Kel. 1 Mekanisme Handover Dengan Sbar
Kel. 1 Mekanisme Handover Dengan Sbar
Dosen pengampuh :
Kelas
7A Keperawatan
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1-3
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 3
C. Tujuan .................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 4-45
A. Konsep Teori Handover .................................................................................... 4-26
a) Definisi Handover ............................................................................................ 4
b) Tujuan Handover ............................................................................................. 5
c) Jenis-jenis Handover ........................................................................................ 5
d) Prinsip-prinsip Handover ................................................................................. 8
e) Hambatan dalam Handover............................................................................ 10
f) Langkah-langkah dalam Handover ................................................................ 17
g) Prosedur dalam Handover .............................................................................. 18
h) Metode dalam Handover ................................................................................ 19
i) Efek Handover ............................................................................................... 21
j) SOP dalam Handover ..................................................................................... 22
k) Dokumentasi dalam Handover ....................................................................... 24
l) Evaluasi dalam Handover .............................................................................. 24
m) Alur Handover ............................................................................................... 26
B. Konsep Teori SBAR ....................................................................................... 26-45
a. Definisi SBAR ............................................................................................... 26
b. Model Konsep SBAR .................................................................................... 27
c. Tujuan SBAR ................................................................................................. 29
d. Manfaat SBAR ............................................................................................... 29
e. Kelebihan SBAR ............................................................................................ 30
f. Keuntungan Menggunakan SBAR ................................................................. 30
g. Penggunaan SBAR......................................................................................... 30
h. Penerapan Komunikasi SBAR ....................................................................... 30
i. Prosedur Pelaksanaan SBAR ......................................................................... 32
j. Standar Penggunaan SBAR di Rumah Sakit ................................................. 35
k. Komunikasi SBAR antara Perawat dan Perawat ........................................... 37
ii
l. Komunikasi SBAR antara Perawat dan Dokter ............................................ 40
m. SOP dalam SBAR .......................................................................................... 42
n. Alur Handover dengan SBAR ....................................................................... 45
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 46
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 46
B. Saran .................................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 47
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manejemen keperawatan merupakan proses bekerja melalui anggota staf untuk
memberikan asuhan keperawatan secara profesional (Nursalam, 2015). Dalam
suatu manajemen keperawatan diperlukan adanya manajer atau kepemimpinan
yang merencanakan, mengorganisasi, memimpin dan mengevaluasi sarana dan
prasarana yang tersedia untuk memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan
efisien bagi individu, keluarga dan masyarakat.
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) atau Model Asuhan
Keperawatan Profesional (MAKP) adalah sebagai suatu sistem (struktur, proses
dan nilai-nilai) yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian
asuhan keperawatan ternasuk lingkungan untuk menopang emberian asuhan
tersebut (Hoffart & Woods, 1996).Sistem MPKP adalah suatu kerangka kerja
yang mendefinisikan empat unsur, yakni : standar, proses keperawatan,
pendidikan keperawatan, dan sistem MPKP. (Nursalam, 2011 ).
Asuhan Keperawatan merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan praktik
keperawatan langsung pada klin diberbagai tatanan pelayanan kesehatan yang
pelaksanaannya berdasarkan kaidah profesi keperawatan dan merupakan inti
praktik keperawatan (Ali, 2009).
Operan jaga memiliki beberapa istilah lain. Beberapa istilah itu diantaranya
handover, handoffs, shift report, signout, signover dan cross coverage. Clair dan
Trussel (dalam Kerr, 2001) menyusun pengertian dari handover adalah
komunikasi oral dari informasi tentang pasien yang dilakukan oleh perawat pada
pergantian shift jaga. Friesen (2008) menyebutkan tentang definisi dari handover
adalah transfer tentang informasi (termasuk tanggungjawab dan tanggunggugat)
selama perpindahan perawatan yang berkelanjutan yang mencakup peluang
tentang pertanyaan, klarifikasi dan konfirmasi tentang pasien.
Timbang terima pasien (hand over) merupakan cara untuk menyampaikan
dan menerima sesuatu laporan yang berkaitan dengan kondisi pasien. Timbang
terima harus dilakukan seoptimal mungkin dengan menjelaskan secara singkat,
jelas, dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang
sudah dilakukan /belum dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang
disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat
berjalan dengan sempurna (Nursalam, 2014).
Masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan timbang terima pasien
merupakan masalah yang menjadi perhatian internasional, sebagaimana
1
dilaporkan Cohen & Hilligoss (2009) dalam salah satu studinya yakni dari 889
kejadian malpraktek ditemukan 32% akibat kesalahan komunikasi dalam timbang
terima pasien yang dapat mengakibatkan kesalahan dalam pemberian obat,
kesalahpahaman tentang rencana keperawatan, kehilangan informasi serta
kesalahan pada tes penunjang. Dilaporkan juga oleh World Health Organization
(WHO) (2007), bahwa terdapat 11% dari 25.000-30.000 kasus pada tahun 1995–
2006 terdapat kesalahan akibat komunikasi pada saat serah terima pasien.
Banyaknya masalah yang berkaitan dengan keselamatan pasien
menggerakkan Rumah Sakit untuk melakukan sebuah gerakan universal sebagai
upaya peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien (Depkes RI, 2006).
Upaya tersebut dapat dicapai dengan mengoptimalkan peran dan fungsi perawat
yang dapat diwujudkan melalui komunikasi yang efektif antar perawat, maupun
dengan tim kesehatan lain (Supinganto, 2015).
Salah satu bentuk komunikasi yang harus ditingkatkan efektiftasnya adalah
saat timbang terima (pergantian shift). Sebab jika komunikasi dalam timbang
terima tidak efektif dapat menyebabkan kesalahan dalam kesinambungan
pelayanan, juga bisa terjadi pengobatan yang tidak tepat dan potensi kerugian bagi
pasien sehingga, timbang terima pasien di rumah sakit merupakan salah satu
penerapan pelayanan keperawatan yang harus diperhatikan (Setianti, 2007).
Salah satu metode dalam timbang terima adalah SBAR. SBAR merupakan
kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan perhatian atau
tindakan segera (Nursalam, 2015). Sejak kampanye peluncuran program 1000
lives di Wales pada bulan April 2008, penggunaan SBAR sebagai alat komunikasi
telah diuji oleh semua organisasi perawatan sekunder di Wales dan diikuti oleh
Asosiasi Rumah Sakit Arizona dan Kesehatan (AzHHA) yang mulai menerapkan
dan mempercayai komunikasi SBAR dalam proses timbang terima (handover)
akan membuat dampak positif bagi profesi-profesi lain untuk mempermudah
komunikasi dan menunjang keselamatan pasien dalam masa perawatan di Rumah
Sakit (NHS, 2012).
