Anda di halaman 1dari 9

NAMA : SONY INGAN

NPM : 1940602046

LOKAL : A2

MK : FILOLOGI

“SELAYANG PADANG TENTANG LONG NAWANG”

A. SEKILAS TENTANG PENGHUNI APAU KAYAN


Penghuni kawasan apau kayan sejak dahulu,menurut lagendanya maupun dari
informasi yang di peroleh dari puluhan informan bahwa kawasan apau kayan pernah
dihuni oleh tiga generasi sub suku Dayak yang berbeda dan datangnya dari luar apau
kayan(serawak) melalui tiga tahap atau tiga gelombang pada masa dan waktu tertentu.
Penghuni yang pertama datang sebagai migran gelombang pertama mendiami
apau kayan. Selanjutnya beberapa puluh tahun kemudian menyusul lagi suku dayak
berikutnya sebagai migran yang kedua, sementara penduduk yang pertama sudah pergi
mengosongkan kawasan apau kayan. Demikian pula halnya dengan penduduk apau kayan
gelombang kedua, setelah beberapa generasi lamanya mereka hidup dan berdomisili di
apaun kayan, selanjutnya bermigrasi lagi meniggalkan apau kayan menuju kawasan lain.
Kemudian setelah beberapa tahun kawasan apau kayan mengalami kevakuman
penghuninya, sementara itu penduduk ketiga sudah siap datang dari hulu sungai iwan
mengikuti jejak gelombang pertama dan gelombang kedua.
Penduduk suku dayak kenyah yang sekarang sebagai penghuni kawasan apau
kayan merupakan generasi yang kelima dan keenam dari penghuni gelombang ketiga.
Penghuni apau kayan gelombang kedua dikenal sebagai suku dayak kayan, cukup
lama mendiami kawasan apau kayan, sehingga terdapat beberapa peningalan mereka
seperti kuburan batu, lubang-lubang tanah berupa goa bekas penambangan biji besi,
bendungan-bendungan air yang cukup besar, guci-guci tanah tempat penyimpanan tulang
yang telah meningal dunia.
Penduduk apau kayan pada tahun 1932 berjumlah 17.502 terbagi dalam 21
kampung yang berada di apau kayan.
Menurut lagendanya bahwa asal usul penduduk apau kayan, baik penghuni
gelombang pertama dan kedua maupun penduduk gelombang ketiga yaitu orang-orang
suku dayak punan, suku dayak kayan, maupun suku dayak kenyah, semua mereka itu
beraasal dari sungai beram serawak. Mereka datang melalui apau data, kemudian dari
apau data menuju sungai iwan dan bahau, setelah itu bermigrasi ke apau kayan.

