Copyright@ Puslitbang BSN 2008 – DILARANG MEMPERBANYAK MAKALAH INI TANPA IZIN DARI PENULIS / PUSLITBANG BSN
Miskiyah dan Widaningrum
Abstract
In order to support the self-sufficiency of corn, aflatoxin control system in the supply chains have to be very
important attention. Good handling and drying will make longer storage life of corn. Also scheduling in cultivation
system, handling, storage and distribution are very important in order to fulfill the need of corn along the year
either for food or feed. Due to its problems, the research is conducted on Creating HACCP guidance on handling
and storage with follow the Guidance of Compilation Plan HACCP (BSN-Pedoman 1004-1999). Identification of
critical point dealing with contamination on corn from harvesting until storage has been conducted. The
processing step which is critical on post harvest of corn such as harvesting moment (CCP1), grading (CCP 2),
drying moment (CCP3), grading of quality (CCP 4) and storage moment (CCP 5). On the steps above, it needed
extra control from the farmer and the seller for controlling the quality of corn in order to avoid the physical
contaminant, chemist and microbiology such as fungi and insect which can produce aflatoxins, so it can reduce
the weight of corn that is very harming.
produk primer sampai pada konsumsi akhir dan 7. Prinsip 7: Menetapkan prosedur pencatatan
penerapannya harus dipandu oleh bukti secara (dokumentasi)
ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Analisa bahaya dilakukan dengan
mengidentifikasi semua bahaya yang terdapat
2. BAHAN DAN METODE pada jagung sejak dipanen sampai dengan
Copyright@ Puslitbang BSN 2008 – DILARANG MEMPERBANYAK MAKALAH INI TANPA IZIN DARI PENULIS / PUSLITBANG BSN
penyimpanan. Bahaya yang teridentifikasi
kemudian disusun dalam sebuah tabel disertai
Penelitian dilakukan pada bulan April – Oktober sumber bahaya, tingkat resiko, dan tindakan
tahun 2007. Penelitian dilakukan dengan pencegahannya. Tingkat resiko ditentukan
melakukan survei di tingkat petani yang ada di berdasarkan seberapa besar akibat yang
kabupaten Sukabumi (Jawa Barat), Majalengka ditimbulkan oleh suatu bahaya dan seberapa
(Jawa Barat), dan Sragen (Jawa Tengah) untuk sering bahaya tersebut mungkin terjadi.
mengetahui proses penanganan pascapanen Penentuan CCP didasarkan pada pertimbangan
jagung dari sejak pemanenan sampai dengan tingkat resiko; dan memerlukan pengendalian
penyimpanan yang dilakukan oleh petani. supaya tidak berbahaya bagi kesehatan
Sedangkan perbaikan proses dilakukan di manusia. Tahapan proses yang tidak termasuk
Laboratorium Pascapanen Bogor. CCP, dapat termasuk Control Point (CP) yang
Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi berarti tahapan tersebut apabila tidak
titik-titik kritis terjadinya kontaminasi jagung sejak dikendalikan dengan baik dapat menyebabkan
pemanenan jagung sampai penyimpanan. Studi kecacatan dari segi kualitas.
HACCP dilakukan dengan menggunakan
Panduan Penyusunan Rencana HACCP (BSN-
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pedoman 1004-1999). Alat bantu yang
digunakan adalah bagan alir proses penanganan
pascapanen jagung, tabel penentuan tingkat 3.1 Analisa Bahaya
bahaya/resiko dan CCP decision tree (pohon Hasil pengamatan terhadap proses penanganan
keputusan CCP). Sedangkan proses jagung di tingkat petani menunjukkan bahwa
penyusunannya mengikuti tujuh prinsip sistem penanganan pascapanen jagung masih
HACCP yang direkomendasikan oleh Standar dilakukan secara manual dengan bantuan
Nasional Indonesia (1998) yang dikeluarkan oleh peralatan yang sederhana. Dimana
BSN (1999), meliputi: 1) analisis bahaya dan pengeringannya dilakukan dengan cara
pencegahannya; 2) identifikasi Critical Control penjemuran dengan sinar matahari dan
Points (CCPs) dalam proses; 3) penetapan batas perontokan atau pemipilannya dilakukan dengan
kritis untuk setiap CCP; 4) penetapan cara menggunakan tangan. Kondisi penanganan
pemantauan CCP; 5) penetapan tindakan seperti ini sangat rentan terkena infeksi jamur
koreksi; 6) penyusunan prosedur verifikasi, dan yang berpotensi dalam menghasilkan aflatoksin.