Di Indonesia hampir seluruh Rumah Sakit telah menerapkan metode SBAR
semenjak diterbitkan PERMENKES tahun 2011 tentang keselamatan pasien di
Rumah Sakit. Komunikasi SBAR adalah komunikasi dengan menggunakan alat
yang logis untuk mengatur informasi sehingga dapat ditransfer kepada orang lain
secara akurat dan efesien. Komunikasi dengan menggunakan alat terstruktur
SBAR (Situation, Background, Assesement, Recomendation) untuk mencapai
ketrampilan berfikir kritis dan menghemat waktu (NHS, 2012).
2
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi, diantaranya adalah
persepsi, nilai, emosi, latar belakang, peran, pengetahuan dan hubungan rekan
kerja Amirah (2013). Kemudian Beberapa faktor yang mempunyai hubungan
dengan komunikasi saat perawat melaksanakan timbang terima adalah
karakteristik jenis kelamin, pengetahuan, sikap, ketersediaan prosedur tetap,
pimpinan dan teman sejawat (Yudianto, 2005).
B. Rumusan Masalah
Jelaskan mekanisme handover/timbang terima dengan menggunakan metode
SBAR?
C. Tujuan
Untuk mengetahui mekanisme handover/timbang terima dengan menggunakan
metode SBAR
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Teori Handover
A) Definisi Handover
Timbang terima memiliki beberapa istilah lain. Beberapa istilah itu
diantaranya handover, handoffs, shift report, signout, signover dan cross
coverage. Handover adalah komunikasi oral dari informasi tentang pasien
yang dilakukan oleh perawat pada pergantian shift jaga. Friesen (2008)
menyebutkan tentang definisi dari handover adalah transfer tentang
informasi (termasuk tanggungjawab dan tanggunggugat) selama
perpindahan perawatan yang berkelanjutan yang mencakup peluang
tentang pertanyaan, klarifikasi dan konfirmasi tentang pasien. Handoffs
juga meliputi mekanisme transfer informasi yang dilakukan,
tanggungjawab utama dan kewenangan perawat dari perawat sebelumnya
ke perawat yang akan melanjutnya perawatan.
Nursalam (2008), menyatakan timbang terima adalah suatu cara dalam
menyampaikan sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien.
Handover adalah waktu dimana terjadi perpindahan atau transfer
tanggungjawab tentang pasien dari perawat yang satu ke perawat yang
lain. Tujuan dari handover adalah menyediakan waktu, informasi yang
akurat tentang rencana perawatan pasien, terapi, kondisi terbaru, dan
perubahan yang akan terjadi dan antisipasinya.
Timbang terima atau disebut overan atau komunikasi saat serah terima
tugas antar perawat memerlukan suatu komunikasi mengenai kebutuhan
pasien, intervensi yang telah dan belum dilaksanakan serta mengenai
respon pasien. Cara yang dilakukan adalah dengan berkeliling dari pasien
ke pasien lain dan melaporkan kondisi mereka secara akurat di dekat
pasien. Cara ini lebih efektif ketimbang hanya sekedar membaca
dokumentasi yang talah dibuat karena perawat dapat menerima overan
secara nyata dan tidak terlalu menyita waktu (Nursalam, 2014).
Runy (2008), menyatakan handover adalah waktu dimana terjadi
perpindahan atau transfer tanggungjawab tentang pasien dari perawat yang
satu ke perawat yang lain. Tujuan dari handover adalah menyediakan
waktu, informasi yang akut tentang rencana perawatan pasien, terapi,
kondisi terbaru, dan perubahan yang akan terjadi dan antisipasinya.
4
B) Tujuan Handover
Tujuan dari handover adalah menyediakan waktu, informasi yang
akurat tentang rencana perawatan pasien, terapi, kondisi terbaru, dan
perubahan yang akan terjadi dan antisipasinya.
Menurut Nursalam (2014) Tujuan umum timbang terima adalah
mengkomunikasikan kondisi pasien dan menyampaikan informasi yang
penting dan tujuan khususnya adalah:
1. Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien (data fokus).
2. Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan
keperawatan kepada klien.
3. Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh
dinas berikutnya.
4. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
Timbang terima (handover) memiliki tujuan untuk mengakurasi,
mereliabilisasi komunikasi tentang tugas perpindahan informasi yang
relevan yang digunakan untuk kesinambungan dalam keselamatan dan
keefektifan dalam bekerja. Timbang terima (handover) memiliki 2 fungsi
utama yaitu:
1. Sebagai forum diskusi untuk bertukar pendapat dan mengekspresikan
perasaan perawat.
2. Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar dalam penetapan
keputusan dan tindakan keperawatan.
C) Jenis-jenis Handover
Terima pasien juga dapat terjadi antar fasilitas kesehatan, seperti; antara
rumah sakit dan antara beberapa organisasi penyedia pelayanan lainnya,
termasuk pelayanan kesehatan di rumah, tempat penampungan, dan
fasilitas perawatan jompo. Serah terima pasien mungkin melibatkan
penggunaan teknologi khusus, misalnya: perekam audio, catatan
terkomputerisasi, faximili, dokumen tertulis, dan komunikasi lisan.
Menurut Hughes (2008); Australian Resource Centre for Healthcare
Innovation (2009); Friesen, White, dan Byers (2009) beberapa jenis serah
terima pasien yang berhubungan dengan perawat, antara lain:
1. Serah terima pasien antar shift
Banyak faktor manusia berperan. Faktor manusia (ergonomi) fokus
pada perilaku dan interaksi antara manusia dan lingkungannya. Faktor
manusia berfokus pada "bagaimana manusia berinteraksi dengan dunia
5
di sekitar mereka dan penerapan pengetahuan untuk desain sistem yang
aman, efisien, dan nyaman". Handoff menimbulkan berbagai implikasi
faktor manusia rekayasa. Dari perspektif keselamatan pasien, tujuan
utama dari laporan shift atau pergeseran shift adalah untuk
menyampaikan informasi perawatan pasien yang penting,
mempromosikan kesinambungan perawatan untuk memenuhi tujuan
terapi, dan menjamin penyerahan yang aman perawatan pasien dengan
perawat yang berkualitas dan kompeten.
Namun, tujuan lain melaporkan laporan saat pergeseran shift
meliputi pendidikan, tanya jawab, sosialisasi, perencanaan dan
organisasi, peningkatan kerja sama tim dan saling mendukung. Sebuah
organisasi yang mempromosikan komunikasi terbuka dan
memungkinkan semua tingkat personil untuk mengajukan pertanyaan
dan keprihatinan mengungkapkan secara non hierarkis adalah
kongruen dengan lingkungan yang mempromosik\an budaya
keselamatan. Sebuah laporan pergeseran yang buruk dapat
menyebabkan hasil yang tidak.
