoh-tokoh orang Bela tersebut. Ketika
kepala sukunya sudah masuk Kristen, maka dengan mudah masyarakatnya pun
ikut masuk Kristen. Lebih-lebih mereka
juga membagi-bagikan beras dan pakaian kepada masyarakat gunung tersebut.

Beberapa kepala suku yang berhasil mereka rekrut ada yang dikirim ke Canada,
Amerika. Akhirnya kepala suku tersebut menjadi pendeta dan penginjil di gunung.
Beberapa Pemuda/pemudi orang Bela juga mereka kirim ke Perguruan Theology,
seperti ke Manado, Tentena (Poso) atau tempat lainnya, yang akhirnya mereka
pulang menjadi pendeta di gunung.

PEMBANGUNAN GEREJA ILEGAL

Sekitar 3 tahun lalu, masyarakat Desa Dongkalan sedang disibukkan dengan


kerja bakti membangun pasar Dongkalan. Mereka hampir tidak pernah naik ke
kebun di gunung. Ternyata secara diam-diam, para penginjil Pantekosta di
dusun Pungsu membangun sebuah gereja, tanpa seijin pemerintah dan warga
setempat. Warga dikagetkan dengan adanya undangan kebaktian dari seorang
pendeta perempuan bernama Selvi. Warga bertambah kaget lagi ketika
jemaat gereja yang datang itu ternyata dari luar daerah, seperti dari tentena
(Poso), Bondoyong (Tinombo), dan Manado.

Warga sangat tersinggung dengan perbuatan para penginjil tersebut. Spontan


warga langsung naik ke gunung dan merobohkan gereja illegal tersebut. Konon
kabarnya, gereja tersebut adalah gereja terbesar di kecamatan tersebut.
Tidak lama kemudian Pak Danramil, Pak Camat dan Pak Kades naik ke lokasi.
Mereka juga menyalahkan tindakan para penginjil tersebut yang membangun
gereja tanpa izin Pemerintah dan warga setempat.

AKHIRNYA PENDETA MUDA ITU MASUK ISLAM

Para penginjil itu ternyata sudah menyiapkan seorang pendeta muda


perempuan untuk memimpin jemaat gereja pantekosta di dusun Pungsu.
Adalah Arina, seorang gadis belia suku Bela yang telah mereka kirim ke
sebuah sekolah Theology di Manado. Dia mengenyam pendidikan Pendeta
sekitar 3 Tahun di Manado. Mereka harap-harap Arina bisa melanjutkan misi di
dusun Pungsu, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala musnahkan impian
mereka.

Walaupun Gereja illegal tersebut sudah dirobohkan warga, Pendeta Selvi masih
ngotot terus melakukan kebaktian di rumah seorang warga. Hanya saja Pendeta
Arina sudah tidak begitu aktif memimpin jemaat lagi. Entah apa yang
menyebabkan pendeta Arina tidak aktif memimpin jemaat. Karena
kevakumannya, Pendeta Selvi sempat memukul Pendeta Arina. Kurang lebih dua
bulan yang lalu, kaum muslimin Dongkalan mendapat kabar gembira dengan
masuk islamnya Pendeta muda Arina, menyusul dua kakaknya yang terlebih
dahulu masuk islam. Ada seorang pria muslim dari dusun Tingkulang yang
mempersunting mantan Pendeta Arina. Akhirnya mereka berdua dinikahkan
oleh Pak Imam Masjid setempat. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
menambah keimanan beliau. Hanya saja mantan pendeta Arina sekarang
berpindah ikut suaminya tinggal di Tingkulang.

KEINGINAN MEMBANGUN MASJID

Para muallaf sangat mendambakan


berdirinya sebuah masjid di Dusun
Pungsu-Solongan. Mereka sangat
menginginkan bisa belajar islam
bersama anak-anak dan istri mereka
di mesjid tersebut, akan tetapi
karena kurang mendapat dukungan
dari pihak-pihak terkait, keinginan
mulia ini belum tercapai.

Sepulangnya rombongan para da’i Ahlus Sunnah tersebut dari kampung muallaf
itu, mereka terus menyampaikan kabar tentang kondisi para muallaf tersebut
kepada kaum muslimin di Poso, Parigi dan Palu. Alhamdulillah Allah gerakkan
hati kaum muslimin untuk membantu para muallaf dalam meraih cita-cita
mulia tersebut. Tidak lama, terkumpullah belasan karung pakaian pantas
pakai serta sejumlah dana dakwah dan pembangunan Masjid. Sekarang
program pembangunan masjid kayu dengan ukuran 8 x 8 m masih berlangsung.
Kerangka bangunan dan atap seng sudah terpasang. Karena keterbatasan
tenaga tukang, pembangunan belum berlanjut. Tahap selanjutnya adalah
pemasangan lantai kayu dan dinding kayu.
PROGRAM DAKWAH YANG LAINNYA

A. Rencana pengadaan sarana MCK dan tempat wudhu dan pengadaan air
bersih. Mengingat langkanya sumber air, pengadaan air bersih rencana diambil
dari sebuah mata air di bukit yang berjarak sekitar 600 m. Sehingga dibutuhkan
slang air sebanyak 12 rol dan dua buah tandon penampungan air.

B. Program pemberangkatan 5 guru ngaji setiap pekan sekali bergiliran.


Mengingat jarak Poso-Palasa sekitar 300km, maka dibutuhkan biaya akomodasi
para ikhwah pengajar mengaji. Demikian pula ikhwah Palu dan Parigi juga akan
bergiliran mengajar mengaji insya Allah.

C. Program pembagian santunan rutin (bulanan) kepada 18 keluarga Muallaf.


Mengingat banyaknya isu fitnah yang ditebarkan orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Beberapa keluarga muallaf ada yang terhasut dan tidak
mau menghadiri ta’lim lagi. Maka dakwah kepada mereka dilanjutkan dalam
bentuk bantuan santunan rutin, atau pembagian sembako dalam rangka
melembutkan hati-hati mereka. Tatkala penulis menyerahkan santunan
sejumlah uang kepada seorang muallaf terlihat matanya berkaca-kaca.
Mengingat sampai sekarang, belum ada santunan rutin yang diberikan kepada
tiap-tiap keluarga muallaf, selain pembagian pakaian pantas pakai, sabun
dan garam dapur, itupun baru terlaksana satu kali. Dan juga demi meredam
berbagai isu fitnah, program santunan juga ditujukan kepada beberapa tokoh
adat, kepala dusun (orang bela yang sudah muslim sejak lahir), akan tetapi
hidup mereka juga dibawah garis kemiskinan.

D. Program biaya belajar santri Lauje. Alhamdulillah ada dua santri muallaf
yang sudah dikirim ke Poso untuk belajar di ma’had Al-Manshuroh dan Pra
Tahfizh Poso. Insya Allah ada beberapa anak muallaf lainnya yang ingin
menyusul mereka untuk belajar Islam di Poso.

E. Diantara program dakwah juga adalah pembebasan tanah dan pembangunan


beberapa unit rumah kayu untuk beberapa orang bela yang ingin belajar Islam
ke dekat masjid. Adalah Aji, seorang muallaf yang tinggal di dusun
Silongkohung. Kalau mau ke lokasi masjid, dia mesti berjalan kaki sekitar
empat puluh menit. Dia sangat menginginkan berpindah ke dekat masjid agar
lebih intensif belajar Islam. Hanya saja karena terkendala biaya, Aji masih
belum bisa membangun
rumah dekat masjid. Selain Aji, masih ada beberapa warga Bela yang
menginginkan mendekat ke lokasi Masjid.

F. Program pembinaan pertanian untuk peningkatan taraf hidup masyarakat


Bela.

PERIJINAN DAKWAH KEPADA PARA MUALLAF

Sudah menjadi prinsip dakwah Ahlussunnah, bahwasanya setiap langkah


dakwahnya selalu berkoordinasi dengan pemerintah, sebagai bentuk ketaatan
kepada Pemerintah dalam hal ma’ruf. Para da’i yang hendak berdakwah kepada
para muallaf ini menemui kepala desa Dongkalan, pak Camat dan Kapolsek
Palasa. Para pejabat tersebut secara umum mendukung program mulia ini.
Proses perijinan pun dilanjutkan ke tingkat atasnya dengan menghadap ke
Kapolres Parimo, Sekretaris Daerah Kab. Parimo dan kepala Departemen
Agama Parimo. Dengan kemudahan dari Allah surat ijin kegiatan Dakwah dari
Polres dan Depag Kab. Parimo telah keluar. Para da’i pun senantiasa
berkoordinasi dengan pemerintah setempat dalam menjalankan dakwahnya.

