Gratis Mushaf Madinah Dalam Bentuk PDF
Gratis Mushaf Madinah Dalam Bentuk PDF
ALQURAN MADINAH
Quran_Madinah.rar
Version: Mushaf Madinah
134.4 MiB
5248 Downloads
Details
Pada akhir bulan Muharram 1435 H yang lalu, ada seorang teman dari Poso
mengabarkan tentang masuk islamnya beberapa orang suku terasing di Desa
Dongkalan Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong (PARIMO) Sulawesi
Tengah. Mereka adalah suku terasing Lauje atau yang lebih dikenal oleh warga
setempat dengan sebutan “Orang Bela”. Walaupun Bapak Bupati PARIMO lebih
menganjurkan untuk memanggil mereka dengan sebutan “Orang La Uje Asli”,
agar lebih menghargai mereka. Karena kegiatan misionaris Canada (Amerika),
mayoritas mereka sudah di kristenkan. Mereka mendiami pegunungan Pantai
Timur (istilah untuk wilayah pesisir timur provinsi Sulawesi Tengah).
Alhamdullillah ada beberapa orang dari mereka yang tersentuh hidayah untuk
memeluk Islam, sehingga mereka pun menjadi muallaf.
Dengan bermodalkan nomor HP, pada pukul 14.30 WITA rombongan pun
meluncur dari Parigi menuju tempat tinggal para muallaf tersebut. Pada
pukul
18.30 WITA rombongan sudah tiba di desa Dongkalan. Kemudian rombongan
langsung di sambut ramah oleh Pak Arsyad (yang lebih akrab disapa Pak Acat).
Seorang warga desa Dongkalan yang sering berinteraksi dengan orang-orang
Bela. Dari Pak Acat inilah informasi awal tentang para muallaf ini didapat.
Sehari sebelum hari pasar, banyak orang bela yang turun dan berinteraksi
dengan kaum muslimin, termasuk pak Arsyad. Dengan sebab interaksi tersebut,
sebagian mereka akhirnya masuk islam. Mereka memilih masuk Islam tanpa
paksaan. Mereka pun masuk Islam dengan dibimbing Pak Imam Masjid setempat
mengucapkan dua kalimat syahadat lalu dimandikan oleh Pak Imam Masjid.
Sebagian mereka juga masuk Islam lantaran pernikahan mereka dengan
beberapa warga muslim di sekitar desa Dongkalan.
Adapun pak Asmin, beliau sudah berislam sejak lahir, hanya saja isteri beliau
adalah seorang muallaf. Dalam kesempatan berjumpa dengan muallaf itu
salah seorang rombongan menawarkan untuk menyampaikan beberapa ajaran
Islam. Keduanyapun mengiyakan. Maka sambil berbincang santai, salah
seorang diantara mereka menyampaikan makna dua kalimat syahadat secara
ringkas, juga rukun islam lainnya, tata cara bersuci dan beberapa adab Islam
lainnya.
Dua orang tersebut mendengarkan dengan seksama. Bahkan pak Andi sempat
merekam beberapa penjelasan tersebut dengan HP-nya. Dengan harapan bisa
didengar ulang nanti di rumahnya. Kemudian mereka menyampaikan kepada
pak Andi, rencana akan naik ke gunung besok pagi Insya Allah. Rencana
tersebut di sambut baik Pak Andi, bahkan beliau meminta diadakan
pengajaran Islam di gunung untuk warga muallaf lainnya.
Tidak beberapa lama, datanglah Pak Sekdes dan Pak Ketua P2N, maka
pembicaraan beralih ke topik kondisi orang-orang Bela. Tak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul; 22.30 Wita, maka kedua orang bela tersebut berpamitan
untuk pulang kerumahnya di gunung.
Walaupun malam mulai larut, pak Andi dan pak Asmin tetap berangkat pulang
ke gunung. Dengan menaiki sebuah motor bebek, keduanya menaiki jalan
terjal di kegelapan malam sejauh 8 km untuk sampai di rumahnya. Setibanya
di rumah, pak Andi bukannya langsung tidur, akan tetapi malah
membangunkan
keluarganya yang sudah tertidur. “Bangun-bangun, ini ada rekaman pelajaran
agama islam dari Pak Ustad. Mari
kita dengarkan!” Akhirnya mereka
pun bangun dan mendengarkan
rekaman tersebut. Pak Andi
mengatakan. “Kami mengulang-
ulang mendengarkan rekaman
tersebut hingga jam 2 malam, baru
kami tidur.“ (Waktu itu isteri pak
Andi masih Nasrani, dengan ijin
Allah beberapa pekan kemudian
masuk islam walhamdulillah). Masya Allah, demikianlah semangat seorang
muallaf yang ingin mengetahui ajaran islam. Semoga Allah mengokohkan iman
pak Andi sekeluarga.