Serah terima pasien diberikan dengan menggunakan berbagai
metode: secara verbal, dengan catatan tulisan tangan, di samping
tempat tidur melalui telepon, oleh rekaman, nonverbal, menggunakan
laporan elektronik, komputer cetakan dan memori. Kekuatan metode
laporan samping tempat tidur merupakan upaya untuk fokus pada
laporan pasien. Namun ada kekhawatiran tentang kerahasiaan pasien,
yang dapat dikompromikan jika tidak hati-hati. Contoh : serah terima
antara shift malam dan siang
2. Serah terima antar unit keperawatan
Pasien mungkin akan sering ditransfer selama mereka tinggal rumah
sakit. Namun, transfer pasien penuh dengan potensi masalah dan dapat
memiliki dampak buruk pada pasien Masalah yang telah diidentifikasi
dalam proses transfer dari satu unit keperawatan ke unit keperawatan
lainya, termasuk catatan medis yang tidak lengkap, kelalaian
informasi penting selama laporan serah terima pasien, termasuk
keterlambatan atau waktu yang terbuang akibat kemacetan komunikasi,
menunggu tanggapan dari perawat lain atau dokter atau tanggapan dari
manajemen unit keperawatan, tempat yang akan ditempati pasien, atau
masalah ketersediaan tempat tidur. Contoh : Pemindahan pasien dari
UGD ke ruang inap
6
3. Serah terima pasien antar unit perawatan dengan unit pemeriksaan
diagnostik
Pasien sering dikirim dari unit keperawatan untuk pemeriksaan
diagnostik selama kegiatan rawat inap. Pengiriman dari unit
keperawatan untuk (misalnya, radiologi, kateterisasi jantung,
kedokteran nuklir) talah dianggap sebagai kontributor untuk terjadinya
kesalahan . Hal ini penting ketika pasien mengubah unit keperawatan,
khususnya ke tingkat yang berbeda dari perawatan, atau pergi ke
prosedur di departemen lain perlu bahwa ada komunikasi yang jelas,
konsisten dan bahwa staf daerah penerima memiliki informasi yang
mereka butuhkan untuk aman merawat pasien. Contoh : pemindahan
pasien dari ruang inap intensif ke ruang radiologi.
4. Serah terima pasien antar fasilitas kesehatan
Pengiriman pasien dari satu fasilitas ke fasilitas lain sering terjadi
antara pengaturan pelayanan yang berbeda, terjadi antara rumah sakit
ketika pasien membutuhkan tingkat yang dari perawatan. Para
handoffs interfacility biasa adalah antara rumah sakit dan fasilitas
perawatan jangka panjang, pusat rehabilitasi, lembaga kesehatan di
rumah, dan organisasi rumah sakit. Handoffs antara fasilitas juga
dipengaruhi oleh perbedaan budaya antara jenis fasilitas. Agen sering
terpisah secara geografis, membutuhkan relokasi fisik pasien, harta
benda, dan catatan kertas. Setelah transfer telah terjadi, mencari
informasi tambahan menjadi tantangan.
Kelangsungan perawatan pasien membutuhkan komunikasi antara
organisasi perawatan kesehatan. Satu masalah dicatat adalah perawat
di pengaturan yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda tentang
apa yang penting untuk disampaikan, seperti persepsi yang berbeda
antara rumah sakit dan rumah perawatan kesehatan. Bidang lain yang
menjadi perhatian dicatat di transfer dari rumah sakit untuk organisasi
perawatan kesehatan lainnya adalah dokumentasi lengkap. Contoh :
pemindahan pasien antar rumah sakit.
5. Serah terima pasien dan obat-obat
Kesalahan pengobatan dianggap peristiwa dicegah, masalah Handoff
(misalnya, mentransfer, perubahan shift, lintas cakupan) telah
diidentifikasi oleh Amerika Serikat Pharmacopeia (USP) melalui
program ® MEDMARX pelaporan sebagai faktor kontribusi terhadap
kesalahan pengobatan dalam organisasi perawatan kesehatan. Alasan
7
kegagalan handoff obat termasuk pendidikan pasien tidak lengkap dan
ketidakmampuan "dari penyedia layanan rawat jalan (termasuk panti
jompo) untuk menerima debit obat informasi. Beberapa contoh kasus
kesalahan pengobatan berhubungan dengan handoffs di kontinum
perawatan. Bahkan, USP telah melaporkan bahwa 66% kesalahan obat
terjadi rekonsiliasi selama transfer atau transisi dari pasien ke tingkat
perawatan. Sejumlah rekomendasi telah dikembangkan untuk
meningkatkan proses rekonsiliasi pengobatan dan mengurangi risiko
bagi pasien. Selain itu, rekonsiliasi obat adalah pasien Komisi tujuan
keselamatan Bersama, dengan persyaratan tertentu untuk proses itu.
D) Prinsip-prinsip Handover
Australian Resource Centre for Healthcare Innovation (2009); Friesen,
White, dan Byers memperkenalkan enam standar prinsip serah terima
pasien, yaitu :
1. Kepemimpinan dalam serah terima pasien
Nominasikan pemimpin pada setiap klinis serah terima:
a. Pemimpin dapat membimbing dan mengelola dalam pengambilan
keputusan klinis selama proses penyerahan
b. Pemimpin untuk serah terima harus memiliki pemahaman yang
komprehensif dari proses serah terima dan peran mereka sebagai
pemimpin.
c. Pemimpin menghadiri dan memimpin serah terima untuk
mengelola masalah klinis awal dan mengurangi tenaga medis
lainnya
d. Menggunakan serah terima sebagai kesempatan mengajar
e. Senior perawat memfasilitasi proses serah terima.
f. Pemimpin memastikan bahwa semua peserta hadir dan didengar.
2. Pemahaman tentang serah terima pasien
Memahami apa yang dikatakan dan berkomunikasi dengan jelas
dengan perawat lain akan mencegah berbagai masalah bagi Anda dan
pasien Anda.
3. Peserta yang mengikuti serah terima pasien
a. Identifikasi dan orientasi serah terima peserta. Libatkan mereka
dalam tinjauan berkala dari proses serah terima klinis. Jika
memungkinkan, pasien dan keluarga harus diakui dan dilibatkan
dalam serah terima peserta.
8
b. Mengidentifikasi staf yang harus hadir untuk klinis serah terima
terjadi.
c. Dalam tim Multidisiplin, serah terima harus terstruktur dan relevan
4. Waktu serah terima pasien
a. Mengatur waktu yang disepakati, durasi dan frekuensi untuk klinis
serah terima terjadi. Sangat direkomendasikan bahwa, di mana
strategi yang mungkin didefinisikan untuk memperkuat ketepatan
waktu.
b. Klinis serah terima bukan hanya pada perubahan shift, tapi setiap
kali perubahan akuntabilitas dan tanggung jawab terjadi. Misalnya
dipertimbangkan ketika pasien diangkut dari bangsal untuk tes
laboratorium.
c. Ketepatan waktu serah terima sangat penting untuk menjamin
proses yang berkelanjutan dan efektif.
5. Tempat serah terima pasien
a. Menetapkan lokasi khusus untuk klinis serah terima terjadi.