Demikian gambaran singkat agenda dakwah kepada para muallaf suku terasing
Lauje. Tentunya program ini membutuhkan uluran tangan dari kaum mukminin.
Bagi kaum mukminin yang ingin berinfaq demi kelanjutan dakwah kepada para
muallaf, infaq dapat disalurkan melalui :

Bank BRI Poso No Rek : 0072-01-006008-53-0

a.n Sarmin Paroso.

Atau Bank Syariah Mandiri Poso No Rek : 70-699-3950-8

a.n Atjo Ishak Andi Mapatoba.

Contact Person : HP 0852-41098-250, 0852-41480-960.

Untuk bantuan pakaian pantas pakai, bisa dikirim ke Masjid Babul Iman Jl. KH.
Abdul Wahab lorong Srigading Kel. Sayo. Poso.

Kepada para muhsinin, kami ucapkan Jazaakumullah khairan.


========================

SEKILAS TENTANG KAMPUNG MUALLAF

Dusun Solongan dan Pungsu, adalah dua dusun yang bersebelahan, keduanya
masih dibawah pemerintahan Desa Dongkalan. Solongan berjarak sekitar 8 km
dari jalan poros, sementara Pungsu terletak dibawah solongan. Mayoritas warga
Solongan beragama Nasrani, sementara Pungsu lebih banyak kaum musliminnya.
Di kedua dusun inilah para Muallaf itu tinggal. Warga Bela di sana hidup dari
sektor pertanian. Secara geografis kedua dusun tersebut terletak diatas
perbukitan terjal dan berbatu. Lereng-lereng gunung yang sangat terjal mereka
olah menjadi kebun-kebun. Mereka bercocok tanam ubi, singkong, padi
ladang, bawang, cabai, coklat atau cengkih. Pengetahuan mereka tentang
pertanian sangat minim, sehingga hasil panennya pun sangat terbatas. Hal
inilah yang melatar belakangi program pembinaan pertanian kepada mereka
demi lebih menambah produktivitas hasil pertanian. Makanan pokok mereka
adalah talas, ubi, singkong kadang nasi. Ubi atau singkong terkadang dibakar,
atau direbus. Lauk yang paling mereka sukai adalah ikan asin, kalau tidak ada
ikan asin mereka makan dengan lauk garam dicampur cabai.

SEKILAS TENTANG DUSUN SALAMAYANG


Salamayang adalah dusun yang sangat terpencil, hanya bisa di tempuh dengan
berjalan kaki selama setengah hari bagi Orang Bela yang sudah biasa. Adalah pak
Nani Hati, beliau adalah warga Salamayang yang sudah masuk Islam dua tahun
lalu. Hanya saja, beliau masih belum mengenal islam. Anak-anak dan isterinya
masih belum dibimbing bersyahadat oleh pak Imam Dongkalan. Beliau adalah
satu-satunya guru Sekolah di sana. Sekolah yang beliau kelola hanya beratap
terpal, berlantai papan, tanpa ada dindingnya. Jumlah siswanya 120 orang. Di
sana ada 400 KK atau sekitar 3000 jiwa yang mayoritasnya masih beragama
Nasrani. Hanya saja kegiatan gereja sekarang sudah tidak aktif lagi. Dahulu
pernah ada pendeta bule Canada yang tinggal menetap disana. Akan tetapi
karena suatu kasus akhirnya dia diusir dari Salamayang. Pak Nani Hati
menjelaskan, kalau warga Salamayang disentuh dengan bantuan-bantuan insya
Allah mereka bisa diajak masuk Islam. Beliau siap menjembatani untuk sampainya
program dakwah kepada suku terasing disana. Dari sisi mata pencaharian,
mayoritas warga Salamayang bercocok tanam bawang merah. Bagi yang pernah
berkunjung ke Palu, mungkin sudah mengenal oleh-oleh Bawang Goreng renyah.
Dari Salamayanglah asalnya bawang goreng tersebut di tanam. Mereka berjalan
selama setengah hari memikul hasil panennya dari Salamayang menuju pasar.
Terkadang bawang hasil panen mereka muat dengan rakit menyusuri sungai
Palasa menuju jalan raya.

Keadaan Salamayang yang sangat terpencil tersebut membuat petugas


pemerintah merasa kesulitan dalam membina mereka. Pembinaan dari para
misionaris kristen yang sempat menyentuh mereka sehingga mereka sekarang
memeluk agama kriaten.

KEINGINAN MASUK ISLAM YANG TIDAK TERSAMPAI

Ada seorang warga Solongan, pak Tahar namanya, beliau pernah bertemu
dengan sepuluh laki-laki warga Salamayang yang baru pulang dari kampung di
bawah. Ketika ditanya apa hajat mereka dari kampung di bawah, mereka
menjawab, “Kami ada 10 keluarga ingin masuk Islam, akan tetapi tidak ada
tanggapan dari pak Imam.” Sehingga 10 keluarga ini dengan penuh
kesedihan pulang ke Salamayang tidak jadi masuk Islam. Sungguh ironis,
sepuluh keluarga tersebut tidak tersalurkan hajatnya untuk memeluk islam.
Semoga Allah mempertemukan mereka dengan hidayah.
Demikianlah gambaran singkat kisah muallaf suku terasing Lauje. Semoga Allah
memberikan keteguhan Iman dan keistiqomahan kepada mereka semua. Amiin.

http://salafy.or.id/blog/2014/04/26/kisah-muallaf-suku-terasing-lauje/

Ebook Gratis: Sungai Di Dalam


Surga, Tafsir Surat Al-Kautsar (Al-
Ustadz Ayip Syafruddin) PDF
Sungai di Dalam Surga, inilah judul menarik yang dikupas oleh Al-Ustadz Ayip
Syafruddin dalam ebook gratis kali ini. Pembahasan ini adalah tafsir dari Surat
Al- Kautsar yang asalnya beliau tulis di Majalah Asy-Syari’ah Edisi 091. bagi
ikhwah yang penasaran dengan isinya silakan di download di bawah ini:

Tafsir-kautsar
tafsir-kautsar.pdf
677.4 KiB
796 Downloads
Details
Kitab Gratis: Syarah Fadhul
Islam (Syaikh Shalih Alu Syaikh
Hafizhahullah) PDF
Alhamdulillah, sangat bangga di hari yang sejuk ini Allah masih memudahkan
kita untuk saling berbagi. Kali ini kitab yang akan kami bagikan secara gratis
adalah Syarah Fadhlul Islam. Kitab ini yang ditulis oleh Asy-Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab dan di syarah oleh Asy-Syaikh Shalih Alu Syaikh merupakan
kitab yang sangat menakjubkan, penting untuk dipelajari, dan tidak ada
seorang pun yang tidak butuh kepada kitab ini.

Judul: Syarah Fadhlul Islam Karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Penulis: Ma’ali Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh

Pentahqiq: ‘Adil Mursi Ar-Rifa’i

Penerbit: Maktabah Darul Hijaz

Cetakan: Pertama tahun 1433 H

Halaman: 416 Halaman

Size: 10 MB

Syarah Fadhlul Islam (Syaikh


Shalih Alu Syaikh) (10.1 MiB,
711 downloads)
‫ ﺷﺮح ﻓﻀﻞ اﻹﺳﻼم ﻟﺸﻴﺦ اﻹﺳﻼم ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻮﻫﺎب اﻟﺘﻤﻴﻤ‬:‫اﻟﻌﻨﻮان‬

– ‫ اﻟﺸﻴﺦ ﺻﺎﻟﺢ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ آل اﻟﺸﻴﺦ‬‫ ﻣﻌﺎﻟ‬:‫اﻟﻤﺼﻨﻒ‬

.
Kitab Gratis: Rof’ul Isytibah ‘an
Makna Al-Ibadah wa Al-Ilah (Syaikh
Abdurrahman Al- Mu’allimi) PDF
SESUAI CETAKAN
Bismillah. Bagi teman-teman yang ingin mendalami makna la ilaha illallah dan
makna ibadah, juga aplikasi dari makna tersebut. dan ingin mengetahui
bagaimana syubuhatnya orang-orang yang menyimpang dalam perkara ini,
Silakan donlot kitab ini. Dibaca, dipelajari, dan dipahami. Bagi yang belum bisa
barangkali bisa mengusulkan kepada ustadz setempat untuk membahasnya.