B. Sekilas Gambaran Umum Apau Kayan


1. Kondisi kawasan apau kayan
Kawasan dataran tinggi sungai kayan atau apau kayan terletak di antara
pertengahan sungai kayan sampai di penghujung hulu sungai kayan dan cabang-
cabangnya, kemudian melewati hulu sungai kayan sampai pertengahan sungai boh
cabang hulu sungai mahakam.
Dataran tinggi sungai kayan yang terdiri dari pegunungan, bukit-bukit, lembah-
lembah dan dataran serta merta dengan ribuan aliran anak sungainya yang
merupankan cabang-cabang hulu sungai kayan termasuk ratusan anak sungai di hulu
Boh.
Oleh pendahulu suku kenyah sebagai penghuni daerah apau kayan gelombang
ketiga, kawasan dataran tinggi hulu sungai kayan ini di beri nama “Apau kayan” yang
berarti “dataran tinggi kayan”. Diberikan nama “Apau kayan” atau pun nama “ sungai
kayan” karena penghuninya yang dikenal terdahulu mendiami kawasan ini sebelum
suku kenyah, adalah suku kayan, sehingga sungainya disebut sungai kayan dan
kawasannya secara keseluruhan disebut Apau kayan. Apau artinya dataran tinggi.
2. Penduduk Apau Kayan
Menurut cerita turun-temurun sebagai sebuah legenda dari zaman ke zaman di
kalangan suku kenyah bahwa penghuni kawasan dataran tinggi hulu sungai kayan
atau apau kayan sebenarnya sudah tiga kali terjadi pergantian penghuni dari
penduduk rumpun suku (punan, kayan dan kenyah). Termasuk di antaranya adalah
mereka keturunan suku dayak kenyah yang sekarang mendiami daerah apau kayan
sebagai penduduk aslinya. Dan mengakui bahwa mereka penghuni apau kayan,
orang-orang pindahan dari sungai beram sebagai migran gelombang ketiga.
Sementara penghuni kawasan apau kayan yang pertama, diceritakan sebagai
orang migran gelombang pertama, dan tidak begitu banyak dibicarakan di dalam
lagenda orang-orang tua masyarakat suku kenyah. Hanya di perkirakan bahwa
penghuni yang pertama itu adalah orang-orang suku punan dan atau suku dayak
lainnya yang hidup di kawasan apau kayan sekitar abad 16 masehi.
Penduduk yang pertama kali menghuni apau kayan menurut legendanya kata Bid
Ncuk, adalah orang-orang suku ”benalui, baketan, basap, buket, lisum, silat, dan suku
buhang “ menurut kedua legendaris tersebut bahwa suku-suku yang pertama itu,
mereka adalah termasuk rumpun suku punan. Pertamanya suku-suku itu kata Ding
Ncuk, hidup di sepanjang pinggir sungai kayan setelah keluar dari sungai iwan.
Namun karena wabah penyakit kelapit(cacar air) yang sering menyerangi/menimpa
mereka yang merenggut nyawa penduduk secara masal, di samping perang antar suku
(mengayau) yang kunjung pada, maka mereka lari masuk hutan ke hulu-hulu anak
sungai sampai ke pegunungan mencari tempat persembunyian.
Penduduk yang pertama ini tidak begitu banyak jumlahnya dan juga tidak begitu
lama mendiami kawasan ini lalu pergi dan menyebar masuk hulu anak-anak sungai
cabang sungai mahakam, sungai kelai dan sega kabupaten berau serta ke hulu anak-
anak sungai batang rejang ( serawak-malaysia, yang tersisa masuk ke hutan-hutan
pengunungan ujung hulu anak sungai kayan.
Mereka meninggalkan kawasan ini karena sering terjadi wabah penyakit kelapit
(cacar air) yang mengerikan dan memusnahkan penduduk secara masal.
Disamping itu ada perang antar suku (mengayau) yang merupakan suatu budaya
hidup kepercayaan animisme pada waktu itu atau mungkin karena terdesak dengan
kehadiran penghuni apau kayan gelombang kedua.
Penghuni gelombang kedua ini terdiri dari sub-sub suku rumpun dayak kayan
seperti: uma apan, ga’ai, bahau busang, murik dan suku penihing. Diceritakan jumlah
penghuni gelombang kedua ini cukup banyak dan cukup lama hidup dikawasan apau
kayan sampai sekitar empat dan lima generasi atau sekitar abad 16 sampai awal abad
18 masehi. Sebelum suku dayak kenyah pindah ke apau kayan, daerah ini sudah
terlebih dahulu di huni oleh suku kayan yang datang dari serawak pada abad ke-17
khususnya suku ngurik.
Kumunitas-kumunitas suku kayan tersebut mendiami kawasan apau kayan
tersebar mulai dari hilir long kejanan di hulu long kayan iut sampai ke hulu sungai
Boh cabang hulu sungai mahakam.
3. Pemerintahan Adat Suku Dayak Kenyah
a. Pemerintahan adat di bawah pimpinan ajang ipui
Pebaya laing umur 79 tahun tokoh adat mara satu seorang legendaris lepo