Besok harinya, masih pagi-pagi sekali, Pak Andi dan Pak Asmin berjalan naik
turun bukit untuk menyampaikan undangan ta’lim kepada para muallaf lainnya
yang akan dilaksanakan di Ruang Kelas SD terpencil Punsung Lemo.
Pagi harinya, sekitar jam 08.00 Wita, rombongan naik ke SD Punsung Lemo guna
bertemu langsung dengan para
muallaf. Perjalanan ke sana dengan
menggunakan motor ojek.
Mengingat medan yang terjal,
dengan tinggi gunung sekitar 1500
meter di atas permukaan laut dan
jarak yang lumayan jauh, yaitu 8
km, maka tarifnya pun
menyesuaikan. Untuk pulang
pergi tukang ojek memasang tarif
Rp. 70.000-, untuk
sekali antar Rp. 40.000-. Setelah menaiki banyak tanjakan, tak terlihat
perkumpulan rumah layaknya perkampungan. Akan tetapi yang terlihat rumah-
rumah yang terpencar diantara kebun yang terjal. Jarang sekali didapati tanah
yang rata. Itulah tempat tinggal mereka, layaknya gubuk-gubuk tempat
beristirahat dikebun. Hanya saja mereka telah mendapatkan bantuan dari
pemerintah, sehingga atapnya sudah terbuat dari seng dan dindingnya papan.
Adapun rumah mereka yang masih asli berdindingkan kulit kayu dan beratapkan
daun rotan, dalam keadaan tidak menggunakan paku tapi diikat dengan rotan.
Akhirnya rombongan tiba di SD Terpencil Punsung Lemo. Terlihat sekumpulan
warga yang berjalan menaiki bukit. Merekalah para muallaf yang hendak
menghadiri ta’lim di SD Punsung Lemo. Diantara mereka juga ada warga Bela
yang memang sudah muslim sejak lahir. Tidak lama merekapun masuk ke
ruangan kelas untuk mendengarkan ta’lim. Disampaikan saran, agar jama’ah
wanita dipisah di ruang sebelahnya, dan merekapun memahaminya. Sementara
anak-anak mereka bermain di halaman sekolah. Kemudian ta’limpun di mulai,
salah satu dari rombongan menyampaikan beberapa materi kajian islam : Makna
dan Keutamaan dua kalimat syahadat, rukun islam, tata cara thaharah, berwudhu,
tata cara sholat dan beberapa adab islam lainnya. Setiap 4 atau 5 menit
penyampaian materi, Pak Andi menerjemahkannya ke bahasa Lauje, karena
memang kebanyakan mereka belum paham Bahasa Indonesia.
Beberapa kepala suku yang berhasil mereka rekrut ada yang dikirim ke Canada,
Amerika. Akhirnya kepala suku tersebut menjadi pendeta dan penginjil di gunung.
Beberapa Pemuda/pemudi orang Bela juga mereka kirim ke Perguruan Theology,
seperti ke Manado, Tentena (Poso) atau tempat lainnya, yang akhirnya mereka
pulang menjadi pendeta di gunung.
Walaupun Gereja illegal tersebut sudah dirobohkan warga, Pendeta Selvi masih
ngotot terus melakukan kebaktian di rumah seorang warga. Hanya saja Pendeta
Arina sudah tidak begitu aktif memimpin jemaat lagi. Entah apa yang
menyebabkan pendeta Arina tidak aktif memimpin jemaat. Karena
kevakumannya, Pendeta Selvi sempat memukul Pendeta Arina. Kurang lebih dua
bulan yang lalu, kaum muslimin Dongkalan mendapat kabar gembira dengan
masuk islamnya Pendeta muda Arina, menyusul dua kakaknya yang terlebih
dahulu masuk islam. Ada seorang pria muslim dari dusun Tingkulang yang
mempersunting mantan Pendeta Arina. Akhirnya mereka berdua dinikahkan
oleh Pak Imam Masjid setempat. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
menambah keimanan beliau. Hanya saja mantan pendeta Arina sekarang
berpindah ikut suaminya tinggal di Tingkulang.
Sepulangnya rombongan para da’i Ahlus Sunnah tersebut dari kampung muallaf
itu, mereka terus menyampaikan kabar tentang kondisi para muallaf tersebut
kepada kaum muslimin di Poso, Parigi dan Palu. Alhamdulillah Allah gerakkan
hati kaum muslimin untuk membantu para muallaf dalam meraih cita-cita
mulia tersebut. Tidak lama, terkumpullah belasan karung pakaian pantas
pakai serta sejumlah dana dakwah dan pembangunan Masjid. Sekarang
program pembangunan masjid kayu dengan ukuran 8 x 8 m masih berlangsung.
Kerangka bangunan dan atap seng sudah terpasang. Karena keterbatasan
tenaga tukang, pembangunan belum berlanjut. Tahap selanjutnya adalah
pemasangan lantai kayu dan dinding kayu.