Sebaiknya, klinis serah terima terjadi tatap muka dan di hadapan
pasien
b. Jika serah terima tidak dapat terjadi tatap muka, maka pilihan lain
harus dipertimbangkan untuk memastikan efektif dan aman klinis
serah terima
c. Pastikan bahwa tempat penyerahan adalah bebas dari gangguan
misalnya kebisingan, telepon dan kebisingan bangsal umum.
6. Proses serah terima pasien
a. Standar protocol
a) Jelas mengidentifikasi pasien, Anda dan peran Anda
b) Buatlah daftar pengamatan yang paling penting dan terakhir
c) Menyediakan latar belakang yang relevan / sejarah dengan
situasi klinis pasien
d) Mengidentifikasi penilaian dan tindakan yang perlu dilakukan
e) Mengidentifikasi kerangka waktu dan persyaratan untuk
transisi perawatan
f) Mempromosikan penggunaan catatan pasien untuk cross-check
informasi
g) Pastikan dokumentasi dari semua temuan penting atau
perubahan kondisi
9
h) Pastikan pemahaman, pengakuan dan penerimaan tanggung
jawab bagi pasien oleh dokter yang menerima penyerahan.
b. Kondisi pasien memburuk
Dimana kondisi pasien memburuk, meningkatkan pengelolaan
pasien ini segera setelah memburuknya kondisi terdeteksi.
c. Informasi kritis lainnya
Prioritaskan alert informasi penting lainnya (tindakan luar biasa
misalnya, bergerak pasien yang direncanakan, Kesehatan Kerja dan
risiko Keselamatan atau tekanan staf).
11
1) Desain sistem untuk mengurangi ketergantungan pada
memori
2) Gunakan formulir pracetak informasi pasien untuk akurasi
dan kelengkapan informasi dalam kegiatan serah terima.
3) Menyediakan layanan kesehatan dengan akses data yang
baik untuk mengurangi ketergantungan pada memori saat
serha terima pasien.
g. Pengetahuan / pengalaman
a) Masalah :
1) Perawat pemula dan perawat ahli memiliki kebutuhan dan
kemampuan yang berbeda.
2) Perawat pemula mungkin menghadapi masalah dengan
serah terima pasien
3) Perawat pemula mungkin menerima informasi tambahan
yang lebih selama serah terima pasien.
b) Strategi :
1) dukung perawat pemula dengan program orientasi dan
pembimbingan
2) menyediakan program pendidikan berkelanjutan pada
strategi serah terima pasien yang efektif.
3) Menyediakan konsultan pengalaman untuk perawat yang
kurang berpengalaman karena mereka mungkin belum
memiliki keahlian untuk pemecahan masalah.
4) Memberikan informasi terkait yang komprehensif, tapi
hindari overload selama serah terima pasien.
h. Komunikasi tertulis
a) Masalah : mencoba menafsirkan catatan yang tidak terbaca
akan membuat kesalahan dalam komunikasi.
b) Strategi :
1) Menggunakan strategi elektronik untuk mengurangi
masalah dan catatan pasien yang tidak terbaca.
2) Menggunakan standar proses untuk memastikan informasi
penting yang akan dan telah dikomunikasikan dalam serah
terima pasien.
i. Variasi dalam proses
a) Masalah : mungkin ada varians yang luas dalam melakukan
cara serah terima pasien yang dapat menyebabkan kelalaian
12
dari informasi penting dan berkontribusi untuk kesalah dalam
tindakan dan obat-obatan.
b) Strategi :
1) Mengadopsi pendekatan standar yang konsisten untuk
mengurangi kesalahn serah terima pasien
2) Mengkomunikasikan informasi penting tentang proses
perawatan pasien.
3) Mengembangkan dan menerapkan proses yang sistematis
untuk menajemen obat pasien.
2. Factor Organisasi
a. Budaya Organisasi
a) Masalah: budaya organisasi yang tidak memiliki cukup
perhatian pada keselamatan pasien, staf mungkin enggan untuk
melaporkan masalah atau mungkin tidak merasa nyaman
mengajukan pertanyaan bila ada hal yang belum jelas saat serah
terima pasien.
b) Strategi :
1) Mendukung pengembangan budaya dalam menjaga
kesalamatan pasien, dimana pelaporan kesalahan dan
masalah budaya dapat didorong dan diterima sebagai
keunikan.
2) Mendorong pengembangan ―learning culture‖ dan ―a just
culture‖.
b. Hirakhi
a) Masalah: struktur hirarkis dapat menghambat komunikasi
terbuka. Perawat mungkin tidak merasa nyaman mengajukan
pertanyaan untuk mengklarifikasi informasi atau mungkin
merasa terintimidasi.
b) Strategi:
1) Mempromosikan budaya keamanan pelayanan dengan
mendukung komunikasi terbuka.
2) Mengembangkan protokol atau kebijakan yang mendukung
budaya saling menghormati, kolaborasi kolegialitas, dan di
antara semua perawat serta penyedia layanan kesehatan lain
dengan prinsip multidisipliner.
13
3) Memberikan pendidikan untuk semua tingkat hirarki
penyedia layanan kesehatan pada strategi komunikasi yang
efektif.
c. Sistem dukungan
a) Masalah: kurangnya waktu untuk mengakses informasi dan
laporan lengkap akan mengurangi waktu untuk mengajukan
pertanyaan dan jawaban pada saat serah terima pasien.
b) Strategi :
1) Yakinkan bahwa ada waktu untuk menyelesaikan laporan
serah terima pasien.
2) Mengakui bahwa serah terima pasien membutuhkan
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan interaktif dan
jawaban.
3) Mengembangkan sistem yang mendukung dalam
operasional yang efesien dalam pengambilan data pada
waktu yang tepat dengan informasi yang akurat yang akan
disampaikan kepada perawat penerima shift berikutnya.
d. Infrastuktur
a) Masalah: mungkin ada infrastuktur yang tidak memadai untuk
kegiatan serah terima pasien yang efektif.
b) Strategi :
1) Kepemimpinan perlu mempromosikan desain dan
implementasi sistem dalam suatu lingkungan
untuk memberikan perawatan pasien yang aman.
2) Menyediakan sumber daya manusia yang memadai,
peralatan, tekhnologi, dan kesempatan pendidikan untuk
mempromosikan serah terima pasien yang optimal.
3) melibatkan perawat dalam desain lingkungan kerja.
e. Pengirim pesan (dalam organisasi perawatan kesehatan)
a) Masalah: peningkatan jumlah pengiriman pasien akan
meningkatkan kebutuhan untuk serah terima pasien yang
mungkin akan berdampak pada kesalamatan pasien.
b) Strategi :
1) Pertimbangkan model perawatan kesehatan dengan desain
yang meminimalkan pengiriman pasien.