Judul: ROF’UL ISYTIBAH ‘AN MA’NA AL-IBADAH WA AL-ILAH

Penulis: al-‘Allamah Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’allimi Al-Yamani

Cetakan: Pertama Tahun 2003 M

Penerbit: Maktabah Al-Ashriyyah / Syarikatu Abnai Syarif Al-Anshar

Halaman: 182 Halaman

Size: 3 MB

Rof'ul Isytibah 'an Makna Al-


Ibadah wa Al-Ilah (3.2 MiB,
262 downloads)
.
Sudahkah Anda Shalat Dhuha
Hari Ini?
Download Ebooknya

PEMBAHASAN TENTANG
SHALAT DHUHA (882.0
KiB,
837 downloads)
***

‫ﻪ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ‬‫ﺑﺴﻢ اﻟ‬

Para pembaca rahimakumullah, Ketahuilah bahwasanya Shalat Dhuha memiliki


kedudukan yang tinggi di dalam Islam. Shalat Dhuha termasuk dari sekian
ibadah yang diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam agar
tidak ditinggalkan. Abu Hurairah berkata,

‫ وأن أوﺗﺮ ﻗﺒﻞ أن‬،‫ اﻟﻀﺤ‬‫ ورﻛﻌﺘ‬،‫ ﺻﻴﺎم ﺛﻼﺛﺔ أﻳﺎم ﻣﻦ ﻛﻞ ﺷﻬﺮ‬:‫ﻪ ﺑﺜﻼث‬‫ رﺳﻮل اﻟ‬‫ ﺧﻠﻴﻠ‬ ‫أوﺻﺎﻧ‬
‫أﻧﺎم‬

“Kekasihku Rasulullah telah memberiku wasiat dengan tiga perkara: berpuasa


tiga hari pada setiap bulan, shalat dua raka’at Dhuha, dan melaksanakan shalat
witir sebelum tidur.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Abu Darda’ juga berkata, “Kekasihku Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah


memberiku wasiat dengan tiga perkara yang aku tidak akan pernah
meninggalkannya selama aku hidup, yaitu puasa tiga hari di setiap bulan, shalat
Dhuha, dan melaksanakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Muslim no.722)

WAKTUNYA

Adapun waktunya adalah sebagaimana yang diterangkan Asy-Syaikh Muhammad


bin Abdul Wahhab rahimahullah, “Dan waktunya sejak berlalunya waktu
larangan hingga mendekati zawal (tergelincirnya matahari ke arah barat).”
(Lihat Kitab Adabul Masyi ila Ash-Sholah)

Waktu larangan yang dimaksud ialah sejak terbitnya matahari hingga meninggi
sekitar satu tombak (kurang lebih 15 menit setelah terbit, penjelasan Ibnu
Utsaimin).

Sebagian ulama’ berpendapat bahwa melakukan shalat dhuha ketika matahari


telah terik lebih utama. Mereka berdalil dengan hadits Zaid bin Arqam
Radhiallahu ‘anhu,

‫ﺻﻼة اﻷواﺑﻴﻦ ﺣﻴﻦ ﺗﺮﻣﺾ اﻟﻔﺼﺎل‬

“Shalatnya orang-orang yang kembali (awwabin) ialah jika telah terik matahari.”
(HR. Muslim no. 748)

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah berkata, “dan (waktunya) yang
afdhal adalah apabila waktu dhuha telah panas.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz
30/56)

Dan berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah, “…


dikarenakan shalat dhuha dimulai sejak naiknya matahari sekira satu tombak
hingga mendekati waktu zawal (zhuhur), dan (melaksanakan) shalat dhuha di
akhir waktu lebih afdhal daripada di awal waktu.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail
Ibnu Utsaimin 14/305)

JUMLAH RAKA’ATNYA

Dari wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada Abu Hurairah dan
Abu Darda’ di atas dapat kita pahami bahwasanya minimal bilangan raka’at
shalat dhuha adalah dua raka’at. Sedangkan jumlah terbanyak yang pernah
dicontohkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah delapan raka’at.
Diriwayatkan dari Ummu Hani’ Radhiallahu ‘anha

‫ﻠ‬ ‫ﺻ‬
ِ‫نﱠ اﻟﻨﱠﺒ‬‫ﻂ ا‬‫ ًة ﻗَ ﱡ‬‫ﻼ‬‫ ﺻ‬‫ر‬‫ ا‬‫ َﻓ َﻠﻢ‬،ٍ‫ﺎت‬‫ﻌ‬‫ﻛ‬‫ ر‬‫ﺎﻧ‬‫ ﺛَﻤ‬‫ﻠﱠ‬‫ﺻ‬‫ و‬‫ﻞ‬‫ ﻓَﺎ ْﻏﺘَﺴ‬،‫ َﺔ‬‫ ﻣ‬‫ ﻓَﺘْﺢ‬‫م‬‫ﻮ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﺘَﻬ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ َﺧﻞ‬‫ د‬‫ ﱠﻠﻢ‬‫ﺳ‬‫ و‬‫ﻪ‬‫ﻠَﻴ‬‫ ﻋ‬‫ﻪ‬‫ اﻟ‬ ‫ﱠ‬
‫ﻮد‬‫ﺠ‬‫اﻟﺴ‬‫ﻮ َع و‬‫ﻛ‬‫ اﻟﺮ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ ﻳ‬‫ ﱠﻧﻪ‬‫ ا‬‫ﺮ‬‫ َﻏﻴ‬،‫ﺎ‬‫ﻨْﻬ‬‫ ﻣ‬‫ َﺧﻒ‬‫ا‬

“Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam masuk ke rumahnya pada waktu


Fathu Makkah, maka beliau mandi dan melakukan shalat sebanyak delapan
raka’at. Aku tidak pernah melihat shalat yang lebih ringkas darinya, hanyasaja
beliau tetap menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1176)

Dalam Shahih Muslim dari Aisyah Radhiallahu ‘anha ia berkata, “Dahulu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukan shalat dhuha sebanyak empat raka’at
dan menambah sekehendak beliau” (Shahih Muslim no.1175)

Dari hadits Aisyah ini sebagian ulama’ berpendapat bolehnya melaksanakan


shalat Dhuha lebih dari delapan raka’at. Asy-Syaikh Ibnu Baaz berkata, “Jumlah
paling sedikitnya adalah dua raka’at. Apabila engkau selalu melakukan dua
raka’at maka engkau telah menunaikan dhuha. Apabila engkau shalat empat
atau enam atau delapan atau lebih banyak lagi maka tidak mengapa,
disesuaikan yang mudah. Tidak ada padanya batasan tertentu. Tetapi Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam shalat dua raka’at, shalat empat raka’at. Dan pada
waktu Fathu Makkah beliau shalat delapan raka’at. Maka perkaranya dalam
permasalahan ini luas.”

Beliau juga berkata, “Barangsiapa shalat delapan raka’at, sepuluh, dua belas, atau
lebih banyak dari itu atau lebih sedikit maka tidak mengapa.” (http://www.ibn-
baz.org/mat/1086)

Tetapi yang afdhal adalah tidak lebih dari delapan raka’at, karena jumlah ini
yang secara tegas pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam. Di dalam fatwanya, Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsi wal Ifta
(6/145) menyatakan, “Shalat dhuha adalah sunnah, bilangan sedikitnya
adalah dua raka’at dan tidak ada batasan untuk jumlah banyaknya. Yang
afdhal untuk tidak melebihi delapan raka’at. Melakukan salam pada tiap dua
raka’at, dan tidak sepantasnya digabung dalam satu salam, (hal ini)
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “(pelaksanaan) shalat
malam dan (shalat) siang adalah dua dua.” (Fatwa ini dikeluarkan dengan
diketuai oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz dan beranggotakan Asy-Syaikh
Abdul Aziz Alu Syaikh, Shalih Al-Fauzan, dan Bakr Abu Zaid)

TATA CARA PELAKSANAANNYA

Apabila shalat dhuha lebih dari dua raka’at maka cara pelaksanaanya adalah
dengan cara salam pada setiap dua raka’at. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda,

‫ ﻣﺜﻨ‬‫ﺻﻼة اﻟﻠﻴﻞ واﻟﻨﻬﺎر ﻣﺜﻨ‬

“(pelaksanaan) Shalat malam dan (shalat) siang adalah dua raka’at dua raka’at.”
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Di dalam fatwa yang dikeluarkan Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-


Ilmiyyah
wal Ifta (6/145) yang diketuai oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menyebutkan
bahswasanya tidak sepantasnya melakukan shalat dhuha lebih dari dua raka’at
dengan satu salam. Hanyasaja sebagian ulama seperti Al-Imam An-Nawawi
membolehkannya, beliau berkata, “Hadits ini dimaknakan untuk menjelaskan
(tatacaranya) yang afdhal, yaitu melakukan salam pada setiap dua raka’at. Baik
shalat nafilah malam hari atau siang hari. Disukai untuk melakukan salam setiap
dua raka’at. Seandainya menggabung semua raka’at dalam satu salam atau shalat
sunnah satu raka’at maka diperbolehkan menurut madzhab kami.” (Al-
MinhajSyarah Shahih Muslim )

Dari penjelasan Al-Imam An-Nawawi di atas dapat kita simpulkan bahwa


pelaksanaannya yang afdhal adalah berhenti pada setiap dua raka’at dan tidak
mengapa untuk diselesaikan semuanya dalam satu salam.