PROGRAM DAKWAH YANG LAINNYA
A. Rencana pengadaan sarana MCK dan tempat wudhu dan pengadaan air
bersih. Mengingat langkanya sumber air, pengadaan air bersih rencana diambil
dari sebuah mata air di bukit yang berjarak sekitar 600 m. Sehingga dibutuhkan
slang air sebanyak 12 rol dan dua buah tandon penampungan air.
D. Program biaya belajar santri Lauje. Alhamdulillah ada dua santri muallaf
yang sudah dikirim ke Poso untuk belajar di ma’had Al-Manshuroh dan Pra
Tahfizh Poso. Insya Allah ada beberapa anak muallaf lainnya yang ingin
menyusul mereka untuk belajar Islam di Poso.
Demikian gambaran singkat agenda dakwah kepada para muallaf suku terasing
Lauje. Tentunya program ini membutuhkan uluran tangan dari kaum mukminin.
Bagi kaum mukminin yang ingin berinfaq demi kelanjutan dakwah kepada para
muallaf, infaq dapat disalurkan melalui :
Untuk bantuan pakaian pantas pakai, bisa dikirim ke Masjid Babul Iman Jl. KH.
Abdul Wahab lorong Srigading Kel. Sayo. Poso.
Dusun Solongan dan Pungsu, adalah dua dusun yang bersebelahan, keduanya
masih dibawah pemerintahan Desa Dongkalan. Solongan berjarak sekitar 8 km
dari jalan poros, sementara Pungsu terletak dibawah solongan. Mayoritas warga
Solongan beragama Nasrani, sementara Pungsu lebih banyak kaum musliminnya.
Di kedua dusun inilah para Muallaf itu tinggal. Warga Bela di sana hidup dari
sektor pertanian. Secara geografis kedua dusun tersebut terletak diatas
perbukitan terjal dan berbatu. Lereng-lereng gunung yang sangat terjal mereka
olah menjadi kebun-kebun. Mereka bercocok tanam ubi, singkong, padi
ladang, bawang, cabai, coklat atau cengkih. Pengetahuan mereka tentang
pertanian sangat minim, sehingga hasil panennya pun sangat terbatas. Hal
inilah yang melatar belakangi program pembinaan pertanian kepada mereka
demi lebih menambah produktivitas hasil pertanian. Makanan pokok mereka
adalah talas, ubi, singkong kadang nasi. Ubi atau singkong terkadang dibakar,
atau direbus. Lauk yang paling mereka sukai adalah ikan asin, kalau tidak ada
ikan asin mereka makan dengan lauk garam dicampur cabai.
Ada seorang warga Solongan, pak Tahar namanya, beliau pernah bertemu
dengan sepuluh laki-laki warga Salamayang yang baru pulang dari kampung di
bawah. Ketika ditanya apa hajat mereka dari kampung di bawah, mereka
menjawab, “Kami ada 10 keluarga ingin masuk Islam, akan tetapi tidak ada
tanggapan dari pak Imam.” Sehingga 10 keluarga ini dengan penuh
kesedihan pulang ke Salamayang tidak jadi masuk Islam. Sungguh ironis,
sepuluh keluarga tersebut tidak tersalurkan hajatnya untuk memeluk islam.
Semoga Allah mempertemukan mereka dengan hidayah.
Demikianlah gambaran singkat kisah muallaf suku terasing Lauje. Semoga Allah
memberikan keteguhan Iman dan keistiqomahan kepada mereka semua. Amiin.
http://salafy.or.id/blog/2014/04/26/kisah-muallaf-suku-terasing-lauje/
Tafsir-kautsar
tafsir-kautsar.pdf
677.4 KiB
796 Downloads
Details
Kitab Gratis: Syarah Fadhul
Islam (Syaikh Shalih Alu Syaikh
Hafizhahullah) PDF
Alhamdulillah, sangat bangga di hari yang sejuk ini Allah masih memudahkan
kita untuk saling berbagi. Kali ini kitab yang akan kami bagikan secara gratis
adalah Syarah Fadhlul Islam. Kitab ini yang ditulis oleh Asy-Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab dan di syarah oleh Asy-Syaikh Shalih Alu Syaikh merupakan
kitab yang sangat menakjubkan, penting untuk dipelajari, dan tidak ada
seorang pun yang tidak butuh kepada kitab ini.
Judul: Syarah Fadhlul Islam Karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Size: 10 MB
.
Kitab Gratis: Rof’ul Isytibah ‘an
Makna Al-Ibadah wa Al-Ilah (Syaikh
Abdurrahman Al- Mu’allimi) PDF
SESUAI CETAKAN
Bismillah. Bagi teman-teman yang ingin mendalami makna la ilaha illallah dan
makna ibadah, juga aplikasi dari makna tersebut. dan ingin mengetahui
bagaimana syubuhatnya orang-orang yang menyimpang dalam perkara ini,
Silakan donlot kitab ini. Dibaca, dipelajari, dan dipahami. Bagi yang belum bisa
barangkali bisa mengusulkan kepada ustadz setempat untuk membahasnya.