2) Sertakan perawat dalam desain proses serah terima pasien.
f. Keterbatasan ruang untuk serah terima pasien
14
a) Masalah: lingkungan mungkin tidak kondusif untuk melakukan
serah terima pasien.
b) Strategi : sertakan penyedia layanan kesehatan dalam desain
lingkungan kerja sehingga kebutuhan ruang yang memadai dan
konfigurasinya dapat teridentifikasi.
g. Keterbatasan teknologi dan penggunaan catatan dan laporan
manual/kesulitan mengakses informasi penting.
a) Masalah: kurangnya teknologi dapat membuat catatan dalam
bentuk kertas menjadi tebal, ditambah dengan beberapa laporan
yang harus dirujuk untuk serah terima ke unit atau fasilitas
kesehatan lain.
b) Strategi :
1) Desain sistem elektronik yang mendukung dalam kemudahan
pengambilan data yang akurat dan tepat waktu.
2) Menyediakan proses perencanaan yang memadai, infrastruktur,
sumber daya manusia, dan pendidikan untuk keberhasilan
mengimplementasikan serah terima pasien berbasis dukungan
perangkat elektonik.
h. Budaya organisasi yang berbeda
a) Masalah: masing-masing organisasi mungkin memiliki tujuan,
fokus, dan sumber daya yang berbeda.
b) Strategi: mengembangkan proses antara organisasi pengirim
dan penerima pasien untuk menjamin kedua organisasi
sadarakan persyaratan untuk serah terima pasien.
i. Intra atau ekstra sistem pengiriman pasien
a) Masalah: pengiriman pasien kefasilitas dalam suatu sistem
pelayanan kesehatan dapat menciptakan masalah lebih sedikit
daripada pengiriman pasien ke penyedia pelayanan/sitem
peratawan kesehatan lain, kemungkinanan terdapat penggunaan
bentuk pengaturan dan teknologi berbeda.
b) Strategi :
1) Proses serah terima obat-obatan harus selesai dan
dituntaskan saat serah terima.
2) Menghilangkan hambatan komunikasi.
3) Menjamin proses komunikasi 2 arah antar kedua penyedia
layanan kesehatan.
4) Melibatkan komunikasi lisan, tertulis,dan elektronik.
15
j. Keterbatasan tenaga
a) Masalah: kekurangan tenaga dapat berkontribusi untuk
kesenjangan dalam penyampaian informasi saat serah terima
pasien.
b) Strategi :
1) Mengalokasikan sumber daya manusia yang memadai
untuk mendukung dan memenuhi kebutuhan perawatan
pasien.
2) Memantau serah terima pasien untuk peluang perbaikan ke
arah yang lebih baik.
k. Kegagalan peralatan
a) Masalah: sejumlah perangkat yang digunakan dalam serah
terima pasien dapat saja gagal berfungsi. Informasi penting
tidak dapat di samapaikan jika terjadi kegagalan pada perangkat
elektronik.
b) Strategi :
1) Menindaklanjuti informasi penting untk menjamin sudah
tersampaikan dan diterima.
2) Monitor, mengganti peralatan, dan perlengkapan untuk
mengurangi kegagalan komunikasi.
l. Garis tanggung jawab
a) Masalah: saat situasi serah terima pasien, mungkin ada staf
yang tidak jelas tanggung jawab nya kepada pasien atau situasi
yang sedang berlangsung.
b) Strategi :
1) Bilagunakan pemaksaan untuk menunjukkan tanggung jawab
staf dalam proses serah terima pasien.
2) Jelaskan definisi tanggung jawab pada saat transisi pergantian
shift.
m. Batasan waktu yang tepat
a) Masalah: kendala waktu selama serah terima pasien dapat
menyebabkan pembuatan laporan yang terburu-buru dan tidak
lengkap.
b) Strategi: yakinkan ada waktu untuk interaksi dan tanggung
jawab selma serah terima pasien
n. Situasi darurat/kegiatan kritis
16
a) Masalah : serah terima pasien dalam situasi kitis menimbulkan
masalah.
b) Strategi: tetap untuk menyelesaikan serah terima pasien sampai
jelas bahwa informasi kritistelah diterima dan ditranfer dan
tanggung jawab telah terjadi.
o. Kode status
a) Masalah: kode status dapat tidak tercantum dalam laporan serah
terima pasien dan tidak didokumentasikan dalam catatan medis,
sehingga informasi tidak dapat diakses.
b) Strategi: kode status pasien sangat perlu didokumentasikan dan
dikomunikasikan.
p. pasien kritis atau labil
a) Masalah: perawat akan menyelesaikan dan akan melaksanakan
shift, mungkin dapat memandang situasi pasien secara berbeda,
dan situasi pasien dapat terus berubah selama transisi
pergantian shift.
b) Strategi: laporan disamping tempat tidur pasien memberikan
kesempatan untuk mengamati dan memecahkan masalah
bersama
q. Variabel sumber daya , setelag selesai shift
a) Masalah: pengiriman atau serah terima pasien setelah jam kerja
sering terjadi ketika sumber daya kurang tersedia, hal ini dapat
meningkatkan kemungkinan kehilangan informasi.
b) Strategi: yakinkan informasi penting dan terdokumentasi dan
terkirim.
18
g. Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung pada
buku laporan ruangan oleh perawat. (Nursalam, 2002)
19
Secara umum materi yang disampaikan dalam proses operan jaga
baik secara tradisional maupun bedside handover tidak jauh berbeda,
hanya pada handover memiliki beberapa kelebihan diantaranya:
a. Meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan
terkait kondisi penyakitnya secara up to date.
b. Meningkatkan hubungan caring dan komunikasi antara pasien
dengan perawat.
c. Mengurangi waktu untuk melakukan klarifikasi ulang pada kondisi
pasien secara khusus.
20
3. Harus ada proses verifikasi tentang penerimaan informasi oleh
perawat penerima dengan melakukan pengecekan dengan
membaca, mengulang atau mengklarifikasi.
4. Penerima harus mendapatkan data tentang riwayat penyakit,
termasuk perawatan dan terapi sebelumnya.
5. Handover tidak disela dengan tindakan lain untuk meminimalkan
kegagalan informasi atau terlupa.
21
Shift kerja menyebabkan gangguan gastrointestinal, masalah ini
cenderung terjadi pada usia 40-50 tahun. Shift kerja juga dapat menjadi
masalah terhadap keseimbangan kadar gula dalam darah bagi penderita
diabetes.
5. Efek Terhadap Keselamatan Kerja
Survei pengaruh shift kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
yang dilakukan Smith et. Al (dalam Adiwardana, 1989), melaporkan
bahwa frekuensi kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir rotasi shift
kerja (malam) dengan rata-rata jumlah kecelakaan 0,69 % per tenaga
kerja. Tetapi tidak semua penelitian menyebutkan bahwa kenaikan
tingkat kecelakaan industri terjadi pada shift malam. Terdapat suatu
kenyataan bahwa kecelakaan cenderung banyak terjadi selama shift
pagi dan lebih banyak terjadi pada shift malam.