MELAKUKANNYA TERUS MENERUS

Dalam permasalahan ini terjadi silang pendapat di antara ulama’. Sebagian


mereka berpendapat bahwasanya shalat dhuha tidak dilakukan terus menerus
setiap hari. Shalat dhuha hanya dilakukan ketika baru tiba dari safar. Mereka
berdalil dengan hadits ‘Aisyah Radhiallau ‘anha, ketika beliau ditanya oleh
Abdullah bin Syaqiq rahimahullah, “Apakah dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam melakukan shalat dhuha?” Aisyah menjawab, “Tidak, kecuali jika baru
datang dari safar.” (HR. Muslim) sisi pendalilannya adalah, seandainya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukannya secara rutin tentu akan diketahui
oleh Aisyah Radhiallahu ‘anha.

Akan tetapi berdalil dengan hadits ini tidaklah tepat ditinjau dari dua sisi:

Pertama: Aisyah menafikan hal tersebut berdasarkan ilmu yang beliau ketahui.
Sementara dalam beberapa riwayat terdapat penetapan bahwasanya shalat
dhuha disunnahkan untuk dilakukan setiap hari dan tidak hanya berlaku bagi
musafir yang baru tiba dari bepergian saja. Di antara riwayat tersebut
adalah wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada Abu Hurairah dan
Abu Darda di awal pembahasan. Di dalam kaedah ushul disebutkan bahwasanya
riwayat yang menetapkan lebih didahulukan daripada riwayat yang
meniadakan, karena riwayat yang menetapkan mengandung tambahan
faedah yang tidak terdapat pada riwayat yang meniadakan.

Kedua: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak setiap saat bersama Aisyah
Radhiallahu ‘anha. Di dalam kesempatan beliau bersama Aisyah dan dalam
kesempatan lain beliau tidak bersamanya. Beliau terkadang menjadi musafir dan
terkadang tidak menjadi musafir. Dalam keadaan tidak safar beliau terkadang
duduk di masjid dan tempat lainnya. Beliau juga memiliki sembilan orang isteri
yang semuanya mendapat giliran hari yang sama rata. Ini menunjukkan bahwa
kebersamaan beliau bersama Aisyah pada waktu dhuha tidak setiap hari dan tidak
setiap kesempatan. Bisa jadi beliau shalat dhuha di rumah isteri-isterinya yang
lain, atau ketika di masjid, di rumah shahabatnya, ketika safar, atau di tempat-
tempat lainnya yang tidak dilihat oleh Aisyah Radhiallahu ‘anha. (Lihat Al-Hawi
lil Fatawi Li As-Suyuthi 1/45)

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya, “Apa pendapat yang shahih dan rojih
tentang shalat dhuha. Apakah boleh dilakukan setiap hari, selang-selang hari,
atau bagaimana?” beliau menjawab, “(Pendapat) yang rojih tentangnya dan
yang sunnah adalah (dikerjakan) setiap hari. Shalat dhuha (dilakukan) setiap
hari. Telah diriwayatkan di dalam Ash-Shahihain dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam bahwasanya beliau memberikan wasiat kepada Abu Hurairah dengan
tiga perkara, “Shalat dhuha, shalat witir sebelum tidur, dan berpuasa tiga
hari pada setiap bulan.” Dan diriwayatkan di dalam Shahih Muslim juga
bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mewasiatkan Abu Darda,
“Agar (mengerjakan) shalat dhuha setiap hari, shalat witir sebelum tidur,
dan berpuasa tiga hari pada setiap bulan.” Dan diriwayatkan juga di dalam
Ash- Shahih bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepada Abu
Dzar ketika menyebutkan persendian tulang dapat melakukan sedekah, beliau
berkata, “Setiap tasbih adalah sedekah, tahmid adalah sedekah, tahlil
adalah sedekah, dan takbir adalah sedekah,” – sampai akhir hadits
beliau bersabda, “dan tercukupi dari itu semua dengan dua raka’at yang
engkau kerjakan ketika dhuha.” (Majmu Fatawa Ibnu Baaz 30/60)

KEUTAMAAN SHALAT DHUHA DIBARENGI SHALAT SHUBUH

Seseorang yang melakukan shalat shubuh berjama’ah kemudian duduk


berdzikir hingga matahari terbit dan diakhiri dengan shalat dhuha dua raka’at,
maka ia akan memperoleh keutamaan pahala haji dan umrah secara sempurna.
Hal ini dijelaskan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,

‫ رﻛﻌﺘﻴﻦ ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻪ‬‫ ﺗﻄﻠﻊ اﻟﺸﻤﺲ ﺛﻢ ﺻﻠ‬‫ ﺣﺘ‬‫ﻪ ﺗﻌﺎﻟ‬‫ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﺛﻢ ﺟﻠﺲ ﻳﺬﻛﺮ اﻟ‬‫ اﻟﺼﺒﺢ ﻓ‬‫ﺻﻠ‬
‫ﻛﺄﺟﺮ ﺣﺠﺔ وﻋﻤﺮة ﺗﺎﻣﺔ ﺗﺎﻣﺔ ﺗﺎﻣﺔ ﻣﻦ‬
“Barangsiapa melaksanakan shalat shubuh berjama’ah kemudian ia duduk
berdzikir kepada Allah Ta’ala hingga terbitnya matahari, kemudian ia shalat dua
raka’at, maka baginya seperti pahala haji dan umrah sempurna sempurna
sempurna.” (HR. At-Tirmidzi)

SHALAT DHUHA BERJAMA’AH

Permasalahannya adalah kembali kepada hukum shalat sunnah secara


berjama’ah. Al-Imam Ibnu Qudamah Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Bolehnya
shalat sunnah secara berjama’ah dan sendirian. Dikarenakan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam pernah melakukan kedua-duanya, hanyasaja yang sering
beliau lakukan adalah shalat sendirian (tidak berjama’ah,pen). Beliau pernah
shalat sekali dengan Hudzaifah, sekali dengan Ibnu ‘Abbas, dengan Anas dan
ibunya dan seorang anak yatim sekali. Beliau juga pernah mengimami
shahabatnya di rumah ‘Itban sekali, dan mengimami mereka tiga malam pada
bulan ramadhan. Dan kami akan menyebutkan lebih banyak lagi riwayat-
riwayat pada tempatnya insya Allah Ta’ala. Semuanya adalah riwayat yang
shahih dan baik.” (Al-Mughni 1/442)

Namun, perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di dalam beberapa riwayat


di atas hanya menunjukkan bolehnya melakukan shalat sunnah secara
berjama’ah, tidak sampai kepada sunnah. Diingatkan oleh para ulama’ agar
melakukannya dengan berjama’ah tidak dijadikan kebiasaan, karena hal itu
menyelisi sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Berkata Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, “dan hasilnya, bahwasanya tidak mengapa
melakukan sebagian shalat sunnah secara berjama’ah, tetapi jangan
menjadikannya sebagai kebiasaan terus menerus, setiap kali mereka shalat
sunnah mereka melakukkanya berjama’ah, karena ini tidak
disyari’atkan.”(Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 14/334)

Wallahu ‘alam…

Dikumpulkan oleh:

Abu Rufaidah Abdurrahman Almaidany

Stabat 11 Mei 2014


Hukum Membaca Buku Tafsir Al-
Qur’an Bagi Seorang yang
Berhadats Besar (Asy-Syaikh Ibnu
Baaz)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz ditanya, ” Sesungguhnya aku
sering membaca kitab tafsir Al-Qur’an, seperti kitab Shofwatut Tafasir dalam
keadaan aku tidak suci, pada saat datang bulan, contohnya. Apakah
perbuatanku ini keliru? Dan apakah aku berdosa?