Size: 3 MB
PEMBAHASAN TENTANG
SHALAT DHUHA (882.0
KiB,
837 downloads)
***
وأن أوﺗﺮ ﻗﺒﻞ أن، اﻟﻀﺤ ورﻛﻌﺘ، ﺻﻴﺎم ﺛﻼﺛﺔ أﻳﺎم ﻣﻦ ﻛﻞ ﺷﻬﺮ:ﻪ ﺑﺜﻼث رﺳﻮل اﻟ ﺧﻠﻴﻠ أوﺻﺎﻧ
أﻧﺎم
WAKTUNYA
Waktu larangan yang dimaksud ialah sejak terbitnya matahari hingga meninggi
sekitar satu tombak (kurang lebih 15 menit setelah terbit, penjelasan Ibnu
Utsaimin).
“Shalatnya orang-orang yang kembali (awwabin) ialah jika telah terik matahari.”
(HR. Muslim no. 748)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah berkata, “dan (waktunya) yang
afdhal adalah apabila waktu dhuha telah panas.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz
30/56)
JUMLAH RAKA’ATNYA
Dari wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada Abu Hurairah dan
Abu Darda’ di atas dapat kita pahami bahwasanya minimal bilangan raka’at
shalat dhuha adalah dua raka’at. Sedangkan jumlah terbanyak yang pernah
dicontohkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah delapan raka’at.
Diriwayatkan dari Ummu Hani’ Radhiallahu ‘anha
ﻠ ﺻ
ِنﱠ اﻟﻨﱠﺒﻂ ا ًة ﻗَ ﱡﻼ ﺻر ا َﻓ َﻠﻢ،ٍﺎتﻌﻛ رﺎﻧ ﺛَﻤﻠﱠﺻ وﻞ ﻓَﺎ ْﻏﺘَﺴ، َﺔ ﻣ ﻓَﺘْﺢمﻮﺎ ﻳﺘَﻬﻴ ﺑ َﺧﻞ د ﱠﻠﻢﺳ وﻪﻠَﻴ ﻋﻪ اﻟ ﱠ
ﻮدﺠاﻟﺴﻮ َع وﻛ اﻟﺮﻢﺘ ﻳ ﱠﻧﻪ اﺮ َﻏﻴ،ﺎﻨْﻬ ﻣ َﺧﻒا
Dalam Shahih Muslim dari Aisyah Radhiallahu ‘anha ia berkata, “Dahulu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukan shalat dhuha sebanyak empat raka’at
dan menambah sekehendak beliau” (Shahih Muslim no.1175)
Beliau juga berkata, “Barangsiapa shalat delapan raka’at, sepuluh, dua belas, atau
lebih banyak dari itu atau lebih sedikit maka tidak mengapa.” (http://www.ibn-
baz.org/mat/1086)
Tetapi yang afdhal adalah tidak lebih dari delapan raka’at, karena jumlah ini
yang secara tegas pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam. Di dalam fatwanya, Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsi wal Ifta
(6/145) menyatakan, “Shalat dhuha adalah sunnah, bilangan sedikitnya
adalah dua raka’at dan tidak ada batasan untuk jumlah banyaknya. Yang
afdhal untuk tidak melebihi delapan raka’at. Melakukan salam pada tiap dua
raka’at, dan tidak sepantasnya digabung dalam satu salam, (hal ini)
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “(pelaksanaan) shalat
malam dan (shalat) siang adalah dua dua.” (Fatwa ini dikeluarkan dengan
diketuai oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz dan beranggotakan Asy-Syaikh
Abdul Aziz Alu Syaikh, Shalih Al-Fauzan, dan Bakr Abu Zaid)
Apabila shalat dhuha lebih dari dua raka’at maka cara pelaksanaanya adalah
dengan cara salam pada setiap dua raka’at. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda,
“(pelaksanaan) Shalat malam dan (shalat) siang adalah dua raka’at dua raka’at.”
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Akan tetapi berdalil dengan hadits ini tidaklah tepat ditinjau dari dua sisi:
Pertama: Aisyah menafikan hal tersebut berdasarkan ilmu yang beliau ketahui.
Sementara dalam beberapa riwayat terdapat penetapan bahwasanya shalat
dhuha disunnahkan untuk dilakukan setiap hari dan tidak hanya berlaku bagi
musafir yang baru tiba dari bepergian saja. Di antara riwayat tersebut
adalah wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada Abu Hurairah dan
Abu Darda di awal pembahasan. Di dalam kaedah ushul disebutkan bahwasanya
riwayat yang menetapkan lebih didahulukan daripada riwayat yang
meniadakan, karena riwayat yang menetapkan mengandung tambahan
faedah yang tidak terdapat pada riwayat yang meniadakan.