tau asal long nawang pada tahun 1998 menjelaskan bahwa selama kurang lebih 10
tahun kawasan apau kayan mengalami kevakuman penghuninya, sesudah suku
kayan selaku penghuni gelombang kedua mengosongkan daerah ini, kemudian
pada pertengahan abad ke-18 sekitar tahun 1760an, penduduk suku kenyah
selaku penghuni apau kayan gelombang ketiga mulai menginjakan kakinya di
sungai kayan untuk hidup menetap.
Suku kenyah yang mula-mula melakukan migrasi dari hulu sungai iwan ke
sungai kaya/apau kayan adalah suku Lepo Timai yang di pimpin oleh Bo ajeng
ipui dan saudaranya Jalung Ipui yang bermukin di long metun di hulu muara
sungai iwan. Selanjutnya stelah beberapa tahun kemudian menyusul secara
berangsur-angsur dari sub-sub suku: lepo tau, lepo tukung, lepo bem, lepo
bakung, lepo jalan, lepo kulit, lepo tepu, kayan, uma leken, dan uma baka. Lepo
adalah kumpulan uma dalam suatu lokasi pemukiman.
Tului Bid umur 86 tahun mantan kepala kampung Nawang baru tahun
1959-1969 di apau kayan, lalu pindah ke mara satu, pada tahun 1984
mengkonfirmasihkan bahwa penduduk apau kayan gelombang ketia ini,setelah
semuanya turun dari sungai iwan ke sungai kayan, sekalipun agak mudah dari
sudut pandang kehidupan di bandingkan dengan kehidupan di hulu sungai iwan,
ternyata keamanan mereka masih tetap terancam. Kehidupan mereka di sungai
kayan masih terancam dengan bebrapa pristiwa seperti halnya dengan penduduk
gelombang ke dua terdahulu. Wabah penyakit cacar, kolera dan deman panas
yang di anggap sebagai akibat suatu pelangaran sumpah adat oleh penduduk
terdahulu. Di samping itu perang antar suku tetap selalu ada dan merajarela oleh
suku yang kuat.
Oleh karenanya masing-masing komuitas suku terpencar masuk ke hulu-
hulu anak sungai kayan bahkan ke daerah pegunungan yang sulit di jangkau
musuh atau penyebaran penyakit.
Menurut legenda dari Iban Usat umur 84 tahun seorang tokoh adat di mara
satu asal lepo tau long nawang, pada tahun 1984 mengkonfirmasikan hal yang
sama dengan Bid Ncuk bahwa kepala suku Bo ajang dari lepo timai bersama
rumpunya hidup di hulu sungai nawang, demikian pula lepo tau, lepo jalan, lepo
bem, lepo tukung mengikuti jejak lepo timai, sementara lepo yang lainnya juga
mencari tempat yang lebih aman di hulu-hulu anak sungai, sementara sepanjang
pingir sungai kayan masih dalam kondisi yang sepi.
Bo ajang di anggap sebagai kepala suku besar (pengulu bio) oleh
penduduk apau kayan pada saat itu, kendatipun secara prosedural, ia belum di
pilih melalui suatu pertemuan musyawarah kepala-kepala suku sedaerah apau
kayan.
Menurut legendanya dinyatakan bahwa dalam suatu pertemuan lokal lepo
tau yaitu acara pesta panen sehabis potong padi yang dihadiri oleh kepala-kepala
komunitas suku, lepo bem, lepo jalan, lepo tukung, dan lepo timai, dinyatakan
nama Bo ajang oleh lepo tau sebagai pengulu bio, mengingat jasanya sudah
membawa suku kenyah pindah ke apau kayan.
Kedudukan pengulu Ajang Ipui berada di apau kuleh, sebuah pegunungan
hulu sungai nawang yang cukup jauh dari aliran sungai kayan, sementara lepo tau
dan lepo jalan, bermukim di lalut pubung dan musang jalan di hulu sungai
nawang bersama-sama dengan lepo timai, lepo bem dan lepo tukung. Tului Bid
mengatakan bahwa umur pengulu bio ajang pada waku itu sudah lanjut sehingga
tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai kepala suku besar, untuk
mengujungi komunitas-komunitas suku lainya yang bermukin di hulu-hulu sungai
cabang anak sungai kayan.
Dalam masa kepemimpinan Ajang Ipui sebagai kelapa suku besar apau
kayan kata tului bid, tidak banyak membawa kemajuan, terutama dalam sistem
keamanan, karena perang antar suku atau mengayau masih tetap berkecamuk.
Akibatnya pengulu bio ajang ipui sangat dratis menurun dan kehilangan
kepercayaan dari masyarakat suku-suku lainya, sehingga ia memutuskan untuk
membawa suku lepo timai menginggalkan apau kayan,kata Tului Bid maupun
Iban Usat.
Pada awal abad ke-19 pengulu bio ajang ipui bersama uma timai lainya
meningalkan apau kayan, dalam rencana menuju tabang anak sungai mahakam
dengan rute perjalanan secara bertahap yaitu dari apau kuleh ke bawang baliu,
dari bawang baliu ke jemahangm dari jemahang, ke apau tiau dan dari apau tiau