Beliau Rahimahullah menjawab, “Tidak mengapa bagi wanita yang sedang


haid dan nifas untuk membaca buku-buku tafsir. Tidak mengapa pula membaca
Al-Qur’an tanpa menyentuh Mushaf secara langsung, ini menurut pendapat yang
kuat dari dua pendapat ulama’.

Adapun orang yang junub, maka tidak boleh membaca Al-Qur’an secara mutlak
sampai ia mandi. Tapi dia boleh membaca buku-buku tafsir, hadits, dan
selainnya tanpa membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang tercantum di buku
tersebut. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
“bahwasanya tidak ada sesuatu apapun yang dapat mencegah seseorang
dari membaca Al-Qur’an kecuali junub.”

Dalam riwayat lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda yang terkandung
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dengan sanad yang bagus,
dari Ali Radhiallahu ‘anhu , “Adapun orang yang junub tidak boleh (membaca
Al-Qur’an) walaupun hanya satu ayat.”

Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/2346
Hadits Lemah dan Palsu yang
Bertebaran Tentang Bulan
Ramadhan
Hadits-hadits Palsu dan Lemah

yang Sering Disebut di Bulan Ramadhan

Sesungguhnya segala pujian hanya bagi Allah, kami menyanjung-Nya, memohon


pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan kepada-Nya, dan kami juga
berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan dari kejelekan amalan-
amalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka sungguh dia
termasuk orang yang mendapatkan hidayah, dan barangsiapa yang disesatkan
oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang bisa memberikan petunjuk
kepadanya. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk
diibadahi dengan benar kecuali Allah satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya,
dan aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Adapun
setelah itu, bahwasanya sebaik-baik perkataan adalah Kalamullah, dan sebaik-
baik petunjuk adalah petunjuk nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa’ala alihi
wasallam, dan bahwasanya sejelek-jelek perkara adalah segala sesuatu yang
diadakan-adakan, dan segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama ini adalah
bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.

Kemudian setelah itu, ketahuilah bahwasanya perbuatan dusta atas nama Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan penyakit berbahaya dan sulit diobati yang
telah menyebar (di tengah-tengah umat) seperti menyebarnya api pada
tumbuhan yang kering. Pernyakit ini merupakan penjerumus ke dalam
kebid’ahan, kesesatan, khurafat, menentang dalil, serta menyimpang dari
jalan yang lurus dan jalan kaum mu’minin. Berdusta atas nama nabi shallallahu
‘alaihi wasallam juga menyebabkan pelakunya pantas untuk mendapatkan
ancaman berupa tempat duduk dari neraka.[1]

Saudara pembaca sekalian, akan kami sebutkan untuk anda beberapa hadits
yang dusta (palsu) atas nama nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga hadits
dha’if (lemah) yang sering disebut pada bulan yang penuh barakah ini, dengan
harapan agar anda berhati-hati darinya, tidak mencampuradukkan antara al-
haq dengan
al-bathil, dan agar urusan (agama) anda benar-benar di atas ilmu.

HADITS PERTAMA

‫ﻨَﺔ َﻟﻮ‬‫ َن اﻟﺴ‬‫ﻮ‬‫نْ ﻳ‬‫ ا‬‫ﺘ‬‫ﻣ‬‫ ا‬‫ﻨﱠﺖ‬‫ﺎ َن ﻟَﺘَﻤ‬‫ﻀ‬‫ﻣ‬‫ ر‬‫ﺎ ﻓ‬‫ ﻣ‬‫ﺎد‬‫ﺒ‬‫ ا ْﻟﻌ‬ ‫َﻢﻠ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﻳ‬
‫ﺎ‬‫ ّﻠﻬ‬‫ﻛ‬
“Kalau seandainya hamba-hamba itu tahu apa yang ada pada bulan Ramadhan
(keutamaannya), maka niscaya umatku ini akan berangan-angan bahwa satu tahun
itu adalah bulan Ramadhan seluruhnya.” Hadits ini adalah hadits yang didustakan
atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (palsu).

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya [III/190], Abu
Ya’la Al-Mushili di dalam Musnadnya [IX/180], dan selain keduanya.

Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Jarir bin Ayyub. Tentang rawi
yang satu ini, para ulama telah menjelaskan keadaannya, di antaranya: Abu
Nu’aim Al-Fadhl bin Dukain mengatakan bahwa dia suka memalsukan hadits.
Al-Bukhari, Abu Hatim, dan Abu Zur’ah mengatakan bahwa dia adalah
Munkarul Hadits. Ibnu Khuzaimah mengatakan: “Jika haditsnya shahih …”[2]

Ibnul Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at [II/103] dan juga Asy-Syaukani dalam
Al- Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 74] menghukumi dia (Jarir bin Ayyub) adalah
perawi yang suka memalsukan hadits -yakni pendusta-. Lihat Lisanul Mizan
[II/302] karya Ibnu Hajar.

HADITS KEDUA

 ‫ﺐ‬ ‫ﺟ‬ ‫ ر‬‫ﺘ‬‫ أﻣ‬‫ﺮ‬‫ﺎ ُن َﺷﻬ‬‫ﻀ‬‫ﻣ‬‫ر‬‫ و‬‫ﺮِي‬‫ﺎ ُن َﺷﻬ‬‫ﺒ‬‫ َﺷﻌ‬‫ و‬‫ﻪ‬‫ اﻟ‬‫ﺮ‬‫َﺷﻬ‬
“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan
umatku.”

Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam (palsu).

Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Bakr An-Naqqasy.


Tentang rawi yang satu ini, para ulama telah menjelaskan keadaannya, di
antaranya: Thalhah bin Muhammad Asy-Syahid mengatakan bahwa Abu
Bakr An-Naqqasy suka memalsukan hadits, dan kebanyakannya tentang
kisah-kisah. Abul Qasim Al-Lalika’i mengatakan bahwa tafsir dari Abu
Bakr An-Naqqasy justru akan mencelakakan hati, tidak menjadi obat
bagi hati-hati ini.

Dan di dalamnya juga terdapat rawi yang bernama Al-Kisa’i yang dikatakan
oleh Ibnul Jauzi sebagai rawi yang majhul (tidak dikenal).

Hadits ini diriwayatkan oleh Abul Fath bin Al-Fawaris di dalam Al-Amali dari Al-
Hasan Al-Bashri secara mursal. Al-Hafizh Al-‘Iraqi mengatakan dalam Syarh At-
Tirmidzi: “Ini adalah hadits dha’if jiddan (sangat lemah), dan dia termasuk
hadits- hadits mursal yang diriwayatkan dari Al-Hasan (Al-Bashri),
kami meriwayatkannya dari Kitab At-Targhib Wat Tarhib karya Al-Ashfahani,
hadits- hadits mursal yang diriwayatkan dari Al-Hasan (Al-Bashri) tidak bernilai
(shahih) menurut Ahlul Hadits, dan tidak ada satu hadits pun yang menyebutkan
tentang keutamaan bulan Rajab.”

Ibnul Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at [II/117], Adz-Dzahabi dalam Tarikhul


Islam [I/2990], dan Asy-Syaukani dalam Al-Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 95]
menghukumi bahwa hadits ini adalah hadits palsu, didustakan atas nama Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam. Lihat Lisanul Mizan [VI/202] karya Ibnu Hajar.

HADITS KETIGA

‫ﻢ ﺷﻬﺮ ﻋﻈﻴﻢ ﺷﻬﺮ ﻣﺒﺎرك ﻓﻴﻪ‬‫ﻳﺎ أﻳﻬﺎ اﻟﻨﺎس اﻧﻪ ﻗﺪ أﻇﻠ‬


‫ﻪ ﺻﻴﺎﻣﻪ وﺟﻌﻞ ﻗﻴﺎم ﻟﻴﻠﻪ‬‫ﻟﻴﻠﺔ ﺧﻴﺮ ﻣﻦ أﻟﻒ ﺷﻬﺮ ﻓﺮض اﻟ‬
‫ى‬‫ﺗﻄﻮﻋﺎ ﻓﻤﻦ ﺗﻄﻮع ﻓﻴﻪ ﺑﺨﺼﻠﺔ_ ﻣﻦ اﻟﺨﻴﺮ ﻛﺎن ﻛﻤﻦ أد‬
‫ﻓ_ﺮ_ﻳ_ﻀ_ﺔ_ ﻓﻤﺎ‬
‫ﺳﻮاه … وﻫﻮ ﺷﻬﺮ أوﻟﻪ رﺣﻤﺔ وأوﺳﻄﻪ ﻣﻐﻔﺮة وآﺧﺮه ﻋﺘﻖ‬
‫ﻣﻦ اﻟﻨﺎر‬
“Wahai sekalian manusia, sungguh hampir datang kepada kalian bulan yang
agung dan penuh barakah, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik
daripada seribu bulan, Allah wajibkan untuk berpuasa pada bulan ini, dan Allah
jadikan shalat pada malam harinya sebagai amalan yang sunnah, barangsiapa
yang dengan rela melakukan kebajikan pada bulan itu, maka dia seperti
menunaikan kewajiban pada selain bulan tersebut …, dan dia merupakan bulan
yang awalnya adalah kasih sayang, pertengahannya adalah ampunan, dan
akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.”