Kedua: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak setiap saat bersama Aisyah
Radhiallahu ‘anha. Di dalam kesempatan beliau bersama Aisyah dan dalam
kesempatan lain beliau tidak bersamanya. Beliau terkadang menjadi musafir dan
terkadang tidak menjadi musafir. Dalam keadaan tidak safar beliau terkadang
duduk di masjid dan tempat lainnya. Beliau juga memiliki sembilan orang isteri
yang semuanya mendapat giliran hari yang sama rata. Ini menunjukkan bahwa
kebersamaan beliau bersama Aisyah pada waktu dhuha tidak setiap hari dan tidak
setiap kesempatan. Bisa jadi beliau shalat dhuha di rumah isteri-isterinya yang
lain, atau ketika di masjid, di rumah shahabatnya, ketika safar, atau di tempat-
tempat lainnya yang tidak dilihat oleh Aisyah Radhiallahu ‘anha. (Lihat Al-Hawi
lil Fatawi Li As-Suyuthi 1/45)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya, “Apa pendapat yang shahih dan rojih
tentang shalat dhuha. Apakah boleh dilakukan setiap hari, selang-selang hari,
atau bagaimana?” beliau menjawab, “(Pendapat) yang rojih tentangnya dan
yang sunnah adalah (dikerjakan) setiap hari. Shalat dhuha (dilakukan) setiap
hari. Telah diriwayatkan di dalam Ash-Shahihain dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam bahwasanya beliau memberikan wasiat kepada Abu Hurairah dengan
tiga perkara, “Shalat dhuha, shalat witir sebelum tidur, dan berpuasa tiga
hari pada setiap bulan.” Dan diriwayatkan di dalam Shahih Muslim juga
bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mewasiatkan Abu Darda,
“Agar (mengerjakan) shalat dhuha setiap hari, shalat witir sebelum tidur,
dan berpuasa tiga hari pada setiap bulan.” Dan diriwayatkan juga di dalam
Ash- Shahih bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepada Abu
Dzar ketika menyebutkan persendian tulang dapat melakukan sedekah, beliau
berkata, “Setiap tasbih adalah sedekah, tahmid adalah sedekah, tahlil
adalah sedekah, dan takbir adalah sedekah,” – sampai akhir hadits
beliau bersabda, “dan tercukupi dari itu semua dengan dua raka’at yang
engkau kerjakan ketika dhuha.” (Majmu Fatawa Ibnu Baaz 30/60)
رﻛﻌﺘﻴﻦ ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻪ ﺗﻄﻠﻊ اﻟﺸﻤﺲ ﺛﻢ ﺻﻠ ﺣﺘﻪ ﺗﻌﺎﻟ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﺛﻢ ﺟﻠﺲ ﻳﺬﻛﺮ اﻟ اﻟﺼﺒﺢ ﻓﺻﻠ
ﻛﺄﺟﺮ ﺣﺠﺔ وﻋﻤﺮة ﺗﺎﻣﺔ ﺗﺎﻣﺔ ﺗﺎﻣﺔ ﻣﻦ
“Barangsiapa melaksanakan shalat shubuh berjama’ah kemudian ia duduk
berdzikir kepada Allah Ta’ala hingga terbitnya matahari, kemudian ia shalat dua
raka’at, maka baginya seperti pahala haji dan umrah sempurna sempurna
sempurna.” (HR. At-Tirmidzi)
Wallahu ‘alam…
Dikumpulkan oleh:
Adapun orang yang junub, maka tidak boleh membaca Al-Qur’an secara mutlak
sampai ia mandi. Tapi dia boleh membaca buku-buku tafsir, hadits, dan
selainnya tanpa membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang tercantum di buku
tersebut. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
“bahwasanya tidak ada sesuatu apapun yang dapat mencegah seseorang
dari membaca Al-Qur’an kecuali junub.”
Dalam riwayat lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda yang terkandung
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dengan sanad yang bagus,
dari Ali Radhiallahu ‘anhu , “Adapun orang yang junub tidak boleh (membaca
Al-Qur’an) walaupun hanya satu ayat.”
Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/2346
Hadits Lemah dan Palsu yang
Bertebaran Tentang Bulan
Ramadhan
Hadits-hadits Palsu dan Lemah
Kemudian setelah itu, ketahuilah bahwasanya perbuatan dusta atas nama Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan penyakit berbahaya dan sulit diobati yang
telah menyebar (di tengah-tengah umat) seperti menyebarnya api pada
tumbuhan yang kering. Pernyakit ini merupakan penjerumus ke dalam
kebid’ahan, kesesatan, khurafat, menentang dalil, serta menyimpang dari
jalan yang lurus dan jalan kaum mu’minin. Berdusta atas nama nabi shallallahu
‘alaihi wasallam juga menyebabkan pelakunya pantas untuk mendapatkan
ancaman berupa tempat duduk dari neraka.[1]
Saudara pembaca sekalian, akan kami sebutkan untuk anda beberapa hadits
yang dusta (palsu) atas nama nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga hadits
dha’if (lemah) yang sering disebut pada bulan yang penuh barakah ini, dengan
harapan agar anda berhati-hati darinya, tidak mencampuradukkan antara al-
haq dengan
al-bathil, dan agar urusan (agama) anda benar-benar di atas ilmu.