7) penetapan prosedur pencatatan Keadaan ini didukung oleh iklim negara kita
(dokumentasi). Setiap bahan baku dan tahap yang memiliki kelembaban relatif rata-rata cukup
proses ditentukan termasuk CCP atau tidak, atau tinggi (sekitar 70-80%), sehingga sangat
hanya CP melalui pertimbangan tingkat resiko menguntungkan bagi tumbuhnya jamur,
dan berdasarkan jawaban atas pertanyaan dari terutama dari jenis Aspergillus. Untuk itu perlu
CCP decision tree (Gambar 1). dilakukan perbaikan melalui penerapan HACCP
Prosesnya berdasarkan 7 prinsip sistem untuk mengendalikan aflatoksin pada jagung.
HACCP yang direkomendasikan oleh Standar Langkah penyusunan HACCP diawali
Nasional Indonesia dari BSN (1999), yang dengan pembuatan diagram alir dan konfirmasi
meliputi: diagram alir di tempat (Gambar 2). Gambar 2
1. Prinsip 1: Analisis bahaya dan menunjukkan tahapan proses kegiatan
pencegahannya pascapanen jagung yang dilakukan oleh petani
2. Prinsip 2: Identifikasi Critical Control Points jagung, dan telah disesuaikan dengan perbaikan
(CCP) di dalam proses berdasarkan acuan yang dikemukakan oleh
Anonim (1998). Kemudian dilakukan penetapan
3. Prinsip 3: Menetapkan Batas Kritis untuk
dan evaluasi potensi-potensi bahaya yang
setiap CCP
mungkin timbul (Tabel 1). Hasil evaluasi
4. Prinsip 4: Menetapkan cara pemantauan terhadap potensi bahaya menunjukkan bahwa
CCP sumber bahaya mikrobiologi (investasi serangga
5. Prinsip 5: Menetapkan tindakan koreksi dan infeksi jamur) serta bahaya fisik (kotoran,
6. Prinsip 6: Menyusun Prosedur Verifikasi debu, rambut jagung, ranting, kerusakan
mekanis) lebih dominan dibandingkan dengan
sumber bahaya yang lain. Adanya investasi
2
Pengendalian Alfatoksin pada Pascapanen Jagung (Miskiyah dan Widaningrum)
serangga mengakibatkan biji menjadi rusak dan menjemur tongkol jagung. Kerusakan fisik
sehingga spora jamur penghasil mikotoksin lain yang tidak kalah penting diakibatkan oleh
menginfeksi ke dalam jagung. Sedangkan mesin pemipil, dimana biji yang rusak rentan
cemaran fisik biasanya berupa kotoran lain yang terhadap infestasi jamur yang mencemari
Copyright@ Puslitbang BSN 2008 – DILARANG MEMPERBANYAK MAKALAH INI TANPA IZIN DARI PENULIS / PUSLITBANG BSN
terikut ketika pengupasan, penjemuran dan jagung.
pemipilan jagung, kaki pekerja ketika mengupas
3.2 Penentuan Titik Kritis (CP) dan Titik yang harus dipenuhi (Critical Control
Kendali Kritis (CCP) Points/CCP) seperti terlihat pada Tabel 2.
Dimana titik tersebut merupakan tahapan proses
Penetapan titik kritis dilakukan berdasarkan
penanganan pascapanen jagung yang sangat
pohon keputusan seperti yang terdapat pada
perlu dikontrol pada setiap kali penanganan,
Gambar 1, yang kemudian dituangkan pada
yang apabila tidak dilakukan pengontrolan dapat
Tabel 1 dan Tabel 2. Hal tersebut dilakukan
menimbulkan bahaya, baik pada produknya
setelah potensi bahaya teridentifikasi. Pada
maupun pengguna yang mengkonsumsinya.