turun ke sungai tabang untuk hidup menetap disana.
Ketika dalam perjalanan menuju tabang, kata Bid ncuk maupun Tului bid,
mereka bertahan dulu di bawang baliu kurang lebih selama empat tahun dan di
long jemahang kurang lebih sepuluh tahun. Pengulu bio Ajang ipui meninggal
dunia dan dikuburkan di jemahang, sementara itu lepo tau sudah pindah dari lalut
pubung ke long temango. Ibau Ajang anak dari ajang ipui, oleh suku uma timai
di anggkat mengantikan ayahnya sebagai pengulu uma timai.
Menurut Pekila Lahang, Pegun Bid dan Jalung Ncuk menjelaskan bahwa,
setelah suku uma timai tiba di tabang, pengulu Ibau Ajang segera pergi
melaporkan kehadirannya di sungai tabang kepada raja kutai yaitu Sultan Seludin.
Kemudian sultan kutai menanyakan kepada Ibau Ajang, tentang siapa
yang memimpin penduduk dari apau kayan setelah Ajang Ipui meniggal dan Ibau
Ajang sendiri meninggalkan apau kayan. Pengulu Ibau Ajang menkonfirmasikan
bahwa menurut penilaian suku lepo timai, yang dapat memimpin rakyat apau
kayan adalah Surang Anye bersama kakeknya Merang Anye dari suku lepo tau.
b. Pemerintahan Adat Dibawah Pimpinan Surang Anye (1950-1875)
1. Penobatan surang anye sebagai kepala suku besar apau kayan
Pegun Bid maupun Pebaya laing menyatakan kisah yang sama dengan legenda
yang disampaikan Bid Ncuk, yang menginformasikan bahwa sesudah Bo
Ajang ipui, kepala suku besar apau kayan meninggalkan kawasan apau kayan,
maka perhatian kepala-kepala suku lainnya seperti suku lepo bem, lepo
tukung, lepo jalan, lepo kulit, badeng dan bakung selaku komunitas suku
tetanga sudah tertuju pada figur seorang Surang Anye untuk memimpin apau
kayan mengantikan Bo Ajang ipui.
Bid ncuk maupun Pegun bid dan Pebaya laing mendeskripsikan legenda
yang sama bahwa ketika Ibau ajang masih menghadap sultan kutai kira-kira
tahun 1848, Ibau ajang ditugaskan oleh sultan kutai, untuk membawa dan
mengatur seperangkat barang pusaka dari raja kutai yakni sebuah bujak
(tombak) bertangkai kuningan dan sebuah tongkat kuningan untuk diberikan
kepada Surang anye, sebagai tanda bukti penghargaan dan penyerahan
kepercayaan kekuasaan pemerintahan adat daerah apau kayan kepada surang
anye untuk memimpin rakyat apau kayan.
Demikianlah seperangkat barang pusaka tersebut di antarkan secara estafet
dari sultan kutai-Ibau ajang-Tamen ulau ban bangsawan lepo jalan dan
Pebilung lusat kepala suku lepo bem hingga sampai ke tangan surang anye di
tempat kediamannya di long temango dalam sungai nawang.
Surang anye ternyata adalah orang yang berhati demokrasi. Ia tidak mau
menerima titipan sultan kutai begitu saja untuk memegang tampuk
pemerintahan adat di apau kayan sebagai kepala suku besar (pengulu bio).
Karena itu surang anye dibantu oleh kepala-kepala suku tetanganya
memutuskan untuk mengadakan suatu musyawarah besar sedaerah apau kayan
untuk memilih kepala suku besar apau kayan.
Guna menjamin terselengaranya demokrasi yang objektif dan transparan
bagi rakyat dan untuk menghindari intervensi dari pihak suku lepo tau sendiri,
yang menerima seperangkat pusaka dari sultan kutai itu, maka surang anye
sendiri memutuskan tempat penyelengaraan ladong bio itu di long tege tempat
kediaman Njau Imang dan Usat Imang kepala suku lepo bakung.
Pertimbangannya, di lain pihak jumlah warga suku lepo bakung cukup banyak
untuk menjamin keamanan dan kesejahteraan selama pelaksaan musyawarah
besar tersebut.
Legenda dari Pegun Bid dan Pebaya Laing, kemudian di utarakan kembali
oleh Imung Usat umur 69 Tahun seorang legendaris lepo tau penduduk Long
Nawang pada bulan desember 2011 yang mendukung legenda bahwa yang
hadir dalam ladong biyo ( Musyawara besar ) itu adalah kepala-kepala suku
sedaerah apau kayan dengan perangkat masing-masing antara lain:
1. Surang Anye dan kawan-kawan dari lepo tau
2. Bilong lusat dan kawan-kawan dari lepo bem
3. Usat Imang dan njau imang dari lepo bakung
4. Pajang dan kawan-kawan dari lepo tukung
5. Usat Ngau dan kawan-kawan dari lepo jalan
6. Peng laing dan kawan-kawan dari lepo tepu
7. Jalung Ipui dan kawan-kawan dari lepo kulit
8. Lake langet dan kawan-kawan dari kayan uma leken
9. Tamen Ilun Butit dan kawan-kawan dari umak baka