HADITS PERTAMA
ﻨَﺔ َﻟﻮ َن اﻟﺴﻮنْ ﻳ اﺘﻣ اﻨﱠﺖﺎ َن ﻟَﺘَﻤﻀﻣ رﺎ ﻓ ﻣﺎدﺒ ا ْﻟﻌ َﻢﻠ ﻌ ﻳ
ﺎ ّﻠﻬﻛ
“Kalau seandainya hamba-hamba itu tahu apa yang ada pada bulan Ramadhan
(keutamaannya), maka niscaya umatku ini akan berangan-angan bahwa satu tahun
itu adalah bulan Ramadhan seluruhnya.” Hadits ini adalah hadits yang didustakan
atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (palsu).
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya [III/190], Abu
Ya’la Al-Mushili di dalam Musnadnya [IX/180], dan selain keduanya.
Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Jarir bin Ayyub. Tentang rawi
yang satu ini, para ulama telah menjelaskan keadaannya, di antaranya: Abu
Nu’aim Al-Fadhl bin Dukain mengatakan bahwa dia suka memalsukan hadits.
Al-Bukhari, Abu Hatim, dan Abu Zur’ah mengatakan bahwa dia adalah
Munkarul Hadits. Ibnu Khuzaimah mengatakan: “Jika haditsnya shahih …”[2]
Ibnul Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at [II/103] dan juga Asy-Syaukani dalam
Al- Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 74] menghukumi dia (Jarir bin Ayyub) adalah
perawi yang suka memalsukan hadits -yakni pendusta-. Lihat Lisanul Mizan
[II/302] karya Ibnu Hajar.
HADITS KEDUA
ﺐ ﺟ رﺘ أﻣﺮﺎ ُن َﺷﻬﻀﻣر وﺮِيﺎ ُن َﺷﻬﺒ َﺷﻌ وﻪ اﻟﺮَﺷﻬ
“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan
umatku.”
Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam (palsu).
Dan di dalamnya juga terdapat rawi yang bernama Al-Kisa’i yang dikatakan
oleh Ibnul Jauzi sebagai rawi yang majhul (tidak dikenal).
Hadits ini diriwayatkan oleh Abul Fath bin Al-Fawaris di dalam Al-Amali dari Al-
Hasan Al-Bashri secara mursal. Al-Hafizh Al-‘Iraqi mengatakan dalam Syarh At-
Tirmidzi: “Ini adalah hadits dha’if jiddan (sangat lemah), dan dia termasuk
hadits- hadits mursal yang diriwayatkan dari Al-Hasan (Al-Bashri),
kami meriwayatkannya dari Kitab At-Targhib Wat Tarhib karya Al-Ashfahani,
hadits- hadits mursal yang diriwayatkan dari Al-Hasan (Al-Bashri) tidak bernilai
(shahih) menurut Ahlul Hadits, dan tidak ada satu hadits pun yang menyebutkan
tentang keutamaan bulan Rajab.”
HADITS KETIGA
Hadits ini adalah hadits munkar, dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam
Shahihnya [III/191], dan beliau mengatakan: “Jika haditsnya shahih.” Maksud
ungkapan ini adalah bahwa Al-Hafizh Ibnu Khuzaimah ragu (tidak memastikan)
penshahihan hadits ini karena derajat sanadnya yang rendah (tidak sampai
derajat shahih), maka jangan ada seorangpun yang mengira bahwa hadits ini
shahih menurut Ibnu Khuzaimah. Lihat Tadribur Rawi [I/89] karya As-Suyuthi.
Hadits ini juga dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman [III/305], Al-
Harits bin Usamah dalam Musnadnya [I/412], dan yang lainnya. Di dalam
sanadnya terdapat rawi yang bernama ‘Ali bin Zaid bin Jud’an yang dikatakan
oleh para ulama, di antaranya: Ibnu Khuzaimah mengatakan bahwa dia tidak
bsa dijadikan hujjah karena jeleknya hafalan dia. Al-Bukhari mengatakan
bahwa dia tidak bisa dijadikan hujjah. Di dalam sanadnya juga terdapat rawi
yang bernama Iyas bin Abi Iyas yang dikatakan oleh para ulama, di antaranya:
Adz- Dzahabi mengatakan bahwa dia adalah rawi yang tidak dikenal.
Al-‘Uqaili mengatakan bahwa dia adalah rawi yang majhul (tidak dikenal) dan
haditsnya tidak mahfuzh (yakni syadz/ganjil). Abu Hatim mengatakan: “Ini
adalah hadits Munkar.” (Al-‘Ilal karya Ibnu Abi Hatim [I/249]). Lihat Lisanul
Mizan [II/169] karya Ibnu Hajar, As-Siyar [V/207] karya Adz-Dzahabi, dan As-
Silsilah Adh- Dha’ifah [II/262] karya Asy-Syaikh Al-Albani.