Tabel 1 menunjukkan bahwa tahapan
Bahaya tersebut dapat berupa bahaya fisik,
pengupasan, pemipilan, pembersihan, dan
kimia, dan mikrobiologi.
pengemasan termasuk dalam CP (Control
Points) atau titik-titik yang perlu dikontrol secara Identifikasi titik-titik kritis terjadinya
rutin. Sehingga cukup dengan mengontrol setiap kontaminasi pada jagung sejak jagung dipanen
tahapan tersebut secara rutin, bahaya yang sampai pada saat penyimpanan telah dilakukan.
mungkin timbul dapat diminimalkan. Tahapan proses yang menjadi titik kritis pada
proses pascapanen jagung adalah pada saat
Adapun titik-titik kritis pada tahapan
pemanenan (CCP 1), sortasi (CCP 2),
penanganan pascapanen yang sangat perlu
pengeringan (CCP 3), sortasi mutu (CCP 4)
diperhatikan dan evaluasi batas-batas kritisnya
serta penyimpanan (CCP 5). Pada tahapan
3
Jurnal Standardisasi Vol. 10, No. 1 Tahun 2008: 1 – 10
tersebut, diperlukan perhatian lebih dari petani diskripsi produk jagung berdasarkan persyaratan
dan pengumpul untuk menjaga mutu biji jagung kualitatif dan kuantitatif seperti yang
agar terhindar dari kontaminasi fisik, kimia dan direkomendasikan oleh Anonim (1998).
mikrobiologi seperti jamur serta serangga yang Langkah selanjutnya adalah proses
dapat menghasilkan aflatoksin dan merugikan dokumentasi dan verifikasi rencana HACCP.
Copyright@ Puslitbang BSN 2008 – DILARANG MEMPERBANYAK MAKALAH INI TANPA IZIN DARI PENULIS / PUSLITBANG BSN
nilai mutu daripada jagung yang diproduksi,
Proses dokumentasi hendaknya dilakukan oleh
sehingga pada akhirnya susut mutu dapat
dinas pertanian dengan dinas terkait di daerah
merugikan petani dan pedagang sendiri akibat
setempat, sedang proses verifikasi dapat
ditolaknya produk mereka oleh konsumen secara
dilakukan oleh penyuluh atau GAPOKTAN
umum, atau diterima namun dengan harga yang
(Gabungan Kelompok Tani) sekaligus menjadi
lebih rendah.
proses audit untuk meyakinkan bermanfaatnya
penerapan sistem HACCP yang telah disusun,
3.3 Penyusunan Lembar HACCP sehingga cukup dengan mengendalikan proses-
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap titik proses yang ditetapkan sebagai CCP.
kritis (CP) dan titik kendali kritis (CCP),
kemudian disusun lembaran HACCP dengan
mengacu pada Anonim (1998) seperti terlihat
pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4 menunjukkan
pemanenan
pengupasan
kelobot
sortasi
Jagung muda
dan rusak
pengeringan
pengeringan
pemipilan
tongkol
pemipilan
Pembersihan kotoran
pengeringan
pemipilan
4
Pengendalian Alfatoksin pada Pascapanen Jagung (Miskiyah dan Widaningrum)
Bahaya
Copyright@ Puslitbang BSN 2008 – DILARANG MEMPERBANYAK MAKALAH INI TANPA IZIN DARI PENULIS / PUSLITBANG BSN
Penting tidaknya (T/S/R)
terhadap
Kesela Mutu Penyebab Peluang Kepara Penting
No Bahan Bahaya Tindakan pengendalian
-matan bahaya han /tdk
5
Jurnal Standardisasi Vol. 10, No. 1 Tahun 2008: 1 – 10
Copyright@ Puslitbang BSN 2008 – DILARANG MEMPERBANYAK MAKALAH INI TANPA IZIN DARI PENULIS / PUSLITBANG BSN
pemipilan kerusakan fisik yang terikut ketika proses
dengan dan kotoran pemipilan
mesin, yang terikut
adanya ketika proses
kotoran, pemipilan
rambut jagung
jagung,
ranting, dll
6
Pengendalian Alfatoksin pada Pascapanen Jagung (Miskiyah dan Widaningrum)
Copyright@ Puslitbang BSN 2008 – DILARANG MEMPERBANYAK MAKALAH INI TANPA IZIN DARI PENULIS / PUSLITBANG BSN
Fisik silang visual pengupasan kembali
Bebas dari
kelobot dan
rambut jagung