22
2. Masalah keperawatan.
3. Data yang mendukung.
4. Tindakan keperawatan yang
sudah/belum dilaksanakan.
5. Rencana umum yang perlu
dilakukan: Pemeriksaan penunjang,
konsul, prosedur tindakan tertentu.
6. Karu membuka dan memberi Disamping
salam pada klien, PP pagi tempat
menjelaskan tentang klien, PP sore tidur klien
mengenalkan anggota timnya dan
melakukan validasi data.
7. Lama timbang terima setiap klien
kurang lebih 5 menit, kecuali kondisi
khusus yang memerlukan keterangan
lebih rinci.
Post Klarifikasi hasil validasi data oleh PP 5 menit Nurse Karu
timbang sore. station PP
terima 1. Penyampaian alat-alat kesehatan. PA
2. Laporan timbang terima
ditandatangani oleh kedua PP dan
mengetahui Karu (kalau pagi saja).
3. Reward Karu terhadap perawat
yang akan dan selesai bertugas.
4. Penutup oleh karu
25
M) Alur Handover
Skema/alur handover menurut (Nursalam, 2008)
Identitas Pasien
(nama, umur, jenis kelamin,
alamat, agama, pekerjaan,
pendidkan, dll)
Rencana Tindakan
(intervensi)
(Monitor ttv, monitor pola
napas, monitor bunyi napas)
napas)
Perkembangan Keadaan
Pasien
(KU baik, TTV baik)
Masalah :
a. Teratasi
b. Belum teratasi
c. Sebagian Teratasi
26
B. Konsep Teori SBAR
1. Definisi SBAR
Komunikasi Situation Background Assessment Recommendation
(SBAR) dalam dunia kesehatan dikembangkan oleh pakar pasien safety
dari Kaiser Permanente Oakland California untuk membantu komunikasi
antara dokter dan perawat. Meskipun komunikasi SBAR di desain untuk
komunikasi dalam situasi berisiko tinggi antara perawat dan dokter, tehnik
SBAR juga dapat digunakan untuk berbagai bentuk operan tugas, misalnya
operan antara perawat. Di Kaiser tempat asalnya, tehnik SBAR tidak
hanya digunakan untuk operan tugas antara klinis, tetapi juga untuk
berbagai laporan oleh pimpinan unit kerja, mengirim pesan via email atau
voice mail serta bagian IT untuk mengatasi masalah. (JCI, 2010 Dalam
Penelitian Rina, 2015).
Komunikasi SBAR (Situation, Background, Assassement,
Recomendation) adalah metode komunikasi yang digunakan untuk
anggota tim medis kesehatan dalam melaporkan kondisi klien. SBAR
digunakan sebagai acuan dalam pelaporan kondisi klien saat transfer klien.
Teknik SBAR (Situation, Background, Assassement, Recomendation)
menyediakan kerangka kerja untuk komunikasi antara anggota tim
kesehatan tentang kondisi klien. SBAR merupakan mekanisme komunikasi
yang mudah diingat, merupakan cara yang mudah untuk berkomunikasi
dengan anggota tim, mengembangkan kerja anggota tim dan meningkatkan
keselamatan klien (Triwibowo, 2017).
Menurut Haig et al dalam Kesten (2011) kerangka komunikasi SBAR
sangat efektif digunakan untuk melaporkan kondisi dan situasi pasien
secara singkat pada saat pergantian shift, sebelum prosedur tindakan atau
kapan saja diperlukan dalam melaporkan perkembangan kondisi pasien.
Komunikasi efektif khususnya komunikasi SBAR sangat membantu untuk
meningkatkan keselamatan pasien (patient safety) di rumah sakit.
Penggunaan komunikasi SBAR juga mencegah informasi salah yang
disampaikan oleh perawat kepada dokter, hal ini dikarenakan komunikasi
SBAR merupakan komunikasi yang telah terstruktur dengan baik, benar
dan jelas, maka dari itu pengetahuan tentang teknik komunikasi SBAR
pentinguntuk terus ditingkatkan.
SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim
kesehatan atau tim kesehatan lainnya. SBAR merupakan strategi dalam
menyampaikan kondisi pasien yang telah terbukti dapat mengurangi
27
kesalahan. SBAR adalah bentuk komunikasi terstruktur yang diadaptasi
dari penerbangan dan industri andal lainnya untuk menggambarkan situasi
atau kondisi pasien kepada tim yang lain. SBAR juga dapat meningkatkan
keselamatan pasien dengan mendorong penggunaan komunikasi yang jelas
dan terfokus dalam kondisi kritis (Compton, 2016).
3. Tujuan SBAR
a. Menyediakan kerangka kerja untuk komunikasi yang efektif antara
anggota tim perawatan kesehatan dengan dokter.
b. Memberikan informasi yang akurat tentang kondisi pasien saat ini dan
setiap perubahan terbaru yang terjadi atau untuk mengantisifasi apabila
terjadi perubahan.
c. Membantu staf menjadi advokat pasien.
Tujuan dan keuntungan menggunakan SBAR (Byred et al, 2009):
a. Meningkatkan keamanan keselamatan pasien (patient safety)
b. Memberikan standar untuk penyebaran atau berbagi informasi.
c. Meningkatkan kekuatan atau kejelasan dari para pemberi pelayanan
kesehatan dalam mengajukan permintaan peribahan perawatan pasien
atau untuk menyelesaikan informasi dalama keadaan kritis dengan
benar dan akurat
29
d. Meningkatkan efektivitas kerja tim
4. Manfaat SBAR
a. Meningkatkan patient safety
b. Menurunkan angka malpraktik akibat komunikasi yang kurang
c. Meningkatkan kerja tim untuk menggunakan komunikasi yang efektif
d. Memberikan informasi terkait kondisi klien secara lengkap
e. Komunikasi menggunakan SBAR dapat mengurangi insiden
komunikasi yang tidak terjawab dan telah terjadi melalui penggunaan
asumsi, bantuan atau ketidakjelasan sikap.
5. Kelebihan SBAR
a. Menyediakan cara yang efektif dan efesien untuk menyampaikan
informasi dan timbang terima
b. Menawarkan cara sederhana untuk membakukan komunikasi dengan
menggunakan elemen komunikasi SBAR
c. Menghindari kesalahan dalam proses komunikasi timbang terima
pasien.
d. Menciptakan metode yang sama dalam proses timbang terima.