HADITS KEEMPAT
ﻪ ﺧﻠﻘﻪ إﻟل ﻟﻴﻠﺔ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ رﻣﻀﺎن ﻧﻈﺮ اﻟإذا ﻛﺎن أو
ﻞ وﺟﻪ ﻋﺰوﻟ، أﺑﺪًاﻪ ﻋﺒ ٍﺪ ﻟﻢ ﻳﻌﺬِّﺑﻪ إﻟﺎم ﻓﺈذا ﻧﻈﺮ اﻟ اﻟﺼﻴ
ﻣﻦ اﻟﻨﱠﺎر أﻟﻒ ﻋﺘﻴﻖ ﻳﻮمﻞ ﻛﻓ
“Ketika malam pertama bulan Ramadhan, Allah melihat makhluknya, ketika Allah
melihat kepada seorang hamba, maka Dia tidak akan mengadzabnya selamanya,
dan Allah ‘azza wajalla pada setiap harinya memiliki seribu hamba yang
dibebaskan dari neraka.”[3]
Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam (palsu).
Di dalam sanadnya banyak rawi yang majhul (tidak dikenal) dan rawi
yang dituduh berdusta yaitu ‘Utsman bin ‘Abdillah Al-Qurasyi Al-
Umawi Asy- Syami yang dikatakan oleh para ulama di antaranya: Al-
Juzajani menyatakan bahwa dia adalah KADZDZAB (pendusta), suka mencuri
hadits. Abu Mas’ud As-Sijzi menyatakan dia adalah KADZDZAB.
HADITS
KELIMA
HADITS KEENAM
HADITS KETUJUH
ﻻ ا َﻓﻊﺮ ﻳ ِض ﻻر ْاﻻ وﺎءﻤ اﻟﺴﻦﻴ ﺑ ﱠﻠﻖﻌﺎ َن ﻣﻀﻣ رﺮ ﱠن َﺷﻬ ا
ِﻄْﺮ ا ْﻟﻔﺎةﻛِﺑﺰ
“Sesungguhnya bulan Ramadhan itu tergantung di antara langit dan bumi,
tidaklah bisa diangkat kecuali dengan zakat fitrah.” Ini adalah hadits dha’if.
Diriwayatkan oleh Ibnu Shishri di dalam Al-Amali dan bagian hadits ini hilang,
juga diriwayatkan oleh Ibnu Syahin di dalam At-Targhib, dan Ibnul Jauzi di
dalam Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah [II/499]. Di dalam sanadnya terdapat rawi yang
bernama Muhammad bin ‘Ubaid yang dikatakan oleh Ibnul JAuzi bahwa dia
adalah majhul (tidak dikenal). Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan setelah
menyebutkan hadits ini di dalam Lisanul Mizan [V/276]: “Dia adalah rawi
yang tidak ada satupun yang mengikutinya.” Asy-Syaikh Al-Albani
mendha’ifkan hadits ini di dalam As-Silsilah Adh-Dha’ifah (43).
-Ditulis secara ringkas oleh Abu Zur’ah Sulaiman bin ‘Ali bin Syihab As-Salafy-.
Dan diterjemahkan secara r i n g k a s [4] p u l a dari
http://sahab.net/forums/showthread.php?t=380588 ditambah sedikit catatan kaki
dari penerjemah. Wallahu a’lam bish-shawab.
ﻦ اﻟﻨﱠﺎر ﻣﻦ ﻣﺪَه ْﻘﻌ ﻣاﻮﺘَﺒﺪًا َﻓ ْﻠﻴﻤﺘَﻌ ﻣَﻠ ﻋ ﺬَب ﻛ
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya dia
mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” [Muttafaqun ‘Alaihi dari shahabat
Abu Hurairah, Al-Mughirah bin Syu’bah, dan yang lainnya] [2] Ungkapan seperti
ini menunjukkan bahwa beliau tidak memastikan keshahihan hadits
sebagaimana yang akan disebutkan dalam penjelasan hadits ketiga setelah ini.
Wallahu a’lam.
[3] Demikian lafazh yang tercantum dalam sumber rujukan. Namun di dalam
sebagian referensi, -dengan keterbatasan pengetahuan kami-, ditemukan ada
perbedaan lafazh, yaitu tentang jumlah hamba yang dibebaskan dari neraka, di
referensi tersebut disebutkan berjumlah satu juta. Wallahu a’lam. [4] Sengaja
bagian yang tidak kami terjemahkan adalah beberapa istilah muhadditsin atau
istilah dalam ilmu hadits yang belum bisa kami terjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dengan tepat. Tetapi insya Allah tidak akan mengubah isi dan substansi
pembahasan. Wallahu a’lam.