Dalam musyawarah besar di long lege itu, secara aklamasi dengan suara bulat surang
anye terpilih dan ditunjuk menjadi kepala suku besar Aapau kayang untuk memegang
tampuk pimpinan pemerintahan adat daerah apau kayan. Ia di bebani oleh musyawarah
untuk menyandang gelar pengulo bio dan pemegang mandau dari sultan kutai untuk
menjalankan kekuasaan dari sultan kutai untuk menjalankan kekusasaan pemerintahan
adat di apau kayan.

Tului bid, Bid ncuk dan iban usat menyampaikan pernyataan yang sama bahwa
dalam sebuah surang anye dinobatkan sebagai kepala suku besar apau kayan dalam
ladong biyo ( Musyawarah besar ) dilong temango, yang diharidi oleh 10 kepala suku
termasuk suku bdeng dan lepo lisan masing-masing dengan perangkat adatnya.

Pada acara penobatan itu ada 3 event penting yang di abadaikan sebagai landasan
kehidipan yang menjadi tanggung jawab surang anye :

a. Lambang burung temengang ( Ngang ) yang sedang terbang melambangkan


kebesaran, kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat apau kayan
b. Nyatap bujek (tombak) yamg bertangkai kuningan melambangkan keamanan,
keberanian dalam memperjuangkan kepentingan rakyat banyak
c. Tongkat kuningan melambangkan kekuatan dan perlindungan bagi penduduk
apau kayan supaya tetap aman.

Pada acara penobatan surang anye menjadi kepala suku besar apau kayan maka
“LAMBANG BURUNG ENGGANG’’ dikumandangkan dan dipasang diatas
kerumunan diatas kepala-kepala suku yang sedang duduk sambil mendengarkan
amanah pengulu suku dan memandan burung enggang yang seolah-olah sedang
terbang. Pada peristiwa penting inilah untuk pertama kalinya burung temengang
atau burung enggang di jadikan lambang kebesaran suku dayak kenya apau
kayan “apau kayan”, ungkap bid ncuk menegaskan hal yang sama dengan
legenda yang di ceritakan oleh tuloi bid sebelumnya.

Kejadian peristiwa penting ini, di perkirakan pada tahun 1850 an,


berhubung dalam legendanya sering di sebut-sebutkan raja kutai atau sultan
seludin, yang mungkin juga maksudnya aji muhammad saleh huddin yang
memerintah kerajaan kutai sekitar 1782-1850 di hulu tenggarong.

Kondisi ini sesuai dengan pendapat tillema yang menyatakan bahwa lepo
tau meneruskan dominasi kekuasaan di apau kayan sekitar pertengahan abad 19 di
bawah kepemimpinan pahlawan terkenal surang anye. Setelah kematian surang
anye apau kayan dan lepo tau khususnya di pimpin oleh anaknya ingan surang
untuk membangun apau kayan dan khususnya kampung Long Nawang sekitar
tahun 1875.

Anda mungkin juga menyukai