7. Penggunaan SBAR
SBAR dipergunakan sebagai landasan menyusun komunikasi verbal,
tertulis lewat menyusun surat, dari berbagai keadaan perawatan pasien
antara lain:
a. Pasien rawat jalan dan pasien rawat inap
b. Komunikasi pada kasus atau kondisi urgen dan non urgen
c. Komunikasi dengan pasien, perorangan atau lewat telepon
d. Keadaan khusus antara dokter dengan perawat
e. Membantu konsultasi antara dokter dengan dokter
f. Mendiskusikan dengan konsultasn professional lain misal terapi
respiasi, fisioterapi
30
g. Komunikasi pada saat perubahan shift jaga
h. Meningkatkan perhatian
i. Serah terima dari petugas ambulan kepada staf rumah sakit
34
2. Background (info penting yang berhubugan dengan
kondisi pasien terkini) Jelaskan intervensi yang telah
dilakukan dari setiap diagnose keperawatan, sebutkan
riwayat alergi, riwayat pembedahan, pemasangan alat
invasive dan obat-obatan termasuk alat infuse yang
digunakan, jelaskan dan identifikasi pengetahuan pasien
dan keluarga tentang diagnosa medis.
3. Assessment (hasil pengkajian dari kondisi pasien saat ini)
Jelaskan secara lengkap hasil pengkajian pasien terkini
(meliputi B6/ head to toe), jelaskan kondisi klinik yang
mendukung ( Lab, Rongent dll).
4. Recommendation Rekomendasi intervensi keperawatan
yang sudah dan perlu dilanjutkan (refer to nursing plan)
termasuk discharge planning serta edukasi pasien dan
keluarga.
35
3. Assessment (hasil pengkajian dari kondisi klien terkini)
a. Perawat menjelaskan hasil pengkajian klien terkini
b. Perawat menjelaskan kondisi klinik lain yang mendukung seperti
hasil lab, rontgen dll
4. Recommendation/Rekomendasi
Perawat menjelaskan intervensi/tindakan yang sudah teratasi dan
belum teratasi serta tindakan yang harus dihentikan, dilanjutkan atau
dimodifikasi.
Situation
Tanggal: Waktu:
Nama Pasien: Umur:
Nomor NHS Nomor Rumah Sakit:
Datang dari ruang: Tujuan ruang :
Terdapat keluarga : Ya/Tidak Barapa kali sudah transfer?
Perawat yang menerima: Perawat yang melakukan
transfer:
Background Assessment
Diagnosa dan perawatan yang 1. Skor nyeri:
sudah dilakukan dan kebutuhan 2. Resiko Indeksi?
perawatan yang diperlukan. Ya/Tidak Jika iya
Termasuk penyesuian keadaan memgapa?
yang terjadi saat ini 3. Deteksi MRSA
Ya/Tidak Peralatan
Invasif
4. Kanula IV Ya/Tidak
5. Kateter Urin Ya/Tidak
Tindakan lainnya:
6. Terjadi VTE? Ya/Tidak
Skor Waterlow (kulit)
7. Intergrutas Kulit (jika
terdapat ulkus, sebutkan
lokasi dan tingkatan ulkus)
8. Butuh tempat tidur
khusus ulkus Ya/Tidak
9. Skor MUST
10. Status Ora
36
11. Resiko Jatuh Ya/ Tidak
Mobilitas Pasien
12. Alergi
No Jenis kegiatan
Situation
a. Mengidentifikasi diri, unit/ ruangan ,
1. b. Menyebutkan nama pasien dan umur, nomor kamar.
c. Secara singkat menyatakan masalahnya, apa itu, ketika
hal itu terjadi atau dimulai, dan seberapa parah.
Background/ Latar Belakang (1)
a. Diagnosis masuk/ diagnosis sekarang, masalah-
2. masalah lain
b. tanggal masuk
c. riwayat medis (anamnesa) yang penting termasuk
alergi
Background/ Latar Belakang (2)
a. Keadaan umum, kesadaran dan tanda-tanda vital
terbaru
b. Pemeriksaan fisik yang penting dan menunjang
c. Hasil pemeriksaan penunjang yang penting: dan
memberikan tanggal dan waktu tes dilakukan dan hasil
tes sebelumnya untuk perbandingan
d. Tindakan dan obat yang diberikan termasuk infuse.
Assessment/ Penilaian
3. Sebutkan masalah apa yang anda pikirkan
37
Rekomendasi
a. Usul tindakan yang mungkin diperlukan atau pindah ke
ICU, kepada dokter konsultan (DPJP/ Dokter
4. Penanggung Jawab Pasien)
b. Usul perlu tidaknya pemeriksaan tambahan?
c. Jika DPJP memberikan instruksi : terima informasi
dengan metode TBAK
39
Contoh SBAR antara Perawat dan Perawat (JCR,2012,p.19)
antara lain :
S : Situation
1. Pasien Tn.X (45 tahun)
2. Kamar 1
3. Dengan Dx. Asma
4. Kesadaran Composmentis
5. Klien masih mengalami sesak napas
6. Pernapasan dengan cuping hidung
7. Pernapasan cepat
8. Terdapat sekret yang kental
B : Background
1. Telah diberikan terapi O2 sebanyak 2 liter
2. Telah diberikan terapi nebulizer
A : Assessment
Pemeriksaan TTV : TD : 130/90 mmHg P : 22 x/m N : 84 x/m T: 36,8 C
Diet TKTP
Terapi IVFD RL 20 tpm R
R : Recommendation
1. Lakukan pemeriksaan TTV setiap 5 jam
2. Lakukan pemberian terapi nebulizer 1-2x/jam
3. Pantau pemberian terapi O2
41
Assessment (A) Sebutkan problem pasien tersebut :
1. Problem kardiologi (syok kardiogenik,
aritmia maligna, dsb.)
2. Problem gastro-intestinal (perdarahan
massif dan syok)
Recommendation Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan) :
(R) 1. Saya meminta dokter untuk :
2. Memindahkan pasien ke ICU
3. Segera datang melihat pasien
4. Mewakilkan dokter lain untuk datang
5. Konsultasi ke dokter lain
6. Pemeriksaan atau terapi apa yang
diperlukan
7. Foto rontgen
8. Pemeriksaan analisi gas darah
9. Pemeriksaan EKG
10. Pemberian oksigenasi
11. Beta 2 agonis nebulizer
Situations Backgrounds
―dr. Ahmad, saya Ida, perawat Klien tersebut pasca operasi
Ruang Fresia 2, saat ini Klien bedah digestif satu hari yang lalu.
dokter yaitu Ibu Lina dengan Riwayat penyakit jantung dan
tanggal lahir 4 Oktober 1955 paru-paru tidak ada. Frekuensi
mengeluh sesak nafas‖ napas 40 kali per menit dan
saturasinya 70%.
Assessment Recomendation
Suara nafasnya menurun di Saya rasa sebaiknya Klien harus
area dada kanan dengan adanya ditangani segera. Apakah dokter
rasa nyeri akan datang ? Ataukan Klien
perlu segera dipindahkan ke ICU
?