Sumber: http://www.assalafy.org/mahad/?p=533
– Hafizhahullah Ta’ala –
Pembawa bendera Jarh wa Ta’dil abad ini
—————————————
————————————-
Dan kami para salafiyin walaupun sampai sekarang tidak mentabdi’ (memvonis
mubtadi’) Al-Halabi, karena menunggu penjelasan para ulama’ kibar,
hanyasaja kami mengatakan bahwa tidak boleh menimbah ilmu darinya
sebagaimana ucapan Syaikh kami (Yahya) An-Najmi rahimahullahu ta’ala, dan
disepakati oleh ahlul ilmi juga para penuntut ilmu.
Dan kami tidak mentabdi’ dia, tidak, karena dia masih ahlus sunnah dan dia
memiliki kesalahan.
Selamanya, ahlus sunnah berlepas diri dari manhaj barunya Al-Halabi. Namun
kami tidak ingin mendahului para ulama’ kibar, sebagai adab kepada mereka.
Tetapi jika Al-Halabi tidak rujuk dari petaka dan penyimpangannya, maka ia
berhak digabungkan bersama orang-orang yang ia beri tazkiyah dan ia bela dari
kalangan ahlul bidah, tidak ada kemuliaan, sebagaimana para salaf
menghukumi seperti itu kepada orang-orang yang lebih berilmu darinya dan
lebih selamat keadaannya.”
[ Selesai ucapan Syaikh Ahmad Bazmul ]
Ucapan ini keluar dari beliau sebelum muncul vonis dari Syaikh Rabi’ bin Hadi
Al- Madkhali Hafizhahullah Ta’ala.
Al-Halabi, orang yang selama ini di “eman” oleh Syaikh Rabi’ dan masyayikh
lainnya, tapi begitulah orang yang tak tahu di sayang….
“Dan sekarang, akan aku nukilkan kepada anda dan saudaraku salafiyin:
bahwa Syaikh pembawa bendera jarh wa ta’dil telah melontarkan
ucapannya tentang Ali bin Hasan Al-Halabi dan Abu Manar Al-‘Iraqi,
yaitu bahwa keduanya adalah mubtadi’. Dan beliau berkata kepada
saudara-saudara dari Iraq: “Nukilkan (vonis) ini dari aku.”
————————————–
———————-
Dari realita yang kita saksikan ini dapat dipetik beberapa faedah ilmiyah,
betapa pun seorang itu berilmu dan faqih dalam ilmu agama, pasti
dia memiliki peluang tuk tergelincir dari jalan yang lurus…..
Bahwa tidak boleh bagi seseorang tuk fanatik buta kepada seorang
‘alim yang terjatuh dalam kesalahan, walaupun ia seorang yang
faqih. Ingat, selama koreksi yang ditujukan kepadanya itu
berdasarkan dalil yang benar dan qo’idah yang disepakati, maka
itulah yang harus kita pegang..
Sumber:
http://www.sahab.net/forums/showthread.php?s=0a8d83ee3c8b033eb6cf8fb9987
b48a0&p=785764#post785764
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, sudah tidak asing lagi di telinga kita.
Semua kalangan –insya Allah– pernah mendengar namanya, atau mengenal
nasabnya, atau merasakan manisnya dakwah beliau.
Tapi, banyak dari kita yang belum mengenal karya tulisnya. Mungkin yang
paling sering kita dengar atau pelajari adalah: Tsalatsatul Ushul, Qowa’id
Arba’, Ushul Sittah, Kitabut Tauhid, dan Kasyfu Syubuhat.
Jangan salah, beliau masih punya karya tulis dan kumpulan fatawa lainnya yang
banyak. Nah berikut ini kami sajikan untuk anda….
اﻟﻔﺘﻦ واﻟﺤﻮادثأﺣﺎدﻳﺚ ﻓ
– ﺎم اﻟﺼﻼةأﺣ
– أﺻﻮل اﻹﻳﻤﺎن
– ﻣﻨﺴﻚ اﻟﺤﺞ
– _اﻟﺠﻮاﻫﺮ اﻟﻤﻀﻴﺔ
– _اﻟﺨﻄﺐ اﻟﻤﻨﺒﺮﻳﺔ
اﻟﺮﺳﺎﺋﻞ اﻟﺸﺨﺼﻴﺔ_ –
اﻟﺮﺳﺎﻟﺔ اﻟﻤﻔﻴﺪة –
اﻟﻄﻬﺎرة –
اﻟﻘﻮاﻋﺪ اﻷرﺑﻌﺔ_ –
اﻟﺒﺎﺋﺮ –
ﻣﺴﺎﺋﻞ اﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ –
ﺛﻼﺛﺔ أﺻﻮل –
ﻓﺘﺎوى وﻣﺴﺎﺋﻞ –
ﻓﻀﺎﺋﻞ اﻟﻘﺮآن –
ﻓﻀﻞ اﻹﺳﻼم –
ﻛﺘﺎب اﻟﺘﻮﺣﻴﺪ –
ﻛﺸﻒ اﻟﺸﺒﻬﺎت –
Berkaitan dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi bisa anda lihat
di sini:
http://asysyariah.com/print.php?id_online=334
http://asysyariah.com/print.php?id_online=335