Sortasi 2 Mikro- o Bebas dari jagung Cek secara visual setiap tahap Sortasi ulang
biologi tongkol muda sortasi
o Bebas dari jagung
yang terserang
hama dan penyakit
Pengeri 3 Mikro- Kadar air 15% o Bila antar biji jagung digesek- Setiap tahap Dilanjutkan
ngan biologi gesek akan terdengar bunyi pengeringan pengeringan
kresek yang nyaring dan atau
o Uji kadar air
Sortasi 4 Mikro- o Biji jagung bebas o Cek dengan indera Setiap tahap Sortasi ulang
Mutu biologi dari bau busuk, o Cek secara visual sortasi
masam, apek, atau
bau asing lainnya
o Kadar kotoran
maksimal 5%
7
Jurnal Standardisasi Vol. 10, No. 1 Tahun 2008: 1 – 10
Copyright@ Puslitbang BSN 2008 – DILARANG MEMPERBANYAK MAKALAH INI TANPA IZIN DARI PENULIS / PUSLITBANG BSN
- biji jagung harus bebas dari bau busuk, apek atau bau asing lainnya
- biji jagung harus bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang
membahayakan baik secara visual maupun secara organoleptik
b.Persyaratan khusus:
Tahapan Diskripsi Kemungkinan untuk Langkah Batas Kritis Prosedur monitoring Tindakan Catatan
proses bahaya mengkontrol Kontrol koreksi
Pemanenan Jamur/ Panen tepat waktu CCP 1 Umur 75-80 - Melihat jadwal tanam Pisahkan Catatan %tase
kontaminasi hari - Batang, daun, dan tongkol jagung hasil sortasi
aflatoksin kelobot buah jagung yang terinfeksi
berubah menjadi kuning serangga/jamur
atau mulai mengering
-bila jagung dikupas biji
jagung nampak keras,
bernas dan mengkilap
-bila ditekan dengan kuku
tangan pada biji jagung
tidak nampak bekas
tekanan
pengupasan jamur, Minimalkan waktu GAP Bebas dari -Pengupasan dilakukan Dibersihkan
serangga pengupasan kelobot dan secepat mungkin, hindari kembali
Sanitasi lingkungan rambut jagung serangga yang dapat
Higiene pekerja mengakibatkan biji rentan
Kotoran, terhadap serangan jamur
rambut -bersihkan kotoran yang
jagung, terikut ketika
ranting, pengupasan jagung,
debu pekerja menggunakan
sandal/alas
Sortasi jamur, Sortasi dilakukan CCP2 Bebas dari Cek secara visual Sortasi ulang Jumlah jagung
serangga oleh pekerja yang jagung tongkol yang memenuhi
batu, terlatih dan teliti muda syarat
8
Pengendalian Alfatoksin pada Pascapanen Jagung (Miskiyah dan Widaningrum)
Tahapan Diskripsi Kemungkinan untuk Langkah Batas Kritis Prosedur monitoring Tindakan Catatan
proses bahaya mengkontrol Kontrol koreksi
ranting, Bebas dari
rambut jagung yang
jagung, dll terserang hama
Copyright@ Puslitbang BSN 2008 – DILARANG MEMPERBANYAK MAKALAH INI TANPA IZIN DARI PENULIS / PUSLITBANG BSN
dan penyakit
Pengeringan jamur, Keringkan tongkol CCP3 Kadar air 15% - Bila antar biji jagung Dilanjutkan
serangga jagung sampai Aw digesek-gesek akan pengeringan
yang aman (0,82) terdengar bunyi kresek
kotoran, Hindarkan yang nyaring dan atau
rambut rewetting(lembab -Uji kadar air
jagung, kembali) dengan
ranting, dll ventilasi
penyimpanan yang
maksimal
Keringkan bijian pada
KA yang aman
Pemipilan jamur, Minimalkan bijian GAP Ukuran tongkol - Cek secara visual sortasi
serangga yang pecah melalui seragam
kerusakan pemipilan
karena
pemipilan
dengan
mesin,
adanya
kotoran,
rambut
jagung,
ranting, dll
Pembersihan jamur, Higiene pekerja dan GAP Kotoran Cek secara visual Sortasi ulang
serangga, sanitasi lingkungan maksimal 5%
bakteri dan peralatan
Pekerja yang terampil
adanya Insektisida, hindari
kotoran, debu atau bahan
rambut organik lain
jagung,
ranting, dll
Sortasi mutu jamur, Sortasi dilakukan CCP4 Biji jagung Cek dengan indera Sortasi ulang Jumlah jagung