Hadits ini adalah hadits munkar, dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam
Shahihnya [III/191], dan beliau mengatakan: “Jika haditsnya shahih.” Maksud
ungkapan ini adalah bahwa Al-Hafizh Ibnu Khuzaimah ragu (tidak memastikan)
penshahihan hadits ini karena derajat sanadnya yang rendah (tidak sampai
derajat shahih), maka jangan ada seorangpun yang mengira bahwa hadits ini
shahih menurut Ibnu Khuzaimah. Lihat Tadribur Rawi [I/89] karya As-Suyuthi.

Hadits ini juga dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman [III/305], Al-
Harits bin Usamah dalam Musnadnya [I/412], dan yang lainnya. Di dalam
sanadnya terdapat rawi yang bernama ‘Ali bin Zaid bin Jud’an yang dikatakan
oleh para ulama, di antaranya: Ibnu Khuzaimah mengatakan bahwa dia tidak
bsa dijadikan hujjah karena jeleknya hafalan dia. Al-Bukhari mengatakan
bahwa dia tidak bisa dijadikan hujjah. Di dalam sanadnya juga terdapat rawi
yang bernama Iyas bin Abi Iyas yang dikatakan oleh para ulama, di antaranya:
Adz- Dzahabi mengatakan bahwa dia adalah rawi yang tidak dikenal.
Al-‘Uqaili mengatakan bahwa dia adalah rawi yang majhul (tidak dikenal) dan
haditsnya tidak mahfuzh (yakni syadz/ganjil). Abu Hatim mengatakan: “Ini
adalah hadits Munkar.” (Al-‘Ilal karya Ibnu Abi Hatim [I/249]). Lihat Lisanul
Mizan [II/169] karya Ibnu Hajar, As-Siyar [V/207] karya Adz-Dzahabi, dan As-
Silsilah Adh- Dha’ifah [II/262] karya Asy-Syaikh Al-Albani.

HADITS KEEMPAT
‫ﻪ‬‫ ﺧﻠﻘ‬‫ﻪ إﻟ‬‫ل ﻟﻴﻠﺔ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ رﻣﻀﺎن ﻧﻈﺮ اﻟ‬‫إذا ﻛﺎن أو‬
‫ﻞ‬‫ وﺟ‬‫ﻪ ﻋﺰ‬‫وﻟ‬،‫ أﺑﺪًا‬‫ﻪ‬‫ ﻋﺒ ٍﺪ ﻟﻢ ﻳﻌﺬِّﺑ‬‫ﻪ إﻟ‬‫ﺎم ﻓﺈذا ﻧﻈﺮ اﻟ‬ ‫اﻟﺼﻴ‬
‫ ﻣﻦ اﻟﻨﱠﺎر‬‫ أﻟﻒ ﻋﺘﻴﻖ‬‫ ﻳﻮم‬‫ﻞ‬‫ ﻛ‬‫ﻓ‬
“Ketika malam pertama bulan Ramadhan, Allah melihat makhluknya, ketika Allah
melihat kepada seorang hamba, maka Dia tidak akan mengadzabnya selamanya,
dan Allah ‘azza wajalla pada setiap harinya memiliki seribu hamba yang
dibebaskan dari neraka.”[3]

Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam (palsu).

Di dalam sanadnya banyak rawi yang majhul (tidak dikenal) dan rawi
yang dituduh berdusta yaitu ‘Utsman bin ‘Abdillah Al-Qurasyi Al-
Umawi Asy- Syami yang dikatakan oleh para ulama di antaranya: Al-
Juzajani menyatakan bahwa dia adalah KADZDZAB (pendusta), suka mencuri
hadits. Abu Mas’ud As-Sijzi menyatakan dia adalah KADZDZAB.

Ibnul Jauzi di dalam Al-Maudhu’at [II/104], Ibnu ‘Arraq di dalam Tanzihusy


Syari’ah [II/146], Asy-Syaukani di dalam Al-Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 85],
dan yang lainnya menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu, didustakan atas
nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lihat Lisanul Mizan [V/147] karya Ibnu
Hajar.

HADITS
KELIMA

‫ﻮا‬‫ﺤ‬‫ﻮا َﺗﺼ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺻ‬


“Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat.“ Ini adalah hadits dha’if, dikeluarkan
oleh Al-‘Uqaili dalam Adh-Dhu’afa’ [II/92], Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam
Al- Kabir [1190], dan selain mereka. Di dalam sanadnya terdapat rawi yang
bernama Zuhair bin Muhammad At-Tamimi, riwayat penduduk negeri Syam
dari dia adalah riwayat yang di dalamnya banyak riwayat munkar. Dalam
sanadnya yang lain, terdapat rawi yang bernama Nahsyal bin Sa’id, dan dia
adalah rawi
yang matruk (ditinggalkan haditsnya). Ishaq bin Rahuyah dan Abu Dawud Ath-
Thayalisi menyatakan dia adalah rawi yang KADZDZAB (pendusta). Di samping itu
sanadnya juga terputus. Dalam sanadnya yang lain juga terdapat rawi yang
bernama Husain bin ‘Abdillah bin Dhamirah Al-Himyari yang dikatakan oleh
para ulama di antaranya: Al-Imam Malik menisbahkan dia sebagai rawi yang
pendusta. Ibnu Ma’in menyatakan bahwa dia adalah KADZDZAB (pendusta), tidak
ada nilainya sedikitpun. Al-Bukhari menyatakan bahwa dia adalah munkarul
hadits (kebanyakan haditsnya munkar). Abu Zur’ah menyatakan bahwa
dia adalah rawi yang tidak ada nilainya sedikitpun, hinakan haditsnya
(yakni yang dia riwayatkan).” Al-Hafizh Al-‘Iraqi melemahkan sanadnya,
dan Asy- Syaikh Al-Albani melemahkan hadits ini. [As-Silsilah Adh-Dha’ifah (253)].

HADITS KEENAM

‫ أﻣ‬‫ رﻣﻀﺎن ﻟﻢ ُﺗﻌﻄﻬﻦ‬‫ﺼﺎ ٍل ﻓ‬‫ ﺧﻤﺲ ﺧ‬‫ﺘ‬‫ﻴﺖ أﻣ‬‫ﻋﻄ‬‫ا‬


‫ ٌﺔ‬
_‫ ﻣﻦ ر_ﻳ_ﺢ‬‫ﻪ‬‫ ﻋﻨﺪ اﻟ‬‫ اﻟﺼﺎﺋﻢ أﻃﻴﺐ‬‫ َﻓﻢ‬ ‫ﺧﻠﻮف‬:‫ﻗﺒﻠﻬﻢ‬
‫ﻔﻄﺮوا‬‫ ﻳ‬‫ﻴﺘﺎن ﺣﺘ‬‫ ﻟﻬﻢ اﻟﺤ‬ ‫وﺗﺴﺘﻐﻔﺮ‬،‫ﺴﻚ‬ ‫اﻟﻤ‬
“Umatku ini pada bulan Ramadhan diberi lima perangai yang tidak diberikan
kepada umat sebelumnya: (1) Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi
Allah daripada aroma misk,(2) Ikan-ikan memintakan ampun untuk mereka
sampai berbuka …” Ini adalah hadits dha’if jiddan (sangat lemah) .
Dikeluarkan oleh Ahmad dalam Musnadnya [II/292, 310], Al-Harits bin Usamah
dalam Musnadnya [I/410], dan selain keduanya. Di salam sanadnya terdapat
rawi yang bernama Hisyam bin Ziyad bin Abi Zaid yang dikatakan oleh Al-
Hafizh Ibnu Hajar sebagai matrukul hadits (ditinggalkan haditnya). Asy-
Syaikh Al- Albani menghukumi hadits ini sebagai hadits dha’if jiddan (sangat
lemah), sebagaimana dalam Dha’if At-Targhib Wat Tarhib [586].