42
MELAPORKAN KONDISI PASIEN DENGAN TEKNIK SBAR
( Situation – Background – Assessment – Recommendation )
No. Dokumen No. Revisi Halaman
Rumah Sakit Khusus RSKBR/KPR/KPRWT/ 1/2
Bedah Rawamangun
Tanggal terbit Ditetapkan oleh :
STANDAR
1 September 2013 Direktur Utama,
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr.Elviera Darmayanti,MM
PENGERTIAN Teknik SBAR adalah teknik yang dilakuakan petugas medis untuk
melaporkan kondisi pasien melaui telepon ataupun serah terima tugas antar
perawat.
TUJUAN Agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaporan kondisi pasien dan cepat
untuk memberikan penanganan pada pasien.
KEBIJAKAN Setiap kondisi pasien yang dilaporkan harus lengkap dan akurat , pelaporan
fokus pada kondisi permasalahan yang terjadi pada pasien.Dan pelaporan
tidak semua yang tercantum dalam label di bawah ini perlu di laporkan
hanya yang dibutuhkan dalam situasi saat itu.
1. Sebelum Menelepon Dokter :
PROSEDUR a. Periksa pasien dengan benar
b. Lihat nama dokter penanggungjawab pasien yang sesuai untuk
ditelepon
c. Mengetahui diagnosis masuk pasien
d. Baca catatan dokter dan keperawatan terbaru
e. Pegang rekam medic pasien dan siap untuk melaporkan alergi,
pengobatan yang di berikan, cairan infuse, hasil tes maupun
laboratorium.
f. Setiap laporan SBAR berbeda.
2. Formulir SBAR
S : Situasi
Saya perawat menelepon tentang (nama pasien, umur, tempat)
― pasien Tn/Ny, . . . . . umur . . . . . , dirawat di ruang . . . . . .
Masalah yang ingin disampaikan adalah . . . . . .
Saya khawatir pasien . . . . . . . . .
43
Tanda - tanda vital :
TD: . . .ND : . . Pernapasan : . . . dan Suhu : . .
A : Assessment / Penilaian
a. Masalah yang saya pikirkan adalah :
(katakan apa masalah yang anda pikirkan )
b. Masalahnya tampaknya adalah : jantung, infeksi,
neurologis, respirasi , . . . .
c. Saya tidak yakin apa masalahnya tapi pasien memburuk
d. Pasien tampaknya tidak stabil dan cenderung
memburuk
e. Kita perlu melakukan sesuatu, Dok.
R : Rekomendasi
Apakah ( katakan apa yang ingin disarankan)
Pasien dapat di transfer ke ICU/HCU, Dok ?
Dokter dapat melihat pasien sekarang ?
Dokter dapat berbicara pada keluarga mengenai kondisi pasien
sekarang ?
44
Dokter dapat menghubungi dokter jaga /konsulen . . . . . untuk
Melihat pasien saat ini ?
Apakah diperlukan pemeriksaan tambahan :
Apakah dokter membutuhkan pemeriksaan seperti rontgen\
Analisa gas darah, EKG,DPL ? atau lain-lain.
Jika ada perubahan tatalaksana, tanyakan :
Seberapa sering perlu dilaporkan tanda vital ke dokter?
Menurut perkiraan dokter berapa lama masalah ini akan
berakhir
Jika pasien tidak membaik apakah dokter ingin diberitahu
ditelepon lagi ?
Status Pasien
DOKUMEN TERKAIT Formulir SBAR
Situation
Background
Riwayat keperawatan
Recomendation: tingkatkan
yang sudah,
45 dilanjutkan, stop,
modifikasi, strategi baru
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Timbang terima pasien (hand over) merupakan cara untuk menyampaikan dan
menerima sesuatu laporan yang berkaitan dengan kondisi pasien. Timbang terima
harus dilakukan seoptimal mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas, dan
lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah
dilakukan /belum dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan
harus akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan
sempurna. Timbang terima bertujuan untuk kesinambungan informasi mengenai
keadaan klien secara menyeluruh sehingga tercapai asuhan keperawatan yang
optimal.
Komunikasi SBAR adalah komunikasi dengan menggunakan alat yang logis
untuk mengatur informasi sehingga dapat ditransfer kepada orang lain secara
akurat dan efesien. Komunikasi dengan menggunakan alat terstruktur SBAR(
Situation, Background, Assesement, Recomendation) untuk mencapai ketrampilan
berfikir kritis dan menghemat waktu
Menurut Haig et al dalam Kesten (2011) kerangka komunikasi SBAR sangat
efektif digunakan untuk melaporkan kondisi dan situasi pasien secara singkat pada
saat pergantian shift, sebelum prosedur tindakan atau kapan saja diperlukan dalam
melaporkan perkembangan kondisi pasien. Komunikasi efektif khususnya
komunikasi SBAR sangat membantu untuk meningkatkan keselamatan pasien
(patient safety) di rumah sakit. Penggunaan komunikasi SBAR juga mencegah
informasi salah yang disampaikan oleh perawat kepada dokter, hal ini dikarenakan
komunikasi SBAR merupakan komunikasi yang telah terstruktur dengan baik,
benar dan jelas, maka dari itu pengetahuan tentang teknik komunikasi SBAR
pentinguntuk terus ditingkatkan.
B. Saran
Bagi pelayanan keperawatan diharapkan agar tetap mempertahankan
pelaksananaan komunikasi efektif SBAR serta melakukan evaluasi secara
berkelanjutan dan menjadwalkan pelatihan tentang sasaran keselamatan pasien
kepada perawat.
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan dalam
meningkatkan ilmu pengetahuan dan sebagai tuntunan untuk membahas lebih
lanjut tentang mata kuliah manajemen keperawatan. Dimakalah ini masih
banyaknya kekurangan jadi mohon bimbingan dari dosen untuk melengkapi
makalah selanjutnya.
46
DAFTAR PUSTAKA
Aimone, E., Andreoli, a., Baker,G.R., Boaro, N., Fancott, C., Sinclair, L., Tardif,
G., & Velji K (2010). Efektivitas sebuah alat komunikasi SBAR
diadaptasiuntuk pengaturan rehabilitasi, Healthcare Quarterly, 11(Sp)
2008: 72-79
Nursalam (2014). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam praktek keperawatan
Profesional. Jakarta : Salemba Medika
Suarda IK, dkk (2018). Jurnal Pengaruh metode Komunikasi Efektif SBAR
terhadap efektifitas pelaksanaan timbang terima pasien diruang Griyatama
RSUD Tabanan. Denpasar
Hilda dkk (2017). Jurnal Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan
komunikasi efektif oleh perawat diruang rawat inap. Samarinda
Friesen, A. M., et al. (2008). Handsoff: Implications for nurses. Ed: Hughes R.G.
diakses pada 24 September 2014.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2649/?report=printable
Kassean HK, Jaggo ZB. Managing change in the nursing handover from traditional
to bedside handover—A case study from Mauritius. BMC Nursing. 2005 4(1)
diakses 24 September 2014. www.biomedcentral.com/1472-6955/4/1
47
48
49