serangga, oleh pekerja yang bebas dari bau Cek secara visual yang memenuhi
bakteri terlatih dan teliti busuk, masam, syarat
apek, atau bau
kotoran,rant asing lainnya
ing, dll Kadar kotoran
maksimal 5%
Pengemasan jamur, Pengemasan GAP Bahan Cek secara visual Gunakan Jumlah produksi
serangga, dilakukan dengan pengemasa Penimbangan pengemas yang
bakteri teliti dan bebas dari bersih
menggunakan kotoran Timbang ulang
pengemas yang Ukuran
debu, bersih dan kuat seragam
kelobot,
kotoran
lainnya
Penyimpanan jamur, Sanitasi lingkungan CCP 5 Tempat Cek sanitasi pembersihan
serangga dan higienen pekerja penyimpanan
Hindarkan kering dan
debu dan rewetting(lembab bersih
kotoran kembali) dengan
lainnya ventilasi
penyimpanan yang
maksimal
Keringkan bijian pada
KA yang aman
9
Jurnal Standardisasi Vol. 10, No. 1 Tahun 2008: 1 – 10
Copyright@ Puslitbang BSN 2008 – DILARANG MEMPERBANYAK MAKALAH INI TANPA IZIN DARI PENULIS / PUSLITBANG BSN
sangat sederhana. Pengeringannya Titik Kritis (HACCP). Badan Standardisasi
dilakukan dengan cara penjemuran dan Nasional. Pedoman 1004-1999.
perontokannya dilakukan dengan 4. Bryan, 1992. Hazard Analysis Critical
menggunakan tangan Control Point Evaluations. World Health
b. Identifikasi titik-titik kritis terjadinya Organization. Geneva.
kontaminasi pada jagung sejak jagung 5. Pitt, J.I. and A.D. Hocking, 1996. Fungi and
dipanen sampai pada saat penyimpanan Food Spoilage. Blackie Academic and
telah dilakukan.Tahapan proses yang Professional, London.
menjadi titik kritis pada proses pascapanen 6. Purwadaria, H.K. 1987. Teknologi
jagung adalah pada saat pemanenan (CCP Penanganan Pascapanen Jagung. Deptan –
1), sortasi (CCP 2), pengeringan (CCP 3), FAO. UNDP. Development and Utilization of
sortasi mutu (CCP 4) serta penyimpanan Postharvest Tools and Equipment.
(CCP 5).
7. Syarief, R. dan H. Halid, 1993. Teknologi
c. Diperlukan perhatian lebih dari petani dan Penyimpanan Pangan. ARCAN, Jakarta.
pengumpul untuk menjaga mutu biji jagung
8. Visconti, A. 1998. New European Union
agar terhindar dari kontaminasi fisik, kimia
Regulation for Aflatoxin in Foodstuffs.
dan mikrobiologi seperti jamur serta
Mycotoxicology Nedwsletter 4(2): 1.
serangga yang dapat menghasilkan
aflatoksin dan merugikan nilai mutu jagung
yang diproduksi BIODATA
d. Penanganan dan pengeringan yang baik
akan memberikan daya simpan yang baik Miskiyah, S.Pt.M.P., dilahirkan di Blora pada
pula bagi jagung tersebut. Disamping itu tanggal 3 Desember 1970. Penulis
sistem penjadwalan dalam sistem menyelesaikan pendidikan S2 Bidang Ilmu dan
penanaman, penanganan, penyimpanan dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada
distribusi menjadi penting artinya dalam Yogyakarta. Sekarang penulis bekerja sebagai
rangka pemenuhan kebutuhan jagung staf peneliti di Balai Besar Penelitian dan
sepanjang tahun baik untuk pangan maupun Pengembangan Pascapanen Pertanian,
pakan. Departemen Pertanian.
Widaningrum, dilahirkan di Sukabumi pada
DAFTAR PUSTAKA tanggal 7 April 1979. Penulis menyelesaikan
pendidikan S1 Bidang Teknologi Pangan,
FATETA, IPB. Sekarang penulis bekerja sebagai
1. Anonim. 1998. Pedoman Penyusunan
staf peneliti di Balai Besar Penelitian dan
Rencana Kerja Jaminan Mutu Penanganan
Pengembangan Pasca Panen Pertanian,
Pascapanen Jagung, Pusat Standardisasi
Departemen Pertanian.
dan Akreditasi Sekretariat Jendral Deptan.
Jakarta.
10