HADITS KETUJUH
‫ﻻ‬‫ ا‬‫ َﻓﻊ‬‫ﺮ‬‫ ﻳ‬‫ ِض ﻻ‬‫ر‬‫ ْاﻻ‬‫ و‬‫ﺎء‬‫ﻤ‬‫ اﻟﺴ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ ﱠﻠﻖ‬‫ﻌ‬‫ﺎ َن ﻣ‬‫ﻀ‬‫ﻣ‬‫ ر‬‫ﺮ‬‫ ﱠن َﺷﻬ‬ ‫ا‬
ِ‫ﻄْﺮ‬‫ ا ْﻟﻔ‬‫ﺎة‬‫ﻛ‬‫ِﺑﺰ‬
“Sesungguhnya bulan Ramadhan itu tergantung di antara langit dan bumi,
tidaklah bisa diangkat kecuali dengan zakat fitrah.” Ini adalah hadits dha’if.
Diriwayatkan oleh Ibnu Shishri di dalam Al-Amali dan bagian hadits ini hilang,
juga diriwayatkan oleh Ibnu Syahin di dalam At-Targhib, dan Ibnul Jauzi di
dalam Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah [II/499]. Di dalam sanadnya terdapat rawi yang
bernama Muhammad bin ‘Ubaid yang dikatakan oleh Ibnul JAuzi bahwa dia
adalah majhul (tidak dikenal). Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan setelah
menyebutkan hadits ini di dalam Lisanul Mizan [V/276]: “Dia adalah rawi
yang tidak ada satupun yang mengikutinya.” Asy-Syaikh Al-Albani
mendha’ifkan hadits ini di dalam As-Silsilah Adh-Dha’ifah (43).

-Ditulis secara ringkas oleh Abu Zur’ah Sulaiman bin ‘Ali bin Syihab As-Salafy-.
Dan diterjemahkan secara r i n g k a s [4] p u l a dari
http://sahab.net/forums/showthread.php?t=380588 ditambah sedikit catatan kaki
dari penerjemah. Wallahu a’lam bish-shawab.

[1] Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

‫ﻦ‬‫ اﻟﻨﱠﺎر ﻣ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﺪَه‬‫ ْﻘﻌ‬‫ ﻣ‬‫ا‬‫ﻮ‬‫ﺘَﺒ‬‫ﺪًا َﻓ ْﻠﻴ‬‫ﻤ‬‫ﺘَﻌ‬‫ ﻣ‬َ‫ﻠ‬‫ ﻋ‬ ‫ﺬَب‬ ‫ﻛ‬
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya dia
mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” [Muttafaqun ‘Alaihi dari shahabat
Abu Hurairah, Al-Mughirah bin Syu’bah, dan yang lainnya] [2] Ungkapan seperti
ini menunjukkan bahwa beliau tidak memastikan keshahihan hadits
sebagaimana yang akan disebutkan dalam penjelasan hadits ketiga setelah ini.
Wallahu a’lam.
[3] Demikian lafazh yang tercantum dalam sumber rujukan. Namun di dalam
sebagian referensi, -dengan keterbatasan pengetahuan kami-, ditemukan ada
perbedaan lafazh, yaitu tentang jumlah hamba yang dibebaskan dari neraka, di
referensi tersebut disebutkan berjumlah satu juta. Wallahu a’lam. [4] Sengaja
bagian yang tidak kami terjemahkan adalah beberapa istilah muhadditsin atau
istilah dalam ilmu hadits yang belum bisa kami terjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dengan tepat. Tetapi insya Allah tidak akan mengubah isi dan substansi
pembahasan. Wallahu a’lam.

Sumber: http://www.assalafy.org/mahad/?p=533

Asy-Syaikh Rabi’ Berbicara


tentang Ali Hasan Al-Halabi

Setelah sebelumnya kami suguhkan ke hadapan


anda hidangan hangat dari para ulama’, seperti
Syaikh Ahmad Bazmul, Syaikh Abu Umar Usamah
Al-‘Utaibi, Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri, dan Syaikh
Ahmad An-Najmi….
Kini giliran selanjutnya…,

Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkholi

– Hafizhahullah Ta’ala –
Pembawa bendera Jarh wa Ta’dil abad ini

giliran beliau berbicara tentang Ali Al-Halabi hadahullah

—————————————

Aku hadiahkan tulisan-tulisan tentang Ali Hasan Al-Halabi yang ada di


blog sederhana ini tuk saudaraku yang masih terkungkung dalam penjara
kefanatikan, dan tuk saudaraku yang masih memiliki husnu DZAN
yang tinggi , yaitu husnu DZAN yang tidak pada tempatnya…

Saudaraku, siapa dan apalagi yang kita tunggu?

Para ulama’ dan masyayikh sudah berbicara…

Para ulama’ dan masyayikh sudah bersikap….

Mereka sudah menjelaskan dengan begitu gamblang dan jelas.

Asy-Syaikh Ahmad Bazmul sudah berbicara panjang lebar dalam kitabnya


“Shiyanatus Salafi…” dengan dalil-dalil yang bertebaran, demikian pula
masyayikh lainnya…

————————————-

Asy-Syaikh DR. Ahmad Bazmul berkata:

Dan kami para salafiyin walaupun sampai sekarang tidak mentabdi’ (memvonis
mubtadi’) Al-Halabi, karena menunggu penjelasan para ulama’ kibar,
hanyasaja kami mengatakan bahwa tidak boleh menimbah ilmu darinya
sebagaimana ucapan Syaikh kami (Yahya) An-Najmi rahimahullahu ta’ala, dan
disepakati oleh ahlul ilmi juga para penuntut ilmu.

Dan Al-Halabi menjarh sendiri dirinya dengan manhaj barunya…

Dan kami tidak mentabdi’ dia, tidak, karena dia masih ahlus sunnah dan dia
memiliki kesalahan.

Selamanya, ahlus sunnah berlepas diri dari manhaj barunya Al-Halabi. Namun
kami tidak ingin mendahului para ulama’ kibar, sebagai adab kepada mereka.
Tetapi jika Al-Halabi tidak rujuk dari petaka dan penyimpangannya, maka ia
berhak digabungkan bersama orang-orang yang ia beri tazkiyah dan ia bela dari
kalangan ahlul bidah, tidak ada kemuliaan, sebagaimana para salaf
menghukumi seperti itu kepada orang-orang yang lebih berilmu darinya dan
lebih selamat keadaannya.”
[ Selesai ucapan Syaikh Ahmad Bazmul ]

Memang begitulah adab seorang ‘alim, tidak bertindak kecuali dengan


bimbingan alim di atasnya.

Ucapan ini keluar dari beliau sebelum muncul vonis dari Syaikh Rabi’ bin Hadi
Al- Madkhali Hafizhahullah Ta’ala.

Alhamdulillah, Asy-Syaikh Rabi’ pun telah mengeluarkan sikapnya terhadap Al-


Halabi.

Al-Halabi, orang yang selama ini di “eman” oleh Syaikh Rabi’ dan masyayikh
lainnya, tapi begitulah orang yang tak tahu di sayang….

Kemudian, Asy-Syaikh Ahmad berkata:

“Dan sekarang, akan aku nukilkan kepada anda dan saudaraku salafiyin:
bahwa Syaikh pembawa bendera jarh wa ta’dil telah melontarkan
ucapannya tentang Ali bin Hasan Al-Halabi dan Abu Manar Al-‘Iraqi,
yaitu bahwa keduanya adalah mubtadi’. Dan beliau berkata kepada
saudara-saudara dari Iraq: “Nukilkan (vonis) ini dari aku.”

————————————–

Asy-Syaikh Abu Umar Usamah bin ‘Athoya Al-‘Utaibi Hafizhahullah


berkata:

‫ﻪ أﻣﺎ‬‫ رﺳﻮل اﻟ‬‫ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠ‬،‫ﻪ‬‫اﻟﺤﻤﺪ ﻟ‬:


‫ﺑﻌﺪ‬
Ketika aku berkunjung hari kemarin kepada Asy-Syaikh Rabi’
Hafizhahullah wa Ro’ahu, aku pun mendengar beliau mengucapkan hal
itu…”

Maksud beliau adalah bahwa beliau ketika berkunjung ke kediaman


Syaikh Rabi’ Hafizhahullah Ta’ala mendengar bahwa Syaikh memvonis Ali
Hasan dan Abu Manar sebagai mubtadi’….

Wahai seandainya Ia mau rujuk dan mau mendengar nasehat dan


bimbingan para ulama’ dan masyikhnya yang mulia, pasti Ia tidak akan
terjerembab ke dalam kesalahan yang begitu fatal .

———————-

FAEDAH DARI REALITA INI

Dari realita yang kita saksikan ini dapat dipetik beberapa faedah ilmiyah,

betapa pun seorang itu berilmu dan faqih dalam ilmu agama, pasti
dia memiliki peluang tuk tergelincir dari jalan yang lurus…..

Maka janganlah seorang tertipu dengan kefaqihan, kecerdasan, dan


kemantapan ilmunya, Ingatlah bahwa hidayah itu di tangan Allah, Ia
berikan kepada siapa yang Dia kehendaki…

Bahwa tidak boleh bagi seseorang tuk fanatik buta kepada seorang
‘alim yang terjatuh dalam kesalahan, walaupun ia seorang yang
faqih. Ingat, selama koreksi yang ditujukan kepadanya itu
berdasarkan dalil yang benar dan qo’idah yang disepakati, maka
itulah yang harus kita pegang..

wallahu a’lam bish shawwab

Sumber:

http://www.sahab.net/forums/showthread.php?s=0a8d83ee3c8b033eb6cf8fb9987
b48a0&p=785764#post785764

Daftar Karya: Tulis Asy-Syaikh


Muhammad bin Abdul Wahhab An-
Najdi
Kutub Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, sudah tidak asing lagi di telinga kita.
Semua kalangan –insya Allah– pernah mendengar namanya, atau mengenal
nasabnya, atau merasakan manisnya dakwah beliau.

Tapi, banyak dari kita yang belum mengenal karya tulisnya. Mungkin yang
paling sering kita dengar atau pelajari adalah: Tsalatsatul Ushul, Qowa’id
Arba’, Ushul Sittah, Kitabut Tauhid, dan Kasyfu Syubuhat.

Jangan salah, beliau masih punya karya tulis dan kumpulan fatawa lainnya yang
banyak. Nah berikut ini kami sajikan untuk anda….

‫ اﻟﻔﺘﻦ واﻟﺤﻮادث‬‫أﺣﺎدﻳﺚ ﻓ‬

– ‫ﺎم اﻟﺼﻼة‬‫أﺣ‬

– ‫ اﻟﺼﻼة‬‫ إﻟ‬‫آداب اﻟﻤﺸ‬

– ‫ﺎم ﻋﻠﻴﻬﺎ‬‫أ_رﺑ_ﻊ_ ﻗﻮاﻋﺪ ﺗﺪور اﻷﺣ‬

– ‫أﺻﻮل اﻹﻳﻤﺎن‬

– ‫ﻣﻨﺴﻚ اﻟﺤﺞ‬

– _‫اﻟﺠﻮاﻫﺮ اﻟﻤﻀﻴﺔ‬

– _‫اﻟﺨﻄﺐ اﻟﻤﻨﺒﺮﻳﺔ‬
‫اﻟﺮﺳﺎﺋﻞ اﻟﺸﺨﺼﻴﺔ_ –‬

‫اﻟﺮﺳﺎﻟﺔ اﻟﻤﻔﻴﺪة –‬

‫اﻟﻄﻬﺎرة –‬

‫اﻟﻘﻮاﻋﺪ اﻷرﺑﻌﺔ_ –‬

‫اﻟ‪‬ﺒﺎﺋﺮ –‬

‫ﻣﺴﺎﺋﻞ اﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ –‬

‫ﺑﻌﺾ ﻓﻮاﺋﺪ ﺻﻠﺢ اﻟﺤﺪﻳﺒﻴﺔ_ –‬

‫ﺗﻔﺴﻴﺮ آﻳﺎت ﻣﻦ اﻟﻘﺮآن ا_ﻟ‪‬ﺮ_ﻳﻢ_ –‬

‫ﺛﻼﺛﺔ أﺻﻮل –‬

‫ﻣﺠﻤﻮﻋﺔ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻠ‪ ‬أﺑﻮاب اﻟﻔﻘﻪ –‬

‫رﺳﺎﻟﺔ ﻓ‪ ‬اﻟﺮد ﻋﻠ‪ ‬اﻟﺮاﻓﻀﺔ –‬

‫ﺷﺮوط اﻟﺼﻼة وأرﻛﺎﻧﻬﺎ وواﺟﺒﺎﺗﻬﺎ –‬

‫ﻓﺘﺎوى وﻣﺴﺎﺋﻞ –‬
‫ﻓﻀﺎﺋﻞ اﻟﻘﺮآن –‬

‫ﻓﻀﻞ اﻹﺳﻼم –‬

‫ﻛﺘﺎب اﻟﺘﻮﺣﻴﺪ –‬

‫ﻛﺸﻒ اﻟﺸﺒﻬﺎت –‬

‫ﻣﺒﺤﺚ اﻻﺟﺘﻬﺎد واﻟﺨﻼف –‬

‫ﻣﺠﻤﻮﻋﺔ رﺳﺎﺋﻞ ﻓ‪ ‬اﻟﺘﻮﺣﻴﺪ واﻹﻳﻤﺎن –‬

‫ﻣﺨﺘﺼﺮ اﻹﻧﺼﺎف واﻟﺸﺮح اﻟ‪‬ﺒﻴﺮ –‬

‫ﻣﺨﺘﺼﺮ ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺳﻮرة اﻷﻧﻔﺎل –‬

‫ﻣﺨﺘﺼﺮ زاد اﻟﻤﻌﺎد ﻻﺑﻦ ﻗﻴﻢ اﻟﺠﻮزﻳﺔ_ –‬

‫ﻣﺨﺘﺼﺮ ﺳﻴﺮة اﻟﺮﺳﻮل ﺻﻠ‪ ‬اﻟ‪‬ﻪ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ –‬

‫ﻣﺴﺎﺋﻞ ﻟﺨﺼﻬﺎ اﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻮﻫﺎب ﻣﻦ ﻛﻼم اﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ_ –‬

‫ﻣﻔﻴﺪ اﻟﻤﺴﺘﻔﻴﺪ ﻓ‪ ‬ﻛﻔﺮ ﺗﺎرك اﻟﺘﻮﺣﻴﺪ –‬

‫‪1. Ahaditsu fil Fitani wal Hawadits‬‬


‫‪2. Ahkamush Sholah‬‬
‫‪3. Adabul Masy-yi Ilash Sholah‬‬
‫‪4. Arba’ul Qowa’id Taduurul Ahkam ‘alaiha‬‬
5. Ushulul Iman
6. Mansakul Hajj
7. Al-Jawahirul Mudhiyyah
8. Al-Khuthobul Minbariyah
9. Ar-Rosa-ilu Asy-Syakhshiyyah
10. Ar-Risalatul Mufidah
11. Ath-Thoharoh
12. Al-Qowa’idul Arba’ah
13. Al-Kabair
14. Masa-ilul Jahiliyyah
15. Ba’dhu Fawa-id Shulhil Hudaibiyah
16. Tafsiru Ayaatin Minal Qur’anil Karim
17. Tsalatsatul Ushul
18. Majmu’atul Hadits ‘ala Abwabil Fiqh
19. Risalah fir Raddi ‘alar Rafidhah
20. Syuruthush Sholah wa Arkanuha wa Wajibatuha
21. Fatawa wa Masa-il
22. Fadho-ilul Qur’an
23. Fadhlul Islam
24. Kitabut Tauhid
25. Kasyfus Syubuhat
26. Mabhatsul Ijtihad wal Khilaf
27. Majmu’atu Rosa-il fit Tauhidi wal Iman
28. Mukhtashorul Inshof wa Asy-Syarhul Kabir
29. Mukhtashor Tafsir Surat Al-Anfal
30. Mukhtashor Zadil Ma’ad li Ibnil Qayyim Al-Jauziyah
31. Mukhtashor Sirotir Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
32. Masa-il, ringkasan dari penjelasan-penjelasan Ibnu Taimiyyah
33. Mufidul Mustafid fi Kufri Tarikit Tauhid

Berkaitan dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi bisa anda lihat
di sini:

http://asysyariah.com/print.php?id_online=334
http://asysyariah.com/print.php?id_online=335

Anda mungkin juga menyukai